Kritik Terhadap Konsep Keadilan Jender Dalam Penafsiran Amina Wadud

KRITIK TERHADAP KONSEP KEADILAN JENDER DALAM
PENAFSIRAN AMINA WADUD

Skripsi:
Diajukan Kepada Fakultas Ushuluddin
Untuk Memenuhi Syarat Mencapai Gelar Sarjana Agama

Disusun Oleh:
Ahmad Dziya’ Udin
1112034000162

PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1436 H/ 2016 M

KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Assalamualaikum Wr. Wb.

Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
karuniaNya kepada penilis, sehigga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul “Kritik Terhadap Konsep Keadilan Jender Dalam Penafsiran Amina
Wadud” Shalawat serta salam senantiasa selalu tercurah kepda junjungan nabi
Muhammad SAW, sang teladan yang telah membawa kita ke zaman kebaikan.
Selawat serta salam senantiasa selalu tercurah kepada junjungan Nabi Muhammad
SAW, sang teladan yang telah membawa kita ke zaman kebaikan. Selan itu
ucapan terima kasih juga saya khususkan kepada ayahanda Abdul Mukhid dan
ibunda Siti Maslikhah selaku orang tua penulis yang telah sabar membesarkan
saya hingga saat ini. Juga tidak lupa kepada Qurratul Uyun, sebagai kakak.
Irsyadu Ibad dan Ayatu Lailatil Khusnah sebagai adik kandung penulis yang telah
mendukung secara moril.
Penelitian ini merupakan tugas akhir yang harus diselesaikan sebagai syarat
guna meraih gelar Sarjana Agama jurusan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, Fakultas
Ushuluddin Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulis
menyadari banyak pihak yang telah membantu dalam proses penyelesaian
penelitian ini. oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis ingin
menghaturkan banyak terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu
hingga selesainya penyusunan penelitian ini baik secara langsung maupun tidak
langsung kepada:


v

1.

Bapak Prof. Dr. Masri Mansoer, MA. selaku Dekan Fakultas Ushuluddin
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dan para pembantu
Dekan Fakultas Ushuluddin.

2.

Ibu Dr. Lilik Ummi kaltsum. MA selaku Ketua Jurusan Ilmu Al-Qur’an
dan Tafsir. Dan Ibu Banun Binaningrum, MA. selaku Sekertaris Jurusan
Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir.

3.

Bapak Dr. Yusuf Rahman. MA selaku dosen pembimbing skripsi yang
telah membantu, mengarahkan, membina dan meluangkan waktunya untuk
penyelesaian penelititan ini. Juga tak lupa kepada Bapak Muslih, Lc., MA.

selaku dosen pembimbing akademik.

4.

Seluruh jajaran dosen jurusan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, Fakultas
Ushuluddin Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.

5.

Seluruh staf Tata Usaha serta Karyawan Fakultas Ushuluddin Universitas
Islam

Negeri

Syarif

Hidayatullah

Jakarta.yang


telah

membantu

mempermudah syarat administrasi dll.
6.

Seluruh anggota kelas Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir, yang tidak bisa saya
sebutkan satu persatu yang telah memberikan dukungan moril. Temanteman di FORMALA, IMAGE, HIMAM Ciputat dll,

7.

Dan seluruh hal yang terkait dengan penulis khususnya yang tidak bisa
disebutkan satu-persatu.

vi

Semoga penelitian ini bermanfaat dan semoga Allah SWT senantiasa meridhoi
setiap langkah kita, Aamiin ya rabbal aalamin.
Jakarta, 31 Agustus 2016

Penulis

Ahmad Dziya’ Udin

vii

ABSTRAK
Ahmad Dziya’ Udin
“Kritik Terhadap Konsep Keadilan Jender Dalam Penafsiran Amina
Wadud”.
Laki-laki dan perempuan adalah manusia dengan jenis kelamin yang
berbeda, perbedaan ini bisa dikarenakan faktor kandungan hormonal dan anatomi
biologisya, karena berbedanya tersebut dimungkinkan laki-laki dan perempuan
memiliki perannya masing-masing. Penyesuaian peran dan harapan peran
dihadirkan tidak sebagai upaya untuk membatasi jenis kelamin tertentu. Namun
lebih pada upaya pemberian rasa keadilan, terhormat dan bermartabat. Meskipun
demikian konstruksi tersebut tidak berdiri dalam kerangka yang kaku. Amina
Wadud, salah satu aktifis feminis muslim yang selama ini sepak terjangnya
dianggap kontroversial, karena telah mendekonstruksi sebuah pemaknaan
terhadap doktrinasi agama, baik dalam ranah konseptual, maupun wilayah praktis,

menjadi menarik ketika meninjau penafsirannya mengenai keadilan jender dalam
al-Qur’an. Penelitian ini bertujuan untuk mengajukan kritik terhadap konsep
keadilan jender yang diusung oleh Amina Wadud. Sebagai sebuah penelitian
pustaka (library research), skripsi ini bersumber dari bahan-bahan primer yang
berupa tulisan-tulisan Wadud serta bahan-bahan sekunder berupa buku, jurnal,
disertasi dan tulisan ilmiah lainnya.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa Wadud tidak menjelaskan secara
rinci bagaimana mengubah mekanisme yang telah ditetapkan oleh al-Qur’an
tersebut menjadi jauh lebih adil dalam hal talak, persaksian, dan dalam hak waris.
Wadud hanya ingin menghilangkan kesewenang-wenangan hak spesial yang
diterima oleh laki-laki atas perempuan. Bagi Wadud harusnya pelebihan itu
diperuntukan untuk membangun hubungan yang saling melengkapi. Wadud tidak
menjelaskan secara detail bagaimana mekanisme adil yang diidamkannya.
Namun, semangat Wadud untuk menghilangkan kesewenang-wenangan atas hak
spesial yang diterima oleh laki-laki atas perempuan patut diapresiasi.
Kata kunci

: Amina Wadud, Kritik, dan Keadilan

viii


PEDOMAN TRANSLITERASI1
Berikut adalah daftar aksara Arab dan padanannya dalam aksara latin:
Huruf Arab

Huruf Latin

Keterangan

‫ا‬

Tidak dilambangkan
B

Be

T

Te


‫ث‬

Ts

Te dan es

‫ج‬

J

J

H

H dengan garis bawah

‫خ‬

Kh


Ka dan ha

‫د‬

D

De

Dz

De dan zet

R

Er

Z

Zet


‫ر‬

1
Amsal Bakhtiar, dkk, Pedoman Akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah
Jakarta 2012-2013, (Jakarta: Biro Akademik dan Kemahasiswaan Universitas Islam Negeri (UIN)
Syarif Hidayatullah Jakarta, 2012), h.381

ix

‫س‬

S

Es

‫ش‬

Sy

Es dan ye


‫ص‬

S

Es dengan garis bawah

‫ض‬

D

De dengan garis bawah

‫ط‬

T

Te dengan garis bawah

‫ظ‬

Z

Zet dengan garis bawah

‫ع‬



Koma terbalik di atas hadap kanan

Gh

Ge dan ha

‫ف‬

F

Ef

‫ق‬

Q

Ki

K

Ka

‫ل‬

L

El

‫م‬

M

Em

‫ن‬

N

En

‫و‬

W

We

x

‫ه‬

H

Ha

ˋ

‫ء‬

Apstrog

‫ي‬

Y

Ye

Vokal
Vokal dalam bahasa Arab, seperti vokal bahasa Indonesia, terdiri dari vokal
tunggal atau monoftong dan vokal rangkap atau diftong. Untuk vokal tunggal,
ketentuan alih aksaranya adalah berikut ini:
Tanda Vokal Arab

