Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Risiko Produksi Ternak Kelinci (Studi Kasus Kelinci Hias di Desa Gunung Mulya, Kabupaten Bogor)

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
RISIKO PRODUKSI TERNAK KELINCI
(Studi Kasus Kelinci Hias Di Desa Gunung Mulya,
Kabupaten Bogor)

ROSALYN HAZAIRINA

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis FaktorFaktor Yang Mempengaruhi Risiko Produksi Ternak Kelinci (Studi Kasus
Kelinci Hias Di Desa Gunung Mulya, Kabupaten Bogor) adalah benar karya saya
dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah

disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juni 2013

Rosalyn Hazairina
H34104101

ABSTRAK

ROSALYN HAZAIRINA. Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Risiko
Produksi Ternak Kelinci (Studi Kasus Kelinci Hias Di Desa Gunung Mulya,
Kabupaten Bogor). Dibimbing oleh NETTI TINAPRILLA

Kelinci mempunyai potensi besar untuk dikembangkan karena hewan ini
mempunyai kemampuan pertumbuhan dan perkembangan yang sangat pesat.
kelinci mempunyai potensi biologis yang tinggi, yaitu kemampuan reproduksi
yang tinggi, cepat berkembangbiak, interval kelahiran yang pendek, prolifikasi

yang tinggi, dan mudah pemeliharaannya serta tidak membutuhkan lahan yang
luas. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menganalisis dan mengidentifikasi
faktor-faktor produksi apa saja yang dapat mempengaruhi produksi dan risiko
produksi ternak kelinci serta menganalisis pengaruh faktor-faktor produksi yang
digunakan dalam mempengaruhi risiko produksi dalam kegiatan budidaya ternak
kelinci. Untuk menganalisis faktor-faktor tersebut menggunakan GARCH (1,1)
karena dapat mengakomodasi pendugaan secara sekaligus untuk fungsi produksi
rata-rata (mean production function) dan variance (variance production function).
Hasil yang didapat menunjukkan bahwa pada fungsi produksi rata-rata, variabel
yang berpengaruh nyata, yaitu variabel indukan, pakan hijauan, pakan konsentrat,
pakan, dan obat-obatan karena berada pada taraf nyata kurang dari satu persen.
Sedangkan dalam fungsi variance, variabel yang berpengaruh nyata adalah
variabel indukan, pakan konsentrat, dan tenaga kerja. Adapun pengaruh dari
variabel tersebut dalam fungsi produksi rata-rata, yaitu variabel indukan, pakan
hijauan dan pakan konsentrat, semakin banyak penggunaannya maka produksi
akan meningkat, sedangkan untuk variabel obat-obatan sebaliknya. Pengaruh
variabel tersebut dalam fungsi variance, yaitu ketiga variabel tersebut
menunjukkan tanda parameter yang negatif sehingga semakin besar penggunaan
ketiga variabel tersebut maka akan mengurangi risiko produksi.
Kata kunci: faktor, GARCH (1,1), kelinci, produksi, risiko


ABSTRACT
ROSALYN HAZAIRINA. Analysis of Factors Affecting Livestock
Production Risk Rabbits (Pet Rabbit Case Study in Mount Mulya village, Bogor
Regency). Supervised by NETTI TINAPRILLA.
Rabbits have a great potential to be developed because these animals have
the ability to growth and have very rapid development. Rabbits have a high
biological potency, the high reproducibility, fast breeding, short birth intervals,
high prolification, and easy to maintenance and do not require large tracts of
land. The purpose of this study is to analyze and identify the factors of production
that could affect production and livestock production risks of rabbits and analyze

the factors of production used in influencing the risk of rabbits reproduction. To
analyze these factors using a GARCH (1,1) because it can accommodate as well
as estimate the production function of the average (mean production function)
and variance (variance production function). The results showed that the average
production function which are significant variables, ie variables broodstock,
forage feed, feed concentrates, feed, and medicine as they are on the level of less
than one percent. While in the variance function, the significant variables are
variables breeders, feed concentrates, and labor. The influence of these variables

in the production function of the average, ie variable broodstock, forage feed and
concentrate feed, the more we use it will increase production, while for drugs
variable the effect is vice versa. Influence of these variables in the variance
function, ie three variables showed a negative parameter sign that more and more
use of these three variables will reduce production risk.
Keywords: factor, GARCH (1,1), production, rabbits, risk

ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
RISIKO PRODUKSI TERNAK KELINCI
(Studi Kasus Kelinci Hias Di Desa Gunung Mulya,
Kabupaten Bogor)

ROSALYN HAZAIRINA

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Agribisnis


DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi

Nama
NIM

: Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Risiko Produksi
Ternak Kelinci (Studi Kasus Kelinci Hias di Desa Gunung
Mulya, Kabupaten Bogor)
: Rosalyn Hazairina
: H34104101

Disetujui oleh

Dr Ir Netti Tinaprilla, MM


Diketahui oleh

Dr Ir Nunung Kusnadi, MS

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2013 ini ialah
risiko, dengan judul Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Risiko Produksi
Ternak Kelinci (Studi Kasus Kelinci Hias di Desa Gunung Mulya, Kabupaten
Bogor).
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dr Ir Netti Tinaprilla, MM selaku
pembimbing, serta Ibu Ir. Narni Farmayanti Msi yang telah banyak memberi saran
dan masukan. Kepada Bapak Dr. Suharno, MAdev dan Ibu Ir. Harmini, Ms selaku
dosen penguji utama dan dosen komdik. Di samping itu, ucapan terimakasih juga
penulis hanturkan kepada Bapak Dr. Ir. Yono C Raharjo, Msc dan Bapak Dr. Ir.
Bram Brahmantiyo dari Balai Penelitian Ternak atas ilmu dan pengalaman yang

berharga, Pihak Kelompok Tani Budi Asih atas kesempatan dan informasi yang
diberikan selama penelitian, Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada
papa dan mama, serta seluruh keluarga, mba yasmine, upi, iris, daus, tante, acis,
bang awan, arief, shiro, cantik, upin, junior, oli, oni, bonbon, miiko, mikha, dan
simba, atas segala doa dan kasih sayangnya. Ucapan terima kasih juga mengalir
untuk teman seperjuangan saat kuliah dan penelitian Naya, Imel, Vera, Fhia, Teh
Tresna, Nina, Winda, Ka Vela, serta teman-teman agribisnis alih jenis I atas
semangat dan Sharing selama ini, serta pihak yang tidak dapat disebutkan satu per
satu, terima kasih atas bantuannya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Juli 2013

Rosalyn Hazairina
(H34104101)

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

v


DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vii

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan
Manfaat
Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Jenis Kelinci Ternakan
Faktor-faktor Produksi Peternakan Kelinci
Kandang dan Peralatan
Pakan

Penyakit
Sumber-sumber Risiko
Faktor Produksi dan Risiko Produksi
KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Konsep Risiko dan Ketidakpastian
Sumber Risiko
Teori Produksi
Kerangka Pemikiran Operasional
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu
Metode Penentuan Sampel
Jenis dan Sumber Data
Metode Pengumpulan Data
Metode Pengolahan dan Analisis Data
Analisis Model Just And Pope
Model ARCH GARCH
Pengujian Hipotesis
Hipotesis
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

