Analisis Pendapatan Dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Usahatani Kedelai di Desa Cipeuyeum, Kecamatan Haurwangi, Kabupaten Cianjur

ANALISIS PENDAPATAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI PRODUKSI USAHATANI KEDELAI DI
DESA CIPEUYEUM, KECAMATAN HAURWANGI,
KABUPATEN CIANJUR

ASYSTASHA AISHAH SILALAHI

DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Pendapatan
dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Kedelai Di Desa Cipeuyeum,
Kecamatan Haurwangi, Kabupaten Cianjur adalah benar karya saya dengan
arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam

teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Agustus 2013

Asystasha Aishah Silalahi
NIM H34090099

ABSTRAK
ASYSTASHA AISHAH SILALAHI. Analisis Pendapatan dan Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Produksi Kedelai Di Desa Cipeuyeum, Kecamatan
Haurwangi, Kabupaten Cianjur. Dibimbing oleh YUSALINA.
Kacang kedelai adalah tanaman pangan yang dikonsumsi oleh penduduk
Indonesia dalam bentuk produk turunan. Provinsi Jawa Barat merupakan salah
satu daerah penghasil kedelai di Indonesia. Salah satu daerah di Jawa Barat yang
memproduksi kedelai adalah Desa Cipeuyeum. Namun, kedelai masih menjadi
tanaman selingan bagi petani. Petani di Desa Cipeuyeum menanam kedelai setiap
tahun. Keuntungan yang diterima petani dari usahatani kedelai akan diukur
melalui analisis pendapatan usahatani dan nilai R-C rasio. Selain itu, pengaruh

faktor produksi terhadap hasil produksi akan dilihat dengan menggunakan
pendekatan fungsi analisi regresi berganda. Berdasarkan analisis pendapatan,
petani yang memanen kedelai pada saat masih muda dan petani kedelai polong tua
mengalami kerugian. Faktor-faktor produksi yang digunakan oleh petani antara
lain lahan, benih, urea, KCl, phonska, pupuk cair, MOL, tenaga kerja dan
insektisida. Faktor produksi yang memberikan pengaruh positif terhadap hasil
produksi kedelai adalah urea, phonska, dan insektisida.
Kata kunci: kedelai, analisis pendapatan, dan fungsi produksi

ABSTRACT
ASYSTASHA AISHAH SILALAHI. Analysis of Income And The Influence of
Factors of Soy Production At Cipeuyeum Village, Haurwangi Subdistrict, Cianjur
District. Supervised by YUSALINA.
Soybean is a crop which is consumed by Indonesian people in the form of
refined products. West Java province is one of the largest soybean producing areas
in Indonesia. One of the areas in West Java, which produces soy is Cipeuyeum
village. However, soy is still become the interlude for the farmers. The benefits
received by farmers over soy farming activities will be measured through analysis
of the farming income and the value of R-C ratio. In addition, the influence of
factors of production to the production of results will be viewed by using the

multiple regression analysis. Based on the analysis of income, farmers who
harvest the soybeans upon young and old pods suffered losses during the growing
season. Factors of production which is used by farmers are land, seed, urea, KCl,
phonska, liqiud fertilizer, MOL, workers, dan insecticide. Factors of production
which gives a positive influence of soy production results include urea, phonska,
dan insecticide.
Keyword: Soy, Income analysis, production function

ANALISIS PENDAPATAN DAN FAKTOR-FAKTOR YANG
MEMPENGARUHI PRODUKSI USAHATANI KEDELAI DI
DESA CIPEUYEUM, KECAMATAN HAURWANGI,
KABUPATEN CIANJUR

ASYSTASHA AISHAH SILALAHI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Ekonomi
pada
Departemen Agribisnis


DEPARTEMEN AGRIBISNIS
FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi : Analisis Pendapatan Dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Produksi Usahatani Kedelai di Desa Cipeuyeum, Kecamatan
Haurwangi, Kabupaten Cianjur
Nama
: Asystasha Aishah Silalahi
NIM
: H34090099

Disetujui oleh

Dra Yusalina, Msi
Pembimbing


Diketahui oleh

Dr Ir Nunung Kusnadi, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2012 ini ialah
usahatani kedelai, dengan judul Analisis Pendapatan dan Faktor-Faktor yang
Mempengaruhi Produksi Usahatani Kedelai Di Desa Cipeuyeum, Kecamatan
Haurwangi, Kabupaten Cianjur.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Dra Yusalina, MSi selaku
pembimbing, serta Ibu Ir Narni Farmayanti, MSc sebagai dosen penguji utama
dan Ibu Tintin Sarianti, SP, MM sebagai dosen penguji dari Komdik yang telah
banyak memberi saran. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada
Bapak Jenal dan petani responden yang telah membantu selama pengumpulan
data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayah, ibu, kakak, adik, dan

teman-teman yang telah memberikan dukungan, doa, dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2013
Asystasha Aishah Silalahi

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan
Manfaat
TINJAUAN PUSTAKA
Kajian Terdahulu Karakteristik Kedelai
Kajian Analisis Usahatani
Kajian Analisis Faktor Produksi
Persamaan dan Perbedaan Dengan Penelitian Terdahulu

KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Konsep Usahatani
Konsep Fungsi Produksi
Kerangka Pemikiran Operasional
METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Jenis dan Sumber Data
Metode Pengumpulan Sampel dan Data
Metode Analisis Data
Konsep Pengukuran Variabel
GAMBARAN UMUM
Gambaran Umum Lokasi Penelitian
Karakteristik Petani Responden
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keragaan Usahatani
Analisis Pendapatan Usahatani
Analisis Faktor Produksi
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan

Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

x
x
xi
1
1
4
5
6
6
6
7
8
8
9
9

9
11
15
16
16
17
17
17
21
22
22
24
26
26
33
38
43
43
43
44

46
50

DAFTAR TABEL
1 Ekspor Impor Pertanian Indonesia Menurut Subsektor Tahun 20092012
2 Luas Panen dan Produktivitas Komoditas Kedelai Beberapa Provinsi di
Indonesia Tahun 2010-2012
3 Luas Tanam, Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Kedelai di
Kabupaten, Provinsi Jawa Barat, Tahun 2011
4 Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Kedelai di
Kecamatan, Kabupaten Cianjur Tahun 2011
5 Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Kedelai di Tingkat Desa,
Kecamatan Haurwangi Tahun 2012
6 Sebaran Usia Penduduk Desa Cipeuyeum Tahun 2012
7 Tingkat Pendidikan Penduduk Desa Cipeuyeum Tahun 2012
8 Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian Tahun 2012
9 Karakteristik Umur Petani Responden
10 Karakteristik Luas Lahan Garapan Petani Tahun 2013
11 Karakteristik Petani Berdasarkan Tingkat Pendidikan Petani Tahun
2013

12 Karakteristik Pengalaman Usahatani Tahun 2013
13 Rata-Rata Penggunaan Sarana Produksi Tahun 2012
14 Rata-rata Penggunaan Tenaga Kerja dalam Budidaya Kedelai per
Hektar pada Musim Tanam 2012
15 Biaya Produksi Budidaya Kedelai Musim Tanam Tahun 2012
16 Analisis Pendapatan Usahatani Kedelai Desa Cipeuyeum Tahun 2012
17 Hasil Analisis Pendugaan Fungsi Produksi Kedelai Desa Cipeuyeum
2012
18 Hasil Analisis Pendugaan Fungsi Produksi Kedelai Desa Cipeuyeum
2012 Tanpa Variabel Lahan