Tanda Vokal Latin

Keterangan

__/

A

Fatẖah

―ِ

I

Kasrah

ِ_

U

Dammah

Adapun untuk vokal rangkap, ketentuan alih aksaranya adalah sebagai berikut:

xi

Tanda Vokal Arab

Tanda Vokal Latin

Keterangan

‫__ي‬/

Ai

A dan i

‫__و‬/

Au

A dan u

Vokal Panjang
Ketentuan alih aksara vokal panjang (madd), yang dalam bahasa Arab
dilambangkan dengan harakat dan huruf, yaitu:
Tanda Vokal Arab

Tanda Vokal Latin

Keterangan

‫ى‬

ȃ

A dengan topi diatas

‫ىي‬

Î

I dengan topi diatas

‫ىو‬

U dengan topi diatas

Kata Sandang
Kata sandang, yang dalam sistem aksara Arab dilambangkan dengan huruf, yaitu
‫ ال‬dialihaksarakan menjadi huruf /ǀ/, baik diikuti huruf syamsiyyah maupun huruf
qamariyyah. Contoh: al-rijȃl bukan ar-rijȃl, al-dîwȃn bukan ad-dîwȃn.
Syaddah (Tasydîd)
Syaddah atau tasydîd yang dalam sistem tulisan Arab dilambangkan dengan
sebuah tanda (

ِ

)dalam alih aksara ini dilambangkan dengan huruf, yaitu

xii

dengan menggandakan huruf yang diberi tanda syaddah itu. Akan tetapi, hal ini
tidak berlaku jika huruf yang menerima tanda syaddah itu terletak setelah kata
sandang yang diikuti oleh huruf-huruf syamsiyyah. Misalnya, kata adh dhoruuroh
tidak ditulis ad-darȗrah melainkan al-darȗrah, demikian seterusnya.
Ta Marbȗtah
Berkatan dengan alih aksara ini, jika huruf ta marb tah terdapat pada kata
yang berdiri sendiri, maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /h/ (lihat
contoh 1di bawah). Hal yang sama juga berlaku jika ta marb tah tersebut diikuti
oleh kata sifat (na’t) (lihat contoh 2). Namun, jika huruf ta marb tah tersebut
diikuti kata benda (ism), maka huruf tersebut dialihaksarakan menjadi huruf /t/
(lihat contoh 3).
Contoh:
No
1
2

3

Kata Arab

Alih Aksara

‫ط ي‬
‫اﻹسامي‬

‫م‬

Tarîqah

‫ال‬

‫وح ة الوجود‬

al-jȃmiʻah al-islȃmiyyah

waẖdat al-wuj d

Huruf Kapital
Meskipun dalam sistem tulisan Arab huruf kapital tidak dikenal, dalam alih
aksara ini huruf kapital tersebut juga digunakan, dengan mengikuti ketentuan

xiii

yang berlaku dalam Ejaan Yang Disempurnakan (EYD) bahasa Indonesia, antara
lain untuk menuliskan permulaan kalimat, huruf awal nama tempat, nama bulan,
nama diri, dan lain-lain. Penting diperintahkan, jika nama diri didahului oleh kata
sandang, maka yang ditulis dengan huruf kapital tetap huruf awal nama diri
tersebut, bukan huruf awal atau kata sandangnya. (contoh: Ab Hȃmid al-Ghazȃlî
bukan Ab Hȃmid Al-Ghazȃlî, al-Kindi bukan Al-Kindi.
Beberapa ketentuan lain dalam EYD sebetulnya juga dapat diterapkan
dalam alih aksara ini, misalnya ketentuan mengenai huruf cetak miring (italic)
atau cetak tebal (bold). Jika menurut EYD, judul buku itu ditulis denga cetak
miring, maka demikian halnya dalam alih aksaranya. Demikian seterusnya.
Berkaitan dengan penulisan nama, untuk nama-nama tokoh yang berasal
dari dunia Nusantara sendiri, disarankan tidak dialih aksarakan meskipun akar
katanya berasal dari kata Arab. Misalnya ditulis Abdussamad al-Palimbani, tidak
‘Abd al-Samad al-Palimbȃnî; Nuruddin al-Raniri, tidak N r al-Dîn al-Rȃnîrî.

xiv

DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN ............................................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................................... i
ABSTRAK ....................................................................................................................... viii
KATA PENGANTAR..............................................................................................v
TRANSLITERASI...........................................................................................................ix
DAFTAR ISI..................................................................................................................... xv
BAB I..................................................................................................................................1
PENDAHULUAN..............................................................................................................1
A. Latar Belakang ........................................................................................................... 1
B. Batasan dan Rumusan Masalah .................................................................................. 6
C. Tujuan dan Manfaat ................................................................................................... 7
D. Tinjauan Pustaka ........................................................................................................ 7
E. Metode Penelitian ..................................................................................................... 15
F. Sistematika Penulisan ............................................................................................... 17
BAB II..............................................................................................................................19
KEADILAN JENDER DALAM PANDANGAN MUFASIR DAN AKTIVIS .......... 19
A.

Pengertian Adil ..................................................................................................... 19

B.

Pengertian kesetaraan gender ............................................................................... 20

A.

Konsep keadilan dan kesetaraan jender menurut mufasir dan aktifis ................... 21

B.

Konsep Keadilan dan Kesetaraan Jender menurut Mufasir Kontemporer ........... 25

C.

Konsep Keadilan dan Kesetaraan Jender Menurut Aktivis Jender ....................... 32

BAB III.............................................................................................................................37
PEMIKIRAN DAN BIOGRAFI AMINA WADUD.....................................................37
A. Biografi Amina Wadud...........................................................................................37
B. Pemikiran Amina Wadud (Hermeneutika Tauhid)..................................................41
BAB IV ............................................................................................................................. 45
A. Contoh Ayat yang Berbicara Tentang Keadilan Jender ........................................... 47
1. Ayat Tentang Kadar Pembagian Harta Waris Antara Laki-Laki dan Perempuan
(an-Nisa’ 4:11, 12, 176) ............................................................................................ 47

xv

2. Ayat Tentang Hak Talak Suami dan Kemampuan Khulu’ Seorang Istri (alBaqarah 2:229-231) .................................................................................................. 57
3. Ayat Tentang Bobot Persaksian Laki-laki dan Perempuan (al-Baqarah 2: 282) .. 64
BAB V .............................................................................................................................. 71
KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................................................... 71
A. KESIMPULAN ........................................................................................................ 71
B. SARAN .................................................................................................................... 72
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 73

xvi

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1

Laki-laki dan perempuan adalah mahluk Tuhan yang sama, meskipun
demikian antara laki-laki dan perempuan tetap memiliki sisi yang berbeda.

2

Adanya perbedaan tersebut mengindikasikan bahwa keduanya tidak dapat
dipersamakan secara penuh dalam segala hal, karena mempersamakan seutuhnya
dalam dua hal yang jelas-jelas berbeda menjadikan salah satu dari keduanya
menyimpang dari kodratnya, dan itu merupakan sebuah bentuk pelecehan. Namun
tidak memberi hak-hak mereka sebagai manusia yang dianugerahi kodrat dan
kehormatan yang tidak kalah dengan apa yang di anugerahkan Allah kepada laki-

1

Dalam kapasitas manusia sebagai makhluk tidak ada perbedaan antara laki-laki dan
perempuan. Keduanya memiliki potensi dan peluang yang sama untuk menjadi hamba ideal.
Seperti diterangkan al-Qu’ran.

