Dinamika Kualitas Air Pada Kolam Pemeliharaan Ikan Tengadak (Barbonymus schwanenfeldii Bleeker, 1854)

DINAMIKA KUALITAS AIR
PADA KOLAM PEMELIHARAAN IKAN TENGADAK
(Barbonymus schwanenfeldii Bleeker, 1854)

ARINTA DWI HAPSARI

DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Dinamika Kualitas Air
Pada Kolam Pemeliharaan Ikan Tengadak (Barbonymus schwanenfeldii Bleeker,
1854) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada
Institut Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2013
Arinta Dwi Hapsari
NIM C24090023

ABSTRAK
ARINTA DWI HAPSARI. Dinamika Kualitas Air Pada Kolam Pemeliharaan Ikan
Tengadak (Barbonymus schwanenfeldii, Bleeker 1854). Dibimbing oleh HEFNI
EFFENDI dan YOSMANIAR.
Ikan tengadak merupakan salah satu ikan yang populasinya semakin
berkurang akibat penangkapan dan pencemaran lingkungan. Upaya untuk menjaga
keberadaan populasi ini adalah dengan budidaya. Kualitas air yang baik sangat
mempengaruhi optimalisasi hasil budidaya. Penelitian ini bertujuan untuk
mengetahui dinamika kualitas air dan mengetahui tingkat pencemaran selama
pemeliharaan ikan tengadak. Penelitian dilakukan pada sembilan kolam yang
terdiri dari tiga perlakuan (pemberian pakan 3%, 6%, dan 9% dari biomassa total)
dengan masing-masing tiga kali ulangan. Selama penelitian, didapatkan suhu
berkisar antara 22,8 sampai 26,3 °C; kecerahan antara 16 sampai 46 cm; warna
hijau sampai coklat; pH antara 6,46 sampai 7,74; DO antara 0,7 sampai 5,29

mg/L; alkalinitas antara 31,85 sampai 104,7 mg/L; nitrit antara 0 sampai
0,393mg/L; nitrat antara 0,14 sampai 0,637 mg/L; amonia antara 0,0006 sampai
0,01 mg/L; ortofosfat antara 0 sampai 0,343 mg/L. Air Sungai Ciapus yang
dijadikan sumber masukan memiliki tingkat pencemaran baik sampai sedang,
begitupun air selama pemeliharaan. Kualitas air terbaik terdapat pada kolam
perlakuan pemberian pakan 3% dan pertumbuhan terbaik adalah perlakuan
pemberian pakan 9%.
Kata kunci : ikan tengadak, kualitas air, pencemaran

ABSTRACT
ARINTA DWI HAPSARI. Water Quality Dynamics in Cultivation Ponds of
Tinfoil Barb (Barbonymus schwanenfeldii, Bleeker 1854). Supervised by HEFNI
EFFENDI and YOSMANIAR.
Tinfoil barb is a freshwater species, which population has been declining
because of catch and environmental pollution. An attempt to keep this population
is by aquaculture or cultivation. Good water quality was strongly influenced by
the optimization of cultivation. This research was aimed to determine the
dynamics of water quality and pollution level during cultivation. The research was
conducted on nine ponds consisting of three treatments (feeding of 3%, 6%, and
9% of total biomass) with each of three replicates. During the research, the

temperature ranged between 22,8 to 26,3 °C; transparancy between 16 to 46 cm;
the colours was green to brown; pH between 6,46 to 7,74; DO between 0,7 to 5,29
mg/L; alcalinity between 31,85 to 104,7 mg/L; nitrite between 0 to 0,393mg/L;
nitrate between 0,14 to 0,637 mg/L; ammonia between 0,0006 to 0,01 mg/L;
ortophosphate between 0 to 0,343 mg/L. Ciapus River water used as an input for
the culture had a good pollution level and moderate pollution level. The best water
quality was found in feeding of 3% and the best growth rate was found in feeding
of 9%.
Key words : tinfoil barb, water quality, pollution

DINAMIKA KUALITAS AIR
PADA KOLAM PEMELIHARAAN IKAN TENGADAK
(Barbonymus schwanenfeldii Bleeker, 1854)

ARINTA DWI HAPSARI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Perikanan pada
Departemen Manajemen Sumber Daya Perairan


DEPARTEMEN MANAJEMEN SUMBER DAYA PERAIRAN
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Judul Skripsi : Dinamika Kualitas Air Pada Kolam Pemeliharaan Ikan Tengadak
(Barbonymus schwanenfeldii Bleeker, 1854)
: Arinta Dwi Hapsari
Nama
: C24090023
NIM

Disetujui oleh


D

Ir Y osmaniar, M Si

Pembimbing II

Hefni Effendi, M Phil
Pembimbing I

Diketahui oleh

[,Dr Majariana Krisanti, S Pi, M Si
Plh. Ketua Departemen

Tanggallulus:

0 71 02 0 13

Judul Skripsi : Dinamika Kualitas Air Pada Kolam Pemeliharaan Ikan Tengadak
(Barbonymus schwanenfeldii Bleeker, 1854)
Nama
: Arinta Dwi Hapsari
NIM
: C24090023


Disetujui oleh

Dr Ir Hefni Effendi, M Phil
Pembimbing I

Ir Yosmaniar, M Si
Pembimbing II

Diketahui oleh

Dr Majariana Krisanti, S Pi, M Si
Plh. Ketua Departemen

Tanggal lulus :

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah Subhanahu wa Ta’ala
atas segala karunia dan hidayah-Nya, karena skripsi ini dapat diselesaikan dengan
baik. Skripsi ini dibuat sebagai syarat mendapatkan gelar Sarjana Perikanan dan

diberi judul Dinamika Kualitas Air Pada Kolam Pemeliharaan Ikan Tengadak
(Barbonymus schwanenfeldii Bleeker, 1854).
Selesainya skripsi ini tidak lepas dari peran berbagai pihak yang telah
mendukung dan membantu dalam pelaksanaan penelitian hingga proses
penyusunan skripsi ini. Karenanya penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada,
1.
Bapak Dr. Ir. Hefni Effendi, M. Phil dan Ibu Ir. Yosmaniar, M.
Si selaku pembimbing yang telah memberikan banyak sekali
masukan dan bimbingan untuk penyusunan skripsi ini,
2.
Bapak Charles P. H. Simanjuntak, S.Pi, M. Si selaku dosen
pembimbing akademik yang selalu memberikan masukan untuk
akademik penulis,
3.
Bapak Dr. Ir. M. Mukhlis Kamal, M. Sc dan Bapak Ir.
Agustinus M. Samosir, M. Phil, selaku Ketua Departemen dan
Ketua Program Studi MSP yang banyak memberikan bantuan
moral dan dukungan penuh dalam penyusunan skripsi ini,
4.

