Profil asam lemak ubur UBUR (Aurelia aurita) sebagai sumber bahan baku hasil perairan kaya manfaat

(1)

PROFIL ASAM LEMAK UBUR-UBUR (Aurelia aurita) SEBAGAI SUMBER BAHAN BAKU HASIL PERAIRAN KAYA MANFAAT

DIMAS UTOMO AJI

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR


(2)

ABSTRAK

DIMAS UTOMO AJI. C34070085. Profil Asam Lemak Ubur-ubur (Aurelia

aurita) Sebagai Sumber Bahan Baku Hasil Perairan Kaya Manfaat. Dibimbing

oleh ASADATUN ABDULLAH dan NURJANAH.

Ubur-ubur (Aurelia aurita) merupakan biota laut yang diduga memiliki kandungan asam lemak yang bagus sehingga memiliki potensi dijadikan bahan baku tetapi belum banyak dimanfaatkan. Ubur-ubur yang diekspor biasanya dalam bentuk segar atau telah melalui pengolahan sederhana, yaitu dengan penggaraman untuk meningkatkan daya awet dan mempermudah pengolahan selanjutnya. Penelitian ini bertujuan untuk menentukan karakteristik dan komposisi asam lemak yang terdapat pada ubur-ubur (Aurelia aurita). Pengamatan dilakukan terhadap kandungan proksimat (kadar air, kadar abu, lemak, protein dan karbohidrat) serta asam lemak pada daging ubur-ubur segar dan kering yang telah diberi perlakuan penambahan tawas dan garam dengan perbandingan 1:5 dari bobot total ubur-ubur yang digunakan. Hasil proksimat daging ubur-ubur segar, yaitu kadar air 87,50%; abu 1,76%; lemak 2,03%; protein 5,31%; dan karbohidrat 3,40%, sedangkan hasil proksimat daging ubur-ubur kering, yaitu kadar air 67,33%; abu 3,26%; lemak 9,20%; protein 4,67%; dan karbohidrat sebesar 13,54%. Asam lemak jenuh tertinggi pada ubur-ubur, yaitu asam palmitat sebesar 15,36% pada daging segar dan 15,35% pada daging kering. Kandungan linolenat pada ubur-ubur tergolong kecil dibandingkan dengan asam lemak tidak jenuh majemuk (PUFA) lainnya, yaitu arakhidonat, linoleat dan EPA. Kandungan EPA daging segar dan kering ubur-ubur adalah 0,30% dan 0,32%.

Kata kunci: Analisis proksimat, asam lemak, ubur-ubur (Aurelia aurita)

ABSTRACT

DIMAS UTOMO AJI. C34070085. Fatty Acid Profile of Jellyfish (Aurelia

aurita) As a Source Raw Material of Aquatic Result Rich Benefit. Supervised by

ASADATUN ABDULLAH and NURJANAH.

Jellyfish (Aurelia aurita) is a marine animal who has a soft transparent body and are thought to have a good content of fatty acids that have the potential to be used as raw material but not yet widely used. Jellyfish are usually exported in the form of fresh or has undergone simple processing such as by salting to improve durability and simplify further processing. This study aimed to determined the characteristics and composition of fatty acids are found in jellyfish

(Aurelia aurita). Observations were made on the proximate content (water

content, ash content, fat, protein and carbohydrates) and fatty acids in meat jellyfish fresh and dry treatment that has been given the addition of alum and salt with ratio of 1:5 from the total weight of jellyfish that are used. Proximate result of jellyfish fresh meat, which is 87,50% water content, ash content is 1,76%, fat is 2,03%, 5,31% protein and 3,40% carbohydrates, while the proximate result of jellyfish dried meat, which is 67,33% water content, 3,26% ash content, 9,20% fat,


(3)

4,67% protein and 13,54% carbohydrates. Based on testing with gas chromatography method obtained the highest saturated fatty acids content in the jellyfish, which amounted to 15,36% palmitic acid on fresh meat and 15,35% on dry meat. The content of linolenic acid in jellyfish is small compared with the others compound unsaturated fatty acids (PUFA), which is arachidonat, linoleat and EPA. EPA content of fresh meat and dried jellyfish is 0,30% and 0,32%. Keyword: Fatty acids, jellyfish (Aurelia aurita), proximate analysis


(4)

PROFIL ASAM LEMAK UBUR-UBUR (Aurelia aurita) SEBAGAI SUMBER BAHAN BAKU HASIL PERAIRAN KAYA MANFAAT

DIMAS UTOMO AJI C34070085

Skripsi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN TEKNOLOGI HASIL PERAIRAN

FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR


(5)

Judul : Profil asam lemak ubur-ubur (Aurelia aurita)

sebagai sumber bahan baku hasil perairan kaya manfaat Nama : Dimas Utomo Aji

NRP : C34070085

Departemen : Teknologi Hasil Perairan

Menyetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Asadatun Abdullah, S.Pi, M.Si, M.S.M. Dr. Ir. Nurjanah, MS NIP. 1983 0405 2005 01 2 001 NIP.1959 1013 1986 01 2 002

Mengetahui,

Ketua Departemen Teknologi Hasil Perairan

Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS, M.Phil NIP.1958 0511 1985 03 1 002


(6)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi dengan judul Profil Asam Lemak Ubur-ubur (Aurelia aurita) sebagai Sumber Bahan Baku Hasil Perairan Kaya Manfaat adalah karya saya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Juni 2011

Dimas Utomo Aji C34070085


(7)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 30 Mei 1990 dari pasangan Bapak Dhady Irianto dan Ibu Hero Yuliwati serta merupakan anak pertama dari dua bersaudara. Pendidikan formal yang ditempuh penulis dimulai dari SDN Parung Bingung II dan lulus pada tahun 2001. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan di SLTP Negeri 2 Depok dan lulus pada tahun 2004, kemudian melanjutkan pendidikan di SMA Negeri 1 Depok dan lulus pada tahun 2007. Selanjutnya pada tahun yang sama, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur Seleksi Penerimaan Mahasiswa Baru (SPMB) pada Program Studi S1 Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.

Selama studi di Institut Pertanian Bogor, penulis aktif sebagai pengurus Himpunan Mahasiswa Hasil Perikanan (HIMASILKAN) periode 2008/2009 Divisi Kewirausahaan dan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM-C) FPIK IPB Divisi Best Entrepreneurship periode 2009/2010. Penulis juga aktif sebagai asisten mata kuliah Ikhtiologi Perairan periode 2009/2010, asisten mata kuliah Fisiologi, Formasi dan Degradasi Metabolit Hasil Perairan periode 2010/2011, asisten mata kuliah Diversifikasi dan Pengolahan Produk Hasil Perairan periode 2010/2011, asisten mata kuliah Teknologi Penanganan Hasil Samping dan Limbah Hasil Perairan periode 2010/2011 serta asisten mata kuliah Pengetahuan Bahan Baku Industri Hasil Perairan periode 2010/2011.

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, penulis melakukan penelitian dengan judul “Profil Asam Lemak Ubur-ubur (Aurelia aurita) sebagai Sumber Bahan Baku Hasil Perairan Kaya Manfaat ” serta dibimbing oleh Asadatun Abdullah, S.Pi, M.Si, M.S.M dan Dr. Ir. Nurjanah, MS.


(8)

PRAKATA

Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya sehingga dapat menyelesaikan skripsi hasil penelitian

dengan judul “Profil Asam Lemak Ubur-ubur (Aurelia aurita) sebagai Sumber Bahan Baku Hasil Perairan Kaya Manfaat. Skripsi ini merupakan salah satu syarat dalam menyelesaikan studi di Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada Ibu Asadatun Abdullah S.Pi, M.S.M, M.Si dan Dr. Ir. Nurjanah, MS selaku dosen pembimbing I dan pembimbing II yang telah memberikan banyak pengarahan dan masukan selama penelitian dan penulisan skripsi ini, selanjutnya Dr. Ir. Ruddy Suwandi, MS, M.Phil, selaku ketua Departemen Teknologi Hasil Perikanan, Institut Pertanian Bogor, kemudian seluruh staf dosen dan pegawai administrasi Departemen Teknologi Hasil Perairan yang telah banyak membantu penulis dalam berbagai hal, sekretariat dan seluruh laboran dari Laboratorium MIPA Terpadu, Baranangsiang, Bogor dan Laboratorium Pusat Antar Universitas, Fakultas Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor yang telah banyak membantu penulis dalam berbagai analisi kimia serta senantiasa memberikan bantuan dan pengarahan yang bermanfaat, ayah dan ibunda tercinta yang senantiasa

memberikan semangat dan do’anya pada penulis selama penelitian dan pembuatan skripsi, teman-teman asisten Pengetahuan Bahan Baku Hasil Perairan 2011 atas kerjasama dan dukunganya, Fitriany Faujiah yang setia mendampingi penulis selama pembuatan skripsi ini serta teman-teman dan keluarga THP 43, 44, 45 dan 46 yang telah memberi berbagai bantuan bagi penulis selama penulisan skripsi.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih terdapat kekurangan, oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun dari semua pihak diharapkan oleh penulis demi perbaikan. Akhir kata, semoga penulisan skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, Juni 2011


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL ... i

DAFTAR GAMBAR ... ii

DAFTAR LAMPIRAN ... iii

1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Tujuan ... 2

2 TINJAUAN PUSTAKA ... 3

2.1 Deskripsi dan Klasifikasi Ubur-ubur ... .. 3

2.2 Komposisi Kimia Ubur-ubur ... .. 4

2.3 Lipid ... 4

2.4 Lemak ... 5

2.5 Asam Lemak ... 6

3 METODOLOGI ... ... 10

3.1 Waktu dan Tempat ... 10

3.2 Bahan dan Alat ... 10

3.3 Metode Penelitian ... 10

3.3.1 Pengambilan dan preparasi sampel ... 12

3.3.2 Analisis proksimat ... 12

3.3.3 Analisis asam lemak ... 14

3.3.4 Kromatografi gas ... 16

3.3.5 Pengolahan ubur-ubur... 17

4 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 19

4.1 Karakteristik Bahan Baku ... 19

4.2 Rendemen Ubur-ubur ... 20

4.3 Kandungan Proksimat Ubur-ubur ... 21

4.4 Komposisi Asam Lemak Ubur-ubur... . 26

5 KESIMPULAN DAN SARAN ... 33

5.1 Kesimpulan ... 33

5.2 Saran ... 33

DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN


(10)

DAFTAR TABEL

No Halaman

1 Komposisi kimia ubur-ubur... 4

2 Komposisi kimia ubur-ubur segar dan kering... 21

3 Retention time asam lemak ubur-ubur (Aurelia aurita)... 26


(11)

