Analisis Faktor-faktor Produksi yang Mempengaruhi Risiko Produksi dan Analisis Risiko Harga Tomat di Desa Gekbrong Kabupaten Cianjur

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI YANG
MEMPENGARUHI RISIKO PRODUKSI DAN ANALISIS
RISIKO HARGA TOMAT DI DESA GEKBRONG
KABUPATEN CIANJUR

TEDI ADITIA LESMANA

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER
INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Faktor-faktor
Produksi yang Mempengaruhi Risiko Produksi dan Analisis Risiko Harga Tomat
di Desa Gekbrong Kabupaten Cianjur adalah benar karya saya dengan arahan dari
dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks

dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Juni 2013
Tedi Aditia Lesmana
NIM H34090050

ABSTRAK
TEDI ADITIA LESMANA. Analisis Faktor-faktor Produksi yang Mempengaruhi
Risiko Produksi dan Analisis Risiko Harga Tomat di Desa Gekbrong Kabupaten
Cianjur. Dibimbing oleh TINTIN SARIANTI.
Pada 2007 sampai 2011, produksi tomat di Kabupaten Cianjur mengalami
fluktuasi yang mengindikasikan adanya risiko produksi. Harga jual tomat yang
berfluktuasi antara Januari sampai Desember 2012 juga mengindikasikan adanya
risiko harga. Penelitian ini bertujuan menganalisis pengaruh faktor-faktor
produksi terhadap risiko produksi yang dihadapi oleh petani tomat di Desa
Gekbrong, serta menganalisis tingkat risiko harga yang dihadapi oleh petani tomat
di Desa Gekbrong. Penelitian dilakukan menggunakan model fungsi produksi Just
and Pope untuk menganalisis faktor-faktor produksi yang mempengaruhi risiko
produksi. Perhitungan nilai varians, standar deviasi, dan koefisien variasi

dilakukan untuk menghitung tingkat risiko harga. Berdasarkan hasil perhitungan,
pupuk kandang dan pupuk unsur K menjadi faktor yang menimbulkan risiko.
Sedangkan pupuk unsur N, pupuk unsur P, insektisida cair, pupuk daun, fungisida,
dan musim kemarau menjadi faktor yang mengurangi risiko. Dilihat dari nilai
varians, standar deviasi, maupun koefisien variasi, penjualan tomat ke koperasi
memiliki tingkat risiko yang lebih rendah dibandingkan menjual tomat ke
pengumpul.
Kata kunci: risiko harga, risiko produksi, tomat

ABSTRACT
TEDI ADITIA LESMANA. Analysis of Production Factors Affecting Production
Risk and Analysis of Price Risk of Tomato in Gekbrong, Cianjur. Supervised by
TINTIN SARIANTI.
At 2007 to 2011, the production of tomatoes in Cianjur fluctuated that
indicated production risks. The selling price of tomatoes which fluctuates between
January and December 2012 also indicates the price risk. The objectives of this
research were to analyze the effect of production factors on production risks
which were faced by tomato farmers in Gekbrong, and to analyze the level of
price risk which were faced by tomato farmers in Gekbrong. This research used
Just and Pope’s production function model to analyze the effect of production

factors on production risks. Value of variance, standard deviation, and coefficient
of variation were used to calculate the level of price risk. Based on calculations,
the manure and potassium fertilizer were the risk inducing factors. While nitrogen
fertilizer, phosphor fertilizer, liquid insecticides, leaf fertilizer, fungicide, and dry
season were the risk reducing factors. Based on the value of variance, standard
deviation, and coefficient of variation, the selling of tomatoes to cooperation has
lower level risk than selling tomatoes to middleman.
Keywords: price risk, production risk, tomato

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI YANG
MEMPENGARUHI RISIKO PRODUKSI DAN ANALISIS
RISIKO HARGA TOMAT DI DESA GEKBRONG
KABUPATEN CIANJUR

TEDI ADITIA LESMANA

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi : Analisis Faktor-faktor Produksi yang Mempengaruhi Risiko
Produksi dan Analisis Risiko Harga Tomat di Desa Gekbrong
Kabupaten Cianjur
Nama
: Tedi Aditia Lesmana
NIM
: H34090050

Disetujui oleh

Tintin Sarianti, SP. MM
Pembimbing


Diketahui oleh

Dr Ir Nunung Kusnadi, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan karya ilmiah yang
berjudul Analisis Faktor-faktor Produksi yang Mempengaruhi Risiko Produksi
dan Analisis Risiko Harga Tomat di Desa Gekbrong Kabupaten Cianjur.
Ungkapan terima kasih penulis sampaikan kepada Bapa, Mamah, serta
seluruh keluarga atas segala doa dan dukungannya sehingga penulis bisa
menyelesaikan seluruh proses penyusunan skripsi ini dengan baik. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada Ibu Tintin Sarianti, SP. MM selaku dosen
pembimbing skripsi, Ibu Dr Ir Anna Fariyanti, M.Si selaku dosen penguji utama
dan dosen pembimbing akademik, serta Ibu Anita Primaswari Widhiani, SP. M.Si
selaku dosen penguji komisi pendidikan Departemen Agribisnis yang telah

banyak memberikan saran untuk hasil karya ilmiah yang lebih baik.
Penghargaan juga penulis sampaikan kepada Bapak Sabar beserta keluarga
dan Bapak Uden yang telah sangat membantu penulis dalam proses penelitian,
kepada petani tomat di Desa Gekbrong, kepada Kepala dan seluruh Staf Balai
Pengembangan Budidaya Tanaman Pangan dan Hortikultura Kecamatan
Gekbrong, serta seluruh dinas dan instansi yang telah memberikan informasi serta
masukan bagi penulis dalam pengumpulan data.
Terima kasih penulis ucapkan juga kepada seluruh dosen dan staf
Departemen Agribisnis FEM IPB yang telah memberikan bantuan dan masukan
bagi penulis. Terima kasih untuk seluruh staf perpustakaan pusat maupun fakultas.
Tidak lupa juga penulis sampaikan terima kasih kepada Tanoto Foundation yang
telah membantu dalam proses pembiayaan penelitian dan penyusunan skripsi
sehingga keseluruhan proses dapat terlaksana dengan lancar. Penulis juga
mengucapkan terima kasih kepada seluruh teman-teman Agribisnis 46 atas
seluruh semangat, doa, dukungan, dan kebersamaan yang telah terjalin selama ini.
Terima kasih kepada teman-teman Ikatan Kekeluargaan Cirebon Institut Pertanian
Bogor, teman-teman Himpunan Profesi Mahasiswa Peminat Agribisnis periode
2010-2012, serta teman-teman Bina Desa BEM KM IPB periode 2009-2011 yang
telah memberikan banyak pengalaman dan pelajaran.
Terima kasih atas seluruh dukungan dan bantuan kepada seluruh pihak yang

tidak dapat penulis sebutkan satu per satu. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juni 2013
Tedi Aditia Lesmana

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan Umum Komoditas Tomat
Budidaya Tomat
Analisis Risiko Produksi Komoditas Pertanian
Analisis Risiko Harga Komoditas Pertanian

