Aktivitas Antioksidan dan kompenen bioaktif Ubur-ubur (Aurelia aurita)

AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN KOMPONEN BIOAKTIF
UBUR-UBUR (Aurelia aurita)

AMELIA PRAMITA SINAGA

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI
SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Aktivitas Antioksidan dan
Komponen Bioaktif Ubur-ubur (Aurelia aurita) adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Desember 2013

Amelia Pramita Sinaga
C34090008 

ABSTRAK
AMELIA PRAMITA SINAGA. Aktivitas antioksidan dan Komponen Bioaktif
Ubur-ubur (Aurelia aurita). Dibimbing oleh NURJANAH dan AGOES
MARDIONO JACOEB.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan aktivitas antioksidan dan
komponen bioaktif pada ubur-ubur (Aurelia aurita). Aktivitas antioksidan diuji
menggunakan metode DPPH dan komponen bioaktif menggunakan metode
Harborne. Ubur-ubur memiliki rendemen payung (59%), tentakel (37%) dan
jeroan (4%), yang sangat potensial dan ekonomis untuk dimanfaatkan lebih lanjut.
Payung dan tentakel ubur-ubur kering ini mengandung air yang cukup tinggi
(payung 68,67% dan tentakel 73,56%), lemak (payung 0,29% dan tentakel 4,55%),
protein (payung 11,09% dan tentakel 6,68%), abu yang tinggi (payung 12,81% dan
tentakel 14,77%) dan karbohidrat (payung 7,13% dan tentakel 0,42%). Ekstrak nheksan payung dan tentakel ubur-ubur kering memiliki aktivitas antioksidan yang
lebih besar dari dua ekstrak yang lainnya, ditandai dengan nilai IC50-nya yang
terkecil, yaitu 1.401,03 dan 1.357,25 ppm. Ekstrak kasar payung dan tentakel

ubur-ubur kering memiliki aktivitas antioksidan yang sangat lemah jika
dibandingkan dengan aktivitas antioksidan asam askorbat. Komponen bioaktif
yang terdeteksi pada ekstrak kasar payung ubur-ubur kering adalah saponin dan
pada tentakel terdeteksi komponen alkaloid, triterfenoid, dan saponin.
Kata kunci: ubur-ubur (Aurelia aurita), proksimat, antioksidan, komponen bioaktif
ABSTRACT
AMELIA PRAMITA SINAGA. The antioxidant activity and bioactive component
jellyfish (Aurelia aurita). Supervised by NURJANAH and AGOES MARDIONO
JACOEB.
The objectives of this research were to determine the antioxidant and
bioactive components on jellyfish (Aurelia aurita). Antioxidant activity was tested
using the DPPH method and bioactive components using the method of Harborne.
Yield value of jellyfish were umbrella (59%), tentacle (37%), and offal (4%)
which was very potential and economical to be exploited further. The umbrella
and tentacle from this jellyfish contain a very high moisture (68.67% for umbrella
and 73.56% for tentacle), fat (0.29% for umbrella and 4.55% for tentacle), protein
(11.09% for umbrella and 6.68% for tentacle), ash (12.81% for umbrella and
14.77% for tentacle), and carbohydrate (7.13% for umbrella and 0.42% for
tentacle). The antioxidant activity of extract N-hexane from umbrellas and
tentacles of dried jellyfish was bigger than two other extract, labeled with its

smallest IC50 value, i.e. 1,401.03 and 1,357.25 ppm. Extract crude umbrella and
tentacles of jellyfish dry having antioxidant activity that is extremely weak when
compared with antioxidant activity of ascorbic acid. Components bioactive
detected in extract crude umbrella of a jellyfish dry is saponin and on tentacles
detected components an alkaloid, triterfenoid, and saponin.
Keyword : Jellyfish (Aurelia aurita), proximate, antioxidant, bioactive component

AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN KOMPONEN
BIOAKTIF UBUR-UBUR (Aurelia aurita)

AMELIA PRAMITA SINAGA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan pada
Departemen Teknologi Hasil Perairan

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2013

Judul Skripsi
Nama
NIM

: Aktivitas Antioksidan dan Komponen BioaktifUbur-ubur
(Aurelia aurita)
: Amelia Pram ita Sinaga
: C34090008

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Nurjanah, MS
Pembimbing I

Dr Ir Agoes M Jacoeb, Dipl- BioI
Pembimbing II

Ketua Departemen


Tanggal Lulus:

Judul Skripsi
Nama
NIM

: Aktivitas Antioksidan dan kompenen bioaktif Ubur-ubur
(Aurelia aurita)
: Amelia Pramita Sinaga
: C34090008

Disetujui oleh

Prof Dr Ir Nurjanah, MS
Pembimbing I

Dr Ir Agoes M Jacoeb, Dipl - Biol
Pembimbing II


Diketahui oleh

Dr Ir Joko Santoso, MSi
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat
rahmat dan anugerah-Nya penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. Penelitian
ini dilaksanakan pada bulan Desember 2012 hingga Mei 2013 dengan judul
Aktivitas antioksidan dan komponen bioaktif Ubur-ubur (Aurelia aurita).
Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof. Dr. Ir. Nurjanah, MS dan
Dr. Ir. Agoes Mardiono Jacoeb, Dipl.- Biol selaku dosen pembimbing, Dr Pipih
suptijah, MBA selaku dosen penguji, serta staf dosen dan administrasi Departemen
Teknologi Hasil Perairan. Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Mamak,
Bapak, kakak Averina Sinaga dan adik-adik tersayang Alfian Sinaga dan Andi
Roymondo Sinaga yang telah memberikan semangat, dukungan dan doa. Di
samping itu ungkapan terima kasih penulis sampaikan kepada Marthin Pranatha

Damanik, Riyan Aprianto, Yuni Kristina, Detti Pujiyanti dan Nurokmatunnisa’,
Zaikanur, Christy Ariesta, Silvana Fofid, Margaretha Winem, Lukman Hakim,
Ovintya serta teman-teman THP 46 (Alto) atas segala bantuan dan motivasinya.
Semoga karya ilmiah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang
memerlukannya.
Bogor, Desember 2013
Amelia Pramita Sinaga

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

v

DAFTAR GAMBAR

v

DAFTAR LAMPIRAN


v

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

1

Tujuan Penelitian

2

Manfaat Penelitian


2

Ruang Lingkup Penelitian

2

METODE

2

Bahan

2

Alat

2

Prosedur Analisis Penelitian


3

Preparasi Bahan Baku

3

Pengolahan Ubur-ubur Kering

4

Analisis Proksimat

4

Ekstraksi Bahan Aktif

4

Analisis Aktivitas Antioksidan


5

Analisis Komponen Bioaktif

5

HASIL DAN PEMBAHASAN

6

Karakteristik Bahan Baku

6

Rendemen Ubur-ubur (Aurelia aurita)

