Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Risiko Produksi Mentimun (Cucumis sativusL.) di Desa Citapen Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor
1
I.
PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang
Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang memiliki kontribusi bagi perekonomian di Indonesia selain sektor peternakan, perikanan, kehutanan dan perkebunan. Kontribusi yang dapat diberikan bagi perekonomian di Indonesia dapat secara langsung maupun tidak langsung seperti dalam penyerapan tenaga kerja, sumber pendapatan bagi masyarakat, ketersedian bahan baku, hingga dapat menghasilkan devisa negara.
Hortikultura merupakan salah satu sub sektor pertanian yang memiliki peranan penting dalam memberikan kontribusi bagi perekonomian di Indonesia. Hortikultura di Indonesia memiliki beragam komoditas diantaranya yaitu tanaman buah-buahan, tanaman sayuran, tanaman biofarmaka, dan tanaman hias. Berdasarkan nilai Produk Domestik Bruto (PDB), komoditas hortikultura memberikan kontribusi bagi perekonomian di Indonesia, hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 1
Tabel 1. Nilai Produk Domestik Bruto Hortikultura Berdasarkan Harga Berlaku
pada Tahun 2006-2009 di Indonesia
Komoditas Nilai PDB (dalam milyar rupiah)
2006 % 2007 % 2008 % 2009 %
Buah-buahan 35.448 51,65 42.362 55,16 42.660 53,13 30.595 34,60
Sayuran 24.694 35,98 25.587 33,32 27.423 34,15 48.437 54,78
Tanaman hias 4.734 6,89 4.741 6,17 6.091 7,59 5.496 6,21
Biofarmaka 3.762 5,48 4.105 5,35 4.118 5,13 3.897 4,41
Total 68.638 100 76.795 100 80.292 100 88.425 100 Sumber : Direktorat Jendral Hortikultura, 2010
Berdasarkan Tabel 1 perkembangan PDB komoditas hortikultura dari tahun 2006 hingga 2009 menunjukkan pertumbuhan yang positif. Pada komoditas sayuran menunjukkan setiap tahunnya mengalami peningkatan dimana pada tahun 2007 mengalami peningkatan sebesar 35,98 persen dari tahun 2006, pada tahun 2008 mengalami peningkatan sebesar 33,32 persen dari tahun 2007 sedangkan
(2)
2
pada tahun 2009 mengalami peningkatan sebesar 34,15 persen dari tahun 2008. Komoditas buah-buahan, tanaman hias, dan biofarmaka pada tahun 2006 hingga 2008 mengalami peningkatan, tetapi pada tahun 2009 mengalami penurunan sebesar 53,13 persen, 7,59 persen, dan 5,13 persen dari tahun 2008. Oleh karena itu dari empat komoditas hortikultura, komoditas sayuran mengalami peningkatan setiap tahunnya dibanding komoditas hortikultura lainnya. Hal ini menandakan komoditas sayuran memiliki peluang usaha yang cukup baik untuk dikembangkan.
Ekspor komoditas sayuran selama tahun 2007 diperkirakan sebanyak 261.649,9 ton dengan nilai US$ 141,57 juta, sedangkan impor untuk komoditas sayuran diperkirakan mencapai 594.995,7 ton dengan nilai US$ 285,07 juta1. Selama tahun 2007 tersebut impor sayur lebih tinggi dibanding ekspor sayuran. Hal tersebut menandakan bahwa produksi dalam negeri belum mampu memenuhi kebutuhan nasional. Oleh karena itu Indonesia memiliki peluang usaha bagi para petani dan perusahaan yang bergerak dibidang pertanian untuk meningkatkan produksi sayuran nasional, dimana kekurangan produksi sayuran dalam negeri tidak diimbangi dengan peningkatan kebutuhan produksi sayuran nasional.
Sayur-sayuran merupakan sumber utama vitamin dan mineral dalam pangan kita. Masyarakat saat ini sadar akan pola hidup yang baik dapat membuat tubuh menjadi lebih sehat. Oleh karena itu, minat masyarakat terhadap sayuran terus meningkat. Trend masyarakat saat ini yaitu pola hidup sehat berpengaruh terhadap perkembangan produksi sayuran, dimana masyarakat mulai banyak mengkonsumsi sayuran. Adapun perkembangan produksi sayuran di Indonesia dapat dilihat pada Tabel 2.
Berdasarkan Tabel 2 perkembangan produksi sayuran mengalami penurunan dan pertumbuhan produksi selama periode 2006-2009. Terdapat dua komoditas yang mengalami penurunan produksi pada tahun 2008-2009 yaitu wortel dan petsai, tetapi komoditas sayuran lainnya mengalami perkembangan yang positif. Mentimun merupakan salah satu komoditas sayuran yang mengalami perkembangan.
1
(3)
3 Tabel 2. Produksi Tanaman Sayuran di Indonesia Pada Tahun 2006-2009
(Ton)
No. Jenis Sayuran Tahun Perkembangan Rata-Rata
(%)
2006 2007 2008 2009
1. Bawang Merah 794.931 802.810 853.615 965.164 6,79
2. Bawang Putih 21.051 17.313 12.339 15.419 -7.18
3. Bawang Daun 571.268 497.927 547.743 549.365 -2.54
4. Kentang 1.011.911 1.003.733 1.071.543 1.176.304 5,24
5. Kubis 1.267.745 1.288.740 1.323.702 1.358.113 2,32
6. Petsai 590.401 564.912 565.636 562.838 -1,56
7. Wortel 391.371 350.171 367.111 358.014 -2,72
8. Kacang Panjang 461.239 488.500 455.524 483.793 1,79
9. Cabai 1.185.057 1.128.792 1.153.060 1.378.727 5,66
10. Tomat 629.744 635.474 725.973 853.061 10,89
11. Ketimun* 598.890 581.206 540.122 583.139 -0.69
12. Terung 358.095 390.846 427.166 451.564 8,05
13. Buncis 269.532 266.790 266.551 290.993 2,69
14. Kangkung 292.950 335.087 323.757 360.992 7,5
15. Bayam 149.435 155.862 163.817 173.750 5,15
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2010 Keterangan : *nama lain mentimun
Mentimun mengalami perkembangan pada tahun 2009 sebesar 7,96 persen dari tahun 2008. Selain itu luas panen mentimun (Lampiran 1) pada tahun 2006 hingga 2009 termasuk 10 terbesar luas panen sayuran di Indonesia. Akan tetapi pada Tabel 2 menunjukan rata-rata perkembangan produksi mentimun mengalami penurunan sebesar 0,69 persen. Walaupun rata-rata perkembangan produksi mentimun di Indonesia masih sangat rendah, mentimun memiliki potensi yang dapat terus ditingkatkan. Hal tersebut dapat dilihat dari kegunaan atau manfaat yang dimiliki mentimun.
Mentimun adalah tanaman semusim yang bersifat menjalar. Selain itu, mentimun merupakan tumbuhan yang menghasilkan buah yang dapat dimakan baik dalam kondisi segar ataupun diolah lebih lanjut, selain untuk bahan makanan, mentimun juga banyak digunakan sebagai bahan baku pada pada industri
(4)
4
kecantikan2. Manfaat mentimun yang beragam merupakan salah satu faktor yang mendorong tingginya peluang budidaya mentimun. Hal tersebut seiring dengan berkembangnya industri kosmetik, ilmu kesehatan dan makanan dengan berbahan mentimun3.
Produksi mentimun terpusat di Asia, tempat dihasilkannya hampir 73 persen produksi dunia. Cina menyumbang hampir 42 persen, selanjutnya adalah Eropa sekitar 17 persen, dan negara seperti Jepang, Spanyol serta Korea yang memproduksi mentimun dalam jumlah besar didalam rumah kaca dan bangunan pelindung lain (Rubatzky dan Yamaguchi, 1999). Di Indonesia, tanaman mentimun umumnya diusahakan di dataran rendah dengan berbagai nama, seperti
timun (Jawa), bonteng (Jawa Barat), temon atau antemon (Madura), ktimun atau antimun (Bali), hantimun (Lampung), dan timon (Aceh) (Direktorat Jendral Hortikultura, 2006). Menurut Direktorat Jendral Hortikultura (2006) budidaya mentimun di Indonesia pada tahun 2005 memiliki luas panen mentimun secara nasional mencapai 50.352 ha dengan produksi 447.716 ton.
Mentimun merupakan salah satu komoditas hortikultura yang mengalami peningkatan beberapa tahun terakhir di Indonesia, hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 1. Pada Gambar 1 terdapat fluktuasi produktivitas pada tahun 2006 hingga 2009. Pada tahun 2007 mengalami peningkatan produktivitas sebesar 10,26 ton/ha dari tahun 2006 yaitu sebesar 10,21 ton/ha. Pada tahun 2008 mengalami penurunan produktivitas sebesar 9,68 ton/ha. Sedangkan, pada tahun 2009 mengalami peningkatan sebesar 10,39 ton/ha. Fluktuasi produktivitas yang terjadi pada tanaman mentimun di Indonesia dapat mengindikasikan adanya suatu risiko produksi yang terjadi pada usahatani mentimun. Salah satu risiko yang sering muncul dalam kegiatan usahatani mentimun yaitu risiko produksi.
Terjadinya fluktuasi produktivitas dikarenakan adanya beberapa faktor, yaitu kondisi cuaca dan iklim yang sulit untuk diprediksi, serangan hama dan penyakit, serta kesalahan manusia atau yang biasa disebut human error. Faktor alam merupakan suatu ketidakpastian yang menjadi salah satu penyebab terjadiya suatu risiko. Faktor alam merupakan salah satu penyebab terjadinya risiko
2
Peluang Usaha Budidaya Mentimun. www.binaukm.com [10 April 2011]
3
(5)
5
produksi, karena faktor alam tidak dapat diprediksi, dan tidak mudah untuk dikendalikan. Selain faktor alam, faktor-faktor yang mempengaruhi suatu risiko kegiatan produksi dapat berasal dari input produksi. Input dalam kegiatan produksi berkaitan erat dengan output yang dihasilkan dalam produksi
Gambar 1. Produktivitas Tanaman Mentimun di Indonesia Tahun 2006-2009
Sumber : Badan Pusat Statistik, 2010 (diolah)
Faktor-faktor produksi perlu diperhatikan seberapa besar pengaruh faktor produksi terhadap produk yang dihasilkan agar efisiensi dalam penggunaan input produksi. Selain itu adanya fluktuasi produktivitas dapat mempengaruhi pendapatan yang diterima petani.
Berdasarkan uraian di atas, maka penting untuk dikaji tentang semua faktor-faktor produksi yang ada pada budidaya mentimun, guna untuk mengetahui pengaruh yang terjadi dalam usahatani mentimun. Selain itu risiko produksi yang terjadi juga dapat mempengaruhi pendapatan usahatani yang diterima oleh petani. Oleh karena itu, petani mentimun dapat meminimalkan risiko produksi yang terjadi dalam melakukan usahatani mentimun.
Kabupaten Bogor merupakan salah satu kabupaten di Jawa Barat yang baik untuk melakukan kegiatan usahatani sayuran. Berdasarkan data Dinas Pertanian dan Kabupaten Bogor, terdapat 18 komoditas sayuran yang dihasilkan oleh petani di Kabupaten Bogor, salah satunya adalah mentimun. Produksi
9,2 9,4 9,6 9,8 10 10,2 10,4 10,6
2006 2007 2008 2009
To
n
/H
a
(6)
6
mentimun di kabupaten bogor mengalami perkembangan naik dan turun pada tahun 2007 hingga tahun 2008. Selain itu dapat dilihat dari luas panen tanaman mentimun juga mengalami peningkatan dan penurunan. Hal tersebut dapat dilihat pada Lampiran 3. (Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, 2010).
