Potensi Gangguan Gulma pada Tiga Sistem Budidaya Padi Sawah

POTENSI GANGGUAN GULMA PADA TIGA SISTEM
BUDIDAYA PADI SAWAH

LALU MUHAMAD ZARWAZI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Potensi Gangguan Gulma
pada Tiga Sistem Budidaya Padi Sawah adalah benar karya saya dengan arahan
dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor,

Januari 2015
Lalu Muhamad Zarwazi
NRP A252120291

RINGKASAN
LALU MUHAMAD ZARWAZI. Potensi Gangguan Gulma pada Tiga Sistem
Budidaya Padi Sawah. Dibimbing oleh M. ACHMAD CHOZIN dan DWI
GUNTORO.
Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengkaji dominasidan dinamika gulma,
(2) mengkaji potensi gangguan gulma, (3) mempelajari efektivitas teknik
pengendalian gulma,dan (4) mempelajari efisiensi usahatani pada ketiga sistem
budidayatanaman padi sawah.
Penelitian telah dilaksanakan di Kebun Percobaan Sukamandi Balai Besar
Penelitian Tanaman Padi, Badan Litbang Pertanian, Kemetrian Pertanian mulai
bulam November 2013 sampai April 2014.Rancangan yang digunakan adalah
Rancangan Acak Kelompok dengan rancangan perlakuan Split Plot dan empat
ulangan.Faktor utama adalah Sistem Budidaya (S) yaitu (S1)SRI (System of Rice
Intensification), (S2) Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) dan (S3)
Konvensional.Sabagai anak petak adalah Teknik Pengendalian Gulma (T) yaitu
(T0)Tanpa Pengendalian Gulma, (T1)Teknik Pengendalian Manual, Teknik (T2)

Pengendalian Mekanis dan (T3)Teknik Pengendalian Kimia.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan dominasi jenis
gulma pada masing-masing sistem budidaya saat pengamatan 21 dan 42 hari
setelah tanam (HST).Sistem budidaya SRI (S1) dan PTT (S2) didominasi golongan
gulma teki dari jenis Fimbristylis miliacea (L) Vahl, sedangkan sistem budidaya
konvensional (S3) didominasi oleh kelompok gulma berdaun lebar yaitu jenis
Monochoria vaginalis (Burm. F). Saat analisis vegetasi umur 42 HST, terjadi
perubahandominansi dengan gulma dominan jenis M. vaginalis dan jenis F.
miliacea pada semua sistem budidaya.
Sistem budidaya (S) dan teknik pengendalian gulma (T) berinteraksi nyata
pada peubah bobot kering gulma umur 21 hari setelah tanam (HST). Sistem
budidaya berpengaruh nyata pada peubah jumlah anakan produktif, bobot
biomass total tanaman padi,
indeks luas daun umur 28 dan 84 HST, laju
pertumbuhan tanaman (LPT) umur 84 HST, jumlah gabah hampa, bobot 1.000
butir gabah, bobot kering total gulma umur 41 HST. Sistem budidaya (S) tidak
berpengaruh nyata pada peubah tinggi tanaman maksimum, ILD umur 56 HST,
LAB umur 84 HST, jumlah gabah per malai, dan jumlah gabah isi per malai.
Teknik pengendalian gulma (T) berpengaruh nyata pada peubah bobot kering
gulma saat 42 HST, jumlah anakan produktif, bobot kering total tanaman padi,

LPT dan LAB umur 84 HST, tetapi tidak berpengaruh nyata pada peubah tinggi
tanaman maksimum, ILD umur 28, 56 dan 84 HST, jumlah gabah per malai,
jumlah gabah isi per malai, jumlah gabah hampa per malai dan bobot 1.000 butir
gabah.
Berdasarkan hasil analisis vegetasi dan bobot kering gulma yang dikaitkan
dengan hasil produksi menunjukkan bahwa sistem budidaya SRI memiliki potensi
gangguan gulma paling tinggi dibandingkan PTT dan konvensional.Teknik
pengendalian gulma yang paling efektif dalam menekan pertumbuhan gulma
berbeda pada tiga sistem budidaya.Teknik manual dan mekanis efektif dalam
menekan pertumbuhan gulma pada sisitem PTT dan konvensional, teknik
pengendalian kimia efektif menekan pertumbuhan gulma pada SRI, PTT dan
konvensional.

Peningkatan hasil panen akibat pengendalian gulma pada sistem budidaya
SRI sebesar 28.99% (932 kg ha-1), PTT sebesar 29.44% (985.6 kg ha-1) dan
sistem konvensional sebesar 14.55% (558.1 kg ha-1). Berdasarkan hasil analisis
usahatani, SRI menghasilkan keuntungan tertinggi apabila pengendalian gulma
dilakukan dengan teknik kimia, B/C ratio sebesar 1.35. PTT menghasilkan
keuntungan tertinggi apabila pengendalian gulma dilakukan dengan teknik manual
dan mekanis dengan B/C ratio sebesar 1.57.Sistem budidaya konvensional

menghasilkan keuntungan tertinggi apabila pengendalian gulma dilakukan dengan
teknik manual, B/C ratio sebesar 1.54.
Kata kunci:dominansi gulma, peningkatan hasil, efektivitas pengendalian,
usahatani

SUMMARY
LALU MUHAMAD ZARWAZI. Weeds Harmful Potential on Three of Paddy
Rice Cultivation System. Supervised byM. ACHMAD CHOZINandDWI
GUNTORO.
This research aims (1) to study the dynamics and domination of weed, (2)
to study harmful potential of weed, (3) to study the effectively of weeding
techniques, and (4) to study the farming efficiency of three paddy rice cultivation
systems.
The experiment was conducted from November 2013 to April 2014 at
Sukamandi Research Station of Indonesian Centre for Rice Research, Agency of
Agricultural Research and Development, Agricultural Ministry. The experiment
was arranged in factorial randomized block design with Split Plot. The main plot
were System of Rice Intensification (S1), Integrated Crop Management (S2) and
Conventional System (S3). The sub plot were unweeding (T0), Manual Weeding
(T1), Mechanical Weeding (T2) and Chemical Weeding (T3).

The result showed the dominant of weed species at 21and 42 days after
transplanting (DAT) wereFimbristylis miliacea (L)andMonochoria vaginalis
(Burm. F).SRI (S1) and ICM (S2) were dominated with sedges weed F. miliacea
(L) and the conventional system was dominated with broadleaves weed M.
vaginalis . The result of vegetation analysis at 42 DAT showed that the weed
dominationwereM. vaginalis and F. miliacea.
There was significance interaction between cultivation systems (S) with
weeding techniques (T) ondry weight of biomass at 21 DAT. The cultivation
system significant on number of productive tiller, total of crop dry weight
biomass, leaf area index at 28 and 84 DAT, crop growth rate at 84 DAT, number
of unfilled grains, weight of 1 000 filled grains, dry weight of biomass at 42 DAT.
The cultivation systems not significant on maximum of height crop, leaf area
index on 56 DAT, net assimilation rate on 84 DAT, number of grains per panicle,
number of filled grain per panicle. The weeding techniques (T) significance on
dry weight of weed biomass on 42 DAT, number of productive tiller, dry weight
of plant biomass, crop growth rate and net assimilation rate on 84 DAT, and not
significant on height of crop, leaf area index on 28, 56 and 84 DAT, number of
grains per panicle, number of filled grains per panicle, number of unfilled of
grains, and weight of 1 000 filled grains.
The effective of weeding techniques different on three of paddy rice

cultivation system.Mechanical and manual techniques effective at weeding on
ICM and conventional.Chemical weeding effective on SRI.
Increased of grains yield by weeding on SRI was 28.99% (932 kgs ha-1),
ICM 29.44% (985.6 kgs ha-1) and conventional system was 14.55% (558.1kgs
ha-1). The result of farming analysis at three of paddy cultivation systems showed
that highest benefit and B/C ratio on SRI (1.35 B/C ratio) showed by chemical
weeding technique. The highest benefit and B/C ration on ICM showed by manual
and mechanical weeding techniques (1.57 B/C ratio). The highest benefit and B/C
ratio on conventional system showed by manual weeding technique (1.54 B/C
ratio).
Keywords: Dominant, weeding technique, yield increasing, effective weeding,
farming.

