Kapasitas Reproduksi Nyamuk Aedes aegypti Di Laboratorium

ABSTRACT
ARCHITIANI NIENDRIA. Reproductive Capacity of Aedes aegypti In
Laboratory. Under direction of DWI JAYANTI GUNANDINI.
The research was conducted to determine the mating behavior;
reproductive capacity of Aedes aegypti in laboratory consisting of eggs, the
number of eggs, egg hatchability,produced of fertil eggs of female Aedes aegypti
without male, and the lifespan of Aedes aegypti. These mosquitoes obtained from
the parasitology and medical entomology insectarium FKH IPB. This research
consisted of three groups of treatment. The first group consisted of one male and
one female, the second group consisted of one male and two females, and third
group consisted of one male and three females. The results obtained were mating
behavior of Aedes aegypti were ventral to ventral position. The reproductive
capacity showed the number of eggs group in each treatment did not show
significant differences. The number of eggs that produced by each female did not
show significant difference, so that with egg hatchability. The reproductive
capacity associated with produced of fertil eggs by female showed that females
could still produce fertil eggs while male were dead. The lifespan of female did
not show significant differences.
.
Keyword : Aedes aegypti, mating behaviour, reproductive capacity, fertility


 

 

 

 



KA
APASITA
AS REPR
RODUKSII NYAMU
UK Aedess aegypti
DI LABORAT
L
TORIUM
M


ARCH
HITIANI NIENDR
N
RIA

FAK
KULTAS KEDOK
KTERAN HEWAN
N
IN
NSTITUT
T PERTA
ANIAN BO
OGOR
BOGO
OR
2011
1

 


 



ABSTRACT
ARCHITIANI NIENDRIA. Reproductive Capacity of Aedes aegypti In
Laboratory. Under direction of DWI JAYANTI GUNANDINI.
The research was conducted to determine the mating behavior;
reproductive capacity of Aedes aegypti in laboratory consisting of eggs, the
number of eggs, egg hatchability,produced of fertil eggs of female Aedes aegypti
without male, and the lifespan of Aedes aegypti. These mosquitoes obtained from
the parasitology and medical entomology insectarium FKH IPB. This research
consisted of three groups of treatment. The first group consisted of one male and
one female, the second group consisted of one male and two females, and third
group consisted of one male and three females. The results obtained were mating
behavior of Aedes aegypti were ventral to ventral position. The reproductive
capacity showed the number of eggs group in each treatment did not show
significant differences. The number of eggs that produced by each female did not
show significant difference, so that with egg hatchability. The reproductive

capacity associated with produced of fertil eggs by female showed that females
could still produce fertil eggs while male were dead. The lifespan of female did
not show significant differences.
.
Keyword : Aedes aegypti, mating behaviour, reproductive capacity, fertility

 

 

 

 



RINGKASAN
ARCHITIANI NIENDRIA. Kapasitas Reproduksi Nyamuk Aedes aegypti Di
Laboratorium. Dibimbing oleh DWI JAYANTI GUNANDINI


Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui tentang perilaku kawin,
kapasitas reproduksi Aedes aegypti meliputi jumlah kelompok telur, jumlah telur,
daya tetas telur, produksi telur fertil yang dihasilkan oleh nyamuk betina Aedes
aegypti tanpa jantan, dan jangka hidup nyamuk Aedes aegypti. Nyamuk Aedes
aegypti diperoleh dari Insektarium Bagian Parasitologi dan Entomologi FKH IPB.
Penelitian ini terdiri dari tiga perlakuan. Perlakuan pertama dimasukkan satu ekor
jantan dan satu ekor betina ke dalam kandang pertama, perlakuan kedua
dimasukkan satu ekor jantan dan dua ekor betina ke dalam kandang kedua, dan
perlakuan ketiga dimasukkan satu ekor jantan dan tiga ekor betina ke dalam
kandang ketiga. Setiap perlakuan diulang sebanyak lima kali ulangan. Hasil yang
diperoleh, untuk perilaku kawin nyamuk Aedes aegypti di dalam kandang yang
kerap ditemui adalah posisi ventral to ventral. Pada kapasitas reproduksi terlihat
jumlah kelompok telur yang dihasilkan pada setiap perlakuan tidak menunjukkan
perbedaan yang nyata. Jumlah telur yang dihasilkan oleh setiap ekor betina tidak
menunjukkan perbedaan yang nyata begitu pula dengan daya tetas telur yang tidak
menunjukkan perbedaan yang nyata pada setiap perlakuan. Kapasitas reproduksi
terkait dengan telur fertil yang dihasilkan menunjukkan nyamuk Aedes aegypti
betina dapat menghasilkan telur yang fertil walaupun nyamuk jantan telah mati.
Pada jangka hidup nyamuk betina tidak menunjukkan perbedaan yang nyata.


Kunci : Aedes aegypti, perilaku kawin, kapasitas reproduksi, fertilitas.


 

KAPASITAS REPRODUKSI NYAMUK Aedes aegypti
DI LABORATORIUM

ARCHITIANI NIENDRIA

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan pada
Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011

 


  6 

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI
DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Kapasitas Reproduksi Nyamuk
Aedes aegypti Di Laboratorium adalah karya saya dengan arahan dari dosen
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, November 2011
Architiani Niendria
B04070123


 

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011

Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.

 

 5 

Judul : Kapasitas Reproduksi Nyamuk Aedes aegypti Di Laboratorium
Nama : Architiani Niendria

Disetujui

Dr.Drh.Dwi Jayanti Gunandini, MSi
Pembimbing I


Diketahui,

Dr. Nastiti Kusumorini
Wakil Dekan Fakultas Kedokteran Hewan
Institut Pertanian Bogor

Disetujui tanggal:


 

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Tasikmalaya pada tanggal 16 Agustus 1989 dari ayah
Dr.Ir. Indra Mahdi,MT dan ibu Nien Riani. Penulis merupakan putri kedua dari
tiga bersaudara.
Penulis memulai pendidikan taman kanak-kanak di TK AN-NUR pada
tahun 1994. Pada tahun 1995, penulis memulai pendidikan sekolah dasar di SD
CITAPEN I. Tahun 2001 penulis melanjutkan sekolah di SMPN 2 Tasikmalaya
samapi tahun 2004. Penulis melanjutkan SMAdi SMA 1 Tasikmalaya dan lulus

pada tahun 2007.
Tahun 2007 penulis diterima di Fakultas Kedokteran Hewan IPB melalui
Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama kuliah, penulis juga aktif
mengikuti organisasi kemahasiswaan. Organisasi kemahasiswaan yang diikuti
adalah Himpro Hewan Kesayangan dan Satwa Akuatik dan Komunitas Seni
Tradisional.

