Peran aparatur pemerintahan dalam pelaksanaan pembangunan perdesaan partisipatif di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan

(1)

PEMBANGUNAN PERDESAAN PARTISIPATIF DI KABUPATEN BONE DAN KABUPATEN JENEPONTO PROVINSI SULAWESI SELATAN

Mappamiring

SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(2)

ii

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi dengan judul “Peran Aparatur Pemerintahan dalam Pelaksanaan Pembangunan Perdesaan Partisipatif di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan” adalah karya saya sendiri dengan arahan komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.

Bogor, April 2010

Mappamiring Nrp. P 061050071


(3)

iii

MAPPAMIRING. The Role of Government Official in the Implementation of Participatory Rural Development in Bone and Jeneponto Regencies of South Sulawesi Province. Under supervision by MA’MUN SARMA as a chairman, DARWIS S. GANI and PANG S. ASNGARI, as members.

In the new autonomy era, the arrangement of government institutions in the region, especially in the participatory rural development is very important and urgent. The objectives of the study are to: (1) indentify factors affecting the management of participatory rural development; (2) analyze the supervision and the development of the government officials and the leadership of participatory rural development; (3) analyze the correlation between related factors of the management of government and the participatory rural development; (4) study the aspects of coordination and communication on the problems of development based on community response to the participatory rural development; and (5) formulate management strategic to the participatory rural development in Bone and Jeneponto Regencies of South Sulawesi province.The study was conducted by survey method and direct observation. The respondents were the total of 200 and chosen based on probability and non probability sampling techniques. The data were analyzed based on qualitative and quantitative and the Rank Spearman and Canonic correlations were employed. Several results of the study are illustrated. There are three important aspects in the effort to create the prospect of the management of government and participatory rural development: aspects of leadership, good governance and the aspects of sensitivity and concern for the officers. The level of stakeholders participation in all elements of Bone and Jeneponto regencies of South Sulawesi Province can be categorized as medium. Achievement motivation and increased competence to the officers should be a prerequisite condition of adequate welfare, a clear career path, and the improvement of internal aspects of the system and working procedures and institutional structures of government. Community empowerment program has been running well, but there are still weak in terms such as socialization and the awareness of citizens. One of the recommendation of the study is the strategy of extension through education and training and other programs related to new public management and human resources development of the government officials and the community need to be implemented and supported by political synergism between the government (as an executive) and the legislators in Bone and Jeneponto Regencies of South Sulawesi province. Bureaucratic reforms should remain the important agenda to implement the new public management by implementing universal values and local wisdoms in reality.


(4)

iv

Perdesaan Partisipatif di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan; dibimbing oleh MA’MUN SARMA (Sebagai ketua), DARWIS S. GANI, dan PANG S. ASNGARI, masing-masing sebagai anggota.

Aparatur pemerintahan di daerah memiliki peran yang sangat penting di dalam pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan, khususnya pemerintahan tingkat perdesaan di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan. Tuntutan otonomi daerah, dampak globalisasi, good governance, reformasi dan tuntutan kebutuhan pemberdayaan masyarakat seluruhnya membuktikan pentingnya peran aparatur pemerintahan tersebut. Kepemimpinan adalah salah satu faktor penting yang dominan dalam manajemen pembangunan perdesaan partisipatif, di samping aspek lainnya antara lain: kualitas sumber daya manusia, kepekaan dan kepedulian aparatur, dan tingkat pendidikan pegawai. Mengubah kultur dan akses terhadap ilmu pengetahuan dan teknologi baik pada kalangan aparatur maupun masyarakat adalah kunci sukses pembangunan perdesaan partisipatif. Selama ini banyak program pembangunan perdesaan partisipatif di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan belum berhasil secara optimal karena faktor tersebut di atas belum mendukung. Penelitian ini adalah jenis penelitian explanatory melalui penelitian deskriptif dan penelitian asosiatif.

Tujuan penelitian ini adalah: (1) Mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan pengelolaan pembangunan perdesaan partisipatif di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan; (2) Menganalisis pembinaan dan pengembangan aparatur dan kepemimpinan pembangunan perdesaan partisipatif di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan; (3) Menganalisis tingkat keeratan hubungan antara faktor-faktor yang saling terkait dalam manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan; (4) Mempelajari aspek koordinasi dan komunikasi tentang penanganan permasalahan pembangunan sesuai respon masyarakat terhadap pengelolaan pembangunan perdesaan partisipatif dan (5) Merumuskan strategi manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan.

Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto dengan responden aparatur desa dan kecamatan sebanyak 200 orang ditambah dengan sejumlah informan yang terkait dengan kajian penelitian. Metode penelitian adalah metode survei dan pengamatan langsung. Pengambilan sampel ditetapkan dengan teknik kombinasi probability dengan non probability sampling. Analisis data menggunakan analisis kuantitatif dan analisis kualitatif. Analisis kuantitatif menggunakan korelasi Rank Spearman dan Korelasi Kanonik.

Faktor-faktor yang berhubungan dalam manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan adalah aspek kepemimpinan dengan good governance; kepemimpinan dengan kebijakan pemberdayaan masyarakat; motivasi berprestasi dengan birokrasi yang profesional; kebijakan pemberdayaan masyarakat dengan optimalisasi sumber daya; kompetensi dengan birokrasi yang profesional; good governance dengan birokrasi yang profesional; motivasi berprestasi dengan


(5)

v

perdesaan partisipatif mempunyai nilai koefisien korelasi tertinggi. Secara spesifik wilayah yang luas dan struktur organisasi pemerintahan yang cukup besar, adalah hal-hal yang berkaitan langsung dengan aspek kepemimpinan dalam manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif di Kabupaten Bone. Sedangkan sumber daya alam yang terbatas dan desa-desa tertinggal jumlahnya cukup besar, berkaitan langsung dengan kebijakan pemberdayaan masyarakat dalam manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif di Kabupaten Jeneponto.

Pembinaan dan pengembangan aparatur pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan, berhubungan kuat, positif dan nyata dengan kepemimpinan pejabat di daerah. Reformasi birokrasi terkendala oleh kultur dan infrastruktur. Pejabat daerah Kabupaten Bone masih kurang dalam monitoring kinerja aparatur di tingkatan perdesaan yang cukup besar dan luas, diklat yang dilakukan masih ada cara konvensional, rasa tanggung jawab terhadap tugas terkesan sekedar gugur kewajiban. Di Kabupaten Jeneponto menunjukkan bahwa pembinaan dan pengembangan aparatur berkorelasi positif dan erat dengan tingkat efektivitas kinerja birokrasi. Secara umum korelasi kanonik antara pembinaan dan pengembangan aparatur dengan efektivitas kinerja birokrasi menunjukkan adanya korelasi negatif, namun korelasi Rank Spearman menunjukkan adanya korelasi positif dan nyata dengan aspek kompetensi dan budaya kerja.

Terdapat hubungan positif dan nyata antara faktor eksternal dengan manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif, dan faktor eksternal dengan efektivitas kinerja birokrasi, serta efektivitas kinerja birokrasi dengan manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif, berlaku untuk kedua kabupaten penelitian. Untuk Kabupaten Bone hal spesifik adalah keeratan hubungan positif antara motivasi berprestasi dengan kepedulian dan kepekaan aparatur; kepemimpinan dengan birokrasi yang profesional; kebijakan pemberdayaan masyarakat dengan optimalisasi sumber daya; kepemimpinan dengan good governance. Sub peubah yang paling banyak berkorelasi kuat, positif dan nyata dengan sub peubah lainnya adalah kepemimpinan. Untuk Kabupaten Jeneponto adalah hubungan kuat, positif dan nyata antara kebijakan pemberdayaan masyarakat dengan optimalisasi sumber daya; kebijakan pemberdayaan masyarakat dengan masyarakat madani yang mandiri; good governance dengan optimalisasi sumber daya; kebijakan pemberdayaan masyarakat dengan kompetensi dan budaya kerja. Sub peubah yang paling banyak kerkorelasi positif, kuat, erat dan nyata dengan sub peubah lainnya adalah kebijakan pemberdayaan masyarakat.

Pelaksanaan fungsi dan peran aparatur yaitu peran teknis/koordinasi, peran sosialisasi/penyuluhan dalam penanganan masalah, terutama komunikasi pembangunan perdesaan partisipatif belum mencerminkan efektivitas penerapan norma good governance, kebutuhan, masalah dan respon masyarakat, serta kompetensi dan kepuasan kerja aparatur pada kedua lokasi penelitian yaitu: Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto. Hal ini semua terkait dengan mental pengabdian, tradisi budaya kerja, kuantitas dan kualitas aparat serta infrastruktur.

Strategi yang dijalankan selama ini sebagai solusi dalam manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif di Kabupaten Bone dan


(6)

vi

dan pelatihan, rekruitmen politik, peran sosialisasi, koordinasi, serta penyuluhan dan komunikasi pembangunan, belum mengintegrasikan nilai budaya lokal, nilai-nilai dasar universal dan belum menggambarkan penerapan konsep filosopi new public management dan human resources development. Hal ini disebabkan karena reformasi birokrasi yang dijalankan selama ini juga masih ada cara-cara konvensional dan feodal. Kendala utamanya memang adalah aspek Tur 3 Tem yaitu struktur, kultur, aparatur dan sistem dan prosedur, serta daerah yang cukup luas, selain itu karakter masyarakat sedikit ada perbedaan yaitu: Kabupaten Bone cenderung lebih tertutup, sedangkan Kabupaten Jeneponto cenderung lebih terbuka terhadap masukan dari luar.

Penelitian ini mengajukan saran antara lain; strategi penyuluhan melalui pendidikan dan pelatihan dan program lainnya yang berkaitan dengan new public management and human resources development aparatur dan masyarakat, perlu dilakukan dan didukung oleh sinergi politik pemerintahan antara eksekutif dan legislatif Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto dalam bentuk perencanaan dan penganggaran yang sesuai. Reformasi birokrasi tetap menjadi agenda yang penting untuk penerapan new public management dengan menerapkan nilai-nilai universal dan local wisdom yang lebih nyata.

Kata kunci: Kelembagaan pemerintahan, pembangunan perdesaan partisipatif, otonomi dan aparatur pemerintahan.


(7)

vii

© Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor 2010 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah, dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.


(8)

viii

PARTISIPATIF DI KABUPATEN BONE DAN KABUPATEN

JENEPONTO PROVINSI SULAWESI SELATAN

MAPPAMIRING

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Doktor pada

Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR


(9)

ix

Penguji pada Ujian Tertutup : Prof. (Riset) Dr. Djoko Susanto, SKM. Dr. Ir. Siti Amanah, M.Sc.

Penguji pada Ujian Terbuka : Prof. Dr. H. Murtir Jeddawi, SH. S.Sos, M.Si. Dr. Ir. Basita Ginting Sugihen, MA.


(10)

x

Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan Nama : Mappamiring

NRP : P 061050071

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Ma’mun Sarma, MS, M.Ec. Ketua

Prof. Dr. Ir. Darwis S. Gani, MA Prof. Dr. Pang S. Asngari

Anggota Anggota

Mengetahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Ilmu Penyuluhan Pembangunan

Dr. Ir. Siti Amanah, M. Sc. Prof. Dr. Ir. Khairil A. Notodiputro, MS.