Kecamatan Ciawi merupakan salah satu kecamatan yang berada di kabupaten Bogor yang baik untuk ditanami mentimun. Kecamatan Ciawi terdiri dari 13 desa. Desa Citapen merupakan salah satu desa yang berada di kecamatan Ciawi. Desa Citapen memiliki potensi untuk terus dikembangkan di bidang pertanian khususnya sayuran. Desa Citapen memiliki petani hortikultura dan tanaman pangan sebanyak 535 petani.
1.2 Perumusan Masalah
Desa Citapen terletak di daerah Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor merupakan salah satu daerah pedesaan yang memiliki potensi untuk pengembangan berbagai usaha agribisnis. Sebagian besar penduduk desa Citapen berprofesi sebagai petani dan buruh tani.
Kelompok Tani Pondok Menteng merupakan salah satu kelompok tani yang ada di Desa Citapen yang memiliki beragam komoditas sayuran. Berdasarkan berbagai jenis sayuran yang ditanam, mentimun menjadi salah satu komoditas yang ada di Kelompok Tani Pondok Menteng. Pada tahun 2009 hingga awal tahun 2011 para petani di Kelompok Tani Pondok Menteng secara bersama-sama melakukan usahatani mentimun. Petani di Kelompok Tani Pondok Menteng menggunakan total luas lahan tanaman mentimun yaitu lima hektar selama periode tersebut. Produksi yang dihasilkan berbeda-beda setiap periodenya, sehingga terjadi fluktuasi produktivitas mentimun. Selain itu, produktivitas yang terjadi di Desa Citapen belum dapat memenuhi rata-rata produktivitas yang ada di Kabupaten Bogor yaitu sebesar 13,87 ton/ha (Lampiran 3). Fluktuasi produktivitas mentimun di Kelompok Tani Pondok Menteng dapat dilihat pada Gambar 2.
Pada Gambar 2 adanya fluktuasi produktivitas yang ada diduga berkaitan dalam penggunaan input produksi. Input produksi yang digunakan seperti penggunaan pupuk atau pestisida dalam jumlah yang tidak sesuai atau waktu
(7)
7
penanaman yang tidak tepat. Hal tersebut dapat menjadi risiko produksi sehingga berpengaruh buruk dalam menghasilkan output. Selain itu, sumber-sumber risiko lainnya yang terjadi di dalam output yang dihasilkan yaitu serangan hama dan penyakit pada tumbuhan mentimun, kondisi iklim dan cuaca yang sulit untuk diprediksi, serta human error. Hal tersebut membuat hasil atau jumlah produksi yang diharapkan mengalami penurunan.
Gambar 2. Produktivitas Tanaman Mentimun di Desa Citapen Tahun 2011
Sumber : Gapoktan Rukun Tani, 2011 (diolah)
Faktor-faktor produksi atau input yang biasanya digunakan dalam budidaya mentimun antara lain lahan, benih, pupuk kandang, pupuk ZA, pupuk NPK, pupuk KCL, pupuk urea, pupuk TSP, pupuk daun & buah, tenaga kerja, dan pestisida. Dari faktor-faktor produksi tersebut, terdapat faktor produksi yang dapat menimbulkan risiko produksi tetapi ada pula faktor produksi yang dapat mengurangi risiko produksi.
Oleh karena itu penting untuk menganalisis faktor-faktor produksi yang ada pada budidaya mentimun. Hal tersebut untuk mengetahui pengaruh yang terjadi pada masing-masing input atau faktor produksi yang akan berpengaruh pada produktivitas mentimun. Dalam melakukan usahatani atau produksi mentimun, penggunaan input seperti benih, pupuk kandang, kapur, pupuk kimia, pupuk daun dan buah, pestisida, dan tenaga kerja sangat diperlukan. Besar kecilnya penggunaan input produksi berpengaruh terhadap output yang
0 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10
Sept 09-Nov 09 Jan 10-Mar 10 Okt 10-Des 10 Feb 11-Apr 11
Ton
/H
a
(8)
8
dihasilkan. Selain itu harga input dan harga output juga dapat mempengaruhi biaya produksi dan penerimaan petani. Oleh karena itu, besar kecilnya biaya produksi serta penerimaan mempengaruhi pendapatan yang diterima oleh petani.
Berdasarkan perumusan masalah yang telah dijelaskan di atas dapat dirumuskan beberapa permasalahan yang akan dibahas dalam penelitian ini, antara lain :
1. Bagaimana pengaruh faktor-faktor produksi terhadap risiko produksi mentimun di Desa Citapen ?
2. Apakah dengan adanya risiko produksi usahatani mentimun masih menguntungkan?
1.3 Tujuan Penelitian
Berdasarkan perumusan masalah yang telah dikemukakan, maka tujuan dari penelitian ini adalah :
1. Mengidentifikasi pengaruh faktor-faktor produksi terhadap risiko produksi mentimun di Desa Citapen.
2. Menganalisis pengaruh risiko terhadap pendapatan usahatani mentimun di Desa Citapen
1.4 Manfaat Penelitian
Manfaat dilaksanakan penelitian ini antara lain:
1. Hasil Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi petani sebagai informasi tentang tingkat risiko produksi yang terjadi dan pengaruh faktor-faktor produksi yang digunakan terhadap risiko produksi sehingga dapat menjadi bahan rujukan dan pertimbangan dalam mengambil keputusan agar dapat mengurangi kerugian yang diperoleh.
2. Memberikan ilmu, pengetahuan, dan informasi bagi pembaca untuk mengetahui lebih banyak tentang risiko produksi.
3. Bagi penulis, diharapkan dapat menjadi sarana untuk peningkatan potensi diri dan sebagai bahan tambahan pengalaman, informasi serta wawasan baru mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi risiko produksi khususnya pada budidaya mentimun
(9)
9 1.5 Ruang Lingkup Penelitian
Para petani sayuran di Desa Citapen banyak menanam berbagai macam sayuran seperti caisin, mentimun, buncis, cabai, jagung manis, kacang panjang, dan berbagai macam jenis sayuran lainnya. Komoditas dalam penelitian ini yaitu tanaman sayuran khususnya mentimun. Pemilihan komoditas mentimun didasarkan pada bahwa luas tanam mentimun di Desa Citapen merupakan luas tanam tertinggi kedua yaitu 15 Hektar per tahun setelah luas tanam jagung manis.
(10)
10
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Karakteristik Mentimun
Mentimun atau ketimun mempunyai nama latin Cucumis Sativus L.
Mentimun termasuk dalam keluarga labu-labuan (cucubitaceae). Sejarah mentimun berasal dari Himalaya di benua Asia Utara, dan telah meluas ke seluruh daratan baik tropis atau subtropis, kemudian terus meluas hingga ke Indonesia. Di Indonesia tanaman mentimun umumnya diusahakan di dataran rendah dengan berbagai nama, seperti timun (Jawa), bonteng (Jawa Barat), temon atau antemon
(Madura), ktimun atau antimun (Bali), hantimun (Lampung), dan timon (Aceh) (Direktorat Jendral Hortikultura 2006).
Mentimun merupakan salah satu sayuran yang dapat dikonsumsi baik dalam bentuk segar maupun olahan, seperti acar, asinan, dan lain-lain. Selain sebagai sayuran konsumsi mentimun mempunyai berbagai manfaat lainnya seiring dengan berkembangnya industri kosmetik, ilmu kesehatan dan makanan dengan berbahan mentimun. Mentimun memiliki kandungan gizi yang cukup baik, karena mentimun merupakan sumber mineral dan vitamin. Kandungan nutrisi per 100 gram mentimun terdiri dari 15 kalori, 0,8 gram protein, 0,1 gram pati, 3 gram karbohidrat, 30 mg fosfor, 0,5 mg besi, 0,02 mg thianine, 0,01 mg nriboflavin, 14 mg asam, 0,45 mg vitamin A, 0,3 mg vitamin B1, dan 0,2 mg vitamin B2 (Sumpena, 2007).
Faktor lingkungan menjadi salah satu syarat tumbuh yang perlu diperhatikan dalam melakukan budidaya seperti media, suhu, air, cahaya, dan kelembaban. Menurut Sumpena (2007) kemasamaan tanah yang optimal untuk mentimun adalah antara 5,5-6,5. Tanah yang banyak mengandung air, terutama pada waktu berbunga, merupakan jenis tanah yang baik untuk penanaman mentimun. Jenis tanah yang cocok untuk penanaman mentimun diantaranya aluvial, latosol, dan andosol. Tanaman mentimun dapat tumbuh baik dengan ketinggian 0-1000 meter di atas permukaan laut. Selain itu suhu untuk tanaman
mentimun a - C, dengan
(11)
11
Cahaya merupakan faktor yang sangat penting dalam pertumbuhan tanaman mentimun. Dimana penyerapan unsur hara akan berlangsung dengan optimal jika pencahayaan berlangsung antara 8-12 jam per hari.
Variasi bentuk dan warna buah mentimun disebabkan oleh varietas mentimun yang berbeda. Varietas buah mentimun terus bertambah seiring dengan kemajuan teknologi dan kebutuhan akan benih mentimun yang disesuaikan dengan kondisi geografis suatu tempat.
Menurut Wahyudi (2010) Mentimun memiliki beberapa varietas, ada tiga contoh varietas yaitu mayapada F-1, panda, dan venus. Mayapada F-1 memiliki bentuk buah meruncing dan warna buah hijau muda sampai sedang, mayapada F-1 memiliki ukuran panjang 16,0 – 16,5 cm dan diameter 3,0 – 3,5 cm serta bobot per buah 120-130 gram. Varietas ini dapat dipanen ketika tanaman berumur 32 HST dengan potensi produksi sebesar 50-60 ton per hektar. Panda memiliki bentuk buah lonjong dan berwarna hijau muda, berukuran panjang 17-18 cm dan diameter sebesar 3,5-4 cm, serta bobot per buah berkisar 120-150 gram. Varietas ini dapat dipanen ketika tanaman berumur 33 HST dengan potensi produksi sebesar 40-50 ton per hektar. Lain halnya dengan varietas venus dimana bentuk buah langsing dengan bagian pangkal bulat dimana daging buahnya memiliki rasa yang manis sehingga mentimun dengan varietas ini cocok untuk lalap. Varietas ini memiliki ukuran 15-16 cm dengan diameter 3,5-4,0 cm serta bobot perbuah berkisar 120-130 gram. Varietas venus memiliki masa panen lebih cepat dengan dua varietas mayapada F-1 dan panda yaitu pada saat tanaman berumur 32 HST dengan potensi produksi sebesar 50-60 ton per hektar.
Mentimun dapat dibudidayakan di sawah, ladang, kebun, polibag dengan menggunakan lanjaran atau para-para atau dibiarkan merambat ditanah, karena mentimun adalah tanaman semusim yang bersifat menjalar atau merambat dengan perantara alat pemegang seperti ajir. Cara budidaya mentimun pada dasarnya sama dengan budidaya sayuran konvesional lainnya, yaitu Pertama melakukan persiapan persemaian yang mencakup menyediakan kebutuhan benih, menyiapkan media semai dan persemaian. Kedua melakukan persiapan penanaman dimana menyiapkan lahan dan penanaman. Ketiga melakukan pemupukan. Keempat melakukan pemeliharaan tanaman yaitu dengan
(12)
12
pemangkasan cabang, pemasangan ajir penompang, pengikatan tanaman, sanitasi lahan, dan pengairan. Kelima melakukan pencegahan atau pembrantasan hama dan penyakit yang ada pada tumbuhan mentimun. Keenam yaitu melakukan panen dan pascapanen (Wahyudi, 2010).