DAFTAR GAMBAR

No Halaman

1 Ubur-ubur (Aurelia aurita)... 4

2 Struktur kimia lemak... 6

3 Struktur EPA dan DHA... 9

4 Diagram alir metode penelitian... 11

5 Diagram alir pengolahan ubur-ubur kering... 11

6 Kromatografi gas dan rekorder... 17

7 Diagram alir kromatografi gas untuk asam lemak... 17

8 Ubur-ubur segar... 19

9 Ubur-ubur segar ditimbang... 19

10 Ubur-ubur kering... 19

11 Preparasi ubur-ubur kering... 19

12 Diagram pie rendemen ubur-ubur... 20

13 Kandungan asam lemak jenuh ubur-ubur segar dan kering... 28

14 Kandungan asam lemak tak jenuh tunggal ubur-ubur... 30


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

No Halaman

1 Contoh perhitungan proksimat ubur-ubur... 38

2 Prosedur analisis asam lemak... 41

3 Contoh perhitungan asam lemak... 42

4 Kromatogram standar asam lemak... 43

5 Kromatogram asam lemak daging ubur-ubur segar... 45

6 Kromatogram asam lemak daging ubur-ubur kering... 47


(13)

1 PENDAHULUAN 1.1Latar Belakang

Wilayah Indonesia memiliki potensi perikanan yang sangat baik untuk berkontribusi dalam pemenuhan gizi masyarakat. Salah satu biota perairan yang bernilai ekonomis tetapi belum banyak dimanfaatkan di Indonesia adalah ubur-ubur (Aurelia aurita). Ubur-ubur merupakan spesies yang termasuk ke dalam kelas Scyphozoa. Bentuk morfologinya menyerupai selaput transparan dengan banyak tentakel yang berfungsi untuk melindungi diri dan menangkap mangsa. Jenis ubur-ubur ini memiliki varietas yang beraneka warna, mulai dari warna gelap hingga yang berwarna terang (Imre dan Saghk 1997). Ubur-ubur memiliki potensi yang baik untuk dijadikan sebagai sumber devisa negara melalui jalur ekspor. Beberapa propinsi di Indonesia, yaitu Sulawesi Utara, Cilacap dan Jepara sudah banyak mengekspor ubur-ubur ke berbagai negara antara lain Jepang, Vietnam dan Hongkong. Ubur-ubur diekspor dalam bentuk segar atau dengan pengolahan sederhana, yaitu dengan penggaraman untuk meningkatkan daya awet serta mempermudah pengolahan selanjutnya. Berdasarkan statistik nilai produksi ubur-ubur di Indonesia pada tahun 2011 mencapai 674.000 ton (KKP 2011).

Ubur-ubur diduga memiliki kandungan nilai gizi yang cukup tinggi, yaitu meliputi protein, asam amino, asam lemak, vitamin dan mineral. Ubur-ubur yang terdapat di beberapa lokasi penangkapan ikan di Indonesia masih menjadi komoditas by catch sehingga diperlukan adanya penelitian lebih lanjut agar dapat menjadi bahan pangan bermanfaat. Salah satu kandungan gizi yang khas pada ubur-ubur adalah asam lemak (Imre dan Saghk 1997).

Asam lemak merupakan komponen rantai panjang hidrokarbon yang menyusun lipid. Asam lemak memiliki fungsi yang penting bagi tubuh manusia, antara lain linolenat (omega-3), linoleat (omega-6) dan oleat (omega-9) yang bermanfaat untuk menjaga bagian-bagian struktural dari membran sel, serta mempunyai peranan penting dalam perkembangan otak. Asam lemak omega-3 dapat mencegah aterosklerosis, kanker, diabetes dan memperkuat sistem kekebalan tubuh (Leblanc et al. 2008). Asam oleat merupakan produk desaturasi asam stearat dan diproduksi pada tumbuhan, hewan dan bakteri. Asam oleat


(14)

adalah asam lemak tak jenuh yang paling umum dan merupakan prekursor untuk produksi PUFA (Almatsier 2006).

Informasi mengenai kandungan gizi ubur-ubur masih terbatas sehingga sumberdaya tersebut belum dapat dimanfaatkan secara optimum, namun faktanya spesies ini berpotensi sebagai sumber bahan pangan kaya gizi yang bernilai ekonomis tinggi. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan nilai tambah dari ubur-ubur adalah dengan melakukan penelitian mengenai asam lemak yang terkandung di dalam organisme tersebut. Melalui penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi yang bermanfaat mengenai kandungan asam lemak pada ubur-ubur untuk proses pengolahan selanjutnya menjadi sumber bahan pangan bergizi tinggi.

1.2Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan karakteristik dan komposisi asam lemak pada daging ubur-ubur (Aurelia aurita) segar dan kering.


(15)

2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1Deskripsi dan Klasifikasi Ubur-ubur (Aurelia aurita)

Ubur-ubur termasuk hewan Cnidaria, yaitu sebuah filum yang terdiri atas sekitar 9.000 spesies hewan sederhana yang hanya ditemukan di perairan dangkal. Secara etimologi, kata Cnidaria berasal dari bahasa Yunani “cnidos” yang berarti

“jarum penyengat”. Kemampuan untuk menyengat tersebut yang merupakan asal nama mereka. Ciri khas dari hewan Cnidaria adalah memiliki knidosit yang merupakan sel terspesialisasi yang digunakan untuk menangkap mangsa dan membela diri. Tubuh mereka terdiri atas mesoglea, suatu bahan tak hidup yang mirip jeli, terletak di antara dua lapisan epitelium yang biasanya setebal satu sel. Ubur-ubur memiliki dua bentuk tubuh dasar, yaitu medusa yang berenang serta polip yang sesil atau menetap dan menempel pada suatu medium, keduanya memiliki bentuk simetris radial dengan mulut dikelilingi oleh tentakel berknidosit. Kedua bentuk tersebut mempunyai satu lubang jalan masuk yang berfungsi sebagai mulut maupun anus yang disebut manus serta rongga tubuh yang digunakan untuk mencerna makanan dan bernapas. Banyak cnidaria memproduksi koloni yang merupakan organisme tunggal terdiri atas zooid mirip medusa atau mirip polip atau keduanya. Kegiatan cnidaria dikoordinasikan oleh jaring-jaring saraf tak terpusat serta reseptor sederhana. Semua cnidaria berkembangbiak secara seksual. Banyak cnidaria memiliki daur hidup yang rumit dengan tingkat perkembangan polip aseksual dan medusa seksual, namun beberapa tidak memiliki polip atau tidak memiliki medusa. Klasifikasi ubur-ubur menurut Lovett (1981) dalam Solihat (2004) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Animalia Filum : Cnidaria Kelas : Scyphozoa Ordo : Stauromedusae Famili : Aurelidae Genus : Aurelia


(16)

Ubur-ubur (Aurelia aurita) adalah binatang diploblastik, dengan kata lain mereka mempunyai dua lapisan sel utama, sedangkan binatang yang lebih kompleks adalah triploblastik yang mempunyai tiga lapisan utama. Dua lapisan sel utama membentuk epitel yang kebanyakan setebal satu sel dan melekat pada membran dasar berserat yang dapat disekresikan. Ubur-ubur juga mensekresikan mesoglea yang mirip jeli yang memisahkan lapisan-lapisan tersebut.

Ubur-ubur memiliki sejumlah kecil sel-sel yang mirip amoeba dan sel otot

pada beberapa spesies. Akan tetapi jumlah sel dan tipe lapisan tengah lebih sedikit

daripada spons. Morfologi ubur-ubur dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Ubur-ubur (Aurelia aurita) 2.2 Komposisi Kimia Ubur-ubur

Berdasarkan literatur analisis proksimat yang terkandung dalam ubur-ubur dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Komposisi kimia ubur-ubur Senyawa Jumlah (%) Kadar air 85,48 Kadar abu 3,94

Protein 5,44

Lemak 2,63

Karbohidrat 6,26

Sumber: Lovett (1981) dalam Solihat (2004)

Tabel 1 menunjukkan bahwa kandungan tertinggi yang terdapat dalam tubuh ubur-ubur adalah kadar air. Hal tersebut dapat dipengaruhi oleh habitat ubur-ubur yang hampir seluruh hidupnya berada dalam perairan. Kadar abu yang terdapat pada ubur-ubur berkaitan dengan mineral yang terkandung dalam bahan tersebut. Sebagian besar bahan makanan, sekitar 96% terdiri dari bahan organik dan air. Sisanya terdiri dari unsur-unsur mineral yang juga dikenal sebagai unsur anorganik. Komponen-komponen organik terbakar, tetapi komponen


(17)

anorganiknya tidak dan biasanya itulah yang disebut abu (Winarno 2008). Kandungan lemak dan protein dari ubur-ubur cukup tinggi dan berpotensi untuk dapat diolah menjadi bahan baku uang kaya gizi melalui proses diversifikasi yang tepat serta dapat dijadikan komoditas ekspor yang dijadikan sumber devisa (Lovett 1981 dalam Imre dan Saghk 1997).

2.3Lipid

Lipid adalah senyawa organik berminyak atau berlemak yang tidak larut dalam air tetapi dapat diekstrak dari sel dan jaringan oleh pelarut nonpolar, seperti kloroform atau eter. Jenis lipid yang paling banyak adalah lemak atau triasilgliserol yang merupakan bahan bakar utama bagi hampir semua organisme. Lipid itu sendiri dapat diklasifikasikan menjadi 4 kelas yaitu: 1) lipid netral, 2) fosfolipida, 3) spingolipid dan 4) glikolipid. Semua jenis lipid ini banyak terdapat di alam (Suhardi et al. 2007).

Lipid berasal dari bahasa Yunani, “Lipos” yang berarti lemak yang merupakan segolongan besar senyawa yang tidak larut air yang terdapat di alam. Lipid berperan penting sebagai 1) komponen struktural membran; 2) lapisan pada beberapa jasad; 3) energi cadangan; 4) komponen permukaan sel yang berperan dalam proses interaksi antara sel dengan senyawa kimia di luar sel, seperti dalam proses kekebalan jaringan, dan 5) sebagai komponen dalam proses pengangkutan melalui membran (Grosch 1999).

Kelompok-kelompok lipida dapat dibedakan berdasarkan struktur kimia tertentu. Kelompok-kelompok lipida tersebut (Suhardi et al. 2007), yaitu:

1) Kelompok trigliserida, yaitu lemak, minyak dan asam lemak 2) Kelompok turunan asam lemak

3) Fosfolipida dan serebrosida 4) Sterol-sterol dan steroida 5) Karetenoida

6) Kelompok lipida lain

2.4Lemak

Lemak didefinisikan sebagai komponen makanan yang tidak larut dalam air namun larut dalam pelarut organik (Pomeranz dan Meloan 2002). Definisi lain


(18)

mengenai lemak ialah suatu molekul yang disintesis oleh sistem biologis yang memiliki rantai alifatik hidrokarbon yang panjang sebagai struktur utamanya, dapat bercabang dan tidak bercabang, dapat membentuk cincin karboksilat dan dapat mengandung rantai tak jenuh (Davenport dan Johnson 1971).

Lemak memiliki beberapa fungsi dalam tubuh, yaitu sebagai sumber energi dan pembentukan jaringan adipose. Lemak ini merupakan sumber energi paling tinggi yang menghasilkan 9 kkal untuk tiap gramnya, yaitu 2,5 kali energi yang dihasilkan oleh karbohidrat dan protein dalam jumlah yang sama (Almatsier 2006). Suatu molekul lemak tersusun dari satu hingga tiga asam lemak dan satu gliserol. Gliserol adalah alkohol trihidrat, yaitu mempunyai tiga gugus hidroksil (Gaman dan Sherrington 1992). Struktur lemak berdasarkan jumlah asam lemak yang terdapat pada gugus gliserol ditunjukkan pada Gambar 2.