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

POTENSI GANGGUAN GULMA PADA TIGA SISTEM
BUDIDAYA PADI SAWAH

LALU MUHAMAD ZARWAZI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Agronomi dan Hortikultura

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Penguji pada Ujian Terbuka: Dr Ir Ahmad Junaedi, MSi


Judul Tesis : Potensi Gangguan Gulma pada Tiga Sistem Budidaya Padi Sawah
Nama
: Lalu Muhamad Zarwazi
NIM
: A252120291

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir M. Achmad Chozin, MAgr
Ketua

Dr Dwi Guntoro, SP, MSi
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Agronomi dan Hortikultura


Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Maya Melati, MS, MSc

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 30 Desember 2014

Tanggal Lulus:

PRAKATA
PujidansyukurpenulispanjatkankepadaAllahsubhanahuwata’alaatas segala
karunia-Nya sehinggakarya ilmiah inidapat diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan November 2013 hingga April 2014 ini
ialah sistem budidaya, dengan judul Potensi Gangguan Gulma pada Tiga Sistem
Budidaya Padi Sawah.
Terima kasih penulis ucapkan kepada BapakProf Dr Ir M. AchmadChozin,
MAgr dan Dr Dwi Guntoro, SP, MSiselaku pembimbing yang dengan sabar
memberikan bimbingan dan arahan selama penelitian dan penulisan tesis. Di

samping itu, Penghargaan penulis sampaikan kepada Bapak Dr Made Jana
Mejaya, Kepala Balai Besar Penelitian Tanaman Padi Badan Litbang Pertanian.
Kepada Ketua Departemen Agronomi dan Hortikultura Dr Ir Agus Purwito, MS.
dan Ketua Program Studi Agronomi dan Hortikultura Dr Ir Maya Melati, MS,
MSc. serta semua staff Departemen yang telah membantu.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada ayahanda
H. L Abdulrachman, Ibunda Kayangan, Istri tercinta Baiq Ulin Nuha Asiah, SPt,
Ananda Baiq Du’a Atqiya Najhan, L. Ahmad Faiz Haqiqi, Baiq Nadiya Shofwa
Najhan dan L. Muhammad Rayyan Haqiqi atas do’a dan perhatian serta
dukungan selama berlangsungnya studi, penelitian dan penulisan tesis ini. Rasa
hormat dan terima kasih yang tidak terhingga juga penulis sampaikan kepada
kakanda B. Dewi Kayangan, Hj. B. Maemunah dan Adinda L. Tahzan. Penulis
menyampaikan terima kasih kepada seluruh teman-teman Mahasiswa
Pascasarjana Program Studi Agronomi dan Hortikultura 2012 IPB, teman-teman
Mahasiswa dari Komunitas Mahasiswa NTB di Asrama Mahasiswa NTB Bogor,
serta semua pihak yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu atas bantuan dan
saran yang diberikan.
Penulis berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang
memerlukannya.
Bogor, Januari 2015

Lalu Muhamad Zarwazi

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

iii

DAFTAR LAMPIRAN

iv

DAFTAR GAMBAR

v

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian

1
1
2
2
2

2

TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Padi (Oryza sativa L.)
Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman Padi
Sistem Budidaya SRI (System of Rice Intensification)
Sistem Budidaya Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT)
Sistem Budidaya Konvensional
Teknik Pengendalian Gulma

3
3
4
4
5
5
6

3

METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Bahan
Metode Penelitian
Pelaksanaan Penelitian
Pengamatan Gulma
Pengamatan Tanaman Padi
Analisis Data

6
6
6
6
7
8
9
11

4

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Keadaan Umum Pertanaman
Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Penelitian
Pembahasan

11
11
11
11
20

5

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

23
23
24

DAFTAR PUSTAKA

24

LAMPIRAN

28

RIWAYAT HIDUP

51

DAFTAR TABEL
1 Komponen teknologi penciri sistem budidaya padi sawah dalam percobaan
2 Rekapitulasi hasil sidik ragam pengaruh sistem budidaya dan teknik
pengendalian gulma terhadap peubah penelitian
3 Nisbah jumlah dominansi (NJD) spesies gulma pada perlakuan sistem
budidaya dan teknik pengendalian gulma saat 30 HSbP dan 42 HST
4 Rata-rata bobot kering biomassa gulma pada perlakuan sistem budidaya
dan teknik pengendalian gulma saat 42 HST
5 Hasil analisis jaringan tanaman pada umur 56 HST pada perlakuan
sistem budidaya dan teknik pengendalian gulma
6 Hasil perhitungan serapan hara tanaman pada umur 56 HST pada perlakuan
Sistem budidaya dan teknik pengendalian gulma
7 Rata-rata tinggi tanaman, jumlah anakan dan bobot biomassa total padi pada
sistem budidaya dan teknik pengendalian gulma saat 84 HST
8 Rata-rata nilai indeks luas daun (ILD) tanaman padi umur 84 HST
9 Nilai laju pertumbuhan tanaman (LPT) dan laju asimilasi bersih (LAB)
tanaman padi pada 84 HST
10 Rata-rata komponen hasil tanaman padi pada sistem budidaya dan
teknik pengendalian gulma
11 Rata-rata bobot gabah kering giling (GKG) pada sistem budidaya dan
teknik pengendalian gulma
12 Perbandingan hasil B/C ratio tiap teknik pengendalian gulma pada tiga
sistem budidaya padi swah

8
12
13
14
15
15
16
17
17
18
19
19

DAFTAR LAMPIRAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.

Deskripsi varietas Mekongga
Tata letak plot percobaan
Hasil analisis tanah awal di lokasi penelitian, KP Sukamandi MH 2013
Hasil analisis vegetasi awal gulma di lahan percobaan (30 HSbP)
Curah hujan, suhu udara, jumlah hari hujan dan kelembaban (RH)
di lokasi penelitian
Analisis usahatani sistem budidaya SRI dengan tanpa pengendalian
Analisis usahatani sistem budidaya SRI dengan teknik pengendalian manual
Analisis usahatani sistem budidaya SRI dengan teknik pengendalian mekanis
Analisis usahatani sistem budidaya SRI dengan teknik pengendalian kima
Analisis usahatani sistem budidaya PTT dengan tanpa pengendalian
Analisis usahatani sistem budidaya PTT dengan teknik pengendalian manual
Analisis usahatani sistem budidaya PTT dengan teknik pengendalian mekanis
Analisis usahatani sistem budidaya PTT dengan teknik pengendalian kimia
Analisis usahatani sistem budidaya konvensional dengan tanpa pengendalian
Analisis usahatani sistem budidaya konvensional dengan teknik pengendalian
manual
Analisis usahatani sistem budidaya konvensional dengan teknik pengendalian
mekanis

