Keberadaan Beberapa Virus dan Efisiensi Tular Benih Squash mosaic virus pada Cucurbitaceae

KEBERADAAN BEBERAPA VIRUS DAN EFISIENSI TULAR
BENIH Squash mosaic virus PADA CUCURBITACEAE

SUSANTI MUGI LESTARI

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

ABSTRAK
SUSANTI MUGI LESTARI. Keberadaan Beberapa Virus dan Efisiensi Tular
Benih Squash mosaic virus pada Cucurbitaceae. Dibimbing oleh ENDANG
NURHAYATI.
Virus-virus pada tanaman Cucurbitaceae dapat menyebabkan kegagalan
panen dan kerugian ekonomi yang tinggi. Salah satu virus yang terdapat pada
Cucurbitaceae dan terbawa benih adalah Squash mosaic virus. SqMV berbahaya
karena dapat menyebabkan kerugian yang sangat tinggi dan menjadi penghambat
bagi negara penanam Cucurbitaceae seperti Indonesia. Pengujian keberadaan
Cucumber mosaic virus (CMV), Squash mosaic virus (SqMV), Watermelon

mosaic virus-2 (WMV-2), Zucchini yellow mosaic virus (ZYMV), dan Tobacco
ringspot virus (TRSV) pada sampel daun dan benih Cucurbitaceae dilakukan
dengan menggunakan metode Indirect-ELISA. Pengujian bobot molekul virus
dilakukan menggunakan metode Western blot. Benih Cucurbitaceae berasal dari
distributor benih dan dari tanaman sakit. Sampel Cucurbitaceae hasil survei
terinfeksi secara tunggal atau ganda oleh CMV, SqMV atau ZYMV. Benih
Cucurbitaceae yang berasal dari distributor benih terinfeksi oleh SqMV dan
ZYMV. SqMV ditemukan pada 13.3% benih oyong dan semangka, 33.3% benih
zucchini, 73.3% benih kabocha, dan 100% benih mentimun dan melon. ZYMV
hanya ditemukan pada benih oyong dan zucchini berturut-turut 13.3% dan
26.67%. SqMV ditemukan pada biji mentimun, oyong, dan melon yang berasal
dari benih tanaman sakit berturut-turut pada 93.3%, 100%, dan 100% benih.
Bobot molekul SqMV 45 kDa dan 69 kDa. SqMV telah berada di Jawa Barat.
Oleh karena itu status SqMV sebagai OPTK A1 golongan 1 perlu ditinjau
kembali.
Kata kunci: Virus Cucurbitaceae, SqMV, ZYMV, Indirect-ELISA

KEBERADAAN BEBERAPA VIRUS DAN EFISIENSI TULAR
BENIH Squash mosaic virus PADA CUCURBITACEAE


SUSANTI MUGI LESTARI

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian pada
Departemen Proteksi Tanaman

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

Judul Skripsi
Nama Mahasiswa
NRP

: Keberadaan Beberapa Virus dan Efisiensi Tular Benih
Squash mosaic virus pada Cucurbitaceae
: Susanti Mugi Lestari
: A34070029


Disetujui,
Dosen Pembimbing

Dr. Ir. Endang Nurhayati, MS
NIP 19610430 198603 2 001

Diketahui,
Ketua Departemen

Prof. Dr. Ir. Dadang, MSc
NIP 19640204 199002 1 002

Tanggal Lulus:

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Banyumas pada tanggal 25 Mei 1989 dari pasangan
Bapak Sutarno dan Ibu Supriyati sebagai anak pertama dari dua bersaudara.
Penulis pernah menempuh pendidikan di SMA N 2 Purwokerto pada tahun
2004-2007. Setelah penulis lulus dari SMA, penulis diterima di Departemen

Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor melalui jalur
Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI).
Selama menempuh pendidikan di SMA, penulis aktif dalam kegiatan
Palang Merah Remaja (PMR) dan Organisasi Kerohanian Islam (Rohis). Pada
masa kuliah dan menjadi mahasiswa penulis aktif dalam kegiatan Koperasi
Mahasiswa (KOPMA) pada masa Tingkat Persiapan Bersama (TPB) tahun 20072008. Setelah penulis masuk Departemen Proteksi Tanaman Fakultas Pertanian,
penulis aktif dalam kegiatan Forum Komunikasi Rohis Departemen (FKRD) pada
tahun 2008-2009, Biro Perwakilan Angkatan Departemen Proteksi Tanaman
(BPA Himasita) pada tahun 2009-2011 dan Dewan Perwakilan Mahasiswa
Fakultas Pertanian (DPM-A) pada tahun 2010-2011. Selama masa belajar di
Institut Pertanian Bogor, penulis pernah menerima beasiswa Peningkatan Prestasi
Akademik (PPA) pada tahun 2009 dan beasiswa Karya Salemba Empat (KSE)
tahun 2009-2011.
Penulis menjadi asisten praktikum pada mata kuliah Entomologi Umum
pada tahun 2010 dan mata kuliah Dasar-Dasar Proteksi Tanaman pada tahun
2011.

PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah Subhanahuwata’ala yang telah melimpahkan
rahmat serta hidayah-Nya sehingga penelitian yang berjudul “Keberadaan

Beberapa Virus dan Efisiensi Tular Benih Squash mosaic virus pada
Cucurbitaceae” dapat diselesaikan. Skripsi ini dibuat untuk memenuhi syarat
kelulusan sarjana di IPB. Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Maret 2011
sampai bulan September 2011.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. Endang Nurhayati, MS
selaku dosen pembimbing skripsi sekaligus dosen pembimbing akademik yang
telah dengan sabar memberikan bimbingan, bantuan, waktu, motivasi, nasihat,
saran dan kritiknya. Terima kasih penulis ucapkan pula kepada Dra. Dewi
Sartiami, MSi selaku dosen penguji tamu. Terima kasih juga penulis sampaikan
kepada Ir. Djoko Prijono, MAgr. Sc selaku dosen mata kuliah Teknik Penyajian
Ilmiah yang telah memberikan bimbingan dalam teknik penulisan laporan
penelitian. Terima kasih juga ditujukan kepada seluruh staf pengajar Departemen
Proteksi Tanaman atas bimbingan mereka selama penulis melaksanakan
pendidikan di Departemen Proteksi Tanaman.
Ucapan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada
orang tua tersayang: Bapak Sutarno dan Ibu Supriyati, serta adik tersayang Dwi
Susanto yang telah memberikan dukungan, motivasi, perhatian, kepercayaan, dan
nasihatnya selama ini.
Penulis juga menyampaikan terima kasih kepada Ir. Yoyo Sulyo, MS, Mbak
Laily Qodariyah dan Erniawati Diningsih, SP. MSi. yang telah banyak membantu

selama proses penelitian di Balai Penelitian Tanaman Hias (Balithi) Segunung,
Cianjur. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Ir. Tri Asmira Damayanti,
MAgr. Sc dan Dr. Ir. Sri Hendrastuti Hidayat, MSc atas diskusinya.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Tuti Susanti Legiastuti, SSi dan Pak
Edi yang telah banyak membantu dalam proses penelitian di Laboratorium
Virologi Tumbuhan Departemen Proteksi Tanaman IPB.
Penulis ucapkan terima kasih pula kepada Nita Diansari yang telah
menemani penulis dalam suka dan duka. Terima kasih disampaikan kepada
teman-teman angkatan 44 yang melakukan penelitian di Laboratorium Virologi
Tumbuhan: Erika, Sherli, Fitriani, Harwan, Rita, Shora, Rizki, dan Vanty atas
semangat dan bantuannya serta kepada teman-teman angkatan 44 DPT lain atas
semangat dan persahabatannya selama di IPB. Terima kasih diucapkan pula
kepada kakak-kakak Pasca Sarjana (S2 dan S3) yang melaksanakan penelitian di
Laboratorium Virologi Tumbuhan Departemen Proteksi Tanaman IPB atas diskusi
dan motivasinya. Terima kasih penulis ucapkan kepada teman-teman di Kos
Wardatul Jannah atas kebersamaanya selama di Bogor.
Akhir kata, penulis berharap penelitian ini bermanfaat untuk semua pihak
yang terkait dan bagi pengembangan ilmu pengetahuan.

Bogor, November 2011

Susanti Mugi Lestari

DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR TABEL ....................................................................................

viii

DAFTAR GAMBAR ...............................................................................

ix

DAFTAR LAMPIRAN ..............................................................................

x

PENDAHULUAN ...................................................................................