Terdapat beberapa penelitian yang menganalisis mengenai mentimun, diantaranya yaitu Prabowo (2009) dan Rahmawaty (2009). Berdasarkan penelitian yang dilakukan Prabowo (2009), mentimun merupakan salah satu sayuran yang rentan terhadap serangan hama serta infeksi patogen tanaman, serangan hama dan penyakit yang terjadi pada tanaman mentimun menimbulkan kerusakan berat dan kehilangan hasil panen pada pertanaman mentimun di lokasi penelitian. Adapun hama yang banyak menyerang tanaman mentimun yaitu lalat pengorok daun dan kutu daun, sedangkan penyakit utama pada pertanaman mentimun adalah layu yang disebabkan oleh nematoda M. Arenaria, dan embun bulu yang disebabkan oleh cendawan P. Cubensis. Dengan adanya hal tersebut membuat pertumbuhan mentimun terhambat sehingga produksi mentimun dapat menurun.
Lain halnya dengan penelitian Rahmawaty (2009) tentang varietas dan konsentrasi pada pertumbuhan dan hasil panen mentimun dimana hasil yang didapat bahwa pemberian ethepon pada tanaman varietas Soarer berpengaruh lebih baik terhadap tinggi tanaman, jumlah ruas, jumlah buah dan bobot buah dibandingkan dengan varietas Purbaya. Sedangkan pemberian ethepon pada varietas Purbaya berpengaruh nyata terhadap jumlah ruas tanaman, jumlah bunga betina, dan jumlah bunga betina gugur.
2.2 Analisis Risiko Produksi dan Pengaruh Faktor-Faktor Produksi Terhadap Risiko Produksi Komoditas Pertanian
Risiko produksi merupakan peluang penurunan hasil produksi dari hasil yang diharapkan. Dalam melakukan produksi adanya kegagalan dalam melakukan produksi merupakan suatu risiko produksi, berbagai sumber risiko seperti kondisi iklim dan cuaca yang tidak dapat diprediksi, serangan hama dan penyakit yang sulit untuk dikendalikan, dan kesalahan dari manusia (human error). Hal tersebut mengidikasikan terjadinya risiko produksi yaitu adanya senjang produktivitas
(13)
13
antara produktivitas yang seharusnya dan produktivitas yang dihasilkan oleh petani tersebut.
Terdapat beberapa penelitian yang menganalisis mengenai risiko produksi, diantaranya Ginting (2009), Sembiring (2010), dan Safitri (2009). Komoditas sayuran merupakan objek dari ketiga penelitian tersebut. Dimana menurut ketiga penelitian tersebut adanya risiko produksi berindikasi pada terjadinya fluktuasi produksi atau produktivitas sehingga berpengaruh terhadap penurunan pendapatan. Dari ketiga penelitian tersebut sumber risiko yang banyak menyebabkan terjadinya risiko produksi antara lain iklim dan cuaca yang sulit untuk diprediksi, dan serangan hama dan penyakit yang sulit untuk dikendalikan. Selain sumber risiko tersebut ada risiko produksi lainnya, dimana menurut Ginting (2009) adanya kegagalan dalam penggunaan teknologi pengukusan dan kualitas atau keterampilan tenaga kerja yang kurang baik, Sembiring (2010) adanya kegagalan penggunaan teknologi dalam penanaman lahan terbuka dan
greenhouse, sedangkan Safitri (2009) tingkat kesuburan lahan merupakan salah satu risiko produksi yang dihadapi.
Berdasarkan ketiga penelitian tersebut, dalam menganalisis risiko produksi menggunakan perhitungan variance, standard deviation, dan coefficient varian.
Ginting (2009) dalam usaha spesialisasi jamur tiram putih pada Cempaka Baru menghadapi risiko produksi sebesar 0,32. Artinya untuk setiap satu satuan hasil produksi yang diperoleh Cempaka Baru maka risiko (kerugian) yang dihadapi adalah sebesar 0,32 satuan. Selain itu peneliti memperhitungkan nilai expected return dimana diperoleh hasil sebesar 0,25. Artinya, usaha Cempaka Baru dapat mengharapkan perolehan hasil sebanyak 0,25 kilogram per baglog untuk setiap baglog jamur tiram putih.
Menurut Sembiring (2010) dimana risiko produksi tertinggi berdasarkan produktivitasnya pada The Pinewood Organic Farm adalah komoditas brokoli yaitu 0,54, untuk risiko produksi yang terendah yaitu caisin yaitu 0,24. Hal ini disebabkan karena brokoli sangat rentan terhadap penyakit terutama kondisi cuaca yang tidak pasti, sehingga mengakibatkan produktivitas tanaman brokoli mengalami risiko yang tinggi. Sedangkan untuk pendapatan bersih diperoleh risiko yang tinggi adalah komoditas brokoli yaitu sebesar 0,8 dan untuk yang
(14)
14
paling rendah yaitu tomat sebesar 0,48. Sedangkan penelitian Safitri (2009) pada usaha daun potong di PT Pesona Daun Mas Asri, berdasarkan produktivitasnya
philodendron marble mempunyai nilai variance yang lebih tinggi dibandingkan dengan asparagus bintang yaitu sebesar 0,48. Standar deviation pada
philodendron marble mempunyai nilai lebih tinggi dibandingkan dengan
asparagus bintang yaitu 0,69. Berdasarkan pendapatan bersih bahwa asparagus bintang memiliki risiko produksi paling tinggi dibandingkan philodendron marble.
Pada ketiga penelitian analisis risiko produksi yang telah dipaparkan, analisis jamur tiram putih tidak dapat dibandingkan dengan komoditas lain apakah hasil risiko tersebut termasuk berisiko tinggi atau rendah karena hanya memperhitungkan risiko dengan satu komoditas, berbeda dengan Sembiring (2010) dan Safitri (2009) dimana besarnya risiko produksi dapat dibandingkan antara risiko yang lebih tinggi dan risiko yang lebih rendah.
Penelitian ini memiliki persamaan dan perbedaan dengan penelitian sebelumnya. Persamaan yang paling menonjol adalah penelitian ini sama-sama menganalisis risiko produksi dengan menggunakan variance. Dalam penilaian
variance ini memiliki perbedaan, dimana penilaian variance pada penelitian ini berdasarkan variance dari fungsi produksi, dimana fungsi produksi dibangun dari beberapa faktor-faktor produksi yang digunakan. Sehingga, risiko produksi dilihat berdasarkan pengaruh penggunaan faktor-faktor produksi yang akan mempengaruhi jumlah produksi dengan menggunakan model fungsi risiko Just dan Pope. Selain itu, perbedaan lain penelitian ini dengan penelitian sebelumnya terletak pada komoditas yang menjadi objek penelitian, dimana penelitian ini hanya meneliti hortikultura yaitu mentimun, sedangkan Ginting (2009) meneliti tentang jamur tiram putih dan Sembiring (2010) meneliti tentang beberapa jenis sayuran organik, serta Safitri (2009) meneliti tentang daun potong.
Faktor produksi sangat menentukan besar-kecilnya produksi yang diperoleh, dimana faktor produksi dikenal dengan istilah input, production factor, dan korbanan produksi. Faktor produksi terpenting diantara faktor yang lainnya adalah faktor produksi lahan, modal, obat-obatan, tenaga kerja, dan aspek manajemen. Hubungan antara faktor produksi (input) dan hasil produksi (output)
(15)
15
biasanya disebut dengan fungsi produksi atau juga disebut dengan factor relationship (Soekartawi, 1993). Dalam prakteknya, penggunaan faktor produksi juga masih dipengaruhi oleh faktor lain diluar kontrol manusia, seperti serangan hama-penyakit, serta cuaca dan iklim. Faktor-faktor produksi tersebut dikenal dengan istilah risiko. Adapun fungsi produksi yang pada umumnya digunakan adalah fungsi Cobb-Douglass.
Terdapat dua penelitian yang menganalisis mengenai faktor-faktor produksi, yaitu Losinger (2006), Koundouri and Nauges (2005), dan Fariyanti
et.al. (2007). Ketiga penelitian tersebut menggunakan analisis model fungsi produksi Cobb-Douglass untuk menduga faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi produksi pada masing-masing komoditas. Losinger (2006) menggunakan model fungsi risiko produksi Just and Pope serta untuk fungsi varian menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglas. Variabel pemilihan didasarkan pada seleksi forward-stepwise (Losinger et al. 2000).
Pada usaha produksi ikan patin, luasan lahan menunjukkan nilai koefisien negatif, artinya kenaikan luas lahan perikanan menyebabkan berkurangnya variabilitas produksi per hektar. Selain itu, nilai mean menunjukkan bahwa hasil harapan per hektar juga meningkat jika ukuran lahan perikanannya meningkat. Ukuran kolam tidak berpengaruh signifikan terhadap hasil yang diharapkan per hektar, terutama dibandingkan dengan luas lahan, padat tebar dan pakan. Namun, hasil deskriptif dasar dari data survei yang membentuk dasar penelitian ini menunjukkan bahwa hasil maksimum per hektar terjadi pada perikanan patin dengan tambak rata-rata ukuran 5,3-6,1 hektar, dimana varian produksi menunjukkan tanda-tanda peningkatan ukuran kolam rata-rata di kisaran 5,3-6,1 hektar. Perikanan dengan lebih banyak kolam yang lebih kecil mungkin lebih cenderung memiliki kolam yang bebas penyakit, tetapi mengalami penurunan produksi dalam varian. Dengan demikian, petani patin yang peduli dengan kedua hasil harapan dan varian, mungkin ingin berkonsentrasi pada kolam bangunan yang kira-kira 5,3 ha.
Sama halnya dengan Losinger (2006), Koundouri and Nauges (2005) menggunakan model fungsi risiko produksi Just and Pope dengan fungsi Cobb-douglas untuk mengetahui fungsi varian parameter yang digunakan. Hasil yang
(16)
16
didapat yaitu dalam budidaya sayuran atau sereal dipengaruhi oleh karakteristik kualitatif dari input dan input produksi. Dalam budidaya sayuran atau sereal kemungkinan nilai positif atau negatif dipengaruhi oleh proposi bidang tanah yang irigasi, karena budidaya sayuran membutuhkan air lebih banyak dari sereal. Variabel-variabel sebagai penentu yang dimasukan kedalam setiap fungsi produksi yaitu input variabel pestisida, tenaga kerja, air, pupuk, investasi dalam mesin, curah hujan, luas total irigasi, jarak dan tahun pengalaman dalam pertanian. Estimasi model fungsi produksi dalam setiap kasus menunjukan data
cross section 0,8 untuk kelompok produsen sayur dan 0,83 untuk kelompok sereal. Masing-masing laporan parameter dari fungsi risiko diperkirakan dengan dan tanpa koreksi selekktivitas untuk semua input variabel bagi petani sayuran dan petani sereal. Kontribusi setiap masukan untuk varians ditemukan berbeda tergantung pada selektivitas. Lebih tepatnya, meskipun tenaga kerja yang ditemukan memiliki risiko meningkat sedangkan pupuk tidak mempengaruhi risiko produksi secara signifikan ketika selektivitas, tetapi ditemukan memiliki pengaruh positif dan signifikan terhadap risiko ketika selektivitas bias. Dalam kasus pestisida, masukan ini ditemukan peningkatan risiko hanya ketika selektivitas diperhitungkan. Tenaga kerja dan air ditemukan menjadi masukan risiko penurunan dalam kedua model (pada tingkat tinggi signifikansi), tetapi besarnya efek bervariasi dari satu model ke model lain.
