30 BAB III PENDAPAT AMINA WADUD TENTANG

BAB III
PENDAPAT AMINA WADUD TENTANG
WANITA SEBAGAI IMAM SHALAT
A. Sekilas Tentang Biografi Amina Wadud
Amina Wadud lahir di Amerika Serikat pada tahun 1952.1 dan
mempunyai nama lengkap Amina Wadud Muhsin, ia adalah warga Amerika
keturunan Afrika-Amerika (kulit hitam).2 Amina menjadi seorang muslimah
kira-kira akhir tahun 1970-an.3 Walaupuan ia masuk Islam baru seperempat
abad namun berkat ketekunan dalam melakukan studi keislaman, maka saat
ini ia menjadi Guru Besar Studi Islam pada jurusan Filsafat dan Agama di
Universitas Virginia Comminwealth. Di mana sebelumnya ia menyelesaikan
studi di Universitas Michigan dan mendapat gelar MA (1982) dan Ph. D
(1988).
Selain bahasa Inggris, Amina juga menguasai beberapa bahasa lain
seperti Arab, Turki, Spanyol, Prancis dan German.4 Maka tidak mengherankan
bila ia sering mendapatkan kehormatan menjadi dosen tamu pada universitas
di beberapa negara. Antara lain :

1

Khudori Soleh (ed.), Pemikiran Kontemporer, Yogyakarta: Jendela, 2003, hlm. 66

Menurut Charles Kurzman sebagaimana dikutip Ahmad Baidhawi, Amina Wadud
adalah keturunan Malaysia. Menurutnya tidak banyak diketahui mengenai latar belakang
kehidupannya, latar belakang keluarga, sosial dan pendidikannya secara detail. Lihat Ahmad
Baidhawi, Tafsir Feminis ; Kajian Perempuan dalam al-Qur’an dan Para Mufasir Kontemporer,
Bandung: Nuansa, 2005, hlm. 109.
3
Amina Wadud, Qur’an Menurut Perempuan, (tarj.) Abdullah Ali, Jakarta: Serambi,
2001, hlm. 23
4
Lihat pada www.livingislam.org, diakses pada tanggal 10 April 2005.
2

30

31

1. Universitas Commonwealth, Virginia : Asisten Profesor di Lembaga Studi
Filsafat & Agama, tahun 1992 – 1997, 1998 dan menjadi Profesor penuh
pada tahun 1999.
2. Fakultas Ketuhanan Harvard Cambridge, sebagai dosen Magister Studi

Wanita di Lembaga Penelitian Program Agama & menjadi Dosen
Terbang, 1997-1998.
3. Universitas Islam Internasional ; Asisten Profesor di Lembaga
Pengetahuan & Peninggalan Islam Wahyu, 1989-1992.
4. Universitas di Michigan ; Asisten Riset Pengembangan Bahan-Bahan
Pengajaran Bahasa Arab, 1984-1986.
5. Institut Pengajaran Bahasa Inggris ; Kairo Mesir Instruktur/pengajar
Inggris, Transkriber Program Pendidikan untuk Orang Dewasa di musim
panas 1982.
6. Sekolah Pusat Komunitas Islam : Philadelphia PA. Guru kelas 5-6.
Pengembangan Kurikulum Pelajaran Agama Islam kelas 4-7, 1979-1980
7. Universitas di Qar Younis ; Kampus Pendidikan El-Beida Libya : Dosen
di Fakultas Inggris pada tahun 1976-1977.5
Selain sebagai dosen, ia juga memberikan beberapa kursus singkat
mengenai keislaman :
1. Kajian-Kajian Keagamaan :

5

Ibid.


32

Islam, Pengenalan Terhadap Kajian-Kajian Keagamaan, Islam & AfrikaAmerika, Agama di Amerika, Bahasa-Bahasa Klasik Global didalam
Spiritualitas, Perbandingan Agama, Agama-Agama Dunia.
2. Kajian-Kajian Al-Qur’an :
Tafsir, Ilmu-Ilmu Al-Qur’an, Tema-Tema Pokok dalam Al-Qur’an, AlQur’an & Wanita, Keadilan, Jender & Penafsiran Al-Qur’an.
3. Kajian-Kajian Keislaman :
Peradaban Islam, Sejarah, Islam & Orang-Orang Muslim, Mistik Islam :
Orang-Orang Sufi, Islam & TrenGlobal.
4. Kajian-Kajian Kewanitaan :
Wanita & Agama, Spiritualitas Wanita Secara Umum, Teologi Feminisme,
Islam & Wanita.
5. Kajian-Kajian Internasional :
Pergerakan Islam, Islam di Asia Tenggara, Islam di Amerika, Sejarah
Timur Tengah.6
Ia pernah menjadi Consultant Workshop dalam bidang Islam dan
Gender yang diselenggarakan oleh MWM (Maldivian Women’s Ministry) dan
PBB pada tahun 1999. Dalam beberapa organisasi ia pun memiliki jabatan
penting, di antaranya :7

1. Anggota Akedemi Agama Amerika (AAOR), 1989-2001
2. Anggota Dewan Konggres WCRP, 1999-2004

6
7

Ibid.
Ibid.