Bapak Dr. Ir. Yusli Wardiatno, M. Sc dan Ibu Dr. Ir. Yunizar
Ernawati, MS selaku penguji tamu dan penguji departemen yang
telah memberikan masukan untuk perbaikan skripsi ini,
5.
Ibu Ir. Retna Utami, M. Sc, selaku Kepala Balai Penelitian dan
Pengembangan Air Tawar Bogor beserta seluruh jajarannya atas
kesempatan, dana, dan bimbingannya dalam penelitian ini,
6.
Kedua orang tua penulis, Bapak Drs. Slamet Yuwono dan Ibu
Dra. Darminilika, serta kakak penulis Widya Wardhani, S. Pt
atas arahan, bimbingan, dan dukungan yang tidak pernah
berhenti pada penulis,
7.
Ade Imam Purnama, teman-teman Fisheries Diving Club
utamanya diklat 28, serta diklat 27, 26, 25, 29, 30, dan 31 atas
dukungan dan ikatan keluarga selama penulis kuliah,
8.
Teman-teman MSP 46, teman asrama TPB, teman Wisma ArRiyadh,
9.
Serta seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi pembaca. Saran dan kritik
sangat penulis harapkan demi sempurnanya usulan penelitian ini.
Bogor, Oktober 2013
Arinta Dwi Hapsari

DAFTAR ISI
ABSTRAK ............................................................................................................. iv
PRAKATA ........................................................................................................... viii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... ix
DAFTAR TABEL ................................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR .............................................................................................. x
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................... xi
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
Latar Belakang .................................................................................................... 1
Perumusan Masalah ............................................................................................. 1
Tujuan Penelitian ................................................................................................. 2
Manfaat Penelitian ............................................................................................... 2
METODE ................................................................................................................ 2
Waktu dan Tempat .............................................................................................. 2
Alat dan Bahan .................................................................................................... 2

Rancangan Percobaan .......................................................................................... 2
Metode Penelitian ................................................................................................ 3
Analisis Data ....................................................................................................... 4
HASIL DAN PEMBAHASAN ............................................................................... 6
Hasil..................................................................................................................... 6
Pembahasan ....................................................................................................... 15
SIMPULAN DAN SARAN .................................................................................. 20
Simpulan ............................................................................................................ 20
Saran .................................................................................................................. 20
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 20
LAMPIRAN .......................................................................................................... 23
RIWAYAT HIDUP ............................................................................................... 27

DAFTAR TABEL
1 Model rancangan acak kelompok ...................................................................... 3
2 Parameter fisika-kimia perairan yang diamati beserta metode/alat yang
digunakan .......................................................................................................... 4
3 Penetuan sistem nilai untuk menentukan status mutu air (Canter 1997
dalam KepMen LH No 115 tahun 2003) ........................................................... 5
4 Penentuan status mutu air berdasarkan Indeks STORET .................................. 5

5 Hasil Pengamatan Warna Perairan Secara Visual ............................................. 8

DAFTAR GAMBAR
1 Diagram alir perumusan masalah ..................................................................... 2
2 Ikan Tengadak (Barbonymus schwanenfeldii) ................................................. 4
3 Rata-rata fluktuasi suhu pada perlakuan pemberian pakan 3% (-◊-), 6%
(-□-), dan 9% (-∆-) dari biomassa total setiap waktu pengamatan
dibandingkan dengan baku mutu berdasarkan PP RI No. 82 2001 (---)
dan Boyd 1981 (...) ........................................................................................... 7
4 Rata-rata fluktuasi kecerahan pada perlakuan pemberian pakan 3% (-◊-),
6% (-□-), dan 9% (-∆-) dari biomassa total setiap waktu pengamatan ............ 7
5 Rata-rata fluktuasi pH pada perlakuan pemberian pakan 3% (-◊-), 6% (□-), dan 9% (-∆-) dari biomassa total setiap waktu pengamatan
dibandingkan dengan baku mutu berdasarkan PP RI No. 82 2001 dan
Boyd 1990 (---) ................................................................................................. 8
6 Rata-rata fluktuasi DO pada perlakuan pemberian pakan 3% (-◊-), 6%
(-□-), dan 9% (-∆-) dari biomassa total setiap waktu pengamatan
dibandingkan dengan baku mutu berdasarkan PP RI No. 82 2001 dan
Boyd 1981 (---) ................................................................................................. 9
7 Rata-rata fluktuasi alkalinitas pada perlakuan pemberian pakan 3% (-◊-),
6% (-□-), dan 9% (-∆-) dari biomassa total setiap waktu pengamatan
dibandingkan dengan baku mutu berdasarkan Boyd 1988 (...) ........................ 9
8 Rata-rata fluktuasi nitrit pada perlakuan pemberian pakan 3% (-◊-), 6%
(-□-), dan 9% (-∆-) dari biomassa total setiap waktu pengamatan
dibandingkan dengan baku mutu berdasarkan PP RI No. 82 2001 (---)
dan Boyd 1990 (...) ......................................................................................... 10
9 Rata-rata fluktuasi nitrat pada perlakuan pemberian pakan 3% (-◊-), 6%
(-□-), dan 9% (-∆-) dari biomassa total setiap waktu pengamatan
dibandingkan dengan baku mutu berdasarkan PP RI No. 82 2001 (---)
dan Boyd 1982 (...) ......................................................................................... 10
10 Rata-rata fluktuasi amonia pada perlakuan pemberian pakan 3% (-◊-),
6% (-□-), dan 9% (-∆-) dari biomassa total setiap waktu pengamatan
dibandingkan dengan baku mutu berdasarkan PP RI No. 82 2001 (---)
dan Boyd 1990 (...) ......................................................................................... 11

11 Rata-rata fluktuasi nitrit pada perlakuan pemberian pakan 3% (-◊-), 6%
(-□-), dan 9% (-∆-) dari biomassa total setiap waktu pengamatan
dibandingkan dengan baku mutu berdasarkan Boyd 1988 (...) ...................... 11
12 Rata-Rata Fluktuasi Suhu (a), pH (b), dan DO (c) pada perlakuan
pemberian pakan 3% (-◊-), 6% (-□-), dan 9% (-∆-) di pengamatan 24
jam.................................................................................................................. 12
13 Rata-Rata Fluktuasi Suhu (a), pH (b), dan DO (c) pada perlakuan
pemberian pakan 3% (-◊-), 6% (-□-), dan 9% (-∆-) di pengamatan 24
jam.................................................................................................................. 13
14 Tingkat Pencemaran Kolam Pemeliharaan Berdasarkan Indeks Kualitas
Air STORET .................................................................................................. 13
15 Tingkat Pencemaran Air Sungai Ciapus Berdasarkan Indeks Kualitas
Air STORET .................................................................................................. 14
16 Derajat Kelangsungan Hidup Ikan Tengadak selama Masa
Pemeliharaan .................................................................................................. 14
17 Laju Pertumbuhan Harian Ikan Tengadak Selama Pemeliharaan .................. 15

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3

Data Pengamatan Kualitas Air Kolam Pemeliharaan .................................... 24
Data Pengamatan pH, Suhu, dan DO selama 24 Jam .................................... 25
Hasil Perhitungan Indeks Kualitas Air STORET .......................................... 26

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Ikan tengadak atau ikan lampam (Barbonymus schwanenfeldii) merupakan
ikan air tawar yang memiliki wilayah penyebaran di Kalimantan, Sumatera,
Sungai Mekong, Chao Phraya, Peninsula (Pahang, Perak, Kelantan, Terengganu,
Selangor), dan Sarawak Malaysia (Kamarudin dan Esa 2009; Luna dan Bailly
2012). Keberadaan ikan tengadak sudah mulai berkurang akibat tingginya tingkat
penangkapan di alam (Huwoyon dkk 2010) dan tingginya tingkat pencemaran di
habitat aslinya (Alavi dkk 2009).
Salah satu upaya yang dapat dilakukan untuk menjaga keberadaan ikan
tengadak ini adalah dengan budidaya. Ikan tengadak mempunyai prospek yang
baik untuk dibudidayakan baik untuk ikan konsumsi ataupun sebagai ikan hias
(Eslamloo dkk 2012). Menurut Kristanto dkk (2008) dalam Huwoyon dkk (2010),
ikan tengadak memiliki ukuran mencapai 1 kg/ekor jika dibandingkan dengan
ikan nilem dari Jawa Barat yang hanya mencapai ukuran 100-200 g/ekor.
Pemberian pakan buatan yang bersisa menjadikan kandungan bahan
pencemar pada kolam meningkat. Selain itu, sisa metabolisme ikan juga menjadi
masukan bahan pencemar dalam kolam. Hal ini menyebabkan perubahan kualitas
air pada kolam pemeliharaan.
Peningkatan produksi ikan pada budidaya membutuhkan manajemen yang
sangat baik, salah satunya adalah kualitas air. Kualitas air yang baik akan
meningkatkan kualitas air kolam dan produktivitas ikan (Biro 1995). Kondisi
perairan yang tidak optimal dapat menyebabkan masalah dalam adaptasi dan
resiko kematian.
Sumber air kolam, misalnya dari sungai, menjadikan kualitas air pada kolam
pemeliharaan bergantung pada kondisi sumber air tersebut. Kondisi perairan yang
sangat mempengaruhi pendederan ikan tersebut menjadikan diperlukannya kajian
kebutuhan kualitas air yang baik untuk benih ikan tengadak.
Perumusan Masalah
Kualitas air merupakan salah satu faktor yang dapat mempengaruhi
keberhasilan pemeliharaan ikan tengadak. Pada penelitian ini, air kolam
bersumber dari Sungai Ciapus, Bogor yang memiliki tingkat pencemaran sedang
dengan pencemaran terbanyak didapatkan dari bakteri Escherichia coli (Fallah
2012) dan limbah deterjen (Yosmaniar dan Setiadi 2011). Kondisi ini akan
mempengaruhi kualitas air kolam pendederan. Selain itu, pakan buatan dan proses
metabolisme ikan juga akan berpengaruh terhadap kualitas air utamanya sebagai
unsur masukan bahan organik. Adanya masukan ke dalam kolam pemeliharaan
akan membuat kualitas air kolam berfluktuasi dan dapat mempengaruhi baik
buruknya pertumbuhan ikan tengadak (Gambar 1).