Sedangkan menurut Fariyanti et.al. (2007) faktor-faktor produksi komoditas sayuran kentang dan kubis yang mempengaruhi rata-rata hasil produksi dan variasi hasil produksi yaitu luas lahan garapan, benih, pupuk urea, pupuk TSP, pupuk KCL, pestisida, dan tenaga kerja. Pada fungsi produksi komoditas kentang, pupuk TSP dan pupuk KCL memiliki tanda negatif. Hal ini menunjukan bahwa penggunaan kedua pupuk tersebut dalam jumlah yang besar yang dilakukan petani responden yang dikarenakan tingkat kesuburan lahan yang semakin menurun. Sedangkan, pada komoditas kubis, benih kubis mempunyai tanda negatif hal tersebut berarti penggunaan benih telah melebihi standar normal sehingga dapat menurunkan rata-rata hasil produksi. Berdasarkan persamaan
Variance error produksi pada komoditas kentang, faktor yang mengurangi risiko produksi yaitu penggunaan benih, luas garapan, dan pestisida. Sedangkan faktor
(17)
17
yang menimbulkan risiko produksi pada komoditas kentang yaitu pupuk urea, pupuk TSP, dan pupuk KCL. Pada komoditas kubis yang menjadi pengurang risiko produksi yaitu penggunaan benih, pupuk urea, pupuk NPK, dan tenaga kerja. Dan faktor yang menimbulkan risiko produksi pada komoditas kubis yaitu penggunaan lahan dan pestisida. Berdasarkan hasil analisis dengan model GARCH (1,1) kedua komoditas tersebut, parameter error kuadrat produksi musim sebelumnya dan variance error produksi musim sebelumnya bertanda positif. Hal tersebut berarti semakin tinggi risiko produksi pada musim sebelumnya, maka semakin tinggi risiko produksi pada musim selanjutnya.
Perbedaan penelitian ini dengan penelitian sebelumnya adalah pada objek penelitian yang digunakan, lokasi penelitian, dan beberapa faktor produksi yang digunakan. Selain itu, penelitian ini tidak hanya menganalisis faktor-faktor produksi terhadap jumlah produksi mentimun dengan menggunakan fungsi produksi Cobb-Douglass, dimana faktor-faktor produksi yang di duga mempengaruhi adalah benih, pupuk kandang, kapur, pupuk kimia, Pupuk daun dan buah, pestisida padat dan cair,serta tenaga kerja. Penentuan faktor-faktor produksi ini di dasarkan pada input-input yang memang digunakan petani. Persamaan penelitian sebelumnya dengan penelitian ini yaitu perhitungan analisis ini dengan berdasarkan fungsi model risiko Just dan Pope dengan alat analisis model GARCH (1,1). Model fungsi risiko produksi Just and Pope merupakan suatu gabungan antara mean dan variance yang dihasilkan. Oleh karena itu untuk mengetahui pengaruh input atau faktor-faktor produksi apa saja yang dapat mengakibatkan terjadinya risiko, yaitu menggunakan model fungsi risiko produksi Just and Pope.
(18)
18
III.
KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis
Kerangka pemikiran teoritis merupakan alur berfikir dalam melakukan penelitian berdasarkan tujuan penelitian. Tujuan dari penelitian yang akan dilakukan adalah untuk mengetahui tingkat pendapatan petani dan faktor-faktor yang mempengaruhi risiko produksi. Oleh karena itu analisis mengenai usahatani dan faktor-faktor yang mempengaruhi risiko produksi haruslah sesuai dengan teori-teorinya. Adapun teori yang digunakan dalam penelitian ini mencakup teori pendapatan, teori produksi, dan teori risiko produksi.
3.1.1 Teori Produksi
Produksi memiliki keterkaitan antara penggunaan berbagai input dengan jumlah dan kualitas output yang dihasilkan. Serangkaian proses dalam penggunaan input yang ada untuk menghasilkan suatu output (barang atau jasa) merupakan suatu kegiatan produksi. Hubungan antara input yang digunakan dalam proses produksi dengan kuantitas output yang dihasilkan dinamakan fungsi produksi (Lipsey et al.,1995)
Menurut Lipsey et al. (1995) ada tiga cara untuk melihat bagaimana output berubah-ubah menurut jumlah faktor variabel yaitu produk total, produk rata-rata, dan produk marjinal. Produk total adalah jumlah total yang diproduksi selama periode waktu tertentu. Jika semua input kecuali satu faktor dijaga konstan, produk total akan berubah menurut banyak sedikitnya faktor variabel yang digunakan. Produk rata-rata adalah produk total dibagi jumlah unit faktor variabel yang digunakan untuk memproduksinya. Tingkat output dimana produk rata-rata mencapai maksimum disebut titik berkurangnya produktivitas rata-rata. Sedangkan untuk Produk marjinal adalah perubahan dalam produk total sebagai akibat satu unit tambahan penggunaan variabel. Tingkat output dimana produk manajerial mencapai maksimum dinamakan titik berkurangnya produktivitas marjinal.
(19)
19
Dalam kaitannya antara produk marjinal dan proses produksi, seorang produsen dapat menambah hasil produksi dengan menambah semua input
produksi atau menambah satu atau beberapa input produksi. Penambahan input
produksi mengikuti hukum The law of diminishing marginal returns yang merupakan dasar dalam ekonomi produksi. The law of diminishing marginal returns terjadi jika jumlah input variabel ditambah penggunaannya, maka output
yang dihasilkan meningkat, tapi setelah mencapai satu titik tertentu penambahan
output semakin lama semakin berkurang (Debertin 1986).
Menurut Lipsey et al.(1995), hukum hasil lebih yang makin berkurang adalah bahwa jika output naik dalam jangka pendek, makin banyak faktor variabel harus digabungkan dengan sejumlah tertentu faktor tetap. Akibatnya adalah setiap unit faktor variabel memiliki faktor tetap yang makin lama makin berkurang. Bila faktor tetap adalah modal dan faktor variabel adalah tenaga kerja, makin besarnya output membutuhkan tiap unit tenaga kerja yang memperoleh jumlah modal yang makin lama makin turun.
Menurut Soekartawi (2002) fungsi produksi Cobb-Douglas merupakan suatu fungsi atau persamaan yang melibatkan dua atau lebih variabel. Dengan fungsi produksi Cobb-Douglas dapat menjelaskan dua variabel yaitu variabel dependen dan variabel independen. Variabel yang dijelaskan disebut variabel dependen (Y) dan variabel yang menjelaskan disebut variabel independen (X). Dimana variabel dependen berupa output dan variabel independen berupa input. Adapun persamaan mematis dari fungsi Cobb-Douglas secara umum dapat dijelaskan sebagai berikut :
Dimana
Y = Variabel Dependen X = Variabel Independen
= Besaran yang akan diduga u = Unsur sisa
(20)
20
Perhitungan Cobb-Douglass merupakan metode yang banyak dipakai oleh peneliti dalam menilai risiko produksi. Alasan mengapa menggunakan Cobb-Douglass dikarenakan metode tersebut memiliki kelebihan sebagai berikut :
1. Bentuk fungsi produksi Cobb-Douglas bersifat sederhana dan mudah penerapannya.
2. Fungsi produksi Cobb-Douglas mampu menggambarkan keadaan skala hasil (return to scale), apakah sedang meningkat, tetap atau menurun.
3. Koefisien-koefisien fungsi produksi Cobb-Douglas secara langsung menggambarkan elastisitas produksi dari setiap input yang digunakan dan dipertimbangkan untuk dikaji dalam fungsi produksi Cobb-Douglas itu. 4. Koefisien intersep dari fungsi produksi Cobb-Douglas merupakan indeks
efisiensi produksi yang secara langsung menggambarkan efisiensi penggunaan input dalam menghasilkan output dari sistem produksi yang dikaji
Dari kelebihan tersebut maka alasan peneliti menggunakan metode tersebut adalah penyelesaian fungsi Cobb-Douglas relatif lebih mudah dibandingkan dengan fungsi produksi, hasil pendugaan garis melalui fungsi Cobb-Douglas akan menghasilkan koefisien regresi.
3.1.2 Teori Risiko Produksi
Dalam melakukan suatu usaha atau kegiatan usahatani pasti memiliki risiko. Menurut Kountur (2008) ada tiga unsur penting dari sesuatu yang dianggap sebagai risiko : (1) merupakan suatu kejadian, (2) kejadian tersebut masih merupakan kemungkinan (bisa terjadi atau tidak terjadi), (3) jika sampai terjadi, akan menimbulkan kerugian.
Kata risiko banyak dipergunakan dalam berbagai pengertian, dimana ada banyak pendapat mengenai pengertian risiko tersebut. beberapa definisi risiko antara lain yaitu merupakan suatu kerugian atau dapat juga diartikan sebagai ketidakpastian (Harwood et al, 1999).
Menurut Kountur (2008) risiko berhubungan dengan ketidakpastian. Ketidakpastian ini terjadi akibat kurangnya atau tidak tersedianya informasi yang menyangkut apa yang akan terjadi. risiko berhubungan dengan suatu kejadian,
(21)
21
dimana kejadian tersebut memiliki kemungkinan untuk terjadi atau tidak terjadi dan jika terjadi ada akibat berupa kerugian yang ditimbulkan.
Menurut Robison dan Barry (1987) risiko adalah peluang terhadap suatu kejadian yang dapat diketahui oleh pelaku bisnis sebagi pembuat keputusan dalam bisnis berdasarkan data historis atau pengalaman selama mengelola kegiatan usaha.
Menurut Robison dan Barry (1987), Setiap pelaku usaha memiliki perilaku yang berbeda dalam menghadapi risiko, perilaku tersebut dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori yaitu sebagai berikut:
a. Pembuat keputusan yang takut terhadap risiko (risk aversion). Sikap ini menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan ragam (variance) dari keuntungan , maka pembuat keputusan akan mengimbangi dengan menaikkan keuntungan yang diharapkan dan merupakan ukuran tingkat kepuasaan.
b. Pembuat keputusan yang berani terhadap risiko (risk taker). Sikap ini menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan ragam (variance) dari keuntungan, maka pembuat keputusan akan mengimbangi dengan menurunkan keuntungan yang diharapkan.
c. Pembuat keputusan yang netral terhadap risiko (risk neutral). Sikap ini menunjukkan jika terjadi kenaikan ragam dari keuntungan, maka pembuat keputusan tidak akan mengimbangi dengan menaikkan atau menurunkan keuntungan yang diharapkan.
Menurut Ellis (1993), risiko dibatasi oleh kemungkinan-kemungkinan yang dihubungkan dengan kejadian dari suatu peristiwa yang mempengaruhi suatu proses pengambilan keputusan. Sedangkan ketidakpastian mengacu pada situasi dimana tidak memungkinkan untuk mengetahui probabilitas kejadian dari suatu peristiwa. Setiap pelaku usaha melakukan pengambilan keputusan dalam mengalokasikan sumberdaya yang dimilikinya untuk menghasilkan output yang diharapkan. Namun, seringkali keputusan tersebut dihadapkan pada risiko dan ketidakpastian. Implikasi risiko terhadap variasi pendapatan dapat dilihat pada Gambar 3 yang menunjukkan tiga respon yang berbeda dalam output dari penggunaan input.
(22)
22
Keterangan :
TVP1 = Total value product in ’good’ years
TVP2 = Total value product in ’bad’ years
E(TVP) = Expectedtotal value product
Gambar 3. Hubungan Keputusan Penggunaan Input dan Variasi Pendapatan
Sumber : Ellis, 1993
Terdapat tiga alternatif penggunaan input yang ditunjukkan oleh X1, X2,
XE yang terkait risiko :
1. Input yang digunakan sebanyak X1. Hal ini menunjukkan jika kondisi TVP1
terjadi dimana pada saat tersebut dalam kondisi yang baik bagi petani, maka keuntungan terbesar yaitu sebesar ab akan diperoleh. Di sisi lain, jika TVP2
terjadi maka kerugian sebesar bj akan dialami petani.