 

  8 

PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi
yang berjudul “Kapasitas Reproduksi Nyamuk Aedes aegypti Di Laboratorium”.
Penulis menyadari bahwa dalam penyusunan skiripsi ini tidak dapat
diselesaikan dengan baik tanpa bantuan dan bimbingan dari berbagai pihak. Oleh
karena itu, penulis mengucapkan terima kasih kepada:



Dr. Drh. Dwi Jayanti Gunandini,MSi selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan pengarahan, bimbingan, dan pendampingan sejak persiapan
penyusunan usulan penelitian, pelaksanaan penelitian, sampai penulisan
skripsi ini selesai.



Seluruh dosen dan staf Laboratorium Entomologi FKH IPB yang telah
memberikan bantuan ilmunya dalam pelaksanaan penelitian.



Keluarga tercinta (Ayah, Ibu, kakak, adik serta keluarga besar) yang selalu
memberikan dukungan dan doa yang tiada hentinya.



Teman-teman di Chevana C2 (Ani, Chaca, Eka, Vully, Ningrum) Wisma
Geulis (Eka, Yunita, Fuji, Kenyo), Deny, Wulan, Putri, Ila atas
kebersamaan dan dukungannya.



Teman-teman seperjuangan Gianuzzi 44 yang selalu memberikan
semangat kebersamaan.



Kepada semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu yang
telah membantu dalam penelitian dan penulisan skripsi ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan skripsi ini.

Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran untuk melengkapi skripsi ini.
Semoga tulisan ini bermanfaat bagi penulis, pembaca, dan semua pihak yang
berkepentingan.
Bogor, November 2011
Architiani Niendria


 

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL ............................................................................................ vi
DAFTAR GAMBAR ....................................................................................... vii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... viii
PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
Latar Belakang ........................................................................................ 1
Tujuan Penelitian ..................................................................................... 2
Manfaat Penelitian ................................................................................... 2
TINJAUAN PUSTAKA .................................................................................. 3
Nyamuk Aedes aegypti............................................................................. 3
Siklus Hidup ............................................................................................. 4
Telur ................................................................................................... 4
Larva .................................................................................................. 5
Pupa .................................................................................................... 6
Nyamuk Dewasa ................................................................................ 6
Organ Reproduksi Nyamuk Betina .................................................... 7
Organ Reproduksi Nyamuk Jantan .................................................... 10
Perkawinan .............................................................................................. 11
Perilaku Kawin................................................................................... 11
Perilaku Makan .................................................................................. 12
Keperluan Nutrisi untuk Oogenesis ................................................... 12
METODE PENELITIAN ................................................................................. 14
Waktu dan Tempat Penelitian ................................................................. 14
Bahan ..................................................................................................... 14
Metode ................................................................................................... 14
Pemeliharaan Nyamuk Aedes aegypti ............................................ 14
Pemberian Pakan Darah ................................................................. 16
Pengamatan yang Dilakukan .................................................................. 16
Pengamatan Perilaku Kawin .......................................................... 16
Kapasitas Reproduksi ..................................................................... 16
Jumlah Kelompok Telur......................................................... 16
Jumlah Telur .......................................................................... 16

 

  10  

Daya Tetas Telur .................................................................... 17
Kemampuan Betina Menghasilkan Telur tanpa Jantan .......... 17
Jangka Hidup Nyamuk ........................................................... 17
Analisis Data ........................................................................................ 17
HASIL DAN PEMBAHASAN ........................................................................ 18
Perilaku Kawin ..................................................................................... 18
Kapasitas Reproduksi ........................................................................... 20
Jumlah Kelompok Telur........................................................ 20
Jumlah Telur ......................................................................... 23
Daya Tetas Telur ................................................................... 25
Faktor Kesuburan Nyamuk Aedes aegypti Betina
tanpa Jantan ........................................................................... 27
Jangka Hidup Nyamuk Aedes aegypti................................... 28
SIMPULAN DAN SARAN ............................................................................. 31
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................... 32
LAMPIRAN ..................................................................................................... 35

 
 

 

11  

 

DAFTAR TABEL
Halaman

1. Jumlah kelompok telur yang dihasilkan nyamuk Aedes aegypti
selama masa hidupnya ................................................................................. ….22
2. Jumlah telur yang dihasilkan nyamuk Aedes aegypti selama
hidupnya ....................................................................................................... ….23
3. Persentase rata-rata daya tetas telur nyamuk Aedes aegypti.. ...................... ….25
4. Jumlah telur dan daya tetas telur yang dihasilkan seekor nyamuk
betina Aedes aegypti setelah kematian nyamuk jantan ................................ ….27
5. Jangka hidup nyamuk Aedes aegypti perlakuan I (hari) ............................. ….28
6. Jangka hidup nyamuk Aedes aegypti perlakuan II (hari) ............................ ….29
7. Jangka hidup nyamuk Aedes aegypti perlakuan III (hari) ........................... ….29
8. Rata- rata jangka hidup nyamuk Aedes aegypti ........................................... ….29

 

 

12  

DAFTAR GAMBAR
Halaman
. Nyamuk Aedes aegypti ...................................................................................... ..3
2. Siklus hidup Aedes aegypti ............................................................................... ..7
3. Organ reproduksi nyamuk betina ...................................................................... ..9
4. Struktur dari sel telur......................................................................................... ..9
5. Organ Reproduksi nyamuk jantan..................................................................... 10
6. Tahapan perkembangan sperma ........................................................................ 11
7. Skema perlakuan kawin terhadap nyamuk Aedes aegypti ................................ 15
8. Perkawinan nyamuk Aedes aegypti dengan posisi ventral to ventral ............... 20
9. Cara pemberian pakan darah ............................................................................. 21
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 

 

 

13  

 
 
 

 

 

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
. Hasil perkawinan satu ekor nyamuk betina dan satu nyamuk jantan  
(perlakuan I) ......................................................................................................35 
. Hasil perkawinan dua ekor nyamuk betina dan satu ekor nyamuk  
jantan (perlakuan II) ..........................................................................................38 
. Hasil perkawinan tiga ekor nyamuk betina dan satu ekor nyamuk  
jantan (perlakuan III) .........................................................................................41 
. Hasil analisis ANOVA dan Duncan kelompok telur.........................................44 
. Hasil analisis ANOVA dan Duncan jumlah telur .............................................45 
. Hasil analisis ANOVA dan Duncan daya tetas telur .........................................47 
. Hasil analisis ANOVA dan Duncan jangka hidup nyamuk ..............................49 

 