ِ ِ
ِ ِ
ِ
ِ
ِ
ِ
ِ ِ
‫الناس إَ اخلا ْقناا ُك ْم م ْن ذا اك ٍر اوأُنْثاى او اج اعلْناا ُك ْم ُش ُع ا‬
ٌ‫وً اوقاباائ ال لتا اع اارفُوا إن أا ْكارام ُُ ْم ِنْ اد اَ أاتْ اقا ُك ْم إن اَا اِل ٌيم اخبي‬
ُ ‫اَأاي اها‬
“Wahai manusia. Sungguh. Kami telah menciptakan kamu dari seorang laki-laki
dan seorang perempuan, kemudian Kami jadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersukusuku agar kamu saling mengenal. Sungguh, yang paling mulia di antara kamu di sisi
Allah adalah orang yang paling bertakwa. Sungguh, Allah maha mengetahui, Maha
teliti” (Al-Qur’an QS. Al-Hujurât / 49: 13. cet, Kementrian Agama thn 2012, h. 745).

(Nasaruddin Umar, Argumen Kesetaraan Gender (Jakarta: Paramadina 2014, h. 248)
2

Ada dua perbedaan yang dikenal antara laki-laki dan perempuan, pertama. perbedaan
Nature (yang berarti sifat alamiah dari segi biologis atau kodrati ciptaan Tuhan karena itu

bersifat tetap dan tidak berubah), seperti perbedaan perempuan mengandung, melahirkan,
dan menyusui sedangkan laki-laki punya penis, sperma dll. (Husein Muhammad, Fiqh
Perempuan:Rrefleksi Kiai atas Wacana Agama dan Gender (Yogyakarta: LKiS Pelangi Aksara,
2001, h, 8. Kedua. Nurture perbedaan karena konstruksi sosial dan faktor budaya, dengan

melihat bahwa komposisi kimia dan struktur biologis perempuan berbeda dengan lakilaki, faktor ini yang kemudian menentukan status dan peran yang dimainkan keduanya.
(Jamhari dan Ismatu Ropi, Citra Perempuan dalam Islam: Pandangan Ormas Keagamaan
(Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2003), h. 81.

1

2

3

laki juga merupakan bentuk pelecehan. Sebuah pranata yang adil kemudian
dibutuhkan sebagai bahan mediasi antara persamaan dan perbedaan keduanya.
Salah satunya dengan pembagian struktur fungsional dan peran yang ideal.
Al-Qur’an sebagai salah satu pedoman hidup umat manusia (muslim)
banyak berbicara tentang laki-laki dan perempuan beserta hak dan kewajibannya.

4

5

Al-Qur’an juga menetapkan kerangka sosial, politik dan moral, namun bagi
6

Wadud kesemuanya itu tidak diungkapkan secara pasti. Sedangkan menurut
pakar yurisprudensi Islam, ‘Abd al-Wahâb Khalâf’ sesuatu hal yang sangat
diperinci penjelasannya dalam al-Qur’an merupakan hukum yang pasti yang tidak
7

membutuhkan ruang ijtihad lagi , dan penjelasan mengenai hukum Islam yang
diterangkan secara rinci dalam al-Qur’an ada pada hukum keluarga dan dalam
kasus pembagian harta waris.

8

Berbicara tentang perbedaan sudut pandang dalam menafsirkan al-Qur’an
baik yang mengatakan pastinya sebuah hukum keluarga dan tidak pastinya pranata
hukum keluarga dalam Islam oleh sementara ulama atau cendekiawan, bisa jadi
karena menggebu-gebunya semangat mereka dalam menampik bias atau
meluruskan kekeliruan, kesalahpahaman, dan pengamalan umat tentang ajaran
agama, sementara mereka sering kali melampaui batas sehingga lahir pandangan
3

Quraish Shihab, Perempuan (Tangerang Selatan: Lentera Hati, 2005), h. 34.
Zuhairi Misrawi, Al-Qur’an Kitab Toleransi: Tafsir Tematik Islam Rahmatan lil’âlamîn
(Jakarta: Grasindo, 2010), h. 205.
5
Nurjannah Ismail, Perempuan dalam Pasungan: Bias Laki-laki dalam Penafsiran
(Yogyakarta: LKiS Pelangi Aksara, 2003), h. 43.
6
Lihat, Amina Wadud, Quran Menurut Perempuan, Membaca Kembali Kitab Suci
dengan Semangat Keadilan, tarj Abdullah ali (Jakarta: Serambi, 2006), h. 184.
7
‘Abd al-Wahâb Khalâf’, Ỉlm Ushul Fiqh (Kairo: Maktabah al-Da’wah al-Islâmiyyah,
2004), h. 60.
8
Depag RI, Tafsir al-Quran Tematik: Kedudukan dan Peran Perempuan (T.tp.: PT.
Sinergi Pustaka Indonesia, 2012), h. 170.
4

3

9

yang justru tidak sejalan dengan pandangan agama. Semangat yang tinggi juga
sering lahir karena keinginan Mufasir dalam meredam superioritas laki-laki yang
justru memperoleh justifikasi dari agama. Terlebih teks-teks suci keislaman dalam
konteks ini adalah al-Qur’an dan Hadis,
dulu.

11

10

maupun produk tafsir ulama-ulama

Semangat yang tinggi tersebut menjadikan para Mufasir mengkaburkan

pesan-pesan agama yang sebenarnya.
Amina Wadud Muhsin, salah satu tokoh feminis muslim kontroversial,
karena telah mendobrak dinding paradigma konvensional yang dipertahankan
selama empat belas abad sebelumnya.

12

Pendobrakan ini dilakukan oleh Amina

bukan hanya pada ranah konseptual, tetapi juga dibuktikan pada ranah praksis.

13

Pada Jumat 18 Maret 2005, dunia Islam disuguhi tontonan yang ganjil, ketika
Amina menjadi khotib sekaligus memimpin shalat Jumat di sebuah Gereja
Katedral di Sundram Tagore Gallery 137 Greene Street.

14

Terhadap kasus ini,

Syaikh al-Azhar, Muhammad Sayyid al-Tantâwî di Mesir menyatakan

9

Shihab, Perempuan, h. 34.
Umma Farida, “Teks-teks Keislaman Dalam Kajian Kaum Feminis: Telaah Terhadap
Pendekatan Studi Islam Dari Kalangan Feminis Muslim”. PALASTReN, Vol. III, No. 2, (Desember
2010): h. 204.
11
Shinta Nurani, “Implikasi Tafsir Klasik Terhadap Subordinat Gender: Perempuan
Sebagai Makhluk Kedua”. Muwazah, Vol. VII, No. 2, (Desember 2015): h. 132.
10

12

Sokhi Huda, Kontroversi Hak dan Peran Perempuan dalam Pemikiran Kontemporer
Amina Wadud (Jombang: Universitas Hasyim Asy’ari Tebuireng. T.th)
13

Kontroversi Wadud tersebut bukan hanya dilakukan satu kali, yang di memungkinkan
Wadud hanya berupaya menunjukan bahwa dirinya berani menjadi khatib dan Imam shalat Jumat.
Wadud juga meyakini bahwa hal seperti itu sah-sah saja. Di buktikan dengan menjadi Imam
sekaligus khatib di Pusat Pendidikan Muslim MEC (Muslim Educational Center) Oxford,
sekaligus menjadi pembuka konferensi Islam dan Feminisme yang di gelar di Wolfson College,
Oxford.
(https://www.arrahmah.com/read/2008/10/22/2497-jumatan-amina-wadud-manipulasihadits-ala-feminisme.html)
14
Adian Husaini, “Hermeneutika Feminis: Satu Kajian Kritis”. al-Insan Jurnal Kajian
Islam, Vol II, No. 3, (2006): h. 100.

