Sintesis Surfaktan Alkil Poliglikosida (Apg) Berbasis Dodekanol Dan Heksadekanol Dengan Reaktan Glukosa Cair 75 %

SINTESIS ALKIL POLIGLIKOSIDA (APG) BERBASIS
DODEKANOL DAN HEKSADEKANOL DENGAN
REAKTAN GLUKOSA CAIR 75%

FINA UZWATANIA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK
CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Sintesis Surfaktan Alkil
Poliglikosida Berbasis Dodekanol dan Heksadekanol dengan Reaktan Glukosa Cair
75% adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2015

Fina Uzwatania
F351124121

RINGKASAN
FINA UZWATANIA. Sintesis Surfaktan Alkil Poliglikosida (APG) berbasis
Dodekanol dan Heksadekanol dengan Reaktan Glukosa Cair 75 %. Dibimbing oleh
ERLIZA HAMBALI dan ANI SURAYANI.
Alkil poliglikosida (APG) merupakan surfaktan non ionik yang dihasilkan
dari bahan baku yang dapat diperbaharui berbasis karbohidrat dan minyak nabati
yaitu glukosa dan alkohol lemak. Glukosa merupakan bahan baku utama yang
membentuk gugus hidrofilik dan alkohol lemak membentuk gugus hidrofobik.
Surfaktan APG disintesis dengan menggunakan alkohol lemak dengan panjang
rantai C12 dan C16 melalui proses dua tahap (butanolisis dan transasetalisasi) yang
dikatalisis oleh methyl ester sulfonic acid (MESA). Pengamatan dilakukan terhadap
sifat fisiko kimia dan kinerja dari APG yang dihasilkan sebagai fungsi konsentrasi
MESA (1,5; 2 dan 2%) dan jenis alkohol lemak.

Jenis alkohol lemak dan konsentrasi katalis tidak berpengaruh nyata
terhadap pH dan densitas. Hasil analisis terhadap surfaktan APG menunjukkan
bahwa kemampuan menurunkan tegangan permukaan dan tegangan antarmuka
serta stabilitas emulsi meningkat dengan semakin panjang rantai alkil dan tinggi
busa menurun dengan semakin panjang rantai alkil. Surfaktan APG kombinasi
perlakuan jenis alkohol lemak C16 dengan konsentrasi katalis MESA 2,5%
memiliki karakteristik nilai rata-rata kemampuan menurunkan tegangan permukaan
pada konsentrasi surfaktan APG 1% sebesar 68,12%, kemampuan menurunkan
tegangan antarmuka 98,14%, stabilitas emulsi 64%, pH 7,69 dan pembusaan
7,12%.
Kata kunci : alkil poliglikosida, surfaktan, glukosa, alkohol lemak

SUMMARY
FINA UZWATANIA. Synthesis of Alkyl Poliglycosides Surfactant Based On
Dodecanol and Hexadecanol with Liquid Glucose 75% as Reactant. Supervised by
ERLIZA HAMBALI and ANI SURYANI
Alkylpoliglucosides (APG) is nonionic surfactant produced from
renewable raw materials that based on carbohydrate and vegetable oils i.e. APG
made from glucose and fatty alcohol. Glucose is the main material that formed the
hydrophilic group, and fatty alcohol also as the main material that form the

hydrophobic group. Two step method (Butanolysis and Transasetalisation) is the
method to synthesize the APG using fatty alcohol which have C12 and C16 chain
length and the catalyst of methyl ester sulfonic acid (MESA).
Physical and Chemical Properties from the produced APG were observed
to see the effect of different catalyst concentration (1.5; 2 and 2.5%) and the type
of fatty alcohol. The product evaluated for surface active properties. The chemical
structures of the product were confirmed using Fourier transform infrared
spectroscopy. The effect of fatty alcohol and concentration of catalyst were not
significantly different to the pH and density. The result showed that reduction
surface tension, reduction interfacial tension and emulsion stability increase with
increasing alkyl chain length and foam height decreases as the alkyl chain length
increases. The best APG was obtained from C16 fatty alcohol (hexadecanol) and
2.5% of MESA catalyst, with the ability to reduce surface tensions at 1%
concentration were 68.12%; the ability to reduce interfacial tensions were 98.14%,
64% of stability of emulsion, 7.12% of foam height and 7.69 pH.
Keywords : alkylpoliglycoside, non ionic surfactant, glucose, fatty alcohol

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau

menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

SINTESIS ALKIL POLIGLIKOSIDA (APG) BERBASIS
DODEKANOL DAN HEKSADEKANOL DENGAN
REAKTAN GLUKOSA CAIR 75%

FINA UZWATANIA

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Teknologi Industri Pertanian

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2015

Penguji pada Ujian Tesis: Dr. Ir. Sapta Raharja, DEA

1

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak 2014 ini ialah evaluasi
teknologi, dengan judul Sintesis Surfaktan Alkil Poliglikosida (APG) Berbasis
Dodekanol dan Heksadekanol dengan Reaktan Glukosa Cair 75%.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Ibu Prof. Dr. Erliza Hambali dan Ibu
Prof. Dr. Ani Suryani, DEA selaku pembimbing. Di samping itu, ungkapan
terima kasih juga disampaikan kepada Muhammad Fazriansyah (Suami), Faiza
Sakhi Annasya (Anak), kedua orangtua, ayah dan ibu mertua, kakak dan adikadik serta sahabat-sahabat yang selalu mendukung dalam penyelesaian studi di
Pasca Sarjana, PT. Ecogreen Oleochemical, Seluruh teknisi serta staff Surfactant
and Bioenergy Research Center (SBRC), Teman-teman yang tidak bisa

disebutkan satu per satu dan seluruh staf departemen Teknologi Industri
Pertanian.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Oktober 2015

Fina Uzwatania

DAFTAR ISI
DAFTAR ISI

iv

DAFTAR TABEL

iv

DAFTAR GAMBAR

v


DAFTAR LAMPIRAN

vi

1 PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian

2

Ruang Lingkup Penelitian

2


2 METODE

3

Kerangka Penelitian

3

Waktu dan Tempat Penelitian

3

Alat dan Bahan

4

Metode Penelitian

5


Karakteristik APG

7

3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Sintesis Surfaktan APG

8
8

Sifat Fisiko Kimia dan Kinerja Surfaktan APG

12

Rendemen dan Neraca Massa

20

4 SIMPULAN DAN SARAN


26

DAFTAR PUSTAKA

27

LAMPIRAN

29

RIWAYAT HIDUP

51

DAFTAR TABEL
1

Karakteristik alkohol lemak dodekanol dan heksadekanol


4

2

Karakteristik glukosa cair 75%

4

3

Karakteristik katalis MESA

5

4

Rata-rata densitas surfaktan APG hasil sintesis

13

5

Rata-rata pH surfaktan APG hasil sintesis

13

6

Neraca massa APG alkohol lemak C16 konsentrasi katalis 1,5 %

22

DAFTAR GAMBAR

1

Diagram Alir Sintesis APG

6

2

Reaktor Sintesis Surfaktan APG

8

3

Reaksi Proses Sintesis APG Dua Tahap

10

4

Reaksi Netralisasi

11

5

Struktur Kima Alkil Poliglikosida (APG)