29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44

DAFTAR LAMPIRAN (LANJUTAN)
17. Analisis usahatani sistem budidaya konvensional dengan teknik
pengendalian kimia
18. Sidik ragam pengaruh sistem budidaya dan teknikpengendalian gulma
terhadap bobot kering biomassa gulma umur 21 HST
19. Sidik ragam pengaruh sistem budidaya dan teknikpengendalian gulma
terhadap bobot kering biomassa gulma umur 42 HST
20. Sidik ragam pengaruh sistem budidaya dan teknik pengendalian gulma
terhadap serapan hara N tanaman padi umur 56 HST
21. Sidik ragam pengaruh sistem budidaya dan teknik pengendalian gulma
terhadap serapan hara P tanaman padi umur 56 HST
22. Sidik ragam pengaruh sistem budidaya dan teknik pengendalian gulma
terhadap serapan hara K tanaman padi umur 56 HST
23. Sidik ragam pengaruh sistem budidaya dan teknik pengendalian gulma
terhadap tinggi tanaman maksimum
24. Sidik ragam pengaruh sistem budidaya dan teknik pengendalian gulma
terhadap jumlah anakan maksimum
25. Sidik ragam pengaruh sistem budidaya dan teknikpengendalian gulma
terhadap bobot kering total biomassa tanaman padi umur 82 HST
26. Sidik ragam pengaruh sistem budidaya dan teknik pengendalian gulma
terhadap indeks luas daun (ILD) umur 84 HST
27. Sidik ragam pengaruh sistem budidaya dan teknik pengendalian gulma
terhadap laju pertumbuhan tanaman(LPT) umur 84 HST
28. Sidik ragam pengaruh sistem budidaya dan teknik pengendalian gulma
terhadap laju asimilasi bersih(LAB) tanaman umur 84 HST
29. Sidik ragam pengaruh sistem budidaya dan teknikpengendalian gulma
terhadap jumlah anakan produktif
30. Sidik ragam pengaruh sistem budidaya dan teknik pengendalian gulma
terhadap bobot 1 000 butir gabah.
31. Sidik ragam pengaruh sistem budidaya dan teknik pengendalian gulma
terhadap jumlah gabah per malai
32. Sidik ragam pengaruh sistem budidaya dan teknik pengendaliangulma
terhadap jumlah gabah isi per malai
33. Sidik ragam pengaruh sistem budidaya dan teknik pengendalian gulma
terhadap jumlah gabah hampa per malai
34. Sidik ragam pengaruh sistem budidaya dan teknik pengendalian gulma
terhadap hasil gabah kering panen (kg.ha-1)
35. Sidik ragam pengaruh sistem budidaya dan teknik pengendalian gulma
terhadap hasil gabah kering giling (kg.ha-1)

45
46
46
46
46
47
47
47
47
48
48
48
48
49
49
49
49
50
50

DAFTAR GAMBAR
1 Pengaruh interaksi antara sisitem budidaya dengan teknik pengendalian gulma 14
terhadap bobot kering biomassa gulma saat 21 HST

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Padi merupakan komoditas yang berperan sangat strategis bagi bangsa
Indonesia.Beras merupakan sumber makanan pokok bagi sebagian besar rakyat
Indonesia dengan jumlah penduduk sebesar 250 juta jiwa dan pertumbuhan
penduduk 1.49% per tahun (BKKBN 2013).Kebutuhan beras di Indonesia
semakin meningkat berbanding lurus dengan pertambahan dan pertumbuhan
jumlah penduduk.Kebutuhan beras mencapai 38 juta ton per tahun (BPS 2013a).
Produksi beras Nasional tahun 2013 berdasarkan Angka Sementara BPS
sebesar 71.29 juta ton gabah kering giling (GKG) atau mengalami peningkatan
2.24 juta ton (3.24 %) dibandingkan tahun 2012 sebesar 69.06 juta ton (BPS
2013b). Kenaikan produksi diperkirakan terjadi karena peningkatan luas panen
seluas 391.69 ribu hektar (2.91 %) dan peningkatan produktivitas sebesar 0.16
kuintal/hektar (0.31%). Upaya peningkatan produksi beras pada masa yang akan
datang dihadapkan pada berbagai kendala seperti tingginya konversi lahan sawah
pertanian menjadi non pertanian, degradasi kesuburan lahan hingga munculnya
organisme pengganggu tanaman (OPT).
Salah satu OPT yang dapat menurunkan produksi serta produktivitas padi
adalah gulma. Kehilangan hasil padi akibat gulma di seluruh dunia diperkirakan
mencapai 10 sampai 15%, bahkan kehilangan hasil dapat mencapai 86% jika
tanpa pengendalian gulma (Pane et al. 2004). Selain penurunan produksi,
keberadaan gulma di pertanaman padi sawah menyebabkan peningkatan biaya
pengelolaan dan pengendalian, sehingga menurunkan pendapatan petani (Tungate
et al. 2007).
Pengelolaan dan pengendalian gulma merupakan issue yang paling penting
dalam produksi pertanian (Sakai & Upadhyaya 2007). Kehilangan hasil dapat
ditekan dengan berbagai pendekatan, termasuk dengan pendekatan sistem
budidaya dan teknik pengendalian.Sistem budidaya padi sawah yang diterapkan di
Indonesia dewasa ini yaitu sistem konvensional, pengelolaan tanaman terpadu
(PTT) dan System of Rice Intensification (SRI).Ketiga sistem budidaya memiliki
perbedaan komponen teknologi dasar, sehingga memberi peluang terhadap jenis
dan dominansi gulma serta teknik pengendaliannya.
Perbedaan komponen teknologi dasar antara ketiga sistem budidaya
tersebut antara lain; SRI dengan persemaian kering, pindah tanam bibit muda
umur 7 sampai 15 hari setelah sebar (HSS), perakaran dangkal saat ditanam,
tanam tunggal, jarak tanam lebar 30 cm x 30 cm atau lebih lebar pada tanah subur,
pengairan dengan irigasi berselang (intermittent) dan aplikasi bahan organik.
Komponen dasar PTT terdiri atas: penggunaan benih varietas unggul baru,
bermutu dan berlabel, penambahan bahan organik, pengaturan populasi dengan
jajar legowo, pengairan berselang (intermittent), pemupukan berdasarkan status
hara tanah (Syam 2006). Komponen teknologi konvensional terdiri atas :
kebutuhan benih 15 sampai 25 kg ha-1, bibit berumur 21 sampai 31 HSS, 3 sampai
5 bibit per lubang tanam, dilakukan penggenangan air antara 5 sampai 10 cm,
pengendalian gulma 1 sampai 2 kali, dan pemupukan sesuai dosis anjuran Dinas
Pertanian setempat (Sato & Uphoff 2007).