1
2
3
3
4
22
23
23
24
25
25
26
29
32
36
38
39
40

DAFTAR GAMBAR
1 Tahapan Suatu Proses Produksi
2 Kerangka Pemikiran Operasional Analisis Pendapatan Dan FaktorFaktor yang Mempengaruhi Produksi Usahatani Kedelai di Desa
Cipeuyeum
3 Benih Kedelai Varietas Dapros yang Digunakan Petani di Desa
Cipeuyeum
4 Sketsa Selokan Pada Lahan Tanam Kedelai
5 Tanaman Kedelai Usia 2 Minggu di Desa Cipeuyeum
6 Proses Penjemuran Kedelai
7 Proses Perontokan Kedelai

13

16
27
30
30
32
32

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4

Karakteristik Petani Responden
Penggunaan Faktor Produksi
Hasil Analisis Pendugaan Fungsi Produksi Kedelai Desa Cipeuyeum
Grafik Pengujian Autokorelasi Residu dari Regresi

46
47
48
49

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan negara yang memiliki tanah yang sangat subur,
beraneka ragam jenis tanaman dapat tumbuh di tanah Indonesia dan menjadi
komoditi unggulan di daerah-daerah tertentu. Potensi untuk mengembangkan
sektor pertanian di Indonesia sangat besar apabila kelebihan yang dimiliki
Indonesia dapat dimanfaatkan dengan sebaik mungkin. Sektor pertanian
merupakan sektor yang penting untuk diperhatikan karena sektor ini merupakan
sumber penghasil devisa yang besar bagi Indonesia. Beberapa komoditas
pertanian Indonesia sudah mengalami swasembada dan dapat melakukan ekspor.
Sektor penyumbang devisa melalui ekspor, yaitu tanaman pangan, peternakan,
perkebunan, dan hortikultura (Tabel 1).
Tabel 1 Ekspor Impor Pertanian Indonesia Menurut Subsektor, 2009-2012
No
1

2.

3.

4.

Subsektor
Tanaman Pangan
Volume (Ton)
-Ekspor
-Impor
-Neraca
Hortikultura
Volume (Ton)
-Ekspor
-Impor
-Neraca
Perkebunan
Volume (Ton)
-Ekspor
-Impor
-Neraca
Peternakan
Volume (Ton)
-Ekspor
-Impor
-Neraca

2010

2011

2012
TW I

786 627
7 788 215
-7 001 588

892 454
10 504 604
-9 612 148

807 265
15 363 009
-14 555 744

64 403
3 376 666
-3 312 263

447 609
1 542 666
-1 077 057

364 139
1 560 798
-1 196 678

381 648
2 052 271
-1 670 623

89 455
524 981
-435 526

27 864 811
2 963 532
24 901 280

27 017 306
5 578 061
23 439 244

27 863 746
4 311 982
23 551 764

7 688 110
317 321
7 370 790

473 182
1 124 737
-651 555

494 086
1 231 525
-737 438

906 997
1 190 630
-283 633

45 022
258 269
-213 247

2009

Sumber: BPS, 2012

Tabel 1 menunjukkan perkembangan volume ekspor impor pertanian untuk
tiap subsektor yang ada dalam sektor pertanian Indonesia. Subsektor yang
memiliki volume ekspor terbesar sampai dengan tahun 2011 adalah perkebunan.
Perkembangan volume ekspor mengalami fluktuasi, namun volume impor
cenderung mengalami peningkatan tiap tahun (2009-2011). Peningkatan volume
impor disebabkan hasil pertanian yang mengalami penurunan akibat dari luas
lahan pertanian yang semakin berkurang. Penurunan hasil pertanian dalam negeri

2
tidak dapat memenuhi kebutuhan konsumsi penduduk Indonesia, baik dari
tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan. Salah satu solusi
untuk memenuhi kebutuhan konsumsi penduduk Indonesia yaitu dengan
meningkatkan volume impor.
Subsektor yang memiliki peningkatan volume impor yang tinggi setiap
tahunnya yaitu tanaman pangan. Jumlah penduduk yang semakin meningkat
menyebabkan terjadinya peningkatan kebutuhan terhadap tanaman pangan.
Namun, pemenuhan kebutuhan tersebut tidak dapat dipenuhi apabila hanya
mengandalkan tanaman pangan dari dalam negeri. Hal ini yang menyebabkan
volume impor untuk tanaman pangan mengalami peningkatan yang sangat besar.
Komoditas tanaman pangan yang termasuk kedalam daftar ekspor impor
antara lain beras, gandum, jagung, kacang tanah, kedelai, ubi jalar, dan ubi kayu.
Tanaman pangan merupakan tanaman yang dapat menghasilkan karbohidrat dan
protein. Berdasarkan studi yang dilakukan oleh FAO (1980), laju pertumbuhan
ekonomi di negara-negara berkembang akan berdampak pada tingkat
kemakmuran. Konsekuensi dari bertambahnya tingkat kemakmuran adalah makin
bertambah cepatnya permintaan pangan, serta perubahan bentuk dan kualitas
pangan dari penghasil energi kepada produk-produk penghasil protein nabati
maupun hewani (BULOG, 1992). Berdasarkan kandungan gizi yang dimiliki oleh
beberapa komoditas tanaman pangan, kedelai memiliki potensi yang sangat besar
sebagai sumber utama protein bagi masyarakat Indonesia (Indiarto, et. al, 1996).
Kedelai merupakan tanaman pangan terpenting ketiga setelah padi dan
jagung. Kebutuhan kedelai terus meningkat seiring dengan meningkatnya
permintaan untuk bahan industri, sepeti tahu, tempe, kecap, susu kedelai, tauco,
dan snack. Permintaan kedelai yang tinggi mendorong petani Indonesia untuk
mengembangkan lahan pertanian dan produktivitas kedelai. Beberapa provinsi di
Indonesia memiliki luas lahan dan produktivitas kedelai yang tinggi, sehingga
berpotensi untuk memenuhi permintaan kedelai Indonesia.
Tabel 2 Luas Panen dan Produktivitas Komoditas Kedelai Beberapa Provinsi di
Indonesia Tahun 2010-2012

Provinsi

Aceh
Jawa
Barat
Jawa
Tengah
Jawa
Timur
NTB

2010
Luas
Produkpanen
tivitas
(Ha) (Kw/Ha)

Tahun
2011
Luas Produkpanen
tivitas
(Ha) (Kw/Ha)

2012*
Luas panen
Produk(Ha)
tivitas
(Kw/Ha)