11

6

Sample Surfaktan APG Hasil Penelitian

12

7

Molekul Air Ditarik oleh Molekul Air yang Lain

14

8

Pembentukan Micelles

15

9

Rata-rata nilai tegangan permukaan APG hasil sintesis

16

10

Rata-rata nilai tegangan antarmuka APG hasil sintesis

17

11

Rata-rata stabilitas emulsi surfaktan APG hasil sintesis

18

12

Rata-rata persentase busa surfaktan APG hasil analisis

20

13

Rata-rata rendemen surfaktan APG

21

14

Diagram neraca massa sintesis surfaktan APG

22

15

Hasil analisa FTIR glukosa cair 75%

23

16

Hasil analisa FTIR alkohol lemak C16

23

17

Hasil analisa FTIR surfaktan APG (C12)

24

18

Hasil analisa FTIR surfaktan APG (C16)

25

DAFTAR LAMPIRAN
1

Prosedur analisis

29

2

Tabel data, uji ragam (α=5%), dan uji Duncan parameter densitas

32

3

Tabel data, uji ragam (α=5%), dan uji Duncan parameter pH

34

4

Tabel data, uji ragam (α=5%), dan uji Duncan parameter tegangan permukaan

35

5

Tabel data, uji ragam (α=5%), dan uji Duncan parameter tegangan permukaan

37

6

Tabel data, uji ragam (α=5%), dan uji Duncan parameter Stabilitas Emulsi

38

7

Tabel data, uji ragam (α=5%), dan uji Duncan parameter Persentase Busa

47

8

Tabel data, uji ragam (α=5%), dan uji Duncan parameter rendemen

48

9

Perhitungan Neraca Massa Sintesis Surfaktan APG

49

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang
Alkil poliglikosida (APG) merupakan surfaktan yang terbuat dari bahanbahan alami terbarukan, yaitu dari karbohidrat dan alkohol lemak. Aplikasi
surfaktan pada industri sangat luas, contohnya yaitu sebagai bahan utama pada
industri deterjen dan pembersih lainnya, bahan pembusaan dan emulsifier pada
industri kosmetik dan farmasi, bahan emulsifier pada industri cat, serta bahan
emulsifier pada industri pangan . Flider (2001) menyebutkan pemakaian terbesar
surfaktan adalah untuk aplikasi pencucian dan pembersihan (washing and
cleaning applications), namun surfaktan banyak pula digunakan pada industri
pertambangan, cat, kertas, tekstil, serta produk kosmetika dan produk perawatan
diri (personal care products).
Surfaktan merupakan molekul amphipatic yang memiliki sifat hidrofilik
yang bersifat polar dan hidrofobik yang bersifat non polar. Karena sifat ini
surfaktan dapat larut dalam larutan yang berbeda derajat polaritas dan ikatan
hidrogennya seperti air dan minyak. Surfaktan dibagi menjadi empat bagian
penting dan digunakan secara meluas pada hampir semua sektor industri modern.
Jenis-jenis surfaktan tersebut adalah surfaktan anionik, surfaktan kationik,
surfaktan nonionik dan surfaktan amfoterik.
Alkil poliglikosida merupakan surfaktan yang bersifat nonionik karena
pada gugus polar (hidrofilik) tidak bermuatan. Sifat hidrofobiknya terdapat pada
gugus alkil alkohol lemak dan sifat hidrofiliknya terdapat pada molekul glukosa.
Konfigurasi hidrofilik dan hidrofobik tersebut membuat surfaktan memiliki
fungsi yang beragam di berbagai industri. APG diklasifikasikan sebagai surfaktan
ramah lingkungan (Hill et al. 2000). Surfaktan APG tidak menimbulkan iritasi
pada mata, kulit dan membran serta dapat terurai dengan baik secara aerob dan
anaerob (Mehling et al. 2007).
Bahan baku surfaktan dapat berasal dari sumber nabati. Salah satu bahan
baku surfaktan yang potensial di Indonesia adalah minyak sawit. Menurut Foster
(1996), kelebihan pemanfaatan minyak sawit sebagai bahan baku pembuatan
surfaktan adalah bersifat terbarukan (renewable resources), bersifat lebih bersih
(cleaner) dan lebih murni dibandingkan menggunakan bahan baku berbasis
petrokimia. Data Badan Pusat Statistik (2015) menyatakan pada tahun 2013
produksi minyak kelapa sawit (Crude Palm Oil/CPO) sebesar 26.895.500 ton dan
produksi minyak inti sawit (Palm Kernel Oil/PKO) sebesar 5.549.200 ton dengan
luas area 10.586.000 ha. Minyak sawit dan minyak inti sawit merupakan bahan
baku untuk menghasilkan alkohol lemak (fatty alcohol). Selain minyak sawit,
Indonesia merupakan salah satu negara penghasil ubi kayu, dimana jumlah
produksi ubi kayu pada tahun 2014 sebesar 23.458.128 ton dengan luas area
1.003.293 ha. Minyak sawit dan pati ubi kayu merupakan bahan hasil pertanian
yang dapat diolah lebih lanjut menjadi surfaktan APG.
Surfaktan APG dapat disintesis dengan metode Fischer melalui proses
asetalisasi atau melalui proses butanolisis dan transasetalisasi dan dilanjutkan
dengan proses netralisasi dan distilasi. Sintesis APG melalui proses butanolisis
dan transasetalisasi menggunakan bahan baku glukosa dan alkohol lemak dengan

panjang rantai yang berbeda telah dilakukan oleh Ware et al. (2007) alkohol
lemak yang digunakan yaitu oktanol (C8), dekanol (C10), dodekanol (C12),
heksadekanol (C16), dan oktadekanol (C18) serta El-Sukkary et al. (2008) juga
telah melakukan sintesis APG menggunakan oktanol (C8), nonanol (C9), dekanol
(C10), dodekanol (C12) dan tetradekanol (C14). Sedangkan Böge dan Tietze (1998)
menggunakan glukosa dan alkohol lemak dodekanol (C12) untuk sintesis APG.
Selain itu, Corma et al. (1998) melakukan sintesis APG melalui proses asetalisasi
dengan bahan baku alkohol lemak oktanol (C8) dan dodekanol (C12)
menggunakan katalis zeolit H-beta.
Katalis yang umumnya digunakan pada sintesis APG adalah p-toluene–
sulfonic acid (PTSA) (Ware et al. 2007; El-Sukkary et al. 2008). Pada penelitian
ini dilakukan percobaan dengan menggunakan katalis MESA sebagai alternatif
katalis yang lebih ramah lingkungan dan terbarukan dari minyak sawit. Sakarida
yang dapat digunakan untuk memproduksi APG diantaranya glukosa, fruktosa,
manosa, galaktosa, xylosa, pati, sukrosa, laktosa dan lain sebagainya baik dalam
bentuk cairan maupun padatan. Penggunaan glukosa dan pati lebih banyak
digunakan dengan alasan ketersediaan dan biaya yang lebih murah (O’Lenick
2007). Bahan berpati yang digunakan dalam proses sintesis APG saat ini masih
didominasi oleh pati kentang dan jagung sebagai gugus hidrofilik dan alkohol
lemak C14-C18 sebagai sumber gugus hidrofobik (Hill 2009).
Penelitian sintesis APG dengan menggunakan pati sagu telah dilakukan
oleh Suryani et al. (2009) dan tapioka oleh Bastian et al. (2012). Pada proses
sintesis APG dengan menggunakan bahan baku pati, terlebih dahulu melalui
proses hidrolisis untuk memutus ikatan glikosida pada pati sehingga terbentuk
gula sederhana. Gula sederhana tersebut yang akan berikatan dengan butanol
melalui proses alkoholisis hingga terbentuknya butil monoglikosida atau butil
poliglikosida. Sebagai bahan baku untuk sintesis APG, pati memiliki kelemahan
yaitu mengandung amilosa dan amilopektin yang memiliki keterbatasan kelarutan
dan kemampuan mengembang pada alkohol, khususnya alkohol hidrofobik. Oleh
sebab itu pada penelitian ini digunakan glukosa cair 75 % berbasis ubi kayu.

Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah mengetahui pengaruh jenis alkohol
lemak (fatty alcohol) C12 dan C16 serta pengaruh konsentrasi katalis MESA
terhadap karakteristik dan rendemen Alkil Poliglikosida (APG) yang dihasilkan.
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini meliputi :
1. Proses sintesis alkil poliglikosida (APG) melalui reaksi butanolisis dan
transasetalisasi
2. Bahan baku yang digunakan adalah alkohol lemak (fatty alcohol) dodekanol
(C12) dan heksadekanol (C16) minyak sawit
3. Glukosa cair 75% yang digunakan berasal dari pati ubi kayu
4. Katalis yang digunakan adalah MESA (Methyl ester sulfonic acid)

2 METODE
Kerangka Penelitian
Penelitian proses sintesis alkil poliglikosida (APG) menggunakan bahan
baku glukosa cair dan alkohol lemak dilakukan mengingat potensi ketersediaan
ubi kayu dan kelapa sawit di Indonesia. Kedua bahan tersebut perlu ditingkatkan
nilai tambahnya. Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk meningkatkan
nilai tambah ubi kayu dan kelapa sawit adalah dengan mengolahnya menjadi
surfaktan.
Proses produksi surfaktan APG berbasis alkohol lemak dodekanol dan
heksadekanol merupakan modifikasi proses produksi dua tahap Wuest et al.
(1992) dengan merubah sumber patinya dari kentang menjadi glukosa cair 75%
dan 2 buah reaktor dimodifikasi menjadi 1 buah reaktor. Dikarenakan kelarutan
glukosa dalam alkohol lemak rendah, beberapa peneliti mereaksikan terlebih
dahulu glukosa dengan butanol, yaitu melalui reaksi butanolisis. Dalam penelitian
ini dilakukan sintesis surfaktan APG dari jenis alkohol lemak dengan panjang
rantai atom yang berbeda yaitu dodekanol (C12) dan heksadekanol (C16) melalui
reaksi butanolisis dan transasetalisasi menggunakan katalis MESA (metil ester
sufonat acid). Selanjutnya sintesis tersebut dilanjutkan dengan tahap netralisasi
dan distilasi.
Panjang rantai atom karbon alkohol lemak (fatty alcohol) berpengaruh
terhadap kualitas surfaktan APG yang dihasilkan. Surfaktan APG yang disintesis
menggunakan alkohol lemak C12 memiliki sifat sebagai bahan pembusa, bahan
pembasah serta sebagai bahan pembersih yang baik untuk produk-produk
perawatan diri (personal care products) (Rosen 2004) sedangkan surfaktan APG
yang disintesis dari alkohol lemak C14 – C20 semakin tinggi daya bersih yang
dihasilkan yang dapat diaplikasikan untuk pembuatan deterjen dan membersihkan
permukaan yang keras (hard surface cleaners) (Showell 2006).
Pemilihan katalis pada proses sintesa APG sangat menentukan
keberhasilan terbentuknya ikatan asetal serta memperpendek proses sintesis. Pada
penelitian ini dipilih katalis MESA (methyl ester sulfonic acid), karena katalis
tersebut berasal dari bahan organik yang dapat diperbaharui dan bersifat
biodegradable. Kajian dilakukan terhadap pengaruh jenis alkohol lemak C12 dan
C16 serta penambahan konsentrasi katalis MESA (1,5; 2 dan 2,5%).
Waktu dan Tempat Pelaksanaan Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan selama empat bulan yaitu pada bulan
September 2014 hingga Maret 2015. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium
Surfactant and Bioenergy Research Center (SBRC), Kampus IPB Baranangsiang,
Bogor dan di Laboratorium Studi Biofarmaka IPB IPB untuk analisis FTIR.

Alat dan Bahan
Peralatan yang digunakan untuk sintesis dan analisis surfaktan alkil
poliglikosida (APG) adalah reaktor berpengaduk, hot plate magnetic stirrer,
timbangan, gelas ukur, gelas piala, pH meter, erlenmeyer, pipet dan termometer.
Bahan-bahan yang digunakan untuk sintesis alkil poliglikosida adalah
alkohol lemak C12 (dodekanol) dan C16 (heksadekanol) yang diperoleh dari PT.
Ecogreen Oleocemical, glukosa cair 75 % yang diperoleh dari PT. Raya
Sugarindo Inti, butanol, aquades, katalis MESA (Methyl ester sulfonic acid), dan
NaOH 50%.
Alkohol lemak merupakan turunan dari minyak nabati seperti minyak
kelapa maupun minyak kelapa sawit yang lebih dikenal sebagai alkohol lemak
alami sedangkan turunan dari petrokimia dikenal sebagai alkohol lemak sintetik
(Hill et al. 2000). Berikut adalah karakteristik alkohol lemak C12 (dodekanol) dan
alkohol lemak C16 (heksadekanol) berdasarkan certificate of analysis (CoA) oleh
PT. Ecogreen Oleochemical Indonesia (Tabel 1)

No
1

2
3
4
5
6
7
8
9

Tabel 1 Karakteristik alkohol lemak dodekanol dan heksadekanol
Karakteristik
Alkohol Lemak
Dodekanol
Heksadekanol
Persentase asam lemak (wt%)
a. C10 & lower
0
b. C12
99,6
c. C14 & higher
0,4
d. C14 & lower
0,3
e. C16
99,5
f. C18 & higher
0,2
Hidrokarbon (wt%)
0,22
0,16
Bilangan asam (mg KOH/gram)
0,01
0,01
Bilangan Penyabunan (mg KOH/gram)
0,23
0,10
Bilangan Iod (g/100 g)
0,01
0,02
Kadar air (wt%)
0,03
0,12
Warna, APHA
3
3
o
Titik beku ( C)
23
49
Bilangan hidroksil (mg KOH/g)
301
232
Sumber : CoA PT. Ecogreen Oleochemical

Karakteristik glukosa cair 75% yang digunakan sebagai bahan baku
sintesis APG berdasarkan certificate of analysis (CoA) oleh PT. Raya Sugarindo
Inti dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Karakteristik glukosa cair 75%
No
Karakteristik
Nilai
1
Visual
0,05 OD
2
Brix
75
3
Dextrose Equivalent (%) 38,25
4
pH
5,50
5
SO2 (ppm)
112,82
Sumber : CoA PT. Raya Sugarindo Inti

Methyl ester sulfonic acid (MESA) merupakan senyawa antara yang
dihasilkan dalam produksi surfaktan metil ester sulfonat (MES) berasal dari
minyak sawit. Karakteristik katalis methyl ester sulfonic acid (MESA) yang
digunakan sebagai bahan baku sintesis APG dapat dilihat pada Tabel 3.

