Tin post-mining land reclamation and the level of regional development in Bangka Regency

(1)

DI KABUPATEN BANGKA

ERPAN MUCHTEDI

PROGRAM STUDI ILMU PERENCANAAN WILAYAH

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012


(2)

(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN

SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Reklamasi Lahan Pascatambang Timah dan Tingkat Perkembangan Wilayah di Kabupaten Bangka merupakan hasil penelitian saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing, kecuali yang dengan jelas ditunjukan rujukkannya. Tesis ini belum pernah diajukan untuk meraih gelar pada program sejenisnya dan Perguruan Tinggi lain. Semua informasi yang berasal dari karya yang diterbitkan maupun yang tidak diterbitkan oleh penulis lain yang digunakan dalam penulisan tesis ini telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pusktaka di bagian akhir tulisan ini.

Bogor, Maret 2012 Erpan Muchtedi


(4)

ABSTRACT

ERPAN MUCHTEDI. Tin Post-Mining Land Reclamation and the Level of Regional Development in Bangka Regency. Under direction of SANTUN R.P. SITORUS and UNTUNG SUDADI.

Tin mining industry in Bangka Regency contributes positively to the national income, and increase in Gross Regional Domestic Product (GRDP), labour availability, and economic value. The tin mining also poses negative impacts on the environment. Post-mined reclamation is expected to increase regional economic level and stimulate economic growth so that after the closure of mining activities there is no inequality in the community socio-economic aspect. The aims of the research are: (1) to assess tin post-mined land reclamation techniques for plant growth, (2) to assess the types of reclamation plants suitable to grow and have an economic benefit to the community, (3) to determine priority of the reclamation plant types suitable to grow based on the stakeholders perceptions, (4) to plan an arrangement of plant types and land reclamation techniques in the tin post-mined area, and (5) to determine the level of the community income and regional development in villages with tin mining activities in Bangka Regency. The results show that the reclamation technique that can be implemented was by providing soil ameliorants (manure or compost, top soil and rock phosphate or dolomite) and fertilizers to the tailings, and then provide MAF inoculant or planting cover crops of the leguminoseae familiy and planted with native plants or plants which suitable to grow in the such a tin post-mined land conditions. Implementation of the reclamation technique resulted in an increase in land suitability classes to be S3 (marginally suitable) for rubber (Hevea brasiliensis) and S2 (moderately suitable) for sengon (Paraserianthes falcataria) and acacia (Acacia auriculiformis). Based on the stakeholder perception, rubber is the priority plant, while plant which generate economic benefit is sengon. The community income of villages around the tin mining area increased in the period of 2003-2008.At the time of mining activities, hierarchy of some villages around the mine increased but then decreased after the closure of the tin mining activities.

Keywords: community income, perception of stakeholder, suitable and economic plants, villages hierarchy


(5)

Perkembangan Wilayah di Kabupaten Bangka. Dibimbing oleh SANTUN R.P. SITORUS dan UNTUNG SUDADI.

Timah merupakan salah satu komoditas andalan di Provinsi Bangka Belitung. Sub sektor pertambangan timah berperan positif terhadap penerimaan devisa negara, peningkatan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), penyerapan tenaga kerja dan peningkatan ekonomi. Dampak lingkungan negatif akibat kegiatan pertambangan timah antara lain terjadinya penurunan kualitas tanah dan jumlah jenis vegetasi alami (Sitorus et al., 2008). Untuk mengantisipasi dampak negatif tersebut dalam kegiatan pertambangan dikenal istilah reklamasi dan pascatambang (Szwedzicki, 2001). Kegiatan reklamasi mulai dilaksanakan oleh PT Timah (Persero), Tbk pada tahun 1992. Namun sebagian besar (sekitar 65-85%) dari lahan reklamasi tersebut mengalami gangguan akibat penambangan tanpa izin (PETI) sehingga harus direklamasi ulang (PT Timah (Persero), Tbk., 2009).Terjadinya PETI antara lain disebabkan masyarakat tidak merasakan secara langsung manfaat reklamasi. Tujuan penelitian adalah: (1) mengkaji teknik reklamasi lahan pascatambang timah untuk pertumbuhan tanaman; (2) mengkaji jenis-jenis tanaman reklamasi yang sesuai dan dapat memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat; (3) mengetahui prioritas jenis tanaman reklamasi berdasarkan persepsi stakeholder; (4) menyusun arahan jenis tanaman dan teknik reklamasi lahan di areal pascatambang timah; dan (5) mengetahui tingkat pendapatan masyarakat dan tingkat perkembangan wilayah desa-desa yang memiliki kegiatan penambangan timah di Kabupaten Bangka.

Data yang diperlukan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer berupa isian kuesioner stakeholder (pemerintah, perusahaan, akademisi, LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) dan masyarakat desa di lokasi penambangan) sedangkan data sekunder didapat dari jurnal, buku, makalah, peraturan dan laporan dari Badan Pusat Statistik, Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral, Kementerian Kehutanan, Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Bangka, Bappeda Kabupaten Bangka serta dari perusahaan tambang.

Analisis kesesuaian lahan digunakan untuk mengkaji tingkat kesesuaian lahan reklamasi pascatambang timah bagi pertumbuhan jenis tanaman cepat tumbuh (fast growing species (FGS)) atau tanaman serbaguna (multi purpose tree species (MPTS)) berdasarkan teknik reklamasi dari berbagai penelitian sebelumnya. Untuk mengkaji tanaman FGS dan MPTS yang memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat digunakan analisis financial. AHP (Analytical Hierarchy Process) digunakan untuk menentukan prioritas jenis tanaman berdasarkan persepsi dari stakeholder (Pemerintah, perusahaan, masyarakat, akademisi dan LSM). Berdasarkan hasil analisis kesesuaian lahan dan AHP selanjutnya digunakan untuk pemberian skor pada masing-masing areal lahan pascatambang. Pengelompokan skor lahan pascatambang ke dalam interval tertentu selanjutnya digunakan sebagai dasar pembuatan peta arahan teknik reklamasi lahan. Untuk menentukan hierarki wilayah desa-desa sekitar tambang dilakukan analisis skalogram berbobot menggunakan data Podes tahun 2000, 2003 dan 2008 dengan parameter bidang pendidikan, kesehatan dan perekonomian.

Reklamasi lahan pascatambang timah dapat dilaksanakan dengan memberikan campuran amelioran bahan organik (pupuk kandang atau kompos),


(6)

top soil, tanah mineral, batuan fosfat atau dolomite dan pupuk pada tailing, kemudian memberikan inokulan CMA (Cendawan Mikoriza Arbuskula) atau penanaman cover crop dari famili leguminoseae dan melakukan penanaman dengan tanaman lokal atau tanaman yang sesuai dengan kondisi lahan pascatambang timah yaitu karet, sengon dan akasia.

Berdasarkan analisis kesesuaian lahan, maka lahan pascatambang yang sudah direklamasi tergolong ke dalam kelas S3 (sesuai marginal) untuk tanaman Karet (Hevea brasiliensis) dan S2 (cukup sesuai) untuk tanaman Sengon (Paraserianthes falcataria) dan Akasia (Acacia auriculiformis). Ketiga tanaman tersebut layak secara ekonomis untuk digunakan sebagai tanaman reklamasi lahan pascatambang timah. Diantara ketiga jenis tanaman tersebut, yang memberikan manfaat ekonomi tertinggi adalah sengon. Berdasarkan hasil AHP yang dilakukan dengan mempertimbangkan aspek teknis, ekonomi, sosial dan lingkungan berdasarkan persepsi stakeholders didapatkan bahwa tanaman prioritas untuk mereklamasi lahan pascatambang adalah karet.

Arahan jenis tanaman reklamasi berdasarkan scoring system untuk Desa Bukit Layang adalah karet (73%), sengon (6%) dan akasia (21%); Desa Riding Panjang: karet (77%), sengon (11%) dan akasia (12%), Desa Lumut: karet (37%), sengon (19%) dan akasia (44%). Arahan teknik reklamasi untuk masing-masing jenis tanaman adalah teknik reklamasi pola 1 untuk karet, sedangkan untuk sengon dan akasia dengan teknik reklamasi pola II, III atau IV.

Pendapatan rata-rata masyarakat desa-desa sekitar tambang pada periode 2003-2008 mengalami peningkatan sebesar 199% (ring 1) dan 132% (ring 2) dari periode sebelum 2003 kemudian mengalami penurunan sebesar 17% (ring 1) dan 10% (ring 2) pada periode 2009-2011. Pada saat adanya kegiatan penambangan (2003), sebagian desa-desa sekitar tambang meningkat hierarkinya, terutama desa-desa ring 1. Pada saat kegiatan penambangan berakhir (2008), sebagian desa-desa ring 1 mengalami penurunan hierarki.

Kata kunci: kesesuaian lahan, kelayakan ekonomi, persepsi stakeholders, pendapatan masyarakat, hierarki desa-desa


(7)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2012

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan

atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,

penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan lirik, atau

tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan

yang wajar IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis

dalam bentuk apapun tanpa seizin IPB.


(8)

(9)

REKLAMASI LAHAN PASCATAMBANG TIMAH

DAN TINGKAT PERKEMBANGAN WILAYAH

DI KABUPATEN BANGKA

ERPAN MUCHTEDI

TESIS

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar MAGISTER SAINS

pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah

PROGRAM STUDI ILMU PERENCANAAN WILAYAH

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2012


(10)

(11)

HALAMAN PENGESAHAN

Judul Tesis : Reklamasi Lahan Pascatambang Timah dan

Tingkat Perkembangan Wilayah di Kabupaten Bangka

Nama : Erpan Muchtedi

NRP : A156100174

Program Studi : Ilmu Perencanaan Wilayah

Disetujui Komisi Pembimbing

Prof. Dr Ir Santun R.P. Sitorus Dr Ir Untung Sudadi, M.Sc.

Ketua Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana IPB Ilmu Perencanaan Wilayah

Prof. Dr Ir Santun R.P. Sitorus Dr Ir Dahrul Syah, M.Sc.


(12)

(13)

Kupersembahkan karya ini kepada:

Istriku tercinta Virsa Elsintha dan kedua putraku tersayang Alvin Fortuna Alfarisi dan Adrian Naufa Alfazahri,


(14)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhana wa Ta’ala atas rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini yang berjudul Reklamasi Lahan Pascatambang Timah dan Tingkat Perkembangan Wilayah di Kabupaten Bangka.

Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terimakasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya kepada :

1. Bapak Prof. Dr Ir Santun R. P. Sitorus dan Bapak Dr Ir Untung Sudadi, M.Sc sebagai dosen pembimbing dengan kesabaran dan keikhlasannya telah meluangkan waktu untuk mengarahkan, membuka wawasan dan membimbing penulis dalam menyelesaikan tesis ini.

2. Bapak Dr Ir Widiatmaka, DAA selaku dosen penguji luar komisi atas masukan dan sarannya.

3. Pimpinan dan staf Pusbindiklatren Bappenas atas kesempatan beasiswa yang diberikan bagi penulis.

4. Bupati Bangka yang telah memberikan izin untuk mengikuti tugas belajar pada Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah IPB.

5. Bapak Fery Afriyanto, ST dan Bapak Amir Syahbana, ST (Dinas Pertambangan dan Energi) atas dukungannya.

6. Bapak Dirut PT Timah (Persero) Tbk. beserta karyawan yang telah banyak membantu terutama dalam hal ketersediaan data penelitian.

7. Segenap dosen dan staf manajemen Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah IPB yang telah mengajar dan membantu penulis selama mengikuti studi.

8. Istri tercinta dan anak-anak tersayang yang telah memberikan izin dan dorongan semangat beserta seluruh keluarga dengan dukungannya telah memberikan kekuatan tersendiri kepada penulis selama ini.

9. Rekan-rekan seperjuangan PWL 2010 yang kompak dan bersemangat pantang menyerah.

10. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu atas bantuan baik moril maupun materiil selama studi dan penulisan tesis ini.

Penulis menyadari walaupun telah berusaha semaksimal mungkin, tentunya masih banyak terdapat kekurangan dan ketidaksempurnaan. Besar harapan penulis adanya kritik dan saran untuk penyempurnaan karya tulis ini.

Bogor, Maret 2012


(15)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Lahat, Sumatera Selatan pada tanggal 16 Mei 1974 dari Ayah yang bernama Supandi dan Ibu yang bernama Wirmawati. Penulis merupakan anak kedua dari tujuh bersaudara.