2

- Masukan sumber air
- Masukan pakan
- Proses
metabolisme
ikan tengadak

Baik

Kolam
pendederan

Kualitas
air

Ikan dapat hidup
dengan baik

Kurang baik

Gambar 1 Diagram alir perumusan masalah
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji dinamika kualitas air dan
mengetahui tingkat pencemaran selama pemeliharaan ikan tengadak (Barbonymus
schwanenfeldii).
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan informasi dasar untuk
mengetahui kondisi perairan yang dapat ditolerir ikan tengadak, utamanya pada
budidaya yang dilakukan di luar habitat aslinya.

METODE
Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan di Kolam Penelitian Instalasi Riset Lingkungan
Perikanan Budidaya dan Toksikologi Cibalagung Bogor pada bulan April-Juni
2013. Pengukuran kualitas air dilakukan pada Laboratorium Instalasi Riset
Lingkungan Perikanan Budidaya dan Toksikologi Cibalagung Bogor.
Alat dan Bahan
Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah benih ikan tengadak,
pakan komplit 781-1, akuades, kertas pH, kertas saring Whatman no. 42, HCl,
indikator pp, NaOH, indikator BCG+MR, murexide, Na-EDTA, MnSO4,
NaOH+KI, H2SO4, amylum, Na-thiosulfat, Chlorox, Phenate, NED, Brucine,
Ammonium molybdate, dan SnCl2. Sedangkan alat yang digunakan adalah botol
sampel, botol BOD, buret, termometer, secchi disk, spektrofotometer, labu takar,
gelas ukur, erlenmeyer, bulb, gelas arloji, pipet, hotplate, dan inkubator.
Rancangan Percobaan
Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) dengan 3
perlakuan masing-masing 3 kelompok. Perlakuan yang diberikan adalah
perbedaan pemberian pakan; 3% dari bobot tubuh (perlakuan A), 6% dari bobot
tubuh (perlakuan B), dan 9% dari bobot tubuh (perlakuan C). Model linier aditif
dari rancangan kelompok dapat dituliskan sebagai berikut (Walpole 1993)

3

Keterangan :
Xij
= Hasil pengamatan perlakuan pakan ke-i, kelompok ke-j
µ
= Nilai tengah umum
αi
= Pengaruh perlakuan pakan ke-i
βj
= Pengaruh kelompok ke-j
ɛij
= Pengaruh galat perlakuan pakan ke-i, kelompok ke-j
Dengan menggunakan hipotesis :
H0
= Tidak ada pengaruh perlakuan pakan terhadap kualitas air (α1 =
α2 = α3)
H1
= Minimal ada satu perlakuan pakan yang berpengaruh terhadap
kualitas air (α1 ≠ α2 ≠ α3)
Tabel 1 Model rancangan acak kelompok
ti
rj
1
2
3

P1

P2

P3

X11
X12
X13

X21
X22
X23

X31
X32
X33

Keterangan :
ti
= Perlakuan pakan ke-i
rj
= Kelompok ke-j
P1
= Ikan tengadak dengan pemberian pakan 3% dari bobot tubuh
P2
= Ikan tengadak dengan pemberian pakan 6% dari bobot tubuh
P3
= Ikan tengadak dengan pemberian pakan 9% dari bobot tubuh
Metode Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimental pada kolam
percobaan dan terdiri dari 2 tahap, yaitu tahap persiapan (persiapan kolam dan
benih) dan pengamatan kualitas air.
Persiapan Kolam
Kolam yang digunakan berukuran 200 x 200 x 80 cm sebanyak 9 kolam.
Pengurasan dilakukan untuk membersihkan kolam dari penggunaan sebelumnya
dilanjutkan dengan pengapuran selama ± 24 jam, selanjutnya air dibuang dari
kolam dan diisi kembali dengan tinggi ± 40 cm menggunakan air berasal dari
Sungai Ciapus. Setelah 24 jam, air kolam dapat digunakan.
Persiapan Benih
Benih yang digunakan berasal dari pembudidaya ikan tengadak di Cijeruk,
Bogor. Panjang awal rata-rata benih 3,72 cm dan bobot awal rata-rata 0,69 gram.
Padat tebar yang digunakan adalah 30 ekor/m2.

4

Gambar 2 Ikan Tengadak (Barbonymus schwanenfeldii)
Pengukuran Kualitas Air
Pemeliharaan dilakukan selama 45 hari, dengan pengukuran kualitas air
dilakukan sebelum penebaran benih ikan (hari ke-0), pada masa pemeliharaan
(hari ke-9 dan ke-27), dan pada akhir pemeliharaan (hari ke-45) setiap pukul
06.30 dengan parameter yang diukur adalah parameter fisika (suhu, kecerahan,
dan warna) dan kimia (pH, oksigen terlarut (DO), alkalinitas, nitrit (NO2), nitrat
(NO3), amonia (NH3), dan ortofosfat). Pengukuran kualitas air harian dilakukan
setiap pukul 06.30 pagi sebelum dilakukan pengurangan air kolam sekitar 50%
untuk pengukuran bobot dan panjang ikan. Selanjutnya air yang dibuang diganti
dengan air dari Sungai Ciapus.
Selain itu dilakukan juga pengukuran untuk mengetahui sebaran pH, suhu,
dan DO selama 24 jam. Pengukuran dilakukan dengan interval waktu 6 jam, yaitu
pada pukul 17.00, 23.00, 05.00, 11.00, dan 17.00.
Tabel 2
No

Parameter fisika-kimia perairan yang diamati beserta metode/alat
yang digunakan
Parameter

Satuan

1
2
3

Suhu
Kecerahan
Warna

o

1
2
3
4
5
6
7

pH
DO
Alkalinitas
NO3-N
NH3-N
NO2-N
Ortofosfat

mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l
mg/l

C
m

Alat/Metode
Fisika
Termometer/pemuaian
Secchi disk
Visual
Kimia
pH meter
DO meter
Titrasi H2SO4
Metode Brucine
Metode Phenate
Metode Sulfanilamide
Metode Asam Askorbat

Analisis
In situ
In situ
In situ
In situ
In situ
Laboratorium
Laboratorium
Laboratorium
Laboratorium
Laboratorium

Analisis Data
Analisa Deskriptif
Analisa deskriptif digunakan untuk melihat perubahan kualitas air pada
kolam pendederan dan membandingkannya dengan kriteria baku mutu
berdasarkan baku mutu perairan untuk perikanan budidaya.