14  

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Nyamuk Aedes aegypti merupakan vektor utama penyakit demam
berdarah Dengue (DBD) yang disebabkan oleh virus DEN (Mullen dan Durden
2002; Service 1996). Virus DEN ini ditransmisikan pada saat nyamuk Aedes
aegypti menggigit manusia. Di Indonesia penyakit demam berdarah pertama kali
dilaporkan pada tahun 1968 di Jakarta dan di Surabaya, hingga saat ini penyakit
demam berdarah terus menerus menimbulkan permasalahan seiring dengan
bertambahnya kepadatan dan mobilitas penduduk. Hampir 2,5 miliyar penduduk
dunia tinggal di daerah yang berisiko tinggi tertular demam berdarah Dengue,
sekitar 1,8 milyar diantaranya tinggal di negara-negara dalam kawasan regional
Asia Pasifik (Suharyono, Rohani, dan Imari 2007). Selain penyakit demam
berdarah Dengue, nyamuk Aedes aegypti juga merupakan vektor penyakit yellow
fever dan chikungunya (Mullen dan Durden 2002).
Nyamuk Aedes aegypti banyak ditemukan di permukiman karena nyamuk
ini memiliki sifat antropofilik serta berkembang biak di air yang tergenang seperti
penampungan air, kaleng-kaleng bekas, wadah-wadah terbuka dan lain-lain
(Yudhastuti dan Vidiyani 2005). Nyamuk Aedes aegypti dapat bertelur 100
sampai 102 butir (Bahang 1978; Gunandini 2002). Nyamuk Aedes akan memilih
tempat yang lembab dan gelap untuk peletakan telurnya. Pemilihan tempat
tersebut sesuai dengan suhu dan kelembaban. Nyamuk memilki reseptor yang
terdapat di bagian perutnya, dimana reseptor tersebut berfungsi sebagai sensor
suhu dan kelembaban (Clements 1999).
Nyamuk Aedes akan menghasilkan telur dengan hanya sekali perkawinan
untuk memperbanyak keturunannya. Walaupun nyamuk betina hanya melakukan
sekali perkawinan, tetapi telur dapat dihasilkan terus menerus sampai beberapa
kelompok telur. Hal ini dikarenakan nyamuk betina dapat menampung sperma
pada sebuah kantung yang dinamakan spermateka. Spermateka tersebut berfungsi
untuk menampung sperma yang dihasilkan oleh nyamuk jantan (Christopers 1960;
Clements 2000).


 

Untuk perkembangan telur, nyamuk betina memerlukan darah. Nyamuk
betina akan menghisap darah sesuai dengan siklus gonotrofik. Siklus gonotrofik
nyamuk Aedes aegypti rata-rata tiga hari (Christophers 1960; Clemnts 2000).
Protein yang terkandung dalam darah diperlukan untuk proses vitelogenesis
(Clements 2000). Nyamuk Aedes aegypti bersifat diurnal, betina akan aktif
menggigit pada jam 08.00-12.00 dan jam 15.00-17.00 (Siregar 2004; Cahyati dan
Suharyo 2006).
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui kapasitas reproduksi nyamuk
Aedes aegypti, dalam hal jumlah kelompok telur, jumlah telur, daya tetas telur,
dan faktor kesuburan nyamuk Aedes aegypti betina tanpa kehadiran nyamuk
jantan.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengamati perilaku kawin; kapasitas
reproduksi yang terdiri atas jumlah kelompok telur, jumlah telur, daya tetas telur,
dan faktor kesuburan nyamuk betina tanpa nyamuk jantan; dan jangka hidup
nyamuk.

Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah untuk memberikan informasi mengenai
kapasitas reproduksi nyamuk Aedes aegypti sehingga diharapkan dapat
memberikan pengetahuan dasar dalam strategi pengendalian nyamuk.

 
 


 

TINJAUAN PUSTAKA

Nyamuk Aedes aegypti
Nyamuk Aedes termasuk ke dalam famili Culicidae dengan subfamili
Culicinae. Genus Aedes memilki lebih dari 900 spesies (Kettle 1989). Secara
morfologi nyamuk Aedes aegypti memilki garis putih yang agak melengkung di
bagian thoraksnya sehingga Aedes aegypti dapat dibedakan dengan nyamuk Aedes
albopictus. Selain itu pada tarsus Aedes aegypti terdapat gelang putih
(Christophers 1960).

Gambar 1 Nyamuk Aedes aegypti
Sumber : http://www.spesialis.info/?waspadai‐gejala‐penyakit‐demam‐berdarah‐
dengue‐ dbd , 9  

Nyamuk jantan Aedes mempunyai antena yang memilki banyak bulu,
sehingga disebut antena plumose, sedangkan antena nyamuk betina memilki
sedikit bulu yang disebut antena pilose (Christophers 1960).
Nyamuk Aedes lebih menyukai tempat perindukan yang berwarna gelap,
terlindung dari sinar matahari, permukaan terbuka lebar, berisi air tawar jernih dan
tenang (Soegijanto 2006). Tempat perindukan nyamuk (tempat nyamuk
meletakkan telur) terletak di dalam maupun diluar rumah. Tempat perindukan
nyamuk juga dapat ditemukan pada tempat penampungan air alami misalnya pada
lubang pohon dan pelepah-pelepah daun (Soegijanto 2006).
Nyamuk Aedes aegypti hidup di dalam dan di sekitar rumah dimana
terdapat banyak genangan air bersih dalam bak mandi ataupun tempayan
(Womack 1993). Nyamuk betina lebih menyukai darah manusia (antropofilik)

 

dibandingkan darah binatang. Nyamuk ini memiliki kebiasaan menghisap darah
pada jam 08.00-12.00 WIB dan sore hari antara 15.00-17.00 WIB. Kebiasaan
menghisap darah ini dilakukan berpindah-pindah dari individu satu ke individu
lain (Soegijanto 2006). Dalam hal ini darah dibutuhkan untuk memenuhi
kebutuhan protein dalam proses pematangan telurnya (Christopers 1960;
Clements 2000).

Siklus Hidup
Nyamuk Aedes aegypti memilki siklus hidup yang sama dengan seragga
lainnya. Siklus hidup nyamuk Aedes aegypti terdiri dari telur, larva, pupa dan
nyamuk dewasa.
Telur
Telur Aedes aegypti berwarna hitam dengan ukuran ± 0,8 mm. Nyamuk
Aedes biasanya meletakan telurnya ditempat yang berair karena di tempat yang
keberadaannya kering maka telur akan rusak dan mati. Nyamuk Aedes meletakan
telur dan menempel pada permukaan benda yang merupakan tempat air pada batas
permukaan air dan tempatnya. Stadium telur ini memakan waktu kurang dari 1
sampai 2 hari (Christophers 1960). Nyamuk Aedes aegypti akan menghasilkan
telur 100 sampai 102 butir setiap kali bertelur (Bahang 1978; Gunandini 2002).
Pada interval 1-5 hari, telur yang diletakkan seluruhnya berkisar 300-750 butir
dan waktu yang dibutuhkan untuk bertelur sekitar 6 minggu (Cahyati dan Suharyo
2006). Pada umumnya nyamuk Aedes akan meletakan telurnya pada suhu sekitar
20° sampai 30°C. Pada suhu 30°C, telur akan menetas setelah 1 sampai 3 hari dan
pada suhu 16°C akan menetas dalam waktu 7 hari. Telur nyamuk Aedes aegypti
sangat tahan terhadap kekeringan (Sudarmaja dan Mardihusodo 2009) sehingga
telur tersebut dapat bertahan sampai beberapa hari bahkan bulan. Telur dari
spesies Aedes dapat bertahan sampai beberapa tahun (Herms dan James 1961).
Kemampuan telur bertahan dalam keadaan kering membantu kelangsungan hidup
spesies dalam kondisi yang tidak menguntungkan (Cahyati dan Suharyo 2006).