37 469

14.24

35 370

14.14

39 832

14.51

36 766

15.21

35 674

15.74

30 217

15.57

114 070

16.48

81 988

13.69

92 430

14.53

246 894

13.75

252 815

14.52

222 738

14.20

86 649

10.75

75 042

11.74

62 890

10.70

Keterangan: *2012 triwulan 1
Sumber: BPS, 2012

3

Tabel 2 menunjukkan perkembangan luas lahan dan produktivitas kedelai
yang terdapat di beberapa provinsi yang memiliki luas panen kedelai terbesar di
Indonesia. Jawa Timur merupakan provinsi yang memiliki luas panen yang tinggi
selama tahun 2009-2012, namun produktivitas kedelai Jawa Timur tidak
merupakan yang tertinggi. Pada tahun 2009, Jawa Tengah merupakan provinsi
dengan produktivitas kedelai tertinggi yaitu 16,48 kw/ha. Jawa Barat dan NTB
mengalami penurunan luas panen kedelai tiap tahunnya, namun Jawa Barat
memiliki produktivitas yang terbesar pada tahun 2011 dan pada triwulan 1 2012.
Jawa Barat merupakan salah satu sentra penghasil kedelai di Indonesia. Hal
tersebut dapat dilihat dari luas lahan dan produktivitas kedelai yang dihasilkan
Provinsi Jawa Barat. Akan tetapi, tidak semua kabupaten di Jawa Barat memiliki
lahan pertanian yang ditanami oleh kedelai. Topografi dan iklim menjadi salah
satu faktor yang menentukan suatu daerah dapat ditanami suatu komoditi.
Beberapa daerah yang berpotensi untuk pengembangan kedelai di Jawa Barat
adalah Garut, Cianjur, Ciamis, Sumedang, dan Sukabumi. Tabel 3 menunjukkan
perkembangan luas tanam, luas panen, produksi, dan produktivitas kedelai di Jawa
Barat.
Tabel 3 Luas Tanam, Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Kedelai di
Kabupaten, Provinsi Jawa Barat, Tahun 2011
No. Kabupaten
1.
2.
3.
4.
5.

Garut
Cianjur
Ciamis
Sumedang
Sukabumi

Luas
Luas Panen
Tanam (Ha)
(Ha)
9 519
8 283
4 023
3 503
3 041

Produksi (Ton)

Produktivitas
(Ku/Ha)

15 300
10 330
5 944
5 435
4 985

16.18
15.90
16.59
16.21
17.12

9 545
6 849
3 582
3 352
2 911

Sumber: Dinas Pertanian Jawa Barat, 2012

Kabupaten Cianjur merupakan daerah penghasil kedelai terbesar kedua di
Jawa Barat setelah Kabupaten Garut. Kabupaten Cianjur juga terkenal dengan
makanan olahan dengan bahan baku kedelai, yaitu tauco. Berdasarkan potensi luas
lahan dan produk yang dapat dihasilkan dari kedelai, maka pengembangan kedelai
di kabupaten ini sangat dianjurkan. Terdapat beberapa kecamatan yang menjadi
sentra produksi kedelai di Kabupaten Cianjur (Tabel 4)
Tabel 4 Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas, dan Produksi Kedelai di
Kecamatan, Kabupaten Cianjur Tahun 2011
No. Kecamatan
1.
2.
3.
4.
5.

Ciranjang
Sukaluyu
Haurwangi
Cilaku
Tanggeung

Luas Tanam
(Ha)

Luas Panen
(Ha)

1 262
1 130
881
681
478

Sumber : Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur, 2012

1 261
1 130
881
681
433

Produktivitas
(Ku/Ha)
16.37
16.02
15.75
16.32
12.29

Produksi
(Ton)
2 064
1 810
1 388
1 111
532

4
Tabel 4 menunjukkan lima kecamatan yang merupakan penghasil kedelai
terbesar di Kabupaten Cianjur berdasarkan luas tanam, luas panen, produktivitas,
dan produksi kedelai. Kecamatan Haurwangi memiliki potensi yang besar untuk
mengembangkan usahatani kedelai. Hal ini dapat dilihat dari Tabel 4,
produktivitas kedelai di kecamatan Haurwangi sebesar 15.75 ku/ha dan produksi
yang dihasilkan sebesar 1 388 Ton. Menurut petugas dinas Pertanian Kabupaten
Cianjur, Kecamatan Haurwangi merupakan pecahan dari Kecamatan Ciranjang.
Pemerintah Kabupaten Cianjur memiliki kebijakan khusus terhadap sektor
pertanian. Setiap kecamatan yang terdapat di Kabupaten Cianjur harus
menerapkan pola tanam padi-padi-palawija terhadap lahan pertanian. Pola tanam
yang diterapkan di Kecamatan Haurwangi yaitu padi-padi-kedelai. Kedelai
ditanam satu tahun satu kali. Kecamatan Haurwangi yang merupakan pecahan dari
Kecamatan Ciranjang memiliki realisasi produktivitas kedelai tertinggi ketiga di
Kabupaten Cianjur.
Terdapat delapan desa yang berada di dalam Kecamatan Haurwangi, yaitu
Desa Cihea, Cipeuyeum, Haurwangi, Kertamukti, Kertasari, Mekarwangi,
Ramasari, dan Sukatani. Setiap tahun, petani di masing-masing desa menanam
kedelai mengikuti kebijakan dari pemerintah Kabupaten Cianjur. Desa Cipeuyeum
merupakan desa yang memiliki produktivitas yang tinggi dibanding desa-desa
yang lain. Produktivitas kedelai masing-masing desa dapat dilihat pada Tabel 5.
Tabel 5 Luas Panen, Produksi, dan Produktivitas Kedelai di Desa, Kecamatan
Haurwangi 2012
No. Desa
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.

Luas Panen (Ha)

Produksi (Ton)

35.50
45.00
265.50
215.00
90.00
65.75
86.25
50.00

39.05
54.00
424.80
290.25
108.00
92.25
112.12
70.00

Cihea
Sukatani
Haurwangi
Ramasari
Kertasari
Kertamukti
Mekarwangi
Cipeuyeum

Produktivitas
(Ton/Ha)
1.10
1.20
1.60
1.35
1.20
1.40
1.30
1.40

Sumber: BPP Kecamatan Haurwangi, 2012

Desa Cipeuyeum memiliki tingkat produktivitas kedelai yang tinggi di
antara delapan desa yang terdapat di Kecamatan Haurwangi. Desa ini memiliki
luas panen yang relatif kecil (50.00 Ha), namun memiliki tingkat produktivitas
yang lebih tinggi apabila dibandingkan dengan desa lain yang memiliki luas panen
yang lebih besar.

Perumusan Masalah
Kebutuhan kedelai sebagai bahan baku beberapa produk olahan semakin
meningkat. Peningkatan kebutuhan kedelai membuat petani berupaya
meningkatkan produktivitas kedelai. Petani di Desa Cipeuyeum tidak hanya harus
meningkatkan produktivitas, tetapi kualitas kedelai yang dihasilkan harus baik