No
1
3
4

Tabel 3 Karakteristik katalis MESA
Analisis
Nilai
Densitas (g/cm3)
0,9173
pH
2,2
Warna
Hitam
Sumber : Putri (2014)
Metode Penelitian
Sintesis APG

Proses butanolisis dilakukan pada reaktor dengan mencampurkan glukosa
cair 75 % dengan butanol dengan rasio mol 1 : 5,9 dan katalis methyl ester
sulfonic acid (MESA) dengan konsentrasi 1,5%, 2% dan 2,5% dari berat glukosa.
Kondisi proses pada suhu 130oC – 150 oC dengan tekanan 3-5 bar selama 30
menit. Proses transasetalisasi dilakukan pada reaktor dengan mencampurkan hasil
proses butanolisis dengan alkohol lemak (fatty alcohol) dan katalis methyl ester
sulfonic acid (MESA) dengan jumlah 50% dari katalis awal. Rasio mol glukosa
dan butanol adalah 1 : 3. Proses transasetalisasi pada suhu 120-130 oC dengan
kondisi vakum 15 – 25 mmHg selama 2 jam. Campuran bahan hasil
transasetalisasi didinginkan hingga mencapai suhu 80-90 oC yang kemudian
dilakukan netralisasi sampai pH 8-10 dengan menggunakan NaOH 50%.
Selanjutnya proses distilasi yang bertujuan untuk mengeluarkan alkohol lemak
yang tidak bereaksi. Proses distilasi dilakukan pada suhu 160-180 oC dan tekanan
vakum 15 mmHg selama 2 jam. Diagram alir proses sintesis APG disajikan pada
Gambar 1.
Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap
(RAL) faktorial dengan dua faktor dan dua kali ulangan. Faktor yang digunakan
adalah jenis alkohol lemak yang digunakan (A) dengan 2 taraf (C12 dan C16) dan
konsentrasi katalis MESA pada proses butanolisis (B) dengan 3 taraf (1,5%, 2%,
2,5% dari berat glukosa). Model yang digunakan :
Yijk = μ + Ai + Bj + (AB)ij + ɛijk
Keterangan :
Yijk
= Nilai pengamatan akibat pengaruh faktor A taraf ke-i dan pengaruh
faktor B taraf ke-j untuk ulangan ke-k
μ
= Rataan umum
Ai
= Pengaruh faktor A (jenis alkohol lemak) taraf ke-i (i=C12 dan C16)

Bj
(AB)ij
ɛijk

= Pengaruh faktor B (konsentrasi MESA) taraf ke-j (j=1,5%,2% dan
2,5%)
= Pengaruh interaksi antara faktor A taraf ke-i dan faktor B taraf ke-j
= Pengaruh galat faktor A taraf ke-i, faktor B taraf ke-j, dan ulangan
ke-k (k=1,2)
Glukosa Cair 75%

Katalis MESA
1,5;2;2,5%

Alkohol lemak
C12 dan C16

Butanolisis
T = 130 - 150oC
P = 3-5 bar
t = 30 menit

Transasetalisasi
T = 120 - 130oC
P = 15-25 mmHg
t = 2 jam

Butanol

Butanol

Katalis MESA

NaOH 50%

Netralisasi
T = 80 – 90oC
t = 30 menit

Distilasi
T = 160 – 180oC
P = 15 mmHg
t = 2 jam

Alkohol
lemak

APG

Gambar 1 Diagram Alir Sintesis APG
Karakteristik dan Rendemen Surfaktan APG
Pengamatan pengaruh perlakuan terhadap APG yang dihasilkan yaitu
rendemen, analisis sifat fisiko kimia dan kinerja meliputi pH, densitas dan FTIR
(Fourier Transform Infra Red Spectroscopy), tegangan permukaan, tegangan
antarmuka, stabilitas emulsi dan persentase busa. Prosedur analisis dari parameter
yang diamati dapat dilihat pada Lampiran 1.

Analisa uji tegangan permukaan dan tegangan antarmuka dilakukan
dengan menggunakan Spinning Drop Tensiometer merek TV 500c, pengukuran
densitas atau bobot jenis dilakukan dengan density meter Anton Paar DMA
4500m, pH dengan menggunakan pH meter Schott dan analisi gugus fungsi FTIR
Bruker Tensor 37.

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

Sintesis Surfaktan APG
Sintesis surfaktan APG dilakukan melalui proses butanolisis,
transasetalisasi, netralisasi dan diakhiri dengan proses distilasi menggunakan
reaktor berpengaduk dengan kapasitas 2 liter terbuat dari stainless steel yang
dilengkapi dengan thermoset digital untuk mengatur suhu dengan memanaskan
silicon oil sebagai media pemanas, thermocoupel untuk mengetahui suhu di
dalam reaktor serta indikator tekanan. Pengaduk dalam reaktor menggunakan
pengaduk jenis propeller (baling-baling) dan pada bagian dinding dalam reaktor
dilengkapi dengan baffle. Tutup reaktor dilengkapi dengan kran yang
dihubungkan dengan barometer tekanan tinggi dan barometer vakum dan
pendingin. Seal antara penutup reaktor dengan reaktor menggunakan seal silicon
yang tahan sampai suhu 200 oC. Reaktor yang digunakan pada penelitian ini
dapat dilihat pada Gambar 2.

D

A
F

E

C
B

G

Gambar 2 Reaktor yang digunakan pada penelitian : (A) reaktor, (B) thermoset
digital, (C) thermocopel, (D) pengaduk, (E) erlenmeyer distilat, (F)
erlenmeyer silika gel, (G) pompa vakum

Proses butanolisis
Tahap butanolisis merupakan reaksi antara monosakarida dan butanol
dengan menggunakan katalis asam untuk membentuk produk butil glikosida.
Pemilihan katalis pada proses sintesa APG sangat menentukan keberhasilan
terbentuknya ikatan asetal serta memperpendek proses sintesa berlangsung.
Katalis MESA merupakan senyawa antara yang dihasilkan dalam produksi
surfaktan metil ester sulfonat (MES). Reaksi sulfonasi dari metil ester
menghasilkan methyl ester sulfonic acid yang berwarna gelap dan bersifat asam.

Proses butanolisis dilakukan dengan perlakuan penambahan katalis MESA
sebesar 1,5; 2; dan 2,5% pada suhu 130-150 oC. Katalis pada proses sintesis
APG, bertujuan untuk mempercepat proses sintesis APG.
Menurut Luders (2000), semakin rendah suhu maka proses reaksi akan
berjalan semakin lambat. Semakin tinggi suhu sintesis yang digunakan maka
reaksi akan berjalan lebih cepat, namun proses harus dijaga untuk meminimalkan
pembentukan by-product yang tidak diinginkan pada penggunaan suhu yang
tinggi. Selain itu diperlukan ion H+ yang cukup dari katalis asam untuk
membantu reaksi antara gula dan butanol. Proses ini berlangsung selama 30 menit
dengan kondisi tekanan 3-5 bar dan kecepatan pengadukan 200 rpm. Tahap
butanolisis akan menghasilkan larutan yang berwarna coklat muda terdiri dari
butil glikosida, kelebihan butanol dan residu.
Proses transasetalisasi
Produk dari tahap butanolisis yaitu butil glikosida kemudian direaksikan
dengan alkohol lemak C12 dan C16 menggunakan katalis MESA sebanyak 50%
dari jumlah katalis awal. Proses transasetalisasi berlangsung pada suhu 120-130
o
C selama 2 jam dengan kecepatan pengadukan 200 rpm dan dalam keadaan
vakum. Selama proses transasetalisasi berlangsung, sisa butanol dan air yang
dihasilkan pada proses butanolisis akan keluar melalui proses distilasi vakum.
Pada tahap ini dihasilkan APG yang masih bercampur dengan alkohol lemak.
Menurut Swern (1979), panjang molekul sangat kritis untuk
keseimbangan kebutuhan gugus hidrofilik dan hidrofobik. Apabila rantai
hidrofobik terlalu panjang, akan terjadi ketidakseimbangan, terlalu besarnya
afinitas untuk gugus minyak atau lemak atau terlalu kecilnya afinitas untuk gugus
air. Hal ini akan ditunjukkan oleh keterbatasan kelarutan didalam air. Demikian
juga sebaliknya, apabila rantai hidrofobiknya terlalu pendek, komponen akan
memiliki keterbatasan kelarutan dalam minyak. Pada umumnya panjang rantai
terbaik untuk surfaktan adalah asam lemak dengan 10-18 atom karbon. Pada
penelitian ini digunakan alkohol lemak dengan panjang rantai C12 dan C16 yang
berasal dari minyak sawit.
Kondisi asam dan suhu tinggi selama sintesis alkil poliglikosida
menghasilkan produk sekunder seperti polidekstrosa, dan warna gelap. Dengan
menggunakan suhu yang lebih rendah (120 oC) dapat
mempercepat pembentukan polidekstrosa dan perubahan warna pada karbohidrat.
Alkohol lemak pada APG diperlukan untuk memperoleh gugus alkil rantai
panjang sebagai bagian yang bersifat hidrofobik. Semakin panjang rantai gugus
alkil, sifat non polar akan semakin tinggi. Pada proses transasetalisasi, butil
glikosida bereaksi dengan alkohol lemak yang dilakukan pada kondisi vakum
untuk menurunkan titik didih dari alkohol lemak sehingga gugus OH akan
menjadi lebih reaktif untuk menggantikan rantai pendek alkohol (butil) oleh
rantai panjang alkohol membentuk senyawa surfaktan alkil poliglikosida (APG).
Setelah proses transasetalisasi didapatkan hasil berupa cairan berwarna coklat
muda. Derajat keasaman larutan yang dihasilkan yaitu antara pH 2–4. McCurry
(1994), menyatakan bahwa larutan hasil proses transasetalisasi terdiri dari dodecil