7

Komposisi Kimia Payung dan Tentakel Ubur-ubur (A. aurita)

7

Ekstrak Kasar Payung dan Tentakel Ubur-ubur (A. aurita)

8

Aktivitas Antioksidan Payung dan Tentakel Ubur-ubur

9

Komponen Bioaktif Payung dan Tentakel Ubur-ubur (A. aurita)

13

KESIMPULAN DAN SARAN

15

Kesimpulan

15

Saran

15

DAFTAR PUSTAKA

15

LAMPIRAN

18

RIWAYAT HIDUP

19

DAFTAR TABEL

1
2
3
4
5

Komposisi kimia payung dan tentakel ubur-ubur (A. aurita)
Hasil uji aktivitas antioksidan Vitamin C
Hasil uji aktivitas antioksidan larutan kasar payung ubur-ubur (A. aurita)
Hasil uji aktivitas antioksidan larutan kasar tentakel ubur-ubur (A. aurita)
Komponen bioaktif ekstrak ubur-ubur (A. aurita)

7
10
10
10
13

DAFTAR GAMBAR

1
2
3
4
5
6

Diagram alir kerangka penelitian
Payung dan Tentakel ubur-ubur kering
Rendemen ubur-ubur (A. aurita)
Rendemen ekstrak payung dan tentakel ubur-ubur (A. aurita)
Aktivitas asam askorbat dengan persen inhibisinya
Grafik hubungan konsentrasi ekstrak kasar payung ubur-ubur kering
dengan persen inhibisinya
7 Grafik hubungan konsentrasi ekstrak kasar tentakel ubur-ubur kering
dengan persen inhibisinya.

3
6
7
9
11
11
12

DAFTAR LAMPIRAN

1 Dokumentasi penelitian

18

1
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara dengan potensi perairan yang melimpah. Salah
satu biota perairan yang belum termanfaatkan secara optimal dan memiliki nilai
ekonomis adalah ubur-ubur (Aurelia aurita). Nilai produksi ubur-ubur menurut
data statistik Indonesia pada tahun 2011 adalah 674.000 ton (KKP 2011). Potensi
ubur-ubur seharusnya dapat termanfaatkan secara optimal karena banyak
ditemukan di perairan Indonesia dengan jenis yang beragam. Ubur-ubur masih
menjadi hasil tangkapan samping (by catch) di perairan Indonesia. Ubur-ubur
diduga memiliki kandungan gizi yang cukup tinggi meliputi vitamin, asam amino,
mineral,taurin, dan asam lemak.
Ubur-ubur juga diduga memiliki kandungan komponen bioaktif. Komponen
bioaktif yang diharapkan terdapat pada ubur-ubur adalah komponen bioaktif yang
berpotensi sebagai antioksidan. Semakin majunya zaman menyebabkan semakin
tingginya tuntutan terhadap aktivitas dunia kerja. Kondisi ini akan memaksa
masyarakat untuk berpindah kepada hal-hal yang bersifat instant termasuk
makanan. Makanan instant dapat mengandung xenobiotik (pengawet, zat warna,
penyedap rasa, pestisida, logam berat atau zat kimia lain) yang beresiko akumulasi
jangka panjang. Xenobiotik dapat menjadi radikal bebas di dalam tubuh manusia.
Radikal bebas merupakan salah satu bentuk senyawa reaktif yang memiliki
elektron tidak berpasangan di kulit terluarnya (Winarsi 2007). Radikal bebas di
dalam tubuh manusia dapat menimbulkan berbagai penyakit misalnya serangan
jantung, kanker, stroke, gagal ginjal, penuaan dini, dan penyakit kronik lainnya.
Konsumsi antioksidan dalam jumlah memadai dapat menurunkan resiko terkena
penyakit degeneratif yaitu kardiovaskuler, kanker, aterosklerosis, dan lain-lain.
Antioksidan terdapat secara alami pada bahan pangan, baik yang berasal dari
daratan maupun perairan. Bahan pangan yang berasal dari perairan banyak
mengandung komponen-komponen antioksidan. Antioksidan adalah senyawa
kimia yang dapat menyumbangkan satu atau lebih elektron kepada radikal bebas,
sehingga radikal bebas tersebut dapat diredam (Sunardi et al. 2007).
Komponen bioaktif yang terdapat pada hasil perairan dapat bermanfaat bagi
kesehatan manusia. Komponen-komponen bioaktif tersebut yaitu alkaloid, steroid,
flavonoid, saponin, fenol hidrokuinon, dan lain sebagainya (Harborne 1984).
Komponen-komponen bioaktif pada ubur-ubur diharapkan memiliki aktivitas
sebagai antioksidan. Pengkajian ini bermanfaat untuk mengetahui pemanfaatan
dari ubur-ubur dimasa yang akan datang.
Perumusan Masalah
Ubur-ubur merupakan komoditas yang cukup banyak di perairan Indonesia
dan masih menjadi hasil tangkapan samping (by catch), padahal Ubur-ubur
merupakan salah satu sumber bahan pangan yang memiliki banyak kandungan
gizi, diantaranya mengandung protein, lemak, asam amino, karbohidrat, vitamin,
mineral dan komponen bioaktif. Oleh karena itu, diperlukan informasi kandungan
gizi ubur-ubur sehingga dapat dijadikan sebagai sumber pangan hewani yang
memiliki berbagai manfaat.

2

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan aktivitas antioksidan dan
komponen bioaktif ubur-ubur.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan memberikan informasi mengenai aktivitas
antioksidan dan komponen bioaktif ubur-ubur.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah pengambilan contoh, analisis komponen
gizi, analisis aktivitas antioksidan, analisis komponen bioaktif, analisis data, serta
panulisan laporan.
METODE
Penelitian aktivitas antioksidan dan komponen bioaktif ubur-ubur
dilaksanakan mulai Desember 2012 hingga Mei 2013. Preparasi dan analisis
proksimat serta komponen bioaktif dilakukan di Laboratorium Pengetahuan
Bahan Baku Industri Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan,
Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Ekstraksi
dilakukan di Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatika (Balitro) Cimanggu.
Analisis aktivitas antioksidan di Laboratorium Biofarmaka.
Bahan
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah ubur-ubur dari
pantai Cirebon. Bahan yang digunakan untuk proses pengeringan ubur-ubur
adalah air, garam, dan tawas. Bahan-bahan yang digunakan untuk analisis
proksimat adalah akuades, selenium, H2SO4, NaOH, HCl, asam borat (H3BO3),
kertas saring, kapas, dan pelarut heksana. Bahan-bahan yang dibutuhkan untuk uji
aktivitas antioksidan, yaitu ekstrak ubur-ubur, kristal 1,1-difenil-2-pikrilhidrazil
(DPPH), etanol, antioksidan sintetik Vitamin C sebagai pembanding. Bahanbahan yang dibutuhkan untuk uji fitokimia meliputi pereaksi Wagner, pereaksi
Meyer, pereaksi Dragendroff (uji alkaloid), kloroform, anhidra asetat, asam sulfat
pekat (uji steroid), serbuk magnesium, amil alkohol (uji flavonoid), air panas,
larutan HCl 2 N (uji saponin), etanol 70%, larutan FeCl3 5% (uji fenol
hidrokuinon), pereaksi Biuret (uji Biuret), dan larutan Ninhidrin 0,1% (uji
Ninhidrin).
Alat
Alat yang digunakan untuk preparasi ubur-ubur adalah penggaris,
timbangan digital Tanita, pisau, toples, dan aluminium foil. Alat yang digunakan
untuk analisis proksimat adalah timbangan analitik Sartonius tipe TE1502S,
cawan porselen, oven Yamato tipe DV-41, sudip, desikator (analisis kadar air);