Tahun 1993 penulis lulus dari SMA Santo Yosef Lahat dan pada tahun yang sama melanjutkan studi di Universitas Sriwijaya (Unsri) Palembang. Penulis mengambil Fakultas Teknik, Jurusan Teknik Elektro dan lulus dengan gelar S.T. pada tahun 2000. Tahun 2006 penulis diterima sebagai PNS dan ditempatkan di Dinas Pertambangan dan Energi (Distamben) Kabupaten Bangka Provinsi Kepulauan Bangka Belitung.

Pada tahun 2010 penulis mendapatkan kesempatan melanjutkan studi ke jenjang S2 yang dibiayai oleh Pusbindiklatren Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) yaitu di Program Studi Ilmu Perencanaan Wilayah pada Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB).


(16)

(17)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ………... iii

DAFTAR GAMBAR ………...……... v

DAFTAR LAMPIRAN ………... vii

I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang ………... 1

1.2. Perumusan Masalah ………... 2

1.3. Tujuan Penelitian ………... 5

1.4. Manfaat Penelitian ………... 5

1.5. Kerangka Pemikiran ………... 6

II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Kegiatan Penambangan, Reklamasi dan Pasca Tambang ……. 9

2.2. Profil dan Solum Tanah …...……….. 12

2.3. Kesesuaian Lahan Bekas Tambang ...………. 13

2.4. Potensi Manfaat Ekonomi Reklamasi ………... 14

2.5. Hasil-Hasil Penelitian Terdahulu tentang Reklamasi Pascatambang ... 14

III. METODE PENELITIAN 3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ………..…... 17

3.2. Jenis Data ………... 17

3.3. Bahan dan Alat………...………... 21

3.4. Bagan Alir Penelitian ………...…………...… 21

3.5. Teknik Analisis Data Penelitian ………..… 22

3.5.1. Analisis Kesesuaian Lahan ... 22

3.5.2. Analisis Finansial ... 22

3.5.3. Analytical Hierarchy Process (AHP) ... 24

3.5.4. Analisis Scoring System ... 25

3.5.5. Analisis Hierarki Wilayah (skalogram berbobot) ... 26

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN 4.1. Letak Geografis dan Administratif ... 29

4.2. Keadaan Iklim ... 30

4.3. Topografi ... 32

4.4. Geologi dan Tanah ... 32

4.5. Mineralisasi Kasiterit (Biji Timah) ... 33

4.6. Kependudukan ... 35

4.7. Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) ... 36

4.8. Penambangan Timah dengan Pola Kemitraan ... 37

V. HASIL DAN PEMBAHASAN 5.1. Teknik Reklamasi Pascatambang ... 39


(18)

5.1.2. Umur Areal Reklamasi Pascatambang ... 44 5.1.3 Tipologi Lahan di Lokasi Reklamasi Pascatambang ... 48 5.1.4. Teknik Reklamasi Pascatambang Timah Berdasarkan

Penelitian-Penelitian Terdahulu ... 54 5.2. Kesesuaian Lahan di Areal Reklamasi Pascatambang ... 60 5.2.1. Penutupan Vegetasi ... 60 5.2.2. Curah Hujan, Bulan Kering dan Temperatur

Rata-rata... 66 5.2.3. Sifat Fisik dan Kimia Lahan Pascatambang ... 66 5.2.4. Analisis Kesesuaian Lahan Terhadap Jenis

Tanaman... 67 5.3. Analisis Finansial ... 69 5.3.1. Analisis Finansial Tanaman Karet pada Lahan

Pascatambang ... 70 5.3.2. Analisis Finansial Tanaman Sengon pada Lahan

Pascatambang ... 73 5.3.3. Analisis Finansial Tanaman Akasia pada Lahan

Pascatambang ... 74 5.4. Prioritas Jenis Tanaman Reklamasi Berdasarkan Persepsi

Stakeholders ... 76 5.5. Arahan Teknik dan Jenis Tanaman Reklamasi Lahan

Pascatambang ... 77 5.6. Pendapatan Masyarakat Desa-desa/Kelurahan di Sekitar Lokasi

Tambang ... 82 5.7. Tingkat Perkembangan Wilayah Desa-desa Sekitar Tambang ... 84 5.8 Pembahasan Umum... 94

VI. KESIMPULAN DAN SARAN

6.1. Kesimpulan ………... 97 6.2. Saran ………... 98

DAFTAR PUSTAKA ………... 99 LAMPIRAN ………... 103


(19)

DAFTAR TABEL

Halaman

1. Instansi dan Jumlah Responden dalam Penelitian ... 19

2. Tujuan, Jenis Data, Sumber Data dan Teknik Analisis Data ... 20

3. Pemberian Skor untuk Kelas Kesesuaian Lahan ... 26

4. Data Podes yang Digunakan dalam Analisis Skalogram Berbobot ... 28

5. Desa-desa Sekitar Tambang ... 29

6. Luas Wilayah Kabupaten Bangka Berdasarkan Kelas Lereng ... 32

7. Jumlah dan Kepadatan Penduduk di Wilayah Penelitian ... 35

8. Jumlah KK dan Komposisi Penduduk Wilayah Penelitian Berdasarkan Jenis Kelamin ... 36

9. Luas WIUP PT. Timah di Kabupaten Bangka ... 37

10. Lokasi Pengamatan pada Masing-masing Desa di Kabupaten Bangka... 39

11. Umur Areal Reklamasi di Lokasi Pengamatan Kabupaten Bangka ... 44

12. Luas Penutupan Lahan di Lokasi Penelitian Berdasarkan Tipologi Tahun 2011 ... 53

13. Teknik Reklamasi Lahan Pascatambang Timah Berdasarkan Penelitian-penelitian Terdahulu ... 55

14. Reklamasi Pola I Berdasarkan Tahapan Kegiatan ... 56

15. Reklamasi Pola II Berdasarkan Tahapan Kegiatan ... 57

16. Reklamasi Pola III Berdasarkan Tahapan Kegiatan ... 58

17. Reklamasi Pola IV Berdasarkan Tahapan Kegiatan ... 59

18. Luas Tutupan Vegetasi pada Areal yang Sudah dan Belum Direklamasi ... 62

19. Luas Tutupan Vegetasi pada Areal yang Belum dan Sudah Direklamasi Berdasarkan Umur Lahan Pascatambang ... 63

20. Luas Penutupan Lahan di Areal Lahan yang Sudah dan Belum Direklamasi Berdasarkan Tipologi Lahan ... 64

21. Luas Areal yang Sudah Direklamasi Berdasarkan Jenis Tanaman Eksisting ... 65


(20)

22. Sifat Fisik dan Kimia Tailing pada Lahan Pascatambang Timah yang Belum Direklamasi Berdasarkan Umur Setelah Penambangan

Berakhir ... 66

23. Sifat Fisik dan Kimia Tailing pada Lahan Pascatambang Timah yang Sudah Direklamasi ... 67

24. Kelas Kesesuaian Lahan di Lahan Bekas Tambang Timah Lahan yang Belum Direklamasi ... 68

25. Kelas Kesesuaian Lahan di Lahan Bekas Tambang Timah Lahan yang Sudah Direklamasi ... 68

26. Biaya Penanaman Tanaman Karet ... 70

27. Biaya Pemeliharaan Tanaman Karet per Hektar per Tahun ... 71

28. Biaya Pengadaan Pupuk Dasar Tanaman Karet ... 71

29. Penerimaan Lump per Tahun ... 72

30. Biaya Penanaman Tanaman Sengon Per Hektar ... 73

31. Biaya Pemeliharaan Tanaman Sengon Per Tahun ... 73

32. Biaya Penanaman Tanaman Akasia ... 74

33. Biaya Pemeliharaan Tanaman Akasia Per Tahun ... 75

34. Kriteria Penentuan Prioritas Tanaman Reklamasi... 76

35. Prioritas Tanaman Reklamasi Berdasarkan Persepsi Stakeholders... 77

36. Matriks Pembobotan Lahan Pascatambang Untuk Tanaman Karet, Sengon dan Akasia ... 78

37. Luas Penggunaan Lahan Pascatambang Berdasarkan Peta Arahan Teknik dan Jenis Tanaman Reklamasi ... 78

38. Pendapatan Rata-rata Masyarakat Desa/Kelurahan Sekitar Tambang per Bulan Sebelum 2003, 2003-2008 dan 2009-2011 ... 82

39. Hasil Analisis Beberapa Variabel perhitungan IPD Kabupaten Bangka Tahun 2000, 2003 dan 2008 ... 85

40. Data Hasil Pengolahan Proses Analisis Skalogram Tahun 2000 ... 86

41. Data Hasil Pengolahan Proses Analisis Skalogram Tahun 2003 ... 88

42. Data Hasil Pengolahan Proses Analisis Skalogram Tahun 2008 ... 90


(21)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1. Kerangka Pemikiran Penelitian ……….………. 7

2. Lokasi Penelitian ... 18

3. Bagan Alir Penelitian ………... 21

4. Peta Wilayah Administrasi Kabupaten Bangka... 30

5. Grafik Rata-rata Curah Hujan Bulanan di Kabupaten Bangka Tahun 2006-2010 (Stasiun Meteorologi Pangkalpinang, 2011)... 31

6. Grafik Rata-rata Suhu Udara Bulanan di Kabupaten Bangka Tahun 2006-2010 (Stasiun Meteorologi Pangkalpinang, 2011)... 31

7. Peta Kelas Lereng di Kabupaten Bangka... 34

8. Peta Lokasi Areal Reklamasi Pasca Tambang di Desa Lumut Bukit Layang dan Riding Panjang ... 40

9. Peta Titik Pengamatan di Desa Bukit Layang Kecamatan Bakam Kabupaten Bangka ... 41

10. Peta Titik Pengamatan di Desa Lumut Kecamatan Belinyu Kabupaten Bangka ... 42

11. Peta Titik Pengamatan di Desa Riding Panjang Kecamatan Merawang Kabupaten Bangka ... 43

12. Peta Umur Pascatambang di Desa Bukit Layang Kecamatan Bakam Kabupaten Bangka ... 45

13. Peta Umur Pascatambang di Desa Lumut Kecamatan Belinyu Kabupaten Bangka ... 46

14. Peta Umur Pascatambang di Desa Riding Panjang Kecamatan Merawang Kabupaten Bangka ... 47

15. Dokumentasi Hasil Survei Pada Areal Pasca Tambang Berumur Kurang dari 5 Tahun ... 48

16. Dokumentasi Hasil Survei Pada Areal Pasca Tambang Berumur 5 sampai 10 Tahun ... 48

17. Dokumentasi Hasil Survei Pada Areal Pasca Tambang Berumur >10 sampai 15 Tahun ... 49

18. Dokumentasi Hasil Survei Pada Areal Pasca Tambang Berumur lebih dari 15 Tahun ... 49


(22)

19. Peta Tipologi Penutupan Lahan Pascatambang di Desa Bukit

Layang Kecamatan Bakam Kabupaten Bangka ... 50 20. Peta Tipologi Penutupan Lahan Pascatambang di Desa Lumut

Kecamatan Belinyu Kabupaten Bangka ... 51 21. Peta Tipologi Penutupan Lahan Pascatambang di Desa Riding

Panjang Kecamatan Merawang Kabupaten Bangka ... 52 22. Total Penutupan Vegetasi ... 61 23. Penutupan Vegetasi ... 61 24. Bagan Struktur Hierarki ... 77 25. Peta Arahan Jenis Tanaman Reklamasi di Desa Bukit Layang ... 79 26. Peta Arahan Jenis Tanaman Reklamasi di Desa Lumut ... 80 27. Peta Arahan Jenis Tanaman Reklamasi di Desa Riding Panjang ... 81 28. Pendapatan Rata-rata Masyarakat Desa/Kelurahan Sekitar Tambang

per Bulan Sebelum 2003, 2003-2008 dan 2009-2011 ... 83 29. Pendapatan Rata-rata Masyarakat Desa/Kelurahan Berdasarkan

Ring 1 dan 2 Sebelum 2003, 2003-2008 dan 2009-2011 ... 83 30. Peta Hierarki Wilayah Kabupaten Bangka Tahun 2000 ... 87 31. Peta Hierarki Wilayah Kabupaten Bangka Tahun 2003 ... 89 32. Peta Hierarki Wilayah Kabupaten Bangka Tahun 2008 ... 91 33. Perbandingan Hierarki Kelurahan Tahun 2000, 2003 dan 2008 ... 92