5

juga. Kualitas yang baik didapat dari benih yang berkualitas. Benih yang memiliki
kualitas baik memiliki harga jual yang mahal. Harga benih salah satu varietas
kedelai di pasar Ciranjang mencapai Rp12 000/kg.
Pemerintah juga mengeluarkan bantuan untuk budidaya kedelai melalui
Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur. Bantuan benih dari pemerintah memiliki
kualitas tidak sebaik benih yang didapat dari pasar. Selain itu, tidak semua petani
akan mendapatkan bantuan dari pemerintah. Bantuan tersebut akan diberikan
kepada petani secara bergilir, yaitu satu kali selama satu musim tanam. Apabila
seluruh petani telah menerima bantuan, maka bantuan akan berputar kembali ke
petani yang pertama kali mendapatkan bantuan.
Harga jual kedelai yang telah dipanen sangat rendah. Kedelai bisa dibeli
dengan harga Rp6 000/kg. Rendahnya harga jual tidak sebanding dengan harga
benih yang sangat mahal. Hal ini yang menyebabkan beberapa petani enggan
untuk menanam kedelai di musim tanam berikutnya. Selain tingginya harga benih
dan rendahnya harga jual kedelai, faktor cuaca juga menjadi salah satu kendala
dalam kegiatan usahatani kedelai. Kedelai merupakan tanaman yang tidak
memerlukan terlalu banyak air. Apabila pada saat ditanam kemudian turun hujan,
maka kedelai tidak bisa dipanen. Perubahan cuaca yang ekstrem menyebabkan
sebagian kecil petani tidak berminat untuk menanam kedelai.
Penanaman kedelai di Desa Cipeuyeum tidak mendapatkan perlakuan yang
khusus, seperti dilakukannya penyemprotan pada tanaman kedelai. Petani
menganggap hal ini wajar dilakukan melihat hasil yang didapat dari produksi
kedelai tidak terlalu memuaskan. Selain itu, alasan lain tidak dilakukannya
penyemprotan pada budidaya kedelai karena kedelai bukan komoditas utama yang
harus ditanam oleh petani. Adanya kebijakan pemerintah yang mewajibkan petani
menanam tanama palawija minimal satu kali musim tanam dalam satu tahun
menjadi alasan petani untuk menjadikan kedelai sebagai tanaman sampingan.
Selain itu, kedelai merupakan tanaman yang sangat rentan terhadap perubahan
cuaca. Apabila kedelai terlalu banyak mendapatkan air sebelum waktu panen,
kedelai akan menjadi busuk.
Hal tersebut yang menyebabkan pendapatan petani dari kedelai tidak stabil.
Pendapatan yang tidak menentu tersebut menyebabkan petani tidak memberikan
perlakuan khusus terhadap tanaman kedelai. Apabila petani melakukan proses
penyiangan dan penyemprotan, maka petani akan mengeluarkan biaya yang lebih
besar lagi. Biaya yang dikeluarkan tersebut tidak sebanding dengan apa yang
diterima petani dari hasil panen kedelai mereka.
Berdasarkan uraian tersebut, maka permasalahan yang dapat dikaji dalam
penelitian ini adalah:
1. Bagaimana keragaan usahatani kedelai di Desa Cipeuyeum, Kecamatan
Haurwangi, Kabupaten Cianjur?
2. Bagaimana tingkat pendapatan usahatani di Desa Cipeuyeum, Kecamatan
Haurwangi, Kabupaten Cianjur?
3. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi produksi kedelai di Desa
Cipeuyeum, Kecamatan Haurwangi, Kabupaten Cianjur?

6
Tujuan Penelitian
Sesuai dengan latar belakang dan perumusan masalah yang telah
dikemukakan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah:
1. Mengidentifikasi keragaan usahatani kedelai di Desa Cipeuyeum
2. Menganalisis pendapatan petani di Desa Cipeuyeum
3. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi kedelai di Desa
Cipeuyeum.

Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi banyak pihak.
Penelitian ini dapat menjadi sumber informasi bagi pihak-pihak yang
berpentingan seperti kelompok tani, dinas pertanian, dan penyuluh pertanian. Bagi
para pembaca, diharapkan dapat menjadi bahan rujukan untuk melakukan
penelitian selanjutnya. Bagi penulis sebagai media pembelajaran dalam
mengidentifikasi masalah yang dihadapi petani.

TINJAUAN PUSTAKA
Kajian Terdahulu Karakteristik Kedelai
Kedelai (Glycine Max) merupakan tanaman semusim berupa perdu,
tumbuh tegak, berdaun lebat dengan sifat morfologi yang beragam, tinggi
tanaman berkisar antara 10-200 cm, dapat bercabang sedikit atau banyak
tergantung dari kulivar dan lingkungan hidup. Penelitian yang dilakukan oleh
Fardiaz (1986) menunjukkan bahwa komponen kedelai (tergantung dari
varietasnya) terdiri dari sekitar 10 persen air, 38 persen protein, 18 persen lemak,
5 persen serat kasar, 5 persen abu, 12 persen karbohidrat larut, dan 12 persen
karbohidrat tidak larut. Tempe merupakan hasil pangan dengan bahan baku
kedelai yang hampir semua komponen tersebut dapat dimanfaatkan, sedangkan
makanan yang membutuhkan proses pengolahan lebih banyak seperti tahu,
kemungkinan ada sebagian karbohidrat yang terbuang.
Terdapat beberapa penelitian terdahulu mengenai budidaya dan penentuan
varietas kedelai. Penelitian yang dilakukan oleh Adisarwanto (2008) menyatakan
bahwa tanaman kedelai memiliki tiga tipe pertumbuhan, yaitu determinate,
indeterminate, dan semi determinate. Tipe determinate memiliki ciri khas
berbunga serentak dan pertumbuhan tinggi berhenti setelah pembungaan, ujung
batang hampir sama besar dengan batang bagian tengah, dan daun teratas sama
besar dengan daun pada batang bagian tengah. Tipe pertumbuhan indeterminate
memiliki ciri berbunga secara bertahap dari bawah ke atas, batang terus tumbuh
walaupun masa berbunga telah selesai, dan ujung batang lebih kecil dari bagian
tengah. Tipe semi determinate memiliki karakteristik antara kedua tipe di atas.
Berdasarkan penelitian-penelitian budidaya kedelai sebelumnya,
pembentukan polong pada kedelai dapat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan,

7

seperti curah hujan, lama penyinaran, dan serangan hama dan penyakit. Lama
waktu pembentukan polong juga beragam, tergantung dari kondisi lingkungan
tersebut.

Kajian Analisis Usahatani
Ilmu usahatani diartikan sebagai ilmu yang mempelajari bagaimana
seseorang mengalokasikan sumberdaya (lahan, benih, pupuk, dan sebagainya)
yang ada secara efektif dan efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang
tinggi pada waktu tertentu. Petani atau produsen dikatakan efektif apabila dapat
mengalokasikan sumberdaya yang mereka miliki sebaik-baiknya dan dikatakan
efisien bila pemanfaatan sumberdaya tersebut menghasilkan keluaran yang
melebihi masukan.
Penelitian yang sudah dilakukan analisis terkait dengan analisis usahatani
padi dan beberapa komoditas palawija, seperti kedelai, ubi kayu dan ubi jalar.
Penelitian-penelitian terdahulu tersebut menganalisis usahatani menggunakan
analisis pendapatan dan analisis R/C untuk menentukan apakah usahatani yang
dilakukan menguntungkan atau tidak. Penelitian tersebut dilakukan oleh Gultom
(2011), Defri (2011), Amri (2011), Meryani (2008), Widayanti (2008), dan
Suroso (2006).
Hasil penelitian menunjukkan berapa besar biaya yang dikeluarkan untuk
melaksanakan usahatani dan penerimaan dari hasil panen komoditas, sehingga
dapat diketahui keuntungan yang diterima petani setelah menjalankan kegiatan
usahataninya. Biaya yang dikeluarkan petani terbagi menjadi dua jenis, yaitu
biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Besarnya biaya yang dikeluarkan
untuk setiap komoditas berbeda-beda tergantung pada faktor produksi yang
digunakan.
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Amri (2011) menunjukkan pendapatan
bersih yang diterima petani ubi kayu lebih besar daripada pendapatan bersih yang
diterima oleh petani komoditas lain, yaitu sebesar Rp6 279 598.36. Besarnya
biaya yang dikeluarkan hampir sama untuk masing-masing komoditas (Gultom,
2011; Defri, 2011; Amri, 2011), namun biaya usahatani komoditas kedelai lebih
rendah apabila dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan komoditas lainnya.
Biaya usahatani yang paling banyak dikeluarkan yaitu biaya untuk tenaga kerja,
baik tenaga kerja luar keluarga maupun dalam keluarga.
Efisiensi usahatani dilihat dari nilai R/C. Suatu kegiatan usahatani dikatakan
efisien apabila nilai R/C > 1. Nilai R/C petani masing-masing komoditas sudah
menunjukkan nilai yang efisien. Nilai R/C yang tertinggi didapatkan oleh petani
ubi kayu (Amri, 2011), yaitu sebesar 1.59.
Penelitian Widayanti (2008) memiliki satu perbedaan dengan penelitian
yang lainnya pada saat menganalisis pendapatan usahatani. Widayanti (2008)
melakukan analisis pendapatan pada saat kondisi harga jual ubi jalar berada pada
harga normal dan pada saat harga jual menurun. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa pada saat harga jual menurun, pendapatan usatani juga menurun, bahkan
mencapai angka negatif. Nilai R/C juga lebih kecil dari 1.
Suroso (2006) meneliti mengenai pendapatan usahatani jagung di desa
Ukirsari, Jawa Tengah. Suroso (2006) meneliti pendapatan usahatani berdasarkan