4

keberatannya dan Syaikh Yûsuf al-Qardhawî memvonis aksi tersebut tidak Islami
dan bid’ah.

15

Wadud juga menolak adanya perbedaan-perbedaan esensial yang
disandarkan pada laki-laki dan perempuan, karena bagi Wadud nilai-nilai yang
dinisbahkan kepada berbagai perbedaan peran menggambarkan perempuan
sebagai manusia yang lemah,

16

seperti halnya kecenderungan umum masyarakat

yang selalu melimpahkan segala bentuk perawatan anak kepada perempuan.
Pembagian kerja ini sekalipun sesuai dengan sebagian keluarga, namun
bagaimanapun juga pembagian ini hanyalah salah satu solusi dan tidak di atur
dengan tegas dalam al-Qur’an.

17

Meski demikian, Perbedaan peran di atas tidak

selamanya berimplikasi negatif terhadap superioritas inheren laki-laki atas
perempuan seperti kecemasan Wadud selama ini.

18

Perbedaan dalam hal peran

publik bisa juga berfungsi sebagai nilai untuk mencapai tatanan yang adil dan
terhormat sebagai keberlangsungan sistem kehidupan masyarakat atau keluarga.

19

Kegelisahan Wadud terkait fungsi peran lintas gender seolah menjebak
Wadud dalam konsep keadilan yang diidamkannya dengan solusi menyeluruh
yang dibicarakan al-Qur’an, seperti formula pembagian harta waris dua banding
yang dinilainya salah.

20

Penilaian salah terhadap pembagian harta waris dua

banding satu bisa terjadi dikarenakan banyak hal, di antaranya adalah: Pertama:
karena melihat perempuan secara individual, bukan sebagai bagian dari anggota
15

Sokhi Huda, Kontroversi Hak
Wadud, Quran Menurut, h. 25.
17
Wadud, Quran Menurut, h. 155.
18
Lihat, Wadud, Quran Menurut, h. 110.
19
Disarikan dari. Quraish Shihab, Wawasan Al-Quran Tafsir Tematik Atas Pelbagai
Persoalan Umat (Jakarta: Mizan Pustaka, 1996), h. 301-311.
20
Wadud, Quran Menurut, h. 150
16

5

keluarga yang terdiri dari sepasang suami dan istri yang saling melengkapi.
Kedua: karena pandangan tersebut bersifat parsial, artinya memahami ayat-ayat
al-Qur’an secara sepotong-sepotong sedangkan ayat-ayat al-Qur’an merupakan
satu kesatuan yang tidak dapat dipisahkan antara satu dengan lainnya.

21

Kegelisahan Wadud juga nampak ketika menafsirkan QS. al-Nisâ’ / 4: 34.
Ayat ini dipandang sebagai satu-satunya ayat yang paling penting terkait
hubungan laki-laki dan perempuan. Laki-laki Qawâm ʻalâ perempuan hanya
dibatasi berdasarkan dua hal yaitu; pelebihan seperti apa yang diberikan dan apa
yang laki-laki belanjakan dari harta mereka untuk menafkahi perempuan, jika dua
syarat ini tidak terpenuhi maka laki-laki tidak bisa di nilai Qawâm atas
perempuan. Di dalam keluarga tiap-tiap anggota memiliki tanggung jawab
tertentu. Berdasarkan alasan biologis yang jelas, tanggung jawab utama
perempuan adalah melahirkan anak, sedangkan kewajiban laki-laki harus sama
pentingnya, menjaga agar perempuan tidak terbebani peran tambahan yang dapat
membahayakan kewajiban utamanya, berarti segala sesuatu yang dibutuhkan
perempuan dalam menunaikan kewajibannya dengan nyaman harus disediakan
dalam masyarakat, dalam hal ini laki-laki berhak dalam perlindungan fisik
maupun nafkah materi, jika tidak maka itu merupakan penindasan serius terhadap
perempuan.

22

Skenario ideal di atas mengandaikan suatu hubungan yang adil dan saling
bergantung, namun itu tidak selamanya sejalan dengan realitas saat ini, seperti
yang dialami negara-negara dengan kelebihan jumlah penduduk seperti India dan

21
Depag RI, Tafsir al-Quran tematik: Kedudukan dan Peran Perempuan (T.tp.: PT.
Sinergi Pustaka Indonesia, 2012), h. 196.
22
Wadud, Quran Menurut, h. 121-126.

6

Cina, atau dalam masyarakat kapitalis seperti Amerika yang mana pendapatan
tunggal tidak lagi memungkinkan untuk menopang gaya hidup yang tinggi.

23

Model ayat yang terkesan mendiskreditkan jenis kelamin tertentu banyak
lagi terdapat dalam al-Qur’an, seperti halnya ayat tentang bobot persaksian lakilaki dan perempuan ( QS. al-Baqarah / 2: 282), ayat tentang kepemilikan hak
talak suami dan kemampuan khulu’ seorang istri (QS. al-Baqarah / 2:229-231).
Bagaimana kemudian Wadud memformulasikan ayat-ayat di atas menjadi adil
yang ideal, dan bagaimana Mufasir memahami keadilan, keadilan yang dipandang
sebagai pesan utama al-Qur’an, dalam hal ini keadilan harusnya diartikan sebagai
keseimbangan, bukan sebagai sebuah kesamaan.

24

B. Batasan dan Rumusan Masalah
1. Batasan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan oleh penulis, Berdasarkan
masalah di atas, dan mengingat pembahasan yang begitu luas mengenai
konsep keadilan penelitian ini memfokuskan diri hanya pada “KRITIK
TERHADAP KONSEP KEADILAN JENDER DALAM PENAFSIRAN
AMINA WADUD”, dalam buku “Qur’an and Women: Rereading Sacred
Text from Woman’s Perspective”. Pada ayat-ayat tentang kadar pembagian
harta waris antara laki-laki dan perempuan (QS. al-Nisâ’ / 4:11), ayat tentang
hak talak suami dan kemampuan khulu’ seorang istri (QS. al-Baqarah /
2:229-231), ayat tentang bobot persaksian laki-laki dan perempuan (QS. al-

23

Wadud, Quran Menurut, h. 127.
Depag RI. Tafsir al-Quran tematik: Etika Berkeluarga, Bermasyarakat, dan Berpolitik
(T.tp.: PT. Sinergi Pustaka Indonesia, 2012), h. 62.
24

7

Baqarah / 2: 282), dan ayat-ayat tentang persamaan potensi laki-laki dan
perempuan (QS. al-Nahl / 16: 96, Âli‘imrân / 3: 195, QS. al-An‘âm / 6: 165)
2. Rumusan Masalah
Dari latar belakang di atas, maka dapatlah di rumuskan masalah yang
hendak dijawab, yaitu:


Bagaimana Kritik terhadap konsep keadilan Jender dalam Penafsiran
Amina Wadud ?