(23)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Kuesioner Analytical Hierachy Process (AHP) ... 105 2. Daftar Nama responden Kuesioner AHP ... 111 3. Data Hasil Perhitungan AHP ... 112 4. Kriteria Kesesuaian Lahan Tanaman Karet (Hevea brasiliensis M.A.)... 115 5. Kriteria Kesesuaian Lahan Tanaman Sengon (Paraserianthes

falcataria) ... 116 6. Kriteria Kesesuaian Lahan Tanaman Akasia (Acacia auriculiformis) ... 117 7. Kesesuaian Lahan Pascatambang yang Belum Direklamasi untuk

Tanaman Karet (Hevea brasiliensis M.A.)... 118 8. Kesesuaian Lahan Pascatambang yang Belum Direklamasi untuk

Tanaman Sengon (Paraserianthes falcataria)... 119 9. Kesesuaian Lahan Pascatambang yang Belum Direklamasi untuk

Tanaman Akasia (Acacia auriculiformis) ... 120 10. Kesesuaian Lahan Pascatambang yang Sudah Direklamasi untuk

Tanaman Karet (Hevea brasiliensis M.A.)... 121 11 Kesesuaian Lahan Pascatambang yang Sudah Direklamasi untuk

Tanaman Sengon (Paraserianthes falcataria)... 122 12. Kesesuaian Lahan Pascatambang yang Sudah Direklamasi untuk

Tanaman Akasia (Acacia auriculiformis) ... 123 13. Analisis Finansial Tanaman Karet dengan Discount Rate (i) sebesar

6,6% (rata-rata BI-rate 2011) ... 124 14. Analisis Finansial Tanaman Sengon dengan Discount Rate (i) sebesar

6,6% (rata-rata BI-rate 2011) ... 126 15. Analisis Finansial Tanaman Akasia dengan Discount Rate (i) sebesar

6,6% (rata-rata BI-rate 2011) ... 127 16. Data Potensi Desa Tahun 2000 yang Digunakan dalam Analisis

Skalogram ... 128 17. Hasil Analisis Skalogram Berbobot Desa-Desa Sekitar Tambang Tahun

2000 ... 130 18. Data Potensi Desa Tahun 2003 yang Digunakan dalam Analisis


(24)

19 Hasil Analisis Skalogram Berbobot Desa-Desa Sekitar Tambang Tahun

2003 ... 134 20 Data Potensi Desa Tahun 2008 yang Digunakan dalam Analisis

Skalogram ... 136 21 Hasil Analisis Skalogram Berbobot Desa-Desa Sekitar Tambang Tahun

2008 ... 138 22 Pengolahan Tabular Arahan Teknik dan Jenis Tanaman reklamasi

Pascatambang Timah ... 140 23 Peta Kesesuaian Lahan Tanaman Karet pada Lahan Pascatambang di

Desa Bukit Layang Kecamatan Bakam Kabupaten Bangka ... 149 24 Peta Kesesuaian Lahan Tanaman Karet pada Lahan Pascatambang di

Desa Lumut Kecamatan Belinyu Kabupaten Bangka ... 150 25 Peta Kesesuaian Lahan Tanaman Karet pada Lahan Pascatambang di

Desa Riding Panjang Kecamatan Merawang Kabupaten Bangka ... 151 26 Peta Kesesuaian Lahan Tanaman Sengon pada Lahan Pascatambang

di Desa Bukit Layang Kecamatan Bakam Kabupaten Bangka ... 152 27 Peta Kesesuaian Lahan Tanaman Sengon pada Lahan Pascatambang

di Desa Lumut Kecamatan Belinyu Kabupaten Bangka ... 153 28 Peta Kesesuaian Lahan Tanaman Sengon pada Lahan Pascatambang

di Desa Riding Panjang Kecamatan Merawang Kabupaten Bangka ... 154 29 Peta Kesesuaian Lahan Tanaman Sengon pada Lahan Pascatambang

di Desa Bukit Layang Kecamatan Bakam Kabupaten Bangka ... 155 30 Peta Kesesuaian Lahan Tanaman Sengon pada Lahan Pascatambang

di Desa Lumut Kecamatan Belinyu Kabupaten Bangka ... 156 31 Peta Kesesuaian Lahan Tanaman Sengon pada Lahan Pascatambang

di Desa Riding Panjang Kecamatan Merawang Kabupaten Bangka ... 157 32 Kuesioner Pendapatan Masyarakat Lingkar Tambang ... 158 33 Jumlah Responden Pendapatan Masyarakat Sekitar Tambang ... 159


(25)

I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pertambangan merupakan salah satu sektor penting dalam perekonomian Indonesia, terutama dalam peranannya sebagai penghasil devisa. Sumberdaya pertambangan tidak dapat diperbaharui dan proses pembentukannya memerlukan waktu ribuan tahun. Sektor pertambangan terdiri atas sub sektor minyak dan gas (migas) dan sub sektor pertambangan mineral dan batubara. Salah satu sumberdaya pertambangan sub sektor mineral dan batubara adalah pertambangan logam timah.

Timah merupakan salah satu komoditas andalan di Provinsi Bangka Belitung dan telah ditambang sejak abad ke-17 hingga sekarang. Sub sektor pertambangan timah berperan positif terhadap penerimaan devisa negara, peningkatan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), penyerapan tenaga kerja dan peningkatan ekonomi. Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan nilai PDRB untuk sektor pertambangan dan penggalian mencapai Rp 927.714 juta atau 22,4% dari total PDRB Kabupaten Bangka tahun 2009 sebesar Rp 4.135.618 juta (BPS Kabupaten Bangka, 2010).

Dampak lingkungan negatif akibat kegiatan pertambangan timah antara lain terjadinya penurunan kualitas tanah dan jumlah jenis vegetasi alami (Sitorus et al., 2008). Untuk mengantisipasi dampak negatif tersebut dalam kegiatan pertambangan dikenal istilah reklamasi dan pascatambang (Szwedzicki, 2001). Reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan sepanjang tahapan usaha pertambangan untuk menata, memulihkan dan memperbaiki kualitas lingkungan dan ekosistem agar dapat berfungsi kembali sesuai peruntukannya. Pascatambang adalah kegiatan terencana, sistematis dan berlanjut setelah akhir sebagian atau seluruh kegiatan usaha pertambangan untuk memulihkan fungsi lingkungan alam dan fungsi sosial menurut kondisi lokal di seluruh wilayah penambangan (DESDM, 2009).

Kegiatan reklamasi mulai dilaksanakan oleh PT Timah (Persero), Tbk pada tahun 1992. Lahan yang telah direklamasi sampai dengan tahun 2007 seluas 1.952 ha. Namun sebagian besar (sekitar 65-85%) dari lahan reklamasi tersebut mengalami gangguan akibat penambangan tanpa izin (PETI) sehingga harus direklamasi ulang (PT Timah (Persero), Tbk., 2009).


(26)

Terjadinya PETI antara lain disebabkan masyarakat tidak merasakan secara langsung manfaat reklamasi. Oleh karena itu, penelitian ini dilakukan untuk mendapatkan arahan reklamasi lahan pascatambang timah yang juga dapat memberikan manfaat terutama manfaat ekonomi sehingga diharapkan masyarakat tidak melaksanakan PETI pada lahan yang sudah direklamasi.

1.2. Perumusan Masalah

Pemerintahan Daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya, kecuali urusan pemerintahan yang menjadi urusan Pemerintah Pusat dengan tujuan meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pelayanan umum dan daya saing daerah (Depdagri, 2004). Peranan Pemerintah Daerah sangat penting dalam menggali potensi lokalnya sebagai sumber keuangan dalam membantu membiayai pembangunan daerahnya secara mandiri. Keberhasilan penyelenggaraan otonomi daerah tersebut akan sangat bergantung pada kemampuan dan potensi sumberdaya daerah, baik sumberdaya manusia maupun sumberdaya alam serta infrastruktur lainnya. Salah satu potensi sumberdaya yang telah memberikan kontribusi besar dalam pendapatan negara maupun pendapatan daerah di Kabupaten Bangka adalah pertambangan timah.

Keberadaan sektor pertambangan timah di Kabupaten Bangka memberikan dampak positif antara lain sebagai sumber devisa negara, peningkatan Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), penyerapan tenaga kerja dan peningkatan ekonomi. Selain dampak positif, dampak negatif yang terjadi akibat penambangan timah antara lain berubahnya bentuk bentang alam, terganggunya komponen lahan seperti horisonisasi dan struktur tanah, populasi mikrob tanah dan siklus hara sehingga sulit untuk mendukung suatu ekosistem yang sehat dan menyebabkan kerusakan vegetasi dan profil tanah. Berbagai efek sisa kegiatan pertambangan dapat terjadi, seperti erosi tanah, polusi udara dan air, terpaparnya bahan-bahan beracun, bencana kebumian, hilangnya keanekaragaman hayati dan akhirnya hilangnya kekayaan ekonomi.

Kegiatan pertambangan di suatu wilayah akan mengakibatkan perkembangan wilayah yang ditandai dengan adanya pembangunan infrastruktur pendukung di desa-desa dimana kegiatan pertambangan tersebut berada. Adanya penambahan infrastruktur akan berpengaruh terhadap kenaikan indeks pembangunan desa-desa tersebut. Hierarki wilayah dan indeks pembangunan desa akan berkembang terus secara dinamik seiring dengan kegiatan


(27)

penambangan dan akan mencapai titik klimaks pada saat produksi tambang maksimum dan akan menurun secara drastis saat kegiatan pertambangan ditutup.

Penutupan tambang merupakan proses akhir dari suatu kegiatan pertambangan karena telah habisnya cadangan bahan galian sehingga lahan bekas kegiatan pertambangan harus dapat dikondisikan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya melalui rencana pemanfaatan lahan pascatambang (post mining land use) dan keinginan stakeholder (KESDM, 2010). Dalam kaitannya dengan pembangunan berkelanjutan, daerah bekas tambang harus dapat dipertahankan keberlanjutan ekonomi, sosial dan lingkungannya bagi masyarakat di desa-desa yang sebelumnya terdapat kegiatan pertambangan, karena masyarakat yang tinggal di desa-desa tersebut merupakan masyarakat yang akan langsung terkena imbas penurunan kondisi ekonomi, sosial dan lingkungan saat terjadinya penutupan tambang.

Reklamasi penting sebagai bagian pascatambang untuk memastikan keberlanjutan penggunaan sumberdaya lahan. Reklamasi adalah proses peningkatan produktivitas lahan yang mengalami degradasi dengan beberapa ukuran perbaikan produktivitas dan fungsi biotik. Strategi reklamasi harus mengarah ke perbaikan sifat fisik dan kimia tanah seperti kesuburan tanah, pengelolaan top soil dan siklus hara dalam rangka mengembalikan fungsi lahan ke kondisi semula.

Jenis tanaman yang digunakan untuk reklamasi lahan bekas tambang adalah jenis-jenis tanaman kayu yang cepat tumbuh (fast growing spesies) dan memiliki perakaran kuat. Penggunaan jenis kayu cepat tumbuh dengan perakaran kuat ini dimaksudkan untuk mempercepat proses pertumbuhan dan penyebaran covercrop (tanaman yang berfungsi sebagai penutup lahan), mencegah terjadinya erosi dan menghasilkan penutupan tajuk tanaman yang cepat yang berdampak pada perbaikan iklim mikro bagi tanaman bawah yang tumbuh secara alami. Penggunaan jenis tanaman cepat tumbuh sebagai tanaman reklamasi diharapkan akan memberikan manfaat yang lebih cepat dibandingkan dengan tanaman kayu yang lambat tumbuh. Namun, jenis tanaman tersebut tidak memberikan manfaat ekonomi secara optimal terutama bagi masyarakat lokal karena waktu yang dibutuhkan tanaman tersebut siap untuk ditebang cukup lama dan selama dalam proses pertumbuhan, masyarakat tidak dapat mengambil manfaat ekonomi dari tanaman tersebut.


(28)

Sistem penambangan yang dilakukan tidak secara total (total mining), tailing masih memiliki kandungan timah sehingga menyebabkan timbulnya keinginan masyarakat untuk melakukan penambangan kembali (remining) pada area tersebut walaupun sudah dilaksanakan reklamasi. Hal ini juga menjadi kendala terhadap keberhasilan kegiatan reklamasi.

