Pengaruh Penggunaan Pati Sagu Resisten dan Enzim Lipase terhadap Karakterisasi Fisikokimia dan Organoleptik Keju Lunak Rendah Lemak

PENGARUH PENGGUNAAN PATI SAGU RESISTEN DAN ENZIM
LIPASE TERHADAP KARAKTERISASI FISIKOKIMIA DAN
ORGANOLEPTIK KEJU LUNAK RENDAH LEMAK

RAHAYU KANIA RUKMANA

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRISI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan

ini

saya

menyatakan


bahwa

skripsi

berjudul

Pengaruh

Penggunaan Pati Sagu Resisten dan Enzim Lipase terhadap Karakterisasi
Fisikokimia dan Organoleptik Keju Lunak Rendah Lemak adalah benar karya
saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk
apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau
dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini. Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dai karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Februari 2013

Rahayu Kania Rukmana
NIM I14080008


ABSTRACT
RAHAYU KANIA RUKMANA. Effect of Using Sago Resistant Starch and Lipase
Enzyme for Physicochemical and Organoleptic Characterization of Low Fat Soft
Cheese. Supervised by EVY DAMAYANTHI and SRI USMIATI.
Low fat soft cheese usually have low textures and scents. Resistant
starch as fat imitate can be used to improve the texture of cheese, while the
enzyme lipase is known serves to break down or hydrolyze milk fat and give the
flavor of cheese. The purpose of this research is to study the use of sago
resistant starch and lipase enzymes for physicochemical and organoleptic
characterization of low-fat soft cheese. In this study, the treatment was of cheese
using sago resistant starch, cheese using lipase enzyme, cheese using a
combination of increased sago resistant starch and lipase enzyme, and control
cheese as a comparison. Hedonic test results for low fat soft cheese indicated
that the percentage of acceptance the taste, the texture, the smell, the aroma of
chewable, texture press, color, and general acceptance ranges between 22 %-94
% and the best treatment is cheese using lipase enzyme. The best low fat soft
cheese had total lipid content is 21.9 % (dry basis), higher levels of unsaturated
fatty acids linoleic (41.19 %) and linolenic (3.85 %), so that it have potential to
decrease total trigliserida and cholesterol blood levels at who someone has lipid

blood content syndrome (hyperlipidemic).
Key words: low fat soft cheese, sago resistant starch, lipase, unsaturated fatty
acid, low hyperlipidemic

RINGKASAN
RAHAYU KANIA RUKMANA. I14080008. Pengaruh Penggunaan Pati Sagu
Resisten dan Enzim Lipase terhadap Karakterisasi Fisikokimia dan Organoleptik
Keju Lunak Rendah Lemak. Di bawah bimbingan EVY DAMAYANTHI dan SRI
USMIATI.
Dewasa ini, gaya hidup dan pola makan yang tidak sehat telah
meningkatkan proporsi kematian karena penyakit kardiovaskular. Lemak memiliki
peranan terhadap kejadian kardiovaskular. Salah satu solusi untuk mengatasi
permasalahan tersebut adalah dengan mengkonsumsi pangan fungsional.
Diantaranya adalah pangan rendah lemak. Keju rendah lemak umumnya memiliki
rasa yang pahit dan tekstur yang keras sehingga penerimaan konsumen
terhadap produk cukup rendah. Keju yang menggunakan fat replacer dengan
basis karbohidrat memiliki tingkat kelembutan dan kadar protein yang lebih tinggi
dibandingkan keju rendah lemak biasa. Salah satu fat replacer dengan basis
karbohidrat adalah pati sagu.
Tujuan umum penelitian ini adalah mengkaji potensi penggunaan pati

