Efek Penambahan Cabai Jawa (Piper Retrofractum) Sebagai Phytogenic Feed Additive Terhadap Ayam Broiler

EFEK PENAMBAHAN CABAI JAWA (Piper retrofractum)
SEBAGAI PHYTOGENIC FEED ADDITIVE TERHADAP
AYAM BROILER

RAHAYU AMBARWATI NINASARI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Efek Penambahan Cabai
Jawa (Piper retrofractum) sebagai Phytogenic Feed Additive terhadap Ayam
Broiler adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2017
Rahayu Ambarwati Ninasari
NIM D251140221

RINGKASAN
RAHAYU AMBARWATI NINASARI. Efek Penambahan Cabai Jawa (Piper
retrofractum) sebagai Phytogenic Feed Additive terhadap Ayam Broiler.
Dibimbing oleh RITA MUTIA dan HERI AHMAD SUKRIA.
Tingginya konsumsi daging unggas merupakan salah satu indikator bahwa
peluang bisnis dalam pengembangan ayam broiler masih terbuka luas. Selain itu,
peningkatan pengetahuan masyarakat dan kesadaran akan pemilihan pangan sehat
telah mengalami peningkatan. Tingginya lemak pada ayam broiler dan adanya
residu akibat penggunaan Antibiotic Growth Promotor kerap menjadi faktor
pembatas dalam konsumsi ayam broiler. Salah satu peluang yang dapat
dimanfaatkan adalah dengan memproduksi ayam broiler yang lebih sehat dengan
cara meminimalisir lemak daging dan juga mengganti Antibiotic Growth
Promotor menjadi phytogenic feed additive yang berasal dari herbal, agar tidak
terdapat residu dalam produk yang dihasilkan. Penggunaan cabai jawa (Piper
retrofractum) sebagai phytogenic feed additive dalam pakan ayam broiler

diharapkan mampu menurunkan lemak dan meningkatkan produktivitas ternak
serta tidak menimbulkan residu pada produk. Hal ini dikarenakan adanya senyawa
piperin yang dapat berperan dalam meningkatkan metabolisme lemak dan
meningkatkan penyerapan makanan di dalam usus halus.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efektifitas cabai jawa (Piper
retrofractum) sebagai phytogenic feed additive pengganti Antibiotic Growth
Promotor dan penurunan lemak pada ayam broiler. Parameter pengamatan dalam
penelitian ini meliputi performa produksi, kualitas karkas dan organ dalam,
hematoogi darah, dan pengaruh terhadap lemak ayam broiler. Dua ratus ekor DOC
ayam broiler loghman dibagi ke dalam 5 perlakuan dan 4 ulangan. perlakuan
dalam penelitian ini meliputi R0 (Ransum basal), R1 (ransum basal+AGP), R2
(ransum basal+1% cabai jawa), R3 (ransum basal+2% cabai jawa), dan R4
(ransum basal+3%cabai jawa).
Penambahan cabai jawa di dalam pakan ayam broiler memberikan efek yang
signifikan terhadap FCR dan persentase lemak abdomen pada ayam broiler umur
35 hari. Rataan bobot badan yang dihasilkan berkisar antara 875-1110 gram
dengan persentase karkas 63.49% - 65.13% dan FCR 1.6-1.9. Parameter organ
imunitas ayam broiler tidak menunjukkan hasil yang berbeda nyata antara kontrol
dan pakan perlakuan. Hal ini menunjukkan bahwa penggunaan cabai jawa di
dalam pakan tidak memberikan pengaruh negatif terhadap organ imunitas ayam

broiler. hal ini juga dikuatkan dengan parameter hematologi darah yang tidak
menunjukkan perbedaan nyata dan berada dalam kondisi normal. Parameter lemak
ayam broiler juga tidak memberikan dampak yang nyata dengan kontrol, sehingga
dapat dikatakan bahwa penambahan cabai jawa di dalam pakan memberikan efek
yang sama dengan penggunaan AGP di dalam pakan. Berdasarkan penelitian yang
telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa penggunaan 2% cabai jawa di dalam
pakan dapat digunakan sebagai pengganti AGP di dalam pakan.
Kata kunci: antibiotic growth promotor (AGP), ayam broiler, phytogenic feed
additive, Piper retrofractum, piperin

SUMMARY
RAHAYU AMBARWATI NINASARI. Effect of Suplementation Cabai Jawa
(Piper retrofractum) as a Phytogenic Feed Additive in Broiler Chicken.
Supervised by RITA MUTIA and HERI AHMAD SUKRIA.
The high consumption of poultry meat is one indicator that the business
opportunities in the development of broiler chickens is still wide open. Increasing
public knowledge and awareness of healthy food selection has improved. The
high fat in broiler chickens and their residues from the use of Antibiotic Growth
Promoters often a limiting factor in the consumption of broiler chickens. One of
the opportunities that can be exploited is by producing broiler chickens healthier

by minimizing fat meat and also replace Antibiotic Growth Promoters become
phytogenic feed additive derived from herbs, so there is no residue in the resulting
product. The use of Piper retrofractum as phytogenic feed additive in broiler feed
are expected to reduce the fat and increase the productivity of livestock and does
not lead to residues in the product. This is because the compound piperine which
can improving fat metabolism and improves the absorption of food in the small
intestine.
This study aimed to analyze the effectiveness of Piper retrofractum as
phytogenic feed additive replacement Antibiotic Growth Promoters (AGP) and
decrease fat in broiler chickens. Parameter observations in this study include
production performance, carcass quality and internal organs, blood hematoogi,
and fat of broiler chicken. Two hundred head DOC of loghman broiler chickens
were divided into 5 treatments and 4 replications. The treatment in this study
include R0 (basal diet), R1 (feed basal + AGP), R2 (feed basal + 1% Piper
retrofractum), R3 (feed basal + 2% Piper retrofractum) and R4 (ration basal + 3%
Piper retrofractum).
The addition of Piper retrofractum in feed of broiler chicken have a
significant effect on the FCR and percentage of abdominal fat in broiler chickens
(35 days). Average body weight produced ranges between 875-1110 grams with
carcass percentage 63.49% - 65.13% and FCR 1.6-1.9. Parameter immune organ

of broilers did not show significantly different results between the control and
treatment of feed. That showed that the use of Java in the chili feed is not
negatively influence the immune organ of broilers. it is also strengthened by the
blood hematological parameters were not significantly different and are in normal
condition. Parameter broiler chicken fat also did not have a significant impact
with the control, so it can be said that the addition of Piper retrofractum in the
feed have the same effect with the use of AGP in the feed. Based on the research
that has been done, concluded that the use of 2% of Piper retrofractum in the feed
can be used as a substitute for AGP in the feed.
Keywords: antibiotic growth promotor (AGP), broiler chicken, phytogenic feed
additive, Piper retrofractum, piperin

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2017
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini

dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

EFEK PENAMBAHAN CABAI JAWA (Piper retrofractum)
SEBAGAI PHYTOGENIC FEED ADDITIVE TERHADAP
AYAM BROILER

RAHAYU AMBARWATI NINASARI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Ilmu Nutrisi dan Pakan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2017