(11)

xi

Alhamdulillah, segala puji dan rasa syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, karena dengan Rahmat dan Ijin-Nya lah penulisan disertasi bidang Ilmu Penyuluhan Pembangunan telah dapat penulis wujudkan, sebagai salah satu syarat untuk penyelesaian studi doktor pada Institut Pertanian Bogor. Disadari bahwa dalam proses penyelesaian studi ini penulis banyak mengalami suka dan duka dan berbagi rasa dengan banyak pihak, terutama dari segi bantuan dan dukungan sehingga selayaknya pada kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih terutama kepada:

(1) Bapak-Bapak Komisi Pembimbing disertasi dan komisi akademik yang diketuai oleh Bapak. Dr. Ir. H. Ma’mun Sarma, MS. M.Ec, dengan beranggotakan masing-masing Bapak Prof. Dr. Ir. H. Darwis S. Gani, MA; Bapak Prof. Dr. H. Pang S. Asngari, dan anggota Komisi Akademik yaitu: Bapak Prof. Dr. Ir. H. Sumardjo, M.Si; dan Bapak Prof (Riset) Dr. Djoko Susanto, SKM. atas segala jerih payah, kesediaan, kepedulian dan perhatian serta bantuannya yang telah mengarahkan penulis dalam studi dan pembuatan disertasi ini. Demikian pula kepada Koordinator Mayor Ilmu Penyuluhan Pembangunan yaitu Ibu Dr. Ir. Hj. Siti Amanah, M.Sc, beserta seluruh staf dan dosen di lingkungan Institut Pertanian Bogor yang tak sempat lagi penulis sebutkan namanya satu persatu. (2) Bapak Rektor Institut Pertanian Bogor beserta segenap jajarannya, atas

penerimaan dan kesempatan yang penulis gunakan untuk menimba ilmu pada Program Pascasarjana IPB.

(3) Bapak Rektor Universitas Muhammadiyah Makassar beserta segenap jajarannya atas segala dukungan dan bantuannya untuk penyelesaian studi ini.

(4) Bapak Direktur Jenderal Pendidikan tinggi, beserta Koordinator Kopertis wilayah IX Sulawesi atas ijin dan dukungan sehingga penulis dapat mengikuti pendidikan Pascasarjana di Institut Pertanian Bogor

(5) Pemerintah Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto beserta segenap jajarannya yang telah memberikan ijin dan dukungan penelitian untuk penulisan disertasi


(12)

xii

yaitu Bapak Prof. Dr. H. Murtir Jeddawi, SH, S.Sos, M.Si. yang banyak membantu penulis di lapangan terutama dalam pengumpulan data dan materi kajian untuk penulisan disertasi.

(7) Keluarga penulis sendiri, kepada Ibu kandung penulis, anak isteri, saudara dan segenap handaitolan penulis yang tak henti-hentinya memberi dukungan dan doa sehingga proses penyelesaian studi ini dapat penulis jalani.

(8) Kepada semua rekan dan sahabat, baik yang ada pada program studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan maupun dari program studi lain yang selalu menjadi partner dan lawan dalam berdiskusi tentang akademik dan penelitian untuk disertasi, maupun sebagai partner atau lawan tangguh untuk refreshing setiap hari Sabtu dan Minggu di lapangan bulu tangkis terbuka di bawah pohon Fahutan IPB. (9) Kepada bapak-bapak dan ibu-ibu informan, tokoh kunci serta pakar yang menjadi

nara sumber dan semua responden yang telah membantu dalam penelitian ini tak lupa disampaikan terima kasih dan penghargaan yang setinggi-tingginya.

Perlu pula penulis sampaikan, disertasi ini baru merupakan bagian kecil dari upaya kajian mengenai pembangunan perdesaan partisipatif, karena itu penelitian lanjutan yang berkaitan dengan hal ini dianggap sangat penting. Globalisasi, otonomi daerah dan reformasi yang berlangsung selama ini berimplikasi pada perlunya upaya pembenahan aspek kepemimpinan, kelembagaan, sumber daya manusia dan aspek finansial di tingkat desa yang selama ini terasa merupakan masalah serius dan kalau tidak dikaji secara detil, maka tugas umum pemerintahan dan pembangunan akan monoton, stagnan dan akan menghambat pencapaian tujuan pembangunan pada umumnya dan kesejahteraan masyarakat pada khususnya.

Akhirnya kepada semua pihak yang banyak memberi masukan, saran dan kritikan membangun yang banyak mengilhami inspirasi penulis, disampaikan penghargaan dan terima kasih yang tulus atas semua kontribusi pemikiran tersebut. Kepada Allah SWT Tuhan Yang Maha Kuasa kita kembalikan usaha dan niat yang baik ini, semoga bermanfaat adanya. Amin. Bogor, April 2010


(13)

xiii

Penulis dilahirkan di Sanrego, Sulawesi Selatan 31 Desember 1959 sebagai anak sulung dari pasangan Bapak (Alm) Andi Basyo dengan Ibu Hj. Andi Bae. Pendidikan dasar diselesaikan di SDN. No. 281 Sanrego tahun 1971, Pendidikan menengah pada Sekolah Menengah Ekonomi Pertama Negeri (SMEPN) Watampone, tamat tahun 1974, dan Pendidikan menengah atas pada Sekolah Menengah Ekonomi Atas Negeri (SMEAN) Sinjai, tamat tahun 1977. Selanjutnya penulis menyelesaikan studi S1 pada Institut Keguruan dan Ilmu Pendidikan Ujung Pandang (sekarang Universitas Negeri Makassar) Program Studi Administrasi Keterampilan Jasa tahun 1984. Studi S2 pada Universitas Hasanuddin Ujung Pandang Program Studi Administrasi Pembangunan, tamat tahun 1998. Studi Doktor pada Institut Pertanian Bogor, Program Studi Ilmu Penyuluhan Pembangunan Fakultas Ekologi Manusia dari tahun 2005-2010. Studi Sandwich di University Putra Malaysia dari September 2008 sampai Januari 2009 memperdalam kajian pembangunan perdesaan partispatif.

Penulis bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil sejak diangkat sebagai tenaga pengajar di Kopertis Wilayah VII Surabaya tahun 1987 (IKIP Widya Darma Surabaya). Mutasi ke kopertis wilayah IX Sulawesi tahun 2000 dan ditugaskan pada Universitas Muhammadiyah Makassar. Konsentrasi Tridarma Perguruan Tinggi yaitu:

 Pendidikan dan Pengajaran; mengampuh mata kuliah manajemen perkantoran, ilmu sosial dan budaya dasar, administrasi pembangunan, perencanaan pembangunan, manajemen pembangunan nasional dan regional, komunikasi pembangunan, ilmu perbandingan administrasi negara, sistem administrasi negara Republik Indonesia, teori dan isu kontemporer mengenai pembangunan, analisis kebijakan dan pembangunan sektoral, ilmu alamiah dasar dan lain-lain.

 Karya Ilmiah dan penelitian; Jurnal ilmiah antara lain: Kelembagaan pemerintahan dan pembangunan perdesaan di Sulawesi Selatan (2002), Tinjauan pembangunan dalam perspektif sejarah (2003), Pendidikan dan penyuluhan dalam mengatasi kebutuhan energi biofoel di perdesaan (2007). Strategi alternatif pembangunan kawasan timur Indonesia (2007). Tinjauan makro mengenai ketahanan pangan, kemiskinan dan pembangunan pertanian (2009). Penelitian: Analisis mengenai manajemen PDAM kota Surabaya (1991). Strategi peningkatan kualitas tenaga kademik di lingkungan kopertis wilayah IX Sulawesi (1998). Beberapa faktor yang berpengaruh terhadap indeks prestasi belajar mahasiswa program strata satu Unismuh Makassar (2001).Tinjauan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja administrasi umum di lingkungan Unismuh Makassar (2003). Dan berbagai tulisan di koran.

 Pengabdian masyarakat; Nara sumber Yayasan laut biru Indonesia dalam diklat pemberdayaan masyarakat nelayan di Kabupaten Pangkep (2001). Instruktur desa binaan Unismuh, pengurus dan khatib pada organisasi sosial kemasyarakatn, dan keagamaan di Makassar (2003). Ikut berperan aktif pada pertemuan ilmiah; semi nar, simposium, loka karya baik lokal, regional, nasional maupun internasional.


(14)

xiv

Halaman

ABSTRACT ... i

RINGKASAN ... ii

KATA PENGANTAR ... iii

DAFTAR TABEL ... iv

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

PENDAHULUAN ... 1

Latar Belakang ... 1

Masalah Penelitian... 9

Tujuan Penelitian ... 11

Kegunaan Hasil Penelitian ... 12

Definisi Istilah ... 13

TINJAUAN PUSTAKA ... 19

Persepsi………. 19

Kelembagaan dan Organisasi ... 20

Pengertian Kelembagaan dan Lembaga Pemerintahan Desa ... 20

Perkembangan Konsep Organisasi Abad XXI ... 23

Kinerja Organisasi ... 25

Kepemimpinan ... 26

Penerapan Prinsip Good Governance dan Otonomi Daerah ... 29

Partisipasi ... 31

Pengertian Partisipasi ... 31

Kompetensi ... 36

Motivasi sebagai Dasar Berprestasi dan Berpartisipasi ... 43

Transformasi Semangat Kewirausahaan Masyarakat Desa ... 45

Pendekatan Pembangunan Perdesaan ... 47

Pengertian Pembangunan Perdesaan ... 47

Pembangunan SDM Aparatur Berkualitas di Daerah ... 47

Proses Perencanaan dari Bawah dan Program Pembangunan Perdesaan ... 49

Pembangunan dan Ciri-Ciri Perencanaan Pembangunan Reformatif di Daerah ... 51

Paradigma Baru Penyuluhan Pembangunan ... 52

Memperbaiki Pelayanan Penyuluhan Lapangan ... 53

Mengembangkan Kreativitas dan Inovasi ... 54

Pembinaan SDM dan Pengembangan Perekonomian Perdesaan ... 56

KERANGKA BERPIKIR DAN HIPOTESIS ... 58

Kerangka Berpikir ... 58


(15)

xv

Populasi dan Sampel ... 63

Pengumpulan Data ... 65

Peubah, Definisi Operasional, Indikator serta Parameter Pengukuran... 66

Validitas Instrumen ... 71

Reliabilitas Instrumen ... 75

Analisis Data ... 77

HASIL DAN PEMBAHASAN ... 80

Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 80

Profil Kabupaten Bone ... 80

Profil Kabupaten Jeneponto ... 85

Karakteristik Responden ... 88

Faktor Eksternal ... 90

Pembinaan dan Pengembangan Aparatur ... 90

Kualitas Kepemimpinan ... 91

Partisipasi Stakeholders ... 92

Good governance ... 94

Kebijakan Pemberdayaan Masyarakat ... 94

Kondisi Faktor Eksternal ... 96

Efektivitas Kinerja Birokrasi ... 96

Mutu Pelayanan Publik... 96

Tingkat Kompetensi dan Budaya Kerja ... 98

Motivasi Berprestasi ... 99

Tingkat Kepekaan dan Kepedulian Aparatur ... 100

Tingkat Efektivitas Kinerja Birokrasi ... 102

Manajemen Pemerintahan dan Pembangunan Perdesaan Partisipatif 102

Optimalisasi Sumber daya ... 102

Tingkat Profesionalisme Birokrasi ... 103

Masyarakat Madani yang Mandiri ... 105

Kualitas Manajemen Pemerintahan dan Pembangunan Perdesaan Partisipatif ... 106

Persepsi Aparatur terhadap Kepuasan dalam Bekerja …………. 107

Faktor-faktor yang Berhubungan dalam Manajemen Pemerintahan dan Pembangunan Perdesaan Partisipatif ... 110