Lokasi dan Kondisi Geografis Desa Gunung Mulya
Keadaan Penduduk dan Mata Pencaharian
Potret Kegiatan Bisnis Desa Gunung Mulya
Gambaran Umum Peternak Kelinci Desa Gunung Mulya
Karakteristik Responden
Umur
Pendidikan
Pengalaman Beternak

1
1
5
7
7
7
7
7
9
9
11

12
12
13
15
15
15
17
18
20
22
22
22
22
23
23
23
25
25
27
27
28
29
30
31
31
32
32
33

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI RISIKO
PRODUKTIVITAS TERNAK KELINCI
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Ternak
Kelinci
Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Variance Produksi
Ternak Kelinci
SIMPULAN DAN SARAN
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

34
35
40
43
44
46

DAFTAR TABEL
1. Populasi ternak kelinci di Indonesia (Per Provinsi)
2. Tingkat pertumbuhan di Kabupaten Bogor
3. Perbandingan tingkat pertumbuhan populasi beberapa hewan ternak
di Kabupaten Bogor (2010-2011)
4. Populasi kelinci di Kabupaten Bogor per kecamatan tahun 2011
5. Ragam ukuran (minimal) kandang baterai
6. Jumlah penduduk Desa Gunung Mulya berdasarkan tingkat
pendidikan tahun 2012
7. Jumlah penduduk Desa Gunung Mulya berdasarkan mata
pencaharian tahun 2012
8. Sebaran umur responden peternak kelinci Desa Gunung Mulya
9. Tingkat pendidikan responden Desa Gunung Mulya
10. Sebaran pengalaman berternak responden peternak kelinci
11. Pengujian multikolinearitas antar variabel independent
12. Hasil pendugaan persamaan fungsi produksi rata-rata ternak kelinci
di Desa Gunung Mulya Tahun 2012
13. Hasil pendugaan persamaan fungsi variance produksi pada ternak
kelinci di Desa Gunung Mulya Kabupaten Bogor tahun 2012

2
3
3
4
10
29
30
32
33
33
34
35
40

DAFTAR GAMBAR
1.
2.
3.
4.
5.

Produktivitas kelinci di Desa Gunung Mulya per semester
Tiga unsur penting risiko
Jenis risiko
Kurva produksi
Kerangka Pemikiran Operasional

6
16
17
19
21

DAFTAR LAMPIRAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Kuesioner penelitian
Jenis dan sumber data sekunder
Letak geografi Desa Gunung Mulya
Hasil analisis regresi produksi
Hasil regresi GARCH (1,1)
Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dalam usaha ternak
kelinci siklus pertama tahun 2013
7. Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dalam usaha ternak
kelinci siklus kedua tahun 2013

47
51
52
53
54
55
56

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Peternakan merupakan suatu usaha dalam pembudidayaan hewan yang
bertujuan untuk pemuliaan dan menghasilkan barang dan jasa. Sejak dahulu
hingga saat ini, peternakan menjadi salah satu matapencaharian masyarakat selain
bertani. Peternakan yang umumnya berkembang di Indonesia adalah peternakan
hewan ruminansia, seperti sapi, kerbau, domba, dan kuda. Selain itu, juga ada
peternakan non ruminansia seperti peternakan unggas, peternakan babi dan
peternakan kelinci.
Dalam masyarakat, kelinci dikenal sebagai hewan peliharaan yang banyak
disukai oleh anak-anak maupun dewasa. Mereka banyak memilih kelinci sebagai
hewan kesayangan dengan berbagai pertimbangan menjadikan kelinci sebagai
hewan peliharaan karena lucu, jinak, banyak jenis dan juga warna yang menarik,
dan tidak butuh tempat yang luas. Dalam tujuan pembudidayaannya, jenis kelinci
dibagi menjadi dua, yaitu kelinci pedaging dan kelinci hias. Tujuan ternak
pedaging adalah untuk memperoleh hasil daging yang banyak maka kelinci yang
biasa digunakan adalah jenis kelinci yang berbadan besar. Kelinci yang
mempunyai kualiatas daging yang baik adalah New Zealand dan Flemish Giant.
Sedangkan tujuan ternak kelinci hias adalah untuk hobi atau kesenangan sehingga
kelinci yang diternakan umumnya mempunyai penampakan yang menarik,
berbulu panjang, tebal, dan halus, seperti Fuzzy Lop, Anggora, Rex, Dutch,
English Spot, dan Holland Lop.
Kelinci hias umumnya adalah kelinci yang di impor dari luar dan turunan
anakannya dikembangkan oleh peternak. Karena itu harga kelinci hias dari jenis
ini tergolong mahal. Untuk indukan kelinci hias dapat dihargai Rp200 000 Rp500 000 per ekor dan anakan kelinci hias
Rp75 000 – Rp100 000 per
ekornya1. Namun terdapat kelinci lokal yang juga dijadikan sebagai kelinci hias
dengan harga yang lebih terjangkau. Kelinci lokal adalah jenis kelinci hias Dutch
yang dibawa oleh Belanda sejak jaman dahulu dan karena perjalanannya yang
panjang dan telah mengalami perpudaran gen sehingga bulunya tidak sebagus
indukan murninya. Kelinci lokal ini mudah ditemui di penjual kelinci hias di
tempat-tempat wisata dengan harga yang lebih terjangkau. Untuk indukan kelinci
lokal dihargai Rp75 000 – Rp100 000 per ekornya, sedangkan anakan kelinci
lokal dihargai Rp15 000 – Rp30 000 per ekornya.
Saat ini, semakin banyak peternak yang mulai mengembangkan atau
membudidayakan kelinci. Hal ini karena kelinci dikenal sebagai hewan yang
mempunyai banyak manfaat. Disamping sebagai hewan peliharaan, kelinci
mempunyai potensi besar untuk dikembangbiakan karena kelinci termasuk hewan
multifungsi. Kelinci merupakan hewan prolifik, yaitu hewan yang mudah
berkembangbiak, mempunyai masa kehamilan yang singkat, dan dengan jumlah
anak sekelahiran (litter size) yang besar. Kelinci selain sebagai hewan peliharaan
atau hias, juga dapat dimanfaatkan bulu (fur) untuk sebagai bahan tekstil yang
dapat dijadikan sebagai jaket bulu, gantungan kunci, topi, dan barang lainnya.
                                                            
1

 Peluang emas budidaya ternak  


 

Kulit dan dagingnya dapat dikonsumsi untuk dijadikan kerupuk kulit kelinci dan
olahan daging seperti siomay, nugget dan lainnya. Bahkan kotoran dan urine
kelinci pun dapat dimanfaatkan sebagai pupuk organik. Menurut Mansur (2009)
air kencing kelinci bermanfaat untuk dijadikan pupuk organik dan pembasmi
hama. Sehingga tidak ada satu pun bagian tubuh kelinci yang tidak bermanfaat.
Daging, bulu, kulit, dan kotorannya memiliki nilai manfaat yang tinggi dan
bernilai ekonomis. 
Berdasarkan data yang terdapat dalam Ditjennak (2012), Populasi kelinci
di Indonesia saat ini berjumlah 794 016 ekor dan jumlah ini dari tahun ke
tahunnya selalu mengalami peningkatan. Jumlah kelinci ini terdiri dari kelinci
pedaging dan kelinci hias yang tersebar di berbagai wilayah Indonesia, seperti
Jawa Tengah, Jawa Barat, Jawa Timur, Bali, Sumatera Barat dan wilayah lainnya.
Pada tahun 2012, Provinsi Jawa Barat menempati posisi kedua terbesar di
Indonesia dalam populasi ternak kelinci, yaitu sebesar 172 909 ekor kelinci.
Populasi kelinci terbanyak di Indonesia terdapat di Provinsi Jawa Tengah diikuti
dengan Provinsi Jawa Barat, yang masing-masing populasi ternak kelinci di
provinsi tersebut sebesar 379 416 ekor dan 172 909 ekor kelinci. Hal ini
menunjukkan bahwa populasi kelinci di Jawa Barat cukup banyak (Ditjennak
2012). Untuk lebih jelas dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Populasi kelinci di Indonesia (per provinsi)
Tahun
Provinsi
2009
2010
2011
Jawa Tengah
306 232
330 574
350 844
Jawa Barat
51 978
107 681
171 880
Jawa Timur
175 160
35 759
162 719
Sumatera Barat
39 903
39 903
40 701
Bali
5 694
3 934
5 154