HO-CH CH3(CH2)7CH=CH(CH2)7C(O)O CH2

HO CH HO CH CH3(CH2)14C(O)O CH CH3(CH2)14C(O)O CH2

(a) monogliserida (b) digliserida CH3(CH2)7CH=CH(CH2)7C(O)O CH2

CH3(CH2)7CH=CH(CH2)7C(O)O CH

CH3(CH2)14C(O)O CH2

(c) trigliserida

Gambar 2 Struktur kimia lemak berdasarkan jumlah gliserida

2.5Asam Lemak

Asam lemak merupakan komponen rantai panjang yang menyusun lipid. Asam lemak adalah asam organik yang mempunyai atom karbon 4-24, memiliki gugus karboksil tunggal dan ujung hidrokarbon nonpolar yang panjang menyebabkan hampir semua lipid bersifat tidak larut dalam air dan tampak berminyak atau berlemak (Davenport and Johnson 1971). Penamaan asam lemak berdasarkan pada jumlah atom karbon dan posisi ikatan tak jenuh dari gugus karboksilnya (Lobb 1992).

Asam lemak dapat dibedakan berdasarkan tingkat kejenuhan, yaitu asam lemak jenuh (saturated fatty acid/ SAFA) dan asam lemak tak jenuh (unsaturated


(19)

fatty acid). Asam lemak jenuh memiliki titik cair lebih tinggi daripada asam lemak tak jenuh dan merupakan dasar dalam menentukan sifat fisik lemak dan minyak. Lemak yang tersusun oleh asam lemak tak jenuh akan bersifat cair di suhu kamar, sedangkan lemak yang tersusun oleh asam lemak jenuh akan berbentuk padat. Asam lemak tak jenuh yang mengandung satu ikatan rangkap disebut asam lemak tak jenuh tunggal (Monounsaturated fatty acid/MUFA).

Perbedaan antara asam lemak tidak jenuh dan asam lemak jenuh juga terdapat pada ikatan rangkapnya. Asam lemak jenuh tidak memiliki ikatan rangkap antar karbonnya sedangkan asam lemak tidak jenuh memiliki ikatan rangkap karbon (CH=CH) (Ackman 1994). Keberadaan ikatan rangkap dalam struktur asam lemak mengakibatkan adanya perbedaan konfigurasi. Bila ikatan rangkapnya terletak pada sisi yang sama dengan gugus hidrogen maka disebut konfigurasi cis, sedangkan apabila ikatan rangkapnya terletak di sisi yang berlawanan maka disebut sebagai konfigurasi trans. Asam lemak konfigurasi trans dapat memberikan resiko terjadinya penyakit jantung koroner. Asam lemak tak jenuh yang ideal adalah asam lemak yang berkonfigurasi cis, biasanya berasal dari alam, seperti asam lemak omega-3 cis yang berasal dari ikan (Hidajat 2003).

Berikut ini merupakan berbagai jenis asam lemak tak jenuh (Unsaturated

Fatty Acid) (O’Keefe et al. 2002):

1. Asam lemak n-3 (Omega 3)

Bentuk paling umum dari omega 3 adalah asam eikosapentaenoat (EPA), asam dokosaheksaenoat (DHA) dan asam alpha-linolenat, yang membantu membentuk EPA dan DHA. Omega 3 dapat dihasilkan dari minyak ikan, terdiri atas rantai panjang dari asam linolenat.

a) Asam α-linolenat (18:3n-3)

Asam lemak ini dihasilkan di dalam tubuh tumbuhan oleh desaturasi Δ12 dan Δ15 asam oleat. Bersama asam oleat, asam α-linolenat menggantikan satu dari dua produk PUFA primer biosintesis asam lemak. Asam lemak ini terdapat pada daun tumbuhan dan komponen kecil dari minyak biji.

b)Asam eikosapentaenoat (20:5n-3)

Asam eikosapentaenoat (EPA) dapat dihasilkan oleh alga laut dan pada


(20)

produk primer asam lemak minyak ikan (± 20-25% berat) walaupun tidak dihasilkan oleh ikan.

c) Asam dokosapentaenoat (22:5n-3)

Asam dokosapentaenoat merupakan elongasi hasil EPA dan muncul di banyak lipid laut. Asam DPA dapat diubah menjadi DHA lewat tiga langkah

melibatkan dasaturasi Δ6 pada hewan.

2. Asam lemak n-6 (Omega 6)

Omega 6 umumnya ditemukan pada tanaman. Berikut merupakan beberapa jenis asam lemak omega 6:

a) Asam linoleat (18:2n-6)

Asam linoleat dan α-linolenat adalah prekursor dalam sintesis PUFA. Asam linoleat diproduksi dari tanaman dan secara khusus banyak dikandung pada

seed oil. Walaupun alam memproduksi asam linoleat setara α-linolenat, namun

dapat ditemukan beberapa cadangan makanan.

b)Asam γ-linolenat (18:3n-6)

Asam γ-linolenat (GLA) diproduksi pada hewan dan tumbuhan rendah melalui desaturasi Δ6 asam linoleat. Asam linoleat pada hewan didesaturasi oleh

Δ6 desaturase untuk menghasilkan asam γ-linolenat sebagai produk intermediet dalam produksi asam arakhidonat.

c) Asam arakhidonat

Asam arakhidonat merupakan hasil desaturasi dan elongasi asam linoleat pada hewan. Asam arakhidonat diproduksi pada alga laut. Asam arakhidonat merupakan asam lemak esensial sebagai prekursor untuk eikosanoid.

d)Asam dokosatetraenoat (22:4n-6)

Asam dokosatetraenoat merupakan hasil elongasi langsung asam arakhidonat dan terdapat sedikit pada jaringan hewan.

3. Asam lemak n-9 (Omega 9)

Asam lemak omega 9 juga tergolong ke dalam jenis asam lemak non-esensial yaitu asam lemak yang dapat disintesa oleh tubuh. Asam oleat merupakan omega 9 yang tergolong asam lemak tak jenuh tunggal yang paling penting.


(21)

a) Asam oleat (18:1n-9)

Asam oleat merupakan produk desaturasi Δ9 asam stearat dan diproduksi pada tumbuhan, hewan dan bakteri. Asam oleat adalah asam tak jenuh yang paling umum dan merupakan prekursor untuk produksi PUFA (Almatsier 2000).

b)Asam erukat (22:1n-9)

Asam erukat adalah asam lemak tak jenuh tunggal rantai panjang ditemukan dalam tumbuhan, terutama dalam rapeseed. Asam erukat merupakan produk elongasi asam oleat (Thoha 2004).

Asam lemak omega-3 merupakan asam lemak yang memiliki ikatan rangkap pada atom C urutan ke-3 jika dihitung dari gugus C (metil). Asam lemak yang merupakan kelompok omega-3 adalah α-linolenat (18:3; ALA), EPA (20:5) dan DHA (22:6). Struktur kimia EPA dan DHA dapat dilihat pada Gambar 3 (Muchtadi et al. 1993).

EPA dan DHA berfungsi sebagai pembangun sebagian besar korteks cerebral otak dan pertumbuhan organ lainnya (Ackman 1994).

(a) EPA (b) DHA Gambar 3 Struktur EPA dan DHA

(Sumber: Visentainer et al. 2005)

Asam lemak esensial yang terdapat dalam tubuh seperti fosfolipid mempunyai fungsi (Muchtadi et al. 1993) sebagai berikut:

1. Memelihara integritas dan fungsi membran seluler

2. Merupakan prekursor dari senyawa yang memilki fungsi pengatur fisiologis yaitu prostaglandin, thromboksan, prostasiklin

3. Dibutuhkan untuk aksi piridoksin (Vitamin B6) dan asam pantotenat 4. Dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangan bayi


(22)

3 METODOLOGI 3.1Waktu dan Tempat

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Februari hingga April 2011 di Laboratorium Karakteristik Bahan Baku Industri Hasil Perairan, Laboratorium Biokimia Hasil Perairan, Laboratorium Mikrobiologi Hasil Perairan, Departemen Teknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan; Laboratorium Biologi Pusat Antar Universitas, Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor; serta Laboratorium MIPA Terpadu, Baranangsiang, Bogor.

3.2Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari bahan utama, yaitu ubur-ubur (Aurelia aurita) dan bahan untuk analisis proksimat seperti akuades, HCl, NaOH, katalis selenium, H2SO4, H3BO3 dan pelarut heksana serta

bahan yang digunakan untuk pengujian asam lemak antara lain etanol, isooktan, NaCl, NaOH, BF3 dan akuades.

Alat-alat yang digunakan antara lain pisau, talenan, timbangan digital, sudip, gegep, cawan porselen, oven, desikator, tabung reaksi, gelas erlenmeyer, tabung Kjeldahl, buret, mortar, kertas saring Whatman 42, kapas bebas lemak, tabung soxhlet, plastik, homogenizer, botol vial, waterbath, syringe dan perangkat kromatografi gas 2010 Shimadzu (identifikasi asam lemak).

3.3Metode Penelitian

Penelitian ini dilakukan dalam beberapa bagian meliputi pengambilan sampel ubur-ubur (Aurelia aurita), penentuan ukuran dan berat, preparasi sampel, penghitungan rendemen dan analisis kimia yang terdiri atas analisis proksimat dan analisis asam lemak. Selain itu, sebagian daging ubur-ubur segar diberi perlakuan melalui pengeringan dan pemberian garam untuk menghilangkan lendir dan meningkatkan daya awet. Diagram alir metode penelitian ubur-ubur dan pengolahan ubur-ubur kering dapat dilihat pada Gambar 4 dan 5 berikut.


(23)

Gambar 4 Diagram alir metode penelitian *Ubur-ubur

Gonad, isi perut dan filamen dibuang Daging ubur-ubur dicuci

Daging ubur-ubur direndam (100 L air tawar + 10% tawas)

Gambar 5 Diagram alir pengolahan ubur-ubur kering Pencucian

Preparasi Sampel

Analisis Asam Lemak Analisis

Proksimat

Utuh

Segar Kering*

Ubur-ubur

Daging ditiriskan


(24)

3.3.1 Pengambilan dan preparasi sampel

Penelitian ini diawali dengan pengambilan ubur-ubur (Aurelia aurata) dari pantai Cirebon. Ubur-ubur ditemukan di pinggir pantai dengan air yang dangkal dan banyak terkena sinar matahari. Setelah sampel ubur-ubur diperoleh lalu dibawa dengan cool box hingga ke laboratorium kemudian dicuci dengan air mengalir untuk menghilangkan benda asing yang menempel selanjutnya dilakukan preparasi untuk memisahkan bagian-bagian yang tidak diperlukan. Setelah itu, diperoleh daging utuh ubur-ubur untuk diuji proksimat dan asam lemaknya. Selain itu, sebagian daging ubur-ubur tersebut dilakukan pengeringan dan pemberian garam yang kemudian diuji proksimat dan asam lemaknya.