Pembinaan dan Pengembangn Aparatur dalam Pelaksanaan Pembangunan Perdesaan Partisipatif ... 129

Korelasi antara Faktor-Faktor yang Berhubungan dalam Manajemen Pemerintahan dan Pembangunan Perdesaan Partisipatif ... 131

Aspek Koordinasi dan Respon Masyarakat Terhadap Dinamika Manajemen Pemerintahan dan Pembangunan Perdesaan Partisipatif 135

Patisipasi Masyarakat Perdesaan dalam Pembangunan ... 135

Persepsi Masyarakat Terhadap Partisipasi Stakeholders ... 140

Persepsi Masyarakat Terhadap Good governance ... 140

Persepsi Masyarakat tentang Optimalisasi Sumber Daya dan Pembangunan Ekonomi Masyarakat ... 141


(16)

xvi

Persepsi Masyarakat Terhadap Pelayanan Publik ... 142

Persepsi Masyarakat Terhadap Kepedulian dan Kepekaan Aparatur ... 143

Penilaian Masyarakat Terhadap Birokrasi yang Profesional ... 144

Faktor-Faktor yang Berhubungan dalam Manajemen Pemerintahan dan Pembangunan Perdesaan Partisipatif di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan ... 145

Strategi Manajemen Pemerintahan dan Pembangunan Perdesaan Partisipatif ... 150

Sumber daya dan Program Pembangunan ... 150

Peluang dan Kebijakan Pemberdayaan Masyarakat ... 152

Analisis Mengenai Peran Aparatur Pemerintah dalam Pembangunan Perdesaan Partisipatif ... 155

Strategi Pengembangan Pemerintahan dan Pembangunan Perdesaan Partisipatif Melalui Pendekatan Penyuluhan ... 159

KESIMPULAN DAN SARAN ... 167

Kesimpulan ... 167

Saran ... 169

DAFTAR PUSTAKA ... 172

DAFTAR LAMPIRAN ... 177


(17)

xvii

No Hal

1. Sepuluh Komitmen Kepemimpinan……… 28

2. Matriks Perubahan Pola Pikir……….. 28

3. Bentuk-bentuk Partisipasi……… 35

4. Perbedaan Antara Penyuluhan Paradigma Lama dengan Penyuluhan Paradigma Baru……… 53

5. Jumlah Sampel Penelitian……… 65

6. Karakteristik Aparatur Pemerintahan dan Pembangunan Perdesaan Partisipatif………... 67

7. Faktor Eksternal Kelembagaan Pemerintahan dan Pembangunan Perdesaan………. 68

8. Efektivitas Kinerja Birokrasi……… 69

9. Manajemen Pemerintahan dan Pembangunan Perdesaan Partisipatif……… 70

10. Persepsi Masyarakat Mengenai Dinamika Manajemen Pemerintahan dan Pembangunan Perdesaan Partisipatif ……… 71

11 Uji Reliabilitas Instrumen Penelitian……… 77

12. Sebaran Responden dilihat dari Jenis Kelamin……… 88

13. Sebaran Responden dilihat dari Segi Umur………. 89

14. Sebaran Responden Berdasarkan Tingkat Pendidikan……… 89

15. Sebaran Responden Berdasarkan Masa Kerja………. 90

16 Rekapitulasi Kualitas Faktor Eksternal……… 96

17 Rekapitulasi Tingkat Efektivitas Kinerja Birokrasi………. 102

18 Rekapitulasi Kualitas Manajemen Pemerintahan dan Pembangunan Perdesaan Partisipatif……… 107

19 Korelasi Kanonik antara Faktor Eksternal dengan Manajemen Pemerintahan dan Pembangunan Perdesaan Partisipatif……… 111

20 Korelasi Internal Peubah Manajemen Pemerintahan dan Pembangunan Perdesaan Partisipatif dengan Peubah Kanoniknya Kaitannya dengan Faktor Eksternal……….. 112

21 Korelasi antara Peubah Faktor Eksternal dengan Peubah Kanoniknya Kaitannya dengan Manajemen Pemerintahan dan Pembangunan Perdesaan partisipatif……….... 112

22 Korelasi Kanonik antara Peubah Karakteristik Aparatur Pemerintahan dengan Faktor Efektivitas Kinerja Birokrasi………… 117

23 Korelasi antara Peubah Efektivitas Kinerja Birokrasi dengan Peubah Kanoniknya Kaitannya dengan Karakteristik Aparatur……. 118

24 Korelasi antara Peubah Karakteristik Aparatur dengan Peubah Kanoniknya Kaitannya dengan Efektivitas Kinerja Birokrasi………. 118

25 Korelasi Kanonik antara Peubah Faktor Eksternal dengan Peubah Efektivitas Kinerja Birokrasi ………. 120

26 Korelasi antara Peubah Efektivitas Kinerja Birokrasi dengan Peubah Kanoniknya Kaitannya dengan Peubah Faktor Eksternal… 121

27 Korelasi antara Peubah Faktor Eksternal dengan Peubah Kanoniknya Kaitannya dengan Efektivitas Kinerja Birokrasi…….. 122


(18)

xviii

Partisipatif ……… 123

29 Korelasi antara Peubah Manajemen Pemerintahan dan

Pembangunan Perdesaan Partisipatif dengan Peubah Kanoniknya

Kaitannya dengan Peubah Karakteristik Aparatur…... 123 30 Korelasi antara Peubah Karakteristik Aparatur dengan Peubah

Kanoniknya Kaitannya dengan Manajemen Pemerintahan dan

Pembangunan Perdesaan Partisipatif ……….. 124 31 Korelasi Kanonik antara Faktor Efektivitas Kinerja Birokrasi

dengan Manajemen Pemerintahan dan Pembangunan Perdesaan

Partisipatif ……… 126

32. Korelasi Kanonik antara Peubah Manajemen Pemerintahan dan Pembangunan Perdesaan Partisipatif dengan Peubah Kanoniknya

Kaitannya dengan Peubah Efektivitas Kinerja Birokrasi……... 126 33. Korelasi antara Peubah Efektivitas Kinerja Birokrasi dengan

Peubah Kanoniknya Kaitannya dengan Manajemen Pemerintahan

dan Pembangunan Perdesaan Partisipatif……… 127 34. Korelasi antara Peubah Manajemen Pemerintahan dan

Pembangunan Perdesaan Partisipatif dengan Peubah Kanoniknya

dari Peubah Efektivitas Kinerja Birokrasi……… 127 35. Korelasi antara Peubah Efektivitas Kinerja Birokrasi dengan Peubah

Manajemen Pemerintahan dan Pembangunan Perdesaan Partisipatif.. 129 36. Korelasi Rank Spearman Internal Peubah Faktor Eksternal ………… 130 37. Korelasi Kanonik antar Kelompok Peubah Gabungan dua

Kabupaten ……… 132

38. Korelasi Rank Spearman antara Peubah Faktor Eksternal dengan

Manajemen Pemerintahan dan Pembangunan Perdesaan Partisipatif .. 133 39 Korelasi Rank Spearman antara Peubah Faktor Eksternal dengan

Peubah Efektivitas Kinerja Birokrasi……… 134 40 Korelasi Kanonik antara Peubah Karakteristik Aparatur dengan

Peubah Faktor Eksternal ……….. 139 41. Korelasi antara Peubah Karakteristik Aparatur dengan Peubah

Kanoniknya Kaitannya dengan Peubah Faktor Eksternal ……… 139 42. Persepsi Masyarakat Terhadap Pelayanan Publik……….. 143 43. Persepsi Masyarakat Terhadap Kepedulian dan Kepekaan Aparatur 144 44. Persepsi Masyarakat Terhadap Birokrasi yang Profesional………….. 145 45. Uji Korelasi Kanonik Keeratan Hubungan antar Kelompok Peubah 146 46. Uji Rank Spearman Keeratan Hubungan Langsung antar Sub

Peubah ……….. 147

47. Uji Korelasi Kanonik Keeratan Hubungan antar Kelompok Peubah 148 48. Uji Rank Spearman Keeratan Hubungan Langsung antar Sub

Peubah ……….. 149


(19)

xix

No Hal

1. Posisi Kompetensi dalam Model Gunung Es... 39

2. Posisi Kompetensi dalam Model Lingkaran………... 39

3. Definisi Kompetensi……… 41

4. Model Pengembangan Kualitas SDM di Daerah……… 48

5. Kerangka Berpikir Konseptual Penelitian………... 60

6. Pernyataan Responden Berdasarkan Pembinaan dan Pengembangan Aparatur……….. 91

7. Pernyataan Responden Berdasarkan Kepemimpinan Aparatur... 92

8. Pernyataan Responden Berdasarkan Partisipasi Stakeholders………… 93

9. Pernyataan Responden Berdasarkan Good governance………. 94

10. Pernyataan Responden Berdasarkan Kebijakan Pemberdayaan Masyarakat……… 95

11. Pernyataan Responden Berdasarkan Pelayanan Publik……… 97

12. Pernyataan Responden Berdasarkan Kompetensi dan Budaya Kerja …. 98

13. Pernyataan Responden Berdasarkan Motivasi Berprestasi ……... 100

14. Pernyataan Responden Berdasarkan Kepedulian dan Kepekaan Aparatur ……… 101

15. Pernyataan Responden Berdasarkan Optimalisasi Sumber daya ………. 103

16. Pernyataan Responden Berdasarkan Birokrasi yang Profesional ………. 105

17. Pernyataan Responden Berdasarkan Masyarakat Madani yang Mandiri……… 106

18. Pernyataan Responden Terhadap Kepuasan Kerja Pegawai……….. 108

19. Lembaga Implementasi Pembangunan Perdesaan Partisipatif……… 158

20. Diagram Strategi Rasional Membangun Manajemen Pemerintahan dan Pembangunan Perdesaan Partisipatif Konteks Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto ………. 162

21. Kebijakan Membentuk Pola Perilaku Manusia Pembangunan Partisipatif ………. 164


(20)

xx

No. Hal

1. Kerangka Berpikir Teoritis Penelitian………. 177

2. Kuesioner untuk Responden Aparatur……… 179

3. Kuesioner untuk Informan Kunci……… 188

4. Pedoman Umum Indepth Interview………. 194

5. Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen ……… 196

6. Sebaran Responden Berdasarkan Pembinaan dan Pengembangan SDM Aparatur………... 199

7. Sebaran Responden Berdasarkan Kepemimpinan Aparatur... 200

8. Sebaran Responden Berdasarkan Partisipasi Stakeholders……….. 201

9. Sebaran Respongen Berdasarkan Good governance ……….. 202

10. Sebaran Responden Berdasarkan Kebijakan Pemberdayaan Masyarakat……… 204

11. Sebaran Responden Berdasarkan Efektivitas Pelayanan Publik … 206

12. Sebaran Responden Berdasarkan Kompetensi dan Budaya Kerja… 207 13. Sebaran Responden Berdasarkan Motivasi Berprestasi……… 208

14. Sebaran Responden Berdasarkan Kepedulian dan Kepekaan Aparatur ………... 209

15. Sebaran Responden Berdasarkan Optimalisasi Sumber daya…….. 210

16. Sebaran Responden Berdasarkan Birokrasi yang Profesional…….. 211

17. Sebaran Responden Berdasarkan Masyarakat Madani yang Mandiri ……… 212

18. Persepsi Masyarakat Terhadap Partisipasi Stakeholders …………. 213

19. Persepsi Masyarakat Terhadap Faktor-faktor yang Mempengaruhi Good Governance di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto… 214 20. Persepsi Masyarakat Terhadap Optimalisasi Sumber Daya Pembangunan Ekonomi Masyarakat………. 216

21. Persepsi Masyarakat Tentang Pembinaan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Aparatur/Pejabat ……… 217


(21)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kualitas sumber daya manusia pelaksana pembangunan merupakan isu yang tidak henti-hentinya diwacanakan sebagai kata kunci determinan yang paling menentukan berhasil tidaknya pencapaian tujuan pembangunan. Manusia adalah objek dan subjek serta sasaran pelaksanaan pembangunan. Secara spesifik pada diri manusia pembangunan (agent of change) terdapat tiga hal yang sangat

diperlukan yaitu: Pertama, wawasan dan cara pandang (mind set) tentang

pembangunan dan perubahan sosial. Kedua, kompetensi yang memadai dalam pelaksanaan tugas pokok dan fungsinya. Ketiga, kemampuan kepemimpinan untuk mengikuti perkembangan yang selalu dinamis dan berlangsung terus menerus.