SRI memiliki beberapa sumber masalah gulma seperti pengairan
intermittent dan penggunaan bahan organik yang lebih tinggi. Pengairan
intermittent dengan level air yang rendah berdampak pada tingginya
perkecambahan dan daya tahan benih gulma di pertanaman padi.Bahan organik
diduga sebagai sumber benih gulma baru. PTT dengan jajar legowo dan
konvensional dengan pemindahan bibit berumur tua, memberikan peluang yang
sama dengan SRI untuk pertumbuhan gulma lebih kompetitif.Benih gulma
mendahului pertumbuhan tanaman padi dan menguasai sumber daya ketika bibit
ditanam berumur tua.Sistem konvensional memberikan peluang untuk kompetisi
padi dengan gulma melalui pemupukan urea yang tinggi.
Ketiga sistem budidaya padi sawah dengan perbedaan komponen
teknologi yang diterapkan, membutuhkan teknik pengendalian gulma yang
berbeda. Perbedaan sistem budidaya menyebabkan perbedaan
jenis dan
dominansi gulma di masing-masing sistem. Derajat gangguan gulma pada ketiga
sistem budidaya belum diteliti di Indonesia.Pengetahuan tentang pengaruh jenis
dan dominansi gulma sangat diperlukan dalam menentukan strategi pengendalian
gulma.
Perumusan Masalah
Teknologi budidaya padi dengan sistem SRI, PTT dan konvensional di
Indonesia telah lama diterapkan dan dilakukan petani.Klaim keberhasilan
peningkatan produksi dari ketiga sistem budidaya tersebut telah banyak
dilaporkan.Laporan dan data statistik hasil kajian yang berhubungan dengan
potensi gangguan gulma pada ketiga sistem budidaya belum dilaporkan. Oleh
karena itu, pengkajian potensi gangguan gulma pada ketiga sistem budidaya perlu
dilakukan untuk mengetahui berapa besar kerugian yang diakibatkan gulma pada
masing-masing sistem budidaya, gulma apa saja yang dominan pada ketiga sistem
dan bagaimana analisis kelayakan usahataninya.
Tujuan Penelitian
Berdasarkanlatarbelakangyang dikemukakanmakatujuanpenelitian adalah
untuk:
1.
2.
3.
4.

Mengkajidominasi gulma pada tiga sistem budidaya.
Mengkaji potensi gangguan gulma pada tiga sistem budidaya.
Mempelajari efektivitas teknik pengendalian gulma.
Mempelajari efisiensi usahatani pada ketiga sistem budidaya.
Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk:
1. Memberikan informasi tentang beberapa potensi gangguan dan dinamika
gulma pada budidaya padi sistem SRI, PTT dan konvensional.
2. Memberikan informasi teknik pengendalian yang efisien pada ketiga
sistem budidaya.
3. Menjadi bahan masukan dalam penentuan sistem budidaya dan teknik
pengendalian gulma berdasarkan pertimbangan informasi usahatani.

2 TINJAUAN PUSTAKA
Tanaman Padi (Oryza sativa L.)
Tanaman padi memiliki beberapa bagian yang meliputi daun, batang, akar,
anakan, bunga, malai dan gabah.Daun tanaman padi berselang-seling, satu daun
pada setiap buku.Tiap daun terdiri atas helai daun, pelepah daun yang
membungkus ruas, telinga daun (auricle), lidah daun (ligule).Helaian daun
terletak pada batang padi, bentuknya memanjang seperti pita.Panjang dan lebar
helaian daun tergantung pada jenis varietas.Pelepah daun (upih) merupakan
bagian daun yang menyelubungi batang.Lidah daun terletak berbatasan antara
helaian daun dengan upih.Panjang lidah daun berbeda-beda tergantung pada
varietas.Fungsi lidah daun untuk mencegah masuknya air hujan di antara batang
dan upih (Manurung dan Ismunadji 1988). Adanya telinga daun dan lidah daun
pada padi dapat digunakan untuk membedakan dengan rumput-rumputan pada
stadia bibit (seedling) karena daun rumput-rumputan hanya memiliki lidah daun
atau tidak ada sama sekali (Makarim dan Ikhwani 2008).
Daun teratas disebut daun bendera.Satu daun pada awal fase pertumbuhan
memerlukan waktu 4-5 hari untuk tumbuh secara penuh, sedangkan pada fase
tumbuh selanjutnya diperlukan waktu yang lebih lama 8-9 hari.Jumlah daun pada
setiap tanaman tergantung varietas.Varietas Unggul Baru (VUB) di daerah tropika
memiliki 14-18 daun pada batang utama (Yoshida 1981).Bertambahnya luas daun
pada komunitas tanaman disebabkan oleh 2 faktor yaitu meningkatnya jumlah
anakan dan meningkatnya luas daun.Peningkatan luas daun bagi varietas beranak
banyak didominasi oleh faktor yang pertama, sedangkan dalam varietas beranak
sedikit disebabkan faktor kedua yang lebih dominan (Murata dan Matsushima
1978).
Tanaman padi memiliki pola anakan berganda (anak-beranak) (Makarim
dan Ikhwani 2008). Batang utama akan tumbuh anakan primer yang bersifat
heterotropik sampai anakan tersebut memiliki 6 daun. Kapasitas anakan
merupakan salah satu sifat utama yang penting pada varietas-varietas
unggul.Tanaman bertipe anakan banyak cocok untuk berbagai keragaman jarak
tanam, karena dengan anakan yang banyak mampu menggantikan rumpunrumpun yang mati dan mencapai luas daun yang cepat (Yoshida 1981).
Batang tanaman padi yang rebah menyebabkan pembuluh-pembuluh xylem
dan phloem menjadi rusak sehingga menghambat pengangkutan hara mineral dan
fotosintat.Selain itu susunan daun menjadi tidak beraturan dan saling menaungi
sehingga menghasilkan gabah hampa.Tingginya hasil padi pada varietas unggul
baru terutama disebabkan karena ketahanannya terhadap kerebahan (Yoshida
1981).
Bunga padi secara keseluruhan disebut malai. Tiap unit bunga pada malai
dinamakan spikelet. Tiap unit bunga pada malai terletak pada cabang-cabang yang
terdiri atas primer dan sekunder (Siregar 1981). Malai terdiri atas 8-10 buku yang
menghasilkan cabang-cabang primer dan cabang primer selanjutnya menghasilkan
cabang sekunder. Tangkai butir padi (pedicel) tumbuh dari buku-buku cabang
primer maupun cabang sekunder (Yoshida 1981).

Butir padi yang terbungkus kulit luar (sekam) disebut gabah.Bobot gabah
beragam dari 12-44 mg, sedangkan bobot kulit luar rata-rata adalah 20% bobot
gabah.Faktor konversi dari gabah ke beras adalah 0.6 dan beras pecah kulit ke
gabah adalah 1.25, dan faktor koreksi tersebut tergantung varietas (Yoshida 1981).
Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman Padi
Pertumbuhan dan perkembangan tanaman padi dikelompokkan menjadi
tiga fase; i) fase vegetatif (vegetative stage), dimulai dari masa kecambah
(germination) hingga inisiasi malai (panicle initiation), ii) fase reproduktif
(reproductive stage), dimulai dari pembungaan hingga masak penuh, iii) fase
pematangan/pemasakan (ripening stage), dimulai dari periode pembungaan
hingga masak penuh (De Datta 1981).
International Rice Research Institute (1996) secara rinci membagi
pertumbuhan dan perkembangan tanaman padi menjadi Sembilan stadia:
perkecambahan, bibit, anakan, pemanjangan batang, bunting, pembungaan, fase
matang susu, fase pengisian dan fase pematangan. Manurung dan Ismunadji
(1988) dan IRRI (1996) menyatakan bahwa stadia perkecambahan mulai dari
berkecambah sampai muncul daun pertama.Stadia bibit mulai dari munculnya
daun pertama hingga terbentuknya anakan pertama, lamanya sekitar 21-24
hari.Stadia anakan mulai dari anakan yang bertambah sampai anakan maksimum,
lamanya sekitar 40 hari.Stadia pemanjangan batang mulai saat terbentuknya bulir,
lamanya sekitar 10 hari setelah inisiasi malai.Stadia bunting mulai dari
perkembangan butir hingga butir tumbuh sempurna, lamanya sekitar 14 hari
setelah stadia bunting.
Stadia pembungaan mulai dari muncul bunga, polinasi dan fertilisasi,
lamanya sekitar 10 hari setelah fase pembungaan. Fase matang susu dimulai dari
biji berisi cairan menyerupai susu, butir kelihatan berwarna hijau, lamanya sekitar
14 hari setelah pembungaan. Fase pengisian dimulai dari butir yang lembek mulai
mengeras dan berwarna kunig hingga seluruh pertanaman kelihatan kekuningkuningan, lamanya sekitar 14 hari setelah fase matang susu. Fase pematangan
mulai dari butir padi berukuran sempurna, keras dan berwarna kuning, malai padi
mulai merunduk disebabkan butir-butir padi yang telah berisi penuh, lama fase ini
sekitar 14 hari (Manurung dan Ismunadji 1988; IRRI 1996).
Sistem Budidaya SRI (System of Rice Intensification)
Sistem intensifikasi padi (SRI) dimulai di Madagaskar pertama kali tahun
1983 oleh Fr. Henri de Laulani pada musim kemarau.Percobaan awal dengan
menanam bibit padi yang sangat muda berumur 15 hari.Percobaan ini mengurangi
penggunaan air irigasi, dan tidak ada penggunaan pupuk anorganik atau pupuk
kimia lainnya. Unsur utama pada sistem budidaya SRI antara lain; persemaian
kering, pindah tanam bibit muda umur 8-12 hari, tanam bibit tunggal, jarak tanam
lebar, penyiangan gulma sejak dini dan teratur, pengaturan air dan menjaga air
dengan sistem macak-macak (intermittent), aplikasi bahan organik atau pupuk
organik (Stoop et al. 2002; Uphoff 2004a). Kerapatan tanaman pada SRI dengan
jarak tanam lebar minimal 27 cm x 37 cm, sampai 50 cm x 50 cm berpengaruh
terhadap populasi per areal tanam. Jumlah populasi yang semakin banyak akan
berpengaruh terhadap perkembangan akar, persaingan dalam penggunaan unsur
hara dan nutrisi di dalam tanah, juga pada bagian atas tanaman yaitu luas