poliglikosida, alkohol lemak berlebih, polidekstrosa dan sebagian kecil gula yang
tidak ikut bereaksi dengan alkohol lemak.

Glukosa

Gambar 3 Proses sintesis APG dua tahap (Hill 2000) : (I) Reaksi butanolisis (II)
Reaksi transasetalisasi
Proses netralisasi
Proses netralisasi dilakukan pada suhu 80-90 oC dan dilakukan pada
tekanan normal. Tahapan netralisasi ini bertujuan untuk menetralisir asam methyl
ester sulfonic acid dengan menambahkan basa NaOH 50 % hingga tercapai
suasana basa yaitu pada pH sekitar 8-10. Penambahan NaOH menciptakan
suasana basa dalam larutan karena gugus ether yang terbentuk dari ikatan asetal
antara aldehid dan alkohol lebih stabil dalam kondisi basa (Noerdin 2008).
Penggunaan larutan natrium hidroksida (NaOH) sangat dianjurkan karena tidak
bereaksi terhadap alkohol atau produk. Selain itu penggunaan natrium hidroksida
lebih luas, dengan biaya rendah dan memiliki kemampuan lebih baik
dibandingkan basa lainnya meskipun dengan konsentrasi rendah (Hargreaves
2003).
Basa kuat biasa digunakan karena dapat memberikan kondisi pH yang
tinggi meskipun dalam jumlah yang kecil. Natrium hidroksida (NaOH)
merupakan senyawa basa kuat. NaOH akan terionisasi sempurna saat dilarutkan
dan menjadi sumber ion OH-, sehingga memberikan kondisi alkali ketika
ditambahkan pada proses netralisasi. NaOH berbentuk lempengan atau padatan
tipis-tipis (flake). Sebelum direaksikan, flake tersebut harus dilarutkan dengan air.
NaOH sebagai larutan 50%, merupakan cairan yang tidak berbau dan tidak
berwarna. Pada semua bentuk, sangat korosif dan reaktif.
Pada proses netralisasi, konsentrasi katalis MESA yang digunakan akan
berpengaruh pada jumlah basa yang digunakan karena katalis MESA bersifat
asam semakin banyak jumlah katalis MESA yang digunakan maka semakin
banyak pula basa yang ditambahkan pada proses netralisasi.
Reaksi penetralan (netralisasi) didefinisikan sebagai reaksi antara asam
dan basa yang masing-masing dalam kuantitas yang ekuivalen secara kimiawi.
Suatu larutan akan benarbenar netral jika asam dan basa sama kuat. Bila tidak,
maka yang akan diperoleh adalah asam lemah atau basa lemah. Suatu larutan
dikatakan bersifat netral bila konsentrasi H+ sama dengan konsentrasi OH-. Pada
umumnya dengan penetralan semua proton yang tersedia dari asamnya dan semua
ion hidroksida dari basanya akan bereaksi membentuk sejumlah air. Oleh karena

itu pada akhir proses netralisasi dilakukan pada kondisi suhu 80-90 °C untuk
menguapkan sejumlah air yang terbentuk selama proses netralisasi.
Menurut penelitian Andriandi (2006), katalis MESA ini ketika
dinetralisasi tidak akan membentuk disalt (disodium karboksi sulfonat) tetapi
akan membentuk surfaktan MES dengan reaksi seperti pada Gambar 4.

Gambar 4 Reaksi Netralisasi
Proses distilasi
Proses distilasi pada sintesa APG adalah untuk memisahkan butanol dan
alkohol lemak yang tidak bereaksi dari APG, perbedaan titik didih akan
memisahkan komponen tersebut dari APG. Proses distilasi memerlukan suhu
tinggi dan tekanan rendah untuk memisahkan alkohol lemak yang tidak ikut
bereaksi. Proses distilasi ini dapat dilakukan pada suhu sekitar 160-180 oC dengan
tekanan vakum. Hasil akhir proses destilasi akan diperoleh APG kasar berbentuk
pasta yang berwarna coklat kehitaman yang akan segera mengeras pada suhu
ruang. Glukosa terhidrasi pada suhu dan tekanan yang tinggi dan akan
menghasilkan senyawa furfural yang menyebabkan produk menjadi gelap (Aida
et al. 2007). Struktur alkil poliglikosida (APG) dapat dilihat pada Gambar 5.

Gambar 5 Struktur kimia Alkil Poliglikosida (APG)
Pada tahapan distilasi diharapkan memperoleh kandungan alkohol lemak
sekecil mungkin pada produk APG yaitu kurang dari 5% dari berat produk.
Kelebihan alkohol lemak yang tidak bereaksi pada produk akan mengurangi
efektifitas kerja dari surfaktan APG. Untuk itu, pada saat proses distilasi
berlangsung dilakukan pengecekan setiap saat selama proses distilasi berlangsung
untuk memperoleh produk dengan kandungan alkohol lemak serendah mungkin
dan terhindar dari kerusakan (kering) jika waktu destilasi terlalu lama atau
kandungan alkohol lemak masih terlalu banyak jika waktu reaksi terlalu singkat.
APG hasil sintesis berbentuk padatan sedangkan APG komersial bersifat
cairan kental berwarna keruh transparan. Hal ini disebabkan karena APG
komersial mengkombinasikan alkohol lemak C8, C10, C12 dan C14. Menurut Ware
et al. (2007) sintesis APG menggunakan alkohol lemak C8 dan C10 akan
menghasilkan APG yang bersifat cairan kental, sedangkan menggunakan alkohol

lemak dengan jumlah C yang lebih tinggi, APG yang dihasilkan akan berbentuk
padat pada suhu kamar. Surfaktan APG yang dihasilkan pada penelitian ini dapat
dilihat pada Gambar 6.