2012a
379 416
172 909
162 719
6 671

a

Angka Sementara
Sumber: Ditjennak 2012

Kelinci sudah sejak lama dikembangkan di wilayah Bogor dengan cara
tradisional secara turun temurun. Dahulu kelinci diternakan bukan sebagai
komoditas yang diperjualbelikan tetapi hanya sebagai salah satu pemenuhan
kebutuhan protein hewani bagi keluarga. Dengan semakin berkembangnya ilmu
pengetahuan dan teknologi, para peternak kelinci tersebut mulai mengembangkan
kelinci secara komersiil. Hingga saat ini, pertumbuhan kelinci di wilayah Bogor
mengalami peningkatan setiap tahunnya. Peningkatan terbesar pada tahun 2007
sebesar 97.39 persen. Peningkatan pertumbuhan kelinci tersebut dapat dilihat
dalam Tabel 2.


 

No.
1
2
3
4
5

Tabel 2 Tingkat pertumbuhan kelinci di Kabupaten Bogor
Tingkat pertumbuhan
Tahun
Populasi (ekor)
(%/tahun)
2007
5 756
97.39
2008
11 362
24.66
2009
14 165
78.77
2010
25 324
49.63
2011
37 892
-

Sumber: Disnakan Kabupaten Bogor (2011)

Jika dilihat dalam Tabel 2 mengenai pertumbuhan kelinci di Kabupaten
Bogor, pertumbuhan populasi kelinci di Kabupaten Bogor menempati posisi
kedua setelah sapi potong sebesar 49.63 persen. Sedangkan tingkat pertumbuhan
yang paling kecil, yaitu ayam petelur dengan tingkat pertumbuhan 1.54 persen.
Hal ini dapat dikarenakan kelinci termasuk hewan prolifik, yaitu hewan yang
dapat cepat berkembang biak. Perbandingan tingkat pertumbuhan populasi
beberapa hewan ternak dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Perbandingan tingkat pertumbuhan populasi beberapa hewan ternak di
Kabupaten Bogor (2010-2011)
No.
Jenis Ternak
Tingkat Pertumbuhan Populasi (%)
1
Kelinci
49.63
2
Ayam Petelur
1.54
3
Itik
28.59
4
Sapi Potong
49.91
5
Kerbau
19.03
6
Kambing Non PE
3.94
Sumber: Disnakan Kabupaten Bogor (2011)

Melihat tingginya tingkat pertumbuhan kelinci di daerah Bogor, pada
tahun 2011 Dirjen Peternakan mulai mencanangkan Kampung Kelinci di Desa
Gunung Mulya, Kecamatan Tenjolaya, Bogor. Alasan Gunung Mulya dijadikan
kampung kelinci karena pada tahun 2010 Kabupaten Bogor adalah lokasi yang
populasi kelincinya paling banyak di Indonesia2.
Pada Tabel 4 dapat dilihat populasi kelinci yang terdapat di Kabupaten
Bogor. Populasi tertinggi terdapat di Kecamatan Tenjolaya, hal ini menjadikan
Kecamatan Tenjolaya diprogramkan oleh pemerintah sebagai sentra penghasil
kelinci di Bogor.
Penetapan Desa Gunung Mulya Kecamatan Tenjolaya sebagai Kampung
Kelinci oleh Ditjennak RI karena desa ini telah memenuhi beberapa persyaratan
yang sudah ditetapkan, memiliki potensi untuk dikembangkan, bukan daerah
endemik penyakit serta Desa Gunung Mulya sudah membudidayakan dan
                                                            
2 http://kopnakci.blogspot.com (12 November 2012) 


 

memasarkan kelinci sejak tahun 1990-an sampai sekarang. Masyarakat Desa
Gunung Mulya sudah membudidayakan kelinci secara turun-temurun mulai dari
kelinci jenis hias dan kelinci pedaging. Jenis kelinci hias yaitu kelinci hias jenis
lokal dan luar.

Tabel 4 Populasi kelinci di Kabupaten Bogor per kecamatan tahun 2011
No.
Kecamatan
Populasi (ekor)
1
Tenjolaya
9 551
2
Pamijahan
8 026
3
Cibungbulang
3 241
4
Mega Mendung
2 980
5
Cisarua
2 845
6
Tamansari
1 476
7
Ciawi
1 241
8
Dramaga
1 196
9
Leuwiliang
1 190
Sumber: Disnakan Kabupaten Bogor (2011)

Pada dasarnya semua usaha tidak terlepas dengan kendala-kendala dalam
menjalankan usahanya. Pengembangan usaha ternak kelinci akan berhasil apabila
peternak mampu mengelola usahanya dengan baik, yaitu pengelolaan dalam
bidang manajemen maupun teknis di lapangan. Dalam bidang manajemen maka
peternak harus mampu mengelola di sektor produksi, sumber daya manusia,
keuangan serta pemasarannya dengan baik. Sedangkan dalam bidang teknis maka
peternak harus mengetahui secara detail mengenai budidaya ternak kelinci.
Ada tiga periode dalam manajemen perkawinan atau reproduksi kelinci,
yaitu periode ekstensif, semi intensif, dan intensif. Umumnya peternak di Desa
Gunung Mulya untuk cepat mendapatkan anakan, banyak yang menggunakan
periode intensif dalam mengatur perkawinan kelinci karena pada periode ini induk
dapat dikawinkan kembali tidak lama setelah beranak sehingga masa penyapihan
anak hanya sampai umur empat minggu. Induk kelinci yang dikawinkan kembali
selepas melahirkan akan mengalami masa laktasi yang berat dan bobot hidupnya
menurun karena pada waktu yang bersamaan induk kelinci juga dalam masa
bunting.
Dalam mengawinkan kelinci perlu diperhatikan jarak selang beranak agar
induk dapat menyusui anaknya dengan baik dan mengurangi keguguran.
Penelitian Balfas (2002), menyatakan bahwa banyak induk yang mengalami
abortus pada minggu ketiga dan ada pula yang terjadi pada mingu pertama pada
program intensif. Kematian anak yang terjadi pada program ini mencapai 54.84
persen. Tingginya tingkat kematian kelinci juga pernah disinggung oleh Farrel
1984, diacu dalam Dewi 2006 bahwa jumlah anak kelinci dari seekor induk (litter
size) biasanya 8-10 ekor, tetapi tingginya derajat kematian kurang lebih dapat
mencapai 25 persen yang menyebabkan hanya 5-6 ekor anak kelinci yang hidup
waktu disapih. Dan Masa paling kritis pemeliharaan anak kelinci adalah pada
periode umur 0-1 minggu, dimana angka mortalitas yang paling tinggi ditemukan
dibandingkan pada umur 0-3 minggu (Gultom dan Aritonang 1988, diacu dalam