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr Ir Widya Hermana, MSi


PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas segala
karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih
dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Februari 2016 ini ialah
phytogenic feed additive dengan judul Efek Suplementasi Cabai Jawa (Piper
retrofractum Vahl.) sebagai Phytogenic Feed Additive terhadap Ayam Broiler.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Lembaga Pengelola Dana Pendidikan
(LPDP), Kementrian Keuangan Republik Indonesia yang telah memberikan
support dana melalui Beasiswa Tesis. Ungkapan terimakasih juga disampaikan
kepada Ibu Dr Ir Rita Mutia, MAgr dan Bapak Dr Ir Heri Ahmad Sukria,
MScAgr selaku pembimbing, ayah, ibu, serta seluruh rekan-rekan yang turut
membantu dalam penelitian ini. Terimaksih atas segala bantuan, doa, dan kasih
sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Februari 2017
Rahayu Ambarwati Ninasari


DAFRTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
2 METODE PENELITIAN
Alat dan Bahan Penelitian
Prosedur Percobaan
Rancangan dan Analisis Data
3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Cabai Jawa (Piper retrofractum)
Performa Produksi Ayam Broiler
Organ Imunitas Ayam Broiler
Hematologi Darah
Pengaruh terhadap Lemak Ayam Broiler
4 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

viii
viii
1
1
3
3
3
5
10
10
10
13
17
20
23
27
27

27
28
32
35

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5

Susunan ransum basal
Kandungan nutrien ransum
Hasil analisa kimia cabai jawa
Performa produksi ayam broiler
Pengaruh cabai jawa terhadap hati, emepedu, dan organ imunitas
ayam broiler
6 Rataan jumlah eritrosit, leukosit, nilai hematokrit, kadar
hemoglobin, MCV, dan MCHC ayam broiler

7 Kandungan lemak ayam broiler

4
5
13
14
17
21
24

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5

Tanaman cabai jawa
Buah cabai jawa
Simplisia cabai jawa
Struktur kimia piperin (Piper retrofractum)
Struktur piperin sebagai anti obesitas yang diisolasi dari Piper
retrofractum
6 Grafik pertambahan bobot badan selama pemberian ransum
perlakuan

12
12
12
14
14
15

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ayam broiler merupakan salah satu komoditi peternakan yang dapat
menghasilkan daging sebagai salah satu sumber protein hewani. Ayam broiler
merupakan ternak yang mempunyai tingkat efisiensi tinggi dalam mengkonversi
pakan menjadi daging (Zulfanita et al. 2011). Permintaan akan daging unggas pun
kian meningkat setiap tahunnya. Tahun 2013 rata-rata konsumsi daging unggas
penduduk Indonesia mencapai 4.1 kg/kapita/tahun dan meningkat pada tahun
2014 menjadi 4.5 kg/kapita/tahun (BPS 2015). Sama halnya dengan konsumsi
daging, jumlah populasi ayam broiler juga mengalami peningkatan dari
1026379000 ekor pada tahun 2009 menjadi 1592669402 ekor pada tahun 2016
(BPS 2017). Sehingga dapat dikatakan bahwa ayam broiler merupakan salah satu
komoditi peternakan yang memiliki cukup banyak peminat dan meningkat dari
tahun ke tahun.
Daging ayam broiler mengandung protein sekitar 20% dan lemak 2.3%
(Prasetyo et al. 2013), sedangkan ayam buras memiliki kandungan protein 20.5%
dan lemak 1.54% (Dewi 2013). Tingginya kandungan lemak pada karkas ayam
broiler terletak pada daerah perut dan visera yang harus dipisahkan dari karkas
(Zulfanita et al. 2011). Persentase lemak yang tinggi dalam daging ayam broiler
akan menurunkan persentase protein dan nutrisi lain yang ada di dalam daging
ayam broiler. Sehingga perlu adanya keseimbangan dalam mengkonsumsi suatu
pangan agar konsumsi zat makanan dalam tubuh tetap berimbang, terutama antara
lemak dan protein. Semakin berkembangnya ilmu pengetahuan yang ada,
masyarakat juga semakin sadar akan pentingnya menjaga kesehatan yang diawali
dengan pemilihan pangan sehat untuk dikonsumsi. Penyediaan bahan pangan
sehat dan bergizi perlu ditingkatkan, salah satunya adalah dengan memproduksi
daging ayam broiler rendah lemak.
Selain itu, permasalahan lain dalam pemeliharaan ayam broiler adalah
penurunan dan pelarangan penggunaan antibiotik sintetik dan antibiotic growth
promotor (AGP) dalam periode pemeliharaan ayam broiler pada beberapa negara,
termasuk Indnesia. Pelarangan penggunaan pakan yang dicampur hormone
tertentu dan/atau antibiotik imbuhan pakan telah diatur dalam Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 18 Tahun 2009 Pasal 22 ayat (4) tentang Peternakan
dan Kesehatan Hewan. Hal ini disebabkan karena residu dari antibiotik sintetik
yang dapat bersifat toxic bagi konsumen, disamping itu antibiotik sintetik dapat
menyababkan mikro-organisme resisten dalam tubuh manusia atau ternak (Lee et
al. 2004). Menurut Imakahi (2012) residu antibiotik sendiri dapat memberikan
efek karsinogenik dan dalam jangka panjang dapat berakibat fatal. Senyawa
antibiotik sintetik tersebut digunakan sebagai growth promotor dalam jumlah
yang relatif kecil namun dapat meningkatkan efisiensi pakan (feed efficiency) dan
produksi ternak sehingga dengan penggunaan bahan aditif tersebut peternakan
dapat memperoleh keuntungan lebih banyak.
Perlu adanya suplementasi zat lain yang dapat berperan sebagai pengganti
antibiotik sintetik. Salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk pengganti
antibiotik adalah dengan penambahan phytogenic feed additive kedalam pakan.

2
Phytogenic feed additive merupakan bahan tambahan pakan yang berasal dari
tanaman obat (herbal) dan rempah-rempah (spices) sebagai penganti dari
Antibiotic Growth Promotors (Lee et al. 2013) yang mampu meningkatkan
performen, FCR, kecernaan, pertambahan berat badan pada ternak.
Salah satu tanaman herbal yang dapat digunakan sebagai phytogenic feed
additive adalah lada hitam (Piper nigrum) dan cabai jawa (Piper retrofractum).
Menurut Kohlert et al. (2000), prinsip phytogenic additive adalah penyerapan di
usus halus oleh enterocytes dan dengan cepat dimetabolisme oleh tubuh. Piperin
menyebabkan perubahan dalam membran dan karakter penyerapan, serta sintesis
protein terkait dengan fungsi sitoskeletal, mengakibatkan peningkatan permukaan
penyerapan dalam usus halus (Khajuria et al. 2002). Penggunaan piperin (170
mg/kg BB) atau intraperitoneal (85 mg/kg BB) pada tikus albino jantan mampu
diserap dengan efisien (sekitar 97%) dan menunjukkan bahwa konsentrasi
tertinggi berada di perut dan usus kecil terjadi pada sekitar 6 jam dan hanya
ditemukan kurang dari 0.15% terdeteksi di serum, ginjal, dan limpa (mulai 30
menit sampai 24 jam). Metabolisme yang cepat menunjukkan piperin merupakan
bahan yang memiliki risiko rendah untuk terakumulasi dalam jaringan.
Cabe jawa (Piper retrofractum) termasuk tanaman tahunan dan famili
Piperaceae yang tumbuh memanjat dan merupakan salah satu jenis tanaman obat
yang banyak digunakan di Indonesia (Gambar 1 dan 2). Manfaat utama cabe jawa
yaitu buahnya sebagai bahan campuran ramuan jamu (Haryudin dan Rostiana
2009). Taksonomi dari tanaman cabe jawa (Piper retrofractum Vahl.) adalah:
Kingdom
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Subdivisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledoneae
Ordo
: Piperales
Famili
: Peperaceae
Genus
: Piper
Spesies
: Piper retrofractum Vahl. (Winarto 2007)
Tanaman cabai jawa (Piper retrofractum ) memiliki percabangan tidak
teratur, tumbuh memanjat, melilit atau melata dengan akar lekatnya, panjangnya
dapat mencapai 10 m. Percabangan dimulai dari pangkalnya yang keras dan
menyerupai kayu. Daun tunggal, bertangkai, bentuk bulat telur sampai lonjong,
pangkal seperti jantung atau membulat, ujung agak runcing atau meruncing, tepi
rata, pertulangan menyirip, permukaan atas licin, permukaan bawah berbintikbintik, helaian daun liat seperti daging, warna hijau, panjang 8.5-30 cm, lebar 3-13
cm, tangkai daun 0.5-3 cm. Bunga berkelamin tunggal, tersusun dalam bulir yang
tumbuh tegak atau sedikit merunduk; ibu tangkai bunga 0.5-2 cm; daun pelindung
bentuk bulat telur sampai elips. 1-2 mm, berwarna kuning selama perkembangan
bunga; bulir jantan 2-8 cm; benang sari 2, sangat pendek; bulir betina 1.5-3 cm;
kepala putik 2-3, pendek dan tumpul. Buah majemuk, termasuk tipe buah batu,
keras, berlekatan atau bergerombol teratur dan menempel pada ibu tangkai buah,
bentuk bulat panjang sampai silindris dengan bagian ujung menyempit, warna
buah merah cerah; biji berdiameter 2-3 mm (Backer dan Bakhuizen 1962).
Al kasei et al. (2013) menyatakan bahwa penggunaan 1% lada hitam di
dalam pakan dapat meningkatkan performa ayam broiler secara keseluruhan.
Cardoso et al. (2012) menyatakan bahwa pemberian piperin secara langsung pada