3.3.2Analisis proksimat

Analisis proksimat merupakan suatu analisis yang dilakukan untuk mengetahui komposisi kimia yang ada pada suatu bahan. Analisis proksimat dilakukan untuk mengetahui kandungan gizi secara kasar (crude) yang meliputi kadar air dengan menggunakan metode oven (AOAC 2005), kadar abu dengan menggunakan tanur (AOAC 2005), protein dengan menggunakan metode kjeldahl (AOAC 2005) dan lemak dengan menggunakan metode sokhlet (AOAC 2005). a) Analisis kadar air (AOAC 2005)

Prinsip dari analisis kadar air yaitu untuk mengetahui kandungan atau jumlah air yang terdapat pada suatu bahan. Tahap pertama pada analisis kadar air adalah mengeringkan cawan porselen dalam oven pada suhu 105 0C selama 1 jam. Cawan tersebut diletakkan ke dalam desikator (kurang lebih 15 menit) dan dibiarkan sampai dingin kemudian ditimbang. Sampel seberat 1 gram ditimbang setelah terlebih dahulu digerus. Selanjutnya cawan yang telah diisi sampel tersebut dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 102-105 0C selama 5-6 jam. Cawan tersebut dimasukkan ke dalam desikator dan dibiarkan sampai dingin (30 menit) kemudian ditimbang.

Perhitungan kadar air :

% Kadar air = B - C x 100% B - A

Keterangan : A = Berat cawan kosong (gram)

B = Berat cawan yang diisi dengan sampel (gram)


(25)

b) Analisis kadar abu (AOAC 2005)

Prinsip dari analisis kadar abu yaitu untuk mengetahui jumlah abu yang terdapat pada suatu bahan terkait dengan mineral dari bahan yang dianalisis.

Cawan abu porselen dibersihkan dan dikeringkan di dalam oven bersuhu sekitar 105 0C selama 30 menit. Cawan abu porselen tersebut dimasukkan ke dalam desikator (30 menit) dan kemudian ditimbang. Sampel sebanyak 5 gram ditimbang kemudian dimasukkan ke dalam cawan abu porselen. Selanjutnya dibakar di atas kompor listrik sampai tidak berasap dan dimasukkan ke dalam tanur pengabuan dengan suhu 600 oC selama 7 jam. Cawan dimasukkan di dalam desikator dibiarkan sampai dingin dan kemudian ditimbang.

% Kadar abu = C - A x 100% B - A

Keterangan : A = Berat cawan abu porselen kosong (gram)

B = Berat cawan abu porselen dengan sampel (gram)

C = Berat cawan abu porselen + sampel setelah dikeringkan (gram) c) Analisis kadar protein (AOAC 2005)

Prinsip dari analisis protein, yaitu untuk mengetahui kandungan dari protein kasar (crude protein) pada suatu bahan. Tahapan yang dilakukan dalam analisis protein terdiri dari tiga tahap, yaitu destruksi, destilasi, dan titrasi.

1. Tahap destruksi

Sampel ditimbang seberat 0,5 gram. Kemudian sampel dimasukkan ke dalam labu kjeldahl. Satu butir selenium dimasukkan ke dalam tabung tersebut dan ditambahkan 3 ml H2SO4. Tabung yang berisi larutan tersebut dimasukkan

ke dalam alat pemanas dengan suhu 410 oC ditambahkan 10 ml air. Proses destruksi dilakukan sampai larutan menjadi jernih.

2. Tahap destilasi

Larutan yang telah jernih didinginkan dan kemudian ditambahkan 50 ml akuades dan 20 ml NaOH 40%, lalu didestilasi. Hasil destilasi ditampung dalam erlenmeyer 125 ml yang berisi 25 ml asam borat (H3BO3) 2% yang mengandung

indikator bromcherosol green 0,1% dan methyl red 0,1% dengan perbandingan 2:1. Destilasi dilakukan dengan menambahkan 50 ml larutan NaOH-Na2S2O3 ke

dalam alat destilasi hingga tertampung 40 ml destilat di dalam erlenmeyer dengan hasil destilat berwarna hijau kebiruan.


(26)

3. Tahap titrasi

Titrasi dilakukan dengan menggunakan HCl 0,09 N sampai warna larutan pada erlenmeyer berubah warna menjadi merah muda. Volume titran dibaca dan dicatat. Perhitungan kadar protein pada ubur-ubur adalah sebagai berikut:

% Nitrogen = (ml HCl sampel – ml HCl blanko) x N HCl x 14 x 100% mg daging ubur-ubur

% Kadar Protein = % nitrogen x faktor konversi (6,25)

d)Analisis kadar lemak (AOAC 2005)

Sampel seberat 2 gram (W1) dimasukkan ke dalam kertas saring dan

dimasukkan ke dalam selongsong lemak, kemudian dimasukkan ke dalam labu lemak yang sudah ditimbang berat tetapnya (W2) dan disambungkan dengan

tabung soxhlet. Selongsong lemak dimasukkan ke dalam ruang ekstraktor tabung soxhlet dan disiram dengan pelarut lemak. Tabung ekstraksi dipasang pada alat destilasi soxhlet lalu dipanaskan pada suhu 40 0C dengan menggunakan pemanas listrik selama 16 jam. Pelarut lemak yang ada dalam labu lemak didestilasi hingga semua pelarut lemak menguap. Pada saat destilasi pelarut akan tertampung di ruang ekstraktor, pelarut dikeluarkan sehingga tidak kembali ke dalam labu lemak, selanjutnya labu lemak dikeringkan dalam oven pada suhu 105 0C, setelah itu labu didinginkan dalam desikator sampai beratnya konstan (W3). Kadar lemak

ditentukan dengan rumus sebagai beikut.

Keterangan : W1 = Berat sampel (gram)

W2 = Berat labu lemak tanpa lemak (gram)

W3 = Berat labu lemak dengan lemak (gram) 3.3.3Analisis asam lemak

Metode analisis yang digunakan memiliki prinsip mengubah asam lemak menjadi turunanya, yaitu metil ester sehingga dapat terdeteksi oleh alat kromatografi. Gas chromatography (GC) memiliki prinsip kerja pemisahan antara gas dan lapisan tipis cairan berdasarkan perbedaan jenis bahan. Hasil analisis akan

% Kadar lemak = W3 - W2 x100%


(27)

terekam dalam suatu lembaran yang terhubung dengan rekorder dan ditunjukkan melalui beberapa puncak pada waktu retensi tertentu sesuai dengan karakter masing-masing asam lemak. Sebelum melakukan injeksi metil ester, terlebih dahulu lemak diekstraksi dari bahan lalu dilakukan metilasi sehingga terbentuk metil ester dari masing-masing asam lemak yang didapat (Fardiaz 1989).

Standar asam lemak yang digunakan, yaitu kaprat (C10:0), laurat (C12:0), miristat (C14:0), palmitat (C16:0), stearat (C18:0), linoleat (C18:2), linolenat (C18:3), EPA (C20:3), dan DHA (C22:6). Kadar asam lemak dapat dihitung dengan:

Analisis asam lemak dilakukan melalui beberapa tahapan antara lain ekstraksi, metilasi, injeksi dan pembacaan sampel dengan kromatogram.

(a) Tahap ekstraksi

Terlebih dahulu diperoleh asam lemak dengan metode Sohxlet. Pada tahap ini akan diperoleh lemak dalam bentuk minyak. Sampel tersebut kemudian ditimbang sebanyak 0,02-0,03 g lemak untuk dilanjutkan pada tahap metilasi. (b) Pembentukan metil ester (metilasi)

Tahap metilasi dilakukan untuk membentuk senyawa turunan dari senyawa asam lemak menjadi metil esternya. Asam-asam lemak dirubah menjadi ester-ester metil atau alkil yang lainya sebelum disuntikkan ke dalam kromatografi gas (Fardiaz 1989).

Metilasi dilakukan dengan merefluks lemak diatas penangas air dengan menembahkan 1 ml NaOH dalam metanol 0,5 N, BF3 dan isooktan. Kemudian

Sebanyak ± 0,03 g minyak dari sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahakan 1 ml NaOH dalam metanol 0,5 N lalu dipanaskan dalam penangas air selama 20 menit dengan suhu 80 oC kemudian larutan didinginkan. Selanjutnya Sebanyak ± 2 ml BF3 ditambahkan ke dalam tabung lalu dipanaskan kembali pada

waterbat dengan suhu 80 0C selama 20 menit lalu didinginkan. Setelah itu,

ditambahkan 2 ml NaCl jenuh dan isooktan lalu dikocok sempurna. Sebanyak 2 µl sampel diinjeksikan ke dalam Gas Chromatography.

% Asam lemak = konsentrasi sampel 100 - (konsentrasi pelarut)


(28)

(c)Identifikasi asam lemak

Identifikasi asam lemak dilakukan dengan menginjeksikan metil ester pada alat kromatografi gas dengan kondisi sebagai berikut: jenis alat kromatografi gas yang digunakan adalah Shimadzu GC-2010, gas yang digunakan sebagai fase bergerak adalah gas nitrogen dengan aliran bertekanan 1 kg/cm2 dan sebagai gas pembakar adalah hidrogen dan oksigen dengan aliran 0,5 kg/cm2, kolom yang digunakan adalah kolom packing yang panjangnya 4 m dengan diameter dalam 0,3 cm. Suhu terprogram yang digunakan adalah suhu 200 oC, kemudian suhu dinaikkan 5 oC permenit hingga suhu akhir 230 oC.

Analisis kuantitatif dapat dihitung dengan cara:

Asam lemak (%) = Konsentrasi sampel X 100 % 100 - (Konsentrasi pelarut)

3.3.4Kromatografi gas

Analisis asam lemak dilakukan menggunakan metode kromatografi gas. Metode ini memerlukan preparasi sampel sebelum diinjeksikan ke alat kromatografi. Kromatografi menyangkut metode pemisahan yang didasarkan atau distribusi diferensial komponen sampel diantara dua sampel. Kromatografi melibatkan dua fase, yaitu fase diam dan fase gerak. Fase diam biasanya berupa cairan yang terikat pada permukaan, sedangkan fase gerak berupa eluen, pelarut atau gas pembawa inert. Sampel daging ubur-ubur ditimbang 30 mg (minyak) masukkan dalam tabung 10 ml yang ditutup rapat kemudian tambahkan 1 ml NaOH 0,5 N selanjutnya direfluks selama 20 menit mengguakan water bath pada suhu 80 oC. Labu lalu diangkat dan dibiarkan sampai dingin kemudian tambahkan 2 ml BF3, panaskan kembali selama 20 menit, dinginkan lalu tambahkan 2 ml

larutan NaCl jenuh dan 1 ml isooktan sambil dikocok. Kemudian, pisahkan lapisan isooktan yang di bagian atas dan dimasukkan ke dalam evendof yang telah bersisi Na2SO4 anhidrat kemudian diinjeksikan kedalam kromatografi gas. Berikut


(29)

(a) (b)

Gambar 6 (a) alat kromatografi gas; (b) tabung gas pembawa

Tabung gas pembawa

Pengendali aliran

Injektor

Detektor Hasil rekaman

Gambar 7 Diagram Alir Kromatografi Gas untuk Asam Lemak

Kondisi alat GC pada saat analisis:

a) Jenis kolom : Cyanopropil methyl sil (capilary column) b) Panjang kolom : 60 cm

c) Diameter dalam : 0,25 mm d) Tebal lapisan film : 0,25 µm e) Laju alir N2 : 20 ml/menit

f) Laju alir H2 : 30 ml/menit

g) Laju alir udara : 200-250 ml/menit h) Suhu injektor : 200 oC

i) Suhu detektor : 230 oC j) Suhu terprogram : 190 – 230 oC


(30)

3.3.5 Pengolahan Ubur-ubur (Aurelia aurita)

Ubur-ubur dengan diameter minimum 25 cm adalah yang paling baik untuk diolah. Sebelum proses pengolahan, ubur-ubur dicuci bersih dengan air tawar kemudian bagian payung dipisahkan dengan bagian tentakel. Bagian yang tidak diperlukan seperti filamen dan isi perut dibuang. Proses pengolahan dipisah antara bagian payung dan lengan. Bagian-bagian yang telah terpisahkan ini masing-masing dimasukkan ke dalam bak kayu yang dilapisis dengan lembaran polietilen cukup tebal dengan ukuran (2x1,5x1)m. Proses pengolahan ubur-ubur terbagi dalam beberapa tahap dan biasanya yang banyak digunakan adalah bagian payung yang dijabarkan sebagai berikut.