5

Indeks STORET
Analisa data kualitas air dengan metode STORET (Storage dan Retrieval)
adalah untuk mengetahui tingkat mutu kualitas perairan setiap kolam dan setiap
waktu pengamatan yang dilakukan melalui beberapa tahapan sebagai berikut :
1. Melakukan pengumpulan data kualitas air secara periodik sehingga
membentuk data dari waktu ke waktu (time series data)
2. Membandingkan data hasil pengukuran dari masing-masing parameter air
dengan nilai baku mutu yang sesuai dengan peruntukannya.
3. Jika hasil pengukuran memenuhi baku mutu maka diberi skor 0.
4. Jika hasil pengukuran tidak memenuhi baku mutu maka diberi skor
tertentu sesuai dengan sistem skor pada Tabel 3.
Tabel 3

Penetuan sistem nilai untuk menentukan status mutu air (Canter 1997
dalam KepMen LH No 115 tahun 2003)

Jumlah contoh *)

Nilai
Maksimum
Minimum
Rata-rata
Maksimum
Minimum
Rata-rata

10

Fisika
-1
-1
-3
-2
-2
-6

Parameter
Kimia
-2
-2
-6
-4
-4
-12

Biologi
-3
-3
-9
-6
-6
-18

5. Keterangan: *) jumlah pengamatan (series data) yang digunakan untuk penentuan status
mutu air.

6. Jumlah skor dari jumlah contoh pengamatan < 10 pada setiap parameter
dijumlahkan, selanjutnya dari total skor dapat ditentukan status mutu
perairan dengan menggunakan sistem skor untuk mengetahui status mutu
air pada Tabel 4.
Tabel 4 Penentuan status mutu air berdasarkan Indeks STORET
Skor
0
-1 s.d -10
-11 s.d -30
-31

Kriteria
Memenuhi baku mutu
Tercemar ringan
Tercemar sedang
Tercemar berat

Derajat Kelangsungan Hidup
Derajat kelangsungan hidup (Survival Rate, SR) dihitung menggunakan
rumus Ricker (1975) yaitu

Keterangan :
SR
= Derajat kelangsungan hidup (SR)
Nt
= Jumlah ikan hidup pada akhir pemeliharaan (ekor)
N0
= Jumlah ikan pada awal pemeliharaan (ekor)

6

Laju Pertumbuhan Harian
Laju pertumbuhan harian atau Spesific Growth Rate (SGR) merupakan laju
pertambahan bobot individu dalam persen dan menurut Ricker (1975) dinyatakan
dalam persamaan sebagai berikut

Keterangan :
SGR
= Laju pertumbuhan harian (%)
Wt
= Bobot rata-rata ikan pada saat akhir (gram)
W0
= Bobot rata-rata ikan pada saat awal (gram)
∆t
= Lama pemeliharaan (hari)

HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Karakteristik Kualitas Air
Parameter fisika yang diukur pada pengamatan kualitas air adalah suhu,
kecerahan, dan warna (Lampiran 1). Parameter suhu dan kecerahan penting
diketahui karena erat kaitannya dengan kelangsungan hidup ikan tengadak.
Pengamatan warna dilakukan secara visual untuk mendeskripsikan kondisi
perairan selama masa penelitian.
Parameter kimia yang diukur pada pengamatan kualitas air adalah pH, DO,
alkalinitas, nitrit (NO2), nitrat (NO3), amonia (NH3), dan ortofosfat (Lampiran 1).
Pengukuran parameter tersebut diharapkan dapat memberikan gambaran kondisi
perairan selama masa pemeliharaan dan dapat dilihat pengaruh yang terjadi akibat
perubahan nilai parameter tersebut terhadap pertumbuhan ikan tengadak.
Suhu air Sungai Ciapus yang digunakan untuk pemeliharaan ikan tengadak
berkisar antara 22,8 – 25,3 °C. Rata-rata suhu meningkat pada pengamatan hari
ke-9 (24,8 – 25,6 °C). Selanjutnya, pada pengamatan hari ke-27, kisaran suhu
meningkat menjadi 25,57 – 25,73 °C dengan seluruh perlakuan mengalami
peningkatan suhu. Pengamatan terakhir (hari ke-45) suhu pada perlakuan pakan
3% mengalami peningkatan dan pada perlakuan lain menurun (Gambar 2).

7

32.00
Suhu (°C)

30.00
28.00
26.00
24.00
22.00
0

9
27
Waktu Pengamatan (hari ke-)

45

Gambar 3 Rata-rata fluktuasi suhu pada perlakuan pemberian pakan 3% (-◊-),
6% (-□-), dan 9% (-∆-) dari biomassa total setiap waktu pengamatan
dibandingkan dengan baku mutu berdasarkan PP RI No. 82 2001 (--) dan Boyd 1981 (...)
Pengukuran kecerahan tidak dilakukan pada awal penelitian karena air yang
diamati adalah air Sungai Ciapus yang kecerahannya tidak dapat dibandingkan
dengan kecerahan air kolam. Hampir di seluruh kolam terjadi penurunan
kecerahan di setiap pengamatan. Peningkatan kecerahan hanya terjadi pada
perlakuan pakan 9% di hari ke-27 (Gambar 3)
Kecerahan (cm)

50.00
40.00
30.00
20.00
10.00
0

9
27
Waktu Pengamatan (hari ke-)

45

Gambar 4 Rata-rata fluktuasi kecerahan pada perlakuan pemberian pakan 3% (◊-), 6% (-□-), dan 9% (-∆-) dari biomassa total setiap waktu
pengamatan
Pengamatan warna perairan dilakukan untuk mengetahui gambaran kondisi
perairan di kolam pemeliharaan. Pengamatan ini dilakukan secara visual pada hari
ke-9, ke-27, dan ke-45 (Tabel 5).

8

Tabel 5 Hasil Pengamatan Warna Perairan Secara Visual
Hari Ke-

Perlakuan
Pemberian Pakan 6%

Pemberian Pakan 3%

hijau – coklat

9

hijau - hijau pekat

27

hijau – hijau kecoklatan

45

coklat kehijauan

hijau kecoklatan – coklat
terang
hijau – coklat kehijauan

Pemberian Pakan 9%
hijau – coklat
kehijauan
hijau pekat – hijau
kecoklatan
hijau – coklat

Keterangan : A = Pakan 3%, B = Pakan 6%, C = Pakan 9%

pH

Warna tampak kolam pemeliharaan adalah coklat dan hijau. Perubahan yang
tidak signifikan terjadi pada kolam dengan perlakuan pakan 3%. Hampir selama
masa pemeliharaan, kondisi kolam perlakuan 3% cenderung kehijauan.
Sedangkan pada perlakuan pakan 6% dan 9%, beberapa kolam berwarna
cenderung coklat dan hijau pekat terutama pada pengamatan hari ke-27 (Tabel 5).
Nilai pH selama masa pemeliharaan berkisar antara 6,46 sampai 7,74.
Terjadi peningkatan pH di seluruh kolam pada pengamatan hari ke-27. Kisaran
rata-rata pH pada hari ke-27 adalah 7,19 – 7,34. Rata-rata pH tertinggi terdapat
pada kolam dengan perlakuan pakan 9% di hari ke-27, yaitu 7,35. Rata-rata
terendah didapatkan pada kolam dengan perlakuan pakan 3% pada pengamatan
hari ke-45 (Gambar 4).
9.50
9.00
8.50
8.00
7.50
7.00
6.50
6.00
5.50
0

9

27

45

Waktu Pengamatan (hari ke-)