Apabila ketiga hal itu dicermati dalam penyusunan dan pelaksanaan program pembangunan masyarakat desa di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan, tampaknya masih merupakan suatu yang sangat memperihatinkan dalam arti keterbatasan dalam banyak hal, baik dari aspek kemampuan individual maupun dari segi profil kelembagaan. Rancangan Pembangunan Daerah Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2001–2005 yang memuat tentang arah kebijakan pembangunan daerah yaitu percepatan pembangunan perdesaan dalam rangka pemberdayaan masyarakat dilakukan dengan pendekatan profesionalisme aparatur pemerintahan desa, mengembangkan kelembagaan, penguasaan teknologi tepat guna dan pemanfaatan sumber daya alam secara lestari.

Peningkatan kesejahteraan rakyat dan pemerataan hasil-hasil pembangunan harus dapat dirasakan kelompok mayoritas penduduk yaitu mayarakat perdesaan. Salah satu syarat yang harus dipenuhi adalah peningkatan kemampuan untuk berpartisipasi dalam pembangunan. Selanjutnya untuk meningkatkan partisipasi seluruh lapisan masyarakat, diperlukan efektivitas peran kelembagaan dari aparatur birokrasi pemerintah, terutama di tingkat desa. Kondisi yang ada saat ini di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi


(22)

Selatan perlu dikaji terus mengingat adanya tuntutan kebutuhan sebagai konsekuensi dari desentralisasi pemerintahan, berupa otonomi daerah dan lebih fokus lagi adalah upaya untuk mewujudkan otonomi desa.

Secara obyektif pada umumnya kondisi yang memperihatinkan dalam pelaksanaan pembangunan di tingkat desa di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan saat ini masih berkisar pada masalah:

(1) Kemampuan kelembagaan pembangunan masyarakat desa baik dilihat dari

segi struktur organisasi, mekanisme kerja, maupun profil sumber daya manusia. Hal ini merupakan bagian utama pembenahan administrasi pemerintahan dan pembangunan.

(2) Aspek perilaku dan budaya tradisional yang masih dominan, serta kesadaran yang rendah dalam pengelolaan pembangunan dan pelayanan publik.

(3) Belum jelasnya program pengembangan sumber daya manusia aparatur

terutama dalam pelaksanaan pembangunan perdesaan partisipatif.

(4) Tuntutan otonomi daerah dan globalisasi sebagai prasyarat mutlak

keberhasilan pembangunan, masih terdapat kesenjangan pada tahap kesiapan dari perilaku yang tampak dengan perilaku yang harus dimiliki oleh segenap aparatur dan institusi pemerintah dalam pembangunan. Hal inilah yang menyebabkan penyusunan, pelaksanaan, pengawasan, evaluasi program pembangunan yang efektif dan efisien masih belum optimal.

(5) Upaya yang dapat dilakukan oleh institusi pemerintah desa guna menindak lanjuti hasil dari kegiatan pembangunan yang belum optimal itu tampaknya belum jelas. Termasuk kesadaran akan pentingnya informasi dan iptek rendah (6) Keseriusan dan kebijakan yang fokus dan tajam dari pemerintah untuk

membangkitkan partisipasi masyarakat perdesaan juga belum optimal. (7) Pembangunan selama ini belum optimal memberdayakan masyarakat.

Masyarakat pada umumnya masih dalam prroses pencerdasan untuk melakukan sesuatu, agar memiliki informasi yang berguna untuk dapat memilih alternatif perilaku yang menguntungkan bagi kehidupannya. Pemberdayaan (empowerment) dewasa ini digunakan secara luas oleh berbagai pihak, seperti oleh pembuat kebijakan, praktisi/pelaksana program, petugas sosial dan kelompok


(23)

profesional. Tampaknya konsep tersebut digunakan sebagai pengganti konsep pembangunan yang selama ini dilaksanakan dinilai kurang berhasil atau gagal meningkatkan kualitas hidup, termasuk mengangkat manusia dari lembah

kemiskinan. Kebijakan pembangunan selama ini adalah kombinasi top down

dengan bottom up, tapi sering mengabaikan aspirasi serta kebutuhan masyarakat bawah. Oleh karena itu perlu adanya perubahan orientasi kelembagaan pemerintahan dengan tetap memperhatikan faktor-faktor dominan yang mempengaruhi manajemen pemerintahan yaitu perubahan struktural dan perubahan fungsional.

Perubahan besar pada manajemen pemerintahan terjadi dengan adanya konsep pemikiran dari Osborne dan Gaebler (Wasistiono, 2003:24) yang menawarkan perlunya transformasi semangat kewirausahaan pada sektor publik. Osborne dan Gaebler (Wasistiono, 2003:24) mengemukakan sepuluh pokok pikiran yang intinya adalah mengurangi peranan pemerintah dengan cara memberdayakan masyarakat serta menjadikan sektor pemerintah lebih efisien. Sedarmayanti, dkk. (2006:12) dalam kaitan pemerintahan daerah, globalisasi menuntut keterbukaan, akuntabilitas dan ketanggapan dari segenap jajaran birokrasi. Dalam dunia yang penuh kompetisi, sangat diperlukan kemampuan birokrasi untuk memberikan tanggapan terhadap berbagai masalah secara akurat, bijaksana, adil dan efektif. Munculnya partisipasi dalam proses pengambilan keputusan politik di era globalisasi, merupakan konsekuensi dari komitmen terhadap demokrasi.

Dalam hal ini perlu diupayakan cara-cara birokrasi untuk membangkitkan partisipasi dalam program pemerintah. Oleh karena itu, kelembagaan pemerintah harus mampu memberdayakan masyarakat yaitu membuat masyarakat mampu membangun dirinya sendiri memperbaiki kehidupannya sendiri dalam arti mampu (berdaya), tahu (mengerti), termotivasi, dapat memanfaatkan peluang, bersinergi, mampu bekerja sama, tahu berbagai alternatif, mampu mengambil keputusan, berani mengambil resiko, mampu mencari dan menangkap informasi serta mampu bertindak sesuai situasi.


(24)

Aparatur birokrasi harus mampu memberikan pelayanan yang bermutu bagi masyarakat, agar mereka dengan sendirinya dapat terus melakukan partisipasi dalam pembangunan di perdesaan secara berkelanjutan (sustainable). Secara teknis aparatur harus dapat melakukan penyuluhan kepada segenap warganya; artinya aparatur desa berfungsi mengembangkan masyarakat madani yang memiliki kemampuan (berdaya) untuk membangun dirinya sendiri atau berdaya memperbaiki kehidupannya sendiri.

Mengingat betapa pentingnya peranan aparatur di perdesaan, maka langkah utama dan pertama yang harus segera dibenahi ialah kepemimpinan pada tingkat institusi perdesaan. Selain itu masih muncul isu-isu yang mensinyalir adanya berbagai kelemahan antara lain: banyak sumber daya yang belum ditangani secara optimal, belum tumbuhnya etos kerja produktif yang optimal. Terkesan masih banyaknya perangkat desa yang seharusnya berfungsi sebagai agen-agen pembangunan, namun belum melaksanakan fungsinya secara baik, masih bersifat menunggu, kurang kreatif dan inovatif, kurang mandiri, kurang memberikan peluang kepada masyarakat untuk ikut serta merumuskan perencanaan pembangunan di desa dan lain-lain.

Beberapa informasi sebagai fakta lapangan mengenai eksistensi perubahan kelembagaan pemerintahan kabupaten/kota dengan mengacu pada Undang-Undang No. 32/2004 tentang pemerintahan daerah, esensinya adalah: (1) Filosofi yang digunakan tetap “keanekaragaman dalam kesatuan.”

(2) Paradigma politik yang digunakan tetap dalam rangka demokratisasi,

pemerataan dan keadilan.

(3) Penambahan paradigma ekonomi dengan menekankan pada daya saing

daerah dalam menghadapai persaingan global melalui pemberdayaan masyarakat.

(4) Penambahan paradigma administrasi dengan menekankan pada perlunya

efektivitas dan efisiensi.

(5) Memberi tekanan pada pelayanan masyarakat sebagai fokus utama untuk


(25)

Menurut Sedarmayanti, dkk. (2006: 5-6) implementasi aspek kewenangan kelembagaan, kewenangan daerah dan sumber daya manusia aparatur, dalam kenyataannya otonomi daerah acapkali diinterpretasikan sebagai otonomi pemerintahan daerah dengan mengabaikan masyarakat. Di lain pihak masyarakat tidak mengalami perubahan yang berarti atau mendasar karena mereka tetap diposisikan sebagai “komoditas” oleh segelintir elit birokrat yang lebih mengutamakan kekuasaan daripada kualitas pelayanan yang mengedepankan kesejahteraan masyarakat. Apapun yang dilakukan oleh mereka, terutama yang lebih menguntungkan, selalu mengatasnamakan masyarakat. Padahal mereka sesungguhnya mementingkan dan berusaha mempertahankan posisi dan jabatannya. Fakta lain di lapangan yang paling mendasar juga adalah masalah sumber dana pembangunan.

Di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan misalnya, tuntutan atas pemenuhan kebutuhan anggaran sebenarnya sudah disadari tetapi masih sulit untuk merealisasikannya yaitu Alokasi Dana Desa (ADD). Penelitian Guricci, dkk. (2002:2) tentang Perubahan Kelembagaan ini di Propinsi Sulawesi Selatan menyimpulkan bahwa:

(1) Aspek kewenangan, pelaksanaan otonomi daerah ternyata belum sepenuhnya dipahami sumber daya aparatur, sehingga pelaksanaan otonomi daerah lebih diartikan sebagai perubahan kelembagaan daripada pelimpahan kewenangan.

(2) Aspek kelembagaan pemerintahan kabupaten/kota ternyata melakukan

perubahan kelembagaan dengan mengembangkan yaitu dengan menambah dinas/badan/kantor baik dengan membuat baru maupun dengan memisahkannya dengan kelembagaan sebelumnya.

(3) Aspek partisipasi masyarakat, meningkatnya kesadaran masyarakat dalam setiap kegiatan dalam bentuk kelembagaan masyarakat misalnya Badan Perwakilan Desa (BPD).