Untuk memberikan manfaat ekonomi yang optimal kepada masyarakat dari pelaksanaan reklamasi lahan bekas tambang timah, perlu dilakukan suatu kajian penggunaan jenis tanaman serbaguna (MultiPurposes Tree Spesies atau MPTS) yang juga merupakan jenis cepat tumbuh sebagai tanaman reklamasi di areal bekas penambangan timah. Jenis MPTS tersebut harus dapat memberikan kesinambungan manfaat ekonomi kepada masyarakat dalam jangka waktu yang lama dan mempunyai tingkat adaptasi terhadap kondisi lahan bekas tambang dan mempunyai kemampuan untuk memperbaiki kualitas tanah. Berdasarkan definisi dari Departemen Kehutanan (2007), MPTS adalah tumbuhan berkayu dimana buah, bunga, getah, daun dan/atau kulit dapat dimanfaatkan bagi penghidupan masyarakat, disamping berfungsi sebagai tanaman lindung, pencegah erosi, banjir, longsor serta budidaya tanaman tersebut tidak memerlukan pemeliharaan intensif.

Inonu (2008) menyatakan bahwa ditinjau dari aspek konservasi lahan, revegetasi dengan menggunakan jenis MPTS telah berhasil menghijaukan kembali lahan-lahan bekas tambang serta mampu mencegah erosi. Kriteria yang harus dimiliki oleh jenis tumbuhan terpilih dalam melakukan pemulihan lahan bekas tambang adalah mempunyai kemampuan adaptasi yang tinggi, merupakan jenis yang cepat tumbuh, teknik silvikulturnya diketahui, adanya ketersediaan bibit tanaman dan dapat bersimbiosis dengan mikrob.

Hal yang tidak kalah pentingnya dalam kegiatan reklamasi adalah kesesuaian jenis-jenis tanaman yang digunakan sebagai tanaman reklamasi terhadap kondisi fisik dan kimia tanah bekas tambang timah tersebut. Tingkat kesesuaian lahan tersebut akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan produktivitas tanaman reklamasi.

Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan masalah-masalah yang akan dipecahkan dalam penelitian ini yaitu:

1) Belum diketahui teknik reklamasi lahan pascatambang timah untuk pertumbuhan tanaman di Kabupaten Bangka;


(29)

2) Belum diketahui jenis-jenis tanaman yang sesuai untuk reklamasi lahan pascatambang timah dan dapat memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat;

3) Belum diketahui prioritas jenis-jenis tanaman berdasarkan persepsi stakeholder;

4) Belum diketahui arahan teknik reklamasi dan jenis tanaman di areal pascatambang timah; dan

5) Belum diketahui tingkat pendapatan masyarakat dan tingkat perkembangan wilayah desa-desa yang memiliki kegiatan penambangan timah di Kabupaten Bangka.

1.3. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah tersebut maka tujuan penelitian adalah : 1) Mengkaji teknik reklamasi lahan pascatambang timah untuk pertumbuhan

tanaman;

2) Mengkaji jenis-jenis tanaman yang sesuai untuk reklamasi lahan pascatambang timah dan dapat memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat;

3) Mengetahui prioritas jenis tanaman reklamasi berdasarkan persepsi stakeholder;

4) Menyusun arahan teknik reklamasi dan jenis tanaman di areal pascatambang timah; dan

5) Mengetahui tingkat pendapatan masyarakat dan tingkat perkembangan wilayah desa-desa yang memiliki kegiatan penambangan timah di Kabupaten Bangka.

1.4. Manfaat Penelitian

Manfaat dari kegiatan penelitian ini adalah menghasilkan teknik reklamasi dan jenis tanaman yang tepat dan optimal untuk kegiatan reklamasi lahan bekas tambang timah yang memberikan manfaat ekonomi dan sosial secara optimal serta berkesinambungan bagi masyarakat sekitar tambang dengan tetap memperhatikan perbaikan kualitas lingkungan.


(30)

1.5. Kerangka Pemikiran

Kegiatan reklamasi merupakan inti dari kegiatan pascatambang yang diharapkan mampu meningkatkan perekonomian masyarakat dan merangsang pertumbuhan ekonomi sehingga pasca kegiatan penambangan timah tidak terjadi ketimpangan kondisi sosial ekonomi di wilayah sekitar tambang dibandingkan dengan kondisi sosial ekonomi saat adanya aktivitas penambangan timah.

Selama ini penggunaan jenis tanaman kayu cepat tumbuh (fast growing spesies) untuk kegiatan reklamasi lahan bekas tambang kurang memberikan manfaat ekonomi yang optimal secara berkesinambungan bagi masyarakat karena adanya beberapa alasan yaitu :

1) Jenis-jenis tanaman kayu cepat tumbuh mempunyai masa panen yang relatif lama (7-8 tahun) dan selama jangka waktu tersebut masyarakat tidak dapat memanfaatkan hasil non kayunya

2) Adanya kegiatan pemanfaatan hasil kayu oleh masyarakat secara ilegal sehingga menyebabkan area bekas tambang yang telah direklamasi tersebut mengalami deforestrasi dan tidak ada jaminan bahwa masyarakat yang melakukan penebangan secara ilegal akan melakukan penanaman kembali (re-planting).

3) Apabila masyarakat diberikan ijin untuk memanfaatkan hasil kayunya, maka manfaat ekonomi yang didapat oleh masyarakat hanya satu kali saja, yaitu pada saat pemanenan dan masyarakat harus menunggu daur tanaman tersebut selama beberapa tahun agar bisa melakukan pemanenan ulang. 4) Areal reklamasi masih memiliki kandungan mineral timah sehingga banyak

dilakukan penambangan kembali (remining) oleh masyarakat.

Berdasarkan fakta di atas maka perlu dilakukan analisis untuk menentukan jenis tanaman serbaguna yang sesuai dengan karakteristik lahan pascatambang timah dan memberikan manfaat ekonomi dan sosial secara berkesinambungan bagi masyarakat serta mempunyai kemampuan untuk memperbaiki kualitas lahan. Jenis tanaman tersebut harus dapat diterima oleh masyarakat karena pada akhirnya masyarakat di sekitar lokasi pascatambang timah yang akan memanfaatkan lebih lanjut hasil kegiatan reklamasi yang dilakukan oleh perusahaan tambang timah. Kerangka pemikiran penelitian disajikan pada Gambar 1.


(31)

Gambar 1. Kerangka Pemikiran Penelitian

KEGIATAN PERTAMBANGAN TIMAH DI KABUPATEN BANGKA

Lahan pascatambang

Potensi Desa sekitar tambang

Pendapatan masyarakat sekitar tambang

Teknik reklamasi dengan memperhatikan tipologi lahan pascatambang

Analisis kesesuaian lahan dan finansial

Jenis tanaman yang sesuai untuk lahan pascatambang dan bermanfaat ekonomi

AHP

Prioritas tanaman berdasarkan persepsi stakeholders

Analisis skalogram

berbobot

Analisis deskriptif

Hierarki perkembangan wilayah dan Indeks Perkembangan Desa

Pendapatan rata-rata masyarakat sekitar tambang

ARAHAN REKLAMASI LAHAN PASCATAMBANG TIMAH DI

KABUPATEN BANGKA

Manfaat

Lingkungan Sosial Ekonomi


(32)

(33)

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Kegiatan Penambangan, Reklamasi dan Pasca Tambang

Kegiatan pertambangan terdiri dari enam tahap meliputi kegiatan eksplorasi, site development, ekstraksi, benefisiasi, proses metalurgi, dan decommissioning (Ripley et al., 1996).

Eksplorasi dilakukan untuk memperoleh informasi secara terinci dan teliti tentang lokasi, bentuk, dimensi, sebaran, kualitas dan sumberdaya terukur dari bahan galian, serta informasi mengenai lingkungan sosial dan lingkungan hidup (DESDM, 2009). Kegiatan eksplorasi mineral biasanya dimulai dengan penelitian dengan menggunakan metode penginderaan jauh untuk mencari kemungkinan areal cadangan mineral. Setelah itu baru dilakukan survei eksplorasi detil dengan menggunakan metode geologi, geofisik dan geokimia. Jika suatu areal cukup menjanjikan selanjutnya dilakukan pengupasan, penggalian ataupun pengeboran (Ripley et al., 1996).

Tahap Site Development adalah tahap persiapan yang dilakukan sebelum tahap penambangan (ekstraksi). Tahap tersebut terdiri dari studi kelayakan, desain tambang dan fasilitas pemantauan lingkungan, penilaian dampak lingkungan dan konstruksi penambangan (Ripley et al., 1996). Studi kelayakan pada tahap Site Development dilakukan untuk memperoleh informasi secara rinci seluruh aspek yang berkaitan untuk menentukan kelayakan ekonomis dan teknis usaha pertambangan, termasuk analisis mengenai dampak lingkungan serta perencanaan pascatambang (DESDM, 2009).

Tahap ekstraksi merupakan tahap pengambilan bijih mineral dari lapisan cadangan dan pengangkutannya menuju instalasi pengolahan. Pemilihan metode ekstraksi tergantung dari karakteristik fisik mineral dan kedalamannya dari permukaan tanah. Untuk cadangan dangkal pada umumnya digunakan metode tambang permukaan (open-cast surface mining) yang terdiri dari open pit mining untuk mengekstraksi badan bijih mineral massive dan strip mining untuk cadangan yang berbentuk lapisan (Ripley et al., 1996).

Lapisan timah ditambang dengan metode semprot cara basah (hydraulic mining). Dalam metode ini digunakan media air untuk penyemprotan/pemecahan lapisan tanah. Pada beberapa obyek tambang penambangan dibantu dengan buldozer untuk memperbesar kapasitas pemindahan tanah. Selanjutnya tanah yang telah disemprot dialirkan ke arah bak penampungan (mine sump). Tanah


(34)

yang sudah disemprot dengan air bertekanan tinggi dan berubah menjadi lumpur selanjutnya diisap dengan pompa tanah (gravel pump) dan dialirkan ke instalasi pencucian (PT Timah (Persero) Tbk, 2009).

Benefisiasi adalah persiapan bijih mineral untuk tahap pengolahan selanjutnya seperti peleburan, pencucian, dan penyulingan. Bertujuan untuk menghilangkan partikel lain yang ikut terambil pada saat ekstraksi sehingga konsentrasi mineral yang diinginkan meningkat. Dalam tahap benefisiasi ini juga dilakukan penyederhanaan partikel menjadi lebih kecil untuk partikel dan pengurangan kadar air. Tahap benefisiasi dilaksanakan di instalasi pengolahan yang biasanya terletak di dekat lokasi tambang (Ripley et al., 1996).

Benefisiasi dalam penambangan timah dilaksanakan dengan cara pencucian di tambang menggunakan prinsip gravitasi dengan air sebagai media. Peralatan yang digunakan adalah jig dan saluran cuci (wasgot/palong) yang dibuat dari kayu papan. Hasil akhir proses pencucian berupa konsentrat bijih timah dengan kadar 30-40 % Sn. Timah hasil pencucian di lapangan selanjutnya di bawa ke Pusat Pencucian Bijih Timah (PT Timah (Persero) Tbk, 2009).

Proses metalurgi merupakan tahap pengolahan dan pemurnian dari bijih mineral yang diperoleh dari tahap ekstraksi dan tahap benefisiasi. Proses metalurgi dibagi menjadi tiga kelompok: pyrometallurgy yang menggunakan suhu tinggi untuk membantu reaksi ekstraktif; hydrometallurgy yang menggunakan pelarut cair untuk memisahkan logam dari bijih mineral dan electrometallurgy yang menggunakan energi listrik untuk efek pemisahan logam dalam larutan air (Ripley et al., 1996). Proses metalurgi pada pengolahan bijih timah adalah pyrometallurgy dan electrometallurgy. Proses pyrometallurgy dilakukan dengan meleburkan konsentrat timah, anthrasit dan batu kapur dalam tanur pada temperatur operasi 1.300-1.350oC. Logam timah cair ditampung untuk diproses lagi di pemurnian. Proses electrometallurgy dilakukan untuk memperoleh hasil produksi logam timah kualitas tinggi yakni dengan kandungan Sn 99,99 % yang dikenal dengan Banka Fournine (PT Timah (Persero) Tbk, 2009).