sagu resisten dan enzim lipase dalam pembuatan keju lunak rendah lemak.
Tujuan khusus penelitian ini adalah mempelajari cara pembuatan keju lunak
rendah lemak dengan penggunaan pati sagu resisten dan enzim lipase,
mempelajari sifat organoleptik (daya terima) keju lunak rendah lemak dengan
penggunaan pati sagu resisten dan enzim lipase, mempelajari sifat fisik
(rendemen, tingkat kelembutan, dan kekerasan) serta sifat kimia (proksimat dan
profil asam lemak) keju lunak rendah lemak dengan penggunaan pati sagu
resisten dan enzim lipase, dan mengetahui kontribusi zat gizi keju lunak rendah
lemak terpilih terhadap Acuan Label Gizi (ALG) serta potensi efek kesehatan dari
keju lunak rendah lemak.
Penelitian ini terbagi ke dalam dua tahapan yaitu pertama mengenai
pengurangan jumlah minyak jagung yang digunakan dalam pembuatan emulsi
minyak jagung dalam skim, penggunaan starter Bifidobacteria longum, serta
pengurangan jumlah rennet. Penelitian utama, meliputi pembuatan keju lunak
rendah lemak dengan formulasi penggunaan pati sagu resisten, penggunaan
enzim lipase, kombinasi penggunaan pati sagu resisten dengan enzim lipase,
serta keju kontrol (sebagai pembanding). Selanjutnya dilakukan analisis sifat fisik
dan kimia dari keju lunak rendah lemak meliputi rendemen, tingkat kekerasan,
kelembutan, proksimat, dan profil asam lemak. Uji organoleptik yang dilakukan
pada penelitian ini adalah uji hedonik dan mutu hedonik terhadap 32 panelis semi

terlatih (mahasiswa) untuk kemudian melihat tingkat penerimaan dari keju lunak
rendah lemak dan menentukan perlakuan terpilih.
Keju lunak rendah lemak ini dibuat dengan menggunakan bahan baku
dari emulsi minyak jagung dalam susu skim. Cara pembuatan emulsi minyak
jagung menggunakan formula Lobato-Calleros (2001) yang telah dimodifikasi.
Modifikasi formula tersebut adalah dengan mengganti minyak kanola
menggunakan minyak jagung (corn oil). Pada penelitian ini minyak jagung
diturunkan menjadi 87,5 g/ L susu. Jumlah rennet yang digunakan yaitu 0,005%
atau 0,05 g/ L susu skim diturunkan menjadi 0,04 g/ L susu skim. Selain itu,
starter yang digunakan ditambah dengan menggunakan Bifidobacteria longum
untuk meningkatkan aroma dari keju yang dihasilkan. Proses modifikasi emulsi
minyak jagung dalam susu skim dengan dispersi pati sagu resisten terdiri atas
tiga tahap, yaitu: persiapan dispersi pati sagu resisten, pembuatan emulsi minyak

jagung dalam susu skim, serta pencampuran emulsi minyak jagung dalam susu
skim dengan dispersi pati sagu resisten.
Keju dengan penggunaan enzim lipase mempunyai rendemen lebih tinggi
dibandingkan dengan kontrol. Proteolisis oleh rennet cenderung menyebabkan
curd yang dihasilkan memiliki tekstur lunak karena pengeluaran whey kurang
berlangsung sempurna. Proses ini terjadi pada pembuatan keju lunak tidak