Gambar 5 Rata-rata fluktuasi pH pada perlakuan pemberian pakan 3% (-◊-),
6% (-□-), dan 9% (-∆-) dari biomassa total setiap waktu pengamatan
dibandingkan dengan baku mutu berdasarkan PP RI No. 82 2001
dan Boyd 1990 (---)
Pengukuran oksigen terlarut (Dissolved Oxygen, DO) menghasilkan nilai
antara 0,7 – 5,29 mg/L. Kisaran rata-rata DO pada kolam dengan perlakuan pakan
3% adalah 3,05 – 4,78 mg/L dengan pengukuran tertinggi terdapat pada hari ke-9
dan pengukuran terendah terdapat pada hari ke-45. Kolam perlakuan pakan 6%
memiliki rata-rata DO terendah pada hari ke-45 dengan nilai 2,44 mg/L dan ratarata DO tertinggi pada hari ke-9 dengan nilai 4,33 mg/L. Perlakuan pakan 9%,

9

DO (mg/L)

memiliki kisaran DO rata-rata selalu lebih rendah dibanding perlakuan yang lain
di tiap pengamatan (Gambar 5).
6.00
5.00
4.00
3.00
2.00
1.00
0

9
27
Waktu Pengamatan (hari ke-)

45

Gambar 6 Rata-rata fluktuasi DO pada perlakuan pemberian pakan 3% (-◊-),
6% (-□-), dan 9% (-∆-) dari biomassa total setiap waktu pengamatan
dibandingkan dengan baku mutu berdasarkan PP RI No. 82 2001
dan Boyd 1981 (---)

Alkalinitas (mg/L)

Nilai alkalinitas pada masa pemeliharaan berkisar antara 31,85 – 104,65
mg/L. Pada pengamatan hari ke-9, terjadi penurunan alkalinitas pada perlakuan
pakan 3% dan 6%. Selanjutnya pada hari ke-27, kadar alkalinitas mengalami
peningkatan pada kolam 6%. Pengamatan hari ke-45 menunjukkan terjadi
peningkatan di seluruh perlakuan (Gambar 6).

420.00
320.00
220.00
120.00
20.00
0

9
27
Waktu Pengamatan (hari ke-)

45

Gambar 7 Rata-rata fluktuasi alkalinitas pada perlakuan pemberian pakan 3%
(-◊-), 6% (-□-), dan 9% (-∆-) dari biomassa total setiap waktu
pengamatan dibandingkan dengan baku mutu berdasarkan Boyd
1988 (...)
Nilai nitrit yang didapatkan berkisar antara 0 – 0,393 mg/L. Kisaran nitrit
tertinggi terdapat pada air Sungai Ciapus, yaitu 0,08 – 0,48 mg/L. Selama masa
pemeliharaan, rata-rata nitrit tertinggi terdapat pada kolam dengan perlakuan

10

pakan 6% di hari ke-9, yaitu 0,14 mg/L. Rata-rata nitrit terendah terdapat pada
perlakuan pakan 3% di hari ke-9, yaitu 0,01 mg/L (Gambar 7).

Nitrit (mg/L)

0.25
0.20
0.15
0.10
0.05
0

9
27
Waktu Pengamatan (hari ke-)

45

Gambar 8 Rata-rata fluktuasi nitrit pada perlakuan pemberian pakan 3% (-◊-),
6% (-□-), dan 9% (-∆-) dari biomassa total setiap waktu pengamatan
dibandingkan dengan baku mutu berdasarkan PP RI No. 82 2001 (--) dan Boyd 1990 (...)
Gambar 8 menunjukan bahwa kadar nitrat semakin menurun selama masa
pemeliharaan. Kadar nitrat tertinggi terdapat pada air Sungai Ciapus yang
dijadikan air sumber untuk pengisian kolam pemeliharaan (1,06 – 2,29 mg/L).
Pada pengamatan hari ke-9, rata-rata nitrat yang terukur berkisar antara 0,31 –
0,36 mg/L. Pada hari ke-27, terjadi penurunan rata-rata nitrat, yaitu antara 0,2 –
0,29 mg/L. Sedangkan pada hari ke-45, hanya terjadi peningkatan kadar nitrat
pada perlakuan pakan 9% dan untuk perlakuan yang lain terjadi penurunan.

Nitrat (mg/L)

20.00
15.00
10.00
5.00
0

9
27
Waktu Pengamatan (hari ke-)

45

Gambar 9 Rata-rata fluktuasi nitrat pada perlakuan pemberian pakan 3% (-◊-),
6% (-□-), dan 9% (-∆-) dari biomassa total setiap waktu pengamatan
dibandingkan dengan baku mutu berdasarkan PP RI No. 82 2001 (--) dan Boyd 1982 (...)

11

Amonia (mg/L)

Kadar amonia yang terukur berkisar antara 0,0006 – 0,010 mg/L. Amonia
mengalami peningkatan pada hari ke-27. Pada pengamatan hari ke-45, seluruh
kadar amonia di seluruh kolam mengalami penurunan (Gambar 9).
0.12
0.1
0.08
0.06
0.04
0.02
0
0

9
27
Waktu Pengamatan (hari ke-)

45

Gambar 10 Rata-rata fluktuasi amonia pada perlakuan pemberian pakan 3% (-◊-),
6% (-□-), dan 9% (-∆-) dari biomassa total setiap waktu pengamatan
dibandingkan dengan baku mutu berdasarkan PP RI No. 82 2001 (---)
dan Boyd 1990 (...)

Ortofosfat (mg/L)

Selain kadar nitrogen, dilakukan pula pengukuran kadar fosfat. Pada
pengamatan ini, fosfat yang diukur berbentuk ortofosfat. Nilai ortofosfat yang
terukur adalah antara 0 – 0,343 mg/L. Peningkatan rata-rata kadar ortofosfat
terjadi pada hari ke-9 dengan kisaran 0,19 – 0,28 mg/L. Pada pengamatan hari ke27, terjadi penurunan dengan kisaran 0,02 – 0,07 mg/L. Pengamatan hari ke-45
menunjukkan terjadi peningkatan dengan kisaran niai 0,13 – 0,17 mg/L (Gambar
10).
0.30
0.25
0.20
0.15
0.10
0.05
0

9
27
Waktu Pengamatan (hari ke-)

45

Gambar 11 Rata-rata fluktuasi nitrit pada perlakuan pemberian pakan 3% (-◊-),
6% (-□-), dan 9% (-∆-) dari biomassa total setiap waktu pengamatan
dibandingkan dengan baku mutu berdasarkan Boyd 1988 (...)

12

Rancangan Acak Kelompok
Pada analisis dengan rancangan acak kelompok, perlakuan yang digunakan
adalah perbedaan persentase pakan dan kelompok yang digunakan adalah ulangan
kolam. Analisis dilakukan untuk setiap parameter kualitas air yang diukur, kecuali
parameter warna dan uji statistik dilakukan pada setiap waktu pengamatan.
Berdasarkan uji statistik yang telah dilakukan, untuk seluruh parameter di setiap
waktu pengamatan memiliki nilai F hitung lebih kecil dari pada F tabel. Hal ini
menunjukkan tidak ada pengaruh perbedaan perlakuan pakan terhadap perubahan
parameter kualitas air yang diukur (selang kepercayaan 95%).