C. Tujuan dan Manfaat
1. Tujuan Penelitian
 Untuk menguji model keadilan jender dalam penasiran Amina Wadud.
 Sebagai bacaan alternatif terhadap pemikiran feminis Muslim.
2. Manfaat Penelitian
A. Manfaat secara teoritis; penelitian ini bermanfaat untuk menguji atau
mengembangkan cara pandang Wadud dalam memahami keadilan gender.
B. Manfaat secara praktis; penelitian ini bermanfaat sebagai bahan bacaan
alternatif dalam mata kuliah Kajian Gender maupun Kajian Modern
Terhadap al-Qur’an.
D. Tinjauan Pustaka
Penelitian yang membahas tema perempuan dalam Islam memang
senantiasa menarik untuk dilakukan. Banyak faktor yang melatarbelakangi hal
tersebut, salah satunya adalah masih adanya gap antara yang ideal dan yang terjadi
terkait dengan isu perempuan. Namun jika membahas tentang perempuan dalam
kajian Islam kontemporer. Banyak nama yang tidak boleh dilupakan.

Salah

satunya adalah Amina Wadud Muhsin. Dia membawa angin segar pemikiran

8

25

tentang keadilan jender dalam Islam. Hal ini yang kemudian mendorong banyak
intelektual untuk mencoba mengkaji epistemologi pemikirannya, terutama
mengenai diskursus perempuan dalam Islam. Secara sederhana kajian mengenai
pemikiran wadud ini dapat diklasifikasikan menjadi tujuh.
Pertama, kajian yang menitiberatkan pada kepemimpinan dalam keluarga.
Semisal dalam karya Hanum Rahmawati. “pemikiran Amina Wadud tentang
Kepemimpinan dalam Keluarga: Studi Perbandingan dalam Hukum Islam”.

26

Dalam karya ini Hanum menekankan perhatiannya terhadap sikap Wadud
mengenai kepemimpinan dalam keluarga yang tidak hanya dimanipulasi oleh lakilaki, tetapi wanita juga memiliki peran dan posisi sebagai pemimpin dalam
keluarga. Hanum juga membandingkan Amina dengan ulama-ulama terdahulu
dan memfokuskan pada kajian kepemimpinan dalam keluarga.
Kajian lain yang menekankan pada kepemimpinan dalam keluarga dapat
dilihat pada tulisan Nurul Yatim yang berjudul “Pandangan Mahmud Syaltut dan
Amina Wadud tentang konsep Kepemimpinan dalam Keluarga”.

27

Skripsi yang

ditulis oleh Nurul Yatim sama dengan yang ditulis oleh Hanum Rahmawati, letak
perbedaannya pada upaya komparatif Nurul. Dalam membandingkan pemikiran
tokoh

Mahmud Syaltut dengan Amina. Karena ternyata Mahmud Saltut

memandang bahwa tugas laki-laki adalah pemimpin dalam keluarga. Hal ini tidak

25

47.

Siti Muslikhati, Feminisme dan Pemberdayaan Perempuan dalam Timbangan Islam, h.

Hanum Rahmawati. “Pemikiran Amina Wadud tentang Kepemimpinan Dalam Keluarga:
Studi Perbandingan dalam Hukum Islam,” (Skripsi S1 Perbandingan Madzhab dan Hukum
Fakultas Syari’ah, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2002).
27
Nurul Yatim, “Pandangan Mahmud Syaltut dan Amina Wadud tentang Konsep
Kepemimpinan dalam Keluarga,” (Skripsi S1 Perbandingan Madzhab Dan Hukum Fakultas
Syari’ah, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarat, 2008).
26

9

lebih tugas khusus yang telah disesuaikan dengan kemampuan kodrati laki-laki
atas perempuan.
Kedua, kajian yang menitiberatkan pada pandangan Amina mengenai hak
waris. Sebagai misal adalah karya Retna Wulandari, “Perempuan dalam Sistem
28

Kewarisan Menurut Amina Wadud Muhsin”. Retna dalam skripsi ini membahas
tentang perempuan dalam sistem kewarisan menurut Amina, dia mengatakan
adanya unsur diskriminatif terhdap wanita dalam hukum waris Islam karena dari
sekian ayat al-Qur’an wanita selalu mendapatkan warisan lebih sedikit dari pada
laki-laki. Hal ini menjadi fokus perhatian penulis dalam mengkaji pandangan
Amina sebagai seorang yang secara representatif mengusung wacana kesetaraan
dan keadilan.
Ketiga. Kajian yang mengambil fokus bagian pada nusyuz. Sebagai misal
adalah karya Dakwatul Khairoh, “Analisis terhadap Pemikiran Amina Wadud
29

tentang Nusyuz Ditinjau dari Maslahah Mursalah”.

Skripsi ini ingin

menyampaikan pemikiran Amina tentang nusyuz di tinjau dari maslahah
mursalah. Khairoh mendeskripsikan pemikiran Amina Wadud tentang nusyuz
yang dianalisis dari maslahah mursalah. Dengan alasan apabila nusyuz ditinjau
dari analisis maslahah tidak lagi dimonopoli oleh kaum perempuan sebagai istri
akan tetapi juga berlaku bagi suami.
Kajian lain yang menekankan pada masalah nusyuz dapat dilihat juga pada
tulisan Husni Mubarok, “Nusyuz : Studi Komparatif Imam asy-Syafi’i dan Amina
Retna Wulandari, “Perempuan dalam Sistem Kewarisan Menurut Amina Wadud
Muhsin,” (Skripsi S1 fakultas Syari’ah, UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2006).
29
Dakwatul Chairoh, “Analisis Terhadap Pemikiran Amina Wadud tentang Nusyuz ditinjau
dari Maslahah Mursalah,” (Skripsi S1 Fakultas Syariah, Institut Agama Islam Negeri Sunan
Ampel Surabaya, 2006).
28

10

Wadud”.

30

Skripsi ini berfokus pada kajian adanya ikatan antara suami-isteri

yaitu hak isteri untuk dipenuhi oleh suami dan sebaliknya, serta hak bersama yang
harus ditanggung bersama. Bila hak dan kewajiban yang ada dalam rumah tangga
terpenuhi sesuai porsinya masing-masing, maka akan tercipta keluarga yang baik
serta harmonis dan sebaliknya apabila hak dan kewajiban tidak dilaksanakan
dengan baik oleh suami atau isteri, maka akan menumbuhkan konflik yang dapat
merongrong stabilitas keluarga tersebut. Kalau al-Qur’an menyebutnya sebagai
Nusyuz, Wadud dan Imam Asy-Syafi’i berbeda pendapat dalam menetapkan
pemukulan sebagai salah satu solusi penyelesaian nusyuz di mana Wadud tidak
setuju menyertakan tindakan ini dalam solusi penyelesaian nusyuz.
Adapun dalam penetapan solusi bagi suami nusyuz kedua ulama tersebut
juga berbeda pendapat. Imam asy-Syafi’i cenderung berpandangan bahwa pihak
isteri adalah pihak yang lemah dan solusinya adalah al-Sulhu ala al-inkar dalam
proses perdamaian (sulhu). Sedangkan Wadud

menolak solusi penyelesaian

nusyuz oleh suami.
Kajian lain yang menekankan pada masalah nusyuz dapat dilihat pada
tulisan Siti Khomsiatun, “Nusyus dalam Pandangan Zamakhsari dalam alKasysyaf dan Amina Wadud dalam Quran and Women (study kompratif)”.