Tahap 1.

Bagian payung direndam dalam larutan yang terdiri dari campuran tawas 500 g dan bubuk pemutih 200 g yang dilarutkan dalam 100 l air tawar. Lama perendaman 3-5 jam atau sampai terlihat adanya lapisan berwarna putih tebal pada

sub umbrella.

Tahap 2.

Bagian payung ubur-ubur yang telah dibersihkan dari lapisan putih disusun pada bak lain dengan bagian sub umbrella menghadap keatas kemudian dibiarkan 3-4 hari. Diantara tumpukan tersebut diselipkan campuran yang terdiri dari tawas dan garam dengan perbandingan 1:5 dari bobot payung yang digunakan.

Tahap 3.

Pada fase ini cairan pada bagian payung sudah berkurang. Setelah 50% dari cairan tereduksi, bagian payung tersebut dipindahkan kembali ke bak lain yang telah diisi dengan campuran 600 g tawas dan 800 g garam kemudian didiamkan selama 3 hari.

Tahap 4.

Pada fase ini perkiraan cairan pada payung yang telah tereduksi 70% akibat perendaman dan pada hari keempat payung kelihatan mulai terlipat yang kemudian dicuci dengan larutan garam hingga lipatan akan hilang dengan sendirinya dan bagian payung tersebut akan menjadi pipih seperti lempengan berwarna cokelat tanpa mengalami kerusakan. Lempengan payung tersebut dipindahkan ke bak yang bersih dan telah siap dikemas, disimpan atau diekspor.


(31)

4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Karakteristik Bahan Baku

Penelitian ini menggunakan bahan baku daging ubur-ubur (Aurelia aurita) segar dan kering yang berasal dari Perairan Cirebon dan Pantai Ancol, Jakarta. Sampel ubur-ubur segar yang diperoleh segera dibawa ke laboratorium untuk dibersihkan dari benda asing kemudian di preparasi untuk dipisahkan dari bagian tubuhnya yang tidak diperlukan lalu diperoleh daging utuh segar ubur-ubur yang kemudian dilakukan pengujian proksimat dan analisis asam lemak dengan metode gas kromatografi. Selain itu, penelitian ini juga menggunakan daging ubur-ubur kering dengan perlakuan penambahan garam. Daging ubur-ubur kering tersebut kemudian juga dilakukan pengujian terhadap kandungan proksimat dan analisis asam lemak sebagai perbandingan dengan daging ubur-ubur segar.

Gambar 8 Ubur-ubur segar Gambar 9 Ubur-ubur segar ditimbang

Gambar 10 Ubur-ubur kering Gambar 11 Preparasi ubur-ubur kering Ubur-ubur yang digunakan pada penelitian ini memiliki tekstur yang lunak, berwarna putih transparan, tubuhnya berlendir dan jika disentuh dapat menyebabkan gatal. Ubur-ubur tersebut kemudian ditangani dengan pencucian air tawar dilanjutkan ke dalam air garam selama beberapa tahap untuk menghilangkan lendir dan gatal pada tubuhnya. Ubur-ubur yang telah dikeringkan


(32)

memiliki bobot yang lebih ringan dibandingkan yang segar. Hal tersebut disebabkan karena sebagian air dalam tubuh ubur-ubur telah teruapkan oleh panas saat pengeringan. Kadar air tersebut merupakan air bebas yang mudah dihilangkan melalui proses pengeringan (Winarno 2008). Hasil pengujian proksimat terhadap ubur-ubur segar dan kering juga menunjukkan beberapa perubahan seperti peningkatan kadar abu dan protein pada ubur-ubur yang telah dikeringkan dan diberi garam serta perbedaan hasil uji asam lemak dari masing-masing daging ubur-ubur tersebut.

4.2 Rendemen Ubur-ubur (Aurelia aurita)

Rendemen adalah persentase bagian tubuh bahan baku yang dapat dimanfaatkan. Rendemen merupakan parameter untuk mengetahui nilai ekonomis dan efektivitas suatu produk atau bahan. Perhitungan rendemen didasarkan pada presentase perbandingan bobot contoh dengan bobot total. Semakin besar rendemen maka semakin tinggi pula nilai ekonomis dari produk tersebut, begitu pula sebaliknya, semakin kecil rendemen maka semakin rendah nilai ekonomisnya atau keefektivitasan suatu produk atau bahan (Yunizal et al. 1998). Tubuh ubur-ubur hanya terdiri dari beberapa bagian, yaitu daging dan filamen (isi perut dan jeroan). Kedua bagian tersebut memiliki rendemen yang berbeda. Rendemen dari tiap bagian tubuh ubur-ubur dapat dilihat pada Gambar 12.

Gambar 12 Diagram pie rendemen ubur-ubur (Aurelia aurita) Gambar 12 menunjukkan bahwa rendemen yang terbesar dari ubur-ubur adalah daging, yaitu 87,96% dan rendemen filamen (isi perut dan jeroan) hanya sebesar 12,04%. Menurut Solihat (2004), ubur-ubur memiliki rendemen daging yang paling besar. Hal ini disebabkan seluruh bagian tubuh ubur-ubur terhitung sebagai daging yang dapat dimanfaatkan seluruhnya. Daging ubur-ubur mengandung protein yang cukup baik untuk dimanfaatkan sebagai bahan baku

Isi perut dan jeroan

12,04%

Daging 87,96%


(33)

fungsional. Orang-orang Cina telah memanfaatkan daging ubur-ubur sebagai santapan dan obat untuk penyakit tekanan darah tinggi, bronchitis dan banyak penyakit lain. Ubur-ubur juga diduga memiliki kolesterol dan lemak rendah sehingga dapat dijadikan sebagai makanan diet.

4.3 Kandungan Proksimat Ubur-ubur

Bahan baku yang baik, yaitu bahan yang mempunyai komposisi gizi yang meliputi air, lemak, protein, abu dan karbohidrat. Setiap komponen ini harus diketahui jumlahnya agar pemenuhan kebutuhan gizi dalam tubuh dapat terpenuhi secara tepat. Komposisi gizi ini dapat diketahui dengan cara analisis proksimat. Komposisi kimia daging ubur-ubur segar dan ubur-ubur kering dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Komposisi kimia daging ubur-ubur segar dan kering Parameter Ubur-ubur

segar (%)

Ubur-ubur kering

(%) Kadar air 87,50 67,33

Lemak 2,03 9,20

Protein 5,31 4,67 Kadar abu 1,76 3,26 Karbohidrat 3,40 13,54

Tabel 2 menunjukkan bahwa ubur-ubur segar memiliki kadar air yang tinggi, sedangkan memiliki lemak dan kadar abu yang rendah. Kadar air yang tinggi menyebabkan kadar lemak menurun secara proporsional. Hal ini sesuai dengan pendapat yang menyatakan bahwa kadar air umumnya berbanding terbalik dengan kadar lemak (Yunizal et al. 1998). Kandungan zat gizi paling banyak yang terdapat pada ubur-ubur kering adalah kadar air, karbohidrat dan lemak. Kadar abu yang meningkat pada ubur-ubur yang telah dikeringkan dipengaruhi oleh perlakuan pemberian garam sebesar 20% dari berat total ubur-ubur. Kadar abu berkaitan dengan kandungan mineral yang terdapat dalam suatu bahan dan garam mengandung banyak mineral sehingga dapat meningkatakan kandungan abu yang terdapat pada ubur-ubur tersebut. Perhitungan karbohidrat dilakukan dengan metode by difference (Winarno 2008).


(34)

a. Kadar air

Air merupakan komponen yang penting dalam bahan makanan, karena air dapat memberikan pengaruh kepada penampakan, tekstur serta cita rasa. Bahkan di dalam makanan kering sekalipun, terkandung air dalam jumlah tertentu. Produk hasil perikanan memiliki kandungan air yang sangat tinggi, sekitar 80%. Kandungan air dalam bahan makanan ikut menentukan daya terima, kesegaran serta daya simpan bahan tersebut (Winarno 2008).

Kadar air yang terkandung pada daging ubur-ubur segar dan kering masing-masing sebesar 87,50% dan 67,33%. Kandungan air yang tinggi tersebut dapat disebabkan karena habitat ubur-ubur yang seluruh hidupnya terdapat di perairan. Menurut penelitian Sutiyoso (2009), kadar air yang terdapat pada teripang mencapai 79,35%. Kandungan air tersebut tidak berbeda jauh dengan yang terdapat pada daging ubur-ubur baik segar maupun kering. Pengeringan dapat menghilangkan air yang terkandung dalam bahan pangan. Semakin lama waktu pengeringan yang dilakukan, kadar air yang terdapat pada suatu bahan pangan akan semakin rendah. Proses pemberian garam juga dapat menyebabkan berkurangnya kadar air yang terkandung pada ubur-ubur tersebut. Garam bersifat higroskopis sehingga dapat menyerap air yang terkandung dalam bahan kemudian menurunkan aktifitas air dari bahan tersebut (Winarno 2008).

Kadar air pada daging ubur-ubur yang telah dikeringkan hanya sedikit mengalami penurunan dapat disebabkan karena produk ubur-ubur yang telah diolah biasanya masih termasuk semi basah karena apabila terlalu kering dapat merusak tekstur dari ubur-ubur tersebut saat ditransportasikan ke pembeli atau luar negeri. Selain itu, faktor lainya juga dapat disebabkan untuk mempermudah pengolahan seanjutnya terhadap daging ubur-ubur karena bila terlalu kering akan menjadi keras dan sukar untuk dipotong unutk disajikan (Solihat 2004).

Air dalam tubuh berfungsi sebagai pelarut dan alat angkut zat-zat gizi, terutama vitamin larut air dan mineral. Selain itu, air juga berfungsi sebagai katalisator, pelumas, fasilitator pertumbuhan, pengatur suhu dan peredam benturan (Wirakusumah 2007).