Suhu (°C)

Pola penyebaran Suhu, pH, dan DO selama 24 Jam
Penyebaran suhu selama 24 jam rata-rata mengalami penurunan pada malam
hari, dan semakin rendah pada pukul 05.00. Selanjutnya, suhu semakin meningkat
pada siang hari dan kembali turun pada sore hari. Kisaran suhu tertinggi terdapat
pada pukul 11.00 yaitu antara 28,7 – 29,7 °C. Kisaran terendah terjadi pada pukul
05.00 yaitu 25,07 – 25,4 °C (Gambar 11a).
Pada pengukuran harian, pH yang terukur berkisar antara 6,94 – 8,55. Nilai
pH tertinggi terdapat pada pukul 17.00 yaitu 8,13 – 8,32. Sedangkan nilai pH
terendah adalah pada pukul 05.00 yaitu antara 7,19 – 7,29 (Gambar 11 b)
Fluktuasi DO memiliki pola yang sama dengan fluktuasi pH. DO terendah
didapatkan pada pagi hari, yaitu pukul 05.00 dan DO tertinggi terdapat pada sore
hari, yaitu pukul 17.00. Rata-rata DO yang terukur berkisar antara 3,07 – 9,51
mg/L (Gambar 11c).
30.00
29.00
28.00
27.00
26.00
25.00
24.00
23.00
17.00

23.00
05.00
11.00
Waktu Pengamatan

17.00

pH

(a)

9.00
8.50
8.00
7.50
7.00
6.50
6.00
17.00

23.00
05.00
11.00
Waktu Pengamatan
(b)

17.00

13

DO (mg/L)

12.00
9.00
6.00
3.00
17.00

23.00
05.00
11.00
Waktu Pengamatan

17.00

(c)

Gambar 13 Rata-Rata Fluktuasi Suhu (a), pH (b), dan DO (c) pada perlakuan
pemberian pakan 3% (-◊-), 6% (-□-), dan 9% (-∆-) di pengamatan 24
jam
Tingkat Pencemaran Menurut Indeks Kualitas Air STORET
Setelah dilakukan pengukuran kualitas air, dilakukan pula penentuan tingkat
pencemaran berdasarkan Indeks Kualitas Air STORET. Analisis dilakukan untuk
air pemeliharaan dan air sumber kolam pemeliharaan.
5

Baik sekali

0
-5

Baik

-10
Pakan 3%

-15
-20

Sedang

Pakan 6%
Pakan 9%

-25
-30
-35

Buruk

Gambar 14 Tingkat Pencemaran Kolam Pemeliharaan Berdasarkan Indeks
Kualitas Air STORET
Gambar 12 menunjukan bahwa seluruh kolam dengan perlakuan pemberian
pakan 3% tergolong memiliki kondisi yang baik. Pada kolam perlakuan
pemberian pakan 6%, terdapat satu kolam yang memiliki tingkat pencemaran
tergolong baik. Pada kolam perlakuan pemberian pakan 9%, seluruhnya memiliki
tingkat pencemaran tergolong sedang.

14

5

Baik sekali

0
-5

Baik

-10

Pagi

-15

Siang

-20

Sore
Sedang

-25
-30
-35

Gambar 15

Buruk

Tingkat Pencemaran Air Sungai Ciapus Berdasarkan Indeks
Kualitas Air STORET

Gambar 13 menunjukan bahwa kondisi pencemaran di Sungai Ciapus
tergolong baik sampai sedang. Nilai pencemaran di sungai ini adalah -11 dan -10.
Pada sore hari, secara umum kondisi perairan lebih baik dibandingkan pada pagi
dan siang hari.

Tingkat Kelangsungan
Hidup (%)

Derajat Kelangsungan Hidup
Derajat kelangsungan hidup terendah terdapat pada kolam dengan perlakuan
pakan 9% yaitu sebesar 94% dan derajat kelangsungan hidup tertinggi terdapat
pada kolam dengan perlakuan pakan 3% yaitu 96% (Gambar 14).
120
100
80
60
40
20
0
3%

6%
Waktu Pengamatan

9%

Gambar 16 Derajat Kelangsungan Hidup Ikan Tengadak selama Masa
Pemeliharaan
Laju Pertumbuhan Harian
Laju pertumbuhan harian ikan tengadak paling besar terdapat pada kolam
perlakuan pakan 9%. Sedangkan laju pertumbuhan harian terendah terdapat pada
kolam perlakuan pakan 3%. Laju pertumbuhan harian ikan berkisar antara 4,93% 6,03% (Gambar 15).

Laju Pertumbuhan Harian
(%)

15

7
6
5
4
3
2
1
0
3%

6%
Waktu Pengamatan

9%

Gambar 17 Laju Pertumbuhan Harian Ikan Tengadak Selama Pemeliharaan

Pembahasan
Karakteristik Kualitas Air
Pengukuran kualitas air penting dilakukan dalam budidaya perikanan. Mutu
parameter fisika, kimia, dan biologi turut menentukan kualitas air kolam. Tingkat
metabolisme pada perairan kolam juga dapat memberikan pengaruh terhadap
pertumbuhan. Kualitas air yang baik dicirikan dengan cukupnya oksigen dan
kadar nutrien (Ekubo dan Abowei 2011; Kanagu dkk 2010; Eslamloo dkk 2012).
Berdasarkan pengamatan yang telah dilakukan pada hari ke-9, ke-27, dan
ke-45, suhu kolam pemeliharaan seluruhnya sesuai dengan baku mutu perairan
untuk perikanan budidaya menurut PP RI No. 82 Tahun 2001. Namun jika
dibandingkan dengan baku mutu menurut Boyd (1982), didapatkan bahwa suhu
pada air sumber (hari ke-0) dan pada waktu pengamatan hari ke-9 untuk perlakuan
pemberian pakan 9% melebihi baku mutu. Sedangkan pada pengukuran 24 jam,
didapatkan bahwa suhu perairan melebihi baku mutu pada pengukuran pukul
11.00 di kolam dengan perlakuan pakan 3% dan 6%. Namun suhu yang terukur
masih berada pada kisaran suhu di habitat asli ikan tengadak, 20,4 – 33,7 °C
(Luna dan Bailly 2012). Penelitian pada juvenil Barbus barbus, menunjukan
bahwa kondisi perairan, pertumbuhan, dan pemanfaatan pakan yang optimum
terjadi pada suhu 21 – 25 °C (Kaminski dkk 2010).
Perbedaan suhu yang terukur selama masa pemeliharaan dipengaruhi oleh
sirkulasi udara, waktu pengukuran, dan cuaca di lingkungan pemeliharaan. Suhu
perairan berpengaruh terhadap proses fisik, biologi dan kimia badan air, serta
berperan mengendalikan kondisi ekosistem perairan (Effendi 2003). Suhu
merupakan salah satu faktor lingkungan terpenting karena dapat mempengaruhi
metabolisme biota akuatik, konsumsi oksigen, pertumbuhan, tingkat kelangsungan
hidup, serta mempengaruhi nafsu makan ikan (Kanagu dkk 200; Sukarti dkk 202).
Kecerahan dipengaruhi oleh keberadaan fitoplankton. Kecerahan yang
terukur selama masa pemeliharaan juga tergantung pada warna dan kekeruhan.
Kecerahan kolam pemeliharan semakin menurun seiring dengan perubahan warna
yang semakin pekat. Kecerahan berpengaruh terhadap penetrasi cahaya matahari