permukaan daun (leaf area index) untuk penerimaan dan distribusi cahaya (Tao et
al. 2002; Balasubramanian et al. 2006).
Sistem Budidaya Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT)
Pengelolaan tanaman terpadu bersifat spesifik lokasi.PTT menganjurkan
petani menggunakan pendekatan penerapan teknologi yang sesuai untuk lokasi
setempat sesuai pilihan dan kemampuan mereka (Syam 2006).PTT merupakan
salah satu model pendekatan pengelolaan usaha tani padi dengan implementasi
berbagai komponen teknologi budidaya yang memberikan efek sinergis (Pramono
et al. 2005).
Komponen teknologi yang diterapkan PTT dikelompokkan ke dalam
teknologi dasar dan pilihan.Komponen teknologi dasar sangat dianjurkan untuk
diterapkan di semua lokasi padi sawah.Penerapan komponen pilihan disesuaikan
dengan kondisi, kemauan, dan kemampuan petani setempat (Uphoff 2009b; Badan
Litbang Pertanian 2008a; Abdulrachman et al. 2006). Komponen teknologi dasar
yang diterapkan pada unit hamparan pengkajian PTT meliputi; (a) penggunaan
varietas unggul baru (VUB) yang adaptif dan benih berkualitas, (b) perlakuan
benih, (c) tanam tunggal bibit muda, penggunaan bahan organik (pupuk organik),
(e) pemupukan N berdasarkan bagan warna daun (BWD), (f) pemupukan P dan K
berdasarkan status hara tanah melalui uji tanah, (g) pengairan berselang
(intermittent), (h) pengendalian gulma dengan gasrok, dan (i) pengendalian hama
secara terpadu (PHT).
Komponen budidaya yang juga penting diperhatikan adalah pemberian
bahan organik.Bahan organik berupa sisa tanaman, kotoran hewan, pupuk hijau
dan pupuk organik (humus) merupakan unsur utama pupuk organik dapat
berbentuk padat atau cair.Bahan organik bermanfaat untuk memperbaiki
kesuburan fisik, kimia dan biologi tanah (Badan Litbang Pertanian 2010b).PTT
merupakan suatu pendekatan yang ditempuh untuk meningkatkan produktivitas
padi sawah, khususnya padi sawah irigasi dengan memperhatikan prinsip-prinsip
efisiensi.Adopsi sistem budidaya PTT diharapkan selain produktivitas naik, biaya
produksi optimal dan lingkungan terpelihara (Fagi 2008).
Sistem Budidaya Konvensional
Sebagian besar petani di Indonesian menggunakan sistem budidaya
konvensional.Budidaya konvensional adalah sistem usaha tani yang sejak awal
Pelita I hingga tahun 1982 melalui program Bimbingan masyarakat (Bimas) yang
telah meningkatkan produksi beras serta peningkatan penggunaan pupuk
anorganik (Adiningsih et al. 2000). Teknologi budidaya saat itu dikenal dengan
teknologi “Revolusi Hijau”, merupakan perubahan dalam teknologi budidaya
pertanian yang ditunjukkan agar sumber daya lahan dapat berproduksi sebanyakbanyaknya dengan jalan mengoptimalkan ketersediaan hara dan air dalam tanah,
menanam varietas tanaman yang mempunyai potensi produksi tinggi, serta
melindungi tanaman dari gangguan hama dan penyakit (Sumarno 2007). Sistem
budidaya konvensional yang dilakukan oleh petani antara lain; pengolahan tanah
dengan membajak, kedalaman olah tanah 15-20 cm, kebutuhan benih 15-25 kg/ha,
pindah tanam bibit umur 21-30 hari setelah sebar (HSS), bibit ditanam 3-5 bibit
per lubang tanam, dilakukan penggenangan air dalam petak sawah antara 5-10 cm,
penyiangan gulma 1-2 kali dengan menggunakan manual dan herbisida,

pemupukan sesuai dosis anjuran dinas pertanian setempat (Sato dan Uphoff
2007).
Teknik Pengendalian Gulma
Memproduksi padi yang menguntungkan secara ekonomis tidak mungkin
dilakukan tanpa melakukan program pengendalian gulma yang baik. Keberadaan
gulma pada suatu areal pertanaman pertanian menimbulkan masalah penting,
karena dapat berpengaruh negatif terhadap tanaman pokok, terutama dalam hal
kompetisi unsur hara, sinar matahari, air dan ruang tumbuh sehingga dapat
menurunkan hasil tanaman. Kompetisi yang terjadi pada fase vegetatif
berpengaruh pada penghambatan pertumbuhan dan selanjutnya mempengaruhi
hasil tanaman.Sedangkan kompetisi pada awal fase reproduktif dapat menurunkan
kualitas hasil (Moody 1978). Selain itu, gulma juga dapat menjadi inang bagi
hama dan pathogen tanaman, sehingga perlu dikendalikan. Gulma merupakan
salah satu faktor utama yang mempengaruhi pendapatan.Kehilangan hasil akibat
gulma dan biaya pengeluaran untuk mengendalikannya pada padi dunia sebesar
15% per tahun (Moody 1995).
Untuk tujuan mendapatkan hasil yang maksimal, pengendalian gulma
terpadu menjadi langkah penting bagi usaha tani.Pengendalian gulma terpadu
dapat dimulai dari persiapan lahan yang baik, pengelolaan air, pengendalian
manual dengan tangan, pengendalian mekanis dan juga penggunaan teknik
pengendalian kimia dengan herbisida.Pemilihan metode dan teknik pengendalian
gulma dikombinasikan dalam sistem yang terpadu sangat tergantung pada
keefektifan dan biaya masing-masing teknik pengendalian (Sembodo 2010).