(4) Aspek pelayanan kepada masyarakat; masih ditemukan ketidak efisienan


(26)

Kelembagaan Pemerintah Desa dan BPD dibentuk sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan masyarakat setempat, sehingga kegiatan pemerintah dapat terlaksana secara efektif dan efisien. Hasil kajian menunjukkan bahwa:

(1) Masih ada desa yang belum membentuk BPD sehingga pengawasan dan

penyaluran aspirasi masyarakat tidak berjalan sebagaimana yang diharapkan. (2) Perda kabupaten yang mengatur tentang desa yang ditetapkan berdasarkan

Kep-Men-dagri No.64/1999 sering menimbulkan konflik antara pemerintah desa dengan BPD karena masih minimnya peraturan daerah tentang desa.

(3) Belum adanya aturan main/norma yang mengatur mekanisme kerja antara

Pemerintah Desa dengan BPD.

Dari hasil temuan kajian ini direkomendasikan:

(1) Pembentukan kelembagaan pemerintahan desa (Pemerintah desa dan BPD)

didasarkan pada ketentuan PP No.76/2001.

(2) Pemerintah Kabupaten melakukan pembinaan dan fasilitas dalam

pembentukan kelembagaan pemerintah desa dan segera menetapkan perda kabupaten yang mengatur tentang desa berdasarkan ketentuan yang berlaku antara lain PP. No.76/2001.

(3) Melakukan sosialisasi hasil kajian khususnya yang berkaitan dengan rancangan perdes tentang pembentukan kelembagaan pemerintah desa untuk ditetapkan sesuai kondisi desa setempat.

Lokakarya lapangan yang menyangkut tentang perencanaan parsitipatif di Sulawesi Selatan dapat dilihat pada Kelembagaan Agribisnis dan SDM pertanian, temuan Saing (2002:7) memperlihatkan bahwa kelembagaan agribisnis dan SDM penting utnuk pemberdayaan dan peningkatan partisipasi, akses dan kontrol masyarakat perdesaan laki-laki dan perempuan dalam setiap kegiatan yang difasilitasi dan dipandu oleh penyuluh atau petugas fasilitator desa dan petani pemandu yang sudah dilatih. Masyarakat tani laki-laki dan perempuan melaksanakan penyusunan profil keluarga, profil desa dalam kerangka penyusunan Rencana Usaha Keluarga (RUK), Rencana Kegiatan Kelompok (RKK), serta penyusunan Rencana Kegiatan Penyuluh Desa (RKPD), seluruhnya


(27)

memerlukan adanya peningkatan kualitas sumber daya manusia, yang mencerminkan betapa pentingnya kompetensi teknis dan profesional manajerial.

Gerakan pembangunan pengentasan masyarakat miskin (Gerbang Taskin) yang dicanangkan oleh Badan Penelitian Pembangunan Daerah (Balitbangda) di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan tahun 2005 menunjukkan secara umum bahwa kegiatan Gerbang Taskin telah berjalan dengan baik dan sudah memberikan manfaat bagi masyarakat prasejahtera, dengan mengurangi beban hidup serta meningkatkan pendapatan masyarakat, meskipun beberapa bantuan yang diberikan belum sepenuhnya sesuai dengan kebutuhan mereka. Kelemahan lainnya adalah masih terdapat beberapa kekurangan dalam proses perencanaan, pelaksanaan, pembiayaan dan pengawasan kegiatan yang memerlukan perbaikan sehingga efektivitas Gerbang Taskin dapat lebih di tingkatkan. Kekurangan dimaksud adalah bantuan yang belum sepenuhnya sesuai kebutuhan masyarakat prasejahtera, dana yang masih kurang, pembinaan masyarakat prasejahtera pasca bantuan yang belum optimal dan sebagainya.

Hasil penelitian Sukri (2007:5) mengklasifikasikan berdasarkan tiga kelompok urutan tingkat kemakmuran penduduk perdesaan Sulawesi Selatan bagian Selatan yaitu Kabupaten Takalar, Kabupaten Jeneponto dan Kabupaten Bantaeng berada pada kelompok yang mempunyai tingkat kemakmuran penduduknya relatif rendah. Hal ini berimplikasi pada masih banyaknya desa-desa miskin atau 30 persen dari jumlah desa yang ada (BPS 1993) di wilayah Selatan dengan perimbangan tingkat pendapatan perkapita yang relatif rendah.

Semakin rendah tingkat pemerintahan semakin operasional suatu kegiatan dan semakin memungkinkan karakteristik dan aspirasi dapat terakomodasi dalam program pembangunan. Kajian ini akan memudahkan penyusunan program yang berjangka panjang, menengah dan berjangka pendek beserta sumber daya pendukungnya. Untuk jangka panjang, pembangunan infrastruktur bukan hanya sebagai kebutuhan dasar tetapi sebagai wadah pengembangan potensi sosial ekonomi masyarakat.


(28)

Pusat Studi Kependudukan dan Kebijakan UGM (Universitas Gajah Mada, 2001:7) dalam penelitiannya menemukan bahwa reformasi birokrasi publik di Indonesia menunjukkan bahwa tingkat akuntabilitas aparatur birokrasi dalam kondisi buruk. Di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan di antara 300 responden terdapat 261 memberi jawaban buruk. Bakri (2001:9) mengungkapkan bahwa di sektor lainnya dalam rangka peningkatan skill manajemen petugas kesehatan Kabupaten/Kota terungkap pula secara umum mengenai lemahnya kemampuan sebagian petugas kesehatan dalam berbagai aspek proses perencanaan di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan. Sementara itu wilayah operasional cukup luas dan beragam. Selain itu pusat-pusat pelayanan publik jika dilihat dari jumlah penduduk, jumlah kecamatan dan desa serta pemukiman, maka hal ini berkaitan dengan masalah rembesan atau tetesan yang dapat diperoleh oleh daerah belakang terhadap perkembangan pusat-pusat pelayanan itu (Yamin, dkk. 2008).

Semua permasalahan di atas dapat ditangani secara efektif melalui pendekatan pembangunan perdesaan yang tepat. Menurut Slamet (2003:7) pembangunan perdesaan perlu didekati dengan berbagai cara sekaligus:

(1) Penggalian potensi-potensi yang dapat di bangun oleh masyarakat setempat.

(2) Pembinaan teknologi tepat guna meliputi penciptaan, pembangunan,

penyebaran sampai digunakannya teknologi itu oleh masyarakat perdesaan. (3) Pembinaan organisasi usaha atau unit pelaksanaan yang melaksanakan pene

rapan berbagai teknologi tepat guna untuk mencapai tujuan pembangunan

(4) Pembinaan organisasi penunjang yang menyambungkan usaha yang

dilakukan oleh individu warga masyarakat perdesaan dengan lembaga lain atau dengan tingkat di atasnya (Kota, Kecamatan, Kabupaten, Provinsi dan Nasional).

(5) Pembinaan kebijaksanaan pendukung, yaitu yang mencakup input, biaya

kredit, prasarana dan lain-lain.

Penataan kelembagaan pemerintah Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto mutlak dilakukan karena banyak hal terkait, dan berpengaruh langsung dengan kinerja kelembagaan seperti aspek kewenangan, aspek teknologi,


(29)

aspek kebutuhan pelayanan dan aspek nilai strategi daerah. Oleh karena itu dirasa penting membangun prospek manajemen pemerintahan perdesaan partisipatif.

Masalah Penelitian

Masalah dapat diartikan sebagai kesenjangan antara kondisi sekarang dengan kondisi yang diharapkan, masalah memerlukan pembahasan, pemecahan dan informasi atau keputusan. Mc Millan dan Schoemaker (Tamba, 2007) mengemukakan bahwa dalam penelitian secara teknis, masalah menyiratkan adanya kemungkinan untuk dilakukan suatu penelitian secara empiris yaitu: pengumpulan dan analisis data. Dari uraian latar belakang di atas, tampak sekali banyaknya permasalahan atau problem yang muncul di dalam melihat peran aparatur perdesaan dalam penyusunan dan pelaksanaan program pembangunan seperti tertera di bawah ini:

(1) Karakteristik aparatur: otonomi dan otoritas serta kapasitas aparatur

pemerintahan daerah terutama di tingkat perdesaan di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan belum siap menyongsong era otonomi daerah saat ini. Kondisi ini disebabkan antara lain terutama kesiapan dari segi kelembagaan, aspek pendanaan, partisipasi masyarakat yang masih rendah, cara kerja yang belum profesional, fasilitas yang terbatas, kualitas sumber daya aparatur yang rendah, kesadaran dan motivasi sumber daya aparatur desa serta kepemimpinan yang masih cenderung hanya reaktif, amatir dan tradisional. Manajemen kepegawaian desa yang belum profesional, sulitnya melakukan pembaharuan, keterampilan administratif manajerial serta kemahiran enterpreneurship aparatur kelembagaan di tingkat desa di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan masih tergolong rendah. Pemahaman tentang visi dan misi pemerintahan desa serta tugas pokok fungsi dan peran aparatur khususnya dalam penyusunan dan pelaksanaan program pembangunan masih belum optimal. Masalahnya masih berkisar pada aspek kultur, struktur dan kelangkaan sumber daya pembangunan. Selain itu faktor komunikasi, kemitraan dan koordinasi antar lembaga juga belum efektif.


(30)

(2) Faktor eksternal dan global; salah satu faktor yang cukup berpengaruh terhadap peran aparatur desa dan kecamatan dalam pelaksanaan pembangunan partisipatif perdesaan di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan ialah faktor eksternal dan global yang dimaksudkan dalam tulisan ini ialah kemampuan aparatur tingkat desa untuk mengakses informasi, menemukan jaringan kerja sama. Pemanfaatan ilmu pengetahuan dan teknologi yang tepat, serta peran kepemimpinan otoritas daerah di era otonomi daerah relatif masih belum optimal. Kemampuan melakukan sinergi dengan sumber dan potensi pasar global yang keseluruhannya belum memperlihatkan hasil yang memadai.

Berdasarkan uraian pada latar belakang di atas, maka beberapa pertanyaan yang perlu dijawab dalam permasalahan penelitian sebagai berikut:

(1) Faktor-faktor apa yang berhubungan dengan pembangunan perdesaan

partisipatif, yang dapat meningkatkan kinerja dan kompetensi sumber daya aparatur pemerintahan di tingkat perdesaan dan kecamatan dalam manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan?

(2) Bagaimana pembinaan aparatur pemerintah desa dan kepemimpinan yang

dapat mengintegrasikan kebijakan pembangunan Top Down dan Bottom Up, untuk mendorong partisipasi dan pemberdayaan masyarakat perdesaan di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan?

(3) Bagaimana hubungan antara faktor-faktor yang berpengaruh pada partisipasi masyarakat dalam manajemen pembangunan perdesaan partisipatif di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan?

(4) Bagaimanakah respon masyarakat terhadap kebijakan pembangunan

perdesaan partisipatif di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan?

(5) Bagaimana kualitas good governance dan strategi pembangunan perdesaan partisipatif untuk menunjang manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan?


(31)

Tujuan Penelitian

Tujuan penulisan disertasi ini secara garis besarnya dibagi menjadi dua tujuan, yaitu: tujuan umum dan tujuan khusus.

Tujuan Umum

Dihasilkannya suatu alternatif pengembangan peran dalam membangun kompetensi dan kinerja aparatur pemerintahan desa dalam manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan yang partisipatif di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan, sehingga dapat menjadi elemen utama dalam upaya akselerasi pembangunan.

Tujuan Khusus

(1) Mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dalam manajemen

pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan.

(2) Menganalisis pembinaan dan pengembangan aparatur dan kepemimpinan

pembangunan perdesaan partisipatif di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan.

(3) Menganalisis tingkat keeratan hubungan antara faktor-faktor yang saling terkait dalam manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan.