peram. Keju yang memiliki tingkat kekerasan tertinggi maka memiliki tingkat
kelembutan terendah. Keju dengan pati sagu resisten memiliki tingkat kekerasan
tertinggi dan tingkat kelembutan terendah sedangkan keju dengan enzim lipase
memiliki tingkat kekerasan terendah dan tingkat kelembutan tertinggi. Pati sagu
resisten yang ditambahkan mempengaruhi tekstur keju. Semakin tinggi jumlah
pati yang ditambahkan maka tekstur keju akan semakin keras.
Hasil sidik ragam menunjukkan kadar air tidak berbeda nyata yang
mengindikasikan bahwa jenis bahan pembantu tidak berpengaruh nyata terhadap
kadar air keju lunak rendah lemak. Apabila diurutkan mulai dari kadar air tertinggi
sampai terendah, maka keju dengan enzim lipase mempunyai kadar air tertinggi,
yaitu 54,0 % (% bb) dan terendah adalah perlakuan keju dengan pati sagu
resisten 51,5 % (% bb). Kadar abu hasil formula berkisar antara 8,7-9,4 % (%
bk). Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa perlakuan tidak berpengaruh nyata
terhadap kadar abu.
Kadar protein tertinggi terkandung dalam keju dengan pati sagu resisten,
yaitu 48,5 % (% bk). Kandungan protein keju berbanding terbalik dengan kadar
lemaknya. Hal ini terlihat, bahwa keju rendah lemak yang mempunyai kadar
protein tinggi maka akan mengandung kadar lemak rendah. Keju kontrol memiliki
kandungan yang paling tinggi karena menggunakan bahan baku dari susu lemak
penuh. Keju dengan enzim lipase memiliki kadar lemak lebih tinggi jika

dibandingkan keju dengan pati sagu resisten. Kadar karbohidrat keju rendah
lemak berkisar antara 25,5-26,3 % (% bk). Hasil uji menunjukkan bahwa
perlakuan berpengaruh nyata terhadap kadar profil asam lemak laurat, miristat,
palmitat, oleat, dan linoleat (p 40 % dan dapat diproduksi dengan dua cara, yaitu
dengan diperam menggunakan kapang dan tanpa pemeraman.
Keju rendah lemak umumnya berkenaan dengan keju yang komponen
lemaknya lebih rendah dibandingkan dengan varietas keju lemak penuh (Mistry &
Anderson 1993). Karakteristik tekstur keju rendah lemak dapat ditingkatkan yaitu
dengan meningkatkan kelembaban dalam curd. Metode meningkatkan kadar air
termasuk di dalamnya adalah memanipulasi suhu pemanasan dan pengadukan
(Banks et al. 1989), mencuci curd atau mengaduk curd pada pH yang tinggi
(Guinee et al. 1998). Keju cheddar rendah lemak mempunyai kekurangan dan
flavor yang tidak seimbang berhubungan dengan rendahnya asam lemak seperti
asam butanoad dan heksanoat serta keton metal (Banks et al. 1989).

7

Bahan Penyusun Keju Lunak Rendah Lemak
Susu
Susu didefinisikan sebagai hasil sekresi dari kelenjar susu hewan

mamalia (Winarno dan Fernandez 2007). Warna putih susu disebabkan oleh
refleksi cahaya globula lemak, kalsium kaseinat, dan koloid fosfat. Sementara
warna kuning disebabkan oleh pigmen karoten yang terlarut dalam lemak,
pigmen tersebut berasal dari pakan hijau (Adnan 1984).
Sebagai bahan makanan susu sapi mempunyai nilai gizi yang tinggi, karena
mengandung unsur-unsur kimia yang dibutuhkan oleh tubuh seperti kalsium,
fosfor, vitamin A, vitamin B, dan riboflavin yang tinggi. Komposisinya yang mudah
dicerna dengan kandungan protein, mineral, dan vitamin yang tinggi, menjadikan
susu sebagai sumber bahan makanan yang fleksibel yang dapat diatur kadar
lemaknya, sehingga dapat memenuhi keinginan dan selera konsumen (Saleh
2004). Secara umum komposisi susu sapi dapat dilihat pada Tabel 3.
Tabel 3 Komposisi susu sapi (DKBM 2007)
Komponen
Lemak (%)
Protein (%)
Kalsium (%)
Fosfor (%)
Air (%)