 

Khusnia 2001). Sehingga mortalitas anak kelinci sampai umur sapih cukup tinggi
yaitu 26-59 persen .
Dibandingkan dengan ternak lainnya, seperti ayam dan domba, tingkat
kematian kelinci termasuk cukup tinggi. Hal ini dapat dilihat pada penelitian
penelitian Aziz (2009) dan Nugraha (2011) bahwa tingkat kematian ayam broiler
dapat mencapai 24-50 persen. Dan tingkat kematian domba tertinggi pada
penelitian Ruslan (2012) dapat mencapai 36 persen. Walaupun kelinci merupakan
hewan yang mudah berkembangbiak tetapi tingkat kematian kelinci termasuk
tinggi. Untuk itu diperlukan suatu cara penanganan yang baik dan tepat untuk
mengurangi tingginya tingkat kematian pada budidaya kelinci dengan mengetahui
faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhinya.
Risiko produksi yang dialami oleh peternak kelinci dapat dilihat dengan
adanya fluktuasi produktivitas dan tingginya tingkat kematian kelinci. Banyak hal
yang dapat menyebabkan terjadinya hal tersebut. Untuk dapat mengelola dan
menangani risiko dengan baik, para peternak harus mengetahui terlebih dahulu
faktor-faktor apa saja yang dapat menimbulkan dan mengurangi risiko. Dengan
demikian dapat merencanakan strategi yang tepat untuk mengelola dan menangani
risiko tersebut sehingga produksi dapat meningkat dan tingkat kematian dapat
dikurangi.
Oleh karena itu, diperlukan suatu kajian yang menganalisis faktor-faktor
yang mempengaruhi risiko produksi ternak kelinci. Kajian ini diperlukan untuk
mengetahui faktor-faktor produksi apa saja yang sangat mempengaruhi produksi
dan seberapa besar faktor-faktor produksi tersebut menimbulkan dan menurunkan
risiko, kemudian dilakukan penanganan risiko produksi tersebut agar risiko yang
ditimbulkan menjadi kecil. Kajian ini diharapkan peternak dapat mengambil
keputusan yang tepat, sehingga peternak kelinci dapat menjalankan usahanya
dengan lebih baik di masa yang akan datang.

Rumusan Masalah
Desa Gunung Mulya merupakan salah satu desa yang terdapat di
Kecamatan Tenjolaya. Pada umumnya masyarakat yang ada di desa ini
bermatapencaharian sebagai peternak kelinci yang dibudidayakan secara
tradisional. Hal ini didukung oleh letak geografis, warisan turun temurun dan
tersedianya sumber bahan pakan yang melimpah. Desa Gunung Mulya dijadikan
sebagai kampung kelinci dikarenakan populasi kelinci terbesar di kawasan
Kabupaten Bogor berada di wilayah ini. Selain itu, pada desa ini memiliki
kelompok tani terbanyak yang membudidayakan kelinci, yaitu sebanyak empat
kelompok tani.
Peternak kelinci di Desa Gunung Mulya mayoritas membudidayakan
kelinci hias. Jenis kelinci hias yang terdapat di Desa Gunung Mulya adalah kelinci
hias lokal dan kelinci hias luar. Pemilihan pembudidayaan kelinci hias oleh
peternak karena perputaran uangnya dinilai oleh peternak lebih cepat dari kelinci
pedaging. Selain itu, kelinci hias dinilai lebih menguntungkan karena harganya
lebih mahal. Satu anakan kelinci hias lokal umur satu bulan dihargai Rp15 000
dan anakan kelinci hias luar umur satu bulan seharga Rp100 000 sedangkan untuk
kelinci afkir untuk pedaging dihargai Rp21 000/Kg.


 

Walaupuun Desa Gunung
G
M
Mulya
telah ditetapkann sebagai Kampung
Kelinnci, para peeternak di daaerah ini tiddak dapat teerhindar darri risiko prooduksi. Hal
ini diindikasikan
d
n dengan tiingginya tinngkat kemattian kelinci dan adanyya fluktuasi
produuktivitas, hal
h tersebutt dapat diliihat pada Gambar
G
1. Produktiviitas ternak
kelinnci dapat diilihat dari bobot
b
hidupp, jumlah an
nak sekelahhiran (litterr size), dan
morttalitas (kem
matian). Denngan adanya fluktuasi produksi teersebut mennyebabkan
penddapatan petaani tidak meenentu bahkkan dapat mengalami
m
k
kerugian.
H
Hal tersebut
dapaat saja berdaampak padaa peternak untuk
u
tidak lagi berprooduksi jika belum ada
penaanganan risikko yang baiik.
Tingginyya tingkat kematian
k
dikarenakan kelinci meerupakan heewan yang
rentaan terhadap penyakit. Kematian
K
k
kelinci
palin
ng banyak terjadi
t
saat pergantian
musiim, cuaca yang
y
ekstriim dan tiddak menenttu, dan muusim hujan.. Biasanya
kemaatian disebaabkan oleh penyakit
p
kem
mbung padaa kelinci.

Ek A k /I d k B i
Ekor Anakan/Induk Betina

1.20
1.00
0.80
0.60
pro
oduktivitas

0.40
0.20
0.00
1

2

3

4

5

6

7

2009‐‐2012

Sumbber: UPT Puskkeswan (diolahh)

Gambar 1 Produktivvitas kelincii di Desa Gu
unung Mulyya per semeester

Berdasarrkan grafik tersebut, prroduktivitass kelinci di Desa Gunuung Mulya
b
i. Produktivvitas tertinggi terdapat
menggalami prodduktivitas reendah dan berfluktuasi
di tahhun 2009 semester
s
peertama sebaanyak 1.14 dan produkktivitas tereendah pada
tahunn 2010 seemester peertama sebbesar 0.51. Banyak faktor yaang dapat
menyyebabkan flluktuasi tersebut. Selaiin itu, grafiik tersebut juga
j
mengggambarkan
bahw
wa produktivvitas kelincci di Desa Gunung
G
Mullya masih reendah. Ideaalnya untuk
kelinnci litter sizze yang dihaasilkan darii satu induk
k sebanyak 7-8
7 ekor perr kelahiran
(Rahharjo 2005)). Sedangkaan menuruut Balfas (2002),
(
jum
mlah litter size pada
progrram intensiff yakni sebaanyak 1-8 ekor.
e
Untuk ittu, diperlukkan kajian mengenai
m
faaktor-faktorr yang mem
mpengaruhi
risikoo produksi ternak keliinci agar daapat mengu
urangi risikoo yang dihhadapi oleh
peterrnak kelinci. Berdasarrkan penjelaasan di ataas, maka ruumusan perrmasalahan
yangg dapat dikajji lebih dalaam lagi, yaittu :


 

1. Faktor-faktor produksi apa saja yang dapat berpengaruh terhadap produksi dan
risiko produksi ternak kelinci di Desa Gunung Mulya?

Tujuan
Berdasarkan latar belakang dan perumusan masalah, maka tujuan
penelitian ini adalah untuk menganalisis faktor-faktor produksi dan faktor-faktor
risiko produksi ternak kelinci.