 

Larva
Larva

memerlukan

empat

tahap

perkembangan.

Jangka

waktu

perkembangan larva tergantung pada suhu, keberadaan makanan, dan kepadatan
larva dalam wadah. Dalam kondisi optimal waktu yang dibutuhkan sejak telur
menetas hingga menjadi nyamuk dewasa adalah tujuh hari termasuk dua hari
masa pupa. Pada suhu rendah, diperlukan waktu beberapa minggu (Cahyati dan
Suharyo 2006). Pada perkembangan stadium larva nyamuk Aedes aegypti tumbuh
menjadi besar dengan panjang 0,5 sampai 1 cm. Larva nyamuk selalu bergerak
aktif ke atas air.
Larva nyamuk Aedes paling banyak berkembang biak di genangan air dan
hutan (Borror et al. 1992). Ciri-ciri larva Aedes aegypti yaitu memilki corong
udara pada segmen terakhir, pada segmen-segmen abdomen tidak dijumpai
adanya rambut-rambut berbentuk kipas, pada corong udara terdapat pecten,
adanya sepasang rambut serta jumbai pada corong udara, pada setiap sisi abdomen
segmen kedelapan terdapat comb scale sebanyak 8 sampai 21 atau berjejer 1
sampai 3, bentuk individu dari comb scale seperti duri, pada sisi toraks terdapat
duri yang panjang dengan bentuk kurva dan ada sepasang rambut di kepala, dan
terdapat corong udara atau sifon yang dilengkapi pecten (Christophers 1960;
Borror et al. 1992; Clements 2000). Gerakan larva Aedes berulang-ulang dari
bawah ke atas permukaan air untuk bernafas, kemudian turun kembali ke bawah.
Larva nyamuk bernafas terutama pada permukaan air, biasanya melalui satu buluh
pernafasan pada ujung posterior tubuh (sifon). Saluran pernafasan pada Aedes
secara relatif pendek dan gembung. Pada waktu istirahat, posisinya hampir tegak
lurus dengan permukaan air (Borror et al. 1992). Stadium larva memerlukan
waktu satu minggu untuk perkembangannya. Larva tidak menyukai genangan air
yang langsung dengan tanah. Pertumbuhan larva dipengaruhi faktor suhu,
kelembaban, dan nutrisi.


 

Pupa
Pupa merupaka stadium terakhir dari nyamuk yang berada di dalam air.
Pupa nyamuk juga akuatik dan tidak seperti kebanyakan pupa serangga, sangat
aktif dan sering kali disebut akrobat (tumbler). Mereka bernafas pada permukaan
air melalui sepasang struktur seperti terompet yang kecil pada toraks (Borror et al.
1992). Pupa berbentuk koma, gerakan lambat, sering ada di permukaan air. Jika
pupa diganggu oleh gerakan atau tersentuh, maka pupa akan bergerak cepat untuk
menyelam dalam air selama beberapa detik kemudian muncul kembali dengan
cara

menggantungkan

badannya

menggunakan

tabung

pernafasan

pada

permukaan air di wadah atau tempat perindukan (Cahyati dan Suharyo 2006).
Stadium pupa memerlukan waktu kurang lebih 1 sampai 2 hari. Nyamuk jantan
dan betina dewasa memilki perbandingan 1:1, nyamuk jantan keluar terlebih
dahulu dari pupa, baru kemudian disusul nyamuk betina dan nyamuk jantan
tersebut akan tetap tinggal di dekat sarang nyamuk sampai nyamuk betina keluar.
Setelah nyamuk betina keluar, maka nyamuk jantan akan langsung mengawini
nyamuk betina sebelum betina menghisap darah.
Nyamuk Dewasa
Kebanyakan nyamuk dewasa tidak pergi jauh dari air tempat mereka hidup
pada tahapan larva mereka. Nyamuk Aedes aegypti umumnya mempunyai daya
terbang sejauh 50-100 km (Sigit et al. 2006). Waktu mengigit nyamuk Aedes
aegypti lebih banyak pada siang hari daripada malam hari, yaitu antara jam 08.0012.00 dan jam 15.00-17.00 (Cahyati & Suharyo 2006). Hanya nyamuk-nyamuk
betina yang menghisap darah sedangkan nyamuk jantan (dan kadang-kadang juga
nyamuk betina) makan bakal madu dan cairan-cairan tumbuhan lainnya. Jenis
kelamin nyamuk kebanyakan dapat dilihat dengan mudah dari bentuk antena.
Antena nyamuk jantan sangat plumose, sedangkan pada betina hanya mempunyai
beberapa rambut yang pendek (pilose) (Borror et al. 1992).


 

 

Gambar 2 siklus hidup Aedes aegypti
Sumber :
http://www.stanford.edu/group/parasites/ParaSites2008/Nkem_Cristina%20Valdo
inos/ugonabon_valdovinosc_dengueproposal_files/image002.png

Organ Reproduksi Nyamuk Betina

 

Sistem reproduksi bagian dalam dari betina terdiri dari sepasang ovari,
satu sistem saluran-saluran melalui saluran tersebut telur-telur keluar, dan
kelenjar-kelenjar yang terkait. Masing-masing ovari biasanya terdiri dari
sekelompok ovariol. Ovariol-ovariol itu menuju ke lateral oviduk di sebelah
posterior dan bersatu di sebelah anterior dalam suatu ligamen penggantung yang
biasanya menempel pada dinding tubuh atau diafragma dorsalis. Jumlah ovariol
tiap- tiap ovarium dari 1 sampai 200 atau lebih, tetapi biasanya dalam kisaran 4-8
(Borror et al. 1992).
Oogonia (sel-sel kecambah primer) terletak pada bagian ujung anterior
ovariol yaitu germanium. Oogonia mengalami mitosis, menghasilkan oosit-oosit
dan trofosit-trofosit (sel-sel perawat). Ovariol di mana trofosit dihasilkan disebut
ovariol meroistik; tidak ada trofosit-trofosit yang dihasilkan dalam ovariol-ovariol
panoistik. Oosit-oosit lewat kebawah melalui ovariol, mengalami pemasakan
ketika berjalan melewatinya. Jadi urutan kurun waktu pemasakan oosit
dicerminkan dalam urutan ruang di dalam ovariol (Borror et al. 1992).