3 METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan di lahan sawah irigasi Kebun Percobaan Sukamandi,
Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian, Subang, Jawa Barat. Penelitian dilakukan mulai dari bulan November
2013–April 2014.
Bahan
Penelitian menggunakan bahan-bahan antara lain: herbisida berbahan aktif
penoxulam+Cyhalofop, benih padi varietas Mekongga, pupuk organik, pupuk
anorganik, pestisida, karbofuran, insektisida, amplop, tali rafia,kertas plastik.
Metode Penelitian
Percobaan menggunakan rancangan petak terbagi (split plotdesign) dalam
rancangan acak kelompok yang terdiri atas 2 faktor dengan 4 ulangan. Faktor
pertama (main plot) adalah sistem budidaya (S), terdiri atas:
= System of rice intensification (SRI)
S1
S2
= Sistem pengelolaan tanaman terpadu (PTT)
S3
= Sistem konvensional
Faktor kedua adalah teknik pengendalian gulma sebagai anak petak (sub plot),
terdiri atas:
= Tanpa pengendalian
T0

T1
T2
T3

= Pengendalian secara manual dua kali (umur 21 dan 42 HST)
= Pengendalian secara mekanis/ gasrok dua kali (umur 21 dan 42 HST)
= Pengendalian secara kimia menggunakan herbisida
Satuan percobaan berupa petak berukuran 7 m x 10 m. Total petak
percobaan sebanyak 48 satuan percobaan. Adapun model linier rancangan petak
terbagi (Matjik dan Sumertajaya 2002) adalah:

Y  µ  δ i  αj  εij  β  αβ  jk  ε
ijk
k
ijk
dimana:
Yijk : Hasil pengamatan pengaruh sistem budidaya ke-j, teknik pengendalian
gulma ke k dan kelompok ke-i
µ
: Nilai tengah
: Pengaruh kelompok ke-i
δi
αj
: Pengaruh sistem budidaya ke-j
εij
: Pengaruh galat sistem budidaya ke-j dan kelompok ke-i
: Pengaruh teknik pengendalian gulma ke-k
βk
(αβ)jk : Pengaruh interaksi antara sistem budidaya ke-j dan teknik pengendalian
gulma ke-k
εijk
:Pengaruhgalat kelompok ke-i sistem budidaya ke-j dan teknik
pengendalian ke-k
Pelaksanaan Penelitian
Penelitian menggunakan benih padi varietas Mekongga yang ditanam pada
tiga sistem budidaya yang berbeda (SRI, PTT dan konvensional).Penyemaian
sistem budidaya konvensional dan PTT dilakukan di lapangan, sedangkan
penyemaian budidaya SRI dilakukan pada tray atau bak pembibitan.Sebelum
tanam dilakukan analisis tanah di lokasi penelitian.Pengendalian gulma dilakukan
sesuai perlakuan. Perlakuan tanpa pengendalian dilakukan dengan tidak
melakukan penyiangan gulma selama proses penelitian hingga panen. Perlakuan
pengendalian gulma manual dilakukan dengan mencabut gulma menggunakan
tangan pada setiap plot dengan kode perlakuan pengendalian manual (T1) pada
saat tanaman berumur 21 dan 42 HST. Perlakuan pengendalian mekanis dilakukan
dengan menggunakan gasrok atau landak.Alat gasrok digerakkan maju-mundur di
sela barisan tanaman, hingga gulma tercabut dari sekitar tanaman. Perlakuan
pengendalian mekanis dilakukan pada plot dengan kode (T2), dilakukan saat
tanaman berumur 21 dan 42 HST. Perlakuan pengendalian kimia dilakukan
dengan penyemprotan herbisida berbahan aktif Penoxulam+Cyhalofopdengan
dosis 400 mililiterper hektardan volume semprot 400 liter per hektar.Aplikasi
dilakukan dengan menggunakan knapsacksprayer (type solo) saat tanaman
berumur 14 HST. Pengendalian hama dan penyakit tanaman yang menyerang
tanaman dilakukan dengan melakukan penyemprotan pestisida, insektisida dan
fungisida disaat terdapat tanda (symptom) serangan hama dan penyakit.
Komponen penciri yang dilaksanakan pada masing-masing sistem budidaya
tercermin pada Tabel 1.

Tabel 1. Komponen teknologi penciri sistem budidaya padi sawah dalam percobaan
Komponen
teknologi
budidaya
Pupuk dasar &
susulan

Umur bibit
Jumlah bibit
Jarak tanam
Pengelolaan
air

Sistem budidaya
SRI

PTT

Konvensional

Pemberian
pupuk
organik 5 ton ha-1 dan
anorganik takaran 150 kg
urea, 100 kg SP18 dan
75 kg KCl ha-1.

Pemberian pupuk organik 2
ton ha-1. Anorganik takaran
200 kg urea, 75 kg SP18 dan
50 kg KCl ha-1 (Hasil PUTS)

10 HSS
1 bibit per lubang tanam
30 cm x 30 cm
Pengairan
berselang
(intermittent)
hingga
tanah macak-macak dan
retak-retak selama fase
vegetatif

17 HSS
1-3 bibit per lubang tanam
25 cm x 12.5 cm x 50 cm
Pengairan
berselang
(intermittent)

Tanpa pemberian pupuk
organik.
Pupuk
anorganik
dosis
Rekomendasi
Ciasem
300 kg urea, 100 kg
SP18 dan 50 kg KCl ha-1
24 HSS
3 bibit per lubang tanam
25 cm x 25 cm
Cara
yang
biasa
dilakukan petani dengan
penggenangan.

Pengamatan Gulma
Pengamatan gulma dilakukan dengan pengambilan contoh berdasarkan
kuandran dengan ukuran 1 m x 1 m. Analisis vegetasi gulma sebelum penelitian
dilakukan 30 hari sebelum percobaan (HSbP) dan analisis vegetasi gulma
selanjutnya sebelum perlakuan dilakukan pada saat tanaman berumur 21 dan 42
HST. Identifikasi gulma mengacu padaSastrapradja dan Afriastini (1980)dan
Heddy (2012) analisis vegetasi gulma menggunakan teknik Summed Dominance
Ratio (SDR) dengan urutan kerja sebagai berikut:
Kerapatan
Kerapatan Mutlak (KM) = Jumlah individu spesies gulma tertentu dalam petak
contoh
Kerapatan Nisbi (KN)

=

Jumlah KM spesies gulma tertentu
x 100%
Jumlah KM semua spesies

Frekuensi
Frekuensi Mutlak (FM) = Jumlah petak contoh yang memuat spesies gulma
tertentu
Frekuensi Nisbi (FN)

=

FM Spesies tertentu
x 100%
Jumlah FM semua spesies

Bobot Kering Gulma
Penentuan bobot kering gulma dilakukan dengan cara menimbang bobot
kering gulma yang telah dikeringkan dalam oven pada suhu 80 oC selama 2 x 24
jam. Gulma dikelompokkan berdasarkan jenis yang sama.