Manfaat
Manfaat dari penelitian ini adalah :
1. Sebagai masukan bagi peternak kelinci untuk menjadi bahan pertimbangan
dalam meminimalisasi risiko yang dihadapi.
2. Sebagai masukan bagi pembaca untuk memperluas wawasan.
3. Sebagai tambahan informasi dan referensi untuk penelitian-penelitian
selanjutnya.

Ruang Lingkup dan Batasan Penelitian
Penelitian ini difokuskan pada Analisis faktor-faktor produksi dan risiko
produksi ternak kelinci hias di Desa Gunung Mulya Kabupaten Bogor, di mana
risiko produksi dapat dipengaruhi oleh faktor produksi yang berupa input fisik dan
sumber risiko itu sendiri. Namun, ruang lingkup dalam penelitian ini hanya
menganalisis faktor-faktor produksi dan risiko produksi yang dibatasi oleh
penggunaan input secara fisik saja.

TINJAUAN PUSTAKA
Jenis Kelinci Ternakan
Di Eropa dan Amerika Serikat, kelinci ternakan telah berkembang pesat
dengan pemeliharaan intensif. Di sana dalam bidang perkelincian telah dikenal
istilah rabbitry, yang merupakan kegiatan industry ternak kelinci yang penting
hingga saat ini. Kelinci diternakan secara komersial untuk diambil daging, fur
atau kulitnya, dan fancy (yang dipelihara karena keindahannya). Kelinci fancy
berdaging sedikit sekali tetapi kulitnya sangat berharga. Berdasarkan bobotnya,
kelinci ternakan pada umur dewasa dibedakan atas tiga tipe, yaitu kecil (small and
dwarf breeds), sedang atau medium (medium breeds), dan berat (giant breeds).
Kelinci tipe kecil berbobot antara 0.9 – 2 kg, tipe sedang berbobot 2 – 4 kg, dan
tipe berat berbobot 5 – 8 kg. (Sarwono, 2010)
Menurut Sarwono, 2010, ras kelinci yang paling banyak dikembangkan
secara komersial, yaitu:


 

1. Anggora
Bobot angora dewasa sekitar 2.7 Kg, baik jantan maupun betina. Angora
awalnya hanya berbulu putih dengan wool yang tumbuh panjang. Setelah
dikembangkan dan dimuliakan, tercipta kelinci angora yang berbulu warna-warni,
misalnya coklat. Sifat bulunya halus, tebal, dan kuat. Pertumbuhan bulu rata-rata
2.5 cm per bulan. Bulu dipotong sepanjang 6-8 cm tiap 3 bulan. Jika dibiarkan
tumbuh terus lebih dari 3 bulan, bulunya cenderung kusut dan menggumpal.
2. Californian
Kelinci ini merupakan hasil persilangan keturunan hasil kawin silang
Himalaya dan Chinchilla dengan New Zealand White. Kelinci ini
dikembangbiakan sebagai hewan penghasil daging yang baik. Bulunya putih
dengan telinga, hidung, ekor, dan kaki kelabu tua atau hitam. Warna hitam di
hidung bisa mencapai separuh muka. Warna kelopak dan bulu mata pink. Bobot
kelinci dewasa jantan ideal 3.6 – 4.5 kg, betina 4.3 – 4.7 kg. Kelinci jenis ini
melahirkan dapat mencapai 48 ekor per tahun.
3. American Chinchilla
Kelinci ras ini dibedakan atas tiga tipe, yaitu standar dengan bobot dewasa
2.5 – 3 kg, besar dengan bobot dewasa 4.5 – 5 kg, dan giant dengan bobot dewasa
6 – 7 kg. Ketiga tipe tersebut dimanfaatkan untuk ternak dwiguna yaitu produksi
fur dan daging.
4. Dutch
Ras Dutch (Belanda) sangat terkenal di seluruh dunia sebagai hewan hias
peliharaan. Bobot dewasa jantan dan betina antara 1.5-2.5 kg. Setiap kali
melahirkan, kelinci betina dapat menghasilkan 7-8 ekor. Warna bulunya khas,
mempunyai bulu melingkar seperti pelana berwarna putih dari punggung terus ke
leher sampai kaki depan. Bagian belakang dan kepala hitam, cokelat atau abu-abu.
Ada pula yang sekaligus mempunyai memiliki tiga macam warna, sering disebut
Tricolored Dutch, misalnya putih dengan kombinasi hitam dan cokelat atau abuabu.
5. English spot
Ras ini berwarna putih dengan tutul-tutul hitam. Sepanjang punggung ada
garis hitam, dari pangkal telinga memanjang sampai ke ujung ekor. Telinga hitam,
mata juga dilingkari dengan bulu hitam sehingga tampak seperti memakai
kacamata. Bobot kelinci dewasa dapat mencapai 2.7-3.6 kg. English Spot
termasuk jenis kelinci yang dapat dimanfaatkan daging dan fur-nya.
6. Himalayan
Himalayan termasuk jenis kelinci sedang, bobot jantan dan betina dewasa
dapat mncapai 1.13-2.27 kg. Warnanya putih dengan mad pink. Hidung, telinga,
kaki, dan ekor berwarna hitam. Selain putih, ada juga varians warna lain seperti
hitam, cokelat, biru, dan ungu. Ketika lahir berwarna abu-abu, lalu berangsurangsur menjadi pucat sampai putih.
7. Flemish Giant
Ras ini di Indonesia dikenal sebagai Vlaamse Reus, kelinci ini mempunyai
ukuran yang menonjol karena ukurannya besar dan kualitas fur-nya bagus. Bobot
jantan rata-rata dapat mencapai 6.3 kg dan betina dapat mencapai 6.8 kg, bahkan
ada yang dapat mencapai bobot 10-12 kg. Peternak kelinci memelihara ras ini
terutama untuk dikawinsilangkan dengan kelinci lain, dalam usaha meningkatkan
produksi daging.


 

8. Lop
Lop memiliki ciri khas, yaitu bentuk tubuh kompak dan padat. Bentuk
kepala lebar dan mata berwarna hitam. Telinga Kelinci Lop menggantung jatuh ke
bawah seperti telinga kambing Etawa. Bobot dewasa dapat mencapai 4.5 – 5 kg.
sekali melahirkan, indukannya dapat melahirkan 6 – 8 ekor anak. Kemampuan
beranak tiap induk 36 ekor per tahun. Lop banyak diternakan untuk dimanfaatkan
dagingnya dan dijadikan ternak hias atau peliharaan.
9. Nederland Dwarf
Sesuai dengan namanya, Nederland dwarf merupakan kelinci terkecil di
dunia. Bobot dewasanya hanya mencapai 0.9 kg. kelinci ini diternakan untuk
dijadikan hewan hias peliharaan dan cocok untuk mainan anak-anak. Bentuk
tubuhnya pendek, kepala agak bulat, dan umumnya bulunya berwana putih.
10. New Zealand White
Ras ini merupakan kelinci albino, tak mempunyai bulu yang mengandung
pigmen. Bulunya putih mulus, padat, tebal, dan sedikit kasar jika diraba dan
matanya berwarna merah. Adapun keunggulan dari kelinci albino ini, yaitu
mempunyai pertumbuhan yang cepat. Karena itu, cocok untuk diternakan sebagai
penghasil daging komersial dan kelinci percobaan di laboratorium. Bobot dewasa
kelinci in dapat mencapai 4.5 – 5 Kg. Jumlah anak yang dilahirkan rata-rata 50
ekor per tahun.