Komposisi

3,5
3,2
143
60
88,3

Protein susu terbagi menjadi dua kelompok utama, yaitu kasein yang
dapat diendapkan oleh asam dan enzim renin, serta protein whey yang dapat
mengalami denaturasi oleh panas pada suhu sekitar 65 oC. Kasein merupakan
jenis protein terpenting dalam susu. Kasein dalam susu mencapai sekitar 80 %
dari total protein dan terdapat dalam bentuk kalsium kaseinat (Rahman et al.
1992).
Lemak susu sapi terdiri atas 97-98 % trigliserida, selebihnya adalah
fosfolipid, glikolipid, monogliserida, dan digliserida, sterol bebas dan asam lemak
bebas. Asam lemak yang ditemukan dalam lemak susu, 60-75 % bersifat jenuh,
5-30 % tidak jenuh, dan 4 % merupakan asam lemak polyunsaturated. Asam
lemak yang paling banyak adalah asam miristat, palmitat, dan stearat. Asam
lemak tidak jenuh yang utama adalah oleat, linoleat, dan linolenat. Asam butirat
dan kaproat terdapat dalam jumlah kecil sebagai trigliserida. Lemak pada susu
merupakan sumber dari sebagian komponen pembentuk cita rasa, aroma, rasa,

dan kelembutan keju matang. Keju yang dibuat dari susu tanpa lemak, umumnya

8

memiliki tekstur yang keras dan tidak membentuk cita rasa tipikal keju yang
diharapkan (Daulay 1991).
Susu Skim
Susu terdiri dari 2 komponen yaitu susu skim dan susu krim. Susu skim
memiliki bobot jenis tinggi, sehingga dalam sentrifugasi akan berada di bagian
dalam. Susu skim atau sering disebut serum susu adalah susu yang tersisa
setelah krim diambil sebagian atau seluruhnya, mengandung banyak protein dan
vitamin yang larut di dalam air. Susu skim mengandung semua zat makanan dari
susu kecuali lemak dan vitamin yang larut dalam lemak (Winarno 1983). Susu
skim dapat digunakan oleh orang yang menginginkan nilai kalori yang rendah
dalam makanannya karena mengandung 55 % dari seluruh energi susu. Tabel 4
menunjukkan komposisi rata-rata susu skim.
Tabel 4 Komposisi rata-rata susu skim (DKBM 2007)
Komponen
Lemak (%)
Protein (%)

Kalsium (%)
Fosfor (%)
Air (%)

Komposisi
0,1
3,5
123
97
90,5

Emulsifier
Emulsi adalah suatu sistem yang terdiri dari dua fase cairan yang tidak
saling melarut, dimana salah satu cairan terdispersi dalam bentuk globulaglobula di dalam cairan lainnya. Cairan yang terpecah menjadi globula-globula
dinamakan fase terdispersi, sedangkan cairan yang mengelilingi globula-globula
dinamakan fase kontinyu atau medium dispersi. Emulsifier atau zat pengemulsi
didefinisikan sebagai senyawa yang memiliki aktivitas permukaan sehingga
dapat menurunkan tegangan permukaan antara udara-cairan dan cairan-cairan
yang terdapat pada suatu sistem makanan. Emulsifier memiliki keunikan struktur
kimia yang mampu menyatukan dua senyawa yang polaritasnya berbeda. Daya
kerja emulsifier ini dicirikan oleh struktur kimia pada bagian lipofilik (non polar)
dan hidrofilik (polar) (Vaclavic & Christian 2008).
Sorbitan Monostearat (Span-60). Sorbitan monostearat yang dikenal
sebagai sorbitan asam lemak ester, merupakan emulsifier yang bersifat lipofilik
dan diketahui sebagai turunan sorbitol dari gliserol monostearat. Span-60
merupakan senyawa non ionik yang terdispersi dalam minyak, biasa digunakan
sebagai penambah kilauan pada lapisan cokelat dan sering dikombinasi dengan
polysorbates. Tingkat penggunaannya berkisar dari 0,30-0,70 % (Igoe 2011).