31

Skripsi ini fokus membahas tentang konflik dalam keluarga secara global,
keluarga sakinah bukan keluarga yang tidak punya masalah tetapi keluarga yang

Husni Mubarok, “Nuyuz : Studi Komparatif Imam asy-Syafi’i dan Amina Wadud,”
(Skripsi S1 Perbandingan Madzhab Dan Hukum Fakultas Syari’ah, Universitas Islam Negeri
Sunan Kalijaga Yogyakarat, 2009).
31
Siti Khomsiatun, “Nusyus dalam pandangan Zamakhsari dalam al-Kasysyaf dan Amina
Wadud dalam Qur’an and Women (study kompratif),” (Skripsi S1fakultas Usuluddin, Institut
Agama Islam Negeri Walisongo Semarang, 2013).
30

11

bisa mencari solusi ketika terjadi konflik keluarga. Dalam skripsi ini juga penulis
membahas tentang menagemen konflik.
Keempat, Kajian yang menekankan pada poligami dapat dilihat juga pada
tulisan Iis Kartika, “Poligami dalam Pandangan Amina Wadud Muhsin dan
32

Wahbah Az-Zuhaili”.

Skripsi ini ingin mendiskripsikan seorang istri yang

dipoligami karena alasan yang cendrung memojokkan istri sebagai penyebab dari
suaminya berpoligami seperti mandul, ingin banyak anak dan alasan kesehatan.
Kajian lain yang menekankan pada poligami dapat dilihat pada tulisan Inin
Nastain, “Istimbat Hukum Muhammad Abduh dan Amina Wadud Muhsin Dalam
33

Hal Istri Mandul Sebagai Alasan Poligami”. Skripsi ini secara substansi sama
dengan yang di atas, yang membedakan hanya perbandingan tokoh.
kajian lain yang menitiberatkan pada permasalahan poligami seperti yang
dilakukan oleh Nur Chabibah, “Studi Analisis Hukum Islam Terhadap pemikiran
34

Amina Wadud Tentang Tidak diperbolehkannya Poligami”.

Nur Chabibah

mencoba menjawab pertanyaan tentang Bagaimana epistimologi dan latar
belakang yang digunakan Wadud dalam pengambilan hukum tentang pelarangan
poligami. Sehingga pada akhir skripsi ini berbicara tentang boleh tidaknya
poligami harus dipahami secara kaffah, kalaupun alasan suami berpoligami karena

Iis Kartika, “Poligami dalam Pandangan Amina Wadud Muhsin dan Wahbah AzZuhaili,” (Skripsi S1 Fakultas Syari’ah, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarat,
2007).
33
Inin Nastain, “Istimbat Hukum Muhammad Abduh dan Amina Wadud Muhsin dalam
Hal Istri Mandul Sebagai Alasan Poligami,” (Skripsi S1 Fakultas Syari’ah, Universitas Islam
Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarat, 2007).
34
Nur Chabibah, “Studi Analisis Hukum Islam Terhadap pemikiran Amina Wadud
Tentang Tidak Diperbolehkannya Poligami,” (Skripsi S1Fakultas Syariah, Institut Agama Islam
Negeri Sunan Ampel Surabaya, 2009).
32

12

istri mandul atau alasan lainnya yang oleh undang undang atau hukum Islam itu
diperbolehkan.
Kelima. Kajian yang menekankan pada kesetaraan jender dapat dilihat
juga pada Sulaiman. “Kesetaraan Jender (Dalam Pemikiran Amina Wadud dan
35

Siti Musdah Mulia)”.

Skripsi ini sama dengan yang diatas yang membahas

tentang jender, perpedaanya hanya pada perpaduan dua tokoh feminis, dalam
skripsi ini tokohnya Amina dan Siti Musdah Mulia.
Kajian lain yang menitiberatkan pada wanita dalam ranah sosial
(kesetaraan jender) seperti yang dilakukan oleh Habibi Ibnu HS, “Kesetaraan
36

Jender dalam al-Qur’an Perspektif Amina Wadud”.

Skripsi ini membahas

tentang Amina yang ingin membangkitkan peran perempuan dalam kesetaraan
dan relasi gender, dengan berprinsip pada keadilan sosial dan kesetaraan gender.
Dia juga ingin menyelamatkan perempuan dari konservatifisme Islam. Menurut
Wadud banyak hal yang menyebabkan penafsiran miring tentang perempuan;
kultur masyarakat, kesalahan paradigma, latar belakang para mufasir yang
kebanyakan laki-laki.
Keenam. Kajian yang menekankan pada peran wanita dalam ruang publik
dapat dilihat juga pada Yuslam Chanafi, “Perbandingan Antara Saksi Perempuan
37

dengan Laki-Laki”.

Skripsi ini membahas tentang kekuatan kesaksian wanita

baik dalam muamalah atau yang lainnya. Menurut Wadud, bahwa adanya dua
Sulaiman. “Kesetaraan Jender (Dalam Pemikiran Amina Wadud dan Siti Musdah
Mulia),” (Skripsi S1 Fakultas Syari’ah, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarat,
2006).
36
Habibi Ibnu HS, “Kesetaraan Jender dalam al-Qur’an Perspektif Amina Wadud” (Skripsi
S1 Ushuluddin, Universitas Islam Syarif Hidatullah Jakarta, 2007).
37
Yuslam Chanafi, “Perbandingan Antara Saksi Perempuan Dengan Laki-Laki,” (Skripsi
S1 Fakultas Syari’ah, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarta, 2007).
35

13

saksi perempuan sama dengan satu saksi laki-laki, karena dalam masyarakat
umumnya perempuan mudah dipaksa, sehingga jika saksi yang dihadirkan hanya
seorang perempuan, maka ia akan menjadi sasaran empuk kaum pria tertentu yang
ingin memaksanya agar memberi kesaksian palsu, dan jika ada dua orang saksi
perempuan mereka bisa saling mendukung satu sama lain; jika yang seorang lupa
(tudilla), maka seorang lagi dapat mengingatkannya (tudzakkira) akan perjanjian
muamalah.
Kajian lain yang menitiberatkan pada peran wanita dalam ruang publik
seperti yang dilakukan Ahmad Baidowi. “Tafsir Feminis (Studi Pemikiran Amina
38

Wadud dan Nash Hamid Abu Zaid)”. Dalam disertasi ini Baidawi menguraikan
gagasan Amina Wadud dan Nasr Hamid Abu Zaid dengan menggunakan
pendekatan filosofis hermeneutis untuk mengungkap asumsi-asumsi filosofis
mengenai penafsiran feminis. Dari analisis disertasinya mengungkap bahwa kedua
tokoh feminis muslim ini memahami tafsir bukan sebagai tindakan menjelaskan
teks-teks al-Qur’an secara aktual sebagaimana yang lazim dilakukan para penafsir
tradisional. Keduanya memahami penafsiran sebagai upaya mengaitkan teks alQur’an dengan problem realitas kontemporer dalam rangka menemukan solusi
yang qurani atas berbagai problem masyarakat saat ini, terutama yang sangat
menyudutkan eksistensi wanita.
Ketujuh. Kajian yang menitiberatkan pada permasalahan wanita sebagai
imamah seperti yang dilakukan oleh Kokom Komariah, “Pandangan Ulama
tentang Imam Salat Perempuan: Telaah Kritis Terhadap

Pemikiran Amina

Ahmad Baidowi. “Tafsir Feminis (Studi Pemikiran Amina Wadud dan Nash Hamid Abu
Zaid),” (Skripsi S1 Fakultas Syari’ah, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga Yogyakarat,
2011).
38

14

Wadud”.