KERANGKA PEMIKIRAN
Teori Produksi dan Fungsi Produksi
Teori Risiko
Kerangka Pemikiran Operasional
METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Data dan Sumber Data
Metode Pengambilan Sampel
Metode Pengumpulan Data
Metode Pengolahan Data
KONDISI UMUM LOKASI PENELITIAN
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Karakteristik Petani Responden
Keragaan Usahatani
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR PRODUKSI YANG MEMPENGARUHI
RISIKO PRODUKSI TOMAT
Uji Asumsi Klasik
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produktivitas Tomat
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Risiko Produksi Tomat
ANALISIS TINGKAT RISIKO HARGA TOMAT

Tingkat Risiko Harga Tomat
Alternatif Strategi Penanganan Risiko Harga
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA

viii
viii
ix
1
1
4
7
7
7
8
8
9
11

12
13
13
14
16
18
18
18
18
19
19
27
27
28
34
41
41
42
47
53

54
58
59
59
60
61

LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

63
70

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22

Nilai PDB atas harga berlaku sektor pertanian tahun 2007 sampai
2011 (dalam miliar rupiah)
Nilai PDB hortikultura tahun 2006 sampai 2010 (dalam miliar rupiah)
Nilai produksi sayuran di Indonesia tahun 2007 sampai 2011 (dalam
ton)
Nilai produksi lima jenis sayuran dengan produksi tertinggi di
Indonesia (dalam ton)
Nilai produksi tomat tahun 2007 sampai 2011 (dalam ton)
Nilai produktivitas tomat dan pertumbuhannya tahun 2007 sampai
2011 menurut kabupaten di Jawa Barat (dalam ton per hektar)
Kandungan gizi tomat
Luas lahan Desa Gekbrong berdasarkan penggunaannya
Data kelompok tani di Desa Gekbrong
Umur petani responden
Data tingkat pendidikan responden
Pengalaman berusahatani tomat
Status kepemilikan lahan petani
Sumber modal usahatani
Luas lahan usahatani
Nilai produktivitas petani responden
Pola tanam petani responden
Musim tanam dalam proses budidaya tomat
Sistem pemasaran tomat
Hasil pendugaan fungsi produktivitas rata-rata usahatani tomat
Hasil pendugaan fungsi varians produktivitas usahatani tomat
Pengukuran tingkat risiko harga tomat

1
2
2
3
3
4
8
27
28
29
30
30
31
31
32
32
33
34
34
42
47
57

DAFTAR GAMBAR
1

Fluktuasi produktivitas sampel petani tomat di Desa Gekbrong
(musim tanam tahun 2012)
2 Rata-rata harga produsen tomat di Kabupaten Cianjur selama Januari
sampai Desember 2012
3 Kurva Produk Total, Produk Marjinal, dan Produk Rata-rata
4 Kerangka operasional analisis faktor-faktor yang mempengaruhi
risiko produksi tomat dan tingkat risiko harga tomat di Desa
Gekbrong Kabupaten Cianjur
5 Persiapan lahan
6 Pupuk yang digunakan dalam usahatani tomat
7 Pemasangan mulsa
8 Penyemaian
9 Pembuatan lubang tanam
10 Pengikatan tomat ke ajir bambu
11 Penanaman
12 Alat siram

5
6
14

17
35
36
36
37
37
38
38
39

13 Panen dan hasil panen
14 Harga jual tomat di koperasi
15 Harga jual tomat di pengumpul

40
55
55

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5

Uji Normalitas
Uji Multikolonieritas
Uji Autokorelasi
Uji Heteroskedastisitas
Hasil estimasi fungsi produktivitas rata-rata usahatani tomat di Desa
Gekbrong Kabupaten Cianjur periode tanam tahun 2012
6 Hasil estimasi fungsi varians produktivitas usahatani tomat di Desa
Gekbrong Kabupaten Cianjur periode tanam tahun 2012
7 Harga jual tomat di koperasi dan pengumpul

63
64
65
66
67
68
69

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sektor pertanian menjadi salah satu sektor yang memiliki peranan penting
bagi perekonomian Indonesia. Hal tersebut ditunjukkan oleh nilai Produk
Domestik Bruto (PDB) dari sektor pertanian yang cenderung meningkat selama
periode tahun 2007 sampai 2011. Meskipun mengalami peningkatan, persentase
nilai PDB sektor pertanian terhadap nilai PDB total Indonesia mengalami
fluktuasi setiap tahunnya. Nilai PDB sektor pertanian tahun 2007 sampai 2011
dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Nilai PDB atas harga berlaku sektor pertanian tahun 2007 sampai 2011
(dalam miliar rupiah)a
Tahun
PDB sektor Pertanian
PDB
Persentase
2007
541 931.50
3 950 893.20
13.72%
2008
716 656.20
4 948 688.40
14.48%
2009
857 196.80
5 606 203.40
15.29%
b
2010
985 448.80
6 436 270.80
15.31%
c
2011
1 093 466.00
7 427 086.10
14.72%
a

Diolah dari Badan Pusat Statistik, 2013; bAngka Sementara; cAngka Sangat Sementara.

Selain berperan dalam nilai PDB, sektor pertanian berpengaruh besar bagi
penyerapan tenaga kerja di Indonesia. Menurut Kementerian Tenaga Kerja dan
Transmigrasi (2012), komposisi penduduk yang bekerja di sektor pertanian
selama tahun 2008 sampai 2010 masih cukup mendominasi dalam penyerapan
tenaga kerja dibandingkan dengan sektor yang lain, meskipun jumlahnya
cenderung menurun. Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi menyebutkan
bahwa tahun 2008 persentase penduduk yang bekerja di sektor pertanian sebesar
41.83 persen, menurun menjadi 41.18 persen pada tahun 2009, dan 39.87 persen
pada tahun 2010.
Hortikultura merupakan salah satu subsektor pada sektor pertanian yang
juga memberikan nilai PDB yang cukup tinggi. Nilai PDB hortikultura
memberikan gambaran kontribusi yang diberikan subsektor hortikultura bagi
pendapatan nasional. Hortikultura terbagi kembali menjadi beberapa komoditas
yang mencakup buah-buahan, sayuran, tanaman hias, dan juga tanaman obat atau
biofarmaka. Nilai PDB hortikultura berdasarkan komoditas selama tahun 2006
sampai 2010 dapat dilihat pada Tabel 2.

2
Tabel 2 Nilai PDB hortikultura tahun 2006 sampai 2010 (dalam miliar rupiah)a
Komoditas
Tahun
Buah-buahan
Sayuran
Tanaman Hias
Biofarmaka
2006
35 447.59
24 694.25
4 734.27
3 762.41
2007
42 362.48
25 587.03
4 740.92
4 104.87
2008
47 059.78
28 205.27
5 084.78
3 852.67
2009
48 436.70
30 505.71
5 494.24
3 896.90
2010
45 481.89
31 244.16
6 173.97
3 665.44
a

Sumber: Direktorat Jenderal Hortikultura Kementerian Pertanian, 2011

Nilai PDB yang diberikan sayuran masih lebih kecil dibandingkan buahbuahan, namun sayuran memiliki nilai PDB yang terus meningkat, berbeda
dengan buah-buahan yang mengalami penurunan yang terjadi pada tahun 2010.
Nilai PDB hortikultura yang cenderung meningkat selama tahun 2006 sampai
2010 salah satunya disebabkan oleh peningkatan produksi sayuran di Indonesia.
Menurut data dari Badan Pusat Statistik (2013), produksi sayuran di Indonesia
cenderung mengalami peningkatan sejak tahun 2007 sampai 2011 meskipun
terdapat penurunan produksi pada tahun 2010. Nilai produksi sayuran di
Indonesia selama tahun 2007 sampai 2011 dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Nilai produksi sayuran di Indonesia tahun 2007 sampai 2011 (dalam ton)a
Tahun Nilai Produksi Sayuran (ton)
2007
9 491 139
2008
9 950 107
2009
10 753 419
2010
10 699 420
2011
11 394 891
a

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2013

Jenis sayuran dengan jumlah produksi yang besar di antaranya adalah kubis,
cabai, kentang, bawang merah, dan tomat. Dari kelima jenis sayuran yang
memiliki nilai produksi tertinggi di antara sayuran lainnya, tomat merupakan
sayuran dengan nilai produksi yang terus meningkat selama periode tahun 2007
sampai 2011. Nilai produksi lima jenis sayuran dengan produksi tertinggi di
Indonesia dapat dilihat pada Tabel 4.