9

Polioksietilen Sorbitan Monostearat (Tween-60). Menurut Igoe (2011),
Tween-60 adalah emulsifier yang dihasilkan dengan mereaksikan asam stearat
dengan sorbitol untuk menghasilkan produk yang dapat direaksikan dengan
etilen oksida, sehingga disebut polisorbat 60. Tween-60 bersifat non ionik dan
hidrofilik, biasa digunakan pada pembuatan kue untuk meningkatkan volume
serta meningkatkan stabilitas emulsi. Penggunaannya pada kisaran 0,10-0,40 %.
Glycerol Monostearat (GMS). GMS juga dikenal sebagai monostearin
yang merupakan campuran dari proporsi variabel monostearat gliseril, gliseril
monopalmitate, dan ester gliseril dari asam lemak. GMS dikenal di masyarakat
sebagai asam stearat. GMS dihasilkan dari gliserolisis lemak atau minyak
tertentu yang berasal dari esterifikasi dengan gliserin dan asam stearat (Igoe
2011).
Minyak Jagung
Menurut Igoe (2011), minyak jagung adalah minyak yang berasal dari biji
jagung yang mengandung asam lemak tak jenuh omega 6 (linoleat) dan omega 9
(oleat) 80-85 % dari total asam lemak. Minyak jagung merupakan minyak goreng
yang tahan (stabil) terhadap ketengikan karena adanya tokoferol yang larut
dalam minyak. Tokoferol yang berada di dalam minyak jagung berfungsi
melindungi minyak dari proses oksidasi.
Minyak jagung mudah dicerna, menyediakan energi, dan mengandung
asam lemak esensial. Asam linoleat merupakan asam lemak esensial yang
diperlukan untuk integritas kulit, membran sel, sistem kekebalan, dan untuk
sintesis

eicosanoid.

Eicosanoid

penting

untuk

fungsi-fungsi

reproduksi,

kardiovaskuler, ginjal, pencernaan dan ketahanan terhadap penyakit. Minyak
jagung efektif dalam menurunkan kadar kolesterol darah. Hal ini karena minyak
jagung mengandung Asam Lemak Jenuh (ALJ) atau Saturated Fatty Acid (SFA)
rendah dan mengandung Asam Lemak Tidak Jenuh (ALTJ) Jamak atau
Polyunsaturated Fatty Acid (PUFA) tinggi. Konsumsi minyak jagung dapat
mengganti ALJ dengan ALTJ jamak, dan kombinasinya lebih efektif dalam
menurunkan kolesterol dibandingkan dengan sekadar mengurangi konsumsi ALJ
(Subroto 2009). Profil asam lemak dari minyak jagung komersial ditampilkan
pada Tabel 5.

10

Tabel 5 Profil asam lemak minyak jagung komersial
Komponen asam lemak
Laurat
Miristat
Palmitat
Stearat
Oleat
Linoleat
Linolenat

ALTJ

jamak

bermanfaat

untuk

Komposisi (%)
0,037
0,864
11,610
2,391
23,953
53,703
6,703

menurunkan

LDL

(Low

Density

Lipoprotein), kolesterol yang bersifat atherogenik. Sebuah studi menunjukkan
bahwa ALTJ jamak memiliki efek kecil terhadap HDL (High Density Lipoprotein),
kolesterol yang bersifat protektif terhadap resiko atherosklerosis (Lacono et al.
1993). Rekomendasi minimum untuk pencegahan penyakit jantung adalah
dengan mengonsumsi makanan yang mengandung 8-10 % minyak jagung dari
kebutuhan energi (Subroto 2009).
Starter
Rahman et al. (1992), menyatakan bahwa bakteri asam laktat yang dapat
digunakan pada pembuatan keju adalah Streptococcus, Leuconostoc, dan
Lactobacilli, baik dalam bentuk tunggal maupun kombinasi. Starter yang biasa
digunakan umumnya adalah Streptococcus lactis sp. Pemilihan bakteri pada
proses pembuatan keju sangat penting, karena akan mempengaruhi tekstur dan
flavor keju (Settani dan Moschetti 2010).
Starter digunakan untuk memproduksi asam laktat saat fermentasi
laktosa dan menurunkan pH. Streptoc