2. Input yang digunakan sebanyak X2. Hal ini menunjukkan jika kondisi TVP1
terjadi maka keuntungan sebesar ce akan diperoleh dan jika TVP2 terjadi
maka petani tidak akan mengalami kerugian dan tetap mendapatkan keuntungan yang kecil sebesar de. Hal ini disebabkan pada kondisi tersebut petani masih mampu membayar biaya pembelian input tersebut (TVP > TC). 3. Input yang digunakan sebanyak XE. Nilai E(TVP) yang diperoleh merupakan
hasil rata-rata pendapatan pada kondisi baik dan buruk. Hal ini menunjukkan
h Total Value Product Y (Rp)
0
c
f
a
g
d b
e i
j
TVP1
E(TVP) TC
TVP2
X2 XE X1 Input X
(23)
23
jika kondisi TVP1 terjadi maka keuntungan sebesar fh akan diperoleh, tetapi
bukan merupakan kemungkinan keuntungan terbesar. Di sisi lain, jika TVP2
terjadi maka kerugian sebesar hi akan dialami petani dan bukan merupakan kemungkinan kerugian terbesar.
3.1.3 Model Just and Pope
Model fungsi risiko produksi Just and Pope merupakan suatu gabungan antara mean dan variance. Oleh karena itu untuk mengetahui input atau faktor-faktor produksi apa saja yang dapat mengakibatkan terjadinya risiko, yaitu menggunakan model fungsi risiko produksi Just and Pope.
Model fungsi risiko produksi Just dan Pope (Robison dan Barry, 1987) :
Y = f( x, β) + h( x, θ) ε Dimana :
Y = Produktivitas
f = Fungsi produksi rata-rata. h = Fungsi produksi variance.
x = Faktor-faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi (input)
β,θ = Besaran yang akan diduga
ε = error
Pengukuran risiko produksi dalam penelitian ini menggunakan nilai
variance error produksi. Salah satu model yang dapat mengakomodasi hal tersebut yaitu model GARCH (Generalized Autoregressive Conditional Heteroskedasticity) (Verbeek, 2000). Salah satu kelebihan dengan menggunakan model GARCH yaitu pendugaan parameter fungsi produksi dan persamaan
variance error produksi. Dalam prakteknya, model standar GARCH (1,1) sering digunakan dan dituliskan sebagai berikut :
...(1) ... (2)
Persamaan pertama menunjukan variance error produksi pada periode t ( ditentukan oleh error kuadrat periode sebelumnya ( ) dan variance error
(24)
24 3.1.4 Sumber Risiko
Menurut Harwood et al. (1999) dan Moschini dan Hennessy (1999), beberapa sumber risiko yang dapat dihadapi oleh petani diantaranya adalah Risiko Produksi, Risiko Pasar atau Harga, Risiko Kelembagaan, Risiko Kebijakan, Risiko Finansial.
1. Risiko Produksi
Risiko produksi seperti gagal panen, produksi rendah, kualitas kurang baik. Hal ini bisa disebabkan oleh hama dan penyakit, curah hujan, maupun teknologi.
2. Risiko Pasar (harga)
Risiko pasar bisa terjadi karena produk tidak dapat terjual. Disebabkan oleh perubahan harga output, permintaan rendah, ataupun banyak produk substitusi.
3. Risiko Kelembagaan
Risiko kelembagaan terjadi karena perubahan kebijakan dan peraturan pemerintah, baik dari segi penggunaan pestisida dan obat-obatan, pajak, kredit.
4. Risiko Finansial
Risiko finansial terjadi karena tidak mampu membayar hutang jangka pendek, kenaikan tingkat suku bunga pinjaman, piutang tak tertagih sehingga menyebabkan penerimaan produksi menjadi rendah.
5. Risiko Kebijakan
Risiko kebijakan merupakan memilih diantara alternatif untuk mengurangi efek risiko.
Sumber-sumber penyebab adanya risiko pada budidaya pertanian sebagian besar disebabkan karena faktor-faktor seperti perubahan iklim, suhu, cuaca, hama dan penyakit, penggunaan input serta adanya kesalahan teknis (human error) dari tenaga kerja (SDM). Risiko tidak dapat dihilangkan, tetapi dapat diminimalkan sekecil mungkin, biasanya dengan melakukan berbagai cara seperti penggunaan teknologi terbaru, usaha penanganan secara intensif, serta pengadaan input yang berkualitas seperti SDM, benih/bibit dan obat-obatan
(25)
25 3.1.5 Teori Pendapatan
a. Teori Biaya
Biaya total dan biaya tetap diperlukan dalam memproduksi suatu produk tertentu. Biaya total merupakan hasil penjumlahan dari biaya tetap dengan biaya variabel. Menurut Lipsey et.al (1995) biaya total (TC atau total cost) adalah biaya total untuk menghasilkan tingkat output tertentu. Biaya total terdiri dari biaya tetap total (TFC atau total fixed cost) dan biaya variabel total (TVC atau total variable cost). Biaya tetap adalah biaya yang tidak berubah meskipun output
berubah. Sedangkan biaya yang berkaitan langsung dengan output, yang bertambah besar dengan meningkatnya produksi dan berkurang dengan menurunnya produksi disebut biaya variabel. Secara matematis biaya total (TC) dapat dirumuskan sebagai berikut (Lipsey et.al, 1995) :
TC = TFC + TVC dimana :
TC = Total Biaya (Rp/periode tanam) TFC = Total Biaya Tetap (Rp/periode tanam) TVC = Total Biaya Variabel (Rp/periode tanam)
Fungsi biaya merupakan suatu hubungan antara besarnya biaya produksi dengan tingkat produksi. Grafik fungsi biaya dapat dilihat pada Gambar 4.
Keterangan : Y : Produksi TC : Total Biaya TVC : Total Biaya Tetap TFC : Total Biaya Variabel
Gambar 4. Kurva Biaya Total
Sumber : Lipsey et.al (1995) TC, TVC, TFC
Y
0
TVC TC
(26)
26
Fungsi biaya merupakan suatu hubungan antara besarnya biaya produksi dengan tingkat produksi. Grafik fungsi biaya dapat dilihat pada Gambar 4. Berdasarkan Gambar 4, garis TFC adalah horizontal karena nilai TFC tidak berubah dengan berapapun banyaknya barang yang diproduksi. Sedangkan garis TVC bermula dari titik nol dan semakin lama semakin bertambah tinggi. Hal ini menggambarkan bahwa ketika tidak ada produksi atau TVC = 0, semakin besar produksi maka semakin besar nilai biaya variabel total (TVC). Kurva TC adalah hasil dari penjumlahan kurva TFC dan TVC.
b. Teori Penerimaan dan Pendapatan
Penerimaan terbagi menjadi penerimaan tunai dan penerimaan tidak tunai (diperhitungkan). Penerimaan tunai didefinisikan sebagai uang yang diterima dari penjualan produk usahatani, sedangkan penerimaan tidak tunai merupakan pendapatan yang bukan dalam bentuk uang. Total penerimaan usahatani adalah jumlah total produksi yang dikalikan dengan harga jual produk (Rahim dan Hastuti, 2008)
Menurut Debertin (1986) total penerimaan merupakan nilai produk total yang diterima petani atau pengusaha, dimana penerimaan diperoleh dari jumlah total produk yang dikalikan dengan harga jual atau harga pasar yang konstan. Secara matematis, total penerimaan atau total pendapatan (total revenue) dapat dirumuskan sebagai berikut:
TR = p. y dimana :
TR = Total pendapatan/penerimaan (Rp) p = Harga pasar (Rp)
y = Hasil produksi (satuan)
Total penerimaan atau total pendapatan yang dikurangi dengan total biaya yang dikeluarkan disebut pendapatan bersih atau keuntungan (profit) yang diterima petani. Pendapatan bersih atau keuntungan dapat dirumuskan sebagai berikut (Debertin 1986) :
(27)
27
π = TR – TC dimana :
π = Pendapatan bersih/keuntungan (Rp) TR = Total pendapatan/penerimaan (Rp) TC = Total Biaya (Rp)
Untuk lebih menjelaskan mengenai pendapatan, berikut grafik yang menggambarkan biaya total dan hasil penjualan total yang dapat dilihat pada Gambar 5.
Pada Gambar 5 suatu usaha mengalami keuntungan jika kurva TR diatas kurva TC. Antara titik TR dan titik TC mengalammi perpotongan pada tingkat produksi statu komoditas. Perpotongan tersebut merupakan titik impas atau Break Event Point (BEP).
Keterangan :
CR : Pendapatan dan Biaya Y : Volume Penjualan TR : Total Pendapatan TC : Total Biaya
BEP : Break Event Point atau titik impas a : Daerah Rugi
b : Daerah Laba
Gambar 5. Hubungan Biaya Total dan Hasil Penjualan Total Sumber : Lipsey et.al (1995)
TC TR
BEP CR
Y a
(28)
28 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional
Desa Citapen merupakan salah satu Desa dari 13 Desa yang ada di Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor. Desa Citapen memiliki potensi pengembangaan usahatani mentimun, dilihat dari topografi Desa Citapen yang cocok untuk pengembangan sayuran.
Produktivitas mentimun di Desa Citapen mengalami fluktuasi produktivitas, dimana pada tahun 2009 hingga 2010 para petani di kelompok tani pondok menteng Desa Citapen melakukan usahatani selama empat periode dengan luas lahan lima hektar, tetapi hasil atau produksi mentimun yang didapat selama periode tersebut mengalami peningkatan dan penurunan produksi. Hal ini menyebabkan adanya fluktuasi produktivitas (Gambar 2). Adanya fluktuasi produktivitas mentimun di Desa Citapen disebabkan oleh beberapa kendala yang dihadapi petani dalam melakukan usahatani mentimun. adanya fluktuasi produktivitas diduga karena penggunaan input yang tidak sesuai sehingga output yang dihasilkan mengalami penurunan. Oleh karena itu, melalui penggunaan input yang sesuai dapat meningkatkan produktivitas.
Penelitian ini melakukan analisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi mentimun. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi mentimun dengan fungsi risiko produksi Just and Pope, selain itu perlu mengidentifikasi karakteristik petani responden yang diambil.
Petani menggunakan beberapa faktor produksi dalam membudidayakan tanaman mentimun, dimana faktor produksi yang diduga berpengaruh dalam produksi mentimun yaitu luas lahan, benih, pupuk kandang, pupuk ZA, pupuk NPK, pupuk Urea, pupuk KCL, pupuk TSP, Tenaga kerja, dan pestisida. adanya faktor produksi tersebut dapat mempengaruhi hasil produksi, hal tersbut dapat menjadi penyebab risiko produksi tetapi ada pula faktor produksi yang dapat mengurangi risiko produksi. Selain itu, hal tersebut dapat mempengaruhi tentang pendapatan yang diterima petani dalam melakukan usahatani mentimun.
Oleh karena itu, penting untuk menganalisis tentang semua nilai faktor-faktor produksi yang ada pada budidaya mentimun, guna untuk mengetahui pengaruh yang terjadi pada masing-masing input atau faktor produksi yang akan berpengaruh pada variasi mentimun. Dalam melakukan usahatani atau produksi
(29)
29
mentimun, penggunaan input seperti benih, pupuk kandang, kapur, pupuk kimia, pupuk daun dan buah, pestisida, dan tenaga kerja sangat diperlukan. Besar kecilnya penggunaan input produksi berpengaruh terhadap output yang dihasilkan. Selain itu harga input dan harga output juga dapat mempengaruhi biaya produksi dan penerimaan petani. Sehingga, besar kecilnya biaya produksi serta penerimaan mempengaruhi pendapatan yang diterima oleh petani. Pengumpulan data dilakukan dengan kuisioner yang diberikan kepada petani mentimun pada Kelompok Tani Pondok Menteng di Desa Citapen. Secara umum kerangka pemikiran operasional dapat dilihat pada Gambar 6.