3
ayam broiler tidak mempengaruhi bobot badan atau bobot hati. Pemberian piperin
1.12 mg/Kg pakan secara oral tidak beracun untuk ayam broiler dan tikus (Dogra
et al. 2004; Gagini et al. 2010). Selain menjadi senyawa alami yang tidak
menghasilkan residu pada hewan atau produk turunannya, piperine mudah
diisolasi dalam jumlah besar. Piperin dapat diisolasi dengan cara
ekstraksi sokletasi. Sokletasi merupakan metode memisahkan suatu komponen
dalam suatu padatan dengan cara penyaringan berulang–ulang dengan pelarut
yang sama, sehingga semua komponen yang diinginkan dalam sampel terisolasi
dengan sempurna.
Prinsip soxhlet ialah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru
sehingga terjadi ekstraksi kontiyu dengan jumlah pelarut konstan dengan adanya
pendingin balik. Metode soxhlet ini dipilih karena pelarut yang digunakan lebih
sedikit (efesiensi bahan) dan larutan sari yang dialirkan melalui siphon tetap
tinggal dalam labu, sehingga pelarut yang digunakan untuk mengekstrak sampel
selalu baru dan meningkatkan laju ekstraksi, waktu yang digunakanpun lebih
cepat. Kerugian metode ini ialah pelarut yang digunakan harus mudah menguap
dan hanya digunakan untuk ekstraksi senyawa yang tahan panas (Susilowati,
2008). Hal ini sesuai dengan penelitian Istiqomah (2013) bahwa metode ekstraksi
sokletasi menghasilkan kadar piperin yang lebih tinggi dalam ekstrak etanol 95%
buah cabai Jawa (Piper retrofractum).
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis efektifitas cabai jawa (Piper
retrofractum) sebagai phytogenic feed additive pengganti Antibiotic Growth
Promotor dan penurunan lemak pada ayam broiler.

2 METODE PENELITIAN
Penelitian ini dilakukan pada bulan Februari sampai dengan Agustus 2016
di Laboratorium Lapang (Kandang C), Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi
Pakan serta Laboratorium Nutrisi Ternak Daging dan Kerja, Fakultas Peternakan,
Institut Pertanian Bogor.
Alat dan Bahan Penelitian
Ternak
Penelitian ini menggunakan DOC (Day Old Chicken) ayam broiler jantan
yang berasal dari PT. Japfa Comfeed Indonesia dengan galur MB 202 PSX
(Lohman) tipe pedaging mulai dari periode starter sampai finisher. Jumlah ternak
yang digunakan sebanyak 200 ekor dan dibagi kedalam 20 petak kandang (5
perlakuan dengan 4 ulangan), setiap ulangan terdiri dari 10 ekor.
Ransum
Ransum penelitian disusun berdasarkan Leeson dan Summers (2005).
Ransum diberikan dalam bentuk crumble. Kebutuhan nutrien ransum didasarkan
kepada kebutuhan ayam broiler yang dibagi dalam dua fase, yaitu starter (PK:

4
22% dan EM: 3050 kkal/g) dan finisher (PK: 20 % dan EM: 3100 kkal/g) (Tabel 1
dan 2).
Tabel 1. Susunan dan kandungan nutrien ransum basal
Nama Bahan
Periode Starter
Periode Finisher
52.70
56.00
Jagung Kuning (%)
7.40
8.13
Dedak Padi (%)
5.56
3.21
Corn Gluten Meal (%)
22.00
18.21
Bungkil Kedelai (%)
6.00
8.00
Tepung Ikan (%)
3.73
4.20
Minyak Sawit (%)
0.08
0.03
DCP (%)
1.38
1.20
CaCO3 (%)
0.39
0.34
Nacl (%)
0.50
0.50
Premix (%)
0.11
0.04
L-Lysine (%)
0.15
0.14
DL-Methionine (%)
Tabel 2. Kandungan nutrien ransum
Periode Starter
R0
Nutrien
Energi Metabolisme (Kkal/Kg)
3083
Kadar Air (%)*
9.82
Abu (%)*
6.84
Protein (%)*
23.5
Lemak (%)*
7.07
Serat Kasar (%)*
2.76
Cabai Jawa (%)
0
Piperin (g/kg pakan)
0
Periode Finisher
Energi Metabolisme (Kkal/Kg)
3184
Kadar Air (%)*
8.87
Abu (%)*
6.81
Protein (%)*
19.7
Lemak (%)*
9.14
Serat Kasar (%)*
3.26
Cabai Jawa (%)
0
Piperin (g/kg pakan)
0

R1
3083
9.82
6.84
23.5
7.07
2.76
0
0

R2
3083
9.82
6.84
23.5
7.07
2.76
1
0.28

R3
3083
9.82
6.84
23.5
7.07
2.76
2
0.56

R4
3083
9.82
6.84
23.5
7.07
2.76
3
0.84

3184
8.87
6.81
19.7
9.14
3.26
0
0

3184
8.87
6.81
19.7
9.14
3.26
1
0.28

3184
8.87
6.81
19.7
9.14
3.26
2
0.56

3184
8.87
6.81
19.7
9.14
3.26
3
0.84

*Hasil Analisa Laboraturium Pusat Penelitian Sumberdaya hayati dan Teknologi, Institut Pertanian
Bogor (2016); R0: Ransum Basal (Kontrol Negatif); R1: Ransum Basal + Antibiotik Syntetik

(Kontrol Positif); R2: R0 + 1% Cabai Jawa (Piper retrofractum); R3: R0 + 2% Cabai Jawa
(Piper retrofractum); R4: R0 + 3% Cabai Jawa (Piper retrofractum)