Kegiatan pertambangan seperti yang telah diuraikan di atas memberikan dampak negatif terhadap lingkungan, mempengaruhi sifat fisik dan kimia tanah, menurunkan kesuburan tanah, meningkatkan erosi merubah iklim mikro, mencemari air tanah maupun air permukaan dengan logam berat dan tanah menjadi terdegradasi dalam jangka panjang. (PT Timah (Persero) Tbk, 2009; Ripley et al., 1996). Pada penambangan timah dengan sistem penambangan


(35)

permukaan terbuka dapat mengakibatkan adanya bekas lubang galian pada tanah, terjadinya penurunan permukaan tanah, adanya tumpukan lapisan penutup (overburden) yang dapat mengakibatkan bahaya longsor dan tercucinya senyawa beracun, timbulnya kebisingan, debu dan getaran dari mesin-mesin operasi penambangan, terbentuknya sisa-sisa penambangan (tailing) yang merupakan bahan berpasir yang kurang subur (Sitorus, 2007).

Decommissioning merupakan tahap akhir dari kegiatan pertambangan yang bertujuan untuk mengembalikan areal terganggu ke kondisi semula atau alternatif lain yang bermanfaat yang dilaksanakan melalui reklamasi (Ripley et al., 1996). Reklamasi adalah kegiatan yang dilakukan sepanjang tahapan usaha pertambangan untuk menata, memulihkan, dan memperbaiki kualitas lingkungan dan ekosistem agar dapat berfungsi kembali sesuai peruntukannya (DESDM, 2009).

Reklamasi tidak berarti akan mengembalikan seratus persen sama dengan kondisi rona awal. Tujuan jangka pendek reklamasi lahan bekas tambang adalah membentuk bentang alam (landscape) yang stabil terhadap erosi. Selain itu, reklamasi juga bertujuan untuk mengembalikan lokasi tambang ke kondisi yang memungkinkan untuk digunakan sebagai lahan produktif. Bentuk lahan produktif yang akan dicapai menyesuaikan dengan tataguna lahan pascatambang. Penentuan tataguna lahan pascatambang sangat tergantung pada berbagai faktor antara lain potensi ekologis lokasi tambang dan keinginan masyarakat serta peraturan dari pemerintah. Bekas lokasi tambang yang telah direklamasi harus dipertahankan agar tetap terintegrasi dengan ekosistem bentang alam sekitarnya (Suprapto, 2011).

Pascatambang (penutupan tambang) adalah kegiatan terencana, sistematis, dan berlanjut setelah akhir sebagian atau seluruh kegiatan usaha pertambangan untuk memulihkan fungsi lingkungan alam dan fungsi sosial menurut kondisi lokal di seluruh wilayah penambangan (DESDM, 2009). Penutupan tambang bertujuan memperbaiki atau menata kegunaan lahan yang terganggu sebagai akibat dihentikannya kegiatan pertambangan untuk memenuhi kriteria sesuai dengan prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup pertambangan, keselamatan dan kesehatan kerja dan konservasi mineral dan batubara (KESDM, 2010). Prinsip perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup pertambangan meliputi perlindungan terhadap kualitas air permukaan, air tanah, air laut, dan tanah serta udara berdasarkan


(36)

standar baku mutu atau kriteria baku kerusakan lingkungan hidup, perlindungan dan pemulihan keanekaragaman hayati, penjaminan terhadap stabilitas dan keamanan timbunan batuan penutup, kolam tailing, lahan bekas tambang, dan struktur buatan lainnya, pemanfaatan lahan bekas tambang sesuai dengan peruntukannya, memperhatikan nilai-nilai sosial dan budaya setempat serta perlindungan terhadap kuantitas air tanah (KESDM, 2010).

Perusahaan yang melakukan penambangan wajib melaksanakan kegiatan reklamasi dan pascatambang. Dalam rangka menjamin ketaatan perusahaan pertambangan untuk melakukan reklamasi dan pascatambang sesuai dengan rencana reklamasi, perusahaan pertambangan wajib menyediakan jaminan reklamasi, yang besarnya sesuai dengan rencana biaya reklamasi yang telah mendapat persetujuan Menteri, Gubernur, maupun Bupati/Walikota sesuai kewenangannya. Jaminan reklamasi dapat berbentuk deposito berjangka, bank garansi, asuransi, dan cadangan akuntansi (accounting reserve). Jaminan tersebut harus ditempatkan oleh perusahaan pertambangan sebelum perusahaan tersebut memulai usaha produksi atau eksploitasi pertambangan (DESDM, 2008). Asumsi strategis model kebijakan pengelolaan lingkungan pertambangan adalah perusahaan memiliki kegiatan pengelolaan lingkungan yang baku, keterbukaan informasi kegiatan pengelolaan lingkungan dan alokasi dana serta sosialisasi kesadaran masyarakat untuk berperan aktif dalam pengelolaan lingkungan (Sumantri et al., 2008)

2.2. Profil dan Solum Tanah

Lapisan-lapisan tanah terbentuk karena adanya pengendapan yang berulang-ulang oleh genangan air atau karena proses pembentukan tanah. Proses pembentukan tanah diawali proses pelapukan batuan induk menjadi bahan induk tanah, diikuti oleh proses percampuran bahan organik dengan bahan mineral dipermukaan tanah, pembentukan struktur tanah, pemindahan bahan-bahan tanah dari bagian atas ke bawah sehingga terbentuk lapisan-lapisan tanah yang disebut horison tanah. Susunan horison secara vertikal disebut profil tanah. Terdapat 6 horison utama berturut-turut dari atas yaitu horison O, A, E, B, C dan R. Horison penyusun solum tanah adalah horison A, E dan B (Hardjowigeno, 2007).

Horison O adalah horison organik yang terbentuk di atas lapisan tanah mineral yang biasa dijumpai pada tanah-tanah hutan yang belum terganggu.


(37)

Horison A berada dipermukaan tanah terdiri atas campuran bahan organik dan bahan mineral. Pada horison E, terjadi proses pencucian (eluviasi) terhadap liat, Fe, Al dan bahan organik. Horison B terbentuk akibat adanya penimbunan (iluviasi) liat atau Fe dan Al oksida atau humus yang berasal dari horison E. Horison B juga terbentuk karena adanya penimbunan relatif (residual) Fe dan Al oksida akibat pencucian silika, adanya perubahan dari bahan induk yang membebaskan oksida besi atau disebabkan adanya bidang kilir akibat gesekan agregat tanah yang mengembang bila basah dan mengkerut bila kering. Horison C merupakan bahan induk yang sedikit terlapuk sehingga dapat ditembus tanaman, sedangkan batuan keras yang belum terlapuk disebut horison R (Hardjowigeno, 2007).

2.3. Kesesuaian Lahan Bekas Tambang

Kegiatan reklamasi lahan bekas tambang timah tidak dapat terlepas dari kesesuaian lahan bekas tambang timah tersebut untuk pertumbuhan jenis-jenis tanaman reklamasi yang akan ditanam. Hal yang perlu diperhatikan adalah kondisi iklim lokasi tambang dan kondisi tanah yang akan dilakukan kegiatan reklamasi. Kajian terhadap kondisi tanah, hidrologi dan iklim serta kondisi lingkungan sekitar tambang penting dilakukan agar dapat diketahui posisi strategis kawasan bekas tambang dalam upaya melakukan reklamasi. Penyiapan lahan, khususnya untuk revegetasi, diupayakan berasal dari material yang tersedia di lokasi penambangan. Kondisi tanah yang merupakan perpaduan sifat-sifat fisik, kimia dan biologi tanah, merupakan salah satu faktor yang menentukan keberhasilan revegetasi lahan pasca penambangan. Sifat-sifat tanah seperti: bulk density, porositas, permeabilitas, kadar air, ketersediaan hara, dan ukuran butir merupakan parameter yang mempengaruhi pertumbuhan optimal tanaman (Arif dalam Yunianto, 2008).

Pengembangan tanaman perkebunan di beberapa lokasi bekas tambang dapat berhasil jika lapisan tanah dapat dikembalikan sesuai syarat pertumbuhan tanaman dengan penambahan bahan organik dalam jumlah yang cukup. Penambahan unsur hara dilakukan dengan pemupukan yang cukup dan teratur. Penambahan bahan organik dan usaha ameliorasi tanah perlu dilakukan agar tanaman terbebas dari unsur-unsur yang bersifat racun. Banyaknya jumlah pupuk kandang dan usaha peningkatan pH tanah tergantung seberapa jauh “kerusakan” akibat kegiatan penambangan (Purwono, 2010). Beberapa teknik


(38)

rehabilitasi lahan pasca tambang antara lain dengan merekayasa tailing agar dapat digunakan sebagai media tumbuh dengan cara menempatkan tanah asli pada lubang tanam dan memberi tailing dengan campuran bahan amelioran yang terdiri dari bahan organik/kompos, pupuk kandang, kapur pertanian/fosfat alam, abu bakaran dan inokulasi mikorhiza (Sitorus, 2007).

2.4. Potensi Manfaat Ekonomi Reklamasi

Selain memperhatikan aspek kesesuaian lahan bekas tambang, kegiatan reklamasi juga harus memperhatikan jenis-jenis tanaman reklamasi yang mampu memberikan manfaat ekonomi pengganti bagi masyarakat sebagai akibat hilangnya pendapatan masyarakat setelah tambang selesai dan mengurangi dampak sosial yang akan terjadi di masyarakat dengan adanya penutupan kegiatan pertambangan di wilayah mereka (Yunianto, 2008). Adanya kegiatan reklamasi bekas tambang dengan pemilihan jenis tanaman yang tepat dan bernilai ekonomi tinggi diharapkan dapat memberikan kontribusi terhadap penyerapan tenaga kerja pasca kegiatan penambangan sehingga dampak sosial pada masyarakat yang mungkin terjadi akibat penutupan tambang berupa kehilangan lapangan pekerjaan dapat diminimalkan (Yunianto, 2008).

2.5. Hasil-hasil Penelitian Terdahulu tentang Reklamasi

Pascatambang

Menurut Sitorus, et al. (2008), penambangan timah menyebabkan degradasi lahan dan berkurangnya jenis vegetasi alami. Jumlah jenis vegetasi akan meningkat seiring bertambahnya umur tailing setelah penambangan. Kadar pasir mendominasi struktur tailing tidak tergantung umur setelah penambangan. KTK, pH, N-total, dan C-organik tanah dipengaruhi oleh umur tailing setelah penambangan. Teknik terbaik untuk mereklamasi lahan pascatambang timah adalah dengan menggunakan kombinasi pupuk kandang inokulan cendawan mikoriza arbuskula dan lamtoro.

Keberhasilan reklamasi bekas tambang juga dipengaruhi oleh peran masing-masing stakeholder (masyarakat, pemerintah dan pengusaha). Yusuf (2008) menyatakan bahwa berdasarkan hasil Analytical Hierarchy Process (AHP) terhadap struktur hierarki perumusan arahan strategi kebijakan reklamasi lahan pasca penambangan dengan menggunakan metode comparative judgement atau skala banding secara berpasangan diperoleh aktor/peran pemerintah


(39)

daerah sebagai prioritas pertama, prioritas kedua yang berpengaruh adalah perusahaan, prioritas ketiga adalah LSM, prioritas keempat adalah Perguruan Tinggi/Lembaga Penelitian dan aktor yang terakhir adalah masyarakat dalam menentukan keberhasilan reklamasi lahan pasca penambangan. Aspek-aspek yang menjadi pertimbangan dalam kebijakan meliputi ekologi, ekonomi, sosial dan kelembagaan.

Arahan strategi kebijakan reklamasi lahan pascatambang menurut Yusuf (2008) adalah kebijakan pengelolaan lahan pascapenambangan berbasis lingkungan dan berkelanjutan serta kebijakan melakukan reklamasi dengan tanaman yang bernilai ekonomi bagi masyarakat setempat. Mengacu pada sifat sumberdaya alam pertambangan yang tidak dapat diperbaharui maka reklamasi dengan tanaman untuk memperbaiki kondisi ekologi perlu menjadi perhatian awal dari stakeholders.

Reklamasi dan pascatambang bertujuan untuk memulihkan fungsi lahan bekas tambang menjadi lahan yang produktif sehingga dapat dimanfaatkan kembali secara berkelanjutan dan dapat meningkatkan kembali perekonomian masyarakat sekitar tambang akibat dari hilangnya mata pencaharian dari sektor pertambangan. Beberapa aspek penting yang memiliki peranan dalam keberhasilan reklamasi dan pascatambang (Soelarno, 2007) adalah :

1) Adanya partisipasi stakeholder. Tujuan dan kriteria untuk menentukan keberhasilan penutupan tambang harus melibatkan stakeholder yang terdiri atas masyarakat setempat, perusahaan, pemerintah dan pihak-pihak terkait dengan upaya-upaya yang diarahkan dalam rangka pengembangan masyarakat di sekitar area pertambangan.