8
luas lahan yang dimiliki oleh petani. Lahan dibedakan atas petani yang memiliki
luas lahan yang besar dan sempit. Hasil penelitian menunjukkan bahwa petani
dengan luas lahan yang besar memiliki pendapatan total dan nilai R/C yang lebih
besar daripada petani dengan luas lahan sempit.
Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa usahatani kedelai dan palawija
lainnya memberikan keuntungan kepada petani. Walaupun keuntungan yang
dihasilkan tidak terlalu besar, tetapi apabila petani memanfaatkan faktor produksi
yang tepat, maka keuntungan yang diterima petani bisa lebih besar. Proporsi
penggunaan faktor produksi dapat menjadi salah satu solusi untuk meningkatkan
kesejahteraan petani.

Kajian Analisis Faktor Produksi
Penelitian yang menganalisi faktor produksi suatu usahatani umumnya
menggunakan model fungsi produksi Cobb Douglas. Penelitian yang menganalisis
faktor produksi adalah Miranti (1986), Amri (2011), Gultom (2011), dan Defri
(2011). Pengaruh faktor produksi terhadap hasil produksi usahatani dilihat dengan
menggunakan alat analisis Cobb Douglas dan menggunakan metode penduga
OLS (ordinary least square).
Faktor-faktor produksi yang dianggap memberikan pengaruh nyata pada
hasil produksi untuk keempat penelitian tersebut antara lain luas lahan, benih,
pupuk organik maupun kimia, obat-obatan dan pestisida, dan tenaga kerja. Gultom
(2011) memiliki satu perbedaan faktor produksi dengan penelitian lainnnya, yaitu
tidak memasukkan lahan sebagai faktor produksi. Faktor-faktor produksi tersebut
dapat memberikan pengaruh yang positif dan negatif apabila dilakukan
penambahan satuan faktor.
Penelitian yang dilakukan oleh Defri (2011) menunjukkan bahwa
penambahan benih memberikan pengaruh negatif terhadap produksi ubi jalar.
Petani menggunakan benih yang melebihi anjuran penyuluh pertanian, sehingga
penambahan benih akan mengurangi produksi ubi jalar. Gultom (2011) juga
memiliki faktor yang memberikan pengaruh negatif terhadap hasil produksi padi.
Penambahan pupuk urea akan memberikan pengaruh negatif terhadap hasil
produksi disebabkan oleh kondisi lahan di lokasi penelitian yang sudah mulai
subur dan penggunaan pupuk urea sudah mulai diminimalisir.
Besarnya pengaruh tiap faktor produksi dapat dilihat dari elastisitas
produksi. Pada fungsi Cobb Douglas, nilai elastisitas produksi dapat dilihat dari
nilai koefisien regresi. Penelitian yang dilakukan oleh Amri (2011) menunjukkan
nilai koefisien regresi pupuk kandang adalah yang tertinggi diantara faktor
produksi lainnya, yaitu sebesar 0.34. Selang kepercayaan yang digunakan antara
85 persen sampai dengan 99 persen.

Persamaan dan Perbedaan dengan Penelitian Terdahulu
Penelitian yang dilakukan saat ini memiliki persamaan dan perbedaan
dengan penelitian terdahulu. Persamaan dapat dilihat dari alat analisis yang
digunakan menganalisis usahatani dan pengaruh faktor produksi terhadap hasil

9

produksi. Kegiatan usahatani dianalisis dengan menggunakan analisis pendapatan
usahtani dan R/C. Metode penduga yang digunakan untuk mengetahui pengaruh
faktor produksi adalah asumsi OLS.
Perbedaan yang terdapat dengan penelitian terdahulu yaitu pada lokasi,
waktu, dan komoditas yang akan diteliti. Komoditas yang akan diteliti adalah
kedelai, sedangkan komoditas yang menjadi penelitian terdahulu adalah padi dan
tanaman palawija. Pengaruh faktor produksi dianalisis dengan menggunakan
fungsi analisis regresi berganda. Penelitian yang dilakukan saat ini berlokasi di
Desa Cipeuyeum, Kecamatan Haurwangi, Kabupaten Cianjur, sedangkan
penelitian terdahulu berlokasi di Bogor.

KERANGKA PEMIKIRAN
Kerangka Pemikiran Teoritis
Kerangka pemikiran teoritis merupakan teori-teori yang digunakan dalam
penelitian untuk menjawab tujuan penelitian. Teori-teori yang digunakan adalah
konsep usahatani, penerimaan usahatani, pengeluaran usahatani, pendapatan
usahatani, return cost ratio (R-C rasio), dan konsep fungsi produksi.

Konsep Usahatani
Menurut Soekartawi, et. al (1986), ilmu usahatani biasa diartikan sebagai
ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumberdaya yang
ada secara efektif dan efisien untuk tujuan memperoleh keuntungan yang tinggi
pada waktu tertentu. Efektif berarti produsen dapat mengalokasikan sumberdaya
yang dimiliki dengan sebaik mungkin, sedangkan efisien berarti pemanfaatan
sumberdaya menghasilkan output yang memuaskan.
Usahatani pada dasarnya memperhatikan cara-cara petani memperoleh dan
memadukan sumberdaya (lahan, tenaga kerja, modal, waktu, dan pengelolaan)
yang terbatas untuk mencapai tujuannya. Menurut Hastuti dan Rahim (2008),
usahatani merupakan ilmu yang mempelajari tentang cara mengorganisasikan dan
mengkoordinasikan penggunaan faktor-faktor produksi secara efektif dan efisien
sehingga produksi pertanian dapat menghasilkan pendapatan petani yang lebih
besar.
Biaya Usahatani
Biaya usahatani biasa disebut dengan biaya produksi. Penggolongan biaya
produksi dilakukan berdasarkan sifatnya. Biaya usahatani dapat digolongkan
kedalam dua jenis biaya, yaitu biaya tetap dan biaya tidak tetap. Penentuan apakah
suatu biaya tergolong biaya tetap atau tidak tetap bergantung kepada sifat dan
waktu pengambilan keputusan itu dipertimbangkan. Hernanto (1989)
membedakan biaya produksi usahatani ke dalam beberapa bagian.