(4) Mempelajari aspek koordinasi dan komunikasi tentang penanganan

permasalahan pembangunan sesuai respon masyarakat terhadap pengelolaan pembangunan perdesaan partisipatif di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan.

(5) Merumuskan strategi manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan

partisipatif di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan.


(32)

Kegunaan Hasil Penelitian Kegunaan Praktis

(1) Menyediakan informasi yang akurat bagi pengambil kebijakan di bidang

administrasi pemerintahan dan pembangunan khususnya dalam rangka peningkatan kemampuan profesionalisme aparatur pemerintahan di desa dan kecamatan, serta peningkatan peran aparatur kelembagaan pemerintahan di tingkatan perdesaan yang ideal di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan.

(2) Sebagai dasar untuk melakukan upaya revitalisasi mengenai fungsi dan

struktur serta sistem dan budaya organisasi pemerintahan desa yang profesional di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan.

(3) Menyadarkan para pihak terkait, khususnya para “stakeholders”

pembangunan untuk melakukan self correction guna mencapai efisiensi dan peningkatan kemanfaatan dalam setiap pelaksanaan program pembangunan di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan.

(4) Sebagai data/dokumen dan acuan dalam mempersiapkan dan melaksanakan

penyuluhan pembangunan khususnya dalam upaya mengaplikasikan pendekatan multi disiplin.

(5) Memperbaiki substansi kebijakan yang berkaitan dengan pelaksanaan tugas-tugas umum pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif. (6) Meningkatkan manfaat dari kelembagaan desa dan kecamatan untuk

percepatan pembangunan perdesaan di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan.

(7) Membangun sinergi yang lebih efektif lagi di antara semua elemen institusi

pemerintahan desa dan kecamatan di Kabupaten Bone dan Kabupaten

Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan.

(8) Mengevaluasi penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan di daerah,

khususnya pembangunan perdesaan partisipatif di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan.


(33)

Kegunaan Normatif dan Teoritis

(1) Kajian ini menghasilkan pengembangan Iptek khususnya ilmu-ilmu sosial dan humaniora

(2) Menemukan paradigma baru pembangunan yang berkelanjutan dan

berwawasan lingkungan.

(3) Mempersiapkan data awal untuk kajian dan penelitian selanjutnya

(4) Melihat hambatan serta relevansi teori-teori pembangunan kaitannya dengan kebutuhan masyarakat dan tuntutan global.

Definisi Istilah

Agar lebih mudah memahami substansi kajian tulisan ini, dan untuk membatasi makna dan arti istilah yang digunakan sehingga terarah dan fokus, maka beberapa pengertian istilah perlu diberi pengertian yang sesuai dengan maksud dan tujuan penulisan disertasi ini yaitu:

(1) Peran adalah sesuatu hal yang menentukan suatu proses dalam kegiatan yang dilakukan. Peran dapat menjadi unsur penentu dan dapat juga menjadi faktor bukan penentu dalam kegiatan itu.

(2) Kelembagaan adalah institusi atau organisasi; baik institusi pemerintah maupun non pemerintah yang ada di daerah serta norma-norma yang berlaku di Institusi tersebut dan di tengah-tengah masyarakat yang sangat menentukan keberhasilan pengelolaan pembangunan.

(3) Pengelolaan pembangunan yang dimaksudkan dalam tulisan ini adalah

segala macam bentuk upaya menghimpun potensi sumber daya untuk kemudian digerakkan melalui birokrasi pemerintahan tingkat desa yang diwujudkan dalam bentuk kepemimpinan yang partisipatif. Untuk itu meningkatkan kualitas pelayanan publik, serta pemberdayaan, baik kepada masyarakat maupun kepada aparatur merupakan suatu keharusan.

(4) Perencanaan, pelaksanaan, pengawasan dan monitoring pembangunan

adalah aktivitas yang melibatkan segenap stakeholders pembangunan

khususnya di tingkat desa untuk bersinergi dalam suatu kolektivitas menuju aktualisasi diri dan kesejahteraan yang merata


(34)

(5) Partisipasi masyarakat adalah segala macam bentuk kontribusi masyarakat dalam pengelolaan pembangunan, baik berupa materi, waktu, tenaga dan pemikiran serta kesadaran dan kemauan kuat yang diharapkan dapat memicu percepatan pembangunan.

(6) Pembangunan perdesaan adalah upaya menciptakan suasana melalui

penyiapan fasilitas berupa infrastruktur yang diperlukan oleh seluruh elemen masyarakat desa, baik dalam bentuk fisik, maupun non fisik guna merealisasikan potensi diri manusia menuju peningkatan kesejahteraan.

(7) Paradigma pemerintahan di era otoda berdasar undang-undang dan

peraturan pemerintah ialah model pembagian kewenangan urusan pemerintahan antara pusat dan daerah serta hubungan di antara keduanya yang tercermin di dalam undang-undang dan peraturan-peraturan lainnya.

(8) Aspek politik dan kepemimpinan di daerah adalah menyangkut tentang

sistem pengkaderan dan rekruitmen SDM di daerah, baik secara formal maupun informal

(9) Prinsip penataan administrasi desa adalah mencakup upaya-upaya yang

rasional, efisien, efektif realistik dan operasional guna menunjang tugas pelayanan publik dan tugas-tugas pembangunan.

(10) Visi, misi dan orientasi pemerintahan desa menyangkut tentang

optimalisasi partisipasi masyarakat, privatisasi dan profesionalisme serta arah kegiatan untuk mencapai tujuan pembangunan perdesaan.

(11) Human Resource Development aparatur dan masyarakat adalah pengembangan kemampuan dan kapasitas aparatur dan masyarakat yang terkait dengan tingkat pendidikan, pengalaman dan budaya.

(12) Profil dan potensi sumber daya desa adalah ciri dan kondisi saat ini

mengenai karakteristik sumber daya alam, sumber daya manusia, dan sumber daya buatan serta lingkungan.

(13) Prospektif manajemen pemerintahan dan pembangunan desa adalah peluang-peluang perubahan yang mungkin dapat dilakukan sesuai dengan kondisi desa yang bersangkutan, baik berupa manajemen yang diterapkan secara spesifik, maupun penerapan manajemen yang dapat berlaku general,


(35)

guna mewujudkan optimalisasi sumber daya, birokrasi yang profesional, dan masyarakat madani yang mandiri.

(14) Kepemimpinan informal, komunikasi dan penyuluhan merupakan ciri

pengendalian pemerintahan di desa yang didominasi oleh suasana kekeluargaan, kekerabatan yang ditandai dengan adanya figur yang sering menjadi sentral pengaruh.

(15) Komitmen Pemerintah daerah serta swadaya masyarakat adalah

menyangkut tentang kesadaran dan kepedulian elit birokrat di tingkat daerah untuk mewujudkan masyarakat madani untuk saling percaya (trust) dalam merealisasikan peran dan fungsi masing-masing.

(16) Pendekatan pembangunan dan aspek partisipasi adalah hal yang

menyangkut tentang strategi pencapaian tujuan pembangunan dengan memberdayakan masyarakat melalui bantuan modal, pelatihan, pemberian kemudahan dalam mengakses informasi, penciptaan kesempatan, kemampuan dan kemauan bagi masyarakat agar dia bisa berdaya.

(17) Pola pengembangan kompetensi aparatur adalah cara yang selama ini

ditempuh untuk meningkatkan kemampuan dan profesionalisme aparatur, atau mendapatkan SDM (sumber daya manusia) aparatur yang kafabel, akseptabel dan kompatibel melalui sistem rekruitmen yang tepat, pelatihan penjenjangan karir, magang, studi banding dan sebagainya.

(18) Perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian program pembangunan yang partisipatif di desa adalah salah satu ciri dari otonomi desa yang nyata, luas, dan bertanggungjawab yang ditopang oleh pelaksana dan penggerak pembangunan yang kompeten.

(19) Kelembagaan desa adalah semua institusi yang ada di desa baik institusi pemerintah maupun swasta yang memiliki karakteristik personil yang punya kriteria yang memadai untuk pelaksanaan tugas pokok fungsinya.

(20) Desa adalah kesatuan masyarakat hukum yang memiliki batas-batas wilayah yang berwenang untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat berdasarkan asal-usul dan adat istiadat setempat yang


(36)

diakui dan dihormati dalam sistem pemerintahan Negara Kesatuan Republik Indonesia.

(21) Otonomi daerah adalah hak, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

(22) Lembaga non pemerintahan di desa yang dimaksudkan dalam penelitian ini adalah organisasi non institusi pemerintah desa yang turut berperan dalam penyelenggaran pemerintahan dan pembangunan seperti LSM, Koperasi, perusahaan atau badan usaha milik swasta.

(23) Good Governance adalah kepemerintahan yang baik yang dicirikan oleh; akuntabilitas, Transparency, keterbukaan, supremasi hukum dan lain-lain. (24) Stakeholders pembangunan adalah merupakan orang atau kelompok orang

dengan suatu kepentingan atau perhatian pada permasalahan pembangunan. (25) Istilah Bottom Up yang digunakan dalam disertasi ini adalah suatu strategi

pendekatan pembangunan dari bawah sejak dari perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan yang pada prinsipnya selalu didasari oleh aspirasi, kebutuhan dan kepentingan dari bawah.

(26) Istilah Top Down yang digunakan dalam disertasi ini adalah suatu strategi pendekatan pembangunan yang didasari oleh kebijakan dari atas, pembangunan yang senantiasa mengandalkan konsep dan aplikasinya berupa cetak biru dari pemerintah pusat.

(27) Trust adalah saling keterpercayaan di antara Stakeholders dalam melaksanakan pembangunan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. (28) Kompatibilitas adalah posisi dan peran pemerintahan di tingkat daerah dan

desa yang melaksanakan tugas pokok fungsinya berupa kemampuan mengakomodasikan kebijakan dari pemerintah tingkat atasnya maupun tuntutan dari masyarakat, para pengikut dan pendukungnya.

(29) Kearifan lokal (local wisdom) adalah suatu sistem nilai budaya yang merupakan kekhususan sumber daya daerah/desa dalam pelaksanaan pembangunan dan pemerintahan.


(37)

(30) Social capital adalah modal sosial berupa budaya kerja keras, motivasi dan organisasi atau kelompok dan saling keterpercayaan yang berkembang di tengah mayarakat.

(31) Kebijakan pemberdayaan masyarakat adalah pelaksanaan berbagai macam program pembangunan serta aturan dalam pelaksanaan pemerintahan dan pembangunan di tingkat perdesaan.

(32) Kepedulian dan kepekaan adalah menyangkut tentang aspek moral,

kesadaran akan tanggung jawab terhadap tugas, hak dan kewajiban baik bagi aparatur maupun bagi masyarakat.

(33) Partisipasi stakeholders adalah tingkat sinergitas pada semua elemen pemangku kepentingan pembangunan.

(34) Motivasi berprestasi adalah keinginan untuk berkembang dalam meniti

karir kepegawaian dan kesejahteraan, kepuasan kerja menuju aktualisasi diri bagi aparatur maupun warga masyarakat.

(35) Optimalisasi sumber daya adalah wujud kinerja birokrasi yang profesional yang menunjukkan bahwa semua potensi pembangunan memberikan manfaat langsung kepada seluruh elemen masyarakat, yang berlangsung secara rutin dan alamiah karena disokong oleh aparatur yang berkualitas, proaktif, dan masyarakat yang memiliki kemampuan swakelola, swadaya, swasembada dan lain-lain.