(35)

b.Lemak

Lemak didefinisikan sebagai bahan-bahan yang dapat larut dalam eter, kloroform (benzene) dan tidak dapat larut dalam air. Lemak merupakan sumber energi yang lebih efektif dibandingkan karbohidrat dan protein. Satu gram lemak dapat menghasilkan 9 kkal/gram, sedangkan karbohidrat dan protein hanya menghasilkan 4 kkal/gram. Selain itu, lemak juga berfungsi sebagai pelarut vitamin A, D, E dan K. Lemak merupakan cadangan makanan dalam tubuh, karena kelebihan karbohidrat diubah menjadi lemak dan disimpan dalam jaringan adiposa (Winarno 2008).

Kadar lemak yang diperoleh dari hasil proksimat ubur-ubur segar sebesar 2,03% lebih rendah dibandingkan kadar lemak yang terdapat pada ubur-ubur yang telah dikeringkan, yaitu sebesar 9,20%. Proses pengeringan menyebabkan kandungan air yang terdapat pada daging ubur-ubur turun sehingga menyebabkan lemak pada ubur-ubur kering meningkat. Menurut Almatsier (2006), hal tersebut disebabkan karena kandungan lemak berbanding terbalik dengan kadar air yang terdapat dalam suatu bahan. Lemak pada tubuh makhluk hidup biasanya disimpan sebesar 45% di sekililing organ dan rongga perut. Kadar lemak yang terdapat pada biota laut lainya seperti teripang, yaitu sebesar 6,28% (Sutiyoso 2009).

Peranan lemak di dalam tubuh adalah menghasilkan energi yang diperlukan tubuh. Selain itu, lemak juga berperan membentuk struktur tubuh, penghasil asam lemak esensial dan pembawa vitamin yang larut dalam lemak. Angka kecukupan lemak untuk orang dewasa menurut Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (2004), yaitu 54 g/hari untuk pria dan wanita.

c. Protein

Protein merupakan suatu zat makanan yang penting bagi tubuh, karena selain berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur jaringan-jaringan baru yang selalu terjadi di dalam jaringan tubuh. Protein digunakan sebagai bahan bakar apabila keperluan energi mengandung N yang tidak dimiliki oleh lemak dan karbohidrat (Winarno 2008).

Hasil analisis kadar protein yang diperoleh pada daging ubur-ubur segar yaitu sebesar 5,31%, sedangkan daging ubur-ubur kering sebesar 4,67%. Hasil penelitian ini lebih tinggi dibandingkan penelitian Solihat (2004) sebesar 5,26%.


(36)

Disamping itu, berdasarkan penelitian Sutiyoso (2009), kadar protein pada hewan laut lain seperti teripang mencapai 5,65%. Perbedaan kadar protein ini dikarenakan oleh umur, ukuran dan perlakuan terhadap ubur-ubur tersebut.

Protein di dalam tubuh manusia berfungsi membentuk jaringan baru dan mempertahankan jaringan yang telah ada. Kekurangan protein dalam jangka waktu yang lama dapat mengganggu berbagai proses dalam tubuh dan menurunkan daya tahan tubuh terhadap penyakit. Angka kecukupan protein untuk orang dewasa menurut, yaitu 50 g/hari untuk pria dan 42 g/hari untuk wanita (Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi 2004).

d.Kadar abu

Abu merupakan zat organik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Kandungan abu dan komposisinya tergantung pada macam bahan yang dianalisis. Sebagian besar bahan makanan, sekitar 96% terdiri dari bahan organik dan air. Sisanya terdiri dari unsur-unsur mineral yang juga dikenal sebagai unsur anorganik (abu). Komponen-komponen organik terbakar, tetapi komponen anorganiknya tidak karena itulah disebut abu (Winarno 2008).

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kadar abu pada daging ubur-ubur segar lebih rendah yaitu sebesar 1,76% dibandingkan kadar abu pada daging ubur-ubur kering yang bernilai 3,26%. Hal tersebut dapat disebabkan oleh adanya akumulasi mineral yang berasal dari garam yang diberikan pada perlakuan pengeringan ubur-ubur untuk menghilangkan lendir dan gatal. Faktor lainya yang dapat mempengaruhi adalah lingkungan dan waktu pengambilan sampel. Pada umumnya hewan memperoleh asupan mineral dari tumbuhan dan kemudian menumpuknya di dalam jaringan tubuhnya (Winarno 2008).

Kadar abu pada daging ubur-ubur hasil penelitian ini lebih rendah dibandingkan dengan hasil penelitian Solihat (2004) yaitu sebesar 4,64%. Hal ini disebabkan oleh adanya perbedaan habitat, waktu pengambilan sampel dan kondisi lingkungan hidup dari organisme tersebut. Di samping itu, menurut penelitian Sutiyoso (2009), kadar abu pada biota air lainya seperti teripang mencapai 5,67%. Masing-masing organisme memiliki kemampuan yang berbeda-beda dalam meregulasi dan mengabsorbsi mineral yang masuk ke dalam tubuh,


(37)

sehingga akan memberikan pengaruh pada nilai kadar abu dalam masing masing bahan.

e. Karbohidrat

Karbohidrat memegang peranan penting dalam alam karena karbohidrat merupakan sumber energi utama bagi hewan dan manusia. Selain itu, karbohidrat juga memegang peranan penting dalam menentukan karakteristik bahan makanan seperti penampakan, warna dan tekstur. Karbohidrat berfungsi untuk mencegah terjadinya pemecahan protein yang berlebihan, kehilangan mineral dan membantu metabolisme lemak dan protein (Winarno 2008). Kadar karbohidrat pada daging ubur-ubur segar dan kering yaitu sebesar 3,40% dan 13,54%. Menurut penelitian Sutiyoso (2009), kadar karbohidrat pada teripang sebesar 7,86%. Perbedaan kadar karbohidrat tersebut dapat disebabkan karena perbedaan spesies, umur, perlakuan dan habitat tempat pengambilan sampel. Dua pertiga bagian dari karbohidrat yang terdapat dalam bentuk glikogen pada hewan disimpan di dalam otot dan selebihnya dalam hati (Almatsier 2006). Glikogen disebut juga sebagai pati hewan karena diproduksi dari glukosa di dalam tubuh. Glikogen dipergunakan oleh hewan untuk memasok energi pada saat bergerak (Nasoetion et al. 1994).

Kadar karbohidrat pada daging ubur-ubur hasil penelitian ini lebih rendah dibandingkan dengan hasil penelitian Solihat (2004), yaitu sebesar 16,93% dan 17,08%. Hal ini dikarenakan kadar karbohidrat dihitung secara by difference. Rendahnya kadar air dan protein dapat menyebabkan kandungan karbohidrat, lemak dan kadar abu suatu bahan meningkat.

Peranan karbohidrat di dalam tubuh adalah sebagai sumber energi untuk aktifitas tubuh, baik untuk bergerak ataupun bekerja. Apabila jumlah karbohidrat yang tersedia di dalam tubuh tidak mencukupi, maka akan mengakibatkan terjadinya peningkatan katabolisme atau penguraian lemak. Jika kadar karbohidrat dan lemak juga tidak mencukupi, maka protein akan dirombak untuk menghasilkan energi (Nasoetion et al. 1994). Angka kecukupan karbohidrat untuk orang dewasa menurut widyakarya Nasional Pangan dan Gizi (2004), yaitu 130 g/hari untuk pria dan 100 g/hari untuk wanita.


(38)

4.4Komposisi Asam Lemak Ubur-ubur (Aurelia aurita)

Asam lemak merupakan komponen rantai panjang yang menyusun lipid, terdiri atas rantai hidrokarbon lurus yang mempunyai gugus karboksil (COOH) di salah satu ujungnya dan gugus metil (CH3) di ujung lainnya. Hasil analisis asam

lemak pada daging ubur-ubur (Aurelia aurita) segar dan kering menunjukkan terdapat asam lemak jenuh (Saturated Fatty Acid/SAFA), asam lemak tak jenuh tunggal (Monounsaturated Fatty Acid/MUFA) dan asam lemak tak jenuh majemuk (Polyunsaturated Fatty Acid/PUFA). Injeksi terhadap asam lemak menghasilkan hasil kromatogram untuk ubur-ubur segar dan kering seperti pada Lampiran 5, yang masing-masing peak menunjukkan jenis asam lemak tertentu.

Identifikasi tiap komponen asam lemak dilakukan dengan membandingkan waktu retensinya dengan standar pada kondisi analisis yang sama. Retention time

merupakan waktu yang diperlukan oleh sampel mulai dari saat injeksi sampai sampel mencapai peak maksimum (Riyadi 2009). Pada peak asam lemak sampel, dihasilkan nilai retention time yang mendekati nilai retention time standar asam lemak. Retention Time (RT) asam lemak pada daging segar dan kering ubur-ubur

(Aurelia aurita) dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Retention time asam lemak ubur-ubur (Aurelia aurita)

No Jenis Asam Lemak Nilai Rata-Rata Retention Time Sampel (menit)

Nilai Standar

Retention Time

(menit) Segar Kering

1 Asam laurat 12,310 12,300 12,305 2 Asam miristat 14,941 14,939 14,940 3 Asam palmitat 17,785 17,781 17,783 4 Asam stearat 18,782 18,778 18,780 5 Asam palmitoleat 20,712 20,718 20,715 6 Asam oleat 21,715 21,715 21,715 7 Asam linoleat 23,360 23,362 23,361 8 Asam linolenat 23,597 25,593 25,595 9 Asam arakhidonat 30,672 30,674 30,673 10 EPA 33,735 33,735 33,735

Retention time merupakan waktu yang diperlukan oleh sampel mulai dari

saat injeksi sampai sampel mencapai peak maksimum. Nilai asam lemak yang terdapat pada daging ubur-ubur didapatkan dengan cara membandingkan retention


(39)

time standar asam lemak dengan retention time sampel yang diuji.Pada peak asam lemak sampel, dihasilkan nilai retention time yang mendekati dengan nilai

retention time standar asam lemak (Riyadi 2009).

Asam lemak yang terkandung dalam daging segar dan kering ubur-ubur terdiri atas asam lemak jenuh, asam lemak tidak jenuh tunggal dan asam lemak tidak jenuh majemuk. Asam lemak jenuh, yaitu laurat (C12:0), miristat (C14:0), palmitat (C16:0) dan stearat (C18:0). Asam lemak tidak jenuh tunggal, yaitu palmitoleat (C16:1) dan oleat (C18:1). Asam lemak tidak jenuh majemuk, yaitu linoleat (C18:2), linolenat (C18:3), arakhidonat (C20:4) dan EPA (C20:5) Komposisi asam lemak pada daging ubur-ubur dapat dilihat pada Tabel 4 berikut.

Kromatogram asam lemak daging ubur-ubur dan standar yang digunakan pada penelitian ini disajikan pada Lampiran 4-6. Kandungan asam lemak terkecil yang dapat dideteksi oleh GC adalah asam laurat (C12:0) sebesar 0,06% dan 0,07% pada daging segar dan kering ubur-ubur. Histogram untuk komposisi asam lemak jenuh, asam lemak tidak jenuh tunggal dan asam lemak tak jenuh majemuk dari daging ubur-ubur dapat dilihat pada Gambar 13, 14 dan 15.