10
1.

2.

Berdasarkan jumlah output yang dihasilkan terdiri dari:
a. Biaya tetap adalah biaya yang besar kecilnya tidak tergantung pada besar
kecilnya produksi, misalnya pajak tanah, sewa tanah, penyusutan alat-alat
bangunan pertanian, dan bunga pinjaman.
b. Biaya variabel adalah biaya yang berhubungan langsung dengan jumlah
produksi, misalnya pengeluaran untuk benih, pupuk, obat-obatan, dan
biaya tenaga kerja.
Berdasarkan biaya yang langsung dikeluarkan dan langsung diperhitungkan
terdiri dari:
a. Biaya tunai adalah biaya tetap dan biaya variabel yang langsung dibayar
tunai. Biaya tetap misalnya pajak tanah dan bunga pinjaman, sedangkan
biaya variabel misalnya biaya untuk pengeluaran benih, obat-obatan
pupuk, dan tenaga kerja keluarga. Biaya tunai ini berguna untuk melihat
pengalokasian modal yang dimiliki petani.
b. Biaya nontunai (diperhitungkan) adalah biaya penyusutan alat-alat
pertanian, sewa lahan milik sendiri (biaya tetap) dan tenaga kerja dalam
keluarga (biaya variabel). Biaya tidak tunai untuk melihat bagaimana
manajemen suatu usahatani.

Pendapatan Usahatani
Pendapatan usahatani Pendapatan usahatani merupakan selisih antara
penerimaan dan semua biaya usahatani. Penerimaan usahatani merupakan nilai
uang yang dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi usahatani.
Penerimaan usahatani meliputi jumlah penambahan investaris, nilai penjualan
hasil, nilai penggunaan rumah dan yang dikonsumsi (Hernanto, 1989).
Penerimaan usahatani dibedakan menjadi dua yaitu penerimaan total usahatani
dan penerimaan tunai usahatani.
Penerimaan tunai usahatani didefinisikan sebagia nilai uang yang diterima
dari penjualan produk usahatani. Penerimaan tunai usahatani tidak termasuk
pinjaman uang untuk keperluan usahatani (Soekartawi, et. al, 1986). Penerimaan
total adalah nilai produk total usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang
diijual maupun tidak dijual. Jangka waktu pembukuan umumnya setahun dan
mencakup semua produk yang dijual, dikonsumsi rumah tangga petani, digunakan
dalam usahatani untuk benih atau pakan ternak, digunakan untuk pembayaran, dan
disimpan atau ada di gudang pada akhir tahun (Soekartawi, et. al, 1986).
Pengeluaran tunai usahatani didefinisikan sebagai jumlah uang yang
dibayarkan untuk pembelian barang dan jasa bagi usahatani. Sama seperti
penerimaan tunai usahatani, pengeluaran usahatani tidak mencakup bunga
pinjaman dan jumlah pinjaman pokok. Pengeluaran total usahatani didefinisikan
sebagai nilai semua masukan yang habis terpakai atau dikeluarkan dalam produksi
tetapii tidak termasuk tenaga kerja dalam keluarga. Biaya usahatani merupakan
pengeluaran usahatani.
Pendapatan kotor usahatani (gross farm income) adalah nilai produk total
usahatani dalam jangka waktu tertentu, baik yang dijual maupun yag tidak dijual.
Jangka waktu pembukuan umumnya setahun dan mencakup semua produk yang
dujual, dkonsumsi rumah tangga petani, digunakan dalam usahatani untuk benih
atau makanan ternak, digunakan untuk pembayaran, disimpan atau ada digudang
pada akhir tahun. Selisih antara pendapatan kotor dengan pengeluaran total

11

usahatani disebut pendapatan bersih usahatani (net farm income). Pendapatan
bersih usahatani mengukur umbalan yang diperoleh keluarga petani dari
penggunaan faktor-faktor produksi kerja, pengelolaan, dan modal milik sendiri
atau modal pinjaman yang diinvestasikan ke dalam usahatani.
R-C Rasio
R-C rasio merupakan alat untuk mengukur efisiensi pendapatan. Hernanto
(1989) menytakan bahwa R/C menunjukkan pendapatan kotor yang diterima
untuk sejumlah biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi. Menurut Soekartawi,
et.al (1986), analisis R/C akan lebih baik apabila dibagi menjadi dua bagian, yaitu
analisis R/C dengan biaya tunai dan analisis R/C dengan biaya yang
diperhitungkan.
Nilai R/C menunjukkan besarnya pendapatan kotor yang diterima untuk
setiap rupiah yang dikeluarkan untuk produksi. Jika nilai R/C > 1 berarti
penerimaan yang diperoleh akan lebih besar daripada tiap unit biaya yang
dikeluarkan untuk memperoleh penerimaan tersebut. Sebaliknya, jika R/C < 1
maka tiap unit biaya yang dikeluarkan akan lebih besar daripada penerimaan yang
diperoleh. Alat yang digunakan untuk menganalisis keuntungan usahatani adalah
R/C atas biaya total dan R/C atas biaya tunai.

Konsep Fungsi Produksi
Fungsi produksi merupakan hubungan fisik antara masukan dan produksi.
Masukan seperti tanah, pupuk, tenaga kerja, modal, iklim, dan sebagainya dapat
mempengaruhi besar kecilnya produksi yang diperoleh. Seorang produsen yang
maju dalam melakukan usahatani akan selalu berpikir bagaimana mengalokasikan
input atau faktor produksi sefisien mungkin untuk memperoleh produksi yang
maksimum. Secara matematis, fungsi produksi dapat ditulis sebagai berikut.
Y = f (X1, X2, X3,..., Xn)
Dimana :
Y = jumlah produksi yang dihasilkan
X = faktor produksi yang digunakan
Persamaan diatas menyatakan bahwa produksi Y dipengaruhi oleh
sejumlah n masukan. Menurut Soekartawi, et. al (1986), masukan X1, X2, X3, Xn
dapat dikategorikan menjadi dua, yaitu masukan yang dapatt dikuasai oleh petani
seperti tanah, jumlah pupuk, tenaga kerja dan masukan yang tidak dapat dikuasai
oleh petani seperti iklim.
Hubungan antara input dengan poduksi pertanian mengikuti kaidah
kenaikan hasil yang semakin berkurang (law of diminishing returns). Tiap
tambahan unit masukan akan mengakibatkan proporsi unit tambahan produksi
yang semakin kecil dibandingkan unit tambahan masukan tersebut. Kemudian
suatu ketika sejumlah unit tambahan akan menghasilkan produksi yang terus
berkurang.
Produk marjinal merupakan tambahan satu unit input (X) atau faktor
produksi yang dapat menyebabkan penambahan atau pengurangan satu satuan
output (Y). Pada kondisi diminishing returns, produk marjinal akan turun karena

12
setiap penambahan satu unit input akan menyebabkan penurunan jumlah output.
Kondisi diminishing returns terjadi pada saat tertentu, yaitu pada saat suatu
usahatani berproduksi pada titik optimal, lalu setiap jumlah input yang
ditambahkan akan menyebabkan turunnya jumlah produksi.
Menurut Soekartawi (2003), fungsi produksi menggambarkan hubungan
antara faktor produksi (input) dan produksi (output) secara langsung dan
hubungan tersebut dapat dimengerti dengan mudah. Hubungan ini dapat
dijelaskan dengan setiap penambahan satu satuan input tertentu akan
mempengaruhi produksi komoditas. Pengaruh yang diberikan dapat bernilai
positif atau negatif. Soekartawi (2003) mendefenisikan produk marjinal (PM)
sebagai tambahan satu satuan input (X) dapat menyebabkan pertambahan atau
pengurangan satu satuan output (Y). Secara sistematis, tolak ukur produktivitas
dapat dituliskan sebagai berikut.