Bobot Kering Mutlak (BKM) = Bobot kering jenis gulma tertentu.
Bobot Kering Nisbi (BKN)

=

BKM jenis tertentu
x 100%
Jumlah BKM semua jenis

Berdasarkan hasil analisis vegetasi tersebut maka dapat ditentukan Nisbah
Jumlah Dominansi (NJD) untuk menentukan gulma dominan dan dinamika gulma.
Summed Dominance Ratio(SDR) atau NJD =
Keterangan:
KN
BKN
FN

(KN+BKN+FN)
x 100%
3

: kerapatan nisbi
: bobot kering nisbi
: frekuensi nisbi
Pengamatan Tanaman Padi

Pengamatan Pertumbuhan Tanaman Padi
-

Tinggi tanaman, diukur dari permukaan tanah sampai ujung daun tertinggi.
Jumlah anakan maksimum, dihitung jumlah anakan maksimum saat
inisiasi malai.
- Jumlah anakan produktif, dihitung dari jumlah anakan yang menghasilkan
malai.
- Analisis tumbuh tanaman yang meliputi Indeks Luas Daun (ILD), Laju
Pertumbuhan Tanaman (LPT) dan Laju Asimilasi Bersih (LAB).
Data diperoleh dengan mencabut tiga tanaman contoh secara acak pada satuan
percobaan.Tanaman dicuci bersih dan dipisahkan bagian daun, batang dan akar
tanaman. Persamaan penentuan analisis tumbuh tanaman menurut Sitompul dan
Guritno (1995) sebagai berikut:
Indeks Luas Daun (ILD)
ILD =
Keterangan:
ILD
LD
Lt

LD
Lt

=indeks

luas daun
2
= luas daun (cm )
2
= luas tanah yang ditumbuhi tanaman (cm )

Laju Petumbuhan Tanaman (LPT)
LPT =
Keterangan:

W
t

W
t

1
(g/cm /hari)
GA

W
W
t
GA

= bobot kering pada waktu t (g)
= bobot kering pada waktut (g)
= waktu
= luas tanah

Laju Asimilasi Bersih (LAB)
LAB =

Keterangan:
W
W
L
L
t

W
L

W
L

1n L
t

1n L
(g/m /hari)
t

= bobot kering pada waktu t (g)
= bobot kering pada waktut (g)
= luas daun pada waktu t
= luas daun pada waktu t
= waktu

Serapan Hara
Serapan hara dihitung untuk mengetahui jumlah hara yang diserap dan
dipergunakan tanaman. Serapan hara tanaman (g) dihitung dengan kadar hara
jaringan tanaman (%) x bobot kering jaringan tanaman (g).
Cara Pengambilan Contoh Gulma
Gulma yang ada di dalam kuadran dipotong dari atas permukaan tanah,
dipisahkan berdasarkan jenis gulma. Selanjutnya gulma dikeringkan pada
temperatur 80 0C selama 48 jam hingga mencapai bobot kering konstan dan
ditimbang.
Pengambilan Komponen Hasil Padi
Pengambilan komponen hasil tanaman padi meliputi jumlah anakan
produktif, jumlah gabah per malai, berat 1000 butir gabah, jumlah gabah isi per
malai, jumlah gabah hampa per malai dan bobot gabah kering. Pengamatan dan
pengukuran pada akhir percobaan sebagai berikut:
Jumlah anakan produktif
Anakan produktif dihitung tujuh sampai tiga hari sebelum panen dengan
menghitung jumlah tanaman yang membentuk malai tiap rumpun.
Jumlah gabah per malai dan jumlah gabah isi per malai
Jumlah gabah per malai dan jumlah gabah isi per malai dihitung dari
gabah yang terdapat pada malai yang diambil dari tiga malai pada saat panen.
Bobot gabah kering dan bobot 1 000 butir
Bobot kering gabah ditimbang setelah dijemur sampai kadar air 14% dan
diambil 1000 butir dan ditimbang.

Panen
Pemanenan dilakukan setelah tanaman berumur 115 HST saat 80-90%
padi masak optimal, malai padi telah merunduk dan warna bulir telah tampak
kuning bercahaya dengan luas ubinan 2 m x 5 m.
Data tambahan
Selain peubah yang diamati, dilakukan Analisis usahatani antar sistem
budidaya, untuk mengetahui perbedaan efisiensi usahatani
Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis dengan sidik ragam. Apabila hasil sidik
ragampada tarafα0.05terdapatpengaruhnyata,dilanjutkandenganuji lanjut Beda
Nyata
JujuratauHSD(Honest
Significance
Difference)padataraf
α
0.05.Analisisdilakukan dengan program SAS (Statistical AnalysisSystem).

4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Keadaan Umum Pertanaman
Lahan yang digunakan untuk pelaksanaan penelitian ini adalah lahan bekas
pertanaman padi sawah pada musim tanam ke-2 tahun 2013 dengan jenis tanah
Alluvial.Padi yang ditanam sebelumnya adalah varietas Ciherang yang dipupuk
200 Kg Urea/ ha dan 300 Kg Phonska.Sebelum dilakukan percobaan, lahan dalam
keadaan bera selama 3 bulan.
Masa penelitian selama 5 bulan dilaksanakan akhir November 2013
sampai awal April 2014. Data dari Stasiun Klimatologi Balai Besar Penelitian
Tanaman Padi Sukamandi menunjukkan selama penelitian rata-rata curah hujan
per bulan adalah 343 mm, curah hujan terendah terjadi pada bulan November
2013 sebesar 82 mm. Lokasi penelitian didukung irigasi teknis yang baik. Ratarata suhu udara maksimum 30.79 oC.dan suhu udara minimum 24.52 oC. Curah
hujan, suhu udara, jumlah hari hujan dan kelembaban (RH) selama penelitian
berlangsung dapat dilihat pada Lampiran 5.
Serangan keong mas cukup tinggi pada awal pertumbuhan, terutama pada
sistem budidaya SRI, sehingga dilakukan beberapa kali penyulaman. Pada saat
fase generatif, terutama saat tanaman mengisi, terjadi serangan False smut atau
green smutyang disebabkan oleh jamur Ustylago sp.
Rekapitulasi Hasil Sidik Ragam Penelitian
Rekapitulasi hasil sidik ragam peubah yang diamati pada sistem budidaya
dan teknik pengendalian gulma serta interaksinya dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2 Rekapitulasi hasil sidik ragam pengaruh sistem budidaya dan teknik
pengendalian gulma terhadap peubah penelitian
Kuadrat tengah
Sistem
Teknik
Interaksi
Peubah
budidaya pengendalian (S x T)
KK (%)
(S)
(T)
Bobot kering gulma 21 HST
**
*
**
20.17
Bobot kering gulma 42 HST
*
**
tn
17.67
Serapan hara N tanaman padi
**
*
tn
14.93
Serapan hara P tanaman padi
**
tn
tn
15.25
Serapan hara K tanaman padi
**
*
tn
14.24
Tinggi tanaman
tn
tn
tn
2.56
Jumlah anakan maksimum
**
*
tn
10.44
Bobot kering biomass total
**
*
tn
11.67
ILD 84 HST
tn
tn
tn
19.68
LPT 84 HST
**
**
tn
15.84
LAB 84 HST
tn
**
tn
35.14
Jumlah anakan produktif
*
**
tn
9.82
Jumlah gabah per malai
*
tn
tn
12.69
Jumlah gabah isi per malai
tn
*
tn
13.71
Jumlah gabah hampa
*
tn
tn
18.40
Bobot 1000 butir
tn
tn
tn
1.22
GKP
tn
**
tn
13.09
GKG
tn
**
tn
13.82
Keterangan: ** sangat nyata, *nyata pada uji F taraf α 5%,; HST= hari setelah tanam;
KK= koefisien keragaman