3
Tabel 4 Nilai produksi lima jenis sayuran dengan produksi tertinggi di Indonesia
(dalam ton)a
Tahun
Bawang Merah
Kentang
Kubis
Cabai
Tomat
2007
802 810 1 003 733 1 288 740 1 128 792 635 474
2008
853 615 1 071 543 1 323 702 1 153 060 725 973
2009
965 164 1 176 304 1 358 113 1 378 727 853 061
2010
1 048 934 1 060 805 1 385 044 1 328 864 891 616
2011
893 124
955 488 1 363 741 1 903 229 954 046
a

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2013

Tomat dapat dibudidayakan hampir di seluruh provinsi di Indonesia. Namun
tidak seluruh provinsi mampu memproduksi tomat dengan jumlah yang besar.
Setidaknya ada empat provinsi yang mampu memproduksi tomat dengan nilai
yang cukup besar dibandingkan dengan provinsi lainnya yaitu Provinsi Sumatera
Utara, Jawa Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur. Selama periode tahun 2007
sampai 2011, Jawa Barat selalu menjadi produsen tomat terbesar di Indonesia.
Tabel 5 menunjukkan nilai produksi tomat di Provinsi Sumatera Utara, Jawa
Barat, Jawa Tengah, dan Jawa Timur selama tahun 2007 sampai 2011.
Tabel 5 Nilai produksi tomat tahun 2007 sampai 2011 (dalam ton)a
Provinsi
Tahun
Sumatera Utara
Jawa Barat
Jawa Tengah
Jawa Timur
2007
76 699
267 220
40 794
33 237
2008
69 134
269 404
55 475
46 046
2009
90 147
309 653
61 303
56 626
2010
84 353
304 774
76 462
56 342
2011
93 386
354 832
73 009
67 646
a

Sumber: Badan Pusat Statistik, 2013

Jawa Barat sebagai provinsi penghasil tomat terbesar di Indonesia memiliki
beberapa daerah sentra produksi tomat. Menurut Dinas Pertanian Provinsi Jawa
Barat, tiga wilayah penghasil tomat terbesar di Jawa Barat adalah Kabupaten
Bandung, Kabupaten Garut, dan Kabupaten Cianjur. Nilai produktivitas tomat
ketiga kabupaten tersebut selama periode tahun 2007 sampai 2011 dapat dilihat
secara lengkap pada Tabel 6.

4
Tabel 6 Nilai produktivitas tomat dan pertumbuhannya tahun 2007 sampai 2011
menurut kabupaten di Jawa Barat (dalam ton per hektar)a
Kabupaten
Nilai produktivitas
Pertumbuhan
Tahun
Bandung
Garut
Cianjur
Bandung
Garut
Cianjur
28.04
26.81
33.89
2007
48.79
27.79
13.91
74.00%
3.67%
-58.95%
2008
94.92
46.80
49.19
94.54%
68.43%
253.67%
2009
62.17
27.13
15.42
-34.50%
-42.04%
-68.66%
2010
118.44
21.73
27.40
90.51%
-19.88%
77.78%
2011
a

Diolah dari Dinas Pertanian Provinsi Jawa Barat, 2013

Jika dilihat dari nilai produktivitasnya, ketiga kabupaten penghasil tomat
tertinggi di Jawa Barat mengalami fluktuasi dalam nilai produktivitas tomat.
Dilihat dari pertumbuhan produktivitas per tahunnya, Kabupaten Cianjur
mengalami perubahan yang sangat besar dalam nilai produktivitas tomat yang
mengindikasikan adanya risiko yang besar juga dalam proses produksinya.
Adanya fluktuasi produksi menyebabkan jumlah tomat di pasar pada suatu waktu
bisa mencapai jumlah yang sedikit dan pada waktu lainnya bisa melebihi
permintaan konsumen. Dalam kehidupan sehari-hari, jumlah produk yang sedikit
atau langka akan membuat harga produk tersebut menjadi lebih tinggi, dan
sebaliknya. Fluktuasi yang terjadi pada produksi tomat akan mengakibatkan
adanya fluktuasi pada harga tomat, baik itu harga jual produsen maupun harga beli
konsumen. Ketersediaan tomat di pasar akan berpengaruh terhadap tingkat harga
tomat yang terjadi di pasar.
Kecamatan Gekbrong merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten
Cianjur yang memiliki produktivitas tomat yang tinggi dibandingkan dengan
kecamatan-kecamatan lainnya di Kabupaten Cianjur. Menurut data Dinas
Pertanian Tanaman Pangan dan Hortikultura Kabupaten Cianjur tahun 2011,
Kecamatan Gekbrong memiliki produktivitas tomat rata-rata 49 ton per hektar,
termasuk dalam 4 kecamatan yang memiliki nilai produktivitas tomat terbesar di
Kabupaten Cianjur. Tahun 2012, menurut data Badan Pengembangan Budidaya
Tanaman Pangan dan Hortikultura Kecamatan Gekbrong, produktivitas tomat di
Kecamatan Gekbrong rata-rata sebesar 35 ton per hektar. Berdasarkan data
tersebut, terjadi penurunan produktivitas tomat di Kecamatan Gekbrong yang
dapat diakibatkan oleh berbagai macam kendala.

Perumusan Masalah
Salah satu wilayah yang menjadi daerah penghasil tomat di Kecamatan
Gekbrong adalah Desa Gekbrong. Luas lahan darat di Desa Gekbrong didominasi
oleh lahan tegalan atau ladang yaitu sebesar 75 hektar, dimana lahan ini
berpotensi untuk pengelolaan usahatani tanaman hortikultura terutama sayuran.
Desa Gekbrong merupakan wilayah dengan ketinggian yang lebih tinggi
dibandingkan dengan beberapa desa lainnya di wilayah Kecamatan Gekbrong.