Perubahan produk yang dihasilkan yang disebabkan oleh penggunaan
faktor produksi dapat dilihat melalui elastisitas produksi. Elastisitas produksi
merupakan persentase perubahan output sebagai akibat persentase perubahan dari
input (Soekartawi, 2003). Elastisitas produksi dapat dirumuskan sebagai berikut.

Dimana:
Ep
= Elastisitas Produksi
∂y
= Perubahan hasil produksi
∂x
= perubahan faktor produksi
Y
= Hasil Produksi
Xi
= Faktor produksi ke-i (i=1,2,3,...)
PM
= Produk marjinal
PR
= Produk rata-rata
Gambar 1 menunjukkan hubungan antara total produksi (TP) dengan
produk rata-rata dan produk marjinal. Tahapan yang ada pada gambar dapat
digunakan untuk menidentifikasi sejumlah produksi yang dihasilkan selama
proses produksi berjalan. Tahap I ditunjukkan pada produk marjinal yang terus
meningkat pada saat total produk juga meningkat. Tahap II digambarkan pada saat
produk marjinal yang terus menurun pada keadaan total produk sedang meingkat.
Tahap III ditunjukkan pada keadaan produk marjinal yang terus menurun sampai
angka negatif bersamaan dengan total produk yang juga menurun (Hastuti dan
Rahim, 2008).

13

Keterangan:
TP
= Total Produksi
MP
= Marginal Product (produk marjinal)
AP
= Average Product (produk rata-rata)
Y
= Output
X
= Input
Ep
= Elastisitas Produksi
Gambar 2 Tahapan Suatu Proses Produksi
Sumber : Soekartawi, 2003
Pada gambar 1, terlihat tiga daerah produksi yang terbagi berdasarkan nilai
elastisitas produksi. Ketiga daerah produksi tersebut dapat diuraikan sebagai
berikut.
1. Daerah I dengan Ep > 1, sering disebut dengan daerah irrasional atau
inefisiensi. Produksi menjadi tidak rasional karena pada daerah ini penambahan
input sebesar 1 satuan akan menyebabkan penambahan produk yang selalu
lebih besar dari 1 satuan. Di daerah produksi ini belum tercapai pendapatan
yang maksimum karena pendapatan masih dapat diperbesar apabila pemakaian
input variabel dinaikkan.
2. Daerah produksi II dengan 0 < Ep < 1. Pada daerah ini penambahan input
sebesar 1 satuan akan menyebabkan penambahan komoditas paling tinggi sama
dengan 1 satuan dan paling rendah 0 satuan. Pada daerah ini dicapai
keuntungan maksimum dengan tingkat penggunaan faktor produksi tertentu,
oleh karena itu daerah ini disebut daerah rasional atau efisien (rational región

14
atau rational stage of production). Daerah II dimulai dari PR maksimum dan
berakhir pada PM = 0. Kurva PR akan selalu berada diatas kurva PM setelah
mencapai titik maksimum PR. Titik maksimum PR tercapai pada saat PR =
PM. Daerah II ini menjadi daerah produksi yang menjadi kejaran para
produsen (Hernanto, 1989).
3. Daerah produksi III dengan Ep < 0. Pada daerah ini, penambahan pemakaian
input akan menyebabkan penurunan produksi total. Daerah ini disebut daerah
produksi irrasional (Hastuti dan Rahim, 2008). Menurut Hernanto (1989),
daerah ini memiliki nilai PM negatif atau turun secara tajam, dan total
produksinya akan mengalami penurunan. Daerah ini dimulai dari titik C, yakni
pada saat kurva PM memotong sumbu X dan kurva total produksi mencapai
titik optimum. Kondisi penambahan output yang optimum tidak mencerminkan
efisiensi karena penambahan output yang tinggi belum tentu dapat menutupi
biaya input yang digunakan.
Pada Gambar 2 tidak hanya menunjukkan daerah-daerah produksi, namun
juga menggambarkan skala usaha (return to scale). Hubungan antara produk
marjinal (PM) dan total produk (TP) serta produk marjinal dengan produk ratarata dapat dilihat dari besar kecilnya elastisitas produk (Hastuti dan Rahim, 2008)
a. Nilai Ep = 1 jika produk rata-rata (PR) mencapai maksimum atau pada saat
PR=PM
b. Jika PM = 0 pada saat PR sedang turun, maka nilai Ep = 0
c. Nilai Ep > 1 apabila TP meningkat pada tahapan increasing rate dan PR juga
meningkat di daerah I. Pada keadaan ini petani akan mendapatkan tambahan
produksi yang sesuai dengan peningkatan jumlah input.
d. Nilai 0 < Ep < 1 terjadi pada saat tambahan input tidak menghasilkan output
yang menguntungkan. Keadaan seperti ini disebut juga decreasing rate.
e. Nilai Ep < 0 pada daerah III menunjukkan keadaan yang menurun. Total
produk menurun, nilai produk marjinal menjadi negatif, dan produk rata-rata
juga menurun. Pada keadaan ini, penambahan input akan tetap merugikan
petani.
Fungsi Produksi Regresi Berganda
Fungsi produksi menurut Soekartawi (2003) adalah analisis yang
menjelaskan hubungan sebab akibat antara faktor produksi dengan hasil produksi.
Apabila produksi (Y) dipengaruhi oleh luas lahan (X1), maka luas lahan akan
selalu mempengaruhi produksi. Pengaruh faktor produksi terhadap produksi
kedelai dilihat dengan menggunakan analisis regresi berganda karena terdapat
banyak faktor produksi atau variabel bebas yang mungkin mempengaruhi atau
tidak mempengaruhi variabel tak bebas (produksi)
Model hubungan antara produksi kedelai (Y) yang dipengaruhi oleh lebih
dari satu variabel bebas faktor produksi dapat diformulasikan sebagai berikut.
Yt = bo + b1X1 +b2X2 + b3X3 + ... + b9X9 + e
Dimana :
Yt
X1,X2,...,X9
B1, b2, ..., b9
Bo

: variabel terikat (produksi kedelai) pada penelitian ke-t
: variabel bebas (faktor produksi)
: slope
: intersep