5
Cabai Jawa (Piper retrofractum)
Cabai Jawa (Piper retrofractum) berasal dari Kabupaten Lampung Timur
yang berasal dari lahan petani yang sama. Cabe jawa yang dibeli berupa simplisia
kering yang telah mengalami penjemuran dengan matahari dengan lama
pengeringan berkisar antara 3-7 hari. Cabai jawa kemudian dibersihkan dari benda
asing yang terdapat di dalamnya (seperti batu, ranting, dll) dan digiling dengan
menggunakan blender hingga berbentuk mash.
Kandang dan Peralatan
Ternak ditempatkan pada 20 unit petak kandang percobaan, yang masingmasing berisi 10 ekor ayam broiler dilengkapi tempat pakan dan tempat minum.
Pemanasan doc pada periode starter digunakan lampu 5 watt dan sebagai
penerangan, dengan intensitas cahaya diberikan selama 17 jam, 12 jam cahaya
dari sinar matahari dan 5 jam cahaya dari lampu penerangan. Peralatan lain yang
diperlukan adalah timbangan, pengukur temperatur ruangan, plastik sebagai
wadah ransum, ember, plastik penampung feses dan peralatan tulis. Sebelum diisi
kandang disanitasi terlebih dahulu dengan desinfektan demikian pula tempat
makan dan minum.
Prosedur Percobaan
Persiapan Kandang
Sebelum penelitian dimulai, kandang dibersihkan dengan air untuk
menghilangkan sisa kotoran, sampah, dan debu. Setelah kering, kemudian disiram
dengan disinfektan. Kandang yang digunakan terdiri dari 20 petak kandang
(1x1x1) meter dengan menggunakan lampu pijar 100 watt sebagai sumber cahaya
dan pemanas. Penentunan letak kandang dilakukan secara random (acak) untuk
memudahkan penulisan. Penempatan ayam dilakukan dengan sistem acak, di
mana setiap kandang berisi 10 ekor ayam broiler.
Pembuatan Ransum
Bahan baku pakan yang digunakan dalam penelitian diperoleh dari PT
Indofeed, Bogor. Penimbangan bahan baku ransum sesuai dengan formulasi yang
telah disusun sebelumnya. Pencampuran dilakukan dengan mencampur bahan
mikro dan AGP (R1) atau cabai jawa (R2, R3, R4) terlebih dahulu, seluruh bahan
selanjutnya diaduk hingga homogen dalam mesin pencampur (mixer) dan disteam
dengan mesin steam selama 7 menit dengan suhu 80-90 °C, kemudian
dimasukkan ke dalam mesin pellet dan mesin crumble. Jenis AGP yang digunakan
dalam penelitian ini adalah enramicyn dan colistine. Seluruh rangkaian pembuatan
pakan dilakukan di Laboratorium Industri Pakan, Fakultas Peternakan, Institut
Pertanian Bogor.
Pemeliharaan
Penanganan untuk DOC yang baru datang adalah dengan memberikan air
minum yang sudah dilarutkan dengan sorbitol untuk menggurangi stress
(diberikan selama 3 hari), kemudian dilanjutan dengan pemberian air minum+
Vita Chick (selama 7 hari). Pemeliharaan ayam broiler dilakukan selama 5
minggu. Pemberian pakan dan minum dilakukan secara ad libitum. Pemberian

6
pakan dilakukan sehari dua kali pada pukul 06.00 dan 17.00, sedangkan minum
dilakukan sehari sekali pada pagi hari pukul 06.00 WIB. Penimbangan sisa pakan
dilakukan setiap minggu untuk mengetahui konsumsi pakan. Pemberian pakan
minggu pertama menggunakan pakan komersil, kemudian dilakukan adaptasi
pakan pada hari ke 8 dengan pemberian pakan perlakuan 25:75 pakan basal, hari
ke 9 dengan pakan perlakuan 50:50 pakan basal, hari ke 10 dengan pakan
perlakuan 75:25 pakan basal dan hari ke 11 dengan 100% pakan perlakuan.
Pengambilan Sampel Darah
Sampel darah diambil saat umur ayam 35 hari. Waktu pengambilan pada
pagi hari pukul 06.30 WIB. Darah diambil dari vena jugularis atau vena
pectoralis dengan menggunakan spoit dan dimasukkan dalam tabung
berantikoagulan sebanyak +4 ml. Sebelumnya, daerah vena jugularis dan vena
pectoralis dibersihkan dengan alkohol 70%. Analisa darah yang dilakukan
meliputi analisa hematologi darah, kolesterol, trigliserida, HDL, dan LDL dalam
serum darah.
Penyembelihan
Penyembelihan ayam broiler dilakukan pada akhir penelitian.
Penyembelihan ini bertujuan untuk memperoleh karkas dan organ imunitas ayam
broiler. Sampel diambil secara acak sebanyak 1 ekor ayam broiler dari setiap
ulangan kemudian ditimbang masing-masing karkas dan organ imunitas, serta
dianalisa kandungan kolesterol daging.
Performa Produksi
1. Bobot Badan
Bobot badan akhir diukur diakhir penelitian pada hari ke 35 sebelum
dialkukan pemotongan.
2. Konsumsi Ransum
Konsumsi ransum diukur dengan cara jumlah ransum yang diberikan
dikurangi dengan jumlah ransum sisa selama penelitian. Penimbangan
dilakukan setiap minggu, untuk mendapatkan (g/ekor) jumlah konsumsi
pakan setiap minggunya dibagi dengan 7 hari.
Konsumsi ransum (g/ekor) = ransum pemberian – pakan sisa (g)
3. Konversi Ransum
Konversi ransum merupakan rasio pakan yang dikonsumsi dalam
jangka waktu tertentu dibandingkan dengan bobot yang dihasilkan.
Konversi Ransum

=

4. Mortalitas
Mortalitas merupakan suatu angka kematian yang menunjukan jumlah
ternak mati selama pemeliharaan. Mortalitas diperoleh dari pembagian
antara jumlah ternak yang mati disetiap perlakuan dengan jumlah seluruh
ternak dalam setiap perlakuan.

7
5. Indeks Produksi
Indeks produksi merupakan angka yang menunjukkan suatu
keberhasilan proses produksi ayam broiler dalam suatu periode yang
dipengaruhi oleh mortalitas, bobot akhir, FCR, dan umur pemeliharaan
IP =

(

)