2) Tahapan perencanaan yang bersifat dinamis, artinya identifikasi isu-isu potensial yang perlu dikelola di kemudian hari harus dilakukan selama kegiatan pertambangan masih berlangsung, yaitu dengan melakukan disain awal penutupan tambang, reklamasi progresif (reklamasi yang dilakukan selama kegiatan eksploitasi dengan kecepatan yang sama dengan pembukaan lahan), rencana penutupan tambang sementara dan rencana penutupan tambang final.

3) Adanya keberlanjutan ekonomi. Harus ada tolak ukur yang dapat digunakan untuk menilai tingkat pendapatan masyarakat sebelum adanya kegiatan pertambangan, selama kegiatan pertambangan berlangsung dan setelah tambang berakhir sehingga tidak terjadi penurunan tingkat


(40)

perekonomian masyarakat sekitar tambang bahkan apabila memungkinkan harus lebih meningkat.

4) Adanya keberlanjutan lingkungan. Apabila suatu daerah akan ditinggalkan setelah sumberdaya mineral habis ditambang, beberapa persyaratan lingkungan yang perlu dipenuhi agar tercapai tujuan dari perencanaan penutupan tambang, yaitu kestabilan fisik, kestabilan kimia dan kestabilan ekologi termasuk didalamnya adalah perlindungan keanekaragaman hayati. 5) Adanya keberlanjutan sosial. Faktor ini harus menjadi pertimbangan dalam

perencanaan penutupan tambang bila kegiatannya berada di dekat kota atau pemukiman penduduk di desa. Proses penutupan tambang memerlukan konsultasi sedini mungkin dengan masyarakat lokal, mengingat mereka yang akan menggunakan areal reklamasi setelah tambang tersebut ditutup.

6) Adanya perencanaan partisipatif dalam reklamasi bekas tambang. Perencanaan partisipatif dalam kegiatan reklamasi sebaiknya menghindari metode kerja doing for the community tetapi mengadopsi metode kerja doing with the community. Metode kerja doing for, akan menjadikan masyarakat menjadi pasif, kurang kreatif dan tidak berdaya, bahkan mendidik masyarakat untuk selalu bergantung. Sebaliknya, metode kerja doing with, merangsang masyarakat menjadi aktif dan dinamis serta mampu mengidentifikasi mana kebutuhan yang sifatnya real needs, felt needs dan expected need.

Permasalahan reklamasi lahan bekas tambang yang dihadapi setiap perusahaan berbeda-beda. Hal ini dipengaruhi oleh kesuburan tanah, kualitas sumberdaya manusia, dan ketersediaan dana. Kesuburan tanah pada lahan bekas tambang dipengaruhi oleh jenis bahan galiannya, pada pertambangan timah, yang dimaksud tanah adalah tailing berupa pasir yang tidak subur dan tidak dapat mengikat air (Mansur, 2010).

Hal penting dalam menunjang keberhasilan reklamasi adalah dengan memanfaatkan lahan pascatambang sebagai alternatif mata pencaharian yang bernilai ekonomi sehingga diharapkan dapat menghentikan keinginan masyarakat untuk melakukan kegiatan PETI. Pemanfaatan lahan pascatambang ini sebaiknya dengan menggunakan tanaman kehutanan atau tanaman perkebunan dan menghindari pemanfaatan untuk tanaman pangan karena lahan pascatambang timah mengandung beberapa logam berat yang tinggi dan unsur radioaktif (Veriady, 2007). Kandungan logam berat tersebut antara lain adalah Pb, Zn dan Cu (Amin, 2002; Veriady, 2007).


(41)

III. METODE PENELITIAN

3.1. Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan pada tiga lokasi reklamasi pascatambang timah yang berada dalam kawasan Areal Penggunaan Lain (APL) di Kabupaten Bangka yang terletak di Pulau Bangka. Lokasi reklamasi tersebut masing-masing secara administratif berada di Desa Lumut Kecamatan Belinyu, Desa Bukit Layang Kecamatan Bakam dan Desa Riding Panjang Kecamatan Merawang. Secara geografis, lokasi penelitian terletak pada 1o29’-2o21’ LS dan 105o 36’-106o11’ BT (Gambar 2). Areal reklamasi yang menjadi lokasi penelitian dibagi berdasarkan umur setelah penambangan terakhir yaitu:

1) Areal reklamasi umur kurang dari 5 tahun setelah penambangan 2) Areal reklamasi umur 5-10 tahun setelah penambangan

3) Areal reklamasi umur lebih dari 10-15 tahun setelah penambangan 4) Areal reklamasi umur lebih dari 15 tahun setelah penambangan

Pelaksanaan penelitian termasuk pengumpulan data dan penyusunan tesis dilakukan selama 7 bulan mulai bulan Agustus 2011 hingga bulan Februari 2012.

3.2. Jenis Data

Data yang diperlukan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer berupa isian kuesioner stakeholder (pemerintah, perusahaan, akademisi, LSM dan masyarakat desa di lokasi penambangan) dan

ground check ke lokasi reklamasi lahan pascatambang timah, sedangkan data

sekunder terdiri atas:

1) peta reklamasi lahan pascatambang timah; 2) persyaratan tumbuh tanaman;

3) rekomendasi penelitian sebelumnya mengenai teknik reklamasi pascatambang timah;

4) biaya pengolahan lahan, bibit, penanaman, pemeliharaan dan pemanenan; 5) jenis tanaman tumbuh cepat (FGS) dan tanaman serbaguna (MPTS); 6) Potensi Desa tahun 2000, 2003 dan 2008.

Kegiatan pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan pendekatan studi melalui telaah literatur (pustaka) dan survei langsung di lokasi


(42)

reklamasi tambang. Studi literatur dilakukan untuk mengumpulkan berbagai macam data dan informasi yang terkait dengan penelitian.


(43)

Sumber data sekunder untuk telaah literatur dalam penelitian ini berasal dari jurnal, buku, makalah, peraturan dan laporan yang berasal dari Badan Pusat Statistik, Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral, Kementerian Kehutanan, Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Bangka, Bappeda Kabupaten Bangka serta dari perusahaan tambang. Penyebaran kuesioner kepada

stakeholder dilakukan untuk mengetahui jenis-jenis tanaman kayu cepat tumbuh

(fast growing species) dan jenis-jenis tanaman kayu cepat tumbuh yang juga

masuk dalam Multi Purposes Tree Species (MPTS) yang direkomendasikan dalam kegiatan reklamasi bekas tambang timah. Ground check ke lokasi reklamasi lahan pascatambang timah dilakukan untuk mendapatkan tipologi lahan pascatambang berdasarkan umur setelah penambangan berakhir.

Prosedur pengambilan unit contoh responden untuk pengisian kuesioner adalah unit contoh nonprobabilitas dengan teknik penarikan contoh purposif

(purposive sampling). Pemilihan teknik sampling ini dikarenakan responden yang

diambil harus mempunyai pengetahuan tentang reklamasi lahan pascatambang, terlibat dalam kegiatan reklamasi lahan pascatambang atau berdomisili di sekitar lokasi pascatambang yang menjadi lokasi penelitian.

Responden yang diambil berasal dari masyarakat yang tinggal di desa sekitar tambang, Camat, Kepala Desa, pihak perusahaan, Dinas Pertambangan dan Energi Kabupaten Bangka, Bappeda Kabupaten Bangka, Dinas Kehutanan Kabupaten Bangka, akademisi, dan Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM). Asal dan jumlah responden disajikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Instansi dan Jumlah Responden dalam Penelitian

Nomor INSTANSI / RESPONDEN JUMLAH RESPONDEN (Orang)

1 Camat 3

2 Kepala Desa 3

3 Masyarakat 15

4 Perusahaan 1

5 Dinas Pertambangan dan Energi Kab. Bangka

1

6 Bappeda Kabupaten Bangka 1

7 Dinas Kehutanan Kabupaten Bangka 1

8 Akademisi 2

9 LSM 1

Jumlah 28

Selain itu, kuesioner juga diberikan kepada masyarakat sekitar tambang untuk mengetahui pendapatannya sebelum, pada saat dan setelah berakhirnya penambangan dengan pola kemitraan. Ukuran sampel yang diambil memenuhi


(44)

Rumus Slovin dengan toleransi kesalahan 10%. Pendapatan masyarakat dihitung berdasarkan rata-rata perolehan pasir timah perbulan dikalikan dengan harga timah pada saat itu.

Data sekunder potensi desa (podes) digunakan untuk mengetahui hierarki wilayah desa-desa di lokasi tambang. Data podes digunakan untuk mendapatkan Indeks Perkembangan Desa. Podes yang digunakan berasal dari Badan Pusat Statistik untuk tahun 2000, 2003 dan 2008. Penggunaan data Podes tahun 2000 dilakukan karena pada saat itu penambangan hanya dilakukan oleh PT. Timah,Tbk. Penambangan dengan partisipasi masyarakat di lokasi penelitian dilakukan mulai tahun 2003 sehingga data Podes 2003 dianggap mewakili kondisi desa pada saat itu. Sejak tahun 2008 kegiatan penambangan dengan partisipasi masyarakat mulai berakhir sehingga digunakan Podes tahun 2008. Jenis data, sumber data, teknik analisis data dan keluaran yang diharapkan untuk masing-masing tujuan penelitian disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Tujuan, Jenis Data, Sumber Data dan Teknik Analisis Data

No. Tujuan Jenis Data Sumber Data Teknik

Analisis Data keluaran

1. Mengkaji teknik reklamasi lahan untuk pertumbuhan tanaman.

Data bentuk-bentuk teknik reklamasi lahan.

1) PT. Timah 2) Penelitian-penelitian sebelumnya. Analisis Deskriptif. Teknik reklamasi lahan untuk pertumbuhan tanaman. 2. Mengkaji jenis-jenis

tanaman yang sesuai untuk lahan reklamasi pascatambang timah dan memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat.

a) Data jenis tanaman tumbuh cepat (fast growing) dan tanaman MPTS. b) Suhu dan Curah

Hujan

c) Kriteria Lahan Bekas Tambang

d) Data biaya pengelolaan lahan, bibit, penanaman, pemeliharaan dan pemanenan e) Data harga jual hasil

kayu dan non kayu.

1) PT. Timah 2) BMKG Pangkalpinang 3) Dinas Kehutanan dan Perkebunan Kab. Bangka 4) Penelitian-penelitian sebelumnya. 1) Analisis kesesuaian lahan 2) Analisis finansial. Jenis-jenis tanaman yang sesuai untuk lahan reklamasi pascatambang timah dan memberikan manfaat ekonomi bagi masyarakat.

3. Mengetahui prioritas jenis-jenis tanaman berdasarkan persepsi stakeholder.

Keluaran nomor 2. 1) Hasil analisis. 2) Pendapat

responden (stakeholder) Analytical Hierarchy Process (AHP). Prioritas jenis tanaman yang direkomendasikan stakeholder 4. Menyusun arahan teknik

reklamasi dan jenis tanaman di areal pascatambang timah.

Keluaran nomor 2 dan 3. Hasil analisis. Analisis

Scoring System.

Arahan teknik dan jenis tanaman reklamasi di areal pascatambang. 5. Mengetahui tingkat

pendapatan masyarakat dan tingkat

perkembangan wilayah desa-desa yang memiliki kegiatan penambangan timah di Kab. Bangka.

a) Pendapatan Masyarakat. b) Data Podes 2000,

2003 dan 2008 desa-desa lokasi tambang

1) Data Primer (Kuesioner). 2) BPS 1) Analisis Deskriptif. 2) Skalogram berbobot 1) Pendapatan masyarakat rata-rata.

2) Tingkat Hierarki wilayah dan IPD desa-desa sekitar tambang dan

perubahannya dari tahun 2000, 2003 dan 2008.


(45)

3.3. Bahan dan Alat

Bahan penelitian mencakup peta administrasi Kabupaten Bangka, peta Izin Usaha Pertambangan peta reklamasi dan peta lahan pascatambang PT. Timah (Persero) Tbk. di Kabupaten Bangka dan berbagai data seperti yang telah diuraikan dengan alat analisis yang digunakan adalah software Microsoft Word 2007, Microsoft excel 2007 dan ArcGIS versi 9.3.