(30)
30 Gambar 6. Langkah-Langkah Pemikiran Operasional Analisis Faktor-Faktor
yang Mempengaruhi Risiko Produksi Mentimun (Cucumis sativus L.)
di Desa Citapen Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor
Kegiatan Produksi Mentimun yang dilakukan para petani di Kelompok Tani Pondok Menteng, Desa Cipaten
Adanya Fluktuasi Produktivitas Mentimun Di Kelompok Tani Pondok Menteng
Desa Cipaten
Penggunaan Faktor-Faktor Produksi
1. Benih
2. Pupuk Kandang 3. Kapur
4. Pupuk Kimia 5. Pupuk D & B 6. Pestisida Padat 7. Pestisida Cair
8. Tenaga Kerja
Risiko Produksi Mentimun Sumber
Risiko Produksi 1. Cuaca dan
Iklim 2. Hama dan
Penyakit 3. Human Error
Pendapatan Petani di Kelompok Tani Pondok Menteng
Harga Output Harga Input
(31)
31
IV.
METODE PENELITIAN
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan kepada para petani mentimun di Desa Citapen Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor, khususnya kepada petani mentimun anggota Kelompok Tani Pondok Menteng. Penelitian ini dilakukan pada bulan Mei hingga Juni 2011. Pemilihan lokasi dilakukan dengan sengaja (purposive), dengan pertimbangan bahwa Kecamatan Ciawi merupakan salah satu kecamatan yang ada di kabupaten Bogor yang mengalami perkembangan produktivitas mentimun. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3. Luas Tanam, Produksi dan Produktivitas Mentimun di Beberapa Kecamatan di Kabupaten Bogor Tahun 2007-2008
No Kecamatan
2007 2008
Luas Tanam (Ha) Produksi (Ku) Produk tivitas (Ku/Ha) Luas Tanam (Ha) Produksi (Ku) Produk tivitas (Ku/Ha)
1. Cijeruk 53 4747 89,57 50 3667 73,34
2 Cigombong 18 1703 94,61 9 420 46,67
3 Caringin 13 2000 153,85 25 1990 79,6
4 Ciawi 44 2315 52,61 32 1734 54,18
5 Megamendung 27 3007 111,37 18 2433 135,17
6 Cisarua 7 1169 167,00 8 1267 158,37
7 Sukaraja 27 1196 44,29 17 1232 72,47
8 Citeureup 11 2170 197,27 10 2019 201,9
9 Babakan Madang 11 1538 139,82 8 612 76,5
10 Cibinong 24 2535 105,63 22 3182 144,64
Sumber : Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, 2008 (diolah)
Dari sepuluh kecamatan di Kebaputan Bogor, Kecamatan Ciawi memiliki luas tanam mentimun terbesar dibanding kecamatan lainnya. Selain itu berdasarkan Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor (2008) Kecamatan Ciawi memiliki kelompok pelaku usahatani sayuran yang sedang berkembang yaitu Gapoktan Rukun Tani di Desa Citapen.
(32)
32
Selain itu Desa Citapen memiliki topografi yang baik untuk tanaman sayuran, penelitian dilakukan di Gapoktan Rukun Tani pada Kelompok Tani Pondok Menteng di Desa Citapen berdasarkan jumlah anggota petani yang dimiliki kelompok Tani Pondok Menteng lebih banyak dibanding Kelompok Tani lainnya, serta mentimun merupakan salah satu komoditas unggulan di Desa Citapen.
4.2 Data dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan adalah data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh melalui pengamatan langsung dilapangan dan wawancara dengan pihak petani yang dipilih sebagai responden meliputi tentang gambaran umum petani di Desa Citapen, dengan menggunakan daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan sebelumnya.
Untuk menganalisis faktor yang mempengaruhi produksi budidaya mentimun, maka diajukan pertanyaan-pertanyaan seperti luas lahan yang digunakan, jumlah tanaman yang dimiliki, input yang digunakan, jumlah penggunaan input dalam proses produksi, penggunaan tenaga kerja dalam budidaya mentimun. Data sekunder yang digunakan dalam penelitian ini yaitu instansi-instansi terkait baik pada tingkat Desa, Kecamatan, Kabupaten, penyuluhan pertanian serta tingkat pusat seperti Dinas Pertanian, Kantor Pemerintahan Daerah, serta Dinas yang terkait, data sekunder lainnya yang digunakan diperoleh dari buku, artikel, dan literatur-literatur yang terkait dengan penelitian ini.
4.3 Metode Pengambilan Sampel
Kecamatan Ciawi merupakan salah satu daerah dimana sebagian masyarakatnya berprofesi sebagai petani, khususnya di bidang hortikultura. Para petani bernaung dibawah Gabungan Kelompok Tani (GAPOKTAN). Gapoktan Rukun Tani memiliki enam kelompok tani yang bergerak dibidang budidaya sayuran dan satu Kelompok Wanita Tani bergerak di bidang hasil olahan usahatani. Enam kelompk tani tersebut yaitu Kelompok Tani Pondok Menteng, Kelompok Tani Silih Asih, Kelompok Tani Suka Maju, Kelompok Tani Bina
(33)
33
Mandiri, Kelompok Tani Jaya, dan Kelompok Tani Sawah Lega, dan satu Kelompok Wanita Tani Citapen Berkarya.
Pemilihan kelompok tani dilakukan secara sengaja (purposive) yaitu Kelompok Tani Pondok Menteng sebagai sampel. Kelompok Tani Pondok Menteng dipilih karena memiliki jumlah anggota terbanyak dari poktan lain yang tergabung pada Gapoktan Rukun Tani. Jumlah petani yang ada di Kelompok Tani Pondok Menteng sebanyak 104 dari 232 anggota yang tergabung dalam Gapoktan Rukun Tani. Pengambilan responden juga dilakukan secara sengaja (purposive) dimana mendapatkan kemudahan memperoleh informasi. Responden yang diambil adalah para petani mentimun yang tergabung dalam Kelompok Tani Pondok Menteng dimana informasi tersebut didapat dari wakil Gapoktan Rukun Tani. Jumlah sampel yang diambil sebanyak 35 orang untuk memenuhi aturan
umum secara statistik yaitu ≥ 30 orang karena sudah terdistribusi normal dan
dapat digunakan untuk memprediksi populasi yang diteliti. Adapun cara yang diambil dalam mengambil sampel yaitu dipilih langsung.
4.4 Metode Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara observasi, wawancara dan diskusi dengan petani responden yang ada di daerah penelitian. Teknik observasi dilakukan untuk melakukan pengamatan langsung tentang gambaran umum petani di Desa Citapen. Sedangkan teknik wawancara dan diskusi dengan para petani responden menggunakan daftar pertanyaan yang telah disusun terlebih dahulu yang dilakukan untuk mengidentifikasi faktor-faktor produksi yang mempengaruhi dalam budidaya mentimun
4.5 Metode Pengolahan Data
Dalam penelitian ini menggunakan metode analisis kualitif dan kuantitatif, analisis kualitatif bertujuan untuk melihat keragaan atau mendeskriptifkan kegiatan usahatani mentimun di daerah penelitian. Sedangkan untuk analisis kuantitatif yang digunakan dalam penelitian ini meliputi analisis faktor-faktor produksi yang mempengaruhi pendapatan usahatani mentimun. Pengolahan data
(34)
34
secara kuantitatif menggunakan alat bantu model fungsi risiko produksi Just and Pope, Microsoft Excel 2007, dan Eviews versi 6.
4.5.1 Model Just and Pope
Fungsi produksi yang digunakan dalam penelitian ini yaitu fungsi produksi
Cobb-Douglas dalam bentuk logaritma natural. Adapun persamaan fungsi produktivitas mentimun dan fungsi variance produktivitas adalah:
LnYit = β0+ β1LnX1it+ β2LnX2it+ β3LnX3it+ β4LnX4it+ β5LnX5it +
β6LnX6it+ β 7LnX7it+ β8LnX8it+ ε
Lnσ2Y
it = θ0+ θ1ε2it-1+ θ2Ln σ2Yit-1+ θ3LnX1it-1+ θ4LnX2it-1+ θ5LnX3it-1 +
θ6LnX4it-1+θ7LnX5it-1+ θ8LnX 6it-1 + θ9 LnX 7it-1 + θ10LnX 8it-1 +ε
dimana :
Y = Produktivitas Mentimun (kg/ha)
X1, X2,.., X8 = Faktor-faktor produksi
= Jumlah benih per musim tanam (gram/ha)
= Jumlah pupuk kandang per musim tanam (kg/ha) = Jumlah kapur per musim tanam (kg/ha)
= Jumlah pupuk kimia per musim tanam (kg/ha)
= Jumlah pupuk daun dan buah per musim tanam (kg/ha) = Jumlah pestisida padat per musim tanam (kg/ha) = Jumlah pestisida cair per musim tanam (liter/ha) = Jumlah tenaga kerja (HOK/Ha)
σ2
Y = Variance error produktivitas
ε = error
t = Musim
i = Petani Responden
β, θ = Konstanta
β1,β2,…,β8 = Koefisin parameter dugaan X1, X2,...,X8
θ3,θ4,…,θ10 = Koefisin parameter dugaan X1, X2,...,X8
Hipotesis :
β1,β2,…,β8 > 0,
(35)
35 4.5.3 Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis dilakukan untuk hasil dari model fungsi produksi yang dihasilkan dari pengolahan data. Salah satu pengujian hipotesa yaitu Koefisien determinasi dan uji-F.
1) Koefisien determinasi
Koefisien determinasi dapat digunakan untuk mengukur tingkat kesesuaian (goodness of fit) model dugaan, yang merupakan ukuran deskriptif tingkat kesesuaian antara data aktual dengan ramalannya. Koefisien determinasi mengukur besarnya keragaman total data yang dapat dijelaskan oleh model, sisanya (1- ) dijelaskan oleh komponen error. Semakin tinggi nilai berarti model dugaan yang diperoleh semakin akurat untuk meramalkan variabel
dependent, atau dengan kata lain tingkat kesesuaian antara data aktual dengan ramalannya semakin tinggi. Koefisien determinasi melihat sampai sejauh mana besar keragaman yang diterangkan oleh parameter bebas (X) terhadap parameter tidak bebas (Y). Menurut Gujarati (1993) Koefisien determinasi dapat dirumuskan sebagai berikut :
Dimana :
Σet² = Jumlah kuadrat unsur sisa (galat)
Σyt² = Jumlah kuadrat total
2) Pengujian Parameter Model (Uji F)
Tujuan pengujian ini adalah untuk melihat apakan variabel bebas yang digunakan secara bersama-sama berpengaruh nyata pada variabel tak bebas (independent). Menurut Gujarati (1993) Uji statistic yang digunakan adalah uji F - Uji – F untuk fungsi produksi rata-rata
Hipotesis :
(36)
36
H1 : salah satu dari β ada
- Uji – F untuk fungsi produksi variance
Hipotesis :
H0 : θ 0 = 0 ; i = 1,2,3,...,8
H1 : salah satu dari θ ada
Untuk pengujian kedua fungsi produksi tersebut maka uji statistic yang digunakan adalah uji F, sebagai berikut :
Dimana :
R2 = Koefisien determinasi K = Jumlah variabel bebas n = Jumlah sampel
Kriteria uji
F-hitung > F-tabel (k-1, n-k), maka tolak H0
F-hitung < F-tabel (k-1, n-k), maka terima H0
Jika tidak menggunakan tabel maka dapat dilihat nilai P dengan criteria uji sebagai berikut :
P-value < α , maka tolak H0
P-value > α, maka terima H0
Apabila F-hitung > F-tabel atau P-value < α maka secara bersama-sama variabel bebas dalam proses produksi mempunyai pengaruh yang nyata terhadap produksi. Sedangkan apabila F-hitung < F-tabel atau P-value > α maka secara bersama-sama variabel bebas dalam proses produksi tidak berpengaruh secara nyata terhadap produksi.