16

ke dalam perairan yang akan dimanfaatkan oleh plankton dan organisme
heterotrof lainnya untuk berfotosintesis. Menurut Pulungan (1987) dalam
Huwoyon dkk (2010), ikan tengadak umumnya dapat dijumpai pada kecerahaan
antara 40 – 120 cm dengan keadaan arus lemah atau pada tempat-tempat yang
merupakan lubuk.
Warna tampak yang diamati secara visual pada kolam pemeliharaan dapat
mendeskripsikan kemungkinan kondisi plankton di dalam kolam. Selain itu,
warna pada perairan juga ditimbulkan oleh adanya bahan organik dan bahan
anorganik, seperti plankton, humus, dan ion-ion logam, serta bahan lainnya
(Effendi 2003). Pada kolam yang memiliki warna tampak cenderung kehijauan,
umumnya memiliki kelimpahan plankton lebih besar dibandingkan kolam yang
berwarna kecoklatan. Walaupun warna tidak berpengaruh langsung terhadap ikan,
namun warna yang terlalu pekat akan membatasi penetrasi cahaya yang
berdampak pada menurunnya pertumbuhan organise heterotrof karena
terganggunya proses fotosintesis.
Nilai pH yang terukur pada pengamatan seluruhnya sesuai dengan baku
mutu perairan untuk perikanan berdasarkan PP RI No. 82 Tahun 2011 dan Boyd
(1990). Ikan tengadak memiliki kisaran pH yang bisa ditoleransi antara 6,5 – 7
(Luna dan Bailly 2012). Pengukuran pH yang dilakukan mendapatkan nilai yang
melebihi batas toleransi tersebut, yaitu 6,46 – 6,49 pada pengukuran hari ke-45.
Nilai pH yang melebihi batas toleransi tersebut tidak terlalu terpengaruh pada ikan
yang dipelihara karena tidak terlalu jauh dengan batas toleransi ikan tengadak.
Namun jika dibandingkan dengan pernyataan Pulungan (1987) dalam Huwoyon
dkk (2010) bahwa kisaran pH ikan tengadak adalah 5-7, kadar pH selama masa
pemeliharaan masih sesuai untuk pertumbuhan dan perkembangan ikan tengadak.
Pada pengukuran 24 jam, nilai pH tertinggi terdapat pada pukul 17.00 dan
terendah terdapat pada pukul 05.00. Hal ini sesuai dengan pernyataan Ekubo dan
Abowei (2011) yang menyatakan bahwa pH tertinggi terdapat pada saat senja dan
terendah terdapat pada waktu fajar. Hal tersebut terjadi karena laju respirasi pada
malam hari meningkatkan konsentrasi karbon dioksida yang berinteraksi dengan
air, yang kemudian meningkatkan produksi asam karbonat dan menurunkan pH.
Proses ini dapat membatasi kemampuan darah ikan untuk mengikat oksigen.
Konsentrasi pH memiliki kaitan erat dengan CO2 dan alkalinitas. Pada pH
kurang dari 5, kadar alkalinitas dapat mencapai nol dan dapat menyebabkan
terjadinya penggumpalan lendir pada insang sehingga ikan mati lemas (Effendi
2003; Sukarti dkk 2012). Semakin tinggi nilai pH, semakin tinggi pula nilai
alkalinitas dan semakin rendah kadar CO2 bebas. Larutan yang memiliki pH
rendah cenderung bersifat korosif (Mackereth dkk 1989). Sebagian besar biota
akuatik sensitif terhadap perubahan pH dan menyukai kisaran pH 7-8,5. Pada
kadar pH melebihi 9, menurut Sukarti dkk (2012), dapat mengurangi nafsu makan
ikan. Nilai pH sangat mempengaruhi proses biokimiawi perairan, misalnya proses
nitrifikasi akan berakhir jika pH rendah (Novotny dan Olem 1994).
Kadar oksigen terlarut dalam perairan sangat penting bagi organisme
akuatik. DO sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan, kelangsungan hidup,
distribusi, tingkah laku, dan fisiologi organisme akuatik (Solis 1988 dalam Ekubo
dan Abowei 2011). Tingkat oksigen terlarut pada perairan alami dan air limbah
bergantung pada aktivitas fisik, kimia, dan biokimia yang terjadi di badan air
(APHA 2012). Distribusi oksigen juga berpengaruh terhadap kelarutan nutrien

17

anorganik karena membantu perubahan potensial redoks media. Hal ini dapat
menentukan kondisi lingkungan perairan aerob atau anaerob (Ekubo dan Abowei
2011).
Pada masa pemeliharaan ikan tengadak, kadar oksigen terlarut yang
cenderung kurang dari baku mutu menurut PP RI No. 82 Tahun 2001 adalah pada
pengukuran hari ke-27 dan hari ke-45. Rata-rata pengukuran yang selalu
memenuhi baku mutu adalah pada kolam perlakuan pakan 3%. Menurut
UNESCO/WHO/UNEP (1992), oksigen terlarut yang baik bagi perikanan adalah
tidak kurang dari 5 mg/L. Konsentrasi oksigen pada perairan dikendalikan oleh
empat faktor, yaitu fotosintesis, respirasi, pergolakan pada permukaan air, dan
ketersediaan air pada badan air atau kolam (Ekubo dan Abowei 2011).
Pada pengukuran 24 jam, didapatkan bahwa oksigen terlarut tertinggi
terdapat pada pukul 17.00 dan terendah terdapat pada pukul 05.00. Kondisi ini
sesuai dengan grafik Boyd (1988) tentang fluktuasi harian oksigen terlarut pada
lapisan eufotik di suatu kolam ikan bahwa DO tertinggi terdapat pada pukul 18.00
dan terendah pada pukul 06.00. Pada siang hari, pelepasan oksigen oleh proses
fotosintesi lebih besar daripada oksigen yang dikonsumsi pada proses respirasi.
Akibatnya, kadar oksigen akan menjadi tinggi sehingga perairan mengalami
supersaturasi (Jeffries dan Mills 1996). Pada malam hari, proses fotosintesis
terhenti dan proses respirasi terus berlangsung. Perubahan kadar oksigen inilah
yang menyebabkan terjadinya fluktuasi harian oksigen pada perairan (Effendi
2003).
Pada penelitian ini, kadar alkalinitas yang terukur tergolong nilai alkalinitas
yang baik menurut Boyd (1988) yaitu antara 30 – 500 mg/L CaCO3. Jika
digolongkan dalam jenis kesadahan airnya, air dengan alkalinitas kurang dari 40
mg/L CaCO3 disebut perairan sadah (hard water), sedangkan untuk nilai
alkalinitas lebih dari 40 mg/L CaCO3 tergolong perairan lunak (soft water). Pada
penelitian ini, kondisi perairan tergolong dalam perairan lunak, karena nilai
alkalinitas yang terukur lebih dari 40 mg/L CaCO3. Alkalinitas total yang baik
untuk produktivitas kolam menurut Ekubo dan Abowei (2011) adalah 20 mg/L.
Perairan yang memiliki tingkat alkalinitas dan kesadahan yang tinggi memiliki
nilai pH yang relatif netral dan tidak berfluktuasi. Hal ini sesuai dengan hasil
pengukuran pH yang nilainya relatif mendekati netral dan tidak terlalu
berfluktuasi.
Air sumber yang digunakan memiliki konsentrasi alkalinitas berkisar antara
68,54 – 85,68 mg/L. Nilai ini kemudian menurun pada perlakuan pemberian
pakan 3% dan 6%. Pada perlakuan pemberian pakan 9%, konsentrasi alkalinitas
meningkat pada pengamatan hari ke-9 dan ke-45. Perairan dengan nilai alkalinitas
tinggi lebih produktif daripada perairan dengan nilai alkalinitas rendah (Effendi
2003). Hal ini sesuai dengan pengukuran warna, di mana pada perlakuan
pemberian pakan 9% memiliki warna yang lebih pekat dibandingkan dengan
perlakuan lain karena diasumsikan memiliki kelimpahan plankton yang lebih
tinggi. Namun sebenarnya, produktivitas perairan tidak berkaitan secara langsung
dengan nilai alkalinitas, tetapi berkaitan dengan keberadaan fosfor dan elemen
esensial lain yang kadarnya meningkat dengan meningkatnya nilai alkalinitas
(Effendi 2003). Hal ini sesuai dengan pengukuran ortofosfat dimana perlakuan
pemberian pakan 9% memiliki kadar ortofosfat yang lebih tinggi.