Kualitas Karkas dan Organ Imunitas
1. Persentase berat karkas
Persentase berat karkas, diperoleh dengan membandingkan berat ayam
tanpa kepala, leher, cakar, dan jeroan dengan berat hidup dikalikan 100%.
2. Persentase berat lemak abdomen
Persentase berat lemak abdomen diperoleh dengan membandingkan berat
lemak yang terdapat disekitar perut dengan berat hidup dikalikan 100%.
3. Persentase berat hati
Persentase berat hati diperoleh dengan membandingkan berat hati dengan
berat hidup dikalikan 100%.
4. Persentase berat empedu
Persentase berat empedu diperoleh dengan membandingkan berat
empedu dengan berat hidup dikalikan 100%.
5. Jumlah cairan empedu
Jumlah cairan empedu diperoleh dengan cara mengurangi bobot empedu
utuh dengan bobot empedu tanpa cairan dikalikan 100%.
6. Persentase berat limpa
Persentase berat limpa diperoleh dengan membandingkan berat limpa
dengan berat hidup dikalikan 100%.
7. Persentase berat thymus
Persentase berat thymus diperoleh dengan membandingkan berat thymus
dengan berat hidup dikalikan 100%.
8. Persentase berat bursa fabricius
Persentase berat bursa fabricius diperoleh dengan membandingkan berat
bursa fabricius dengan berat hidup dikalikan 100%.
Hematologi Darah
1. Penghitungan Kadar Hemoglobin (Metode Sahli)
Larutan HCl 0.01 N diteteskan pada tabung sahli sampai tanda tera
0.1 atau garis batas bawah, kemudian sampel darah dihisap menggunakan
pipet sahli hingga mencapai tanda tera atas (2.0 ml). Sampel darah segera
dimasukkan kedalam tabung dan ditunggu selama 3 menit atau hingga
berubah menjadi warna cokelat kehitaman akibat reaksi antara HCl dengan
hemoglobin membentuk asam hematid. Setelah itu larutan ditambah dengan
akuades, teteskan sedikit demi sedikit sambil diaduk. Larutan akuades
ditambah hingga warna larutan sama dengan warna standar
hemoglobinometer. Nilai hemoglobin dilihat di kolom gram % yang tertera
pada tabung hemoglobin (Sastradiprajadja et al. 1989).

8
2.

Penghitungan Nilai Hematokrit
Proses pengambilan darah untuk analisis hematokrit dan Hb hampir
sama, mikrokapiler yang bertanda merah atau biru pada tetesan darah, darah
dibiarkan mengalir sendiri mengisi 4/5 bagian pipa kapiler. Ujung pipa
kapiler disumbat dengan menggunakan crestaseal. Pipa kapiler diletakkan
dalam alat sentrifuge, pipa kapiler di sentrifuge selama 5 menit, setelah itu
lapisan-lapisan terdiri atas lapisan plasma yang jernih dibagian teratas,
kemudian lapisan putih abu-abu ialah trombosit dan leukosit dan lapisan
merah yang terdiri dari eritrosit. Nilai hematokrit ditentukan dengan
mengukur presentase volume eritrosit (lapisan merah) menggunakan alat
microcapillay hematocrit reader (Sastradiprajadja et al. 1989).

3.

Penghitungan Jumlah Eritrosit
Sampel darah dihisap dengan menggunakan pipet eritrosit hingga
tanda tera 0.5 dengan aspirator. Menurut Sikar et al. (1984) pengambilan
darah dari tabung menggunakan pipet eritrosit dengan bantuan alat
pengisap (aspirator) sampai batas angka 1.0. Ujung pipet di bersihkan
dengan menggunakan tissu lalu hisap larutan BCB 0.5% hingga tanda 1.1.
Memutar pipet dengan membentuk angka 8 selama 3 menit, setelah
homogen cairan yang tidak terkocok pada ujung pipet di buang dengan
menempelkan ujung pipet ke kertas tissu. Setelah itu teteskan satu tetes
kedalam homositometer, diusahakan jangan sampai ada udara yang masuk.
Setelah itu biarkan beberapa saat hingga cairan mengendap, kalau
penghitungan bisa dimulai. Agar tidak terjadi penghitungan dobel maka
sebaiknya digunakan hand counterdi bawah mikroskop dengan pembesaran
45 x 10. Menghitung eritrosit dalam hemocymeter, digunakan kotak eritrosit
yang berjumlah 25 buah dengan mengambil bagian berikut: satu kotak
pojok kanan atas, satu kotak pojok kiri atas, satu kotak di tngah, satu kotak
pojok kanan bawah, satu kotak pojok kiri bawah. Jumlah eritrosit yang
didapat dari hasil penghitungan dikalikan 104 (Sastradiprajadja et al. 1989).
Jumlah Eritrosit = a x 104
a = jumlah eritrosit hasil penghitungan dalam hemocymeter

4.

MCV
Menurut Sastradipradja et al. (1989) nilai MCV dan
dihitung dengan menggunkan rumus berikut ini,
MCV (fl) adalah :


MCHC (%) adalah :
5.



MCHC

Penghitungan Jumlah Leukosit
Sampel darah dihisap dengan menggunakan pipet leukosit hingga
tanda tera 0.5 dengan aspirator. Ujung pipet di bersihkan dengan
menggunakan tissu lalu hisap larutan BCB 0.5% hingga tanda 11. Memutar
pipet dengan membentuk angka 8 selama 3 menit, setelah homogen cairan
yang tidak terkocok pada ujung pipet di buang dengan menempelkan ujung
pipet ke kertas tissu. Setelah itu meneteskan satu tetes kedalam

9
homositometer, diusahakan jangan sampai ada udara yang masuk. Setelah
itu dibiarkan beberapa saat hingga cairan mengendap, lalu penghitungan
bisa dimulai. Agar tidak terjadi penghitungan ganda maka sebaiknya
menggunakan hand counter di bawah mikroskop dengan pembesaran 45 x
10. Untuk menghitung leukosit dalam hemocymeter, digunakan 4 kotak
leukosit berjumlah 16 kotak kecil. Jumlah leukosit yang didapat dari hasil
penghitungan dikalikan 50 untuk mengetahui jumlah leukosit 1 pada setiap
mm3 (Sastradiprajadja et al. 1989).
Jumlah Leukosit = b X 50
b = jumlah leukosit hasil penghitungan dalam hemocymeter
Profil Lemak
Setiap peubah yang diamati, dianalisa dengan menggunakan metode
KIT. Analisis kadar kolesterol, HDL, LDL, dan trigliserida darah
menggunakan alat Automated Clinical Analyzer TRX-7010.Alat tersebut
menganalisis sampel secara otomatis, data analisis akan keluar dalam data
print out. Prinsip kerja alat ini yaitu dengan mencampurkan reagen dengan
sampel lalu dibaca absorbansinya sama dengan metode kit.
1. Trigliserida
Disiapkan tabung blanko berisi 10 µl aquades dan 1000 µl reagen kit.
Tabung standar berisi 10µl larutan standar trigliserida dan 1000 µl reagen
kit dan tabung sampel berisi 10µl plasma dan 1000 µl reagen kit. Campuran
kemudian dihomogenkan dengan vortex, diinkubasi pada suhu 20oC–25oC
selama 10-20 menit. Absorbansi dibaca pada panjang gelombang λ 546 nm
dalam waktu satu jam dengan sperktrofotometer.
Trigliserida(mg/dl)=
2. Kolesterol total
Mengukur kadar kolesterol darah digunakan plasma yang telah
diperoleh sebelumnya. Disiapkan tabung blanko berisi 10µl aquades dan
1000 µl reagen kit, tabung standar berisi 10 µl larutan standar kolesterol dan
1000 µl reagen kit, tabung sample berisi 10 µl plasma darah dan 1000 µl
reagen kit. Campuran kemudian dihomogenkan dengan vortex kemudian
diinkubasi pada suhu 20oC–25oC selama 10-20 menit. Absorbansi dibaca
pada panjang gelombang λ 546 nm dalam waktu satu jam setelah
pencampuran dengan alat spektrofotometer.
Kolesterol (mg/dl)=

3. Pengukuran HDL
Sebanyak 500 µl plasma ditambah dengan 1000 µl larutan reagen kit,
dicampur sampai homogen, kemudian didiamkan selama 10 menit pada
suhu kamar. Sentrifuse selama 10 menit dengan 4000 putaran permenit.
Plasma dipersiapkan dari endapan dalam waktu dua jam setelah sentrifugasi.
Sebanyak 100 µl plasma ditambah 1000
µl reagen CHOD-PAP