 

Trofosit mungkin dihubungkan ke oosit oleh filamen-filamen sitoplasma,
dan dapat tetap dalam germarium (ovariol-ovariol teletrofik) atau lewat ke bawah
ovariol dengan masing-masing oosit (dalam ovariol-ovariol politrofik). Trofosittrofosit itu penting dalam menurunkan ribosom dan RNA ke oosit. Sebuah oosit,
epithelium, dikelilingi dan trofosit (pada ovariol-ovariol politrofik) bersama-sama
membentuk sebuah folikel. Protein-protein kuning telur (vitellogenin) disintesis di
luar ovariol dan ditransportasikan ke dalam oosit oleh epitel folikel. Di daerah
ovariol ini (vitellarium) oosit sangat membesar dalam ukuran karena
penyimpanan kuning telur (proses vitellogenesis). Kuning telur terdiri dari badanbadan protein (terutama berasal dari protein-protein hemolim), butiran-butiran
lemak dan glikogen (Borror et al. 1992).
Kebanyakan oosit masak sebelum satu pun diletakkan, dan ovari yang
mengembung karena telur dapat menempati sebagian besar rongga tubuh dan
bahkan membengkokan abdomen. Dua saluran telur lateral biasanya bersatu di
bagian posterior untuk membentuk satu saluran telur umum tunggal (atau
median), yang membesar di bagian belakang dan masuk dalam rongga kelamin
atau vagina. Vagina meluas keluar, lubang tersebut disebut ovipor (berkaitan
dengan lubang di tempat itu telur-telur diletakan) atau vulva (lubang kopulasi).
Karena vagina biasanya juga menerima alat kelamin jantan selama kopulasi,
kadang-kadang terkenal sebagai bursa kopulatriks. Berhubungan dengan vagina
biasanya ada satu struktur seperti kantung yang disebut spermateka, di tempat itu
spermatozoa disimpan, dan seringkali berbagai kelenjar-kelenjar tambahan, yang
dapat mensekresikan bahan pelekat untuk meletakkan telur-telur pada beberapa
benda sasaran atau memberikan bahan yang menutupi massa telur dengan selaput
pelindung (Borror et al. 1992).


 

 

Second Connecting Stalk

First Connecting Stalk

Ovariole 
Sheath 

 

Nurse cells 
Tunica 

Sphincter 

Oocyte 

Pedicel 

Calyx

Gambar 3 Struktur dari sel telur

 

Sumber : WHO 1975
 
Oviduct 

 

Spermatheca 
Common 
Oviduct 

Accessori gland 

Vagina 
Ovary 

Ampullae

Gambar 4 Organ Reproduksi Nyamuk Betina
Sumber : WHO 1975
Produksi telur dikontrol oleh satu atau lebih hormon dari korpora allata,
termasuk hormon juvenil yang bertindak dengan mengontrol tahapan-tahapan
awal oogenesis dan penyimpanan kuning telur. Diperkirakan bahwa sel-sel
neurosekretorik di dalam otak dapat menghasilkan satu hormon yang
mempengaruhi aktivitas korpora allata. Banyak faktor-faktor luar (misalnya
cahaya dan suhu) mempengaruhi produksi telur, dan faktor-faktor ini barangkali
bekerja melalui korpora allata (Borror et al. 1992).


 

Organ Reproduksi Nyamuk Jantan
Sistem Reproduksi jantan dalam pengaturan umum serupa dengan yang
pada betina. Sistem itu terdiri dari sepasang kelenjar kelamin, testes, saluransaluran ke luar, dan kelenjar-kelenjar tambahan. Masing-masing testis terdiri dari
sekelompok buluh-buluh sperma atau folikel-folikel yang dikelilingi oleh selaput
peritoneum. Masing-masing folikel sperma bermuara ke dalam buluh penghubung
yang pendek, yaitu vas efferens dan buluh-buluh ini berhubungan dengan satu vas
deferens tunggal pada masing-masing sisi hewan. Dua vasa deferensia biasanya
bersatu di sebelah posterior untuk membentuk saluran ejakulasi media, yang
bermuara pada bagian luar pada penis atau aedeagus. Pada vas deferensia
teerdapat sebuah divertikulum, di mana spermatozoa tersimpan. Ini disebut
kantung-kantung semen. Kelenjar-kelenjar tambahan mensekresikan cairan-cairan
yang bertindak sebagia satu karier untuk spermatozoa atau yang mengeras di
sekitar mereka dan membentuk satu kapsula yang mengandung sperma, yaitu
spermatofor (Borror et al. 1992).

Gambar 5 Organ Reproduksi Nyamuk Jantan
Sumber : Clements 1999
Sperma mulai perkembangannya di bagian ujung distal (anterior) dari
folikel-folikel sperma testes dan melanjutkan perkembangan ketika mereka
melewati menuju vas efferen. Proses spermatogenesis (memproduksi sel-sel
10  
 

kecambah haploid dari spermatogonia diploid) biasanya diselesaikan kira-kira
pada saat serangga mencapai tahapan dewasa (Borror et al. 1992).

Gambar 6 Tahapan perkembangan sperma
Sumber : Chapman 1969

Perkawinan
Perilaku Kawin
Perkawinan pada nyamuk terjadi pada saat nyamuk betina memasuki
kumpulan nyamuk jantan yang sedang terbang (Becker et al. 2003). Frekuensi
suara yang dihasilkan nyamuk jantan pada saat terbang mencapai 600 cs-1.
Sedangkan frekuensi suara yang dihasilkan oleh betina lebih rendah dibandingkan
nyamuk jantan, yaitu sekitar 500-550 cs-1 dan akan menurun ketika perkawinan
berlangsung (Becker et al. 2003).
Antena plumose pada nyamuk jantan sangat sensitif terhadap suara yang
dihasilkan oleh nyamuk betina. Feromon akan muncul pada saat proses
perkawinan. Ketika nyamuk betina masuk ke dalam kawanan, nyamuk jantan
akan langsung menangkap betina. Biasanya kopulasi terjadi pada saat nyamuk
betina dan nyamuk jantan keluar dari kawanan tersebut ( Becker et al. 2003).
Kopulasi dapat terjadi pada tempat yang sunyi terkadang terjadi pada saat nyamuk
betina sedang istirahat (Christophers 1960). Kopulasi merupakan hal yang
komplek pada struktur reproduktif dari nyamuk betina dan jantan. Biasanya
kopulasi akan memakan waktu kurang dari setengah menit untuk jantan
mendepositkan spermatozoa pada bursa kopulatrik nyamuk betina (Clements
1963). Nyamuk betina akan menyimpan sperma pada spermateka untuk