Dominansi dan Kepadatan Gulma
Hasil analisis vegetasi yang dilakukan 30 hari sebelum percobaan (HSbP)
menunjukkan bahwa terdapat 10 jenis gulma di lokasi percobaan.Jenis gulma
dominan adalah Fimbristylis miliacea (L.)Vahl (NJD 30.40%) dan Leptochloa
chinensis (L). Nees (NJD 27.72%) (Tabel 3).
Sistem budidaya mengakibatkan terjadinya perubahan komposisi jenis
gulma yang dominan.Budidaya SRI (S1) muncul gulma dominan jenis Sphenoclea
zeylanica Gaertn. dan Cyperus iria L. Sistem budidaya PTT (S2) muncul gulma
dominan jenis C. difformis L., sedangkan pada sistem budidaya konvensional (S3)
muncul gulma dominan jenis L. chinensis. Jenis M. vaginalis (Burm. F.) dan F.
miliacea (L.) Vahl merupakan jenis gulma yang dominan pada ketiga sistem
budidaya.
Teknik pengendalian manual (T1), mekanis (T2) dan kimia (T3) dapat
menekan dominansi jenis L. chinensis pada SRI (S1), tetapi tidak dapat menekan
S. zeylanica (Burm F.) dan M. vaginalis.Pada PTT (S2), teknik pengendalian
mekanis (T2) dapat menekan dominansi F. miliacea tetapi tidak dapat menekan
dominansi jenis M. vaginalis tetapi dapat mengendalikan E.colona dan L.
hexandra. Teknik pengendalian manual (T1) dan mekanis (T2) pada sistem
konvensional (S3) dapat menekan dan mengurangi dominansi jenis F. miliacea
dan L. chinensis, tetapi tidak dapat menekan dominansi jenis M. vaginalis. Teknik

pengendalian kimia (T3) dapat menekan dominansi jenis L. chinensis pada PTT
(S2) dan F. miliacea pada konvensional (S3) (Tabel 3).
Tabel 3 Nisbah jumlah dominansi (NJD) spesies gulma pada perlakuan sistem
budidaya dan teknik pengendalian gulma saat 30 HSbP dan 42 HST
Sistem budidaya dan Jenis gulma

30
HSbP
NJD

SRI (S1)
Fimbristylis miliacea (L.) Vahl
Leptochloa chinensis (L.) Nees
Cyperus iria L.
Ludwigia octovalvis (Jacq.) Raven
Leersia hexandra Sw.
Echinochloa colona (L.) Link
Altenanthera sessilis (L.)
Ipomoea aquatica Forssk.
Sphenoclea zeylanica Gaertn.
C. difformis L.
Monochoria vaginalis (Burm. F)
E. crus-galli (L.) P. Beauv.
PTT (S2)
Fimbristylis miliacea (L.) Vahl
Leptochloa chinensis (L.) Nees
Cyperus iria L.
Ludwigia octovalvis(Jacq.) Raven
Leersia hexandra Sw.
Echinochloa colona (L.) Link
Altenanthera sessilis (L.)
Ipomoea 13quatic Forssk.
Sphenoclea zeylanica Gaertn.
C. difformis L.
Monochoria vaginalis (Burm. F)
E. crus-galli (L.) P. Beauv.
Konvensional (S3)
Fimbristylis miliacea (L.) Vahl
Leptochloa chinensis (L.) Nees
Cyperus iria L.
Ludwigia octovalvis(Jacq.) Raven
Leersia hexandra Sw.
Echinochloa colona (L.) Link
Altenanthera sessilis (L.)
Ipomoea aquatica Forssk.
Sphenoclea zeylanica Gaertn.
C. difformis L.
Monochoria vaginalis (Burm. F)
E. crus-galli (L.) P. Beauv.

Teknik pengendalian gulma
Tanpa
Manual Mekanis
pengendalian
(T1)
(T2)
(T0)
NJD
NJD
NJD

Kimia
(T3)
NJD

30.4*
27.72*
8.31
7.34
5.94
5.86
4.76
4.36
1.66
0.04
0
0

21.92*
5.38
10.34*
4.62
3.66
3.02
3.03
0
16.43*
3.65
27.97*
0

16.99*
0.00
0.00
7.58
0.00
0.00
13.43*
0
10.67*
9.91*
38.96*
2.45

10.83*
12.13
1.99
4.00
0.00
0.00
4.61
0
10.10*
13.28*
43.06*
0.00

11.37*
3.01
1.88
11.93*
1.88
0.00
1.67
0
18.13*
5.50
42.21*
2.41

30.4*
27.72*
8.31
7.34
5.94
5.86
4.76
4.36
1.66
0.04
0
0

13.02*
7.35
2.28
4.85
0.00
3.04
3.07
0
11.06
13.49*
41.83*
0.00

16.70*
10.63*
4.72
11.15*
1.52
0.00
8.66
0
9.39
6.46
30.76*
0

9.40
11.61*
2.17
10.46
0.00
0.00
5.25
0
9.77
6.28
39.54*
5.52

20.35*
4.05
0.00
25.59*
0.00
0.00
2.66
0
6.34
7.57
26.47*
6.96

30.4*
27.72*
8.31
7.34
5.94
5.86
4.76
4.36
1.66
0.04
0
0

16.38*
12.49*
1.62
5.85
0
6.71
1.31
0
9.08
16.02*
26.38*
4.17

10.98*
13.86*
5.53
4.37
1.88
3.57
1.83
0
17.57*
6.75
31.88*
1.78

10.12*
17.65*
4.06
8.41
2.52
0.00
2.40
0
6.11
6.97
35.65*
6.11

9.13
16.30*
6.15
12.92*
2.08
0.00
1.98
0
9.02
2.07
40.35*
0.00

Keterangan: HSbP= hari sebelum percobaan;* Gulma dominan
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa pada 21 HST, interaksi antara
sistem budidaya dan teknik pengendalian gulma berpengaruh sangat nyata
terhadap bobot kering gulma.Bobot kering gulma tertinggi diperoleh pada
perlakuan tanpa pengendalian gulma dalam sistem budidaya SRI (S1) dan berbeda

nyata dengan perlakuan tanpa pengendalian pada sistem budidaya PTT
TT (S2) dan
sistem konvensional (S3) (G
(Gambar 1).
Bobot kering gulma (g/m2)

120
100
80
Tanpa pengendalian

60

Manual
40
Mekanis
20

Kimia

0

SRI

PTT

Konvensional

Sistem budidaya

Gambar 1Pengaruh interaksi
aksi antara sistem budidaya dengan teknik pen
pengendalian
gulma terhadap bobot kering biomassa gulma saat 21 HST
Ketiga sistem budiday
mekanis (T2)
daya yang diuji, perlakuan manual (T1) dan me
secara nyata menekan pertum
rtumbuhan gulma. Pada sistem budidaya SRII ((S1), bobot
kering gulma dengan penge
engendalian manual (T1) adalah 91.7% lebi
ebih rendah
dibandingkan kontrol, dan pada pengendalian mekanis (T2) adalah 92.3
92.3% lebih
rendah dibandingkan kont
ukkan bahwa
ontrol. Hasil penelitian ini juga menunjukka
pengendalian secara kimia
a.Perlakuan
ia (T3), kurang efektif menurunkan gulma.P
sistem budidaya PTT (S2) m
memperlihatkan bobot kering gulma pada pen
pengendalian
kimia (T3) tidak berbeda
da nyata dengan tanpa pengendalian (T0).Ke
.Keadaan ini
diduga disebabkan oleh ba
bahan aktif herbisida yang digunakan tida
tidak sesuai
diaplikasikan saat 14 HST
T ((Gambar 1).
em budidaya
Tabel 4 Rata-rata bobot ke
kering biomassa gulma pada perlakuan sistem
dan teknik pengend
endalian gulma saat 42 HST
Bobot kering gulmaa ((g m-2)
Perlakuan
Sistem Budidaya
SRI (S1)
51.53 a
PTT (S2)
38.73 ab
Konvensional (S3)
32.45 b
Teknik Pengendalian
Tanpa pengendaliann (T0)
59.96 a
Manual (T1)
23.76 b
Mekanis (T2)
22.17 b
Kimia (T3)
57.