(37)
37 4.5.4 Hipotesis
1. Hipotesis untuk fungsi produksi rata-rata
Hipotesis yang digunakan sebagai dasar pertimbangan adalah bahwa semua faktor produksi berpengaruh positif terhadap rata-rata hasil produksi mentimun. Adapun penjelasan hipotesis tersebut adalah :
a. Benih ( )
> 0, artinya semakin banyak benih yang digunakan dalam proses produksi maka rata-rata hasil produktivitas mentimun semakin meningkat b. Pupuk Kandang ( )
> 0, artinya semakin banyak pupuk kandang yang digunakan dalam proses produksi maka rata-rata hasil produktivitas mentimun semakin meningkat
c. Kapur ( )
> 0, artinya semakin banyak kapur yang digunakan dalam proses produksi maka rata-rata hasil produktivitas mentimun semakin meningkat d. Pupuk Kimia ( )
> 0, artinya semakin banyak pupuk kimia yang digunakan dalam proses produksi maka rata-rata hasil produktivitas mentimun semakin meningkat
e. Pupuk Daun dan Buah ( )
> 0, artinya semakin banyak pupuk daun dan buah yang digunakan dalam proses produksi maka rata-rata hasil produktivitas mentimun semakin meningkat
f. Pestisida Padat ( )
> 0, artinya semakin banyak pestisida padat yang digunakan dalam proses produksi maka rata-rata hasil produktivitas mentimun semakin meningkat
g. Pestisida Cair ( )
> 0, artinya semakin banyak pestisida cair yang digunakan dalam proses produksi maka rata-rata hasil produktivitas mentimun semakin meningkat
(38)
38
h. Tenaga Kerja ( )
> 0, artinya semakin banyak tenaga kerja yang digunakan dalam proses produksi maka rata-rata hasil produktivitas mentimun semakin meningkat
2. Hipotesis fungsi produksi variance
Hipotesis yang digunakan sebagai dasar pertimbangan adalah bahwa semua faktor produksi berpengaruh positif terhadap variance hasil produksi mentimun. Adapun penjelasan hipotesis tersebut adalah :
a. Benih ( )
> 0, artinya semakin banyak benih yang digunakan dalam proses produksi maka variance hasil produksi mentimun semakin meningkat. Hal ini berarti benih merupakan faktor yang menimbulkan risiko
b. Pupuk Kandang ( )
> 0, artinya semakin banyak pupuk kandang yang digunakan dalam proses produksi maka variance hasil produksi mentimun semakin meningkat. Hal ini berarti pupuk kandang merupakan faktor yang menimbulkan risiko
c. Kapur ( )
> 0, artinya semakin banyak kapur yang digunakan dalam proses produksi maka variance hasil produksi mentimun semakin meningkat. Hal ini berarti kapur merupakan faktor yang menimbulkan risiko.
d. Pupuk kimia ( )
> 0, artinya semakin banyak pupuk kimiayang digunakan dalam proses produksi maka variance hasil produksi mentimun semakin meningkat. Hal ini berarti pupuk kimia merupakan faktor yang menimbulkan risiko. e. Pupuk Daun dan Buah ( )
> 0, artinya semakin banyak pupuk daun dan buah yang digunakan dalam proses produksi maka variance hasil produksi mentimun semakin meningkat. Hal ini berarti pupuk daun dan buah merupakan faktor yang menimbulkan risiko.
(39)
39
f. Pestisida Padat ( )
< 0, artinya semakin banyak pestisida padat yang digunakan dalam proses produksi maka variance hasil produksi mentimun semakin menurun. Hal ini berarti pestisida padat merupakan faktor yang mengurangi risiko.
g. Pestisida Cair ( )
< 0, artinya semakin banyak pestisida cair yang digunakan dalam proses produksi maka variance hasil produksi mentimun semakin menurun. Hal ini berarti pestisida cair merupakan faktor yang mengurangi risiko.
h. Tenaga Kerja ( )
< 0, artinya semakin banyak tenaga kerja yang digunakan dalam proses produksi maka variance hasil produksi mentimun semakin menurun. Hal ini berarti tenaga kerja merupakan faktor yang mengurangi risiko.
4.5.5 Definisi Operasional
1. Produktivitas (Y), adalah total panen mentimun yang diukur dalam satuan kilogram per musim tanam dikonversi ke dalam hektar.
2. Benih ( ), adalah jumlah benih mentimun yang ditanam yang diukur dalam satuan gram per musim tanam dikonversi ke dalam hektar.
3. Pupuk Kandang ( ), pupuk kandang digunakan dalam persiapan lahan dan campuran dalam pengecoran tanaman mentimun. Pupuk kandang yang digunakan dalam proses produksi mentimun yang diukur dalam satuan kilogram per musim tanam dikonversi ke dalam hektar.
4. Kapur ( ), adalah jumlah kapur yang digunakan dalam proses produksi mentimun untuk menaikan pH tanah. Kapur diukur dalam satuan kilogram per musim tanam dikonversi ke dalam hektar.
5. Pupuk Kimia ( ), pupuk kimia yang digunakan terdiri dari pupuk ZA, NPK, urea, KCL, dan TSP, pupuk kimia tersebut digunakan saat pemeliharaan. Pupuk kimia yang digunakan dalam proses produksi
(40)
40
mentimun yang diukur dalam satuan kilogram per musim tanam dikonversi ke dalam hektar
6. Pupuk Daun dan Buah ( ), adalah jumlah pupuk daun dan buah yang digunakan dalam proses produksi mentimun diukur dalam satuan kilogram per musim tanam dikonversi ke dalam hektar
7. Pestisida Padat ( ), adalah jumlah pestisida padat yang digunakan dalam proses produksi mentimun yang diukur dalam satuan kilogram per musim tanam dikonversi ke dalam hektar.
8. Pestisida Cair ( ), adalah jumlah pestisida padat yang digunakan dalam proses produksi mentimun yang diukur dalam satuan liter per musim tanam dikonversi ke dalam hektar
9. Tenaga Kerja ( ), adalah jumlah orang yang digunakan dalam melakukan kegiatan proses budidaya mentimun yang diukur dalam hari orang kerja (HOK) per musim tanam dikonversi ke dalam hektar.
4.5.6 Analisis Pendapatan Usahatani Mentimun
Ada dua pendapatan, yaitu pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Pendapatan atas biaya tunai didapat dari penerimaan tunai dikurangi oleh total biaya tunai. Sedangkan pendapatan atas biaya total didapat dari total penerimaan dikurang total biaya. Dimana total biaya merupakan jumlah dari biaya tunai dengan biaya yang diperhitungkan. Oleh karena itu, dalam analisis usahatani perlu diketahui tenntang penerimaan usahatanin, biaya usahatani, dan pendapatan usahatani.
a. Penerimaan Usahatani Mentimun
Analisis penerimaan usahatani terdiri dari analisis penerimaan tunai, penerimaan tidak tunai, dan penerimaan total. Penerimaan tunai usahatani mentimun didapat dari hasil penjualaan produksi usahatani mentimun, sedangkan peneriman tidak tunai merupakan hasil produk usahatani yang tidak dijual secara tunai melainkan digunakan atau dikonsumsi secara pribadi, dan untuk penerimaan total merupakan hasil penjumlahan antara penerimaan tunai dan penerimaan tidak tunai.
(41)
41
Penerimaan usahatani adalah perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual (Soekartawi, 2006). Secara matematik, pernyataan ini dapat dituliskan sebagai berikut :
Dimana :
TR = Total Penerimaan Y = Produksi
Py = Harga
b. Biaya Usahatani Mentimun
Biaya usahatani adalah semua pengeluaran yang dipergunakan dalam suatu usahatani (Soekartawi, 2006). Biaya usahatani mentimun dibagi menjadi dua yaitu biaya tunai dan biaya diperhitungkan. Biaya tunai merupakan biaya sarana-sarana produksi dalam usahatani mentimun seperti benih, pupuk kandang, kapur, pupuk kimia, pestisida, pupuk daun dan buah, serta tenaga kerja luar kelurga yang dibayar secara tunai. Besarnya pendapatan kerja dan modal petani seperti sewa lahan milik sendiri, sewa lahan bagi hasil, biaya tenaga kerja dalam kelurga serta penyusutan peralatan merupakan biaya yang diperhitungkan.
c. Pendapatan Usahatani Mentimun
Pendapatan usahatani adalah selisih antara penerimaan dan semua biaya (Soekartawi, 2006). Secara sistematik, analisis pendapatan usahatani mentimun yaitu :
Pd = TR – TC
Dimana :
Pd = Pendapatan Usahatani TR = Total Penerimaan TC = Total Biaya
(42)
42
Total penerimaan diperoleh dari perkalian hasil produksi dengan harga jual per satuan, sedangkan total biaya diperoleh dari penjumlahan antara biaya tunai dengan biaya yang diperhitungkan.
Peralatan yang digunakan dalam kegiatan usahatani mempunyai nilai penyusutan sehingga dalam analisis pendapatan perlu dilakukannya perhitungan biaya penyusutan peralatan. Biaya penyusutan peralatan diperhitungkan menggunakan metode garis lurus, yaitu membagi selisih antara nilai pembelian dengan nilai sisa yang bernilai nol yang dikarenakan barang telah habis dipakai sehingga umur ekonomisnya berakhir. Biaya penyusutan dapat dirumuskan, sebagai berikut (Soekartawi, 1986):
Dimana :
Nb = Nilai Pembelian (Rp) Ns = Nilai Sisa (Rp)
(43)
43
V.
GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
5.1 Gambaran Umum Desa Citapen
5.1.1 Letak Geografis dan Pembagian Administrasi
Desa Citapen terletak di wilayah Kecamatan Ciawi, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat. Desa Citapen adalah salah satu dari 13 desa yang ada di Kecamatan Ciawi yang berpotensi di bidang pertanian. Desa Citapen terletak kurang lebih 30 km dari Ibukota Kabupaten Bogor, 120 km dari Ibukota Provinsi Jawa Barat, dan 70 km dari Ibukota Negara Republik Inonesia.
Berdasarkan keadaan topografinya, Desa Citapen merupakan dataran tinggi dimana ketinggian tempatnya yaitu mencapai 800 meter
-- Celcius (Desa Citapen, 2010). Batas wilayah Desa Citapen adalah sebagai berikut :
Sebelah Utara : Desa Banjarsari Sebelah Selatan : Desa Cileungsi Sebelah Timur : Desa Cibedug Sebelah Barat : Desa Cideurum
Luas wilayah Desa Citapen adalah 268.660 ha , dimana Desa Citapen terbagi atas dua Dusun yang terdiri dari tujuh Rukun Warga (RW), dan 26 Rukun Tangga (RT). Luas wilayah Desa Citapen menurut penggunaannya dapat dilihat pada Tabel 4.
Berdasarkan data pada Tabel 4 wilayah persawahan memiliki nilai presentasi yang terbesar dibanding wilayah lainnya yaitu 52,11 persen dari total luas wilayah Desa Citapen. Besarnya angka dalam penggunaan lahan persawahan mengindikasikan atau menunjukan bahwa usaha pertanian di Desa Citapen berpotensi untuk dikembangkan, termasuk usahatani sayuran. Salah satu sayuran yang dapat berkembang di Desa Citapen yaitu Mentimun.