(a)

(d)

(b)

(c)

(e)

(f)

Gambar 6 Sample surfaktan APG yang dihasilkan dari berbagai perlakuan : (a)
APG C12 katalis MESA 1,5% (b) APG C12 katalis MESA 2 % (c)
APG C12 katalis MESA 2,5% (d) APG C16 katalis MESA 1,5% (e)
APG C16 katalis MESA 2% (f) APG C16 katalis MESA 2,5%
Sifat Fisiko Kimia dan Kinerja Surfaktan APG
Densitas
Analisis densitas larutan surfaktan diukur dengan menggunakan density
meter pada suhu 30 oC disajikan pada Tabel 4 dan Lampiran 2. Larutan surfaktan
APG dilarutkan dalam air dengan konsentrasi 0,5; 1; 1,5; 2 dan 2,5%. Hasil
analisis densitas berbagai konsentrasi larutan surfaktan APG yang diamati
menunjukkan variasi rata-rata antara 0,9966 – 1,001 kg/m3.
Berdasarkan hasil analisis ragam (α = 0,05) jenis alkohol lemak,
konsentrasi katalis dan interaksi antara kedua faktor tidak berpengaruh nyata
terhadap nilai densitas surfaktan APG. Hal ini dapat disebabkan pada tiap-tiap
sampel hasil sintesis, terkandung komponen utama yang sama. Dengan demikian,
nilai densitas masing-masing sampel tidak terlalu berbeda jauh satu sama lain.
Densitas surfaktan APG ditentukan oleh densitas komponen-komponen
penyusunnya.

Kombinasi
Perlakuan

Tabel 4 Rata-rata densitas surfaktan APG hasil sintesis
Densitas (kg/m3)
0,5%

1%

1,5%

2%

2,5%

A1B1

0,9966 ±
0,0000

0,9972 ±
0,0001

0,9981 ±
0,0004

0,9987 ±
0,0009

1,0004 ±
0,0002

A1B2

0,9967 ±
0,0001

0,9976 ±
0,0000

0,9985 ±
0,0002

0,9992 ±
0,0001

1,0001 ±
0,0004

A1B3

0,9969 ±
0,0001

0,9977 ±
0,0000

0,9985 ±
0,0001

0,9993 ±
0,0004

1,0002 ±
0,0000

A2B1

0,9965 ±
0,0000

0,9972 ±
0,0003

0,9980 ±
0,0004

0,9989 ±
0,0005

0,9996 ±
0,0011

A2B2

0,9965 ±
0,0002

0,9973 ±
0,0005

0,9982 ±
0,0007

0,9989 ±
0,0010

0,9996 ±
0,0012

A2B3

0,9965 ±
0,0003

0,9973 ±
0,0004

0,9981 ±
0,0006

0,9991 ±
0,0004

0,9995 ±
0,0011

Salah satu hal yang mempengaruhi perubahan densitas adalah konsentrasi
bahan yang dilarutkan dalam air. Bahan yang dimaksud adalah surfaktan APG
yang terlarut dalam air. Semakin tinggi konsentrasi surfaktan APG maka semakin
tinggi nilai densitas. Menurut Gaman dan Sherington (1990) kebanyakan bahanbahan seperti gula dan garam menyebabkan peningkatan densitas, tetapi kadangkadang densitas dapat pula turun jika terdapat lemak atau ethanol dalam larutan.
Dalam pustaka tersebut bahan yang dapat meningkatkan densitas larutan adalah
jenis bahan yang memiliki densitas yang lebih tinggi dari air (gula dan garam)
dan sebaliknya jenis bahan yang berdensitas lebih rendah dari air (lemak dan
ethanol) dapat menurunkan densitas larutan.
pH
Derajat keasaman (pH) merupakan ukuran tingkat keasaman suatu larutan.
Nilai pH dapat menentukan suatu larutan bersifat asam atau basa. Pengukuran pH
menggunakan alat pH meter. Pengujian dilakukan dengan melarutkan APG yang
berupa padatan dalam air dengan konsentrasi 1% (b/v). Data hasil analisis pH
surfaktan APG disajikan pada Tabel 5 dan Lampiran 3.
Tabel 5 Rata-rata pH surfaktan APG hasil sintesis
Kombinasi Perlakuan
pH
A1B1
7,57 ± 0,07
A1B2
7,52 ± 0,14
A1B3
7,66 ± 0,26
A2B1
7,72 ± 0,29
A2B2
7,73 ± 0,13
A2B3
7,69 ± 0,17

Hasil pengamatan menunjukkan APG yang dihasilkan memiliki pH ratarata 7,5 – 7,8. Kondisi basa pada APG diperoleh pada proses netralisasi dengan
penambahan NaOH 50%. APG merupakan suatu asetal, dimana asetal akan lebih
stabil pada kondisi netral dan lebih baik lagi dalam kondisi basa. Berdasarkan
hasil analisis ragam (α = 0,05), jenis alkohol lemak, konsentrasi katalis dan
interaksi antara kedua faktor tidak berpengaruh nyata terhadap pH surfaktan
APG.
Nilai pH berkaitan dengan konsentrasi ion hidrogen sebagai bagian
komponen keasaman dan konsentrasi ion hidroksil sebagai bagian komponen
kebasaan. Pada kondisi pH netral maka konsentrasi kedua ion menjadi seimbang,
namun jika konsentrasi ion hidrogen lebih besar dari ion hidroksil maka pH akan
cenderung rendah (asam) (Rondinini et al. 2001). Nilai pH suatu surfaktan perlu
diketahui untuk aplikasi lebih lanjut. Umumnya surfaktan yang bersifat netral
lebih disukai daripada surfaktan yang bersifat asam atau basa.

Kinerja Surfaktan APG
Tegangan Permukaan
Surfaktan berfungsi sebagai senyawa aktif yang dapat digunakan untuk
menurunkan energi pembatas yang membatasi dua cairan yang tidak saling larut,
kemampuan ini disebabkan oleh gugus hidrofilik dan hidrofobik yang dimiliki
oleh surfaktan. Tegangan permukaan merupakan suatu gaya yang timbul
sepanjang garis permukaan suatu cairan. Gaya ini timbul karena adanya kontak
antara dua cairan yang berbeda fase (Myers 2006). Nilai tegangan permukaan
surfaktan APG yang dihasilkan diukur dengan menggunakan spinning drop
interfacial tensiometer TX500C.
Tegangan permukaan suatu cairan merupakan fenomena dari adanya
ketidakseimbangan antara gaya-gaya yang dialami oleh molekul-molekul yang
berada di permukaan seperti pada Gambar 7. Akibat dari ketidakseimbangan gaya
tersebut maka molekul pada permukaan cenderung meninggalkan permukaan
(masuk ke dalam cairan) sehingga permukaan cenderung menyusut. Apabila
molekul dalam cairan akan pindah ke permukaan untuk memperluas permukaan,
maka dibutuhkan usaha untuk mengatasi gaya tarik menarik antar molekul
tersebut.