Faktor-faktor Produksi Peternakan Kelinci
Kandang dan Peralatan
Salah satu faktor terpenting dalam produksi ternak kelinci adalah tempat
tinggal yang baik bagi kelinci tersebut. Kandang yang baik dan sehat merupakan
salah satu syarat sebagai pendirian rumah kandang. Dengan kandang yang sehat,
bersih dan higienis dapat membuat kelinci menjadi lebih sehat mengingat bahwa
pencernaan kelinci sangat rentan terhadap penyakit. Menurut Manshur (2009),
kandang yang lembab, becek, kotor dan tak pernah disinari matahari akan
menyebabkan beragam wabah penyakit, seperti kutu telinga, kudis, scabies,
pasteurellosis multocoida, dan penyakit pencernaan jika kotoran tertelan melalui
makanan. Hal ini dapat dikarenakan makan, minum, tidur, kencing dan buang
feses dilakukan kelinci dalam satu tempat (kandang).
Sistem perkandangan yang baik dan tepat adalah lambang kesehatan
ternak. Kesehatan ternak yang terjaga stabilitasnya sangat besar pengaruhnya pada
keberhasilan peternakan yang diprogramkan. Kelinci mudah sekali beradaptasi
terhadap berbagai bentuk kandang yang disediakan asalkan kondisinya memenuhi
persyaratan kebutuhan hidup kelinci (Sarwono 2010).
Karena itu, dalam pendirian kandang baik bentuk dan ukuran kandang
sebaiknya memerhatikan kemudahan dalam bekerja, mengontrol, dan menghemat
waktu dan tenaga dalam pengelolaannya. Karena kandang yang baik memiliki
andil yang tinggi dalam keberhasilan peternakan karena berperan pada stabilitas
kesehatan dan produktivitas kelinci.
Menurut Sarwono (2010), terdapat tiga jenis kandang kelinci berdasarkan
pengelolaannya, yaitu kandang battery, postal, dan ranch. Kandang battery adalah
kandang yang tiap satu ruangan hanya diisi satu ekor kelinci. Keuntungan

10 
 

pemakaian kandang battery antara lain adalah sanitasi mudah dilakukan,
mencegah perkelahian dan kanibal, program pengembangbiakan dan pemulian
dapat diatur lebih mudah, kematian anak kelinci lebih rendah karena tidak ada
gangguan dari kelinci lain, biaya dan pemanfaatannya ekonomis.
Kandang postal adalah kandang yang tiap ruangannya diisi beberapa ekor
kelinci. kandang ini biasanya diisi dengan anak kelinci yang baru disapih atau
kelinci dengan jenis kelamin dan rasnya pun seragam. Kandang postal digunakan
untuk pembiakan biasanya diisi induk pejantan dan 4-6 ekor induk betina.
Kandang ranch adalah kandang yang ruangannya terbagi-bagi menjadi
tempat tidur dan tempat bermain. Kandang ini biasanya terdapat di halaman
rumah. Kandang ini cocok untuk pemeliharaan kelinci dengan tujuan hobi atau
ternak hias.
Pengukuran ukuran kandang harus memperhatikan besar kecilnya ukuran
badan kelinci. luas kandang harus benar-benar diperhatikan. Kandang yang sempit
dapat membuat kelinci merasa tertekan dan gampang marah. Sebagai hewan yang
bernaluri liar, kelinci perlu bergerak bebas dan leluasa agar tidak stres. Berikut
adalah ukuran minimal kandang battery menurut jenis kelinci:

Tabel 5 Ragam ukuran (minimal) kandang baterai
Jenis Kelinci
Panjang/Lebar
Kandang Induk
Tinggi (cm)
(cm)
Betina (cm)
Dwarf Hotot,
40 x 50
50 x 60
40
Nederland Dwarf
Mini Rex, Dutch,
50 x 60
60 x 70
45
Fuzzy Lop, Holland
Lop, Himalayan
New Zealand, Satin
60 x 70
70 x 80
50
70 x 80
70 x 90 (minimal)
60-70
Flemish Giant
70 x 90
80 x 90
Sumber: Mashur (2009)

Kandang membutuhkan sarana berupa kotak sangkar, tempat pakan,
tempat minum dan perlengkapan lainnya yang tetap harus dijaga kebersihannya.
Kotak sangkar diperlukan untuk menyediakan tempat yang nyaman bagi induk
yang melahirkan, sekaligus tempat berlindung bagi anak-anak kelinci yang baru
lahir. Ukuran kotak sangkar juga bisa menyesuaikan dengan besar badan kelinci.
kelinci mini dan sedang bisa dibuatkan kotak ukuran 30 x 40 cm (Manshur, 2009).
Sedangkan untuk ukuran kelinci yang lebih besar bisa lebih dari itu. Kotak
sangkar yang terlalu kecil dapat membuat induk kelinci menginjak anak-anaknya.
Tempat pakan dan minum kelinci bervarian bentuk dan bahannya. Wadah
makan dapat terbuat dari plastik atau bahan lainnya seperti alumunium atau
terbuat dari bahan permanen. Menurut Manshur (2009), kebiasaan memakai
bambu belah dan tanah liat kurang bagus kerena berbagai penelitian di amerika
Serikat telah menduga tanah liat maupun bambu mudah terjangkit kuman. Untuk
ukuran wadah Sarwono (2010) menambahkan, ukuran wadah sekurang-kurangnya

11 
 

sedalam 7.5-10 cm dengan diameter 15-20 cm. Tempat pakan hijauan atau rumput
biasanya berbentuk huruf V. Tempat pakan dibuat di antara kedua kandang pada
kedua sisinya yang terbuka sehingga dapat melayani kelinci di kedua kandang
sekaligus.
Tempat minum untuk kelinci pada dasarnya harus rata, lebar dan dapat
memuat air minum yang banyak agar berat dan tidak mudah tumpah. Dewasa ini
telah berkembang model tempat air minum kelinci yang disebut tempat minum
otomatis. Kebutuhan minum kelinci diatur oleh pelampung atau klep yang
membatasi keluarnya air kalau tempat minum sudah penuh.
Pakan
Kelinci termasuk binatang jenis ternak pseudo-ruminant, yaitu herbivora
yang tidak dapat mencerna serat-serat secara baik. Pencernaan kelinci sama
dengan kuda dan marmut, yaitu tidak memiliki struktur lambung sebagaimana
sapai atau kerbau. Pembusukan makanan dilakukan di dalam perut, yaitu oleh
bakteri pada sekum.
Dalam peternakan kelinci intensif, pakan yang diberikan tak hanya berupa
hijauan sebagai pakan pokok tetapi juga diberikan pakan kering seperti
konsentrat, hay (rumput kering), dan biji-bijian diberikan sebagai pakan
tambahan. Sarwono (2010) mengatakan bahwa pakan kelinci ternakan terdiri dari
hijauan, hay, biji-bijian, umbi-umbian, dan konsentrat.
Hijauan sebagai makanan pokok kelinci lazim diberikan oleh peternak
kelinci. Pakan hijau yang biasa diberikan, yaitu berupa rumput lapangan, limbah
sayuran, daun papaya, kacang panjang dan lain-lain. Hijauan untuk pakan kelinci
sebaiknya tidak diberikan dalam bentuk segar tetapi telah dilayukan terlebih
dahulu untuk mengurangi kadar airnya. Sarwono (2010) menambahkan bahwa
proses pelayuan selain untuk mempertinggi kadar serat kasar, juga menghilangkan
getah atau racun yang dapat menimbulkan kejang-kejang atau diare pada kelinci.
Mengingat pencernaan kelinci yang tergolong kurang sempurna pemberian pakan
berupa sayuran penting dilakukan supaya pencernaan kelinci lebih nyaman.
Sayuran yang baik diberikan berupa daun brokoli, hijauan beet, wortel, parsley,
toge, labu dan lain-lain. Sedangkan sayuran yang kurang baik diberikan adalah
kangkung dan kol karena kedua sayuran tersebut memiliki kadar air yang tinggi
sehingga kelinci akan mudah mengalami kembung. Selain itu, kangkung dan kol
juga mengakibatkan bau kencing kelinci kurang sedap sehingga dapat
mengganggu kenyamanan kandang.
Hay adalah rumput awetan yang dipotong menjelang berbunga. Rumput
dikeringkan secara bertahap sehingga kandungan gizinya tidak rusak sekaligus
mempertinggi kadar kandungan serat kasarnya. Menurut Sarwono (2010) hay
dapat diberikan sampai 40 persen untuk kelinci yang sedang tumbuh. Hay
digunakan ketika hijauan segar sukar diperoleh karena kemarau panjang.
Biji-bijian sebagai makanan penguat. Jenis pakan biji-bijian dapat berupa
jagung, padi, sorgum, gandum, kedelai, kacang tanah, dan kacang hijau. Pakan ini
diberikan terutama kepada kelinci yang sedang hamil dan menyusui. Sebelum
diberikan biji-bijian tersebut sebaiknya digiling atau ditumbuk terlebih dahulu.
Jika pemberian biji-bijian dirasakan mahal oleh para peternak, biji-bijian tersebut
dapat diganti dengan bekatul, bungkil tahu, bungkil kelapa, atau bungkil kacang
tanah.