10
(Cholesterol Oxidase-P-Aminophenazone) dicampur, diinkubasi selama 10
menit pada suhu 20-250C. Absorbansi dibaca dalam waktu satu jam pada
panjang gelombang λ 546 nm. Untuk blanko reagen dibuat dari 100 µl air
aquadest ditambah dengan 1000 µl reagent CHOD-PAP dan standar terbuat
dari 100 µl standar kolesterol ditambah dengan 1000 µl reagent CHOD-PAP.
HDL (mg/dl) =
4. Pengukuran LDL
Metode pengukuran LDL dihitung dengan menggunakan metode
perhitungan secara tidak langsung yang disebut metode Friedwald
HDL (mg/dl) =
Rancangan dan Analisis Data
Perlakuan yang digunakan adalah penambahan tepung Cabai jawa (Piper
retrofractum). Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL)
dengan 5 perlakuan dan 4 ulangan. Rincian perlakuan adalah sebagai berikut :
R0
: Ransum Basal (Kontrol Negatif)
R1
: Ransum Basal + Antibiotik Growth Promotor (Kontrol Positif)
R2
: R0 + 1% Cabai Jawa (Piper retrofractum)
R3
: R0 + 2% Cabai Jawa (Piper retrofractum)
R4
: R0 + 3% Cabai Jawa (Piper retrofractum)
Model matematik sebagai berikut (Steel dan Torrie 1993).
Yij = µ + τi + εij
Keterangan :
Yij
: nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
µ
: nilai rataan umum
τi
: pengaruh perlakuan ke-i (i= 1, 2, 3, 4)
εij
: pengaruh acak pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan sidik ragam analysis of
variance (ANOVA), selanjutnya jika terdapat perbedaan yang nyata antara
perlakuan maka dilanjutkan dengan uji lanjut Polinomial (Matjik dan Sumertajaya
2006).

3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Cabai Jawa (Piper retrofractum)
Cabai jawa yang digunakan pada penelitian kali ini adalah berupa
simplisia kering cabai jawa yang telah dikeringkan selama + 1 minggu di bawah
sinar matahari dan berasal dari Sukadana. Kabupaten Lampung Timur. Provinsi
Lampung. Pengeringan buah Cabai Jawa ini bertujuan untuk meningkatkan daya
simpan produk. Hal ini dikarenakan pemanenan cabai jawa yang tidak dapat

11
dilakukan dalam satu waktu secara bersamaan. Pemanenan cabai jawa dilakukan
setiap hari oleh petani cabai jawa. Hanya buah yang berwarna orange sampai
merah saja yang dapat dipanen, kemudian cabai jawa dikeringkan dan
dikumpulkan hingga jumlah tertentu sebelum nantinya dijual kepada pengepul
atau dijual langsung ke pasar. Berdasarkan keterangan petani cabai jawa,
dibutuhkan sekitar 2,5 kg cabai jawa segar untuk menghasilkan 1 kg simplisia
kering cabai jawa. Gambar tanaman cabai jawa dan buah cabai jawa terdapat pada
Gambar 1, 2, dan 3.
Kim et al. (2011) menyatakan bahwa buah cabai Jawa mengandung piperine,
asam palmitat, asam tetrahydropiperine, benzena 4-methylenedioxy, piperidin,
minyak esensial ( 1% minyak esensial dari BK dan 6% minyak atsiri dari piperin),
n-isobutil deca trans-2-trans-4-dienamide dan sesamin. Sementara itu, akarnya
mengandung piperine, piplartin dan piperlongumin. Penelitian di beberapa negara
menyatakan bahwa jumlah rata-rata minyak esensial dalam cabai jawa hampir
sama dengan lada hitam, sekitar 0.9% yang terdiri dari 0.19% piperin alkaloid.
Beberapa penelitian melaporkan bahwa jamu tradisional yang menggunakan
serbuk daun sirih/ Piper betle dan cabe jawa /Piper retrofractum sebagai salah satu
penyusunnya mempunyai tingkat kontaminasi bakteri yang sangat rendah. Hal ini
disebabkan karena adanya sifat antibakteri dan anti jamur dari daun sirih dan buah
cabe jawa. Telah dilaporkan bahwa minyak atsiri yang terkandung dalam daun
sirih dan buah cabe jawa berperan dalam aktivitas sebagai antibakteri dan
antiseptik. Buah cabai jawa dapat bersifat antimikroba terhadap beberapa bakteri
patogen seperti S.thypi, E.coli, P.aeruginosa.

Gambar 1. Tanaman cabai jawa

Gambar 2. Buah Segar Cabai Jawa

Gambar 3 Simplisia kering
cabai jawa (Winarto 2007)

12
Penggunaan piperin dalam lada hitam sebagai phytogenic feed additive ini
mulai banyak dilakukan. Hal ini dikarenakan penggunaan piperin dapat
meningkatkan produktivitas ternak dan lebih aman dibandingkan dengan
penggunaan AGP. Tanaman yang banyak dipilih sebagai sumber piperin adalah
lada hitam. Hal ini dikarenakan kandungan piperin pada lada hitam lebih tinggi
dibandingkan dengan tanaman lain, dalam penelitian ini cabai jawa digunakan
sebagai sumber piperin dikarenakan cabai jawa merupakan komoditas yang cukup
banyak dihasilkan oleh Provinsi Lampung. Sebelum digunakan dalam penelitian,
cabai jawa dianalisa terlebih dahulu kandungan kimianya (Tabel 3). Hasil analisa
kandungan kimia cabai jawa ditampilkan pada table 3.
Tabel 3. Hasil analisa kimia cabai jawa
Parameter
Kadar Air (%)
Bahan Kering (%)
Abu (%)
Lemak Kasar (%)
Protein Kasar (%)
Serat Kasar (%)
Gross Energi (Kkal/g)
Piperin (%)

Jumlah
12.91
87.09
6.68
8.26
11.32
8.94
4057
2.8

Hasil analisa Laboratorium Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat, Pusat Penelitian
Tanaman Perkebunan, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Kementrian Pertanian
Republik Indonesia (2016).

Penetapan dosis pada penelitian ini dilakukan dengan menyetarakan jumlah
piperin yang berasal dari lada hitam dengan jumlah piperin yang berasal dari cabai
jawa. Al Kasei et al. (2013) menyatakan bahwa kandungan piperin di dalam lada
hitam sebesar 5% - 9%, sedangkan jumlah piperin pada penelitian ini sebesar
2.8%. Sehingga dibutuhkan cabai jawa dua kali lipat lebih banyak untuk
menghasilkan piperin yang sama dengan satu lada hitam. Al Kasei et al. (2013)
menyatakan bahwa penambahan lada hitam sebagai feed additive di dalam pakan
dapat meningkatkan produktivitas ayam broiler secara keseluruhan, yang meliputi
peningkatan bobot badan, feed intake, dan penurunan konversi pakan, serta
menurunkan kolesterol dalam ayam broiler. Sehingga, penelitian ini penggunaan
cabai jawa sebesar 1% - 3% dari pakan, dengan dosis optimum sebesar 2% cabai
jawa.
Piperin merupakan komponen utama alkaloid yang terkandung dalam famili
Piperaceae. Piperin memiliki potensi sebagai anti obesitas, antioksidan, obat
penenang, antiinflamasi, anti-proliferasi, dan analgesik (Kim et al. 2011;
Bidarisugma 2011), serta meningkatkan thermogenesis pada lemak tubuh (Malini
et al. 1999). Piperin dapat melindungi sel-sel tubuh dari radikal bebas (Shoba et
al. 1998). Piperin merupakan zat padat dan tidak larut dalam air. Struktur molekul
piperin adalah C17H19NO3, berat 285.34 Dalton (Gambar 3 dan 4). Piperin
adalah sebuah stereoisomer trans-trans dari piperidin 1-piperonal atau dikenal
sebagai (E. E) -1- [5- (1.3-benzodioxol-5-y1)-1-okso-2.4-pentdienyl] piperidine
(Backer dan Bakhuizen. 1962).