3
tabung reaksi, gelas Erlenmeyer, tabung soxhlet, pemanas Sibata tipe SB-6
(analisis kadar lemak); tabung kjeldahl, destilator, buret (analisis kadar protein);
tanur Yamato tipe FM 38 dan desikator (analisis kadar abu). Alat yang digunakan
untuk analisis aktivitas antioksidan adalah multipipette, micropipette, Microplate
Spectrophotometer merek EpochTM, inkubator dan vortex. Ekstraksi menggunakan
kertas saring Whatman 42, Erlenmeyer, rotary vacuum evaporator.
Prosedur Analisis Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan pengambilan sampel ubur-ubur di pantai
Cirebon, penentuan ukuran dan berat sampel, preparasi sampel, penghitungan
rendemen serta analisis kimia yang terdiri atas analisis proksimat, analisis
aktivitas antioksidan, dan analisis komponen bioaktif. Penelitian ini dilakukan
dengan dua perlakuan yaitu analisis pada payung ubur-ubur kering dan tentakel
ubur-ubur kering yang diberi perlakuan pemberian garam dan tawas, serta
pengeringan. Prosedur kerja penelitian dapat dilihat pada Gambar 1 Diagram alir
metode penelitian.

Ubur-ubur
Preparasi sampel

Payung
m

Tentakel

Pengeringan

ekstraksi
Uji aktivitas
antioksidan
Uji komponen
bioaktif

Gambar 1 Diagram alir penelitian
Preparasi bahan Baku
Sampel ubur-ubur yang telah diperoleh kemudian diukur morfometrik dan
beratnya. Tahap selanjutnya adalah pemisahan bagian payung (daging) ubur-ubur
dari tentakel dan jeroannya. Bagian payung dan tentakel yang diperoleh akan
diolah menjadi ubur-ubur kering dengan penambahan garam dan tawas.

4

Pengolahan Ubur-ubur Kering (Manuputty 1988)
Pengolahan ubur-ubur kering terdiri dari tujuh tahapan. Tahap pertama
dilakukan dengan perendaman bagian payung (2.182 g) dan tentakel (1.384 g)
dalam air tawar sebanyak 10 L dengan campuran tawas 50 gram dan didiamkan
selama 3-5 jam atau sampai terlihat adanya lapisan tebal berwarna putih. Tahap
ke-2, payung dan tentakel yang telah dibersihkan dari lapisan tebal berwarna putih,
disusun pada wadah yang lain dengan bagian payung menghadap ke atas dan
dibiarkan selama 3-4 hari. Di antara tumpukan payung dan tentakel diberi tawas
120 gram dan garam 600 gram.
Tahap ke-3 merupakan tahap dimana cairan dari payung dan tentakel sudah
mulai berkurang. Payung dan tentakel dipindahkan ke wadah lain yang telah diisi
dengan campuran tawas 60 gram dan garam 80 gram selama 3 hari. Selanjutnya
pada tahap ke-4 payung dan tentakel dipindahkan pada wadah berikutnya,
kemudian ditambah tawas 30 gram dan garam 40 gram. Setelah 4 hari tepi payung
dan tentakel akan mulai terlipat kemudian dicuci dengan larutan garam. Bagian
selaput tipis pada payung dan tentakel dibuang kemudian dicuci kembali dengan
larutan garam.
Tahap ke-5 payung dan tentakel yang telah pipih disusun dalam wadah
berikutnya dan diberi garam 300 gram. Setelah 3 hari, diberi perlakuan seperti
pada tahap 4. Pada tahap ke-6 payung dan tentakel yang telah berbentuk
lempengan disusun dalam wadah yang lain, kemudian ditaburi garam 200 gram
(garam ditaburkan pada setiap lapisan). Larutan garam dimasukkan pada wadah
hingga mencapai 4/5 bagian dari wadah tersebut. Bagian atas ditutup dan diberi
pemberat agar mengurangi cairan dari lempengan payung dan tentakel.
Selanjutnya pada tahap ke-7 lempengan payung dan tentakel dipindahkan ke
wadah bersih.
Analisis Proksimat (AOAC 2005)
Analisis proksimat merupakan suatu analisis yang dilakukan untuk
mengetahui komposisi kimia suatu bahan yang meliputi, analisis kadar air,
kadar lemak, kadar protein, dan kadar abu.
Ekstraksi (Quinn 1988)
Ubur-ubur kering yang digunakan untuk proses ekstraksi sebanyak 200
gram dipotong kecil-kecil dan dimasukkan dalam Erlenmeyer (b/v) (1:3),
kemudian diberi pelarut n-heksana p.a. sampai terendam (600 mL) dan ditutup
dengan alumunium foil. Sampel selanjutnya dimaserasi selama 24 jam. Hasil
maserasi yang berupa larutan disaring dengan kertas saring Whatman 42 sehingga
didapat filtrat dan residu. Filtrat ini selanjutnya disebut filtrat n-heksana. Residu
kemudian dimaserasi kembali menggunakan pelarut etil asetat p.a (600 mL)
selama 24 jam. Hasil maserasi yang berupa larutan disaring kembali dengan
kertas Whatman 42 sehingga didapat filtrat dan residu kembali. Filtrat ini
selanjutnya disebut filtrat etil asetat. Residu yang tersisa dimaserasi kembali
menggunakan pelarut metanol p.a (600 mL) selama 24 jam. Larutan yang
dihasilkan disaring sehingga didapatkan filtrat dan residu akhir. Filtrat ini
selanjutnya disebut filtrat metanol. Filtrat yang diperoleh dari masing-masing
pelarut kemudian dievaporasi pada suhu 37 oC menggunakan rotary vacum