12 
 

Kelinci muda yang dibesarkan dengan pakan hijauan sampai umur empat
bulan bobot hidupnya hanya sekitar 1.5 kg. Tetapi jika pakan ditambah dengan
bakatul atau biji-bijian, kelinci muda umur empat bulan dapat mencapai bobot
rata-rata 4 kg untuk New Zealand, Californian dan kelinci potong lainnya.
(Sarwono 2010)
Konsentrat berfungsi untuk meningkatkan nilai gizi pakan dan
memoermudah penyediaan pakan. Konsentrat sebagai ransum diberikan sebagai
pakan tambahan atau pakan penguat. Konsentrat yang paling ideal dikemas dalam
bentuk pelet. Pelet biasanya terbuat dari komponen bekatul, tepung jagung, tetes
tebu, garam, bungkil kelapa, ampas tahu, ampas tapioka, garam dan lain-lain.
Untuk penambahan serat dapat ditambahkan hay yang telah diremukkan.
Penyakit
Sebagaimana ternak lainnya, kelinci tak luput dari penyakit. Namun untuk
Indonesia tidak dikenal adanya wabah penyakit pada kelinci. Penyakit yang paling
umum ditemui adalah mencret, yang menyebabkan kematian, scabies (kudis)
yang ditandai kerak-kerak pada ujung hidung dan telinga, atau luka (borok) pada
siku kaki dan ujung kuku, flu (pneumonia) pada kelembaban dan panas tinggi,
juga pada kelembaban dan suhu rendah dan kerak telinga (ear canker).
Umumnya ternak kelinci di Indonesia diternakkan dalam suatu peternakan
rumah tangga (skala kecil). Peternakan kelinci ini tersebar pada daerah geografis
yang luas dan para peternak umumnya memasarkan kelincinya sebagai pet dan
sebagai kelinci daging. Para peternak umumnya memasarkan kelincinya lewat
bandar-bandar ternak. Umumnya para peternak kelinci skala rumah tangga ini
beternak dalam kondisi lahan, pasokan pakan, peralatan, dan modal yang terbatas.

Sumber-Sumber Risiko
Sumber risiko adalah suatu bagian dari lingkungan dalam perusahaan
maupun di luar perusahaan yang dapat menimbulkan risiko. Menurut Darmawi
(2010) terdapat tiga sumber yang dapat menimbulkan risiko, yaitu risiko sosial,
risiko fisik, dan risiko ekonomi. Sedangkan menurut Harwood et al (1999)
mengklasifikasikan sumber risiko menjadi lima bagian, yaitu risiko produksi,
risiko pasar atau harga, risiko kelembagaan, risiko finansial, dan risiko
manajemen. Langkah awal untuk menganalisis risiko adalah dengan
mengidentifikasi sumber-sumber risiko terlebih dahulu.
Setiap usaha umumnya mempunyai beberapa sumber risiko. Berdasarkan
penelitian Aziz, 2009; Pinto, 2011; Ruslan, 2012, beberapa sumber risiko yang
dapat dihadapi oleh peternak, yaitu risiko produksi, risiko harga, dan risiko sosial.
Dari beberapa sumber risiko tersebut, sumber yang paling banyak dihadapi oleh
peternak adalah sumber risiko produksi.
Penelitian Aziz (2009), mengenai analisis risiko usaha ayam ternak.
Berdasarkan penelitian tersebut terdapat tiga sumber risiko yang dapat
mempengaruhi pendapatan peternak, yaitu pada risiko produksi, risiko harga, dan
risiko sosial. Indikasi adanya risiko tersebut dilihat dari manajemen risiko
produksi yang belum efektif dalam proses penyiapan kandang dan proses
budidaya. Indikasi dari adanya risiko harga adalah tingginya fluktuasi pendapatan

13 
 

bersih yang diterima usaha peternakan ayam. Sedangkan indikasi terjadinya risiko
sosial, yaitu masih terjadi kasus pencurian ayam pada peternakan tersebut.
Dengan mengetahui sumber-sumber risiko tersebut dapat memudahkan pelaku
usaha untuk dapat melakukan suatu tindak pencegahan agar sumber-sumber risiko
tersebut dapat dikurangi maupun dapat dicegah.
Berbeda dengan penelitian yang telah dilakukan dengan Aziz (2009),
dalam penelitian Pinto (2011) dan Ruslan (2012) menyatakan hanya terdapat satu
sumber risiko dalam usaha ternak ayam broiler dan usaha pembibitan domba ekor
tipis. Sumber risiko tersebut, yaitu risiko produksi. Adapun hal-hal yang
merupakan sumber risiko produksi dari ayam broiler, yaitu kepadatan ruang,
perubahan cuaca, hama predator dan penyakit. Keempat sumber tersebut dapat
menimbulkan fluktuasi hasil produksi. Berdasarkan perhitungan probabilitas dan
dampak dari sumber-sumber risiko tersebut, sumber risiko produksi hama
predator memiliki tingkat probabilitas terbesar yaitu 38.4 persen, kepadatan ruang
33.7 persen, penyakit dengan tingkat probabilitas 33 persen dan yang terkecil
adalah perubahan cuaca sebesar 12.5 persen.
Risiko produksi yang dianalisis oleh Ruslan (2012), dalam penelitiannya
mengenai risiko produksi pada usaha pembibitan domba ekor tipis, sumbersumber risiko produksi pada usaha pembibitan domba tersebut adalah mortalitas
anakan, keguguran, kesulitan persalinan, cuaca, sumber daya manusia, dan
mortalitas indukan betina. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, urutan
sumber yang paling berisiko (risikonya paling besar) hingga yang tidak berisiko
(risikonya paling kecil), yaitu mortalitas anakan, mortalitas indukan, keguguran,
dan kesulitan persalinan. Pada penelitian tersebut peneliti menggunakan peta
risiko untuk mengklasifikasikan sumber-sumber risiko. Hal tersebut dilakukan
untuk mempermudah perusahaan dalam menangani risiko yang terjadi.
Berdasarkan beberapa penelitian yang telah dilakukan, risiko produksi
merupakan risiko yang paling sering dihadapi oleh para peternak. Umumnya
sumber risiko produksi disebabkan oleh hama predator, cuaca, kepadatan ruang,
dan penyakit pada peternakan ayam broiler dan mortalitas anakan, mortalitas
anakan, keguguran, kesulitan persalinan, cuaca, sumber daya manusia, dan
mortalitas indukan betina pada peternakan domba. Variabel sumber-sumber risiko
tersebut dapat digunakan sebagai dasar untuk menelusuri sumber-sumber risiko
yang dapat terjadi di peternakan kelinci Desa Gunung Mulya.