13
Cabai jawa yang digunakan dalam penelitian ini merupakan cabai jawa yang
berwarna orange atau kemerahan yang menandakan bahwa buah cabai jawa mulai
masak. Hal ini dilakukan agar didapatkan piperin yang lebih maksimal. Risfaheri
(2012) menyatakan bahwa kadar minyak atsiri dan piperin menunjukkan
peningkatan sampai buah matang penuh. Piperine dapat meningkatkan aktivitas
dari beberapa zat gizi, anti-inflamasi aktivitas, analgesic, dan mendukung proses
metabolisme. Banyak penelitian telah menunjukkan bahwa piperin dapat
menghambat peroksidasi lipid. Piperin telah terbukti merangsang sekresi enzim
pencernaan di pankreas seperti amilase, tripsin, kimotripsin dan lipase di tikus.

Gambar 3. Struktur kimia piperin Piper retrofractum (Zeid et al. 2009)

Gambar 4. Struktur piperin sebagai anti-obesitas yang diisolasi dari Piper
retrofractum (Kim et al. 2011)
Performa Produksi Ayam Broiler
Berdasarkan analisa sidik ragam yang telah dilakukan, dapat diketahui
bahwa perlakuan yang diberikan tidak memberikan efek yang signifikan (P>0.05)
terhadap bobot badan, persentase karkas, konsumsi ransum, dan mortalitas.
Penambahan cabai jawa ke dalam pakan sebagai phytogenic feed additive hanya
memberikan efek terhadap FCR dan persentase lemak abdomen (Tabel 4).
Bobot Badan dan Persentase Karkas
Al Kasei et al. (2013) menyatakan bahwa penggunaan 1% lada hitam di
dalam pakan menghasilkan ayam dengan bobot badan tertinggi (1430 gram) dan
FCR terendah (1.8). Pada penelitian ini bobot badan yang dihasilkan di akhir
periode pemeliharaan (35 hari) lebih rendah jika dibandingkan dengan penelitian
tersebut, bobot badan dalam penelitian ini berkisar antara 875-1110 gram. Hal ini
dapat dikarenakan berbedanya komposisi pakan dan pengolahan pakan yang
digunakan dalam penelitian dengan penelitian sebelumnya. Selain itu, kandungan
energi pakan yang lebih rendah dari kebutuhan ternak juga dapat menyebabkan

14
bobot badan akhir yang kurang maksimal. Bobot badan tertinggi terdapat pada R2
(ransum basal+1% cabai jawa) dengan bobot badan sebesar 1110+187 gram,
sedangkan bobot terendah terdapat pada R4 (ransum basal+3% cabai jawa)
dengan bobot badan sebesar 875+29 gram. Kendati tidak signifikan, penggunaan
1% cabai jawa di dalam pakan menghasilkan bobot badan yang lebih tinggi jika
dibandingkan dengan kontrol (R0 dan R1).
Tabel 4. Performa produksi ayam broiler (35 hari)
Parameter

Perlakuan
R0
R1
R2
R3
R4
1063 + 111
1035 + 77
1110 + 187
1001 + 43
875 + 29
64.13 + 2.15 63.49 + 7.39 65.13 + 7.13 64.97 + 1.34 64.10 + 0.95

Bobot Badan (gram)
Karkas (%)
Konsumsi Ransum
2195 + 69
(g/ekor)
FCR
1.7 + 0.1
Mortalitas (%)
10.0 + 0,8
Mortalitas (ekor)
4
Lemak Abdomen (%) 1.39 + 0.53ab
Indeks Produksi
155 + 15

2187 + 62

2158 + 81

2147 + 158

2064 + 93

1.7 + 0.1
2.5 + 0.5
1
1.95 + 0.41a
180 + 20

1.6 + 0.2
5.0 + 1
2
1.20 + 0.18b
152 + 27

1.7 + 0.1
7.5 + 0.6
3
1.12 + 0.42b
164 + 16

1.9 + 0.1
2.5 + 0.5
1
0.93 + 0.56b
135 + 18

R0: Ransum Basal (Kontrol Negatif); R1: Ransum Basal + Antibiotik Syntetik (Kontrol Positif);
R2: R0 + 1% Cabai Jawa (Piper retrofractum); R3: R0 + 2% Cabai Jawa (Piper retrofractum);
R4: R0 + 3% Cabai Jawa (Piper retrofractum); FCR (Feed Cinvertion Ration)

Peningkatan bobot badan akhir ini sebanding dengan persentase karkas
ayam broiler. Persentase tertinggi terdapat pada R2 sebesar 65.13%, sedangkan
konsumsi ransum ayam broiler tertinggi terdapat pada perlakuan R0 (ransum
basal) sebesar 472 gram/ekor/hari. Konsumsi ransum pada R0 merupakan
konsumsi tertinggi, namun bobot badan tertinggi terdapat pada R2 (ransum
basal+1% cabai jawa). Hal ini dapat disebabkan adanya piperin di dalam cabai
jawa yang dapat memaksimalkan penyerapan makanan di dalam usus halus
sehingga dapat meningkatkan bobot akhir ayam broiler. Penambahan piperin
sebanyak 60 mg/kg pakan sebagai phytogenic feed additive dalam pakan ayam
broiler mampu meningkatkan luas permukaan penyerapan dalam duodenum dan
ileum, meningkatkan berat badan dan konversi pakan, namun penggunaan piperin
sebanyak 120-180 mg/kg pakan akan bersifat racun untuk hati dan leukosit
(Cardoso et al. 2012).
Penggunaan ransum perlakuan dimulai pada minggu ke 2 pada saat
penelitian, pada minggu pertama digunakan ransum komersil untuk mencegah
terjadinya defisiensi nutrien pada fase pertumbuhan awal ayam broiler. Gambar 5
menunjukkan pertambahan bobot badan setiap minggu setiap perlakuan.
Penggunaan 1% cabai jawa (R2) pada pakan menghasilkan bobot badan tertinggi
pada minggu ke 5 yang diikuti dengan R0, R1, R3, dan R4.
Tidak berdampaknya cabai jawa terhadap beberapa para,eter yang diukur
dapat juga disebabkan karena penggunaan cabai jawa yang terlalu sedikit. Puvaca
et al (2014) menggunakan piperin sebesar 60 mg/kg pakan, sedangkan pada
penelitian ini penggunaan cabai jawa hanya sebesar 1% - 3% di dalam pakan atau
setara dengan 0,028-0,084 mg piperin/kg pakan. sehingga diperlukan dosis yang

15
lebih tinggi lagi untuk dapat mengukur efektifitas cabai jawa terhadap
produktivitas ayam broiler.
1200
1100
1000
900
800
700
600
500
400
300
200
100
0