5
evaporator. Penggunaan suhu rendah dimaksud untuk melindungi komponen
bioaktif dari kerusakan akibat panas tinggi. Berdasarkan proses ini maka diperoleh
ekstrak kasar n-heksana, estrak kasar etil asetat, dan ekstrak kasar metanol.
Ekstrak kasar dari ketiga pelarut kemudian dimasukkan ke dalam botol ekstrak
dan dilakukan beberapa uji yang meliputi uji aktivitas antioksidan dengan metode
DPPH dan uji fitokimia.
Uji aktivitas antioksidan (Blois 1958 diacu dalam Hanani et al. 2005)
Aktivitas antioksidan diukur dengan metode DPPH menggunakan ekstrak
kasar payung dan tentakel ubur-ubur kering dari ketiga pelarut yang telah
dipekatkan kemudian dilarutkan dalam etanol p.a. Konsentrasi campuran ekstrak
kasar dan etanol yang digunakan dalam penelitian ini antara lain 200 ppm,
400 ppm, 600 ppm, 800 ppm. Kontrol positif menggunakan asam askorbat
(Vitamin C) dengan konsentrasi 2 ppm, 4 ppm, 6 ppm, 8 ppm, dan 10 ppm.
Larutan blanko dengan konsentrasi 5000 ppm dibuat menggunakan kristal
DPPH yang dilarutkan dalam etanol p.a. Proses pembuatan larutan DPPH
dilakukan dalam kondisi terlindung dari cahaya matahari. Pengujian aktivitas
antioksidan dilakukan berdasarkan kemampuan sampel yang digunakan dalam
mereduksi radikal bebas DPPH. Kontrol positif menggunakan larutan asam
askorbat (Vitamin C) 100 ppm yang dibuat dengan cara melarutkan kristal asam
askorbat pada etanol p.a. Larutan DPPH dengan konsentrasi 125 µM diambil
sebanyak 100 µL dan ditambah dengan 100 µL ekstrak, kemudian dimasukkan ke
dalam microplate yang telah disiapkan. Campuran larutan tersebut dihomogenkan
dan diinkubasi pada suhu 37 oC selama 30 menit. Serapan yang dihasilkan diukur
dengan menggunakan Microplate Spectrophotometer merek EpochTM pada
panjang gelombang 517 nm.
Presentase penghambat aktivitas radikal bebas (%inhibisi) diperoleh dari
nilai absorben sampel. Persamaan regresi diperoleh dari hubungan antara
konsentrasi sampel dan persen inhibisi. Nilai konsentrasi penghambat aktivitas
radikal bebas sebanyak 50% (IC50) dihitung dengan persamaan regresi linear yaitu
y = ax+b. Nilai IC50 diperoleh dengan memasukkan y = 50 serta nilai a dan b
yang telah diketahui.
Uji fitokimia (Harborne 1984)
Pengujian fitokimia dilakukan untuk menentukan ada tidaknya komponenkomponen bioaktif yang terdapat pada ekstrak kasar payung dan tentakel uburubur. Uji fitokimia meliputi uji alkaloid, triterpenoid, flavonoid, fenol
hidrokuinon, saponin, ninhidrin, biuret dan tanin.

6
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Bahan Baku
Penelitian ini menggunakan sampel ubur-ubur yang memiliki bagian tubuh
atas berupa payung berwarna putih transparan dan bagian bawah terdapat tentakel
yang menjuntai dengan tekstur kenyal, serta tubuhnya mengeluarkan cairan
berupa lendir. Berdasarkan hasil identifikasi sampel di Departemen Manajemen
Sumberdaya Perairan, sampel yang digunakan pada penelitian ini tergolong
Aurelia aurita. Ubur-ubur yang telah diolah memiliki penampakan warna
kekuningan dengan tekstur yang lebih kompak dan sangat elastis serta memiliki
bau khas ubur-ubur. Nurrahman dan Isworo (2002) menyebutkan bahwa
perendaman dalam larutan tawas menyebabkan tekstur daging ikan menjadi lebih
kompak, kesat, dan keras. Hasil pengolahan tersebut sesuai dengan SNI (2010)
mengenai spesifikasi ubur-ubur hasil pengolahan yang memiliki mutu baik.
Ubur-ubur yang digunakan untuk proses pengeringan adalah ubur-ubur yang
memiliki diameter minimum 25 cm. Payung dan tentakel ubur-ubur mengalami
penyusutan bobot. Penyusutan disebabkan adanya penambahan garam dan tawas
yang pada prinsipnya untuk menarik cairan dalam tubuh dan menghilangkan
lendir. Trimaningsih (2008) menyatakan bahwa tawas berfungsi untuk
memperoleh penyusutan minimum agar lapisan ektoderm (lapisan kulit atau
daging) ubur-ubur menjadi pipih dan kenyal serta garam yang berfungsi sebagai
bahan pengawet dan pengering ubur-ubur. Tawas yang digunakan pada larutan
perendaman adalah 5% dari bobot payung dan tentakel ubur-ubur. Menurut
Edyarti (1984) dalam Sugiarto (2003) penggunaan tawas pada perendaman uburubur adalah 2-7%, sehingga penggunaan tawas sebanyak 5% masih dalam kisaran
aman untuk digunakan. Didukung dengan penelitian Haribi dan Yusrin (2005)
bahwa variasi konsentrasi tawas 4%, 6%, 8%, 10% dan 12% yang digunakan
untuk merendam ikan dengan variasi lama waktu perendaman ikan tidak
menimbulkan variasi dalam penyerapan daging ikan terhadap ion aluminium.
Haribi et al. (2009) menyatakan bahwa konsentrasi larutan tawas sebagai
perendam makanan (ikan) mencapai 10%, tidak semuanya diakumulasi oleh
makanan tersebut, karena sebagian besar tawas berikatan dengan koloid pada
larutan perendam. Ubur-ubur yang digunakan dapat dilihat pada Gambar 2.

(a)

(b)

Gambar 2 (a) tentakel ubur-ubur kering (b) payung ubur-ubur kering.

7
Rendemen Ubur-ubur
Rendemen ubur-ubur meliputi payung, tentakel, dan jeroan, yang nilainya
disajikan pada Gambar 3.

Gambar 3 Rendemen ubur-ubur
Gambar 3 menunjukkan bahwa rendemen daging yang meliputi payung dan
tentakel memiliki persentase paling besar. Rendemen payung sebesar 59%,
rendemen tentakel 37% dan jeroan sebesar 4%. Solihat (2004) menyatakan bahwa
ubur-ubur memiliki rendemen daging yang paling besar. Besarnya rendemen yang
dapat dimanfaatkan menjadikan ubur-ubur sebagai komoditas perairan bernilai
ekonomis tinggi.