11  
 

menghasilkan beberapa sekelompok telur tanpa kopulasi lebih lanjut. Nyamuk
jantan dapat kawin beberapa kali, tetapi nyamuk betina tidak (Christophers 1960).
Setelah kawin, nyamuk betina akan mencari inang untuk menghisap darah,
kegiatan ini merupakan hal penting dalam reproduksi nyamuk betina. Darah
dibutuhkan untuk memenuhi kebutuhan protein dalam proses pematangan
telurnya (Supartha 2008).
Perilaku Makan
Nyamuk betina Aedes aegypti lebih menyukai makan darah manusia
dibandingkan dengan darah hewan, sehingga nyamuk ini termasuk ke dalam
antropofilik. Metode makan yang digunakan oleh nyamuk betina adalah kapiler
feeder, dimana stilet akan menembus kapiler darah untuk menghisap. Waktu
mengigit nyamuk Aedes aegypti lebih banyak pada siang hari daripada malam
hari, yaitu antara jam 08.00-12.00 dan jam 15.00-17.00 (Cahyati & Suharyo
2006). Nyamuk betina akan menghisap darah sampai setidaknya 1-3 hari setelah
terjadinya perkawinan (Mullen dan Durden 2002). Nyamuk jantan tidak
menghisap darah seperti nyamuk betina. Pada proporsi tertentu nyamuk betina
akan menusukkan mulutnya lebih dari satu kali, meskipun biasanya serangga
tidak mudah meninggalkan tusukan yang dibuat pertama kali dan jika darah tidak
terhisap pada menit pertama nyamuk akan tetap diam beberapa menit hingga
darah dari inang terhisap. Pada keadaan baik nyamuk betina akan menghabiskan
waktu 2 sampai 5 menit untuk menghisap darah (Christophers 1960).
Keperluan Nutrisi Untuk Oogenesis
Perkembangan sel telur terjadi setelah betina menghisap darah yang
terkandung protein didalamnya. Darah merupakan protein yang sangat dibutuhkan
oleh nyamuk dalam proses vitelogenesis, sehingga telur yang dihasilkan dalam
keadaan subur dan siap untuk menghasilkan keturunan (Gunandini 2002).
Nyamuk betina dari beberapa spesies lainnya akan membutuhkan lebih
banyak darah dalam hal pematangan sel telur. Model pengambilan protein berbeda
antara insekta tergantung dari periode makan insekta. Sebagai konsekuensi jenis
makanan mereka yaitu darah, jumlah folikel ovarium yang matang ditentukan
oleh volume darah yang diambil dalam satu atau dua kali hisapan dan kualitas
nutrisi dari darah itu sendiri. Darah inang veretebrata yang berbeda dapat

12  
 

menyebabkan perbedaan komposisi jumlah telur yang diproduksi oleh suatu
spesies nyamuk tertentu. Darah merupakan nutrisi yang utama dalam proses
pembentukan telur (Clements 2000). Betina dengan kondisi gizi yang buruk pada
stadium larva memerlukan pemberian gula dan darah yang sangat banyak untuk
pematangan sel telur (Macdonald 1956).

13  
 

METODE PENELITIAN

Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan pada awal Maret 2011 sampai akhir Juni 2011.
Penelitian dan pengamatan dilakukan di Insektarium, Bagian Parasitologi dan
Entomologi Kesehatan, Departemen Ilmu Penyakit Hewan dan Kesehatan
Masyarakat Veteriner.

Bahan
Nyamuk Aedes aegypti diperoleh dari koloni nyamuk yang berasal dari
Insektarium, Bagian Parasitologi dan Entomologi Kesehatan, Departemen Ilmu
Penyakit Hewan dan Kesehatan Masyarakat Veteriner.

Sebagai tahap awal

nyamuk dari koloni hasil pemeliharaan diambil 15 ekor jantan dan 30 ekor betina,
kandang berukuran 20 x 20 x 20 cm3 sebanyak 15 kandang, botol kecil, kertas
saring, plastik berukuran 10 x 7 cm, kapas, nampan, ovitrap yang terbuat dari
gelas plastik bervolume 250 ml, gelas plastik kecil bervolume 50 ml, kaca
pembesar dan air gula

Metode
Pemeliharaan Nyamuk Aedes aegypti
Pemeliharaan dilakukan untuk memperbanyak jumlah nyamuk. Nyamuk
Aedes aegypti di pelihara mulai dari telur yang didapat dari hasil perkawinan
awal. Telur yang telah diperoleh, disimpan di nampan yang telah berisi air.
Selama 1-2 hari telur tersebut kemudian menetas menjadi larva. Larva diberi
pakan berupa pelet sekali sehari sebanyak 4 sampai 5 butir pelet. Pergantian air
dilakukan apabila nampan telah terlihat kotor. Nampan yang berisi larva ditutup
oleh penutup yang terbuat dari kain kasa yang alus. Hal ini bertujuan untuk (1)
larva tidak dimangsa oleh predator (2) mencegah nyamuk liar lain bertelur
dinampan. Pemeliharaan nyamuk dilakukan pada suhu 26°C-30°C dengan
kelembaban 68%-82%. Perubahan larva menjadi pupa membutuhkan waktu ± 1

14  
 

minggu. Setelah larva berubah menjadi pupa, satu persatu pupa dimasukan ke
dalam gelas plastik kecil hingga berubah menjadi nyamuk dewasa.
Setelah semua larva berubah menjadi pupa, satu persatu pupa tersebut
disimpan di dalam gelas plastik kecil bervolume 50 ml, yang setengahnya telah
berisi air. Di atas gelas tersebut ditutup dengan penutup yang telah diberi lubang
agar udara bisa masuk. Pemisahan pupa satu persatu ini bertujuan untuk
mempermudah dalam hal pengidentifikasian jenis kelamin nyamuk dan mencegah
terjadinya perkawinan sebelum dilakukan perlakuan. Setelah semua pupa berubah
menjadi nyamuk dewasa, nyamuk tersebut di masukkan ke dalam kandang sesuai
dengan perlakuan sebagai berikut:
-

Perlakuan I : Perbandingan nyamuk Aedes aegypti betina dan jantan 1:1,

-

Perlakuan II : Perbandingan nyamuk Aedes aegypti betina dan jantan 2:1,

-

Perlakuan III : Perbandingan nyamuk Aedes aegypti betina dan jantan 3:1.

Masing – masing perlakuan tersebut diulang sebanyak 5 kali.

1 jantan : 1betina 1 jantan : 2 betina
UL   
UL   
 
UL   
 
UL   
UL   

1 jantan : 3 betina

UL 
 

UL 
 

UL 
 

UL 
 

UL 
 

UL 
 
UL 
 

UL 
 

UL 
 
UL 
 

Gambar 7 Skema perlakuan kawin terhadap nyamuk Aedes aegypti

15  
 

Pemberian Pakan darah
Pemberian pakan darah dilakukan dengan cara memasukkan tangan
peneliti ke dalam setiap kandang. Pemberian pakan darah dilakukan tiga hari
sekali sampai nyamuk kenyang darah, sesuai dengan siklus gonotrofik.