R0
R1
R2
R3
R4

0

1

2

3

4

5

Gambar 5 Grafik pertambahan bobot badan selama pemberiam ransum perlakuan.
R0,
R1,
R2,
R3,
R4
Konsumsi Ransum dan Konversi Ransum
Berdasarkan data pada Tabel 4 menunjukkan bahwa konsumsi ransum
tertinggi pad R0 (ransum basal) kemudian secara berturut-turut adalah R1, R2, R4,
dan R3. Jumlah konsumsi ransum yang ditampilkan pada Tabel 4 merupakan
jumlah konsumsi ransum yang digunakan ketika diberi pakan perlkuan (hari ke 10
– 35). Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan penggunaan cabai jawa dalam
pakan akan menurunkan konsumsi ransum yang akan berakibat pada menurunnya
bobot badan dan bobot karkas, serta meningkatnya nilai FCR. Peningkatan nilai
FCR ini terjadi dikarenakan adanya penurunan bobot badan dalam penambahan
level cabai jawa. Perlakuan dengan menggunaan 2% cabai jawa di dalam ransum
basal memiliki nilai bobot badan, konsumsi ransum, dan bobot karkas yang lebih
tinggi dari R4 dan lebih rendah dari R2. Sedangkan nilai FCR R3 lebih rendah
dari R4 dan lebih tinggi dari R2. Nilai FCR terbaik didapat dalam perlakuan R2
(ransum basal+1% cabai jawa) sebesar 1.6. Penurunan nilai FCR pada R2 akan
meningkatkan efisiensi dalam pemeliharaan ayam broiler. Hal ini dikarenakan
FCR akan menentukan besarnya biaya pakan yang dikeluarkan untuk
meningkatkan bobot badan ternak.
Konsumsi ransum perlakuan yang tertinggi secara berurutan adalah R2, R4,
kemudian R3. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan penggunaan cabai jawa di
dalam pakan akan menyebabkan penurunan konsumsi pakan. Windisch et al.
(2008) menyatakan bahwa kandungan aktif yang terdapat di dalam lada hitam
(piperin) akan menimbulkan rasa pedas yang mungkin membatasi penggunaan
piperin dalam pakan ternak. Hal ini dikarenakan rasa pedas akan diakumulasikan
menjadi panas tubuh yang akan meningkatkan konsumsi air minum dan
menurunkan konsumsi pakan. Sesuai dengan Amad et al. (2011), Penambahan
phytogenic feed additive yang berasal dari rempah-rempah dapat mempengaruhi
rasa dari pakan seperti piperin (rasa pedas) sehingga menyebabkan penurunan
konsumsi pakan.

16
Mortalitas
Mortalitas atau kematian adalah salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
keberhasilan usaha pengembangan peternakan ayam. Tingkat kematian yang
tinggi pada ayam broiler sering terjadi pada periode awal atau starter dan semakin
rendah pada periode akhir atau finisher. Angka mortalitas diperoleh dari
perbandingan jumlah ayam yang mati dengan jumlah ayam yang dipelihara (Lacy
dan Vest 2000). Nilai mortalitas pada penelitian ini berkisar antara 2.5%-10 %.
Mortalitas terendah terdapat pada R4 dan R1. Hal ini menunjukkan bahwa
penggunaan cabai jawa sebanyak 3% dalam pakan dapat dijadikan alternatif
sebagai pengganti AGP untuk menurunkan angka mortalitas.
Tingkat mortalitas tertinggi terdapat pada R0 (ransum basal) sebanyak 4
ekor atau 10%, hal ini dikarenakan letak petak kandang R0 berada pada bagian
sudut kandang yang tidak memiliki sirkulasi udara yang baik dikarenakan tirai
kandang tidak dapat dibuka lebar sehingga menyebabkan sirkulasi udara tidak
lancar dan meningkatkan suhu. Sirkulasi udara yang tidak baik dapat memicu
terjadinya penumpukan amonia (NH3). Amonia (NH3) dapat menyebabkan
kematian pada ayam broiler karena pengaturan ventilasi yang kurang tepat dan
litter yang basah sehingga meningkatkan konsentrasi NH3. Jumlah kadar NH3
yang lebih tinggi dari 25 ppm pada ayam broiler dikandang menyebabkan
gangguan pernafasan ayam (Lacy dan Vest 2000). Kematian ternak pada
penelitian ini berlangsung ketika periode finisher. Hal ini diduga disebabkan oleh
adanya heat stress yang dialami oleh ternak, terutama pada bagian sudut petak
kandang. Tingkat mortalitas dipengaruhi oleh beberapa fakor diantaranya bobot
badan, bangsa, tipe ayam, iklim, kebersihan lingkungan, sanitasi peralatan, dan
kandang serta penyakit (North dan Bell 1990).
Indeks Produksi
Indeks produksi merupakan angka yang menunjukkan suatu keberhasilan
proses produksi ayam broiler dalam suatu periode. Indeks produksi dipengaruhi
oleh mortalitas, bobot akhir, FCR, dan umur pemeliharaan. Penggunaan 2% cabai
jawa di dalam pakan ayam broiler mampu memberikan nilai IP yang lebih tinggi
dibandingkan penggunaan AGP di dalam pakan ayam broiler. Hal ini menguatkan
bahwa penggunaan 2% cabai jawa di dalam pakan memberikan pengaruh yang
lebih baik dibandingkan penggunaan AGP di dalam pakan.
Lemak Abdomen
Lemak abdomen adalah lemak yang terdapat di sekitar gizzard,
proventriculus, bursa of fabricius, cloaca, dan jaringan di sekitar wilayah tersebut.
Pada ternak ayam jaringan lemak mulai terbentuk dengan cepat pada umur 6-7
minggu, kemudian mulai saat itu penimbunan lemak terus berlangsung semakin
cepat, terutama lemak abdomen pada umur delapan minggu sehingga bobot badan
ayam meningkat cepat (Pratikno 2011). Kandungan lemak pada tubuh ayam
broiler mencapai 13%-14.5% dari bobot hidup, sedangkan persentase lemak
abdomen dalam tubuh ayam mencapai 2%-3% dari bobot hidup (Haro 2005).
Berdasarkan penelitian yang dilakukan, persentase lemak abdomen pada
penelitian ini berkisar antara 0.93%-1.95 %. Oktaviana et al. (2010) menyatakan
bahwa lemak abdomen pada tubuh ayam dikatakan berlebih ketika persentase
bobot lemak abdomen lebih dari 3% dari bobot tubuh.

17
Persentase lemak abdomen terendah berada pada R4 (ransum basal+3%
cabai jawa). Penambahan cabai jawa di dalam pakan, dapat memberika efek yang
signifikan jika dibandingkan dengan R1 (ransum basal+AGP). Penurunan lemak
abdomen dapat meningkatkan efisiensi penggunaan pakan, hal ini dikarenakan
lemak abdomen akan dibuang dan tidak dikonsumsi. Sehingga penurunan lemak
abdomen akan mengurangi jumlah pakan yang terbuang untuk pembentukan
lemak abdomen.
Organ Imunitas Ayam Broiler
Tubuh melindungi dirinya sendiri melawan benda asing, seperti bakteri
dan virus, melalui aksi sistem kekebalan tubuh. Masuknya virus dan bakteri
merangsang aksi dari limfosit (sel darah putih) dan makrofag (scavangers) dalam
tubuh. Limfosit diproduksi dan diatur oleh bursa (sel B) dan timus (sel T) (Leeson
dan Summers 2000). Penggunan cabai jawa (Piper retrofractum) ke dalam pakan
tidak memberikan efek yang signifikan terhadap organ imunitas ayam br