33

3. Anggota Eksekutif Komite WCRP, 1992-2004
4. Anggota inti SIS (Sister in Islam) Forum Malaysia tahun 1989
5. Editor Gender Issu pada Jurnal “The American Muslim” 1994-1995.
6. Editor Jurnal “Lintas Budaya” Virgia Commenwealth University, 1996.
7. Editorial Jurnal “Hukum dan Agama”, 1996-2001
8. Instruktur pada lembaga kursus Studi Islam untuk Dewasa di Islamic
Community Center of Philadelphia; 1982-1984.
9. Ketua Komite Gabungan Peneliti Studi Agama dan Studi tentang
Amerika-Afrika, 1996-1997.

10. Ketua Koordinator Komite Perempuan (WCC), 1999-2004
11. Pembawa Acara di sebuah stasiun televisi pada acara “Focus on al-Islam”,
1993-1995.
12. Perkumpulan Studi Inggris & Arab Wanita, 1980-1987
13. Dan masih banyak lagi jabatan-jabatan penting yang ia pegang.8
Selain itu Amina Wadud juga banyak memperoleh beberapa
penghargaan dari penelitiannya yang cukup banyak, yaitu :
1. Universitas Commonwealth, Virginia :
-

Workshop musim panas VCU : Bertahan di Ruang Kelas Elektrik
disponsori oleh Kantor Walikota & Kantor Pengembangan Pengajaran,
7-17 Agustus 2000

8

Ibid

34


-

Subsidi VCU : “Memulai Kritik Jender Inklusif Terhadap Teori Etika
Islam” sebuah penelitian utama mengenai Konsep Moral Menurut AlQuran, diajukan pada tahun 1999

-

Subsisi VCU : “Konsep Alternatif Mengenai Keluarga Dalam Islam”,
diajukan pada tahun 1996

-

Mendapat predikat Who’s Who di Organisasi-organisasi Internasional,
edisi kedua tahun 1995

-

Mendapat predikat Who’s Who of Woman Dunia, edisi ke-12 tahun
1993 & edisi ke-13 tahun 1995


2. Universitas Islam Internasional Malaysia :
Penganugerahan untuk sebuah penelitian tentang Kritik Metodologis
Terhadap Feminisme Sekuler (Menguak Feminisme Pro-Keyakinan
Menurut Pandangan Islam) pada tahun 1990-1991.
3. Universitas di Michigan :
-

Kelompok Kajian-Kajian Timur (mendapat fasilitas pengajaran &
biaya hidup per tahun), di musim panas tahun 1979

-

Penghargaan kecil (mendapat fasilitas pengajaran & biaya hidup per
tahun), 1980-1981, 1982-1984, 1985-1986, 1987-1988

-

Mendapat beasiswa di lingkungan bahasa asing : (mendapat fasilitas
pengajaran & biaya hidup per tahun), 1984-1987


4. Universitas Amerika di Kairo :
Center for Arabic Study Abroad (CASA) (mendapat fasilitas pengajaran,
biaya hidup per tahun & biaya perjalanan), 1981-1982

35

5. Universitas di Pennsylvania :
-

Mendapat beasiswa sekolah Universitas : tahun 1970-1975 (fasilitas
pengajaran & biaya hidup per tahun)

-

Penghargaan Akademis : 1973-1975

6. Pusat Penelitian Amerika di Mesir : “Peran Moral Dalam Al-Quran dan
Kejelasan Mengenai Keadilan Sosial” diajukan tahun 1999.
7. Fakultas Ketuhanan Harvard : Program Kajian Wanita dalam Agama,
“Konsep Lain Tentang Keluarga dan Tata Hukum Personal Muslim”

(penghargaan 1997-1998).
8. Subsidi VCU : “Menitikberatkan Kritik Eksklusif Jender Terhadap Teori
Etika Islam” Penelitian utama tentang “Konsep Al-Quran Terhadap Peran
Moral”, diajukan tahun 1999.
9. Subsidi VCU : “Pendapat Lain tentang Konsep Keluarga Dalam Islam :
Koleksi Data-Data Penting”, (penghargaan di musim panas tahun 1996).
10. Universitas

Islam

Internasional

:

“Kritik

Metodologis

Terhadap


Feminisme Sekuler : Penelitian Terhadap Feminisme Pro-Keimanan
Menurut Pandangan Islam” (penghargaan tahun 1990-1991).9
B. Karya-karya Intelektual Amina Wadud
Amina termasuk tokoh feminis muslim yang cukup produktif,
walaupun ia baru menulis dua karya ilmiah dalam bentuk buku, namun ia
sudah banyak menulis puluhan bahkan ratusan dalam bentuk artikel yang

9

Ibid

36

dimuat dalam beberapa jurnal, seminar-seminar, dan beberapa proposal
research (proposal penelitian) dalam bidang perempuan, gender, agama,
pluralisme dan kemanusiaan. Karya-karya tersebut antara lain ;10
a. Buku
-

Qur’an and Women : Rereading the Sacred Text form a Women’s

perspective, (Oxford University Press: 1999).

-

Qur’an and Women, Fajar Bakti Publication (Oxford University Press
Subsidiary), Kuala Lumpur Malaysia (Original Eddition), 1992. 11

b. Artikel
-

“Pusaka Aisyah : Wanita dan Jender Dalam Islam” untuk New
Internasionalist isu spesial tentang Islam, Terbitan-terbitan New
Internationalist Ltd., Oxford, U.K. (akan terbit)

-

“Dibalik Sebuah Penafsiran” di Forum Terbuka Islam dan Toleransi,
pada Boston Review : A Political and Literary Forum, Volume 27, No
1 February/Maret 2002.

-

Responden : Diskusi Meja Bundar : Teoligi Feminisme beranekaragam
secara agamis atau Umat Kristen Ghetto? Di Jurnal Kajian-Kajian
Feminisme Dalam Agama, Musim gugur tahun 2000, Volume 16#2
halaman 90-99.

10

Ibid.
Kedua buku tersebut telah diterjemahkan ke dalam beberapa bahasa antara lain :
Persia oleh Nahid Shafiei, Belanda oleh Uitgeverij Bullaaq, Arab oleh Elham Abu Su’ud, Turki
oleh Nazife Sisman dan Indonesia oleh Penerbit Pustaka. Bahkan buku “Qur’an and Women :
Rereading the Sacred Text form a Women’s perspective” pada tahun 1994 pernah meraih
peringkat dalam daftar buku besst-seller di koran al-Qalam Afrika Selatan. Amina Wadud, op. cit.,
hlm. 20.
11

37

-

“Pandangan Islam Tentang Isu-Isu Hak Sipil” Ch. 9 Religion and Civil
Rights Proyek Hak-Hak Sipil Universitas Harvard dan Dana Abad 21,
1999

-

“Keyakinan” di Ensiklopedi Wanita dan Agama oleh Routledge Press,
akan terbit.

-

“Ibadah” di Ensiklopedia tentang Wanita dan Agama Dunia, Serenity
Young, ed. Macmillan Press, akan terbit tahun 1999.

-

“Wahyu”, Ensiklopedi tentang Dunia Islam Modern, John Esposito,
ed. Universitas Oxford Press, NY 1995

-

“Wilayah”, Ensiklopedi tentang Dunia Islam Modern, John Esposito,
ed. Universitas Oxford Press, NY 1995

-

“Dinamika Hubungan Laki-Laki & Perempuan”, The American
Muslim, Volume III, No. 1, Musim Dingin tahun 1995.

-

“Islam : Sebuah Respon Yang Muncul tentang Paham Aktivisme
Spiritual Kulit Hitam”, Forum Universitas untuk VCU Voice*, 7
February 1994.

-

“Muslimah di Abad 21 : Maju atau Mundur”, The American Muslim*,
Volume II, No. 11-12, Musim Panas/Rontok tahun 1994.

-

“Al-Quran, Syari’ah dan Hak-Hak Kewarganegaraan Muslimah” di
Sharia

Law

and

the

Modern

Nation-State,

(berlangsungnya

simposium) ed. Norani Othman, SIS Forum Malaysia Berhard, Kuala
Lumpur, 1994.12

12

Lihat pada www.livingislam.org, diakses pada tanggal 10 April 2005

38

Dari pergumulan sebagai aktivis wanita dalam upaya memperjungkan
keadilan gender, ia berpendapat bahwa selama ini sistem relasi laki-laki dan
wanita di banyak negara sering kali mencerminkan adanya bias patriarkhi
sehingga mereka kurang mendapat keadilan yang proporsional.13
Karya-karya Amina Wadud tersebut merupakan bukti kegelisahan
intelektualnya mengenai ketidakadilan di masyarakat. Maka ia mencoba
melakukan rekonstruksi metodologis tentang bagaimana menafsirkan alQur’an agar dapat menghasilkan sebuah penafsiran yang sensitif gender dan
berkeadilan.
C. Metode Tafsir Feminis Amina Wadud
Amina Wadud adalah seorang pemikir kontemporer yang mencoba
melakukan rekonstruksi metodologis tentang bagaimana menafsirkan alQur’an agar menghasilkan sebuah penafsiran yang sensitif gender dan
berkeadilan. Dengan gagasan yang kritis, ia juga berusaha mengaplikasikan
metodologi yang dibangunnya tersebut.
Asumsi dasar yang dijadikan kerangka pemikirannya adalah bahwa alQur'an merupakan sumber tertinggi yang secara adil mendudukkan laki-laki
dan wanita setara.14 Karena itu, perintah dan petunjuk Islam yang termuat