Pengamatan yang dilakukan meliputi:
Pengamatan Perilaku Kawin
Pengamatan dilakukan tiga hari sekali pada saat pemberian pakan darah
(08.00-10.00 atau 15.00-17.00) selama nyamuk jantan dan betina masih hidup.
Pengamatan dilakukan secara deskriptif dengan mengamati perkawinan nyamuk
Aedes aegypti pada setiap kandang. Pengamatan ini dimulai ketika nyamuk jantan
mendekati betina sampai kedua nyamuk tersebut berpisah kembali.

Kapasitas reproduksi
Jumlah kelompok telur
Setelah 3 sampai 4 hari, perangkap telur dimasukan ke dalam masingmasing kandang. Perangkap telur ini dibuat dari kertas saring yang telah diberi
garis kotak-kotak untuk mempermudah perhitungan telur. Kertas saring tersebut
disimpan mengelilingi gelas plastik berukuran 250 ml dan diberi air sampai ¾
bagian. Nyamuk betina akan meletakkan telur yang telah dihasilkan di sepanjang
kertas saring tersebut. Perangkap telur dikeluarkan dari kandang setelah 3 sampai
4 hari. Jumlah kelompok telur yang dihasilkan dari setiap perlakuan disimpan ke
dalam plastik yang berukuran 10 x 7 cm dan diberi label agar tidak tertukar.
Jumlah telur
Dari setiap kelompok telur yang dihasilkan, dihitung jumlah telur yang
terdapat di dalam kelompok tersebut menggunakan kaca pembesar dan
penghitung (counter). Untuk mempermudah perhitungan telur digunakan kaca
pembesar. Perhitungan telur ini dilakukan sampai nyamuk betina mati. Artinya
sudah tidak ada telur yang dihasilkan.

16  
 

Daya tetas telur
Telur yang telah didapat dari hasil pekawinan, ditetaskan dengan cara
dimasukkan ke dalam nampan yang berisi air dan diberi kode sesuai dengan
tanggal dan ulangan yang dilakukan. Telur nyamuk dibiarkan selama tujuh hari di
dalam air, hal ini bertujuan untuk memberi kesempatan semua telur menetas.
Perhitungan daya tetas telur dilakukan dengan cara menghitung telur yang telah
menetas menjadi larva.
Kemampuan betina menghasilkan telur tanpa jantan
Pengamatan ini dilakukan pada nyamuk betina Aedes aegypti yang sudah
tidak didampingi nyamuk jantan, dengan kata lain nyamuk jantan Aedes aegypti
telah terlebih dulu mati dibandingkan nyamuk betina. Telur yang dihasilkan oleh
nyamuk betina tersebut dihitung dengan menggunakan kaca pembesar untuk
mempermudah perhitungan. Setelah itu dilakukan perhitungan daya tetas telur
dengan cara yang sama seperti perhitungan sebelumnya.
Jangka hidup nyamuk
Pengamatan jangka hidup nyamuk dilakukan dengan mengamati setiap
nyamuk yang terdapat di dalam kandang sampai nyamuk tersebut mati.
Pengamatan kematian nyamuk Aedes aegypti dilakukan setiap tiga hari sekali
sesuai dengan waktu pengamatan dan pemberian pakan darah. Apabila nyamuk
tersebut mati di luar hari pengamatan maka terhitung jangka hidup nyamuk
sebelum nyamuk tersebut mati.

Analisis data
Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan sidik ragam (Analysis
of variance). Jika hasil analisis Anova menunjukkan perbedaan yang nyata, maka
dilanjutkan dengan uji wilayah berganda Duncan. Selain itu data juga disajikan
dalam bentuk tabel dan gambar. Sedangkan untuk perilaku kawin nyamuk Aedes
aegypti dianalisis secara deskriptif.

17  
 

HASIL DAN PEMBAHASAN

Perilaku Kawin
Pengamatan perilaku kawin nyamuk diamati dari tiga kandang, kandang
pertama berisi seekor nyamuk betina Aedes aegypti dengan seekor nyamuk jantan
Aedes aegypti, kandang kedua berisi dua ekor nyamuk betina dan seekor nyamuk
jantan, sedangkan kandang ketiga berisi tiga ekor nyamuk betina dan seekor
jantan. Dari hasil pengamatan, nyamuk jantan akan mendekati dan bergabung
dengan nyamuk betina yang sedang terbang, kemudian pasangan nyamuk tersebut
akan hinggap pada kain kassa yang menjadi dinding kandang. Pada kandang
kedua dan ketiga nyamuk memperlihatkan perilaku kawin yang sama, nyamuk
jantan akan mengawini satu persatu nyamuk betina yang sedang terbang. Menurut
Christophers (1960) kopulasi nyamuk betina dapat terjadi beberapa kali
sedangkan waktu yang dibutuhkan untuk kopulasi sampai satu menit atau kurang.
Waktu maksimum kopulasi terjadi pada saat nyamuk betina dan jantan bertemu
untuk pertama kalinya. Biasanya kopulasi terjadi pada saat nyamuk betina dan
nyamuk jantan keluar dari kawanan tersebut (Becker et al. 2003). Kopulasi dapat
terjadi pada tempat yang sunyi, terkadang terjadi pada saat nyamuk betina sedang
istirahat (Christophers 1960). Kopulasi merupakan hal yang komplek pada
struktur reproduktif dari nyamuk betina dan jantan. Biasanya kopulasi akan
memakan waktu kurang dari setengah menit untuk jantan mendepositkan
spermatozoa pada bursa copulatrik nyamuk betina (Clements 1963).
Dari hasil pengamatan, kopulasi membutuhkan waktu sekitar beberapa
detik. Menurut Mullen dan Durden (2002) kopulasi dapat terjadi selama 12 detik
sampai beberapa menit. Nyamuk betina hanya memerlukan satu kali kawin untuk
menghasilkan telur. Nyamuk betina memilki sebuah kantung yang berfungsi
untuk menyimpan sperma. Kantung tersebut dinamakan spermateka. Nyamuk
betina akan menyimpan sperma dalam spermateka untuk menghasilkan beberapa
kelompok telur tanpa kopulasi lebih lanjut. Produksi telur dikontrol oleh satu atau
lebih hormon dari korpora allata, termasuk hormon juvenil yang bertindak dengan
mengontrol tahapan-tahapan awal oogenesis dan penyimpanan kuning telur
(Borror et al. 1992). Nyamuk betina memerlukan darah untuk perkembangan telur