18

Nitrogen dalam perairan berupa nitrogen anorganik dan organik. Nitrogen
anorganik terdiri atas amonia (NH3), amonium (NH4), nitrit (NO2), nitrat (NO3),
dan molekul nitrogen (N2) dalam bentuk gas. Sedangkan nitrogen organik berupa
protein, asam amino, dan urea (Effendi 2003).
Air Sungai Ciapus yang dijadikan sumber masukan untuk kolam
pemeliharaan memiliki kadar nitrit yang melebihi baku mutu. Sedangkan pada
saat pemeliharaan, kolam dengan perlakuan pakan 6% mengalami kadar nitrit
melebihi baku mutu menurut PP RI. No. 82 Tahun 2001 (0,06 mg/L), yaitu pada
pengamatan ke-9 dan ke-5. Nilai yang didapat pada kolam perlakuan pakan 6%
mencapai lebih dari 0,1 mg/L yang menurut Boyd (1981) merupakan batasan
kadar nitrit yang baik bagi perikanan. Keberadaan nitrit di perairan
menggambarkan berlangsungnya proses biologis perombakan bahan organik yang
memiliki kadar oksigen terlarut sangat rendah. Kadar nitrit yang lebih dari 0,05
mg/L dapat bersifat toksik bagi organisme perairan yang sangat sensitif (Moore
1991).
Menurut Boyd (1982), kadar nitrat yang baik untuk perikanan tidak lebih
dari 0,1 mg/L. Pada penelitian ini, tidak ada kolam pemeliharaan yang memenuhi
baku mutu tersebut. Jika dibandingkan dengan baku mutu menurut PP RI No. 82
Tahun 2001, seluruh kolam pemeliharaan memenuhi baku mutu perairan tersebut
yaitu kurang dari 20 mg/L. Pada air Sungai Ciapus yang digunakan sebagai
sumber masukan air kolam, didapatkan nilai kadar nitrit berkisar antara 1,06 –
2,29 mg/L. Perairan tersebut tergolong pada perairan mesotrofik yaitu perairan
peralihan oligotrofik dan eutrofik dengan produktivitas primer dan biomassa
sedang (Wetzel 1975). Kadar nitrat yang didapatkan selama masa pemeliharaan
sebagian besar lebih dari 0,2 mg/L. Kadar nitrat yang melebihi 0,2 mg/L dapat
mengakibatkan terjadinya eutrofikasi perairan, yang selanjutnya menstimulir
pertumbuhan algae dan tumbuhan air secara pesat (blooming) (Davis dan
Cornwell 1991). Hal ini dapat diduga terjadi pada kolam pemeliharaan dari
perubahan warna kolam menjadi lebih pekat pada kolam dengan kadar lebih dari
0,2 mg/L.
Pada perairan budidaya, amonia berasal dari mineralisasi substansi organik
oleh bakteri heterotrofik dan ekskresi biota. Amonia merupakan bentuk nitrogen
utama yang diekskresi oleh sebagian besar biota akuatik. Pada ikan, sebagian
besar amonia dikeluarkan melalui insang, dan sisanya dikeluarkan melalui urine
(Spotte 1970). Smith (1929) dalam Spotte (1970) mengemukakan bahwa pada
ikan air tawar yang diamati, kandungan amonia memiliki persentase 80% dari
total nitrogen yang diekskresi, dengan kandungan urea yang paling banyak
dibuang.
Pada penelitian ini, didapatkan kadar amonia seluruhnya memenuhi nilai
acuan baku yang dipakai (Boyd 1982; PP RI No. 82 Tahun 2001). Rendahnya
kadar amonia pada kolam pemeliharaan dimungkinkan terjadi karena amonia telah
mengalami proses nitrifikasi menjadi nitrat dengan bentuk peralihan sebagai nitrit.
Kadar toksik amonia terhadap organisme akuatik bergantung pada nilai oksigen
terlarut, pH, dan suhu. Pada pengamatan hari ke-27, didapatkan nilai amonia yang
meningkat pada seluruh kolam. Hal ini terjadi karena nilai pH pada pengukuran
tersebut melebihi 7.
Unsur fosfat di perairan tidak ditemukan dalam bentuk bebas sebagai
elemen, melainkan dalam bentuk senyawa anorganik yang terlarut (ortofosfat dan

19

polifosfat) dan senyawa organik yang berupa partikulat. Air Sungai Ciapus
memiliki kadar ortofosfat cukup tinggi yang dimungkinkan berasal dari limbah
deterjen dan limpasan dari limbah pertanian. Selama pemeliharaan, tingginya
kadar ortofosfat dimungkinkan berasal dari pakan yang diberikan. Perlakuan
pemberian pakan 9% selalu memiliki kadar ortofosfat yang tinggi, karena sisa
pakan cenderung lebih banyak dibanding yang lain. Hal ini sesuai dengan
penelitian Rahman dkk (2008) yang menyatakan bahwa kadar N dan P semakin
meningkat pada pemberian pakan yang lebih banyak. Perairan kolam
pemeliharaan dapat digolongkan perairan eutrofik karena kadar ortofosfat lebih
dari 0,1 mg/L (Boyd 1988).
Tingkat Pencemaran Menurut Indeks Kualitas Air STORET
Air yang digunakan dalam pemeliharaan ikan tengadak bersumber dari air
Sungai Ciapus. Menurut penelitian Fallah (2012), Sungai Ciapus tergolong pada
tercemar sedang berdasarkan perhitungan Indeks Kualit

Dokumen yang terkait

Dinamika Komunitas Plankton di Kolam Pendederan Ikan Tengadak (Barbonymus schwanenfeldii)

1 10 43

Optimasi Salinitas untuk Kelangsungan Hidup dan Pertumbuhan Benih Ikan Tengadak Barbonymus schwanenfeldii

1 5 34

Rekayasa Salinitas dan Kalsium pada Media Pemeliharaan untuk Meningkatkan Produksi Pendederan Benih Ikan Tengadak (Barbonymus schwanenfeldii)

0 10 70

Karakterisasi Genotipe, Biometrik Dan Performa Silang Luar Potensial Ikan Tengadak Barbonymus Schwanenfeldii (Bleeker 1854) Asal Sumatera, Jawa Dan Kalimantan

0 7 51

POLA PERTUMBUHAN DAN FAKTOR KONDISI BENIH IKAN TENGADAK (Barbonymus schwanenfeldii) PADA WADAH PEMELIHARAAN YANG BERBEDA Irin Iriana Kusmini

0 0 9

PERTUMBUHAN IKAN TENGADAK ALBINO DAN HITAM (Barbonymus schwanenfeldii) DALAM KOLAM [Growth performance of the albino and black tinfoil barb (Barbonymus schwanenfeldii) in pond] Gleni Hasan Huwoyon1 dan Irin Iriana Kusmini1

0 0 8

Masyarakat Iktiologi Indonesia Peningkatan pertumbuhan benih ikan tengadak, Barbonymus schwanenfeldii (Bleeker 1853) melalui pengaturan salinitas dan kalsium

0 1 9

Masyarakat Iktiologi Indonesia Peningkatan sintasan dan pertumbuhan benih ikan tengadak, Barbonymus schwanenfeldii (Bleeker, 1854) melalui pengaturan suhu dan magnesium [Increase in survival and growth on larval rearing of tinfoil barb, Barbonymus schwane

0 0 11

Masyarakat Iktiologi Indonesia Kombinasi penambahan suplemen spirulina Spirulina platensis dan kunyit Curcuma longa dalam pakan dan induksi hormonal untuk meningkatkan kinerja reproduksi ikan tengadak Barbonymus schwanenfeldii (Bleeker, 1854)

0 1 9

Masyarakat Iktiologi Indonesia Keragaman genotipe dan morfometrik ikan tengadak Barbonymus schwanenfeldii (Bleeker 1854) asal Sumatera, Jawa, dan Kalimantan

0 1 10