Komposisi Kimia Payung dan Tentakel Ubur-ubur
Komposisi kimia suatu bahan pangan perlu diketahui agar dapat menentukan
kandungan gizi yang terdapat didalamnya. Kandungan gizi bahan pangan meliputi
air, abu, protein, lemak, dan karbohidrat. Komposisi kimia payung dan tentakel
ubur-ubur kering dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Komposisi kimia payung dan tentakel ubur-ubur (A. aurita) kering.
Parameter
Kadar air
Kadar lemak
Kadar protein
Kadar abu
Kadar karbohidrat

Payung (%)
68,67
0,29
11,09
12,81
7,13

Tentakel (%)
73,56
4,55
6,68
14,77
0,42

Kadar Air
Kadar air payung ubur-ubur kering adalah 68,67% dan kadar air tentakel
ubur-ubur kering adalah 73,56%. Hasil tersebut tidak berbeda jauh dengan hasil
penelitian Aji (2011) yang menyatakan kadar air payung ubur-ubur kering sebesar
67,33%. Kadar air pada ubur-ubur kering kurang dari 80%, hal ini disebabkan
adanya proses pengeringan dan penambahan garam. Pengeringan dapat

8
menghilangkan air yang terkandung dalam bahan pangan. Proses pemberian
garam juga dapat menyebabkan berkurangnya kadar air yang terkandung pada
ubur-ubur tersebut. Garam bersifat higroskopis sehingga dapat menyerap air yang
terkandung dalam bahan kemudian menurunkan aktifitas air dari bahan tersebut
(Winarno 2008).
Kadar Abu
Kadar abu payung ubur-ubur kering hasil analisis adalah 12,81% dan kadar
abu pada tentakel ubur-ubur kering adalah 14,77%. Hasil analisis kadar abu
tersebut berbeda dengan hasil penelitian Aji (2011) yang menyatakan kadar abu
payung ubur-ubur kering sebesar 3,26%, hal ini disebabkan adanya perbedaan
waktu pengambilan sampel, umur dan ukuran sampel.
Kadar Protein
Kadar protein payung ubur-ubur kering adalah 11,09% dan kadar protein
tentakel ubur-ubur kering adalah 6,68%. Hasil tersebut berbeda dengan hasil
penelitian Aji (2011) yang menyatakan bahwa kadar protein payung ubur-ubur
kering sebesar 4,67% dan hasil penelitian Rackmil et al. (2009) menyatakan
bahwa kadar protein pada ubur-ubur adalah 9,20% . Perbedaan tersebut diduga
karena wilayah penangkapan, umur, ukuran dan perlakuan yang berbeda terhadap
ubur-ubur tersebut sehingga kandungan protein berbeda.
Kadar lemak
Kadar lemak payung ubur-ubur kering sebesar 0,29% dan kadar lemak
tentakel ubur-ubur kering adalah 4,55%. Hasil analisis tersebut berbeda dengan
hasil penelitian Aji (2011) yang menyatakan bahwa kadar lemak pada payung
ubur-ubur kering sebesar 9,20% . Kadar lemak yang rendah dapat disebabkan oleh
kandungan air pada payung dan tentakel ubur-ubur kering yang tinggi, sehingga
secara proporsional persentase kadar lemak akan turun secara drastis. Yunizal et
al. (1998) menyatakan bahwa kadar air umumnya berhubungan terbalik dengan
kadar lemak. Hubungan tersebut mengakibatkan semakin rendahnya kadar lemak,
apabila kadar air yang terkandung di dalam bahan cukup tinggi.
Karbohidrat
Kandungan karbohidrat pada payung ubur-ubur kering sebesar 7,13% dan
kandungan karbohidrat pada tentakel ubur-ubur kering adalah 0,42%. Kadar
karbohidrat pada ubur-ubur hasil penelitian ini berbeda dibandingkan dengan hasil
penelitian Aji (2011) yaitu sebesar 13,54%. Karbohidrat pada analisis komposisi
kimia (proksimat) dihitung secara by difference. Rendahnya kadar air dan protein
dapat menyebabkan kandungan karbohidrat suatu bahan meningkat.
Ekstrak kasar
Ekstraksi merupakan proses penarikan komponen zat aktif dalam suatu
bahan dengan pelarut tertentu. Hasil ekstraksi dari payung dan tentakel ubur-ubur
kering memiliki warna yang berbeda-beda. Ekstrak metanol memiliki warna
kuning kecoklatan, etil asetat berwarna kuning bening, sedangkan ekstrak nheksana memiliki warna bening. Rendemen ekstrak dinyatakan dalam persen,

9
sama halnya dengan nilai rendemen bahan. Nilai rendemen ekstrak dari masingmasing pelarut dapat dilihat pada diagram batang pada Gambar 4.
45

42,1

40

36,49

Hasil Ekstrak (%)

35
30
25
20
15
10
5

1,03 0,71

1,6

n-heksan

etil asetat

0,71

0
metanol

Gambar 4 Rendemen ekstrak payung dan tentakel ubur-ubur kering
payung
tentakel
Nilai rendemen ekstrak payung ubur-ubur kering tertinggi adalah ekstrak
metanol sebesar 36,49 %, ekstrak etil asetat sebesar 1,6 % dan nilai ekstrak
terkecil adalah ekstrak n-heksana sebesar 1,03%. Rendemen ekstrak tentakel uburubur kering tertinggi adalah ekstrak metanol sebesar 42,1%, ekstrak etil asetat
sebesar 0,71 % dan nilai ekstrak terkecil adalah ekstrak n-heksana sebesar 0,71%.
Perbedaan nilai rendemen yang dihasilkan dari ketiga pelarut tersebut disebabkan
perbedaan sifat polaritas larutan-larutan tersebut. Salamah et al. (2008)
menyatakan bahwa rendemen ekstrak hasil maserasi dengan pelarut yang berbeda
akan menghasilkan presentase rendemen yang berbeda. Rendemen ekstrak
metanol tertinggi diduga karena ubur-ubur bersifat polar sehingga lebih banyak
terlarut dengan metanol, namun komponen bioaktif pada ubur-ubur lebih banyak
terlarut pada ekstrak etil asetat dan n-heksan.
Aktivitas Antioksidan
Aktivitas antioksidan yang terdeteksi pada sampel mengakibatkan
perubahan warna pada larutan DPPH yang semula berwarna ungu pekat menjadi
kuning. Menurut Andayani et al. (2008) adanya aktivitas antioksidan sampel
mengakibatkan perubahan warna pada larutan DPPH dalam etanol yang semula
berwarna ungu pekat menjadi kuning pucat. Intensitas perubahan warna yang
terjadi pada larutan asam askorbat dan larutan ekstrak kasar payung dan tentakel
ubur-ubur kering diukur absorbansinya dengan menggunakan Microplate
Spectrophotometer merek EpochTM dengan panjang gelombang 517 nm yang
merupakan panjang gelombang maksimum DPPH. Nilai absorbansi tersebut
selanjutnya digunakan untuk menentukan nilai persen inhibisi dan nilai IC 50 dari
antioksidan asam askorbat dan antioksidan ekstrak payung dan tentakel ubur-ubur
kering.