Gambar 7 Molekul air ditarik oleh molekul air yang lain dengan kekuatan yang
sama (Hargreaves 2003)
Perhitungan nilai tegangan permukaan air, dilakukan pada konsentrasi
surfaktan APG 0,5; 1; 1,5; 2 dan 2,5% yang disajikan pada Gambar 9. Dengan

berbagai konsentrasi tersebut akan dilihat kecenderungan penurunan dari
kemampuan untuk menurunkan tegangan permukaan. Dari hasil pengamatan
dilihat semakin tinggi konsentrasi APG yang ditambahkan maka tegangan
permukaan cairan akan semakin rendah.
Tegangan permukaan air sebelum ditambahkan surfaktan APG adalah
sebesar 72,40 dyne/cm. Hasil dari uji kemampuan menurunkan tegangan
permukaan air dari APG yang dihasilkan menunjukkan kinerja yang baik. Dari
perhitungan dengan konsentrasi APG 1%, nilai tegangan permukaan bervariasi
antara 22,73-28,81 dyne/cm dengan persentase kemampuan menurunkan
tegangan permukaan air antara 60,37-68.24%. Data hasil analisis tegangan
permukaan air dengan beberapa konsentrasi surfaktan APG pada masing-masing
perlakuan disajikan pada Lampiran 4.
Tegangan permukaan air berkurang dengan meningkatnya konsentrasi
APG di dalam larutan hingga konsentrasi tertentu. Diluar konsentrasi ini tidak ada
penurunan tegangan permukaan lagi ketika surfaktan mencapai konsentrasi
tertentu yang disebut Critical Micelle Concentration (CMC). Pada konsentrasi
rendah, molekul surfaktan dalam larutan teradsorpsi pada permukaan udara atau
air. Jika ditambahkan konsentrasi surfaktan, maka surfaktan akan teradsorpsi
pada permukaan hingga mencapai kejenuhan dan tegangan permukaan menjadi
konstan. Jika surfaktan terus ditambahkan ke dalam larutan tersebut, maka
molekul surfaktan berada dalam larutan namun bagian hidrofobik dari surfaktan
tetap menolak air sehingga molekul-molekul surfaktan membentuk bulatan yang
dikenal micelles seperti terlihat pada Gambar 8.

Gambar 8 Pembentukan micelles (Hicks 2007)
Nilai CMC yang diperoleh untuk APG C12 dan APG C16 adalah 2% dan
1%. Perbedaan ini dapat terjadi karena panjang rantai hidrokarbon pada setiap
jenis alkohol lemak berbeda-beda. Semakin panjang rantai alkil maka semakin
kecil nilai CMC karena jumlah molekul yang diperlukan untuk mencapai
kejenuhan pada permukaan dengan luas permukaan yang sama semakin sedikit.
Hasil analisis ragam (α = 0,05) menunjukkan bahwa jenis alkohol lemak,
konsentrasi katalis dan interaksi antara keduanya berpengaruh nyata terhadap
rata-rata kemampuan surfaktan APG dalam menurunkan tegangan permukaan air.
Uji lanjut Duncan kombinasi perlakuan alkohol lemak C12 konsentrasi katalis 2%
(A1B2) tidak berbeda nyata dengan perlakuan alkohol lemak C12 konsentrasi
katalis 2,5% (A1B3) dan keduanya berbeda nyata dengan kombinasi perlakuan
alkohol lemak C12 konsentrasi katalis 1,5% (A1B1), alkohol lemak C16
konsentrasi katalis 1,5% (A2B1), alkohol lemak C16 konsentrasi katalis 2%
(A2B2) dan alkohol lemak C16 konsentrasi katalis 2,5% A2B3.

Tegangan Permukaan (dyne/cm)

40

30
A1B1
A1B2
20
A1B3
A2B1
10

A2B2
A2B3

0
0.5

1

1.5

2

2.5

Konsentrasi surfaktan APG (%)

Jenis alkohol lemak (A); A1 = dodekanol (C12); A2 = heksadekanol (C16)
Konsentrasi katalis MESA(B); B1 = 1,5%; B2 = 2%; B3 = 2,5%
Gambar 9 Rata-rata nilai tegangan permukaan APG hasil sintesis
Secara umum ada dua kekuatan yang mempengaruhi molekul surfaktan
dalam air yaitu 1) gaya tolak-menolak antara bagian hidrofobik dari molekul
surfaktan dan 2) gaya tarik-menarik antara air dari molekul surfaktan. Semakin
panjang rantai atom karbon maka semakin besar kekuatan tolak-menolak molekul
karena perbedaan polaritas sehingga meningkatkan kemampuan menurunkan
tegangan permukaan.
Tegangan Antarmuka
Perhitungan kemampuan menurunkan tegangan antar muka dilakukan
pada larutan yang tidak saling bercampur yaitu air dan xylene. Menurut Georgia
et al. (1992), surfaktan tersusun atas gugus hidrofilik dan hidrofobik pada
molekulnya dan memiliki kecenderungan untuk berada pada bagian antar muka
antara dua fasa yang berbeda polaritasnya, atau dengan kata lain surfaktan dapat
membentuk film pada bagian antar muka dua cairan yang berbeda fasa.
Pembentukan film tersebut mengakibatkan turunnya tegangan permukaan kedua
cairan yang berbeda fasa tersebut, sehingga mengakibatkan turunnya tegangan
antarmuka.
Menurut Suryani et al. (2000), penurunan tegangan antarmuka akan
menurunkan gaya kohesi dan sebaliknya meningkatkan gaya adhesi. Gaya kohesi
adalah gaya antarmolekul yang bekerja diantara molekul-molekul yang sejenis,
sedangkan gaya adhesi adalah gaya antarmolekul yang bekerja diantara molekulmolekul yang tidak sejenis. Gaya tolak-menolak bersifat menstabilkan emulsi
karena gaya ini mempertahankan butiran droplet agar tetap terpisah.
Tegangan antar muka air dan xylene yaitu 42 dyne/cm. Konsentrasi
penambahan APG hasil sintesis pada campuran air dan xylene yaitu 1%. APG
hasil sintesis dengan konsentrasi 1% memiliki nilai penurunan tegangan antar

muka antara 0,74-1,72 dyne/cm atau memiliki nilai kemampuan penurunan
tegangan antar muka 95,9-98,3%. Data hasil analisis tegangan antarmuka
surfaktan APG pada masing-masing perlakuan disajikan pada Lampiran 5.

Tegangan Antarmuka (dyne/cm)

1.800
1.600
1.400
1.200
1.000
0.800
APG C12
0.600
APG C16
0.400
0.200
0.000
1.5

2

2.5

Konsentrasi Katalis MESA (%)

Gambar 10 Rata-rata nilai tegangan antarmuka APG hasil sintesis
Berdasarkan hasil analisis ragam (α = 0,05) menunjukkan bahwa jenis
alkohol lemak yang digunakan berpengaruh nyata terhadap kemampuan
menurunkan tegangan antarmuka surfaktan APG yang dihasilkan. Sedangkan
konsentrasi katalis MESA dan interaksi antara kedua faktor tidak berpengaruh
nyata terhadap nilai tegangan antarmuka. Pada Gambar 10 dapat dilihat bahwa
semakin panjang rantai atom karbon maka semakin besar kemampuan
menurunkan tegangan antarmukanya. Kemampuan menurunkan tegangan
antarmuka sebanding dengan kemampuan menurunkan tegangan permukaan pada
konsentrasi yang sama. Kemampuan menurunkan tegangan antarmuka tertinggi
dihasilkan oleh surfaktan APG dengan kombinasi perlakuan alkohol lemak C16
dan katalis MESA 2,5% (A2B3) sebesar 98,3%. Sifat kepolaran dari surfaktan
APG mempengaruhi kinerja dari surfaktan APG tersebut. Semakin tinggi gugus
hidrofobik yang dimiliki oleh surfaktan, maka akan semakin tinggi pula
kemampuan untuk menurunkan tegangan antarmuka.
Pada surfaktan APG C16 terdapat kenaikan nilai tegangan antarmuka
seiring dengan bertambahnya jumlah katalis MESA. semakin tinggi konsentrasi
katalis MESA (methyl ester sulfonic acid) maka kemampuan APG dalam
menurunkan tegangan antarmuka air-xylene menjadi lebih kuat. Hal ini
diperkirakan karena katalis yang digunakan merupakan surfaktan. Pada APG C12
penambahan konsentrasi katalis MESA mengakibatkan penurunan nilai tegangan
antarmuka karena diperkirakan penambahan katalis telah mencapai kejenuhan.
Stabilitas Emulsi
Suatu sistem emulsi, pada dasarnya merupakan suatu sistem yang tidak
stabil, karena masing-masing partikel mempunyai kecenderungan untuk
bergabung dengan partikel lainnya. Suatu sistem emulsi yang baik tidak