5
Kondisi alam di Desa Gekbrong juga mendukung dan berpotensi untuk
melakukan budidaya tanaman sayuran seperti tomat, cabai, brokoli, sawi, bawang
daun, wortel, dan lainnya.
Petani di Desa Gekbrong umumnya membudidayakan komoditi tomat di
antara tanaman hortikultura lainnya. Produksi tomat yang dilakukan oleh petani
tidak selalu memberikan hasil panen yang stabil. Berdasarkan sampel dari 38
orang petani tomat yang ada di Desa Gekbrong, diketahui bahwa selama periode
tanam tahun 2012, nilai produktivitas tomat yang dihasilkan oleh petani memiliki
nilai terendah sebesar 0.97 ton per hektar dan nilai tertinggi sebesar 65 ton per
hektar dengan nilai rata-rata 21.61 ton per hektar serta terlihat adanya fluktuasi
produktivitas tomat di antara petani.
Fluktuasi produktivitas mengindikasikan adanya fluktuasi produksi yang
terjadi. Fluktuasi produksi yang terjadi menunjukkan adanya risiko pada kegiatan
produksi tomat yang dilakukan petani tomat di Desa Gekbrong. Risiko produksi
dapat diakibatkan oleh berbagai macam kendala dari faktor internal maupun
faktor eksternal produksi. Faktor internal yang dapat mempengaruhi produksi
tomat antara lain penggunaan pupuk, berbagai pestisida yang digunakan, dan
berbagai input produksi lainnya. Sedangkan faktor eksternal yang mempengaruhi
produksi tomat di antaranya pengaruh musim pada saat kegiatan usahatani tomat.
Fluktuasi produktivitas sampel petani tomat di Desa Gekbrong dapat dilihat pada
Gambar 1.

70

Produktivitas (ton/ha)

60
50
40
30
20
10
0
1

3

5

7

9

11 13 15 17 19 21 23 25 27 29 31 33 35 37
Sampel Petani Tomat

Gambar 1 Fluktuasi produktivitas sampel petani tomat di Desa Gekbrong (musim
tanam tahun 2012)
Sumber: Data primer, 2013

Selain kendala dalam produksi yang dihadapi oleh petani tomat di Desa
Gekbrong, petani juga menghadapi kendala lain yaitu harga jual tomat yang tidak
selalu stabil. Harga jual tomat salah satunya tercipta karena adanya kondisi

6
permintaan dan penawaran di pasar, sehingga dalam kondisi tertentu saat jumlah
tomat meningkat, harga jual tomat bisa sangat rendah, dan ketika jumlah tomat
menurun karena adanya kendala dalam proses produksi, harga jual tomat bisa
meningkat. Harga jual tomat bisa berfluktuasi bahkan hanya dalam hitungan hari.
Menurut laporan harian harga produsen komoditas sayuran tingkat kabupaten/kota
yang dikeluarkan Departemen Pertanian Republik Indonesia, selama periode
Januari sampai Desember 2012 rata-rata harga jual tomat tertinggi di Kabupaten
Cianjur terjadi pada Bulan Januari yang mencapai Rp4 023.81 per kilogram
sedangkan rata-rata harga jual tomat terendah terjadi pada Bulan November yaitu
sebesar Rp850.00 per kilogram. Fluktuasi rata-rata harga tomat di Kabupaten
Cianjur selama periode Bulan Januari sampai Desember 2012 dapat dilihat pada
Gambar 2.

4500
4000

Harga (Rp/kg)

3500
3000
2500
2000
1500
1000
500
0
1

2

3

4

5

6
7
Bulan

8

9

10

11

12

Gambar 2 Rata-rata harga produsen tomat di Kabupaten Cianjur selama Januari
sampai Desember 2012
Sumber: Departemen Pertanian Republik Indonesia, 2013

Menurut hasil wawancara kepada petani tomat di Desa Gekbrong, terdapat
dua tujuan utama penjualan hasil panen tomat, yaitu koperasi dan pasar lokal.
Penjualan ke koperasi ditujukan ke koperasi Mitra Tani Parahyangan yang terletak
di Desa Tegallega, Kecamatan Warungkondang, Kabupaten Cianjur, yang
letaknya tidak terlalu jauh dari Desa Gekbrong. Penjualan ke pasar lokal ditujukan
ke pasar Tanah Tinggi, Kramat Jati, serta pasar Cianjur. Menurut petani,
penjualan tomat ke koperasi maupun ke pasar lokal melalui pengumpul tetap tidak
menghindarkan mereka dari kemungkinan adanya risiko harga jual tomat.
Fluktuasi harga jual tomat tetap terjadi, namun dengan nilai harga yang berbedabeda antara menjual ke koperasi dengan menjual ke pengumpul.

7
Adanya fluktuasi produktivitas antar petani tomat di Desa Gekbrong serta
fluktuasi yang terjadi pada harga jual tomat menjadi kendala dalam pelaksanaan
usahatani tomat di Desa Gekbrong. Dilihat dari penjabaran tersebut, permasalahan
yang dapat dirumuskan yang selanjutnya akan dijadikan bahan penelitian ini
adalah:
1.
Bagaimana pengaruh faktor-faktor produksi terhadap risiko produksi yang
dihadapi oleh petani tomat di Desa Gekbrong?
2.
Bagaimana tingkat risiko harga yang dihadapi oleh petani tomat di Desa
Gekbrong?

Tujuan Penelitian
Menurut penjabaran latar belakang dan perumusan masalah yang telah
dijelaskan sebelumnya, maka penelitian ini dilakukan dengan tujuan:
1.
Menganalisis pengaruh faktor-faktor produksi terhadap risiko produksi yang
dihadapi oleh petani tomat di Desa Gekbrong.
2.
Menganalisis tingkat risiko harga yang dihadapi oleh petani tomat di Desa
Gekbrong.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian yang telah dilaksanakan diharapkan mampu memberikan
informasi dan manfaat bagi berbagai pihak, di antaranya:
1.
Bagi petani tomat, sebagai bahan pertimbangan dalam melakukan produksi
dan penjualan hasil panen tomat karena adanya risiko produksi dan risiko
harga tomat.
2.
Bagi masyarakat, sebagai informasi adanya risiko dalam pelaksanaan
produksi dan penjualan hasil panen tomat yang mengakibatkan harga tomat
di pasar mengalami fluktuasi
3.
Bagi instansi terkait, memberikan informasi sebagai bahan kajian
pengembangan pelatihan atau penyuluhan bagi petani dan penentuan
berbagai kebijakan bagi petani tomat dalam hal produksi maupun penjualan
hasil panen tomat.

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian yang dilakukan di Desa Gekbrong mencakup petani hortikultura
yang menanam tomat. Penelitian difokuskan mengenai faktor-faktor produksi
yang mempengaruhi risiko produksi serta menganalisis mengenai tingkat risiko
harga yang terjadi yang dilihat berdasarkan harga jual tomat dari petani kepada
pihak koperasi yang dibandingkan dengan harga jual rata-rata di tingkat
Kabupaten Cianjur. Petani yang menjadi responden merupakan petani tomat yang
melakukan budidaya tomat pada periode tanam tahun 2012.