Tabel 4 Komposisi asam lemak daging ubur-ubur Asam lemak Kering

(%)

Segar (%)

Laurat 0,07 0,06 Miristat 3,68 3,33 Palmitat Stearat Palmitoleat Oleat Linoleat Linolenat Arakhidonat EPA 15,35 6,24 3,20 3,22 0,36 0,06 0,29 0,30 15,36 6,20 3,31 3,32 0,34 0,08 0,33 0,32 Total 32,77 32,65

Tabel 4 menunjukkan bahwa asam lemak yang terkandung dalam daging ubur-ubur segar dan kering terdiri atas asam lemak jenuh, yaitu laurat, miristat, palmitat dan stearat; asam lemak tak jenuh tunggal yang terdiri atas palmitoleat


(40)

dan oleat; serta asam lemak tak jenuh majemuk terdiri atas linoleat, linolenat, arakhidonat dan EPA. Asam laurat, miristat, palmitat dan stearat merupakan asam lemak berantai panjang yang secara luas terdapat di alam. Asam laurat sebagai monogliserida digunakan dalam industri farmasi sebagai antimikroba. Asam miristat dan stearat terdapat dalam jumlah sedikit, tidak lebih dari 2%. Asam stearat merupakan asam lemak jenuh dengan berat molekul tertinggi dan terdapat pada biji-bijian serta minyak hewan laut dalam jumlah sedikit (Jacquot 1962).

Komposisi asam lemak yang dihasilkan pada daging ubur-ubur segar dan kering dalam penelitian ini berbeda-beda. Hal ini dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor yaitu umur, perlakuan dan ukuran ubur-ubur (Ozogul dan Ozogul 2005).

Gambar 13 Kandungan asam lemak jenuh ubur-ubur segar dan kering

Gambar 13 menunjukkan kandungan asam laurat pada ubur-ubur (Aurelia

aurita) segar dan kering diperoleh hasil sebesar 0,06% dan 0,07%. Perbedaan nilai

asam laurat ini dapat disebabkan oleh umur, perlakuan dan ukuran ubur-ubur tersebut. Menurut penelitian Sutiyoso (2009), kandungan asam laurat pada biota air lainya seperti teripang sebesar 0,15 %. Asam laurat digunakan dalam industri makanan yaitu sebagai antibakteri, antivirus dan anti protozoa serta digunakan

0 2 4 6 8 10 12 14 16

Laurat Miristat Palmitat Stearat

0,06 3,33 15,36 6,2 0,07 3,68 15,35 6,24 Kandungan(%)


(41)

juga dalam industri sabun dan kosmetik. Asam laurat bertanggungjawab terhadap naiknya LDL darah dan berhubungan dengan serangan jantung (Solihat 2004).

Kandungan asam miristat pada daging ubur-ubur segar dan kering adalah sebesar 3,33% dan 3,68%. Perbedaan nilai asam miristat ini disebabkan oleh umur, perlakuan dan ukuran ubur-ubur tersebut. Menurut penelitian Sutiyoso (2009), kandungan asam miristat pada teripang lebih kecil, yaitu 1,25 %. Asam miristat dapat dimanfaatkan dalam pembuatan shampo, krim, kosmetik dan flavor makanan. Asam miristat dibutuhkan dalam photoreseptor (Winarno 2008).

Berdasarkan hasil analisis asam palmitat pada ubur-ubur segar dan kering menunjukkan hasil 15,36% dan 15,35%. Perbedaan nilai asam palmitat ini disebabkan oleh spesies, perlakuan, umur dan ukuran ubur-ubur tersebut. Menurut penelitian Sutiyoso (2009), teripang mengandung palmitat sebesar 10,75 %. Asam palmitat merupakan asam lemak jenuh yang paling banyak ditemukan pada bahan pangan, yaitu sebesar 15-50% dari seluruh asam-asam lemak yang ada. Asam palmitat dapat meningkatkan resiko aterosklerosis, kardiovaskular dan stroke (Winarno 2008).

Kandungan asam stearat yang terdapat pada ubur-ubur segar dan kering, yaitu sebesar 6,20% dan 6,24%. Perbedaan nilai asam stearat ini disebabkan oleh spesies, lama perlakuan penjemuran, konsentrasi garam dan ukuran ubur-ubur yang digunakan. Menurut penelitian Sutiyoso (2009), biota air yang memiliki kekerabatan dengan ubur-ubur, yaitu teripang memiliki kandungan stearat sebesar 5,77 %. Asam stearat dapat menyebabkan trombogenik atau pembekuan darah, hipertensi, kanker, dan obesitas (Solihat 2004). Komposisi asam lemak tidak jenuh tunggal yang terkandung dalam daging ubur-ubur segar dan kering dapat dilihat pada Gambar 14.


(42)

3,1 3,15 3,2 3,25 3,3 3,35

Palmitoleat Oleat

3,31 3,32

3,2 3,22

Kandungan (%)

Jenis Asam Lemak Tidak Jenuh Tunggal

Gambar 14 Kandungan asam lemak tak jenuh tunggal daging ubur-ubur segar dan kering

Gambar 14 menunjukkan hasil asam oleat pada ubur-ubur segar dan kering sebesar 3,32% dan 3,22%. Perbedaan nilai asam oleat ini disebabkan oleh perbedaan perlakuan, umur dan ukuran ubur-ubur. Asam oleat lebih stabil dibandingkan dengan asam linoleat dan linolenat, terlihat dari peranannya dalam meningkatkan HDL kolesterol yang lebih besar dan menurunkan LDL kolesterol di dalam darah (Muchtadi et al. 1993). Menurut penelitian Sutiyoso (2009), hewan air lainya seperti teripang diketahui mengandung asam oleat sebesar 2,21%. Asam oleat juga berfungsi untuk menurunkan kadar kolesterol dalam tubuh dan sebagai prekursor terbentuknya PUFA (Farouk et al. 2007). Kandungan palmitoleat yang terdapat pada daging ubur-ubur segar dan kering, yaitu sebesar 3,31% dan 3,20%. Perbedaan ini juga dapat disebabkan oleh perbedaan perlakuan, ukuran dan umur ubur-ubur tersebut. Selain itu, juga dipengaruhi oleh suhu dan habitat ubur-ubur tersebut tinggal (Leblanc et al. 2008). Hasil asam lemak tak jenuh majemuk ubur-ubur segar dan kering dapat dilihat pada Gambar 15.


(43)

0 0,1 0,2 0,3 0,4 Linoleat Arakhidonat 0,34 0,08 0,33 0,32 0,36 0,06 0,29 0,3 Kandungan(%)

Jenis Asam Lemak Tidak Jenuh Majemuk

Gambar 15 Kandungan asam lemak tak jenuh majemuk daging ubur-ubur segar dan kering

Asam lemak linoleat dan linolenat merupakan asam lemak esensial karena dibutuhkan oleh tubuh, sedangkan tubuh tidak dapat mensintesisnya. Masing-masing mempunyai ikatan rangkap pada karbon ke-6 dan ke-3 dari ujung gugus metil. Manusia tidak dapat menambah ikatan rangkap pada karbon ke-6 dan ke-3 pada asam lemak yang ada di dalam tubuh sehingga tidak dapat mensintesis kedua jenis asam lemak tersebut. Asam lemak esensial digunakan untuk menjaga bagian-bagian struktural dari membran sel dan untuk membuat bahan-bahan seperti hormon yang disebut eikosanoid. Tingginya asam linoleat dapat menghambat laju biosintesis DHA dari asam linolenat (Connor et al. 1992 dalam Prasastyane 2009). Asam linoleat dimanfaatkan dalam pembuatan kosmetik (Simopoulos 1991 dalam

Witjaksono 2005).

Asam arakhidonat merupakan hasil desaturasi dan elongasi asam linoleat. Sedangkan EPA dan DHA dalam tubuh ubur-ubur hanya dapat dikonversi dari asam α-linolenat. Desaturasi merupakan proses penambahan ikatan rangkap pada asam lemak dengan bantuan enzim, sedangkan elongasi merupakan perpanjangan dua rantai karbon. Tubuh manusia hanya dapat mengkonversi asam α-linolenat kurang dari 5-10% EPA dan 2-5% DHA (Grosch 1999). Kandungan linoleat pada ubur-ubur cukup tinggi dibandingkan dengan asam lemak lainnya, yaitu 0,34% pada daging segar dan 0,36% pada daging kering. Berdasarkan Gambar 15, dapat dilihat kandungan linolenat ubur-ubur segar dan kering sebesar 0,08% dan 0,06%;


(44)

arakhidonat sebesar 0,33% dan 0,29%; dan EPA sebesar 0,32% dan 0,30%. Komponen DHA pada hasil pengujian daging ubur-ubur segar dan kering tidak ditemukan. Hal tersebut dapat disebabkan oleh ekstraksi awal untuk lemak menggunakan soxhlet dengan suhu pemanasan cukup tinggi yang dapat menyebabkan sebagian hasil ekstrak lemak menjadi hancur. Faktor lain yang dapat menyebabkan tidak terdeteksinya DHA pada daging ubur-ubur yang digunakan adalah berkaitan dengan matriks alam atau rantai makanan yang dikonsumsi oleh ubur-ubur tersebut. Ubur-ubur memakan ikan-ikan kecil yang merupakan pemakan fitoplankton. Terdapat kemungkinan bahwa pakan yang dikonsumsi oleh ikan-ikan makanan dari ubur-ubur tersebut sedikit mengandung DHA sehingga saat dilakukan ekstrak hasil yang diperoleh sangat kecil dan tidak terbaca dalam kromatogram. EPA dan DHA berfungsi sebagai pembangun sebagian besar korteks serebral otak (bagian yang digunakan untuk berpikir) dan untuk pertumbuhan normal organ ini, karena sangat penting untuk tetap menjaga kandungan EPA dan DHA dalam makanan (Thoha 2004).


(45)

5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil penguiian diperoleh karakteristik ubur-ubur yang digunakan pada penelitian ini antara lain memiliki tekstur yang lunak, warna tubuh putih transparan, berlendir dan memiliki tentakel. Rendemen dari daging ubur-ubur terdiri atas daging 87,96% dan filamen (isi perut dan jeroan) 12,04%. Komposisi kimia untuk daging ubur-ubur segar dan kering terdiri atas kadar air 87,50% dan 67,33%; kadar abu 1,76% dan 3,26%; lemak 2,03% dan 9,20%; protein sebesar 5,31% dan 4,67%; serta karbohidrat sebesar 3,40 % dan 13,54%.

Daging ubur-ubur pada penelitian ini juga terdeteksi mengandung asam laurat, miristat, palmitat dan stearat (asam lemak jenuh), asam palmitoleat dan oleat (asam lemak tak jenuh tunggal) serta linoleat, linolenat, arakhidonat dan EPA (asam lemak tak jenuh majemuk). Kandungan asam lemak jenuh tertinggi pada daging ubur-ubur adalah palmitat, yaitu sebesar 15,36% (ubur-ubur segar) dan 15,35% (ubur-ubur kering), sedangkan asam lemak tak jenuh tunggal tertinggi pada daging ubur-ubur segar dan kering adalah asam oleat, yaitu sebesar 3,32% dan 3,22%. Asam lemak tak jenuh majemuk berantai panjang yang terkandung pada ubur-ubur segar dan kering adalah EPA, yaitu sebesar 0,32% dan 0,30%. Kandungan lemak pada daging ubur-ubur yang tidak terlalu tinggi dapat dimanfaatkan untuk pengolahan selanjutnya sabagai bahan baku fungsional atau makanan konsumsi yang sehat.