membentuk lapisan, tidak terjadi perubahan warna dan konsistensi tetap.
Stabilitas emulsi merupakan salah satu karakter penting dan mempunyai
pengaruh besar terhadap mutu produk emulsi ketika dipasarkan (Suryani et al.
2000). Penghitungan kestabilan emulsi dilakukan dengan menambahkan APG
1%, 3% dan 5% pada laruran air dan xylene kemudian dikocok dengan
menggunakan vortex dan didiamkan selama 300 menit, tinggi emulsi yang
terbentuk kemudian diukur untuk melihat kestabilan emulsinya. Kestabilan
emulsi dipengaruhi oleh gugus hidrofilik dan hidrofobik yang dimiliki oleh APG.
Pada pegujian ini digunakan air sebagai bahan polar dan xylene sebagai bahan
non polar, penambahan APG diharapkan dapat membentuk emulsi antara air dan
xilena.
Pada Gambar 11 dapat dilihat bahwa stabilitas emulsi dari masing-masing
perlakuan memiliki tingkat kestabilan yang beragam. Hasil sintesis surfaktan
APG diperoleh rata-rata stabilitas emulsi antara air dan xylene dengan
penambahan konsentrasi surfaktan APG sebesar 1% pada pengamatan 300 menit
berkisar antara 50- 56%. Sedangkan pada konsentrasi APG 3% berkisar antara
51– 60% dan pada konsentrasi APG 5% berkisar antara 48– 64%. Data hasil
analisis stabilitas emulsi dengan beberapa konsentrasi surfaktan APG pada
masing-masing perlakuan disajikan pada Lampiran 6.

70

Stabilitas Emulsi (%)

60
50

A1B1

40

A1B2

30

A1B3
A2B1

20
A2B2
10

A2B3

0
1

3

5

Konsentrasi Surfaktan APG (%)

Jenis alkohol lemak (A); A1 = dodekanol (C12); A2 = heksadekanol (C16)
Konsentrasi katalis MESA (B); B1 = 1,5%; B2 = 2%; B3 = 2,5%
Gambar 11 Rata-rata stabilitas emulsi surfaktan APG hasil sintesis
Berdasarkan hasil analisis ragam, pada konsentrasi surfaktan APG 1%
jenis alkohol lemak dan interaksi kedua faktor berpengaruh nyata terhadap
stabilitas emulsi sedangkan konsentrasi katalis MESA tidak berpengaruh nyata
terhadap nilai stabilitas emulsi. Sedangkan pada konsentrasi surfaktan APG 3%
dan 5% jenis alkohol lemak, konsentrasi katalis dan interaksi kedua faktor
berpengaruh terhadap stabilitas emulsi (α = 0,05). Surfaktan dari jenis alkohol
lemak C16 memiliki kemampuan meningkatkan stabilitas emulsi yang lebih tinggi

dibandingkan dengan alkohol lemak C12. Kombinasi perlakuan alkohol lemak C16
dan konsentrasi katalis 2,5% menghasilkan stabilitas emulsi yang paling tinggi
yaitu 64%. Kombinasi perlakuan alkohol lemak C12 dan konsentrasi katalis 2,5%
menghasilkan stabilitas emulsi yang paling rendah. Semakin panjang gugus
hidrofobik yang dimiliki oleh surfaktan APG, maka kelarutan surfaktan dalam
larutan nonpolar akan lebih stabil.

Persentase Busa
Busa adalah buih-buih yang saling berdekatan membentuk dindingdinding polihedral yang saling membagi sudut menjadi 120o. Formasi tersebut
mirip dengan struktur sarang lebah. Kestabilan busa diperoleh dari adanya zat
pembusa (surfaktan). Zat pembusa ini teradsorpsi ke daerah antar fase dan
mengikat gelembung-gelembung gas sehingga diperoleh suatu kestabilan.
Penghitungan tinggi busa dilakukan dengan konsentrasi APG 0,5 %
menggunakan aquades sebagai campuran.
Busa merupakan sistem koloid dengan fase terdispersi gas dan medium
pendispersi zat cair. Fase terdispersi gas biasanya berupa udara atau CO2. Busa
diperoleh dari adanya surfaktan. Surfaktan memiliki gugus hidrofilik dan
hidrofobik. Gugus hidrofilik terikat dengan molekul air, sedangkan gugus
hidrofobiknya menuju permukaan larutan dan mengarah ke udara. Ketika larutan
air dan surfaktan tersebut diaduk atau dialiri udara maka gelembung udara yang
keluar dari badan cairan akan dilapisi oleh lapisan tipis cairan yang mengandung
surfaktan dan terbentuklah busa.
Surfaktan mampu mempertahankan gelembung atau busa yang terbentuk
lebih lama. Sebagai perbandingan gelembung atau busa yang terbentuk pada air
yang dikocok hanya bertahan beberapa detik. Namun dengan menambahkan
surfaktan maka gelembung atau busa tersebut bertahan lebih lama (Bergenstahl
1997). Dibandingkan dengan surfaktan anionik yang terkenal sebagai foaming
agent, APG termasuk kategori surfaktan low foam (Ware et al. 2007), oleh karena
itu penggunaannya sangat cocok untuk personal care product.
Keberadaan busa pada APG dipengaruhi oleh jenis alkohol lemak yang
digunakan. Grafik pengaruh jenis alkohol lemak dan konsentrasi katalis MESA
dapat dilhat pada Gambar 12. Surfaktan APG yang disintesis dari bahan baku
alkohol lemak C12 menghasilkan busa yang lebih banyak dibandingkan dengan
surfaktan APG dari bahan baku alkohol lemak C16. Analisis ragam menunjukkan
jenis alkohol lemak berpengaruh terhadap persentase busa sedangkan konsentrasi
katalis dan interaksi kedua faktor tidak berpengaruh nyata (α = 0,05). Uji lanjut
Duncan menunjukkan persentase busa dari alkohol lemak C12 berbeda nyata
dengan persentase busa dari alkohol lemak C16. Kemampuan surfaktan
dipengaruhi oleh panjang rantai karbon penyusunnya, C16-C18 berperan terhadap
kekerasan dan sifat detergensi, sedangkan C12-C14 berperan terhadap efek
pembusaan yang baik (Hambali et al. 2012). Data hasil analisis persentase busa
surfaktan APG pada masing-masing perlakuan disajikan pada Lampiran 7.

14
12
Rendemen (%)

10
8
6
4
2
0
A1B1

A1B2

A1B3

A2B1

A2B2

A2B3

Kombinasi Perlakuan

Jenis alkohol lemak (A); A1 = dodekanol (C12); A2 = heksadekanol (C16)
Konsentrasi katalis MESA (B); B1 = 1,5%; B2 = 2%; B3 = 2,5%
Gambar 12 Rata-rata persentase busa surfaktan APG hasil analisis

Rendemen dan Neraca Massa
Rendemen surfaktan APG merupakan salah satu parameter yang
digunakan untuk mengetahui jumlah surfaktan APG yang dihasilkan pada proses
sintesis. Rendemen dihitung dengan membandingkan bobot APG murni yang
dihasilkan dibandingkan total bobot bahan baku. Rata-rata rendemen yang
dihasilkan berkisar antara 8 – 12 % .
Hasil analisis statistik terhadap nilai rata-rata rendemen yang dihasilkan
pada sintesis surfaktan APG dapat dilihat