8

TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan Umum Komoditas Tomat
Menurut Andrew F. Smith dalam bukunya The Tomato in America, tomat
berkemungkinan besar berasal dari dataran tinggi pantai barat Amerika Selatan.
Iris E. Peralta dan David M. Spooner dalam American Journal of Botany (2001)
juga menyebutkan bahwa delapan spesies tomat liar berasal dari sebelah barat
Amerika Selatan. Trisnawati dan Setiawan (1994) menuliskan bahwa sejarah
tomat dimulai dari daratan Amerika Latin, lebih tepatnya di sekitar Peru, Equador.
Dari daerah inilah tanaman tomat mulai menyebar ke seluruh bagian daerah tropis
Amerika. Tidak lama kemudian, orang Meksiko mulai membudidayakan tanaman
ini. Tanaman tomat mulai masuk ke Eropa sekitar awal abad ke-16, sedangkan
penyebarannya ke Benua Asia dimulai dari Filipina melalui jalur Amerika
Selatan.
Pada kehidupan sehari-hari, ada sedikit perdebatan klasifikasi tomat ke
dalam buah-buahan atau sayuran. Secara botani, tomat adalah buah karena dalam
klasifikasi tumbuhan ada bagian-bagian seperti biji, akar, batang, daun, dan buah.
Dilihat dari sudut pandang kuliner, tomat digolongkan ke dalam jenis sayuran,
karena biasanya disajikan sebagai bagian dari salad atau hidangan utama, bukan
sebagai makanan penutup layaknya buah-buahan. Smith menulis dalam bukunya
bahwa pada tahun 1893 Mahkamah Agung Amerika Serikat menetapkan tomat
termasuk ke dalam golongan sayuran. Departemen Pertanian Republik Indonesia
juga menggolongkan tomat ke dalam kelompok sayuran.
Dilihat dari sisi kesehatan, tomat memiliki kandungan vitamin A dan C
yang cukup tinggi. Menurut Daftar Komposisi Bahan Makanan yang dikeluarkan
Departemen Kesehatan Republik Indonesia pada tahun 2005, kandungan zat gizi
tomat dapat dilihat pada Tabel 7.

Kandungan
Kalori
Protein
Lemak
Karbohidrat
Kalsium
Vitamin A
Vitamin C
a

Tabel 7 Kandungan gizi tomata
Jumlah
Satuan
20
kkal
1
Gram
0.3
Gram
4.2
Gram
5
miligram
1 500
SI (Satuan Indonesia)
40
miligram

Departemen Kesehatan RI, 2005

Dilihat dari sisi ekonomi, tomat sebagai salah satu komoditas sayuran
mempunyai prospek pasar yang dapat dikatakan cerah. Menurut Cahyono (2008),
cerahnya prospek pasar tomat dapat dilihat dari banyaknya jumlah tomat yang
dikonsumsi oleh masyarakat. Potensi pasar tomat juga dapat dilihat dari segi harga
yang terjangkau oleh berbagai lapisan masyarakat, sehingga membuka peluang

9
yang lebih besar terhadap serapan pasar. Peningkatan jumlah penduduk,
pendidikan, kesadaran gizi, dan peningkatan pendapatan masyarakat juga akan
meningkatkan kebutuhan tomat. Selain itu, kemajuan di bidang industri
pengolahan akan berperan terhadap besarnya serapan pasar tomat, sedangkan
kemajuan di bidang tranportasi akan lebih menunjang pemasarannya.
Proses budidaya tomat tidak terlepas dari adanya risiko. Salah satu
penyebab adanya risiko dalam proses budidaya tomat adalah adanya hama dan
penyakit yang menyerang tanaman tomat. Berdasarkan Standar Operasional
Prosedur Tomat yang dikeluarkan Direktorat Budidaya Tanaman Sayuran dan
Biofarmaka pada tahun 2010, beberapa jenis hama yang menyerang tomat adalah
ulat tanah, lalat buah, ulat buah tomat, kutu kebul, ulat grayak, dan pengorok
daun. Sedangkan penyakit yang sering menyerang tanaman tomat yaitu penyakit
rebah kecambah, penyakit antraknosa, penyakit bercak daun septoria, penyakit
bercak daun, penyakit busuk daun, penyakit bulukan, penyakit layu fusarium, dan
layu bakteri.

Budidaya Tomat
Standar Operasional Prosedur (SOP) Tomat yang dikeluarkan Direktorat
Budidaya Tanaman Sayuran dan Biofarmaka pada tahun 2010 telah menentukan
target untuk usaha budidaya tomat. Target yang akan dicapai dalam penerapan
SOP tersebut adalah tercapainya produksi optimal dengan budidaya di lapang,
mutu produksi sesuai dengan standar mutu yang telah ditetapkan, dan
meningkatnya ekspor tomat. Target produktivitas yang akan dicapai untuk tomat
adalah 25 ton per hektar.
Target mutu yang akan dicapai dengan penerapan SOP tomat antara lain:
1.
Ukuran tomat yang dihasilkan seragam tergantung permintaan pasar.
2.
Kesamaan sifat varietas seragam.
3.
Keseragaman tingkat kematangan buah.
4.
Utuh, bebas dari memar, tidak pecah, busuk, terbelah, atau terkelupas.
5.
Berat tomat yang dihasilkan rata-rata 30 persen besar (lebih dari 150 gram
per buah), 35 persen sedang (100 sampai 150 gram per buah), dan 35 persen
kecil (kurang dari 100 gram per buah).
6.
Buah aman untuk dikonsumsi.
7.
Rasa tomat segar.
Kegiatan budidaya tomat berdasarkan SOP tomat terbagi ke dalam 10 jenis
kegiatan. Kegiatan budidaya dimulai dengan penyediaan benih, persiapan lahan,
penanaman, pemasangan ajir, perempelan, pengairan, pemupukan, pengendalian
organisme pengganggu tanaman (OPT), panen, dan pascapanen.
Penyediaan benih merupakan rangkaian kegiatan menyediakan benih tomat
bermutu dari varietas yang dianjurkan dalam jumlah yang cukup pada waktu yang
tepat. Kegiatan persiapan lahan adalah kegiatan mempersiapkan lahan yang sesuai
untuk pertumbuhan tanaman, meliputi kegiatan persiapan/pengolahan lahan,
pemupukan dasar dan atau pemasangan mulsa plastik. Penanaman adalah
rangkaian kegiatan memindahkan bibit dari tempat penyemaian ke lahan atau
areal penanaman hingga tanaman berdiri tegak dan siap tumbuh di lapangan.