3.4. Bagan Alir Penelitian

Penelitian reklamasi lahan pascatambang timah dan tingkat perkembangan wilayah di Kabupaten Bangka khususnya di Desa Bukit Layang Kecamatan Bakam, Desa Lumut Kecamatan Belinyu dan Desa Riding Panjang Kecamatan Merawang disajikan dalam bagan alir penelitian pada Gambar 3.

Gambar 3. Bagan Alir Penelitian

Data  Podes  Jenis  Tanaman Tipologi Lahan  Pascatambang   Timah  Teknik  Reklamasi  Analisis Kesesuaian Lahan dan Analisis Finansial  Analisis  Skalogram  berbobot  AHP  Jenis‐jenis tanaman reklamasi yang  sesuai untuk lahan pascatambang dan  memberikan manfaat ekonomi  Hirarki  Perkembangan  Wilayah   dan Indeks  Pembangunan Desa  Prioritas jenis  tanaman yang  direkomendasikan  stakeholder ARAHAN REKLAMASI LAHAN BEKAS PENAMBANGAN TIMAH DI KABUPATEN BANGKA  Data  Pendapatan  Masyarakat  Analisis   Deskriptif  Pendapatan rata‐ rata masyarakat  sekitar tambang   Peta Reklamasi Lahan  Pascatambang Timah Ground  Check 


(46)

3.5. Teknik Analisis Data Penelitian

Data sekunder dan primer yang telah dikumpulkan dianalisis dengan menggunakan beberapa metode untuk menjawab permasalahan dan tujuan dari penelitian ini, yaitu :

3.5.1. Analisis Kesesuaian Lahan

Analisis kesesuaian lahan digunakan untuk mengkaji tingkat kesesuaian lahan reklamasi pascatambang timah bagi pertumbuhan jenis tanaman cepat tumbuh atau tanaman serbaguna berdasarkan teknik reklamasi dari berbagai penelitian sebelumnya. Sistem klasifikasi kesesuaian lahan yang dipakai adalah sistem klasifikasi kesesuaian lahan menggunakan kriteria penilaian dari Djaenuddin et al. (1994).

Lahan reklamasi pascatambang timah yang dikaji terdiri dari: 1) Lahan reklamasi berumur kurang dari 5 tahun setelah penambangan; 2) Lahan reklamasi berumur antara 5-10 tahun setelah penambangan; 3) Lahan reklamasi berumur antara >10-15 tahun setelah penambangan; 4) Lahan reklamasi berumur >15 tahun setelah penambangan.

Analisis kesesuaian lahan bertujuan untuk mendapatkan jenis-jenis tanaman yang sesuai untuk lahan reklamasi pascatambang.

3.5.2. Analisis Finansial

Analisis finansial digunakan untuk mengkaji jenis tanaman kayu cepat tumbuh dan tanaman serbaguna yang digunakan dalam reklamasi lahan bekas tambang timah yang memberikan manfaat ekonomi tertinggi bagi masyarakat. Analisis ini terdiri dari analisis Net Present Value (NPV), Benefit Cost Ratio

(BCR) dan Internal Rate of Return (IRR). ™ Net Present Value (NPV)

Metode ini digunakan untuk melakukan penghitungan terhadap nilai sekarang dari suatu usaha reklamasi dengan jenis tanaman tertentu dikurangi dengan biaya sekarang dari suatu usaha reklamasi pada tahun tertentu. Apabila nilai NPV positif maka jenis tanaman tersebut layak secara ekonomis untuk diusahakan. Rumus yang dipakai adalah menghitung nilai sekarang dari aliran kas yaitu sebagai selisih antara Present Value (PV) manfaat dan Present Value


(47)

NPV B1 iC dimana :

- Bt adalah manfaat yang diperoleh sehubungan penggunaan jenis tanaman tertentu dalam reklamasi tambang pada urutan waktu (tahun, bulan, dan sebagainya) ke-t (Rp);

- Ct adalah biaya yang dikeluarkan sehubungan dengan penggunaan jenis tanaman tertentu dalam reklamasi pada urutan waktu ke-t tidak dilihat apakah biaya tersebut dianggap bersifat modal (pembelian peralatan, perbaikan tanah, jenis tanaman, dan sebagainya) (Rp);

- i : merupakan discount rate yang relevan; - t : periode ( 1,2,3…,n).

™ Benefit Cost Ratio (BCR).

Metode ini digunakan untuk memilih jenis tanaman yang memberikan manfaat tertinggi untuk kegiatan reklamasi lahan bekas tambang timah. Hal ini dapat diperoleh dengan cara membagi jumlah hasil diskonto pendapatan dari penggunaan jenis tanaman tertentu dengan jumlah hasil diskonto biaya. BCR merupakan perbandingan antara Present Value manfaat bersih positif dengan

Present Value biaya bersih negatif. Dengan demikian Benefit Cost Ratio

penggunaan suatu jenis tanaman untuk reklamasi merupakan tingkat besarnya tambahan manfaat setiap penambahan satu satuan rupiah biaya yang digunakan. Apabila BCR > 1 atau NPV > 0, maka usaha reklamasi dengan menggunakan jenis tanaman layak secara ekonomis untuk dilaksanakan, apabila BCR = 1 atau NPV = 0, maka usaha reklamasi dengan menggunakan jenis tanaman tersebut tidak untung dan tidak rugi (marjinal), sehingga terserah kepada penilaian pengambil keputusan. Apabila BCR kurang dari satu atau NPV kurang dari nol, maka usaha reklamasi dengan jenis tanaman tersebut merugikan, sehingga tidak layak dilaksanakan, persamaannya adalah sebagai berikut :


(48)

™ Internal Rate of Return (IRR)

Internal Rate of Return (IRR) adalah nilai diskonto yang membuat NVP

dari kegiatan usaha sama dengan nol. IRR menggambarkan tingkat bunga maksimum yang dapat dibayar oleh kegiatan usaha tersebut untuk sumberdaya yang digunakan. Suatu usaha reklamasi lahan bekas tambang timah dengan jenis tanaman tertentu akan diterima bila IRR-nya lebih besar dari opportunity

cost of capital atau lebih besar dari suku bunga yang didiskonto yang telah

ditetapkan, dan pada kondisi sebaliknya maka usaha akan ditolak. Menghitung IRR dilakukan dengan trial and error dengan nilai suku bunga (i) tertentu yang dianggap mendekati nilai IRR yang benar dan selanjutnya menghitung NPV dari arus pendapatan dan biaya. Jika nilai IRR lebih kecil dengan nilai suku bunga (i) yang berlaku sebagai social discount rate, maka NPV usaha reklamasi dengan jenis tanaman tertentu besarnya nol atau negatif artinya usaha reklamasi dengan jenis tanaman tertentu sebaiknya tidak dilaksanakan.

Persamaan IRR adalah sebagai berikut:

i" i

NPV

NPV

NPV"

i’ : tingkat discount rate (DR) pada saat NPV positif ; i” : tingkat discount rate (DR) pada saat NPV negatif ; NPV’ : nilai NPV positif ; NPV”: nilai NPV negatif

3.5.3. Analytical Hierarchy Process (AHP)

AHP adalah suatu metode yang sering digunakan untuk menilai tindakan yang dikaitkan dengan perbandingan bobot kepentingan antara faktor serta perbandingan beberapa alternatif pilihan. AHP digunakan untuk menentukan prioritas jenis tanaman berdasarkan persepsi dari stakeholder

(Pemerintah, perusahaan, masyarakat, akademisi dan LSM).

AHP merupakan pendekatan dasar dalam pengambilan atau membuat keputusan secara multi kriteria. Proses hierarki adalah suatu model yang memberikan kesempatan bagi perorangan atau kelompok untuk membangun gagasan-gagasan dan mendefinisikan persoalan dengan cara membuat asumsi mereka masing-masing dan memperoleh pemecahan yang diinginkan darinya.


(49)

Langkah-langkah dan proses AHP adalah sebagai berikut: 1) Menetapkan tujuan;

2) Mendefinisikan kriteria; 3) Mengidentifikasi alternatif;

4) Menyusun informasi dalam diagram pohon;

5) Membuat perbandingan berpasangan (menyusun pertanyaan); 6) Membangun matriks perbandingan;

7) Menghitung prioritas (eigenvector).

AHP mengukur konsistensi pertimbangan dengan menghitung rasio inkonsistensi. Rasio inkonsistensi harus lebih kecil dari 10%. Jika kenyataan beda yakni lebih besar dari 10% berarti penilaian yang telah dilakukan bersifat random dan perlu diperbaiki.

Perhitungan rasio konsistensi adalah sebagai berikut: CR = [A] [B] = [Z]

Keterangan : A = matriks penilaian B = matriks bobot prioritas

Dalam AHP, salah satu perbedaan dari pendekatan deterministik dan pendekatan statistik adalah terletak pada adanya suatu pertimbangan-pertimbangan, pengelompokan atau penyatuan dari beberapa prioritas secara keseluruhan. Bila dalam suatu kelompok, masing-masing mempunyai pertimbangan yang berbeda maka perlu adanya suatu derajat atau pangkat yang dapat dipergunakan untuk menyatukan dari beberapa alternatif tersebut, karena pada dasarnya sebuah kelompok pasti mempunyai perbedaan pertimbangan dalam memilih alternatif. Bila dua alternatif dipangkatkan, akan mempengaruhi pertimbangan yang diambil, tetapi masih tetap mempunyai kesamaan kepentingan hingga akhirnya akan memberikan satu kesepakatan yang disebut rata-rata kelompok.

3.5.4. Analisis Scoring System

Berdasarkan hasil analisis kesesuaian lahan dan AHP selanjutnya dilakukan pemberian skor pada masing-masing areal lahan pascatambang. Pengelompokan skor lahan pascatambang ke dalam interval tertentu selanjutnya digunakan sebagai dasar pembuatan peta arahan teknik reklamasi lahan pascatambang.


(50)

Pemberian skor untuk prioritas stakeholders berdasarkan hasil AHP berbanding terbalik dengan peringkat jenis tanaman. Misalkan terdapat “n” jenis tanaman reklamasi, maka peringkat “1” memiliki skor “n”, sebaliknya peringkat “n” memiliki skor “1”.

Pemberian skor untuk kelas kesesuaian lahan secara umum disajikan pada Tabel 3.

Tabel 3. Pemberian Skor untuk Kelas Kesesuaian Lahan

No. TINGKAT KESESUAIAN LAHAN SIMBOL SKOR

1 Sangat sesuai (highly suitable) S1 5

2 Cukup sesuai (moderately suitable) S2 4

3 Sesuai marginal (marginally suitable) S3 3

4 Tidak sesuai pada saat ini (currently not suitable) N1 2 5 Tidak sesuai selamanya (permanently not suitable) N2 1

Bobot untuk masing-masing areal (poligon) lahan pascatambang timah merupakan penjumlahan hasil perkalian antara skor prioritas tanaman berdasarkan AHP dengan bobot kelas kesesuaian lahan.

Proses selanjutnya adalah dengan melakukan pengurutan bobot dari nilai terendah sampai nilai tertinggi. Pengelompokan bobot disesuaikan dengan jumlah jenis tanaman. Jenis tanaman yang paling mudah tumbuh pada lahan pascatambang dan memiliki prioritas stakeholders terendah diarahkan ditanam pada lahan pascatambang yang berada pada kelompok dengan bobot terendah. Jenis tanaman yang memerlukan perlakuan lebih dibandingkan dengan tanaman reklamasi lainnya, namun tetap sesuai untuk ditanam pada lahan pascatambang dan memiliki prioritas stakeholders tertinggi diarahkan ditanam pada lahan pascatambang yang berada pada kelompok dengan bobot tertinggi.

3.5.5. Analisis Hierarki Wilayah (skalogram berbobot)

Analisis hierarki wilayah dilakukan untuk melihat hierarki wilayah desa-desa sekitar tambang. Data yang digunakan adalah potensi desa-desa (Podes) tahun 2000, 2003 dan 2008 dengan parameter yang diambil meliputi bidang pendidikan, kesehatan dan perekonomian seperti tertera pada Tabel 4.