13

Patriarkhat dalam Kamus besar bahasa Indonesia mempunyai makna tata kekeluargaan
yang mementingkan garis keturunan bapak. Lihat Departemen Pendidikan dan Kebudayaan,
Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1993.
14
Penegasan ini, ia dasarkan pada ayat-ayat al-Qur’an 33:35, yang menjelaskan bahwa
laki-laki maupun perempuan sama-sama berhak menerima pahala dari Allah SWT. Sedangkan
Q.S. 4:1 (1:‫ﺲ واﺣ ﺪة )اﻟﻨ ﺴﺎء‬
ٍ ‫ﻦ َﻧ ْﻔ‬
ْ ‫ﺧَﻠ َﻘ ُﻜ ْﻢ ِﻣ‬
َ ‫س ا ﱠﺗ ُﻘ ﻮا َر ﱠﺑ ُﻜ ُﻢ اﱠﻟ ﺬِي‬
ُ ‫ﻳ ﺎ َأ ﱡﻳ َﻬ ﺎ اﻟ ﻨﱠﺎ‬.”Bertaqwalah kepada Tuhanmu yang
telah menciptakanmu dari nafs yang satu.....” (an-Nisa: 1). Menurutnya bahwa kata nafs tidak
maskulin maupun feminim, dan menjadi esensial dari setiap orang, laki-laki dan perempuan,
begitu pula tidak disebutkan secara eksplisit bahwa perempuan diciptakan dari nafs Adam saja.

39

dalam al-Qur'an mestinya diinterpretasikan dalam konteks historis yang
spesifik. Khususnya dalam mengkaji bagaimana persepsi mengenai wanita
terhadap penafsiran ayat-ayat al-Qur'an. Menurut pandangan Amina, ada
beberapa hal yang harus diingat, yaitu :
1. Tidak ada Penafsiran yang Benar-benar Obyektif
Menurutnya, selama ini tidak ada satupun penafsiran yang benarbenar obyektif. Masing-maing ahli tafsir sering melakukan beberapa
pilihan subyektif dan kadang-kadang tidak mencerminkan maksud dari
nashnya.15 Sebuah produk tafsir selalu dipengaruhi olah pengalaman
subyektif dan latar belakang masing-masing orang. Contoh sederhana,
orang yang fanatik terhadap ilmu fiqh maka ketika menafsirkan al-Qur'an
maka ia akan lebih banyak menggunakan pengalaman fiqihnya.
Selain itu tidak adanya pemahaman yang tunggal terhadap ayatayat al-Qur’an tersebut muncul sejak ayat-ayat tersebut diturunkan dari
waktu ke waktu.16 Termasuk di antara para sahabat sebagai generasi yang
paling dekat dengan Rasul sekalipun sering berbeda pendapat antara satu
dengan yang lainnya. Perbedaan ini juga sampai kepada ulama mufassirin
pada periode-periode berikutnya. Maka tidak mengherankan bila
kemudian muncul penafsiran-penafsiran yang berbeda tentang makna yang
terkandung dalam al-Qur’an.

Karena itu kedudukan laki-laki dan perempuan di hadapan Tuhan adalah sama dan sederajat. Lihat
Amina Wadud , op. cit., hlm. 57-58.
15
Ibid., hlm. 33
16
Asghar Ali Engineer, The Qur’an Women and Modern Society, (tarj.) Agus Nuryanto,
“Pembebasan Perempuan”, Yogyakarta; LKiS, 2003, hlm. 22.