(36) Pembangunan berdasar partisipatif adalah pembangunan yang

mengoptimalkan fungsi dan peran semua elemen stakeholders, sejak

tahapan awal perencanaan, pelaksanaan, pengawasan sampai kepada pencapaian hasil, pemanfaatan, pelestarian dan keberlanjutannya.

(37) Aparatur pemerintahan adalah pegawai negeri sipil atau non pegawai negeri sipil yang memangku tugas dan jabatan untuk menyelenggarakan pemerintahan dan pembangunan dan pelayanan kepada publik yaitu aparatur desa yang terdiri dari: Kepala Desa, Sekretaris Desa, Badan permusyawaratan Desa, Kepala Urusan dan Kepala Dusun, dan aparatur kecamatan yang terdiri dari: Camat, Sekretaris Kecamatan, Kasubag, Kepala Seksi dan Bendahara ditambah dengan tenaga honorer.


(38)

(38) Strategi dalam pengertian untuk membangun manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif adalah seperangkat instrumen yang menjadi cara melalui suatu tahapan yang ditempuh untuk mencapai suatu tujuan berdasarkan suatu visi dan misi yang jelas.

(39) Kepemimpinan aparatur pemerintahan adalah merupakan rangkaian

penataan berupa kemampuan mempengaruhi perilaku orang lain dalam situasi tertentu agar bersedia bekerja sama untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan.

(40) Persepsi adalah pengertian, pemahaman dan pendapat anggota masyarakat dan aparatur mengenai persoalan tertentu dalam manajemen pemerintahan dan pembangunan.

(41) Manajemen strategi adalah langkah-langkah yang diperlukan dalam suatu proses untuk menetapkan berbagai pilihan-pilihan terbaik dari sejumlah pilihan-pilihan yang ada secara lebih tepat dan menguntungkan atas peng gunaan berbagai potensi sumber daya yang ada.

(42) Pembangunan perdesaan partisipatif adalah pembangunan yang dirancang sejak awal dari kalangan masyarakat perdesaan berdasarkan kemauan, kemampuan, kebutuhan dan aspirasi dari bawah untuk memanfaatkan seluruh potensi sumber daya dengan pelaku utamanya adalah masyarakat perdesaan mulai dari perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, evaluasi


(39)

TINJAUAN PUSTAKA

Persepsi

Menurut Rakhmat (2004) persepsi adalah pengalaman tentang obyek, peristiwa, atau hubungan-hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Menurut Desederato (Rakhmat, 2004) persepsi adalah memberikan makna pada stimuli inderawi. Pendapat serupa menyatakan bahwa persepsi adalah proses yang digunakan individu mengelola dan menafsirkan kesan indera mereka dalam rangka memberikan makna kepada lingkungan mereka. Meski demikian, apa yang dipersepsikan seseorang dapat berbeda dari kenyataan obyektif (Robbins, 2007).

Orang memberikan reaksi atau tanggapan sesuai dengan persepsi dirinya terhadap dunianya daripada kondisi-kondisi obyektif dimana mereka sebenarnya berada. Seseorang hanya bisa menggunakan sebagian kecil rangsangan kesadaran (sensory stimuli) yang ada pada suatu peristiwa, dan bagian ini diinterpretasikan sesuai dengan harapan, nilai-nilai serta keyakinan-keyakinannya (Wexley dan Yuki, 2005).

Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi adalah pelaku persepsi, obyek atau target yang dipersepsikan dan konteks situasi dimana persepsi itu dibuat (Robbins, 2007) Proses terbentuknya persepsi menurut Krech dan Crutchfield (Rakhmat, 2004) ditentukan oleh faktor fungsional dan faktor struktural. Faktor fungsional berasal dari kebutuhan, pengalaman masa lalu, dan hal lain yang termasuk sebagai faktor personal. Yang menentukan persepsi bukan jenis atau bentuk stimuli tetapi karakteristik orang yang memberikan respon pada stimuli itu. Faktor yang mempengaruhi persepsi lazim disebut sebagai kerangka rujukan (frame of reference)

Walaupun seseorang hanya mendapat bagian-bagian informasi, dia dengan cepat menyusunnya menjadi suatu gambaran yang menyeluruh. Menurut Litterer (Asngari, 1984). Seseorang akan menggunakan informasi yang diperolehnya untuk menyusun gambaran menyeluruh. Ada tiga mekanisme pembentukan informasi menurut Litterer yaitu: selectivity, closure dan interpretation. Informasi


(40)

yang sampai kepada seseorang menyebabkan individu yang bersangkutan membentuk persepsi, dimulai dengan pemilihan atau menyaringnya, kemudian informasi yang masuk tersebut disusun menjadi kesatuan yang bermakna, dan akhirnya terjadilah interpretasi mengenai fakta keseluruhan informasi itu. Pada fase interpretasi ini, pengalaman masa silam memegang peran yang penting.

Kelembagaan dan Organisasi Pengertian Kelembagaan dan

Lembaga Pemerintahan di Perdesaan

Kata “kelembagaan” menunjuk kepada sesuatu yang bersifat mantap

(established) yang hidup (constitued) di dalam masyarakat. Tiap kelembagaan dibangun untuk suatu fungsi tertentu. Dalam kelembagaan terdapat dua aspek yaitu aspek struktural dan aspek kultural Syahyuti (2006:87). Kedua aspek ini secara bersama-sama membentuk dan menentukan perilaku orang dalam kelembagaan tersebut. Keduanya merupakan komponen pokok yang selalu eksist dalam setiap kelompok sosial, selemah atau sekuat apapun ia.

Dalam aspek kultural terdapat nilai, aturan, norma, kepercayaan, moral ide, gagasan, doktrin, keinginan, kebutuhan, orientasi dan lain-lain. Sementara aspek struktural berisi struktur, peran, hubungan antar peran, integrasi antar bagian, struktur umum, perbandingan struktur tekstual dengan struktur riel, struktur kewenangan, hubungan kegiatan dengan tujuan, aspek solidaritas, keanggotaan, klik, profil, pola kekuasaan dan lain-lain.

Jika dianalogikan dengan sistem komputer, maka aspek kultur adalah softwarenya dan aspek struktur adalah hardwarenya. Hardware memberi kesempatan kepada software apa yang dapat dioperasikannya, namun sekaligus juga membatasinya. Dalam hubungan dengan kepemerintahan di desa, maka kelembagaan pemerintah desa itu dapat ditelusuri melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1979 Tentang Pemerintahan Desa dijelaskan sebagai berikut:

(1) Umum

(a) Pemerintah Desa terdiri atas: (1) Kepala Desa


(41)

(2) Lembaga Musyawarah Desa

(b) Pemerintah desa dalam pelaksanaan tugasnya dibantu oleh perangkat desa (c) Perangkat desa terdiri dari

(1) Sekretaris Desa (2) Kepala-kepala Dusun

(d) Susunan organisasi dan tata kerja pemerintah desa dan perangkat desa

sebagai mana dimaksud di atas diatur dengan peraturan daerah sesuai dengan pedoman yang ditetapkan oleh Mendagri.

(e) Peraturan Daerah yang dimaksud dengan ayat 4 di atas baru berlaku sesudah ada pengesahan dari pejabat yang berwenang

(2) Susunan Organisasi Pemerintah Desa (a) Pemerintah Desa terdiri atas:

(1) Kepala Desa

(2) Lembaga Musyawarah Desa (b) Pemerintah Desa dibantu oleh

(1) Sekretariat Desa (2) Kepala Dusun

(c) Sekretariat Desa terdiri dari

(1) Sekretaris Desa sebagai pimpinan (2) Kepala-kepala dusun

(3) Kedudukan Tugas dan Fungsi Kepala Desa (a) Kedudukan Kepala Desa

(1)Alat pemerintah

(2)Alat pemerintah Daerah. (3)Alat Pemerintah Desa (b) Tugas Kepala Desa

(1)Menjalankan urusan rumah tangganya

(2)Menjalankan urusan pemerintahan dan pembinaan masyarakat

(3)Menumbuhkan dan mengembangkan semangat jiwa gotong royong

(c) Fungsi Kepala Desa


(42)

(2)Menggerakkan partisipasi masyarakat (3)Melaksanakan tugas dari pemerintah di atasnya (4)Keamanan dan ketertiban masyarakat

(d)Melaksanakan tugas-tugas lain yang diberikan oleh pemerintah di atasnya (e)Kepala Desa bertanggung jawab kepada:

(1)Bertanggung jawab kepada Bupati Kepala Daerah Tingkat II

(2)Memberikan keterangan pertanggungjawaban Kepala Desa kepada

Lembaga Musyawarah Desa (4) Sekretaris Desa

(a) Kedudukan Sekretaris Desa

(1)Urusan staf sebagai orang kedua (2)Memimpin Sekretariat Desa (b) Tugas Sekretaris Desa

(1)Memberikan pelayanan Staf (2)Melaksanakan administrasi Desa (c) Fungsi Sekretaris Desa

(1)Kegiatan surat-menyurat, kearsipan dan pelaporan (2)Kegiatan pemerintahan dan keuangan Desa (3)Administrasi Kependudukan

(4)Administrasi umum

(5)Melaksanakan fungsi Kepala Desa apabila berhalangan, Sekretaris Desa bertanggung jawab kepada Kepala Desa

(5) Kepala Urusan

(a) Kedudukan kepala urusan adalah sebagai unsur pembantu Sekretaris desa

(b) Tugas kepala urusan adalah membantu sekretaris desa dalam bidang

tugasnya

(c) Fungsi Kepala Urusan adalah

(1)Kegiatan sesuai dengan unsur bidang tugas (2)Pelayanan administrasi terhadap Kepala Desa


(43)

(6) Kepala Dusun

(a) Kedudukan kepala Dusun adalah sebagai pelaksana tugas Kepala Desa di wilayahnya.

(b)Tugas kepala dusun yaitu melaksanakan tugas-tugas di wilayah kerjanya (c) Fungsi Kepala Dusun adalah:

(1) Melaksanakan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan (2) Melaksanakan keputusan desa di wilayah kerjanya..

(3) Melaksanakan kebijaksanaan Kepala Desa. Kepala Dusun

bertanggungjawab kepada Kepala Desa.

Perkembangan Konsep Organisasi Abad XX1

C. K Prahalad (Wasistiono, 2003:84) mengemukakan bahwa: “If you

learn, you’ll change, if you don’t change, you’ll die.“ Artinya kalau kau mau belajar berarti kita akan berubah, sedangkan kalau kita tidak mau berubah mengikuti atau mendahului perubahan, maka kita akan tersingkir. Hal ini juga berlaku pada organisasi pada umumnya serta organisasi pemerintah pada khususnya. Hal tersebut sejalan dengan pendapat Senge (Wasistiono, 2003:84) mengenai perlunya membentuk organisasi pembelajaran (Learning Organization), yang dimulai dari pembelajaran individual (Individual Learning) dan kelompok pembelajaran (Group Learning).

Senge (Wasistiono, 2003:84) mengemukakan pendapatnya mengenai disiplin kelima yaitu berpikir sistemik (systemic thinking), yang dimulai dari empat disiplin lainnya yaitu: (1) kematangan pribadi (personal mastery), (2) model mental (mentalmodels), (3) menyebarkan visi (shared vision), dan (4) tim pembelajaran (team learning)

Para ahli organisasi seperti Wasistiono (2003:84) pada umumnya sepakat bahwa organisasi abad 21 memiliki ciri:

(1) Lebih kecil (smaller) (2) Lebih cepat (faster) (3) Lebih terbuka (openness)


(1)

air untuk pertanian. Kementerian teknis pusat perlu turun tangan membangun dan memfasilitasi infrastruktur pertanian karena hal ini termasuk main constrains utama Kabupaten Jeneponto. Aspek penyuluhan tetap merupakan hal yang sangat penting guna memberikan penyadaran kepada seluruh elemen stakeholders.