18  
 

dalam ovarium, nutrisi yang terdapat di dalam darah digunakan untuk proses
vitellogenesis. Pada nyamuk hal ini merupakan prosedur normal karena nyamuk
memilki sifat anautogenous (Service 1996).
Menurut Becker et al. (2003) perkawinan pada nyamuk terjadi pada saat
nyamuk betina memasuki kumpulan nyamuk jantan yang sedang terbang.
Frekuensi suara yang dihasilkan nyamuk jantan pada saat terbang mencapai 600
cs-1. Sedangkan frekuensi suara yang dihasilkan oleh betina lebih rendah
dibandingkan nyamuk jantan, yaitu sekitar 500-550 cs-1 dan akan menurun ketika
perkawinan berlangsung. Menurut Mullen dan Durden (2002) perkawinan terjadi
pertama kali pada saat nyamuk keluar dari pupa. Nyamuk jantan akan membuat
suatu kelompok sebagai penanda. Pada spesies Ae. aegypti dan Ae. albopictus
nyamuk betina akan memasuki kelompok tersebut. Ketika nyamuk betina
memasuki kelompok tersebut, nyamuk jantan akan mendeteksi karakteristik
frekuensi gerakan sayap dari nyamuk betina melalui antena plumose nyamuk
jantan. Variasi frekuensi suara yang dihasilkan sekitar 150-600 Hz tergantung dari
temperatur, spesies dan ukuran dari nyamuk betina. Frekuensi suara yang
dihasilkan oleh nyamuk betina lebih rendah dibandingkan dengan nyamuk jantan
sekitar 100-250 Hz. Nyamuk jantan dan betina akan keluar dari kelompok tersebut
dan terbang bersama-sama. Perkawinan dapat terjadi apabila nyamuk berasal dari
spesies yang sama. Nyamuk jantan tidak akan merespon apabila nyamuk betina
berasal dari spesies yang lain. Kopulasi dapat terjadi dengan berbagai posisi
diantaranya posisi ventral to ventral dan posisi end to end. Posisi ventral to
ventral terlihat nyamuk betina berada diatas nyamuk jantan sedangkan posisi end
to end terjadi nyamuk betina dan nyamuk jantan saling membelakangi (Clements
1999). Dari pengamatan yang dilakukan, posisi nyamuk Aedes aegypti yang
kawin di dalam kandang adalah posisi ventral to ventral (Gambar 8).
Perkawinan yang terjadi lebih sering dilakukan di udara dan membutuhkan
waktu beberapa detik. Penelitian yang dilakukan oleh Rumini (1980), perkawinan
nyamuk dapat terjadi setiap saat, pada umumnya nyamuk melakukan perkawinan
pada saat terbang. Mula-mula nyamuk jantan akan menangkap nyamuk betina,
lalu terbang bersama-sama dalam beberapa saat dan terjadilah perkawinan,
kemudian berpisah dan terbang sendiri-sendiri. Selain itu sering juga terlihat

19  
 

adanya nyamuk yang melakukan perkawinan dalam keadaan hinggap di dalam
kurungan. Nyamuk jantan tidak akan merespon pada saat nyamuk betina istirahat,
beda halnya pada saat nyamuk betina terbang. Nyamuk jantan akan terbang ke
arah nyamuk betina kemudian nyamuk jantan akan menangkap nyamuk betina
dari atas depan dengan kaki depan dan tengah, kemudian mengelilingi dirinya dan
menempelkan alat kelaminnya. Kopulasi dapat terjadi secara sempurna meskipun
terjadi pada kandang yang kecil (Clements 1999).

Gambar 8 Perkawinan nyamuk Aedes segypti dengan posisi ventral to ventral
Sumber : Clements 1999

Kapasitas Reproduksi
Jumlah Kelompok Telur
Siklus gonotropik adalah satu siklus yang diperlukan nyamuk betina sejak
menghisap darah sampai menghasilkan telur. Nyamuk Aedes aegypti memerlukan
waktu 3 sampai 4 hari untuk satu siklus gonotropik. Satu kelompok telur
dihasilkan oleh satu ekor nyamuk betina dalam satu siklus gonotropik. Jumlah
kelompok telur berhubungan dengan jangka hidup nyamuk betina. Semakin lama
jangka hidup nyamuk betina maka akan semakin banyak jumlah kelompok telur
yang dihasilkan. Dari hasil penelitian yang dilakukan, nyamuk betina Aedes
aegypti membutuhkan waktu 2 sampai 3 menit untuk menghisap darah. Pada
keaadan optimum nyamuk betina akan menghabiskan waktu 2 sampai 5 menit
untuk menghisap darah (Christophers 1960). Pada penelitian ini nyamuk diberi
pakan darah yang berasal dari tangan peneliti (Gambar 8).

20  
 

Gambaar 9 Cara pem
mberian pakkan darah.

d
dilakuukan dengan
n memasukkan tangan ppeneliti ke dalam
d
Penghisapan darah
s
sem
mua nyamukk betina keenyang daraah. Pemberian pakan darah
kandang sampai
dilakukan pada jam 08.00
0
sampaai 10.00 atau
u pada jam 15.00 samppai 17.00, karena
k
pada wakktu tersebutt nyamuk sangat
s
aktiff untuk meencari makaan. Hal terrsebut
diperkuat dengan pernyataan
p
Siregar (2
2004), dim
mana nyamuuk betina akan
melakukann aktivitas menggigit
m
p
pada
pagi haari (09.00 sampai10.00
s
0) sampai petang
hari (16.00 sampai 177.00). Daraah dibutuhkaan untuk memenuhi
m
keebutuhan prrotein
dalam prooses pemattangan teluur (Christop
pers 1960; Clements 2000; Sup
partha
2008). Daarah adalah protein yaang sangat dibutuhkan
d
muk untuk proses
p
oleh nyam
vitelogeneesis (Clemeents 2000; Gunandini
G
2002), sehiingga telur yang dihassilkan
dalam keaadaan suburr dan siap untuk
u
meng
ghasilkan keturunan.
k
F
Frekuensi kontak
antara vekktor dan innang menenntukan banyaknya prootein yang diperoleh untuk
u
proses peematangan telur
t
(Supaartha 2008)). Menurut Clements (2000) nyamuk
betina lebbih menyukkai darah manusia dibandingka
d
an dengan darah binaatang,
sehingga nyamuk Aeedes aegyptti dikategorrikan memiiliki sifat aantrophofilik
k dan
manusia merupakan
m
inang utaama bagi nyamuk
n
terrsebut. Bannyaknya ju
umlah
kelompokk telur yangg dihasilkann seekor ny
yamuk sanggat tergantunng dari lam
manya
jangka hidup nyamuuk itu senddiri (Gunan
ndini 2002)). Menurut Rumini (1
1980)
selama waaktu hidupnnya nyamukk Aedes aeg
gypti dapat menghisapp darah sebaanyak
1 sampai 8 kali. Padaa Tabel 1 daapat dilihat jumlah
j
keloompok telurr yang dihassilkan
21  
 

oleh seekor nyamuk Aedes aegypti betina sepanjang hidupnya yang dikawinkan
dengan nyamuk jantan dengan perlakuan betina dibandingkan jantan sebagai
berikut 1:1 (perlakuan I), 2:1 (perlakuan II) dan 3:1 (perlakuan III).

Tabel 1 Jumlah kelompok telur yang diha