15

e
t

: error pada penelitian ke-t
: penelitian ke-t
Kerangka Pemikiran Operasional

Kedelai merupakan salah satu komoditas subsektor tanaman pangan yang
potensial untuk dikembangkan. Kedelai memiliki kandungan protein yang tinggi,
sehingga baik untuk dikonsumsi oleh masyarakat. Kedelai juga dapat diolah
menjadi makanan ringan ataupun minuman, tempe, tahu, tauco, dan sebagainya.
Salah satu daerah penghasil kedelai terbesar di Propinsi Jawa Barat adalah
Kabupaten Cianjur. Salah satu daerah penghasil kedelai di Kabupaten Cianjur
yaitu di Desa Cipeuyeum, Kecamatan Haurwangi.
Usahatani kedelai di Desa Cipeuyeum akan memberikan keuntungan yang
besar kepada petani kedelai apabila para petani tersebut dapat mengelola
usahataninya dengan efektif dan efisien. Salah satu kelebihan yang mendukung
usahatani yang dapat memberi keuntungan kepada petani adalah Cianjur yang
merupakan sentra penghasil kedelai. Namun, terdapat beberapa kendala yang
menyebabkan minat petani untuk melakukan usahatani kedelai menjadi
berkurang. Namun, masih terdapat beberapa petani yang menjalani usahatani
kedelai walaupun mereka menghadapi beberapa kendala, salah satunya harga jual
kedelai yang rendah ditingkat petani. Oleh karena itu, perlu dilakukan penelitian
untuk menganalisis apakah pendapatan petani kedelai di Desa Cipeuyeum
memberikan keuntungan dan dapat terus menjalankan usahatani secara efektif dan
efisien.
Faktor-faktor produksi yang digunakan dalam usahatani kedelai secara
umum adalah lahan, benih, urea, KCl, phonska, pupuk cair, MOL, tenaga kerja,
dan insektisida. Faktor produksi memiliki pengaruh yang besar dalam menentukan
jumlah produksi yang dihasilkan dalam suatu usahatani. Penggunaan faktor
produksi oleh petani masih belum optimal. Luas lahan petani yang kecil namun
petani tetap menggunakan banyak tenaga kerja akan menyebabkan pengeluaran
biaya petani yang lebih besar. Hal ini dapat menyebabkan pendapatan petani
menjadi sedikit atau bahkan petani dapat mengalami kerugian dari menanam
kedelai. Penelitian mengenai pengaruh masing-masing faktor produksi penting
dilakukan untuk tujuan meningkatkan produktivitas usahatani kedelai di
Kabupaten Cianjur. Penelitian ini tidak hanya mengetahui seberapa besar
keuntungan yang diperoleh oleh petani, tetapi juga untuk memberikan
rekomendasi dan solusi agar usahatani kedelai dapat meningkatkan pendapatan
petani yang menjalaninya. Kerangka pemikiran operasional penelitian secara
ringkas dapat dilihat pada gambar 3.

16
Usahatani kedelai
 Kedelai merupakan komoditas selingan di
Desa Cipeuyeum
 Produktivitas kedelai di Desa Cipeuyeum yang
tinggi
 Harga kedelai di tingkat petani rendah

Keragaan usahatani kedelai

Analisis Pendapatan
Usahatani
1. Penerimaan
Usahatani
2. Biaya Usahatani
3. Analisis
Efisiensi
Biaya

Faktor-faktor
mempengaruhi
produksi kedelai
1. Luas lahan
2. Benih
3. Urea
4. KCl
5. Phonska
6. Pupuk cair
7. MOL
8. Pestisida
9. Tenaga kerja

yang

Rekomendasi dan informasi ke petani
Gambar 2 Kerangka Pemikiran Operasional Analisis Usahatani dan Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Produksi Kedelai di Desa Cipeuyeum, Kecamatan
Haurwangi, Kabupaten Cianjur.

METODE PENELITIAN
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di Desa Cipeuyeum, Kecamatan Haurwangi,
Kabupaten Cianjur, Propinsi Jawa Barat. Pengumpulan data penelitian dilakukan
mulai bulan Maret sampai April 2013. Pemilihan lokasi penelitian dilakukan

17

secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa daerah tersebut
merupakan salah satu sentra penghasil kedelai di daerah Kabupaten Cianjur.
Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan
data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan petani
yang dijadikan sampel dan pihak-pihak lain yang terkait. Teknik wawancara yang
digunakan kepada para petani adalah menggunakan daftar wawancara (kuisioner)
yang telah disediakan. Data sekunder diperoleh dari buku-buku yang sesuai
dengan topik penelitian, jurnal penelitian, skripsi, Badan Pusat Statistik, dan
Dinas Pertanian Kabupaten Cianjur.

Metode Penarikan Sampel dan Pengumpulan Data
Penentuan sampel petani di Desa Cipeuyeum dilakukan dengan
menggunakan metode quota sampling. Petani dipilih berdasarkan karakteristik
yang dikehendaki peneliti dan dipilih setelah mendapatkan lokasi penelitian
sampel. Setelah peneliti menjumpai sampel petani yang sesuai dengan
karakteristik yang dikehendaki, kemudian peneliti mengajukan permintaan kepada
petani responden untuk berpartisipasi dalam penelitian ini.
Petani yang menjadi responden dibedakan menjadi petani dengan hasil
panen kedelai polong tua dan polong muda. Petani dibedakan berdasarkan hasil
panen setelah melalui proses wawancara secara acak dan kedelai yang dipanen
oleh petani responden berbeda. Petani dengan hasil panen kedelai polong muda
yang menjadi responden sebanyak 6 orang, sedangkan petani dengan hasil panen
kedelai polong tua sebanyak 24 orang.
Metode Analisis Data
Pengolahan dan analisis data penelitian dilakukan secara kualitatif dan
kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan untuk mengetahui gambaran umum
mengenai keragaan usahatani yang dijelaskan secara sistematis, akurat sesuat
fakta-fakta yang ada. Data kualitatif untuk menjelaskan keragaan usahatani
disajikan dalam bentuk paragraf deskriptif dan tabel. Analisis kuantitatif
dilakukan untuk mengetahui gambaran tentang pendapatan usahatani, R-C rasio
dan pengaruh penggunaan faktor-faktor produksi usahatani di lokasi penelitian.
Data kuantitatif diolah dengan menggunakan bantuan kalkulator, microsoft Excel,
MINITAB versi 14 for windows.
Analisis Pendapatan Usahatani
Penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi dengan harga jual,
biaya usahatani adalah semua pengeluaran yang dipergunakana dalam suatu
usahatani dan pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan
pengeluaran. Pendapatan usahatani dibedakan menjadi pendapatan atas biaya
tunai dan biaya total. Pendapatan atas biaya tunai adalah biaya yang benar-benar
dikeluarkan oleh petani. Sedangkan pendapatan atas biaya total adalah semua
input milik keluarga juga diperhitungkan sebagai biaya (Soekartawi, 2006).

18
Rumus penerimaan total, biaya dan pendapatan adalah:
TR = PyY
TC = FC + VC
Π = TR – (TCtunai + biaya diperhitungkan)
Keterangan:
TR
= Total penerimaan usahatani (Rupiah)
TC
= Total biaya usahatani (Rupiah)
Π
= Pendapatan (Rupiah)
Py
= Harga output (Rupiah)
Y
= Jumlah output
Sumber : Soekartawi (2003)
Return cost ratio adalah perbandingan antara total penerimaan dengan total
biaya yang dikeluarkan dalam suatu proses produksi usahatani. Analisis R-C rasio
digunakan untuk mengetahui sebeapa besar penerimaan yang dihasilka