5.2Saran

Saran yang dapat diberikan dari hasil penelitian ini adalah perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai komponen gizi lainya yang terdapat pada ubur-ubur

(Aurelia aurita) seperti asam amino, vitamin dan mineral. Selain itu, penggunaan

metode lain untuk pengujian asam lemak dapat dilakukan untuk mengetahui perbedaan dengan hasil dari metode Gas Chromatography (GC).


(46)

DAFTAR PUSTAKA

Ackman RG. 1994. Seafood lipids. Di dalam: Shahidi F, Botta JR, editor.

Seafood: Chemistry, Proccesing Technology & Quality. London:

Blackie Academic & Professional. Chapman & Hall.

Almatsier S. 2006. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

[AOAC] Association of Official Analytical Chemyst. 2005. Official Method of

Analysis of The Association of Official Analytical of Chemist. Arlington,

Virginia, USA: Association of Official Analytical Chemist, Inc.

[BSN] Badan Standardisasi Nasional. 2010. Standar Nasional Indonesia 2707.1: 2010. Lembar Penilaian Sensori Ubur-ubur Asin. Jakarta:BSN. Davenport JB, Johnson AR. 1971. The nomenclature and classification of lipids.

Dalam: Davenport JB, Johnson AR, editors. Biochemistry and

Methodology of Lipids. Sydney : Wiley-Interscience.

Fardiaz D. 1989. Kromatografi Gas dalam Analisis Pangan. Bogor: Pusat Antar Universitas, Institut Pertanian Bogor.

Farouk A.E., Ghouse F.A.H., Ridzwan B.H , 2007. New Bacterial Species Isolated from Malaysian Sea Cucumbers with Optimized Secreted Antibacterial Activity. American Journal of Biochemistry and Biotechnology 3 (2): 60-65.

Gaman PM, Sherrington KB. 1992. Ilmu Pangan. Pengantar Ilmu Pangan Nutrisi dan Mikrobiologi edisi ke-2. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press.

Grosch B. 1999. Food Chemistry. Second Ed. Di dalam: Burghagen MM, Hadziyev D, Hessel P, Jordan S, Sprinz C. Fourth German Edition. Berlin: Springer.

Hidajat B. 2003. Penambahan DHA dan AA pada makanan bayi: peran dan manfaatnya. http://www.litbang.deptan.go.id. [3 Mei 2011].

Imre S dan Saghk S. 1997. Fatty acid composition of mussel and shrimp consumed in Turkey. J.Marine sciences 3 (3): 179-189.

Jacquot R. 1962. Organic constituent of fish and other aquatic animal foods. Didalam : Borgstrom G, editor. Fish as food. Volume ke-1, Production, Biochemistry and Microbiology. London : Academic Press.

[KKP] Kementrian Kelautan dan Perikanan, Ditjen Perikanan Tangkap. 2011. Potensi Ubur-ubur di Indonesia. www.dkp.go.id [3 Mei 2011].


(47)

Leblanc JC, Volatier JL, Aouachria NB, Oseredczuk M, Sirot V. 2008. Lipid and fatty acid composition of fish and seafood consumed in France. Journal

of Food Composition and Analysis 21 : 8-16.

Lobb K. 1992. Fatty acid classification and nomenclature. dalam : Chow CK, editor. Fatty Acids in Foods and Their Health Implications. New York, Basel, Hongkong : Marcel Dekker, Inc.

Muchtadi D, Palupi NS, dan Astawan M. 1993. Metabolisme Zat Gizi. Pusat Antar Universitas, IPB. Bogor : Pustaka Sinar Harapan.

Nasoetion A, Riyadi H, Mudjajanto ES. 1994. Dasar-Dasar Ilmu Gizi. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Direktorat Pendidikan Menengah Kejuruan.

O’Keefe SF, Akoh CC dan Min DB, editor 2002. Food Lipids : Chemistry,

Nutrition, and Biotechnology. Ed ke-2. New York : Marcel Dekker, Inc. Ozogul Y dan Ozogul F. 2005 Fatty acid profiles of commercially important fish

species from the mediterranean. Food chem 100: 1634-1638.

Pomeranz Y, Meloan CE. 2002. Food Analysis, Theory and Practice. edisi ke-3. Maryland : Aspen Publisher, Inc.

Prasastyane A. 2009. Karakteristik asam lemak dan kolesterol kijing local

(Pilsbryoconcha exillis) dari Situ Gede Bogor akibat proses pengukusan

[skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Riyadi W. 2009. Identifikasi sinyal kromatogram HPLC. http://www.ilmu kromatografi.com. [3 Mei 2011].

Solihat SH. 2004. Pemanfaatan ubur-ubur (Aurelia sp.) sebagai salah satu upaya diversifikasi pembuatan kerupuk ikan [skripsi]. Bogor: Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor.

Suhardi, Haryono B, Sudarmadji S. 2007. Analisa Bahan Makanan dan Pertanian. Yogjakarta: Liberti.

Sutiyoso M. 2009. Karakteristik asam lemak teripang pasir (Holothuria sp.) di perairan Kendari sebagai dasar pemanfaatan menjadi bahan baku fungsional [skripsi]. Semarang: Universitas Diponegoro.


(48)

Thoha. 2004. Asam Lemak Esensial untuk Optimalisasi Fungsi Otak Balita [tesis]. Program Pasca Sarjana. Program Studi Gizi Masyarakat, Institut Pertanian Bogor.

Visentainer J, Souza N, Makoto M, Hayasi C, Franco M. 2005. Influence of diets enriched with flaxeed oil on the α-linolenic, eicosapentaenoic and docosapentaenoic fatty acid in Nile tilapia (Oreochromis niloticus).

Food chem 90: 557-560.

Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi. 2004. Widyakarya Nasional Pangan dan Gizi. Jakarta: Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia.

Winarno FG. 2008. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka. Wirakusumah E. 2007. Radikal bebas dan antioksidan dalam proses penuaan,

Disampaikan pada Ceramah dalam Rangka Peluncuran Produk Black-Mores-PT Totalcitra Jayamandiri. IPB. Bogor.

Witjaksono HT. 2005. Komposisi Kimia Ekstrak dan Minyak dari Lintah Laut

(Discodoris boholensis) [tesis]. Program Pasca Sarjana. Institut Pertanian

Bogor.

Yunizal, Murtini JT, Dolaria N, Purdiwoto B, Abdulrokhim, Carkipan. 1998. Prosedur Analisis Kimiawi Ikan dan Produk Olahan Hasil-Hasil Perikanan. Jakarta: Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan.


(49)

(50)

Lampiran 1 Contoh perhitungan analisis proksimat daging ubur-ubur a. Kadar air

No Sampel Ulangan

W cawan sblm di oven (gr) W sampel (gr) W setelah di oven (gr) Hasil(%)

1 Daging

1 23,52 5,10 23,78 94,90 2 26,25 5,02 27,25 80,07

% ulangan 1 = W – (W1– W2) x 100%

W

= 5,10 – (23,78 - 23,52) x 100% 5,10

= 94,90% Keterangan:

W = Berat cawan dengan daging ubur-ubur (gram)

W1 = Berat cawan dengan daging ubur-ubur setelah dikeringkan (gram)

W2 = Berat cawan dengan daging ubur-ubur sebelum dikeringkan (gram)

b. Kadar abu

No Ulangan W Cawan

W sampel

W setelah

di tanur Hasil(%)

1 Daging

1 23,52 5,10 23,62 1,96 2 26,97 5,02 27,05 1,59 Kadar abu ulangan 1 (%) = x 100 %

= x 100% = 1,96%


(51)

d. Kadar lemak

No Ulangan W sampel

W labu lemak

W setelah di oven

Hasil

1 Daging 1 2,0062 38,6140 38,6601 2,03 2 2,0009 39,0148 39,0564 1,20

Kadar Lemak daging (%) = x 100%

= x 100% = 2,03%

Keterangan :

W1 = Berat sampel (gram)

W2 = Berat labu lemak tanpa lemak (gram)

W3 = Berat labu lemak dengan lemak (gram)

e. Kadar protein

No Kode Ulangan W sampel

Titrasi

dengan HCl N HCl Hasil

1 Daging 1 0,1046 17,95 0,1022 0,85

Nitrogen (%) = (ml HCl sampel - ml HCl blanko) x N HCl x 14 x 10 x 100% mg daging ubur-ubur

= (0,60-0) x 0,1022x 14,007 x 10 x 100% 1010

= 0,85% Kadar protein = 0,85% x 6,25


(52)

f. Kadar karbohidrat

Daging segar (%) = 100 % - (% air + % abu+ % lemak + % protein)

= 100 % - (87,50% + 2,03% + 5,31% + 1,76%) = 3,40%


(53)

Lampiran 2 Prosedur analisis asam lemak

Penimbangan sampel 0,5 gram

Penggerusan dengan mortar

Pemasukan dalam tabung reaksi ulir

Penambahan 5 ml NaOH 0,5 N

Pemanasan menggunakan waterbath pada

suhu 80 ˚C selama 20 menit

Angkat dan biarkan dingin

Penambahan 5 ml BF3

Pemanasan menggunakan waterbath pada

suhu 80 ˚C selama 20 menit

Angkat dan biarkan dingin

Penambahan 2 ml NaCl jenuh

Penambahan 2 ml Hexan

Pengambilan 2 μl dan penginjekkan ke Gas Chromatograpy


(54)

Lampiran 3 Contoh perhitungan asam lemak

Asam lemak (%) = area sampel x konsentrasi standar x volume

area standar x 100 % bobot sampel

Asam laurat (%) = 1641 x 0,04 x 1 ml

103805 x 100 % 0,087

= 0,07 %

Asam miristat (%) = 93247 x 0,04 x 1 ml

116401 x 100 % 0,087

= 3,68 %

Asam palmitat (%) = 413156 x 0,06 x 1 ml

185621 x 100 % 0,087

= 15,35 %

Asam stearat (%) = 174730 x 0,04 x 1 ml

128665 x100 % 0,087

= 6,24 %

Asam palmitoleat (%) = 77130 x 0,02 x 1 ml

55008 x100 % 0,087

= 3,22 %

Asam oleat (%) = 92521 x 0,04 x 1 ml

127975 x100 % 0,087

= 3,32 %

EPA (%) = 5967 x 0,02 x 1 ml

42590 x100 % 0,087


(55)

(56)

(57)

(58)

(59)

(60)

(61)

Lampiran 7 Dokumentasi penelitian

Penimbangan daging ubur-ubur Analisis kadar lemak

Kromatografi gas Tabung gas pembawa


(1)

(2)

(3)

(4)

(5)

(6)

Lampiran 7 Dokumentasi penelitian

Penimbangan daging ubur-ubur Analisis kadar lemak

Kromatografi gas Tabung gas pembawa