10
Tabel 2 Hasil uji aktivitas antioksidan larutan kasar payung ubur-ubur kering
Sampel payung

Ekstrak nheksan
Ekstrak etil
asetat
Ekstrak metanol

200 ppm
14,75

%
inhibisi
400 ppm
22,57

IC50 (ppm)
600 ppm
25,43

800 ppm
33,33

1.401,03

7,75

11,28

11,88

12,86

5.380,00

6,69

10,83

11,20

14,29

4.094,54

Tabel 3 hasil uji aktivitas antioksidan larutan kasar tentakel ubur-ubur kering
Sampel tentakel

Ekstrak nheksan
Ekstrak etil
asetat
Ekstrak metanol

200 ppm

%
inhibisi
400 ppm

IC50 (ppm)
600 ppm

800 ppm

13,31

21,36

27,61

32,13

1.357,25

6,84

7,52

10,00

10,98

6.412,85

5,11

7,15

7,82

12,48

4.323,18

% inhibisi

Nilai IC50 asam askorbat yang diperoleh dalam penelitian ini adalah 5,59
ppm. Hasil tersebut menunjukkan bahwa antioksidan asam askorbat merupakan
antioksidan dengan aktivitas sangat kuat, sesuai dengan pernyataan dari Molyneux
(2004) bahwa suatu bahan dengan nilai IC50 < 50 ppm merupakan antioksidan
yang sangat kuat. Pengujian aktivitas antioksidan asam askorbat ini digambarkan
dalam hubungan antara konsentrasi asam askorbat dengan persen inhibisinya,
yang dapat dilihat pada Gambar 5.
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
0

2

4

6

8

10

konsentrasi (ppm)

Gambar 5 Aktivitas asam askorbat dengan persen inhibisinya

12

11
Pengujian aktivitas antioksidan dari masing-masing ekstrak kasar payung
ubur-ubur kering dan tentakel ubur-ubur kering menghasilkan hubungan antara
konsentrasi ekstrak kasar payung dan tentakel ubur-ubur kering yang digunakan
dengan persen inhibisinya, yang dapat dilihat pada Gambar 6 dan 7.
35
30
% inhibisi

25
20
15
10
5
0
0

100

200

300

400

500

600

700

800

900

konsentrasi (ppm)

Gambar 6 Grafik hubungan konsentrasi ekstrak kasar payung ubur-ubur kering
dengan persen inhibisinya

35
30

% inhibisi

25
20
15

10
5
0
0

100

200

300

400

500

600

700

800

900

konsentrasi (ppm)

Gambar 7 Grafik hubungan konsentrasi ekstrak kasar tentakel ubur-ubur kering
dengan persen inhibisinya
Grafik pada Gambar 6 dan 7 menunjukkan bahwa persen inhibisi tertinggi
dihasilkan oleh larutan yang mengandung konsentrasi ektrak kasar payung dan
tentakel ubur-ubur kering yang terbanyak, yaitu larutan dengan konsentrasi 800
ppm (pada masing-masing ekstrak kasar payung dan tentakel ubur-ubur kering).

12
Persen inhibisi terendah dihasilkan oleh larutan yang mengandung konsentrasi
ekstrak kasar payung dan tentakel ubur-ubur kering paling sedikit, yaitu larutan
dengan konsentrasi 200 ppm (pada masing-masing ekstrak kasar payung dan
tentakel ubur-ubur kering). Semakin tinggi konsentrasi ekstrak kasar payung dan
tentakel ubur-ubur kering yang ditambahkan, maka semakin tinggi pula persen
inhibisi yang akan dihasilkan. Hanani et al. (2005) menyatakan bahwa persentase
penghambatan (persen inhibisi) terhadap aktivitas radikal bebas akan ikut
meningkat seiring dengan meningkatnya konsentrasi ekstrak. Semakin kecil nilai
IC50 berarti aktivitas antioksidannya semakin tinggi (Molyneux 2004).
Ekstrak n-heksan payung dan tentakel ubur-ubur kering memiliki aktivitas
antioksidan yang lebih besar dari dua ekstrak yang lainnya, ditandai dengan nilai
IC50-nya yang terkecil, yaitu 1.401,03 dan 1.357,25 ppm. Ekstrak etil asetat
payung dan tentakel ubur-ubur kering merupakan ekstrak yang memiliki aktivitas
antioksidan yang paling lemah. Hal ini terbukti dari nilai IC50-nya yang terbesar,
yaitu 5.380,00 ppm dan 6.412,85 ppm. Rendemen ekstrak payung dan tentakel
ubur-ubur kering dengan pelarut n-heksan lebih sedikit dari rendemen ektrak
kasar metanol dan etil asetat, tetapi aktivitas antioksidannya lebih kuat, hal ini
diduga karena pada ekstrak kasar payung dan tentakel dengan pelarut n-heksan
terdapat komponen bioaktif tertentu seperti alkaloid. Alkaloid telah diketahui
memiliki aktivitas antioksidan. Suatu senyawa dikatakan sebagai antioksidan
sangat kuat apabila nilai IC50 kurang dari 0,05 mg/mL, kuat apabila nilai IC50
antara 0,05-0,10 mg/ml sedang apabila nilai IC50 berkisar antara 0,10-0,15 mg/mL,
dan lemah apabila nilai IC50 berkisar antara 0,15-0,20 mg/mL (Blois 1958 dalam
Molyneux 2004). Menurut klasifikasi tersebut, ketiga esktrak kasar payung dan
tentakel ubur-ubur kering tersebut memiliki aktivitas antioksidan yang sangat
lemah, karena nilai IC50-nya lebih besar dari 0,20 mg/mL atau 200 ppm.
Ekstrak payung dan tentakel ubur-ubur kering yang digunakan dalam
pengujian ini masih tergolong sebagai ekstrak kasar (crude). Ekstrak kasar ini
masih mengandung senyawa lain yang bukan merupakan senyawa antioksidan.
Senyawa lain tersebut ikut terekstrak dalam pelarut selama proses ekstraksi.
Senyawa-senyawa ini dapat meningkatkan nilai rendemen ekstrak, tetapi tidak
dapat meningkatkan aktivitas antioksidan ekstrak tersebut. Senyawa murni dari
ekstrak kasar ini diduga memiliki aktivitas antioksidan yang lebih tinggi.
Vega et al. (2008) menyatakan bahwa aktivitas antioksidan pada
nematokis ubur-ubur jenis Chrysaora plocamia di perairan Cili memiliki persen
inhibisi sebesar 65 %. Hasil yang didapatkan berbeda disebabkan oleh spesies
ubur-ubur yang berbeda, habitat dan lingkungan yang berbeda. Berdasarkan
penelitian Hardyanti (2011) aktivitas antioksidan pada anemon laut segar
memiliki IC50 sebesar 916,94 ppm. Hasil yang didapatkan berbeda karena jenis,
habitat lingkungan dan kondisi sampel penelitian yang berbeda.
Komponen bioaktif ekstrak kasar
Filtrat pekat tiga pelarut tersebut kemudian diuji komponen bioaktifnya
melalui uji fitokimia, yang meliputi uji alkaloid, flavonoid, triterfenoid, fenol
hidroquinon, saponin, ninhidrin, biuret dan tanin. Hasil uji fitokimia pada masingmasing ekstrak kasar payung dan tentakel ubur-ubur kering dapat dilihat pada
Tabel 4.