Faktor Produksi dan Risiko Produksi
Penelitian mengenai risiko produksi terhadap kelinci masih sangat jarang
dilakukan. Hal ini dikarenakan penelitian mengenai kelinci masih berpusat pada
karakteristik genetik dan pertumbuhan kelinci sebagai hewan percobaan. Selain
itu, kelinci merupakan komoditas yang baru dikembangkan secara komersiil
sehingga penelitian mengenai pengembangan usaha kelinci masih sangat sedikit.
Hal ini menyebabkan sebagian besar pustaka menggunakan kajian mengenai
risiko produksi peternakan.
Produktivitas ternak menurut Penelitian Khusnia (2001) dipengaruhi oleh
faktor genetik dan lingkungan. Faktor lingkungan seperti suhu, kelembaban, dan
curah hujan merupakan faktor penting karena berhubungan erat dengan iklim

14 
 

yang dapat mempengaruhi produktivitas secara langsung maupun tidak langsung.
Pengaruh langsung dapat terlihat pada saat suhu tubuh meningkat sehingga
menurunkan konsumsi makanan. Suhu tubuh yang naik karena cekaman
menyebabkan depresi dan reproduksi yang dapat mengakibatkan kelahiran dan
perkembangan anak prenatal menurun. Pengaruh secara tidak langsung meliputi
kuantitas dan kualitas makanan yang tersedia, perkandangan, penyakit dan
manajemen. Bila ternak sulit beradaptasi terhadap lingkungannya maka
produktivitas akan rendah. Produktivitas ternak kelinci dapat dilihat dari bobot
hidup, reproduksi atau jumlah anak sekelahiran, dan mortalitas (kematian).
Ada beberapa metode yang digunakan untuk menghitung besaran risiko
yang terjadi, seperti pada penelitian risiko produksi yang dilakukan oleh Pinto
(2011) dan Ruslan (2012). Kedua peneliti ini menggunakan metode yang sama,
yaitu menggunakan alat analisis coefficient variation, analisis Z-score, dan Value
at Risk (VaR). Metode analisis Z-Score yang digunakan bertujuan untuk
mengetahui probabilitas dari kemungkinan terjadinya risiko atau kerugian yang
berasal dari sumber-sumber risiko. Sedangkan analisis Value at Risk digunakan
untuk menganalisis dampak risiko yang terjadi. Hasil dari penelitian Pinto (2011),
analisis dampak dari sumber–sumber risiko dengan tingkat keyakinan 95% adalah
sumber risiko penyakit memberikan dampak terbesar disusul kepadatan ruang,
perubahan cuaca dan hama predator. Sedangkan hasil dari penelitian Ruslan
(2012) tingkat probabilitas yang terjadi adalah 15.60 persen dan tingkat dampak
yang terjadi adalah sebesar Rp 18.765.349,00. Berdasarkan nilai probabilitas dan
dampak tersebut menunjukkan bahwa risiko produksi anakan domba terdapat
pada kuadran IV, yaitu kemungkinan terjadinya risiko kecil dan dampak yang
dihasilkan juga kecil.
Selain metode yang digunakan di atas, penelitian Aziz (2009) mengenai
risiko produksi pada peternakan ayam broiler menggunakan metode analisis
expected return, ragam (variance), simpangan baku (standard deviation),
koefisien varians (coefficient variation), dan batas bawah pendapatan. Alat
analisis ini digunakan untuk menganalisis pengaruh risiko terhadap pendapatan
usaha peternakan dan menganalisis alternatif manajemen risiko yang diterapkan
untuk mengatasi risiko yang dihadapi oleh peternak. Hasil analisis Aziz mengenai
risiko produksi pada ayam broiler termasuk tinggi. Aziz menyatakan risiko
produksi sangat tinggi dengan nilai CV 1.75, risiko tersebut berasal dari risiko
cuaca dan iklim yang menyebabkan tingginya tingkat kematian sampai pada 10
persen. Selain dari faktor cuaca risiko produksi berasal dari adanya fluktuasi harga
yaitu harga pakan, obat-obatan, DOC, dan harga jual produksi.
Untuk menganalisis risiko produksi berdasarkan penggunaan input, dapat
menggunakan analisis risiko model Just dan Pope. Nugraha (2011) mengkaji
mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi risiko produksi ayam di CV Dramaga
Unggas Farm. Adapun faktor-faktor produksi yang digunakan adalah jumlah
DOC, pakan, Protect Enro, Neocamp, Doxerin Plus, vaksin, pemanas serta tenaga
kerja. Faktor-faktor produksi yang termasuk menimbulkan risiko produksi adalah
jumlah DOC, Protect Enro dan tenaga kerja. Sedangkan faktor produksi yang
dapat mengurangi risiko adalah pakan, Doxerin Plus, Neocamp, vaksin serta
pemanas.
Penelitian yang akan dilakukan penulis memiliki persamaan dan
perbedaan dengan penelitian sebelumnya. Persamaan dari penelitian sebelumnya

15 
 

yaitu sama-sama menganalisis risiko produksi dengan melihat pengaruh input
terhadap produksi serta melihat input-input yang dapat mengurangi atau
menimbulkan risiko produksi. Sedangkan perbedaan dari penelitian sebelumnya
mengenai objek yang diteliti, tempat, dan waktu penelitian. Pada penelitian ini
objek yang diteliti adalah ternak kelinci, sedangkan penelitian terdahulu
menggunakan komoditas ayam broiler, dan domba sebagai objek yang diteliti.

KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Untuk dapat menjawab pertanyaan penelitian dalam kerangka pemikiran
teoritis ini akan dipaparkan mengenai beberapa teori yang digunakan yang
berhubungan dengan risiko. Adapun kerangka pemikiran teoritis mengenai risiko
terdiri atas konsep risiko, sumber-sumber risiko, dan teori produksi.

Konsep Risiko dan Ketidakpastian
Ada banyak penjelasan dari para ahli mengenai risiko dan ketidakpastian.
Istilah risiko (risk) dan ketidakpastian (uncertainty) di beberapa literatur sering
digunakan secara bersama-sama dalam satu kesatuan, yaitu risiko dan
ketidakpastian. Ada beberapa pendapat yang menyatakan bahwa ri