40

2. Kategorisasi Penafsiran al-Qur'an
Penafsiran mengenai wanita, menurut Amina ada tiga kategori,
yaitu tradisional, reaktif dan holistik.17
a. Tradisional
Model tafsir ini menggunakan pokok bahasan tertentu sesuai
kemampuan mufasir-nya, seperti hukum, nahwu, sharaf, sejarah,
tasawuf dan sebagainya. Maka tafsir seperti ini bersifat atomistik.
Artinya penafsiran ini dilakukan atas ayat perayat dan tidak tematik
sehingga pembahasannya terkesan parsial dan tidak ada upaya untuk
mengenali tema-tema dan membahas hubungan al-Qur'an dengan
dirinya sendiri, secara tematis.18
Dan yang paling ironi pada model penafsiran tradisional ini
menurut Amina Wadud adalah semuanya hanya ditulis oleh kaum lakilaki. Hal ini berarti bahwa subyektifitas laki-laki dan pengalaman lakilaki dimasukkan ke dalam tafsir mereka dan sementara wanita dan
pengalaman wanita tidak dimasukkan (diabaikan), maka wajar bila
kemudian tafsir yang muncul adalah menurut visi, perspektif,
kehendak atau kebutuhan khas laki-laki (patrinial).19
b. Reaktif
Tafsir model ini adalah sebagai reaksi para pemikir modern
terhadap sejumlah hambatan yang dialami wanita yang dianggap

17

Amina Wadud, loc. cit.
Ibid.
19
Ibid., hlm. 34
18

41

berasal dari al-Qur'an. Tujuan yang dicapai dan metode yang dipakai
berasal dari cita-cita dan dasar pemikiran kaum feminis. Namun
terkadang analisis yang dipakai tidak komprehensif dan sering
menyebabkan sikap egoisme wanita yang tidak sesuai dengan sikap alQur'an sendiri terhadap wanita. Maka sebenarnya kelemahan ini bisa
ditekan bila mereka berpegang teguh pada konsep pembebasan
terhadap sumber utama dari idiologi dan teologi Islam.20
c. Holistik
Merupakan penafsiran yang melibatkan banyak persoalan, sosial,
moral, ekonomi dan politik modern, termasuk persoalan wanita yang
muncul pada era modern.21
Satu unsur khas untuk menafsirkan dan memahami setiap nas
adalah nas sebelumnya yang disusun oleh penafsir yang dipengaruhi
oleh suasana bahasa dan budaya saat nas dibaca, maka hal tersebut
tidak dapat dielakkan dan dihindari.22
Pada posisi inilah Amina Wadud menempatkan diri dalam
upayanya

untuk

menafsirkan

ayat-ayat

al-Qur’an.

Dengan

memasukkan pengalaman wanita dan membebaskan diri dari stereotip

20

Ibid., hlm. 35
Ibid.
22
Model ini mirip dengan apa yang ditawarkan oleh Fazlur Rahman yang berpendapat
bahwa ayat-ayat al-Qur'an yang diturunkan dalam waktu tertentu dalam sejarah. Dengan keadaan
umum dan khusus yang menyertainya menggunakan ungkapan yang relatif sesuai dengan situasi
yang mengelilinginya karena ia dapat direduksi atau dibatasi oleh situasi pada saat diwahyukan.
Dengan semboyan itu pula dalam rangka memelihara relevansi al-Qur'an dengan perkembangan
hidup manusia, al-Qur'an harus ditafsirkan ulang. Baca Fazlur Rahman, Islam and Modernity:
Transformasi of an Intellectual Tradition, (tarj.) Anas Muhyidin, Jakarta, Pustaka, 1996, hlm.
Pendahuluan.
21

42

yang di bangun oleh mufassir laki-laki.23
Maka menurut Amina Wadud betapa pentingnya analisis konsep
wanita dalam al-Qur'an, bila mana diukur dengan perspektif ayat-ayat alQur'an sendiri, baik itu dalam kekuatan sejarah, politik bahasa, kebudayaan,
pikiran dan jiwa maupun ayat-ayat Tuhan yang dinyatakan bagi seluruh umat
manusia. Melalui pengkajian ulang terhadap al-Qur'an berdasarkan prinsipprinsip keadilan sosial, persamaan manusia dan tujuannya sebagai pedoman
hidup.24
Melalui kesadaran tersebut, Amina Wadud memberikan sebuah
tawaran metode yang harus dipegangi ketika akan menafsirkan ayat-ayat alQur'an terutama ayat-ayat yang bias gender. Yang dikemasnya dalam tiga
aspek penting, yaitu :
1. Dalam konteks apa teks itu ditulis atau kaitannya dengan al-Qur'an adalah
dalam konteks apa ayat tersebut diturunkan.
2. Sebagaimana komposisi tata bahasa teks (ayat) tersebut, bagaimana
pengungkapannya, apa yang dikatakannya.
3. Bagaimana keseluruhan teks (ayat), weltanschauung atau pandangan
hidupnya. 25
Sebagai langkah teknis operasionalnya, ketika akan menafsirkan,
setiap ayat, yang harus dianalisis adalah : 26 1) dalam konteksnya; 2) dalam

23

Ahmad Baidhawi, op. cit., hlm. 114
Nurjannah Ismail, Perempuan dalam Pasungan Bias Laki-laki dalam Penafsiran,
Yogyakarta: LkiS, 2003, hlm. 8-9
25
Amina Wadud, op. cit., hlm. 35
26
Ibid.
24