39

Skripsi ini membahas tentang Pandangan ulama tentang imam salat

perempuan, pada tahun 1994 Amina menyampaikan khotbah Jum’at di Masjid
Claremont, Cape Town, Afrika Selatan, dan pada Jum’at, 18 Maret 2005, 100
orang laki-laki dan perempuan menyelenggarakan shalat Jumat di sebuah gereja
Anglikan, hal memicu respons dari pihak-pihak yang setuju dengan tindakannya
ini. Sedangkan Syekh Yusuf Qardhawi, serta Syekh al-Azhar Mesir, Muhammad
Sayyid al-Thanthawi mengajukan keberatan atas aksi Amina Wadud ini.
Adapun beberapa literatur pembahasan terkait adil adalah:
“Berbuat Adil Jalan Menuju Bahagia”.

40

Dalam buku ini penulisnya

membahas tentang sifat adil yang harus dilakukan oleh seorang pemimpin (Ulil
Amri) dan balasan dari Allah bagi orang yang berlaku adil, serta balasan bagi
orang yang berbuat zalim.
“Konsep Adil dalam Poligami (Analisis Perspektif Hukum Islam dan
41

Undang-Undang No. 1 Tahun 1974”. Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum,
Universitas Islam Syarif Hidatullah jakarta, 2010. Skripsi ini membahas tentang
sikap adil yang harusnya dilakukan oleh seorang suami yang melakukan poligami,
didasarkan pada hukum Islam dan hukum Negara. Sifat adil seperti apa yang
harusnya dilakukan oleh suami kepada anak dan istri, adalah dalam pembagian
waktu berkumpul bersama keluarga.

Kokom Komariah, “Pandangan Ulama Tentang Imam Salat Perempuan: Telaah Kritis
Terhadap Pemikiran Amina Wadud,” (Skripsi S1 Fakultas Syariahdan Hukum, Universitas Islam
Syarif Hidatullah Jakarta, 2006).
40
Yusuf Abdullah Daghfaq, “Berbuat Adil Jalan Menuju Bahagia”. (Jakarta: Gema
Insani Press. 1992)
41
Abdul Khoir, Konsep Adil dalam Poligami (Analisis Perspektif Hukum Islam dan
Undang-Undang No. 1 Tahun 1974”. Skripsi S1 Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam
Syarif Hidatullah jakarta, 2010)
39

15

42

“Analisis Konsep Adil Berpoligami Perspektif Hukum Islam”. Skripsi ini
hampir sama dengan skripsi di atas hanya saja sifat adil yang di kaji dalam skripsi
ini berfokus pada keadilan yang harusnya dilakukan oleh seorang suami ketika dia
berpoligami menurut hukum Islam.
“Keadilan dalam al-Quran (Analisis Kata al-Qisth Pada Berbagai
43

Ayat)”.

Pada skripsi ini penulis mencoba membahas tentang konsep keadilan

dalam al-Quran lewat kata al-Qisth. Keadilan yang bersifat seimbang, dipakai
untuk menjelaskan sifat orang-orang yang berilmu. Juga perlakuan terhadap hakhak anak yatim. Maupun ketika berjual beli.
Pembahasan tentang keadilan dalam al-Qur’an masih bisa diperluas lagi.
Dari penjelasan mengenai literatur di atas terdapat sejumlah persamaan dengan
apa yang akan penulis kaji dari alasan sisi epistemologi, mengapa Amina Wadud
memahami ayat al-Qur’an seperti itu, dan perbedaannya ada pada “ Kritik
Terhadap Konsep Keadilan Atas Penafsiran Amina Wadud” hal inilah yang
menjadikan skripsi ini menjadi layak di lakukan.
E. Metode Penelitian
Dalam penulisan ini, nantinya digunakan beberapa metode sebagai
berikut :
a. Metode Pengumpulan Data

42
Nuri Faat, Analisis Konsep Adil Berpoligami Perspektif Hukum Islam”. Skripsi S1
Fakultas Syariah dan Hukum, Universitas Islam Syarif Hidatullah jakarta, 2007.
43
Alfionitazkiyah, Keadilan dalam al-Quran (Analisis Kata Al-Qisth Pada Berbagai
Ayat)”. Skripsi S1 Fakultas Ushuluddin dan Filsafat, Universitas Islam Syarif Hidatullah jakarta,
2014

16

Penelitian
merupakan

jenis

ini

termasuk

penelitian

jenis
kualitatif

penelitian

(library

research),44

dengan pengalian bahan-bahan

pustaka yang koheren dengan obyek pembahasan,45 yakni dengan

cara

menuliskan, mengedit, mengklasifikasikan, mereduksi, dan menyajikan
data. Data diambil dari berbagai sumber tertulis, sumber yang dimaksud
adalah berupa buku-buku, bahan-bahan dokumentasi dan sebagainya.
b. Sumber Data
Penelitian ini menggunakan sumber data kepustakaan yang berkaitan
dengan penafsiran Amina. Sumber data yang dimaksud dalam penelitian adalah
subyek dari mana data diperoleh. Adapun sumber data dalam penelitian ini
adalah:
1. Sumber data primer
Sumber data primer adalah sumber pokok penelitian skripsi ini.
Adapun data primer dalam penelitian ini adalah al-Qur’an dan buku karya
Amina Wadud Muhsin yang berjudul: “Quran Menurut Perempuan:
Membaca Kembali Kitab Suci dengan Semangat Keadilan”. Terjemah
Abdullah Ali (Jakarta: Serambi Ilmu Semesta, 2006)
2. Sumber data sekunder
Sumber data sekunder adalah sumber informasi yang tidak secara
langsung mempunyai wewenang dan tanggung jawab terhadap informasi

44

library research juga disebut sebagai kajian pustaka. kajian literatur yang merupakan
sebuah uraian atau deskripsi tentang literatur yang relevan dengan bidang atau topik
tertentu.Memberikan tinjauan mengenai apa yang telah dibahas atau dibicarakan oleh peneliti atan
penulis. teori dan hipotesis yang mendukung, permasalahan penelitian yang diajukan atan
dinyatakan, metode dan metodologi yang sesuai. Lihat Punaji Setyosari. Metode Penelitian
Pendidikan dan Pengembangan (Jakarta: Kencana Prenadamedia, 2013), h. 95.
45
Ronny H Sumintro, Metodologi Penelitian Hukum dan Jurumetri, cet. Ke-4 (Jakarta:
Ghalia Indonesia, 1983), h. 15.

17

yang ada. Adapun yang dijadikan sumber sekunder dalam skripsi ini adalah
buku-buku, kamus, jurnal, dan karya lain yang relevan dengan pembahasan
tersebut.
c. Metode Analisis Data
Analisa data dalam skripsi ini penulis menggunakan metode kualitatif
dengan metode deskriptif analisis. Dan metode analisis kritis. Sedangkan
pendekatan yang penulis gunakan adalah pendekatan deduktif-analitik, sebagai
prosedur pemecahan masalah yang diselidiki dengan mengambarkan atau
melukiskan keadaan sebuah subyek atau obyek penelitian.46 Mempelajari karya
tokoh yang bersangkutan dengan membuat analisis mengenai semua konsep
pokok satu persatu, agar dapat dibangun suatu sintesis. Pola pikir ini digunakan
untuk menganalisis pembacaan ulang al-Qur’an yang bersemangat keadilan
versi Amina Wadud Muhsin. Sehingga dapat ditarik kesimpulan yang bisa
menguatkan ataupun melemahkan pendapatnya.
d. Teknik Penulisan
Panduan penulisan skripsi ini berdasarkan pada Pedoman penulisan
skripsi47 yang terdapat dalam Pedoman Akademik Tahun 2012/2013 Program
Strata 1 Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. yang
diterbitkan oleh Biro Adimistrasi dan Akademik UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta. Penulisan catatan kaki untuk kutipan kedua dan seterusnya, hanya
menyertakan nama populer penulis atau nama belakang dan dua kata dari judul
beserta halaman.