Prosedur kerja penyusunan hierarki wilayah dengan skalogram berbobot adalah sebagai berikut :

a) Dilakukan pemilihan terhadap data podes sehingga yang tinggal hanya data fasilitas yang bersifat kuantitatif;


(51)

b) Dilakukan seleksi terhadap data-data kuantitatif tersebut sehingga hanya yang relevan saja yang digunakan;

c) Dipisahkan antara data jarak dengan data fasilitas;

d) Data fasilitas diubah menjadi data kapasitas untuk melihat daya dukung setiap unit fasilitas dibandingkan jumlah penduduk, rumusnya adalah dengan cara data jumlah fasilitas j di wilayah i dibagi dengan jumlah penduduk di wilayah i dikali 1000.

e) Data jarak diinverskan dengan rumus y = 1/xij, dimana y adalah variabel baru dan xijadalah data jarak j di wilayah i. Untuk nilai y yang tidak terdefinisikan (xij= 0), maka nilai y ditetapkan sebesar nilai maksimum ditambah simpangan baku.

f) Pembobotan dilakukan terhadap data kapasitas dengan cara data kapasitas j dibagi dengan bobot fasilitas j, dimana bobot fasilitas j = jumlah total kapasitas j dibagi dengan jumlah wilayah yang memiliki fasilitas j.

g) Dilakukan seleksi dan standarisasi terhadap data-data hasil rasionalisasi hingga diperoleh variabel untuk analisa skalogram yang mencirikan tingkat perkembangan desa-desa sekitar tambang;

h) Standarisasi data dilakukan terhadap variabel-variabel baru dari data fasilitas yang telah dilakukan pembobotan dengan menggunakan rumus:

dimana :

yijadalah variabel baru untuk wilayah ke-i dan jenis fasilitas ke-j xijadalah jumlah sarana untuk wilayah ke-i dan jenis sarana ke-j

μjadalah nilai minimum untuk jenis sarana ke-j Sjadalah simpangan baku untuk jenis sarana ke-j

Indeks Perkembangan Desa (IPD) untuk tingkat wilayah desa ditentukan dengan cara menghitung jumlah hasil standarisasi sarana dan aksesibilitas pada suatu wilayah. Pada penelitian ini nilai IPD dikelompokkan ke dalam 3 (tiga) kelas Hierarki yaitu Hierarki I (tinggi), Hierarki II (sedang) dan Hierarki III (rendah). Penentuan kelas Hierarki didasarkan pada nilai standar deviasi (St Dev) IPD dan nilai rataan seperti rumus berikut ini:

- Hierarki I mempunyai nilai selang (X) sebesar X > [rataan +(St Dev IPD)] - Hierarki II mempunyai nilai selang (X) sebesar X > rataan < [rataan +(St Dev

IPD)]


(52)

Tabel 4. Data Podes yang Digunakan dalam Analisis Skalogram Berbobot

No. DATA JENIS DATA

1 Jarak Desa ke Ibukota Kecamatan (km) Jarak 2 Jarak Desa ke Ibukota Kabupaten (km)

3 Jarak Desa ke Kabupaten terdekat (km) 4 Jarak ke TK terdekat (km)

5 Jarak ke SLTP terdekat (km) 6 Jarak ke SLTA terdekat (km) 7 Jarak ke RS (km)

8 Jarak ke RS/Rumah Bersalin (km) 9 Jarak ke poliklinik (km)

10 Jarak ke Puskesmas/ Pustu (km) 11 Jarak ke Balai Pengobatan (km) 12 Jarak ke tempat praktek dokter (km) 13 Jarak ke tempat Praktek Bidan (km) 14 Jarak ke Poskesdes (km)

15 Jarak ke Polindes (km) 16 Jarak ke apotik (km)

17 Jarak ke Pos Obat Desa (km) 18 Jarak ke Toko Obat/ Jamu (km) 19 Jarak ke Pertokoan (km) 20 Jarak ke Pasar Terdekat (km)

21 Jumlah TK Fasilitas 22 Jumlah SD

23 Jumlah SLTP 24 Jumlah SLTA

25 Jumlah Rumah Bersalin 26 Jumlah Poliklinik

27 Jumlah Puskesmas/ Pustu 28 Jumlah Balai Pengobatan 29 Jumlah Tempat Praktek Dokter 30 Jumlah Tempat Praktek Bidan

31 Jumlah Poskesdes/ Posyandu/ Polindes 32 Jumlah Apotik

33 Jumlah Pos Obat Desa

34 Jumlah Toko Khusus Obat/ Jamu 35 Jumlah Toko/ Warung/ Kios 36 Jumlah Kios Saprodi Pertanian 37 Jumlah Pasar Bangunan Permanen 38 Jumlah Kelompok Pertokoan 39 Jumlah Pasar tanpa bangunan 40 Jumlah Minimarket/ Supermarket

41 Jumlah Restoran/ Rumah Makan/ Kedai Makanan Minuman 42 Jumlah Hotel/ Penginapan

43 Jumlah Industri dari Kayu 44 Jumlah Industri dari Logam 45 Jumlah Industri Anyaman

46 Jumlah Industri Gerabah/ Keramik 47 Jumlah Industri Makanan/ Minuman 48 Jumlah Industri Lainnya


(53)

IV. KONDISI UMUM WILAYAH PENELITIAN

4.1. Letak Geografis dan Administratif

Secara geografis, wilayah penelitian terletak antara 1˚41’15” – 2˚5’16” Lintang Selatan dan 105˚45’20” - 106˚13’4” Bujur Timur. Wilayah penelitian terdiri dari tiga lokasi reklamasi PT Timah dan desa-desa/kelurahan sekitar tambang yang secara administrasi berada di wilayah Kabupaten Bangka. Lokasi reklamasi masing-masing berada di Desa Bukit Layang Kecamatan Bakam, Desa Lumut Kecamatan Belinyu dan Desa Riding Panjang Kecamatan Merawang.

Desa-desa sekitar tambang dibagi menjadi dua yaitu desa-desa Ring 1 dan desa-desa Ring 2. Desa-desa Ring 1 adalah desa-desa yang memiliki jarak ke lokasi reklamasi dengan radius sampai dengan 5 (lima) kilometer, sedangkan desa-desa Ring 2 adalah desa-desa yang memiliki jarak ke lokasi reklamasi dengan radius lebih dari 5 (lima) sampai dengan 10 kilometer. Desa-desa sekitar tambang yang tercakup dalam wilayah penelitian dapat dilihat pada Tabel 5. Peta wilayah administrasi Kabupaten Bangka disajikan pada Gambar 4.

Tabel 5. Desa-desa Sekitar Tambang

No. KECAMATAN NAMA DESA RING

1 Belinyu Lumut 1

2 Belinyu Riding Panjang 1

3 Belinyu Kutopanji 2

4 Belinyu Gunung Muda 2

5 Riau Silip Berbura 1

6 Riau Silip Pangkal Niur 2

7 Bakam Bukit Layang 1

8 Pemali Pemali 1

9 Pemali Penyamun 1

10 Pemali Karya Makmur 2

11 Pemali Air Ruai 2

12 Pemali Air Duren 2

13 Riau Silip Cit 1

14 Merawang Riding Panjang 1

15 Merawang Merawang 1

16 Merawang Baturusa 1

17 Merawang Air Anyir 1

18 Merawang Jurung 2

19 Merawang Pagarawan 2


(54)

Gambar 4. Peta Wilayah Administrasi Kabupaten Bangka

4.2. Keadaan Iklim

Wilayah penelitian termasuk dalam Kabupaten Bangka yang berada pada zona tropis, berdasarkan klasifikasi iklim Scmidth-Ferguson wilayah ini termasuk dalam tipe iklim A. Menurut data Stasiun Meteorologi Pangkalpinang, pada


(55)

tahun 2010 curah hujan tertinggi terjadi pada bulan Maret yang tercatat 471,8 mm. Curah hujan terendah terjadi pada bulan Mei tercatat 137,4 mm.

Jumlah rata-rata curah hujan selama 5 tahun berturut-turut (2006-2010) yaitu 2425,6 mm/th. Pada Gambar 5 ditampilkan grafik rata-rata jumlah curah hujan selama periode 5 tahun dari tahun 2006-2010.

Gambar 5. Grafik Rata-rata Curah Hujan Bulanan di Kabupaten Bangka Tahun 2006-2010 (Stasiun Meteorologi Pangkalpinang, 2011)

Suhu udara rata-rata di wilayah penelitian menurut data Stasiun Meteorologi Pangkalpinang, pada tahun 2010 suhu berkisar antara 26˚C – 28˚C dengan suhu rata-rata 27˚C. Grafik rata-rata suhu udara bulanan di Kabupaten Bangka selama periode 5 tahun (2006-2010) disajikan dalam Gambar 6.

Gambar 6. Grafik Rata-rata Suhu Udara Bulanan di Kabupaten Bangka 2006-2010 (Stasiun Meteorologi Pangkalpinang, 2011)

Rata-rata curah hujan 5 tahun terakhir

0 50 100 150 200 250 300 350

Jan Feb Mar April Mei Juni Juli Agt Sept Okt Nop Des

Bulan C ur a h hu ja n (m m /b ln ) 25.5 26 26.5 27 27.5 28

Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agust Sep Okt Nop Des

Suhu (derajat Celcius)

Bulan


(1)

Lampiran 28. Peta Kesesuaian Lahan Tanaman Sengon pada Lahan Pascatambang di Desa Riding Panjang, Kecamatan Merawang, Kabupaten Bangka


(2)

Lampiran 29. Peta Kesesuaian Lahan Tanaman Akasia pada Lahan Pascatambang di Desa Bukit Layang, Kecamatan Bakam, Kabupaten Bangka


(3)

Lampiran 30. Peta Kesesuaian Lahan Tanaman Akasia pada Lahan Pascatambang di Desa Lumut, Kecamatan Belinyu, Kabupaten Bangka


(4)

Lampiran 31. Peta Kesesuaian Lahan Tanaman Akasia pada Lahan Pascatambang di Desa Riding Panjang, Kecamatan Merawang, Kabupaten Bangka


(5)

Lampiran 32. Kuesioner Pendapatan Masyarakat Lingkar Tambang

KUESIONER

PENDAPATAN MASYARAKAT LINGKAR TAMBANG

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

2011

A. UMUM

1) Nama Bapak/Ibu : ……… 2) Tempat/Tgl. Lahir/Umur : ……… 3) Alamat/ Desa : ……… B. PEKERJAAN DAN PENDAPATAN

1) Berapa pendapatan rata-rata per bulan Bapak/Ibu/Saudara sebelum Tahun 2003?

……….. 2) Berapa pendapatan rata-rata per bulan Bapak/Ibu/Saudara pada

2003 - 2008?

……….. 3) Berapa pendapatan rata-rata per bulan Bapak/Ibu/Saudara pada

2009 - 2011?


(6)

Lampiran 33. Jumlah Responden Pendapatan Masyarakat Sekitar Tambang NO LOKASI

REKLAMASI

BANYAKNYA RESPONDEN

JUMLAH

RING 1 RING 2

1 Desa Lumut -Desa Lumut Kecamatan Belinyu

24 -Kelurahan Kutopanji Kecamatan Belinyu

13 9 Kecamatan

Belinyu

-Desa Riding Panjang Kecamatan Belinyu

32 -Desa Gunungmuda Kecamatan Belinyu

45 -Desa Berbura Kecamatan

Belinyu

22 -Desa Pangkalniur Kecamatan Riau Silip

39

Jumlah 78 22

3

301

2 Desa Bukit Layang

-Desa Bukit Layang Kecamatan Bakam

32 -Desa Karya Makmur Kecamatan Pemali

61 Kecamatan

Bakam

-Desa Pemali Kecamatan Pemali

42 -Desa Air Ruai Kecamatan Pemali

46 -Desa Penyamun

Kecamatan Pemali

36 -Desa Air Duren Kecamatan Pemali

36 -Desa Cit Kecamatan Riau

Silip

45

Jumlah 15

5

14 3

298

3 Desa Riding Panjang

-Desa Riding Panjang Kecamatan Merawang

35 -Kel. Kenanga Kecamatan Sungailiat 48 Kecamatan Merawang -Desa Merawang Kecamatan Merawang

23 -Desa Jurung Kecamatan Merawang

20 -Desa Baturusa

Kecamatan Merawang

47 -Desa Pagarawan Kecamatan Merawang

43 -Desa Air Anyir Kecamatan

Merawang

19

Jumlah 12

4 11 1 235 Jumlah Keseluruhan 834