43

konteks pembahasan topik yang sama dengan al-Qur'an; 3) menyangkut
bahasa yang sama dan struktur sintaksis yang digunakan dalam seluruh bagian
al-Qur'an; 4) menyangkut sikap benar berpegang teguh pada prinsip-prinsip
al-Qur'an; 5) dalam konteks al-Qur'an sebagai weltanschauung atau
pandangan hidup.27
Dengan metode tersebut, Amina ingin menangkap spirit dan ide-ide alQur'an secara utuh, holistik dan integratif hingga tidak terjebak pada teks-teks
yang bersifat parsial dan legal formal. Hal ini penting karena problem
penafsiran al-Qur'an sesungguhnya adalah bagaimana memaknai teks alQur'an yang terbatas dengan konteks yang tidak terbatas. Karena koteks selalu
mengalami perkembangan, apalagi pada waktu yang bersamaan kita ingin
menjadikan al-Qur'an selalu relavan dengan perkembangan dan tuntutan
zaman.
D. Pendapat Amina Wadud Tentang Wanita sebagai Imam Shalat
Berdasarkan pemahaman terhadap al-Qur’an sebagaimana di atas,
Amina berusaha mengimplementasikan gagasannya tersebut dalam bentuk
aski nyata. Yang paling aktual adalah gebrakan Amina Wadud tentang imam
shalat wanita. Di mana ia sendiri sebagai imam dalam shalat jum’at.

27

Korelasi antara pendekatan semantikal dan konteks sosial sudah lama disadari oleh para
sarjana muslim yang kemudian melahirkan sekian judul mengenai tatabahasa Arab yang
diharapkan dapat membantu untuk bisa menangkap pesan al-Qur'an. Disiplin ilmu balaghah,
ma’ani dan bayan, misalnya, secara khusus mengkaji kaitan antara pendekatan semantikal dan
konteks sosial. Untuk memahami sebuah ucapan Nabi Saw (hadits) misalnya, hendaknya juga
harus dipahami gaya bahasa yang digunakan, konteks sosial dan psikologi Rasulullah serta kepada
siapa ucapan itu ditujukan. Lihat Komaruddin Hidayat, Memahami Bahasa Agama, Sebuah Kajian
Hermenutik, Jakarta: Paramadina, 1996, hlm. 166.

44

Berikut ini adalah serangkaian peristiwa pada saat Amina Wadud
memimpin iman shalat jum’at pada hari jumat tanggal 18 maret 2005 pukul
13.00 – 15.00 waktu setempat, sebagai mana ditulis dalam majalah GATRA:28
Ruangan Synod House di Gereja Katedral Saint John The Divine,
New York, terkesan lebih lapang. Deretan bangku yang biasa
memenuhi ruangan itu digantikan hamparan karpet biru, Jumat 18
Maret lalu. Sebuah prosesi ibadah yang tak lazim hendak berlangsung
di kawasan Upper Manhattan itu. Yakni salat Jumat dengan imam dan
khatib seorang perempuan. Tempatnya di gereja pula.
Sponsor ritual itu, Muslim Wake Up! dan Muslim Women's
Freedom Tour, menyebutnya sebagai ''Historic Jum'a''. "Kami dengan
bangga mensponsori perempuan pertama yang memimpin salat Jumat
dengan jamaah campuran gender (laki dan perempuan)," tulis situs
Muslim Wake Up! Imam perempuan itu adalah Dr. Amina Wadud,
asisten profesor studi Islam di Departemen Filsafat dan Studi Agama,
Virginia Commonwealth University.29
Dalam pemahaman umum masyarakat muslim, perempuan hanya
boleh menjadi imam salat bagi makmum perempuan. Bila jamaahnya
lelaki, atau campuran laki dan perempuan, imamnya harus pria.
Apalagi untuk salat Jumat. Ibadah mingguan ini hanya wajib bagi pria.
Perempuan boleh saja ikut Jumatan, tapi dianjurkan salat lohor saja.
Karena itu, Jumatan dengan imam perempuan terasa lain. Sejak
pukul 12.00 waktu setempat, sejam sebelum acara dimulai, 50-an
jamaah sudah antre masuk kompleks gereja di ujung Jalan Amsterdam
Avenue itu. Belasan polisi New York mengawasi antrean. Setiap orang
diwajibkan membuka tasnya, lalu menyerahkan kunci dan peralatan
lain dari besi. Badan mereka juga diperiksa dengan detektor.
Sepuluh menit sebelum salat dimulai, seorang pemrotes sempat
lolos pemeriksaan. Ia lantas berteriak-teriak menentang acara tersebut,
hingga akhirnya diringkus polisi. Sejumlah penentang sempat
membawa spanduk bertuliskan, ''Mixed Gender Prayers Today,
Hellfire Tomorrow''. Mereka baru pergi setelah diusir polisi.
Semula Jumatan akan berlangsung di Galeri Sundaram Tagore di
Soho, New York. Namun, karena ada ancaman bom, akhirnya pindah
ke Gereja Anglikan tersebut. "Kami mendapat banyak ancaman," kata
Asra Nomani, pendiri Muslim Women's Freedom Tour, kepada Gatra.