10
Pemasangan ajir merupakan kegiatan memasang penyanggah/penopang
dekat dengan tanaman tomat. Perempelan merupakan kegiatan membuang tunas
air atau tunas samping yang tidak produktif dalam rangka pembentukan tanaman.
Perempelan juga dilakukan untuk membuang daun tua, daun terserang penyakit,
dan buah yang terserang hama atau penyakit. Pengairan yaitu memberikan air
sesuai kebutuhan tanaman pada daerah perakaran tanaman dengan air yang
memenuhi standar pada waktu, cara, dan jumlah yang tepat.
Pemupukan merupakan penambahan unsur hara ke dalam tanah apabila
kandungan unsur hara dalam tanah tidak mencukupi untuk mendukung
pertumbuhan tanaman secara optimal. Pengendalian OPT dilakukan dengan
sistem terpadu untuk menurunkan populasi OPT atau intensitas serangan sehingga
tidak merugikan secara ekonomis dan aman bagi lingkungan manusia. Panen
merupakan kegiatan memetik buah yang telah siap panen atau mencapai
kematangan fisiologis sesuai persyaratan yang telah ditentukan. Pascapanen
mencakup kegiatan pengelolaan buah setelah panen hingga siap didistribusikan ke
konsumen.
Abidin et al. (1997) menjelaskan bahwa waktu tanam yang tepat sangat
penting untuk budidaya tanaman tomat, karena tanaman ini sangat rentan terhadap
keadaan lingkungan terutama temperatur, kelembaban, intensitas cahaya, air
irigasi, dan drainase. Menurut Villareal (1980) dalam buku yang ditulis Abidin et
al. (1997), curah hujan tinggi disertai temperatur yang tinggi dapat menyebabkan
terhambatnya pembuahan (fruitset) dan meningkatnya serangan penyakit yang
disebabkan oleh bakteri Pseudomonas solanacearum, sehingga hasil buahnya
akan rendah. Hal tersebut menunjukkan bahwa risiko produksi tomat pada musim
hujan lebih tinggi dibandingkan pada musim kemarau.
Menurut Jacob dan Uexkull (1960) dalam Abidin et al. (1997), Nitrogen,
Fosfor, dan Kalium merupakan golongan unsur hara utama yang banyak
diperlukan tanaman. Nitrogen diperlukan untuk pertumbuhan vegetatif. Fosfor
juga sangat penting untuk permulaan tumbuh, sifatnya sukar larut dalam air.
Selain itu, Fosfor berperan dalam pembentukan bunga, buah, dan biji. Kalium
dapat diberikan sekaligus pada waktu tanam atau dua kali yaitu pada saat tanam
dan beberapa minggu setelah tanam. Peranan utama kalium dalam tanaman adalah
sebagai aktivator berbagai enzim. Kalium membuat tanaman lebih tahan terhadap
penyakit dan dapat merangsang pertumbuhan akar. Secara umum, Kalium
berperan sebagai pengimbang terhadap pengaruh Nitrogen dan Fosfor.
Standar Operasional Prosedur (SOP) Tomat yang dikeluarkan Direktorat
Budidaya Tanaman Sayuran dan Biofarmaka pada tahun 2010 telah menetapkan
rekomendasi penggunaan pupuk tunggal untuk penanaman tomat. Penggunaan
pupuk tunggal masing-masing per musim tanam adalah 100 kilogram per hektar
untuk unsur N, 100 kilogram per hektar untuk unsur P, dan 50 kilogram per hektar
untuk unsur K yang tentunya penggunaan pupuk ini akan semakin tinggi bila
digunakan di musim hujan. Penggunaan pupuk kandang dosis 15 ton per hektar
dengan pupuk buatan majemuk NPK 15-15-15 sebanyak 600 kilogram per hektar
cukup memadai dalam budidaya tanaman tomat di musim kemarau, sedangkan di
musim hujan dengan pupuk kandang 30 ton per hektar dan NPK 15-15-15
sejumlah 1000 sampai 1200 kilogram per hektar (Nurtika 1984 dan Sutapradja
1979 dalam Abidin et al. 1997).

11
Analisis Risiko Produksi Komoditas Pertanian
Menurut Asche dan Tveteras (1999), risiko produksi merupakan bagian
yang tidak terpisahkan dari proses produksi di sebagian besar industri primer.
Dalam mengembangkan negara dimana pertanian subsisten masih mendominasi,
risiko produksi adalah masalah yang membutuhkan perhatian besar. Pada kasus
terburuk, adanya guncangan yang merugikan pada sisi produksi dapat
menyebabkan kebangkrutan bagi produsen.
Banyak penelitian yang telah dilakukan untuk mencari sumber risiko,
tingkat risiko, dan pengaruh atau dampak dari risiko produksi terhadap jalannya
suatu usaha. Sumber risiko, tingkat risiko, dan pengaruh atau dampak dari risiko
produksi akan berbeda tergantung dari komoditas yang diusahakannya. Dalam
penelitian yang dilakukan Aldila (2013), penelitian mengenai risiko produksi
dilakukan untuk menganalisis pengaruh faktor-faktor produksi dan faktor lingkungan
terhadap risiko produksi yang dihadapi oleh petani jagung manis, dan untuk
menganalisis pengaruh risiko produksi terhadap pendapatan usahatani jagung manis.
Mandasari (2012) melakukan penelitian untuk menganalisis kondisi risiko produksi,
sumber risiko produksi, serta tingkat risiko produksi tomat dan cabai merah.
Sedangkan Fariyanti (2008) melakukan penelitian untuk menganalisis risiko produksi
dan risiko harga produk dalam kegiatan usahatani, menganalisis pengaruh risiko
produksi dan risiko harga produk serta keterkaitan faktor-faktor terhadap perilaku
ekonomi rumah tangga petani sayuran dalam pengambilan keputusan produksi,
konsumsi, dan alokasi tenaga kerja, menganalisis pengaruh peningkatan risiko
produksi dan harga produk serta upah pada kegiatan usahatani terhadap perilaku
ekonomi rumah tangga petani sayuran, serta menyusun aktivitas produksi yang dapat
mengurangi risiko produksi dan risiko harga produk.
Aldila (2013) menggunakan metode Just and Pope dalam penelitiannya untuk
mengidentifikasi risiko produksi dengan melakukan pendugaan terhadap fungsi
produktivitas rata-rata dan fungsi varians produktivitas. Mandasari (2012)
menggunakan nilai varians, standar deviasi, dan koefisien variasi untuk menilai
tingkat risiko produksi tomat dan cabai merah. Fariyanti (2008) dalam penelitiannya
menggunakan model GARCH untuk mengakomodasi nilai variance error produksi.
Berdasarkan penelitian Aldila (2013) diketahui bahwa risiko produksi jagung
manis secara nyata dipengaruhi oleh penggunaan faktor produksi pupuk phonska,
furadan, pupuk TSP, dan tenaga kerja. Peningkatan penggunaan faktor produksi
pupuk phonska dan furadan secara nyata dapat meningkatkan risiko produksi (Risk
Inducing Factor). Di lain sisi, peningkatan penggunaan pupuk TSP dan tenaga kerja
secara nyata dapat menurunkan risiko produksi (Risk Reducing Factor). Faktor
produksi benih, pupuk kandang, dan pestisida cair dapat menurunkan risiko produksi
tetapi tidak berpengaruh nyata. Pupuk urea dapat meningkatkan risiko produksi tetapi
pengaruhnya tidak nyata. Sementara itu, penggunaan benih varietas hawai memiliki
risiko produksi yang lebih kecil daripada penggunaan benih non hawai akan tetapi
pengaruhnya tidak nyata. Musim tidak berpengaruh nyata terhadap risiko produksi
hal ini dikarenakan pada musim hujan dan musim kemarau tingkat terjadinya risiko
produksi sama besarnya.
Mandasari (2012) menjelaskan dalam hasil penelitiannya bahwa hasil produksi
yang diperoleh pada setiap panen tomat dan cabai merah berfluktuasi karena hal
tersebut dipengaruhi oleh kondisi cuaca dan iklim yang sulit diprediksi, adanya
serangan hama dan penyakit, serta kondisi kesuburan lahannya. Risiko produksi yang
terjadi menyebabkan kerugian bagi petani hingga tidak dapat menutupi biaya

12
produksi yang dikeluarkan pada musim tersebut. Penghitungan tingkat risiko produksi
memberikan nilai koefisien variasi sebesar 0.687 untuk komoditas tomat dan 0.629
untuk komoditas cabai merah.
Fariyanti (2008) dalam penelitiannya menjelaskan mengenai risiko produksi
kentang yang diindikasikan oleh fluktuasi produksi kentang disebabkan oleh risiko
produksi pada musim sebelumnya dan penggunaan input. Pupuk dan tenaga kerja
menjadi faktor yang menimbulkan risiko produksi (risk inducing factors) sedangkan
lahan, benih, dan obat-obatan menjadi faktor yang mengurangi risiko produksi (risk
reducing factors). Pada komoditas kubis, lahan dan obat-obatan menjadi faktor yang
menimbulkan risiko produksi, sementara benih, pupuk, dan tenaga kerja menjadi
faktor yang mengurangi risiko produksi. Selain itu juga diketahui akibat adanya risiko
produksi dan risiko harga produk kentang dan kubis pada proses produksi
menyebabkan penurunan tingkat produktivitas dan pendapatan usahatani kentang dan
kubis.