13
Tabel 4 Komponen bioaktif ekstrak payung dan tentakel ubur-ubur kering
No
Jenis
Uji
N-heksan
Etil asetat Metanol
sampel
fitokimia
Alkaloid
+
+
+
1
Payung
Meyer
kering
Wagner
+
+
+
Dragendrof Saponin
+
+
+
Tanin
+
Fenol
Flavonoid
+
Triterfenoid +
+
Ninhidrin
Biuret
-

2

Tentakel
kering

Alkaloid
Meyer
Wagner
Dragendrof
Saponin
Tanin
Fenol
Flavonoid
Triterfenoid
Ninhidrin
Biuret

+

+

+

+
+
+
+
-

+
+
+
+
+
-

+
+
+
-

Hasil pengujian fitokimia pada Tabel 4 menunjukkan bahwa ekstrak kasar
payung dan tentakel ubur-ubur kering dengan menggunakan pelarut etil asetat
payung dan tentakel mengandung komponen bioaktif yang lebih banyak
dibandingkan dua ekstrak dengan pelarut lainnya. Komponen bioaktif yang
terdapat pada ekstrak payung dan tentakel ubur-ubur kering dengan pelarut etil
asetat antara lain alkaloid, saponin, triterfenoid, dan flavonoid. Komponen
bioaktif yang yang terdeteksi pada payung dan tentakel ubur-ubur kering dengan
menggunakan pelarut metanol antara lain alkaloid dan saponin. Komponen
biaoktif yang terdeteksi pada ekstrak payung dan tentakel ubur-ubur kering
dengan pelarut n-heksan antara lain alkaloid, saponin dan triterfenoid. Komponen
alkaloid yang terdeteksi pada ekstrak tentakel ubur-ubur kering pada ketiga
pelarut dapat menjadi sumber antioksidan .
Alkaloid pada umumnya mencakup senyawa bersifat basa yang
mengandung satu atau lebih atom nitrogen. Alkaloid banyak yang mempunyai
aktivitas fisiologis sehingga secara luas digunakan dalam bidang pengobatan
(Harbone 1984). Hanani et al. (2005) menyatakan bahwa senyawa kimia dalam
spons yang mempunyai aktivitas antioksidan secara kualitatif dan lanjutan yaitu
alkaloid. Komponen alkaloid murni dari ekstrak tentakel ubur-ubur kering
memiliki aktivitas antioksidan yang jauh lebih tinggi dari ekstrak kasarnya. Selain

14
alkaloid, komponen bioaktif yang terdeteksi pada payung dan tentakel ubur-ubur
kering adalah saponin. Saponin merupakan senyawa aktif permukaan dan bersifat
seperti sabun dan dapat dideteksi berdasarkan kemampuannya membentuk busa.
Saponin termasuk golongan triterpenoid yang mempunyai kerangka karbon
berdasarkan isoprena. Senyawa ini tidak berwarna, berbentuk kristal, dan sering
mempunyai titik lebur tinggi (Harborne 1987). Saponin bersifat toksik terhadap
ikan dan binatang berdarah dingin. Saponin yang beracun disebut sapotoksin
(Sirait 2007). Triterfenoid terdeteksi pada ekstrak kasar payung dan tentakel uburubur kering menggunakan pelarut n-heksan dan etil asetat. Triterpenoid adalah
senyawa alam yang terbentuk dengan proses biosintesis dan terdistribusi secara
luas dalam dunia tumbuhan dan hewan (Sirait 2007). Steroid merupakan golongan
senyawa triterpenoid. Senyawa steroid dapat digunakan sebagai bahan dasar
pembuatan obat (Harbone 1984).
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Ubur-ubur yang berasal dari Desa Gebang, Kota Cirebon, Jawa memiliki
rendemen payung (59%), tentakel (37%) dan jeroan (4%), yang sangat potensial
dan ekonomis untuk dimanfaatkan lebih lanjut. Payung dan tentakel ubur-ubur
kering ini mengandung air yang cukup tinggi (payung 68,67% dan tentakel
73,56%), lemak (payung 0,29% dan tentakel 4,55%), protein (payung 11,09% dan
tentakel 6,68%), abu yang tinggi (payung 12,81% dan tentakel 14,77%) dan
karbohidrat (payung 7,13% dan tentakel 0,42%).
Ekstrak N-heksan payung dan tentakel ubur-ubur kering memiliki aktivitas
antioksidan yang lebih besar dari dua ekstrak yang lainnya, ditandai dengan nilai
IC50-nya yang terkecil, yaitu 1.401,03 dan 1.357,25 ppm. Komponen bioaktif
yang terdeteksi pada tentakel adalah alkaloid dan saponin dalam ketiga jenis
pelarut serta triterfenoid dalam pelarut n-heksan dan etil asetat.
Saran
Saran yang dapat diberikan dari hasil penelitian ini adalah perlu dilakukan
penelitian lanjutan berupa pemurnian ekstrak kasar, pengujian aktivitas
antioksidan ekstrak murni, dan penentuan komponen bioaktif pada ekstrak murni.
Selain itu perlu adanya analisis lanjutan mengenai toksin yang terdapat pada
payung dan tentakel ubur-ubur dan perlu dilakukan pengujian karbohidrat lebih
lanjut.