28

Majalah GATRA meliput aksi Imam perempuan dalam shalat jum’at yang dilakukan
Amina Wadud melalui koresponden langsung dari New York Amerika Serikat. Kemudian
memberitakan dan mengupas berita tersebut secara detail dalam 2 edisi, yaitu : edisi 2 April dan 9
April 2005
29
http://www.muslimwakeup.com/events/archives/2005/03/friday_prayer_l.php

45

Puluhan wartawan tampak campur aduk dengan jamaah.
Beberapa wartawan yang tidak paham ketentuan tempat salat diminta
mencopot sepatunya atau tidak menginjak karpet. Acara sempat molor
15 menit. Setelah wartawan diminta tidak berdiri menutupi arah kiblat,
ritual pun dimulai.
Diawali ucapan selamat datang dari Asra Nomani.30 Wanita
berpostur mungil mantan wartawan Wall Street Journal ini tidak
mengenakan kerudung. Rambutnya dibiarkan tergerai sebahu. "Hari ini
merupakan hari bersejarah," kata wanita asal Pakistan itu. "Karena
posisi kaum wanita yang biasanya di bagian belakang masjid telah
dipindahkan ke bagian paling depan.'' Asra telah membuat ''Rancangan
10 Hak Wanita Muslim Dunia''. Di antaranya, hak menjadi imam dan
khatib Jumat.
Setelah ucapan selamat datang, dilanjutkan azan oleh Sueyhla ElAttar, penyiar radio di Atlanta, Georgia. "Allahu Akbar... Allahu
Akbar!'' seru wanita asal Mesir itu sambil menutup telinga kiri.
Suaranya tidak semerdu azan lekaki yang kerap terdengar di TV
Indonesia. Sueyhla juga penulis, aktris, dan pernah menyutradarai
drama The Vagina Monologues. Seperti Asra, Sueyhla tidak
mengenakan jilbab.
Kemudian dilanjutkan dengan zikir, dipandu Saleemah AbdulGhafur. Pengarang buku Living Islam Out Loud: American Muslim
Women Speak itu membaca surat Al-Fatihah tujuh kali, penggalan
surat Yasin ''Salamun qawlun min rabbir rahim'' 33 kali dan ''ya nur''
100 kali. Saleemah adalah pendiri majalah muslimah Amerika, Azizah.
Lulusan Columbia University itu mengenakan kerudung cokelat muda.
Usai zikir, Dr. Amina Wadud masuk ruangan, dikelilingi
sejumlah pengawal kulit hitam, juga berjas hitam. Amina berjalan
menunduk. Ia mengenakan kerudung panjang warna kembangkembang ungu dan busana muslim warna ungu. Setelah letak mikrofon
dibetulkan, ilmuwan asal Afrika Selatan itu tampil ke depan jamaah
sambil membawa dua buku catatan untuk bahan khotbah.
Awalnya, khotbah Amina terdengar membosankan. Banyak
jamaah mengantuk. Amina memberikan gambaran bahwa Islam adalah
agama cinta damai. Setelah berlangsung satu jam, khotbah penulis
buku Qur'an and Woman ini mulai menarik. "Wanita bukanlah seperti
dasi yang jadi pelengkap busana saja," kata Amina, "Wanita memiliki
posisi yang sama dengan lelaki di segala bidang".
Acara dilanjutkan dengan iqamat oleh Sueyhla El-Attar. Lalu
Amina tampil menjadi imam. Jamaah lelaki di sebelah kiri-belakang
imam, wanita di kanan-belakang. Laki dan perempuan berdiri sejajar.
30

Ia perempuan kelahiran Pakistan mantan wartawan Wall Street Journal adalah pendiri
kelompok “Muslim Women’s Freedom Tour” yang merupakan salah sponsor Amina Wadud
dalam merancang jumatan kontroversial tersebut. Dan ia menulis buku “Standing Alone in Mecca”
yang menjadi best seller di Amerika bersamaan dengan shalat jum’at yang kontroversial tersebut.
GATRA 9 April.