(1)
100 21 38000,00 900,00 5180,00 1000,00 948,00 5,00 4,00 2,50 480,00
22 30000,00 800,00 15720,00 1250,00 1322,00 2,00 2,00 1,50 206,00 23 60000,00 160000 30000,00 3000,00 600,00 10,00 10,00 18,00 2075,00 24 66666,67 1166,67 16716,67 833,33 908,33 8,33 5,00 4,17 483,33 25 20000,00 1333,33 18333,33 3333,33 2000,00 6,67 4,67 1,67 1150,00 26 20000,00 900,00 10800,00 800,00 580,00 2,00 3,50 0,25 427,25 27 15000,00 900,00 14312,50 687,50 550,00 0,63 2,50 1,25 472,81 28 66666,67 2666,67 51666,67 1666,67 3500,00 6,67 16,67 8,33 2558,33
29 16000,00 620,00 4250,00 500,00 325,00 1,00 3,00 2,00 356,75
30 11666,67 1000,00 10833,33 833,33 533,33 2,50 3,33 0,83 445,00 31 16000,00 840,00 10480,00 700,00 396,00 1,00 3,00 1,00 368,50 32 20000,00 1333,33 26666,67 1666,67 2066,67 0,33 12,50 4,17 2300,00 33 34000,00 880,00 10500,00 600,00 520,00 4,00 4,00 1,00 444,00 34 20000,00 860,00 10500,00 500,00 240,00 2,00 2,00 0,25 252,50 35 30000,00 1200,00 21500,00 2500,00 1600,00 5,00 7,0 2,50 1210,00
(2)
101
Lampiran 10. Penggunaan Faktor-Faktor Produksi Mentimun Musim Kemarau yang di Konversi Dalam Hektar
No
Penggunaan Faktor-faktor Produksi Mentimun Musim Kemarau
Produktivitas Benih P.Kandang Kapur P.
Kimia
Vit
Tumbuh Pestisida
Tenaga Kerja
(kg/ha) (gram/ha) (kg/ha) (kg/ha) (kg/ha) (kg) Padat
(kg)
Cair
(Liter) (HOK)
Y X1 X2 X3 X4 X5 X6 X7 X8
1 33750,00 875,00 3625,00 625,00 250,00 1,25 2,50 0,63 178,44
2 43500,00 900,00 12600,00 600,00 270,00 2,00 4,00 1,50 365,50 3 20000,00 1400,00 21200,00 500,00 400,00 2,00 4,50 0,50 566,50 4 17000,00 1000,00 8400,00 1000,00 420,00 1,50 6,00 2,00 210,50 5 9000,00 1200,00 10600,00 1000,00 840,00 0,50 3,00 1,00 684,50 6 25000,00 2000,00 41666,67 5000,00 1500,00 2,00 31,67 8,33 1750,00 7 15000,00 800,00 15000,00 1000,00 172,00 0,50 6,00 0,50 206,00 8 20000,00 1000,00 1371,43 571,43 260,00 1,07 2,86 0,36 255,71
9 40000,00 800,00 8000,00 600,00 420,00 2,00 4,00 0,50 733,50
10 16000,00 800,00 26000,00 1000,00 320,00 0,40 20,00 5,00 1105,00 11 40000,00 2000,00 13000,00 2500,00 1200,00 7,50 20,50 5,00 1330,00
12 18000,00 800,00 5400,00 400,00 215,00 0,50 1,50 0,25 114,75
13 20000,00 700,00 13000,00 1000,00 1100,00 6,00 3,00 0,50 319,75 14 13333,33 2000,00 8000,00 1000,00 760,00 6,67 3,33 1,67 1153,33 15 9000,00 600,00 6000,00 1500,00 720,00 5,00 10,00 2,50 515,00 16 29000,00 900,00 12250,00 600,00 550,00 1,00 2,15 1,00 585,00 17 75000,00 5000,00 25000,00 12500,00 5000,00 5,00 17,50 6,25 2475,00
18 24000,00 720,00 8000,00 800,00 740,00 2,00 2,00 1,50 503,50
19 20000,00 1400,00 12000,00 3000,00 520,00 2,00 2,00 1,50 492,00 20 17500,00 500,00 11500,00 1000,00 700,00 3,75 5,00 1,25 380,00 21 38000.00 900,00 5180,00 1000,00 648,00 5,00 4,00 2,50 480,00
(3)
102 22 30000,00 800,00 15720,00 1250,00 1072,00 2,00 2,00 1,50 206,00
23 30000,00 1600,00 30000,00 3000,00 400,00 10,00 10,00 18,00 2075,00 24 37500,00 2500,00 16716,67 833,33 908,33 8,33 5,00 4,17 483,33 25 23333,33 1333,33 18333,33 3333,33 2500,00 6,67 9,33 3,33 1150,00 26 20000,00 900,00 10800,00 800,00 680,00 2,00 3,50 0,25 427,25 27 22500,00 900,00 14312,50 687,50 637,50 0,63 3,13 2,19 472,81 28 66666,67 4000,00 51666,67 1666,67 2533,33 6,67 16,67 8,33 2558,33
29 30000,00 620,00 4250,00 500,00 275,00 1,00 5,00 3,00 356,75
30 7000,00 800,00 10833,33 833,33 533,33 2,50 3,33 0,83 445,00
31 16000,00 800,00 10480,00 700,00 396,00 1,00 3,00 1,00 368,50 32 20000,00 1333,33 26666,67 1666,67 816,67 0,33 12,50 4,17 2300,00 33 28000,00 880,00 10500,00 600,00 520,00 4,00 4,00 1,00 444,00 34 20000,00 680,00 10500,00 500,00 240,00 2,00 2,00 0,25 252,50 35 18000,00 2000,00 21500,00 2500,00 1400,00 5,00 7,50 2,50 1210,00
(4)
(5)
ii
RINGKASAN
DEBRINA PUSPITASARI. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Risiko Produksi Mentimun (Cucumis sativus L.) di Desa Citapen Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan ANNA FARIYANTI)
Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang memiliki kontribusi bagi perekonomian di Indonesia. Kontribusi sektor pertanian terhadap pendapatan nasional Indonesia dapat dilihat berdasarkan besarnya peningkatan nilai Produk Domestik Bruto (PDB) hasil sektor pertanian atas dasar harga berlaku. Hortikultura merupakan salah satu sub sektor pertanian yang memiliki peranan penting dalam memberikan kontribusi bagi perekonomian di Indonesia. Hortikultura di Indonesia memiliki beragam komoditas diantaranya yaitu tanaman buah-buahan, tanaman sayuran, tanaman biofarmaka, dan tanaman hias.
Kelompok Tani Pondok Menteng merupakan salah satu kelompok tani yang ada di Desa Citapen yang memiliki beragam komoditas sayuran, salah satunya yaitu tanaman mentimun. Indikasi adanya risiko produksi dapat dilihat dengan fluktuasi produktivitas. Selain berpengaruh terhadap produktivitas penggunaan input itu sendiri, penggunaan input produksi juga berpengaruh terhadap hasil atau pendapatan yang petani terima. tujuan dari penelitian ini adalah : (1) Mengidentifikasi pengaruh faktor-faktor produksi terhadap risiko produksi mentimun di Desa Citapen, dan (2) Menganalisis pengaruh risiko terhadap pendapatan usahatani mentimun di Desa Citapen.
Penelitian ini dilakukan kepada para petani mentimun di Desa Citapen Kecamatan Ciawi Kabupaten Bogor, khususnya kepada petani mentimun anggota Kelompok Tani Pondok Menteng yang dilaksanakan pada bulan Mei hingga Juni 2011. Jumlah sampel yang diambil sebanyak 35 responden petani mentimun yang dilakukan dengan cara purposive sampling. Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara langsung dengan alat bantu kuisoner. Data dan informasi yang diperoleh dianalisis secara kualitatif dan kuantitatif. Model yang digunakan adalah model GARCH (1,1) dan analisis pendapatan usahatani serta menggunakan kalkulator, Microsoft Excel dan Eviews 6.
Berdasarkan hasil pendugaan parameter fungsi produksi dan variance
produksi terdapat nilai koefisien determinasi (R2) yang relatif kecil yaitu 31,91 persen. Nilai koefisian determinasi (R2) tersebut memiliki arti bahwa 31,91 persen dari variasi produksi dapat dijelaskan secara bersama-sama oleh model, sedangkan sisanya sebesar 68,09 persen digambarkan oleh komponen error atau faktor-faktor lain diluar model. Selain nilai koefisien determinasi (R2), Uji-F dilakukan untuk mengetahui faktor-faktor produksi yang digunakan secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap produktivitas mentimun. Nilai F-hitung sebesar 1,23, maka nilai tersebut lebih kecil dari nilai F-Tabel. Hal tersebut berarti bahwa semua faktor produksi yang digunakan dalam usahatani mentimun secara bersama-sama tidak berpengaruh nyata terhadap produksi dan
(6)
iii
tersebut diduga bahwa sumber-sumber risiko seperti hama dan penyakit, air, cuaca dan alam berpengaruh nyata terhadap produktivitas mentimun.
Hasil pendugaan parameter variance produksi menunjukkan bahwa semakin tinggi risiko produksi mentimun pada musim sebelumnya maka semakin tinggi risiko produksi pada musim berikutnya. Tanda parameter yang menunjukkan bahwa faktor produksi yang dapat meningkatkan rata-rata hasil produktivitas mentimun adalah benih, pupuk kandang, pupuk kimia, pupuk daun dan buah, pestisida padat, dan pestisida cair. Adapun faktor produksi yang dapat menurunkan rata-rata hasil produktivitas mentimun adalah kapur dan tenaga kerja. Variabel benih, kapur, pupuk D&B, pestisida cair dan tenaga kerja berpengaruh nyata terhadap produktivitas mentimun. untuk variabel pupuk kandang, pupuk kimia, dan pestisida padat tidak berpengaruh nyata terhadap produktivitas mentimun. Faktor produksi yang dapat meningkatkan variasi hasil produksi dan berpengaruh nyata adalah pupuk daun dan buah. Oleh karena itu, faktor produksi yang dapat menimbulkan risiko produksi adalah pupuk daun dan buah. Input atau faktor produksi yang mengurangi risiko produksi adalah benih, pupuk kandang, kapur, pupuk kimia, pestisida padat, pestisida cair, dan tenaga kerja
Berdasarkan analisis pendapatan usahatani mentimun, saat musim hujan pendapatan yang diterima petani responden lebih besar dari pada saat musim kemarau. Pendapatan atas biaya tunai saat musim hujan sebesar Rp 7.526.981,- per hektar sedangkan pendapatan saat musim kemarau sebesar Rp. 5.140.650,- per hektar dan pendapatan atas biaya total saat musim hujan sebesar Rp. 7.126.676,- per hektar dan saat musim kemarau sebesar Rp. 4.719.038,-. Oleh karena itu, saat musim kemarau penggunaan input produksi atau faktor produksi lebih banyak dibandingkan musim hujan. Dengan demikian, pendapatan yang diperoleh petani saat musim kemarau lebih kecil dibandingkan saat musim hujan.
Hal ini dikarenakan pada saat musim kemarau hama dan penyakit yang menyerang tanaman mentimun lebih banyak dibandingkaan saat musim hujan. Hal tersebut yang menyebabkan biaya yang dikeluarkan saat musim kemarau lebih besar dibandingkan biaya yang dikeluarkaan saat musim hujan. Hal tersebut dikarenakan biaya yang dikeluarkan untuk pestisida lebih besar saat musim kemarau. Selain itu hasil atau jumlah produksi saat musim kemarau lebih rendah dibandingkan saat musim hujan, hal tersebut berpengaruh terhadap penerimaan yang didapat petani.
Berdasarkan hasil, faktor-faktor yang mempengaruhi risiko produksi mentimun, maka petani responden dapat mengetahui faktor-faktor yang dapat menimbulkan atau mengurangi risiko produksi. Oleh karena itu, diharapkan para petani responden dalam penggunaan input lebih baik seperti dalam penggunaan pupuk daun dan buah petani disarankan menggunakan Standard Operasional Prosedur. Pemilihan benih mentimun yang berkualitas, pupuk kandang, pupuk kimia, tenaga kerja, dan pestisida dalam penggunaannya tetap memperhatikan dosis yang diperlukan tanaman mentimun, dan petani diharapkan lebih cermat dalam penggunaan input saat musim kemarau dan saat musim hujan, sehingga penggunaan input produksi sesuai dengan kebutuhan.