46
Hadawi Nawawi, Metode Penelitian Bidang Sosial (Yogyakarta: Gajah Mada
University Press, 1995), h. 63.
47
Tim Penyusun, Pedoman Akademik Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta 2012/2013 (Ciputat: UIN Jakarta Press, 2012), h. 351.

18

F. Sistematika Penulisan
Penulisan skripsi ini disusun menjadi empat bab. Bab I merupakan
pendahuluan yang berisi asumsi-asumsi yang melatarbelakangi pemilihan tema
penelitian ini, kemudian rumusan masalah yang akan dijawab dalam skripsi ini.
Tujuan dan kegunaan dari penelitian, telaah terhadap buku-buku atau tulisantulisan lain yang pernah dilakukan sebelumnya mengenai tema ini, serta
pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini. Karena pembahasan dalam
skripsi ini terfokus pada Kritik Terhadap Konsep Keadilan Jender. Maka penulis
menjadikan Bab ke II untuk menelaah model-model penafsiran tentang keadilan
yang telah dilakukan oleh para mufasir-mufasir dan para aktifis jender.
Biografi dan pemikiran Amina Wadud penulis kemukakan pada BAB III.
Berikut bagaimana Wadud mengunakan metode Hermeneutika Tauhid dalam
menafsirkan al-Qur’an yang di adopsi dari Fazlur Rahman. Yaitu teori doubel
movement.
Penafsiran Amina Wadud mengenai keadilan jender dalam al-Quran,
penulis kemukakan dalam Bab IV. Penulis mencoba mengumpulkan ayat-ayat alQuran yang terkesan timpang jender, kemudian menguraikan bagaimana
penafsiran Amina Wadud terhadap ayat-ayat tersebut, dan bagaimana seharusnya
konsep keadilan ideal bagi kebanyakan ulama tafsir dalam merespon konsepsi
Amina Wadud.
Kajian ini akan diakhiri dengan Bab V yang berisi kesimpulan dari
pembahasan secara keseluruhan, dan saran-saran penyusun dalam kaitannya
dengan penulisan ini.

BAB II
KEADILAN JENDER DALAM PANDANGAN MUFASIR DAN AKTIVIS
A. Pengertian Adil

Menurut kamus besar bahasa indonesia (KBBI) adil diartikan sebagai (1)
sama berat, tidak berat sebelah; dan tidak memihak. (2) berpihak pada kebenaran
dan (3) sepatutnya tidak sewenang-wenang.1 Kata adil dalam bahasa Indonesia
awalnya diserap dari kata ‘adl dalam bahasa arab yang terambil dari kata ‘adala
yang terdiri dari huruf ‘ain, dal dan lam. Rangkaian huruf ini kemudian
menghasilkan dua makna yang bertolak belakang yaitu “lurus dan sama” serta
“bengkok dan berbeda”.2 Dari makna pertama kata ‘adl bisa diartikan sebagai
menetapkan suatu hukum dengan benar. Jadi seorang yang ‘adl adalah berjalan
lurus dan sikapnya selalu mengunakan ukuran yang sama, “persamaan itulah yang
merupakan makna asal kata ‘adl.3 Kedua, ‘adl dalam arti ‘seimbang’. Bermakna
memberikan sesuatu kepada seseorang sesuai dengan kelayakannya sehingga
terdapat kesesuaian kedudukan dan fungsinya dibanding dengan individu lain.4
Sedangkan dalam bahasa Inggris kata adil diterjemahkan sebagai just.5 Arti kata
Inggris itu kira-kira sama dengan yang dimaksud oleh kata adil dalam bahasa
Indonesia.6

1

Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Balai
Pustaka, 2005), h. 4.
2
Ibnu Faris, Mu’jam Maqâyis al-Lugah, (t.t: t.p, t.th. Vol III), h. 745.
3
Ensiklopedi al-Qur’an: Kajian Kosakata (Jakarta: Lentera Hati, 2007), h. 5.
4
Hafidz Taqiyuddin, Argumen Keadilan dalam Hukum Waris Islam: Studi Konsep ‘Awl
dan Radd, (Tangerang Selatan: Cinta Buku Media, 2014), h. 18.
5
John M.Echols dan Hassan Shadly, Kamus Inggis- Indonesia, (Jakarta: Gramedia
Pustaka, 1996), h. 338.
6
Dawam Rahardjo, Ensiklopedi al-Qur’an: Tafsir Sosial Berdasarkan Konsep-konsep
Kunci, (Jakarta: Paramadina, 2002), h. 369.

19

20

Firdaus al-Hisyam dan Rudy Hariyanto mengatakan bahwa kata adil
diartikan sebagai. Just, fair, impartial, rightful, lawful, honest (secara pantas, adil,
tidak berat sebelah, berdasarkan keadilan, hukum yang sah, lurus hati).7
Sedangkan adil secara istilah (umum) merupakan arti dari ‘meletakkan sesuatu
pada tempatnya’.8
B. Pengertian kesetaraan gender
Kata setara dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) berasal dari
kata tara yang berarti yang sama (tingkatannya, kedudukannya) kemudian
mendapatkan tambahan kata depan se- menjadi setara yang berarti sejajar (sama
tingginya), sama tingkatnya (kedudukannya), sebanding, sepadan atau seimbang.9
Dalam bahasa Inggris, kesetaraan

dikenal dengan

equality, yang bermakna

persamaan.10 Setara juga dapat diartikan sebagai seimbang, tidak berat sebelah
dan tidak membeda-bedakan.11
Sehingga kesetaraan gender dapat diartikan sebagai wujud kesamaan
kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan serta hakhaknya sebagai manusia, agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan
politik, hukum, ekonomi, sosial budaya, pendidikan dan pertahanan dan
keamanan nasional (hankamnas, serta kesamaan dalam menikmati hasil

7
Firdaus al-Hisyam dan Rudy Hariyanto, Kamus Lengkap 3 Bahasa: Arab Indonesia
Inggris, (Surabaya: Gitamedia Press, 2006), h. 523.
8
Basri Iba Asghary, Solusi al-Quran tentang Problem Sosial Politik Budaya, (Jakarta: PT
Reineka Cipta, 1994), h. 116.
9
http://kbbi.web.id/tara http://kbbi.web.id/tara
10
John M.Echols dan Hassan Shadly, Kamus Inggis- Indonesia, h. 217.
11
Elvira Suryani, Sosialisasi Kesetaraan Gender pada Pegawai Kantor Kesejahteraan
Sosial dan Pemberdayaan Masyarakat Kabupaten Bekasi. Jurnal Kybernan, Vol. I, No, 2
(September 2010), h. 6.

21

pembangunan tersebut. Kesetaraan juga meliputi penghapusan diskriminasi dan
ketidakadilan struktural, baik terhadap laki-l