Analisis Risiko Harga Komoditas Pertanian
Risiko harga merupakan salah satu jenis risiko yang juga harus
diperhitungkan dalam pelaksanaan usaha atau bisnis. Salah satu penyebab adanya
risiko harga adalah ketidakpastian harga yang diterima produsen. Banyak hal yang
dapat membuat harga jual produk pertanian menjadi tidak stabil. Amri (2011)
melakukan penelitian untuk menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi fluktuasi
harga sayuran serta alternatif strategi untuk mengurangi risiko harga sayuran. Sari
(2009) melakukan penelitian untuk menganalisis risiko harga cabai merah keriting
dan cabai merah besar di Indonesia. Sedangkan Siregar (2009) melakukan penelitian
untuk menganalisis risiko harga DOC pada PT. Sierad Produce tbk.
Analisis kuantitaif yang digunakan Amri (2011) untuk menganalisis tingkat
risiko harga adalah perhitungan VaR dan model ARCH-GARCH yang digunakan
untuk meramalkan volatilitas periode selanjutnya. Sama seperti Amri (2011),
penelitian yang dilakukan Sari (2009) dan Siregar (2009) juga menggunakan
perhitungan VaR dan model ARCH-GARCH.
Berdasarkan penelitiannya, Amri (2011) menjelaskan bahwa risiko harga
sayuran khususnya komoditas kentang, kubis, dan tomat cenderung mengalami
fluktuasi yang dipengaruhi oleh jumlah pasokan yang masuk ke pasar, harga satu hari
sebelumnya, dan permintaan khusus untuk komoditas kentang. Semakin tinggi risiko
harga pada periode sebelumnya maka semakin tinggi risiko harga pada periode
selanjutnya. Sari (2009) menyebutkan bahwa cabai merah keriting dan cabai
merah besar merupakan komoditi yang sangat fluktuatif dari sisi harga. Harga
yang sangat fluktuatif menyebabkan tingginya risiko harga cabai merah keriting
dan cabai merah besar. Risiko harga cabai merah keriting yang lebih besar
dibandingkan cabai merah besar disebabkan oleh beberapa faktor di antaranya
yaitu volume permintaan cabai merah keriting yang lebih besar sementara
pasokan lebih berfluktuasi terkait dengan risiko produksi. Siregar (2009)
berdasarkan penelitiannya menyimpulkan bahwa risiko harga DOC broiler
dipengaruhi oleh varian dan volatilitas harga DOC periode sebelumnya,
sedangkan risiko harga DOC layer hanya dipengaruhi oleh volatilitas harga DOC
layer periode sebelumnya, serta risiko harga DOC broiler lebih besar
dibandingkan dengan risiko harga DOC layer.

13

KERANGKA PEMIKIRAN
Teori Produksi dan Fungsi Produksi
Hubungan kuantitatif antara input dengan produksi dikenal dengan istilah
fungsi produksi, sedangkan analisis dan pendugaan hubungan itu disebut analisis
fungsi produksi (Dillon dan Hardaker 1984). Jika Y adalah produksi dan Xi adalah
input i, maka nilai Y bergantung kepada nilai X1, X2, X3, …, Xm yang digunakan.
Jika suatu persamaan fungsi produksi menggunakan m input, maka persamaan itu
disebut fungsi produksi dengan m faktor. Hubungan Y dan X secara aljabar dapat
ditulis sebagai berikut:
Y = f (X1, X2, X3, …, Xm)
Hubungan faktor-faktor produksi menjelaskan hubungan antara produksi
dengan satu faktor variabel produksi, dan disebut sebagai fungsi produksi
(Suratiyah 2006). Gambar 3 menjelaskan mengenai hubungan fungsi produksi
antara satu output dengan satu input. Dari fungsi produksi juga dapat digambarkan
Marginal Product (MP) yang menjelaskan tambahan produksi per satuan
tambahan input serta Average Product (AP) yang menjelaskan produksi per
satuan input. Gambar 3 juga menjelaskan elastisitas produksi (Ep) yang terjadi
yang menunjukkan persentase perbandingan dari output yang dihasilkan sebagai
akibat dari persentase input yang digunakan.
Fungsi produksi biasanya dibagi menjadi tiga daerah yaitu Daerah I di
sebelah kiri titik AP maksimum, Daerah II di antara AP maksimum dan MP = 0,
dan Daerah III di sebelah kanan MP = 0. Daerah I termasuk ke dalam daerah yang
tidak rasional karena daerah ini merupakan daerah yang belum mencapai
keuntungan maksimum sehingga seharusnya input masih bisa terus ditingkatkan,
dengan nilai Ep ≥ 1. Daerah II merupakan daerah rasional dalam produksi karena
pada tingkat tertentu penggunaan faktor produksi pada daerah ini akan
memberikan keuntungan maksimum. Daerah II memiliki nilai Ep antara 0 dan 1
(0 < Ep < 1), sehingga penambahan faktor produksi sebesar satu persen akan
menimbulkan penambahan output sebesar nol sampai satu persen. Daerah III
termasuk ke dalam daerah yang tidak rasional karena setiap penambahan faktor
produksi akan menurunkan output yang dihasilkan.

14

Total Produksi

Daerah
I

Daerah
II

Daerah
III

TP

Output per Unit Input

x (input variabel)

AP

x (input variabel)
Sumber: Suratiyah, 2006

MP

Gambar 3 Kurva Produk Total, Produk Marjinal, dan Produk Rata-rata

Teori Risiko
Risiko tidak terlepas dari kehidupan sehari-hari dan pada umumnya akan
selalu hadir pada setiap kegiatan usaha atau bisnis yang dilakukan. Risiko identik
dengan kerugian. Kountur (2006) menjelaskan bahwa terdapat tiga unsur penting
yang terdapat pada risiko, yaitu merupakan suatu kejadian, kejadian tersebut
masih berupa kemungkinan, dan jika terjadi, kejadian tersebut akan menimbulkan
kerugian.
Robison dan Barry (1987) menjelaskan bahwa risiko adalah peluang
terjadinya suatu kejadian yang dapat diukur oleh pengambil keputusan dan pada
umumnya memberikan kerugian. Konsep mengenai risiko sering muncul bersama
dengan konsep ketidakpastian. Perbedaan mendasar dari kedua konsep ini adalah
ketidakpastian tidak dapat diukur seperti risiko. Risiko juga sering diartikan
sebagai perbedaan antara hasil aktual dengan hasil yang diharapkan. Salah satu
indikasi adanya risiko dalam kegiatan bisnis dapat dilihat dengan adanya variasi,
fluktuasi, atau volatilitas dari hasil yang diharapkan pelaku bisnis.
Harwood, et al (1999) menjelaskan mengenai sumber-sumber risiko dalam
pertanian. Terdapat lima jenis sumber risiko yang dijelaskan, yaitu:
1.
Risiko hasil atau produksi pertanian, terjadi karena dipengaruhi oleh
berbagai peristiwa yang tidak dapat dikendalikan yang sering berhubungan
dengan cuaca, termasuk curah hujan yang terlalu sedikit atau bahkan

