2.4.2 Torsi
Torsi adalah perkalian antara gaya dengan jarak. Selama proses usaha maka tekanan-tekanan yang terjadi di dalam silinder motor menimbulkan suatu
gaya yang luar biasa kuatnya pada torak. Gaya tersebut dipindahkan kepada pena engkol melalui batang torak, dan mengakibatkan adanya momen putar atau torsi
pada poros engkol. Untuk mengetahui besarnya torsi digunakan alat dynamometer. Biasanya motor pembakaran ini dihubungkan dengan dynamometer
dengan maksud mendapatkan keluaran dari motor pembakaran dengan cara menghubungkan poros motor pembakaran dengan poros dynamometer dengan
menggunakan kopling elastik. Dengan demikian besarnya torsi tersebut adalah: T = F.l = m.g.l
2.2 lit 3 dimana :
T = torsi N.m m = massa yang diukur pada dynamometer kg
g = percepatan gravitasi ms
2
l = panjang tuas pada dynamometer m
2.4.3 Konsumsi Bahan Bakar Spesifik SFC
Konsumsi bahan bakar spesifik merupakan salah satu parameter prestasi yang penting di dalam suatu motor bakar. Parameter ini biasa dipakai sebagai
ukuran ekonomi pemakaian bahan bakar yang terpakai per jam untuk setiap daya kuda yang dihasilkan. Sebelum menghitung konsumsi bahan bakar spesifik, maka
harus menghitung konsumsi bahan bakar terlebih dahulu.
m
f
=
� �
.
3600 1000
. �
��
kgjam Dengan :
M
f
= konsumsi bahan bakar kgjam b = volume bahan bakar yang dipakai dalam pengujian cc
t = waktu diperlukan dalam detik s ρbb = massa jenis bahan bakar kgI
maka : SFC =
�
�
�
kgKWh Dimana :
SFC = konsumsi bahan bakar spesifik kgkWh
Universitas Sumatera Utara
M
f
= konsumsi bahan bakar kgjam P = daya kW
2.4.4 Nilai Kalor Bahan Bakar
Reaksi kimia antara bahan bakar dengan oksigen dari udara menghasilkan panas. Besarnya panas yang ditimbulkan jika satu satuan bahan bakar dibakar
sempurna disebut nilai kalor bahan bakarCalorific Value, CV . Nilai kalor bahan bakar dapat dibedakan menjadi nilai kalor atas dan nilai kalor bawah.
Nilai kalor atas High Heating Value,HHV ,merupakan nilai kalor yang diperoleh secara experiment dengan menggunakan kalorimeter dimana hasil
pembakaran bahan bakar didinginkan sampai suhu kamar sehingga sebagian besar uap air yang terbentuk dari pembakaran hidrogen mengembun dan mengeluarkan
panas latennya. Secara teoritis, besarnya nilai kalor atas HHV dapat dihitung bila diketahui komposisi bahan bakarnya dengan menggunakan persamaan
berikut: HHV = 33950 C + 144200
��
2
−
�
2
8
� + 9400 S
Dimana: HHV = Nilai kalor atas kjkg
C = Persentase karbon dalam bahan bakar H
2
= Persentase hidrogen dalam bahan bakar O
2
= Persentase oksigen dalam bahan bakar S = Persentase sulfur dalam bahan bakar
Nilai kalor bawah Low Heating Value,LHV, merupakan nilai kalor bahan bakar tanpa panas laten yang berasal dari pengembunan uap air. Umumnya
kandungan hidrogen dalam bahan bakar cair berkisar 15 yang berarti dalam satu satuan bahan bakar 0,15 bagian merupakan hidrogen. Pada proses pembakaran
sempurna, air yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar adalah setengah mol dari jumlah hidrogennya.
Selain berasal dari pembakaran hydrogen, uap air yang terbentuk pada proses pembakaran dapat pula berasal dari kandungan air yang memang sudah ada
didalam bahan bakar moisture. Panas laten pengkondensasian uap air pada tekanan parsial 20 KNm
2
tekanan yang umum timbul pada gas buang adalah
Universitas Sumatera Utara
sebesar 2400 kjkg, sehingga besarnya nilai kalor bawah LHV dapat dihitung berdasarkan persamaan berikut:
LHV = HHV – 2400 M + 9 H
2
dimana: LHV = Nilai kalor bawah kjkg
M = Persentase kandungan air dalam bahan bakar moisture
Dalam perhitungan efisiensi panas dari motor bakar, dapat mengggunakan nilai kalor bawah LHV dengan asumsi pada suhu tinggi saat gas buang
meninggalkan mesin tidak terjadi pengembunan air. Namun dapat juga menggunakan nilai kalor atas HHV karena nilai tersebut umumnya lebih cepat
tersedia. Peraturan pengujian berdasarkan ASME American of Mechanical Enggineers menentukan penggunaan nilai kalor atas HHV, Sedangkan
peraturan SAE Society of Automotive Enggineers menentukan penggunaan nilai kalor bawah LHV.
2.4.5 Efisiensi Thermal Brake