46

Tidak ada tabir pembatas antara dua jenis kelamin itu. Beberapa
jamaah perempuan tetap membiarkan kepalanya tanpa mukena.
Ketika membaca penggalan surat Al-An'am, usai membaca surat
Al-Fatihah, Amina sempat terdiam sejenak. Entah karena tegang atau
tak biasa menjadi imam, ia lupa lanjutan ayatnya. Seorang makmum
lelaki di belakangnya membantu melanjutkan. Amina menirukan
koreksi jamaahnya. Salat Jumat dua rakaat itu berlangsung lancar
sampai akhir. Bagi Amina, ini bukan pengalaman pertama memimpin
salat Jumat. Tahun 1994, ia pernah juga melakukannya di Afrika
Selatan.
Sayangnya setelah pelaksanaan prosesi shalat selesai, Amina tidak
memberikan keterangan pers terhadap apa yang baru saja dilakukannya
tersebut. Namun secara tersirat isi khutbah yang ia sampaikan di tengah shalat
jum’at merupakan prinsip dasar alasan dari apa yang ia lakukan. Berikut ini
diantara penggalan isi khutbah Amina Wadud :
Tidak ada ayat dalam al-Qur’an yang menyebutkan bahwa
wanita tidak boleh menjadi imam. Pada abad ke-7, Nabi
Muhammad pernah mengizinkan wanita menjadi imam bagi
jamaah laki-laki dan perempuan. Nabi Muhammad meminta
Ummu Waraqah31 menjadi imam dalam shalat jum’at bagi
jama’ah di luar kota Madinah.
Namun, hukum yang kebanyakan diciptakan kaum pria
menghapus hak-hak wanita muslim. Sehingga wanita muslim
kehilangan hak-hak intelektualitas dan haknya menjadi
pemimpin spiritual. Kaum muslim menggunakan interpretsi
sejarah yang salah dan mundur ke belakang.
Kita sebagai umat Islam yang hidup di abad ke-21,
mempunyai mandat untuk memperbaiki tanggungjawab
partisipasi lelaki dan perempuan. Kita harus saling bergandeng
tangan untuk memperbaiki posisi wanita yang selama ini
dipandang sebagai “rekanan seksual” belaka.
Wanita bukanlah seperti dasi yang menjadi pelengkap
busana. Kapanpun lelaki melakukan kontak dengan wanita, maka
wanita harus diperlakukan secara sejajar dan seimbang. Melalui
shalat jum’at kali ini, kita sama-sama melangkah ke depan.
31

Hadits riwayat Abu Daud dari Ummu Waraqah adalah sebagai berikut :

‫ﻫﺎ‬

‫ﺭ‬
ِ‫ﺩﺍ‬
‫ل‬
َ‫ﻫ‬
‫َﺃ‬
‫ﻡ‬
‫ﺘُﺅ‬
‫ﻥﹶ‬
‫ﻫﺎَﺃ‬

‫ﺭ‬

‫ﻤ‬

‫ﺍ‬
‫ﻭﹶ‬
‫ﻬﺎ‬
‫ﻟ‬
‫ﻥﹶ‬
‫ﻴَﺅﺫﱢ‬
‫ﻬﺎ‬
‫ﻟ‬
‫لﹶ‬
َ
‫ﻌ‬
‫ﺠ‬

‫ﻬﺎﻭ‬
‫ﺘ‬
ِ‫ﻴ‬
‫ﺒ‬
‫ﻓﻰ‬
ِ‫ﻫﺎ‬

‫ﺭ‬

‫ﻭ‬
‫ﺯ‬

‫ﻴ‬
‫ﻥ‬
‫ﻜﺎ‬
‫ﻡ ﹶ‬

‫ﻠ‬
‫ﺴﱠ‬
‫ﻭ‬
ِ
‫ﻴﻪ‬
‫ﻠ‬
‫ﹶ‬
‫ﻠﻰﺍ ِﷲﻋ‬
‫ﺼﱠ‬
 ‫لﺍ ِﷲ‬
َ‫ﻭ‬
‫ﺴ‬

‫ﻥﺭ‬
‫َﺃ‬
(‫ﻭﺩ‬
‫ﻭﺩﺍ‬
‫ﻩﺍﺒ‬
‫ﻭﺍ‬
‫ﺭ‬
)

47

Langkah ini merupakan simbol dari adanya banyak kemungkinan
dalam Islam.32
Tentu saja, berita ini menjadi sangat kontroversial dan memancing
reaksi ulama dunia untuk berkomentar. Dan dapat diduga dimana kubu yang
kontra lebih dominan dari pada kubu yang pro. Namun apa yang dilakukan
Amina adalah sebuah perjuangan tentang nilai-nilai kesetaraan dan persamaan
dalam dimensi spiritual, dimana dimensi ini sangat sakral untuk dijamah.

32

GATRA 2 April 2005, hlm. 81