15
berlebihan, suhu ekstrim, serta serangan hama maupun penyakit. Teknologi
memiliki peran yang penting dalam risiko produksi produk pertanian.
Pengaplikasian yang cepat dari adanya varietas tanaman baru ataupun teknik
produksi seringkali memberikan peningkatan efisiensi dan membantu
mengurangi risiko produksi yang mungkin akan terjadi.
2.
Risiko harga atau pasar, mencerminkan risiko yang terkait dengan
perubahan dalam harga output maupun input yang mungkin terjadi setelah
petani memutuskan untuk melakukan proses usahatani. Risiko pasar sangat
dipengaruhi oleh faktor-faktor lain seperti kondisi permintaan dan
penawaran di pasar. Kondisi permintaan atau penawaran tersebut akan
mempengaruhi harga jual yang juga akan mempengaruhi tingkat pendapatan
yang akan diperoleh petani.
3.
Risiko kelembagaan, terjadi karena adanya perubahan kebijakan dan
peraturan yang mempengaruhi bidang pertanian. Jenis risiko umumnya
dinyatakan sebagai kendala produksi yang tidak terduga atau adanya
perubahan harga input dan output. Misalnya, perubahan dalam peraturan
pemerintah tentang penggunaan pestisida untuk tanaman atau obat-obatan
untuk peternakan yang dapat mempengaruhi biaya produksi, atau adanya
pembatasan kuota impor komoditi tertentu oleh negara importir sehingga
mempengaruhi ketersediaan dan harga komoditi tersebut. Risiko
kelembagaan juga bisa muncul dari adanya perubahan ketentuan pajak atau
ketentuan kredit dalam bidang pertanian.
4.
Risiko personal, petani juga merupakan salah satu penyebab terjadinya
risiko atau dapat disebut juga risiko yang diakibatkan oleh manusia.
Kejadian-kejadian yang tidak terduga seperti kematian, kecelakaan,
kesehatan dapat mempengaruhi perusahaan. Kejadian tersebut dapat
berpengaruh pada sistem kinerja pada perusahaan, seperti menurunnya
produktivitas. Selain itu, adanya kelalaian manusia seperti kebakaran,
kehilangan atau kerusakan, serta pencurian juga merupakan penyebab risiko
yang dapat merugikan perusahaan.
5.
Risiko keuangan, risiko ini dapat terjadi karena adanya peminjaman modal
yang dilakukan oleh petani. Adanya pinjaman tersebut membuat petani
harus menyisihkan pendapatannya untuk membayar hutang. Risiko ini
terjadi ketika petani tidak memiliki pengetahuan tentang bagaimana
perubahan suku bunga di masa yang akan datang, atau ketidaktahuan
tentang sistem peminjaman yang ditawarkan, sehingga menjadi salah satu
kendala dalam proses pembayaran.
Terkait dengan analisis risiko, terdapat model Just and Pope yang
menggambarkan fungsi produksi yang terdiri atas fungsi produksi rata-rata (mean
production function) dan fungsi varians produksi (variance production function).
Pemodelan risiko produksi Just and Pope menggunakan prosedur dua langkah,
yaitu fungsi produksi rata-rata dan fungsi varians produksi yang dijelaskan oleh
Asche dan Tveteras (1999). Dalam model risiko, beberapa input dapat menjadi
faktor yang menimbulkan risiko produksi (risk inducing factor) dan faktor
pengurang risiko (risk reducing factor). Dalam model ini, fungsi produksi ratarata maupun varians produksi dipengaruhi oleh variabel input seperti pupuk,
pestisida, maupun musim tanam. Sedikit perubahan dilakukan dalam penelitian
ini, yaitu mengganti fungsi produksi rata-rata menjadi fungsi produktivitas rata-

16
rata, serta mengganti fungsi varians produksi menjadi fungsi varians
produktivitas. Nilai produktivitas mencakup hasil produksi yang sudah
diperhitungkan dengan luas areal tanamnya, sehingga nilainya bisa dibandingkan
antar petani karena sudah memiliki satuan luas lahan yang sama.

Kerangka Pemikiran Operasional
Desa Gekbrong di Kecamatan Gekbrong Kabupaten Cianjur memiliki
karakterisitik yang berbeda dibandingkan dengan desa lain yang ada di sekitarnya.
Petani di desa lain di sekitar Desa Gekbrong menjadikan padi sebagai tanaman
utama yang dibudidayakan dalam proses usahatani untuk memenuhi kebutuhan
hidup mereka. Hal berbeda dilakukan oleh petani di Desa Gekbrong yang
sebagian besar menanam tanaman hortikultura terutama sayuran. Jenis sayuran
utama yanng ditanam di desa ini adalah tomat.
Budidaya tomat tidak sepenuhnya memberikan keuntungan maksimum bagi
petani. Hal tersebut terjadi karena adanya risiko dalam pelaksanaan usahatani
tomat yang dilakukan. Risiko utama yang terjadi di Desa Gekbrong adalah risiko
produksi dan risiko harga.
Risiko produksi yang terjadi diindikasikan dengan adanya fluktuasi
produktivitas tomat di antara petani tomat yang ada di Desa Gekbrong.
Produktivitas tomat rata-rata yang dihasilkan petani belum mencapai target
produktivitas nasional. Sumber internal yang menyebabkan risiko produksi
diantaranya karena adanya perbedaan penggunaan jumlah input pada masingmasing petani. Beberapa input yang biasa digunakan dalam proses budidaya tomat
di antaranya adalah pupuk kandang, pupuk unsur N, pupuk unsur P, pupuk unsur
K, insektisida cair, pupuk daun, dan fungisida. Sedangkan sumber eksternal yang
menyebabkan adanya risiko produksi adalah adanya pengaruh musim.
Berdasarkan faktor-faktor produksi yang ada, dilakukan analisis risiko
produksi menggunakan model Just and Pope. Analisis tersebut dilakukan dengan
melakukan pendekatan terhadap fungsi produktivitas rata-rata dan fungsi varians
produktivitas. Hasil analisis akan memberikan gambaran mengenai pengaruh
penggunaan input atau faktor-faktor produksi terhadap risiko produksi.
Data harga produsen yang dikeluarkan oleh Departemen Pertanian Republik
Indonesia menunjukkan bahwa terjadi fluktuasi harga yang terjadi pada harga jual
tomat dari petani di Kabupaten Cianjur. Perubahan harga tomat yang tidak stabil
menyebabkan pendapatan petani ikut mengalami perubahan sehingga harga jual
tomat menjadi salah satu risiko yang harus diperhatikan petani. Analisis risiko
harga dilakukan untuk mengukur sejauh mana tingkat risiko harga yang dihadapi
oleh petani dalam proses penjualan hasil produksinya. Tingkat risiko diukur
berdasarkan nilai dari varians, standar deviasi, dan koefisien variasi.
Pengaruh penggunaan faktor-faktor produksi terhadap risiko produksi serta
tingkat risiko harga yang telah diketahui diharapkan mampu memberikan
gambaran bagi petani untuk dapat melakukan kebijakan atau tindakan dalam
proses usahataninya. Secara lebih ringkas, kerangka pemikiran operasional
penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 4.

17
Kegiatan usahatani tomat yang dilakukan petani
tomat di Desa Gekbrong

Faktor produksi internal:
1. Pupuk kandang
2. Pupuk unsur N
3. Pupuk unsur P
4. Pupuk un