Banyak hal yang menjadi main constrains yang dapat dan harus dijadikan acuan dalam program penyuluhan guna membangun prospektif manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif. Main constrain tersebut antara lain peran dan fungsi aparatur yang belum optimal yaitu: transparansi, pengawasan pembangunan, teknis dan koordinasi, mekanisme kerja, kemampuan lobi dan sosialisasi, keahlian memanfaatkan sumber dari luar dan lain-lain. Semua problem ini memerlukan action untuk membangun collective care behaviour yang maximal yang didasari oleh nilai-nilai universal.

Gejala paradoxal dan cara kerja model pemadam kebakaran dalam pengelolaan pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif, yang selama ini masih sering tampak merupakan tantangan utama bagi aparatur. Karena itu perlunya dilakukan suatu kebijakan yang mampu mengangkat harkat dan martabat aparat melalui peningkatan kinerja, yang pada gilirannya akan membawa manfaat dan maslahat yang besar untuk masyarakat.


(2)

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan

(1) Faktor-faktor yang berhubungan dalam manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan adalah aspek kepemimpinan dengan good governance; kepemimpinan dengan kebijakan pemberdayaan masyarakat; motivasi berprestasi dengan birokrasi yang profesional; kebijakan pemberdayaan masyarakat dengan optimalisasi sumber daya; kompetensi dengan birokrasi yang profesional; good governance dengan birokrasi yang profesional; motivasi berprestasi dengan kepedulian dan kepekaan aparatur. Hubungan antar kelompok peubah antara faktor eksternal dengan kelompok peubah manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif mempunyai nilai koefisien korelasi tertinggi. Secara spesifik wilayah yang luas dan struktur organisasi pemerintahan yang cukup besar, adalah hal-hal yang berkaitan langsung dengan aspek kepemimpinan dalam manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif di Kabupaten Bone. Sedangkan sumber daya alam yang terbatas dan desa-desa tertinggal jumlahnya cukup besar, berkaitan langsung dengan kebijakan pembedayaan masyarakat dalam manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif di Kabupaten Jeneponto.

(2) Pembinaan dan pengembangan aparatur pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan, berhubungan kuat, positif dan nyata dengan kepemimpinan pejabat di daerah. Reformasi birokrasi terkendala oleh kultur dan infrastruktur. Pejabat daerah Kabupaten Bone masih kurang dalam monitoring kinerja aparatur di tingkatan perdesaan yang cukup besar dan luas, diklat yang dilakukan masih ada cara konvensional, rasa tanggung jawab terhadap tugas terkesan sekedar gugur kewajiban. Di Kabupaten Jeneponto menunjukkan bahwa pembinaan dan pengembangan aparatur berkorelasi positif dan erat dengan tingkat efektivitas kinerja birokrasi. Secara umum korelasi kanonik antara pembinaan dan pengembangan aparatur dengan


(3)

efektivitas kinerja birokrasi menunjukkan adanya korelasi negatif, namun korelasi Rank Spearman menunjukkan adanya korelasi positif dan nyata dengan aspek kompetensi dan budaya kerja.

(3) Terdapat hubungan positif dan nyata antara faktor eksternal dengan manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif, dan faktor eksternal dengan efektivitas kinerja birokrasi, serta efektivitas kinerja birokrasi dengan manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif, berlaku untuk kedua kabupaten penelitian. Untuk Kabupaten Bone hal spesifik adalah keeratan hubungan positif antara motivasi berprestasi dengan kepedulian dan kepekaan aparatur; kepemimpinan dengan birokrasi yang profesional; kebijakan pemberdayaan masyarakat dengan optimalisasi sumber daya; kepemimpinan dengan good governance. Sub peubah yang paling banyak berkorelasi kuat, positif dan nyata dengan sub peubah lainnya adalah kepemimpinan. Untuk Kabupaten Jeneponto adalah hubungan kuat, positif dan nyata antara kebijakan pemberdayaan masyarakat dengan optimalisasi sumber daya; kebijakan pemberdayaan masyarakat dengan masyarakat madani yang mandiri; good governance dengan optimalisasi sumber daya; kebijakan pemberdayaan masyarakat dengan kompetensi dan budaya kerja. Sub peubah yang paling banyak kerkorelasi positif, kuat, erat dan nyata dengan sub peubah lainnya adalah kebijakan pemberdayaaan masyarakat.

(4) Pelaksanaan fungsi dan peran aparatur yaitu peran teknis/koordinasi, peran sosialisasi/penyuluhan dalam penanganan masalah, terutama komunikasi pembangunan perdesaan partisipatif belum mencerminkan efektivitas penerapan norma good governance, kebutuhan, masalah dan respon masyarakat, serta kompetensi dan kepuasan kerja aparatur pada kedua lokasi penelitian yaitu: Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto. Hal ini semua terkait dengan mental pengabdian, tradisi budaya kerja, kuantitas dan kualitas aparat serta infrastruktur.

(5) Strategi yang dijalankan selama ini sebagai solusi dalam manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif di Kabupaten Bone


(4)

dan Kabupaten Jeneponto dalam menangani masalah pembinaan dan pengembangan aparatur, kepemimpinan dan kebijakan pemberdayaan masyarakat melalui pendidikan dan pelatihan, rekruitmen politik, peran sosialisasi, koordinasi, serta penyuluhan dan komunikasi pembangunan, belum mengintegrasikan nilai-nilai budaya lokal, nilai-nilai dasar universal dan belum menggambarkan penerapan konsep filosopi new public management, dan human resources development. Hal ini disebabkan karena reformasi birokrasi yang dijalankan selama ini juga masih ada cara-cara konvensional dan feodal. Kendala utamanya memang adalah aspek Tur 3 Tem yaitu struktur, kultur, aparatur dan sistem dan prosedur, serta daerah yang cukup luas, selain itu karakter masyarakat sedikit ada perbedaan yaitu: Kabupaten Bone cenderung lebih tertutup, sedangkan Kabupaten Jeneponto cenderung lebih terbuka terhadap masukan dari luar.

Saran

(1) Bappeda, Badan Kepegawaian Daerah dan Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa disarankan untuk lebih meningkatkan komunikasi pembangunan menuju good governance dan kepemimpinan visioner untuk menunjang pelaksanaan agenda utama pemerintah kabupaten khususnya di Kabupaten Bone adalah peningkatan motivasi berprestasi, kepedulian dan kepekaan aparatur dan kepemimpinan, birokrasi yang profesional, kebijakan pemberdayaan masyarakat dan optimalisasi sumber daya. Di Kabupaten Jeneponto adalah aspek kebijakan pemberdayaan masyarakat, optimalisasi sumber daya, masyarakat madani yang mandiri, good governance, kompetensi dan budaya kerja, pembinaan dan pengembangan aparatur serta aspek kepemimpinan dalam upaya membangun karakter culture building. (2) Pembinaan dan pengembangan aparatur pemerintahan dan pembangunan

hendaknya dilakukan dengan membuat suatu regulasi yang tepat, fragmatis dan konsisten dalam pelaksanaannya terutama menyangkut tentang penyuluhan/diklat, pemahaman visi dan misi, tugas pokok fungsi institusi, berupa job description personalia, job specification, job analysis. Rekruitmen


(5)

politik tingkatan perdesaan dan pembinaan SDM yang lebih rasional, dengan meninggalkan cara tradisional konvensional. Untuk Kabupaten Bone terpenting perlu membentuk tim monitoring kinerja aparatur serta perbaikan secara sistematis sejak awal, mengingat wilayah administratif teritorial dan struktur organisasi pemerintahan yang cukup besar sedangkan untuk Kabupaten Jeneponto penekanannya adalah juga penyuluhan/diklat, membangun motivasi berprestasi, meningkatkan kompetensi, sinergi stakeholders serta peningkatan pelayanan dan kesejahteraan.

(3) Melihat banyaknya faktor yang berhubungan erat dalam membangun manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif, maka Pemeritah Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto disarankan untuk menetapkan skala prioritas untuk melakukan usaha perbaikan yaitu dari sisi kepemimpinan dan kebijakan pemberdayaan masyarakat. Upaya untuk meningkatkan kualitas dan profesionalitas manajemen pemerintahan dan pembangunan perdesaan partisipatif di Kabupaten Bone aspek pertama yang perlu diperbaiki adalah aparatur pemerintah kabupaten harus banyak turun ke bawah memberikan arahan, fasilitas, motivasi dan mengenali kebutuhan aparatur dan masyarakat dan menjamin kepastian tentang hal-hal yang telah diputuskan untuk dilaksanakan. Di Kabupaten Jeneponto disarankan untuk melakukan sosialisasi program pembangunan baik kepada aparatur maupun kepada masyarakat, masih merupakan hal yang mendasar dalam membangun kesadaran dan keterampilan. Variasi kebijakan pemberdayaan masyarakat dan aparat yang hanya mengandalkan program pemerintah pusat dianggap belum cukup, perlu terobosan daerah.

(4) Untuk meningkatkan pelaksanaan peran aparatur, maka syarat utama harus dimiliki adalah mengenali masalah, kebutuhan dan respon masyarakat, mental pengabdian, kepekaan dan kepedulian, willingness, capacity, dan opportunity untuk dapat setiap saat mengembangkan kemampuannya. Untuk Kabupaten Bone pimpinan daerah perlu banyak turun ke bawah untuk membangun motivasi dan kepedulian, sedangkan untuk Kabupaten Jeneponto pimpinan daerah perlu banyak terobosan untuk mengatasi kelangkaan sumber daya agar


(6)

kebijakan dapat lebih ditingkatkan baik jumlah maupun kualitasnya. Hal ini semua tetap menjadi agenda utama perbaikan di samping kreasi dan inovasi juga harus diupayakan melalui penerapan new public management.

(5) Komitmen kepemimpinan politik pemerintahan di daerah (eksekutif dan legislatif) di Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto Provinsi Sulawesi Selatan melalui suatu visi dan misi yang jelas, untuk pemberdayaan dan peningkatan mutu kehidupan warga dan aparatur secara fokus, komprehensif dan terintegrasi, serta sosialisasi dan komunikasi pembangunan yang dirancang secara sistematis perlu lebih ditingkatkan lagi. Kebijakan ini dilakukan dengan mengaitkan pada isu pemerintahan dan pembangunan yang sedang aktual, serta sumber daya lokal yang dirancang dengan memadukan nilai-nilai dasar universal, nilai-nilai budaya dan kearifan lokal serta kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini diperlukan kerja sama antara pemerintah Kabupaten dan pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan dengan kalangan ahli atau akademisi dan pihak luar yang kompeten.

(6) Strategi penyuluhan melalui pendidikan dan pelatihan dan program lainnya yang berkaitan dengan new public management and human resources development aparatur dan masyarakat, perlu dilakukan dan didukung oleh sinergi politik pemerintahan antara eksekutif dan legislatif Kabupaten Bone dan Kabupaten Jeneponto dalam bentuk perencanaan dan penganggaran yang sesuai. Reformasi birokrasi tetap menjadi agenda yang penting untuk penerapan new public management dengan menerapkan nilai-nilai universal yang lebih nyata.