15
DAFTAR PUSTAKA

Aji DU. 2011. Profil Asam Lemak Ubur-ubur (Aurelia aurita) sebagai Sumber
Bahan Baku Hasil Perairan Kaya Manfaat [skripsi]. Bogor (ID).
Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu
Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
[AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 2005. Official Method of
Analysis of The Association of Official Analytical of Chemist. Arlington:
The Association of Official Analytical Chemist, Inc.
Andayani R, Lisawati Y, Maimunah. 2008. Penentuan aktivitas antioksidan, kadar
fenolat total dan likopen pada buah tomat (Solanum Lycopersium L.).
Jurnal Sains dan Teknologi Farmasi 13(1):1-9.
Blois, MS.1958. Antioxidant determinations by the use of a stable free radical.
Journals Nature 181: 1199-1200.
Hanani E, Mun’im A, Sekarini R. 2005. Identifikasi senyawa antioksidan dalam
spons Callyspongia sp. dari Kepulauan Seribu. Majalah Ilmu Kefarmasian
2(3):127-133.
Harborne JB. 1984. Phytochemical methods. Ed ke-2. New York: Chapman and
Hall.
Hardyanti F. 2011. Komponen Bioaktif dan Aktivitas Antioksidan Anemon Laut
(Stichodactyla gigantea) [skripsi]. Bogor (ID). Departemen Teknologi
Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian
Bogor.
Haribi R, Yusrin. 2005. Konsentrasi Aluminium pada Ikan Asap yang Direndam
dalam Larutan Tawas. Dirjen Dik Ti Departemen Pendidikan Nasional.
Jakarta (ID).
Haribi R, Darmawati S, Hartiti T. 2009. Kelainan fungsi hati dan ginjal tikus putih
(Rattus norvegicus, L.) akibat suplementasi tawas dalam pakan.
Jurnal Kesehatan. 2(2):11-19.
Haryati S. 2006. Optimalisasi Penggunaan Bawang Putih Sebagai Pengawet
Alami Dalam Pengolahan Ikan Asin Jambal Roti. [tesis]. Bogor (ID).
Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.
[KKP] Kementrian Kelautan dan Perikanan, Ditjen Perikanan Tangkap. 2011.
Statistik Perikanan Tangkap Indonesia 2010. [internet]. [diunduh 7
Februari 2013]. Tersedia pada http//www.dkp.go.id.
Manuputty A. 1988. Ubur-ubur (Scyphomedusae) dan cara pengolahannya. Balai
Penelitian dan Pengembangan Oseanologi-LIPI. Jurnal Oseanologi. VIII
(2): 49-61.
Molyneux P. 2004. The use of the stable free radical dyhenylpicrylhydrazil
(DPPH) for estimating antioxidant activity. Journals science and
technology: 26:211-219
Nurrahman, Isworo JT. 2002. Pengaruh perendaman dan konsentrasi tawas
terdahap sifat fisik, kimia dan organoleptik ikan tongkol asap. di dalam
Proseding Seminar PATPI Malang. 49-62. Malang (ID): UNIBRAW Press.
Porto DD, Henriques AT, Fett-Neto AG. 2009. Bioactive alkaloids from South
American Psychotria and related species. The Open Bioactive Compounds
Journal 2:29-36.

16
Quinn R J. 1988. Chemistry of Aqueous Marine Extracts: Isolation Techniques in
Bioorganic Marine Chemistry, Vol. 2.Verlag Berlin Heidelberg:Springer
Rackmil M, Messbauer A, Morgano M, DeNardo D, Ellen S. 2009. Investigations
into the nutritional composition of moon jellyfish Aurelia aurita. J Drum
and Croaker. 40:34-47.
[SNI] Standar Nasional Indonesia. 2010. Ubur-ubur Asin - Bagian 1: Spesifikasi
2707.1: 2010. Jakarta (ID): BSN.
Salamah E, Ayuningrat E, Purwaningsih S. 2008. Penapisan awal komponen
bioaktif dari kijing taiwan (Anadonta woodiana Lea.) sebagai senyawa
antioksidan. Buletin Teknologi Hasil Perikanan 11(2):119-132.
Sirait. 2007. Penuntun Fitokimia dalam Farmasi. Bandung: Penerbit ITB.
Sugiarto H. 2003. Perikanan ubur-ubur. Warta Oseanografi. 17(2):14-16.
Sunardi, Kucahyo I. Uji aktivitas antioksidan ekstrak belimbing wuluh (Averrhoa
bilimbi, L.) terhadap 1,1 diphenyl-2- pycrylhidrazil (DPPH). Makalah
Seminar Nasional Teknologi 2007. Yogyakarta, 24 November 2007.
Solihat SH. 2004. Pemanfaatan ubur-ubur (Aurelia sp.) sebagai salah satu upaya
diversifikasi pembuatan kerupuk ikan [skripsi]. Bogor (ID): Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.
Trimaningsih. 2008. Mengenal Ubur-ubur. Warta Oseanografi-LIPI. 22(4): 32-38.
Vega AM, Ogalde JP. 2008. First results on qualitative characteristics and
biological activity of nematocyst extracts from Chrysaora plocamia
(Cnidaria, Scyphozoa). Departamento de Ciencias Básicas, Universidad
Santo Tomás Iquique, Chile. 36(1): 83-86
Winarno FG. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta (ID): PT. Gramedia Pustaka
Utama.
Winarsi H. 2007. Antioksidan Alami dan Radikal Bebas. Yogyakarta: Kanisus
Yunizal, Murtini JT, Dolaria N, Purdiwoto B, Abdulrokhim, Carkipan. 1998.
Prosedur Analisis Kimiawi Ikan dan Produk Olahan Hasil-Hasil
Perikanan. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan.

17
LAMPIRAN

Lampiran Dokumentasi penelitian

Cawan pada kadar air

Analisis antioksidan

Analisis kadar abu

Analisis antioksidan

Fitokimia payung kering n-heksan

Fitokimia payung kering etil asetat

Fitokimia payung kering metanol

Fitokimia tentakel kering n-heksan

18

Fitokimia tentakel kering etil asetat

Fitokimia tentakel kering metanol

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bandar Hinalang, Sumatera Utara pada tanggal 7
September 1991. Penulis merupakan anak kedua dari 4 bersaudara dari pasangan
Drs. Linson Sinaga dan Dra. Hokni Damanik.
Penulis telah menempuh jalur pendidikan SD DONBOSCO Saribudolok
lulus pada tahun 2004, SMP NEGERI 1 Silimakuta lulus pada tahun 2007 dan
SMA Sw.CR.Duynhoven Silimakuta lulus pada tahun 2009. Penulis diterima
sebagai mahasiswi Institut Pertanian Bogor (IPB) pada tahun 2009 melalui jalur
Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) di Departemen Teknologi Hasil Perairan
(THP), Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan (FPIK). Selama menjalani
pendidikan akademik di Institut Pertanian Bogor penulis aktif dalam kegiatan
KEMAKI (Keluarga Mahasiswa Katolik) Institut Pertanian Bogor. Penulis juga
pernah menjadi asisten mata kuliah Pengetahuan dan Karakteristik Bahan Baku
Industri Hasil Perairan periode 2012/2013.