1


Latar Belakang ................................................................................

1

Tujuan Penelitian ............................................................................

3

Manfaat Penelitian ..........................................................................

3

TINJAUAN PUSTAKA ..........................................................................

4

Cucurbitaceae .................................................................................

4


Virus Mosaik Utama pada Cucurbitaceae ......................................

5

Cucumber mosaic virus (CMV) ...........................................
Tobacco ringspot virus (TRSV) ...........................................
Watermelon mosaic virus (WMV) .......................................
Zucchini yellow mosaic virus (ZYMV) ................................
Squash mosaic virus (SqMV) ...............................................

6
7
8
10
11

Deteksi Virus ..................................................................................

13


Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA) ..................
Western Blotting ...................................................................

13
14

Pemurnian Virus .............................................................................

15

BAHAN DAN METODE ........................................................................

17

Tempat dan Waktu Penelitian .........................................................

17

Lokasi Pengambilan Sampel Tanaman Sakit .................................


17

Deteksi Virus dengan Indirect-Enzyme-Linked Immunosorbent
Assay (I-ELISA) .............................................................................

17

Pengujian Benih .............................................................................

18

Pemurnian Virus .............................................................................

19

Perbanyakan Inokulum SqMV .............................................
Pemurnian SqMV .................................................................

20
20

Western Blotting .............................................................................

21

Analisis Protein dengan Sodium Dodecyl Sulfate-Polyacry
lamide Gel Electrophoresis (SDS-PAGE) ...........................
Analisis Western Blot ...........................................................

22
23

vii

HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................

25

Gejala Infeksi Virus pada Tanaman Cucurbitaceae di Lapangan ...

25

Keberadaan Beberapa Virus pada Tanaman Cucurbitaceae ...........

26

Keberadaan Virus Terbawa Benih dari Distributor Benih .............

27

Infeksi SqMV pada Beberapa Tanaman Cucurbitaceae di Rumah
Kaca ...............................................................................................

29

Berat Molekul Protein Selubung SqMV .........................................

33

KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................

34

Kesimpulan .....................................................................................

34

Saran ...............................................................................................

34

DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................

35

LAMPIRAN .............................................................................................

39

DAFTAR TABEL
Halaman
1
2
3

Keberadaan beberapa virus pada tanaman Cucurbitaceae di
lapangan .......................................................................................

27

Keberadaan SqMV dan ZYMV pada benih beberapa tanaman
Cucurbitaceae yang berasal dari distributor benih .......................

28

Keberadaan SqMV pada benih mentimun, melon dan oyong
dari tanaman terinfeksi SqMV yang dipelihara dari benih sakit
dari distributor benih ....................................................................

32

DAFTAR GAMBAR

Halaman
1

Gejala tanaman Cucurbitaceae dari lapangan ..............................

26

2

Gejala pada beberapa tanaman Cucurbitaceae yang berasal dari
benih terinfeksi SqMV .................................................................

31

Hasil analisis protein selubung SqMV menggunakan SDSPAGE dan Western blot ..............................................................

33

3

DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1

Nilai absorbansi ELISA sampel dari lapangan ..............................

40

2

Nilai absorbansi ELISA daun mentimun dan oyong untuk
pengujian benih ..............................................................................

41

Nilai absorbansi ELISA daun melon dan zucchini untuk
pengujian benih ..............................................................................

42

Nilai absorbansi ELISA daun kabocha dan semangka untuk
pengujian benih ..............................................................................

43

Nilai absorbansi ELISA SqMV terbawa benih dari buah
mentimun, melon dan oyong terinfeksi SqMV ..............................

44

3
4
5

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Berbagai spesies Cucurbitaceae atau labu-labuan telah dimanfaatkan oleh
manusia sebagai sumber pangan dan produk berguna yang penting selama lebih
dari 10 000 tahun (Rubatzky & Yamaguchi 1997).

Pemanfaatan produk

Cucurbitaceae tersebut diantaranya dimakan sebagai buah segar, digunakan
sebagai sayuran atau digunakan untuk keperluan lain (Tjitrosoepomo 2002).
Cucurbitaceae yang banyak dibudidayakan di Indonesia terdiri dari tanaman buah
dan sayur. Tanaman tersebut antara lain semangka, melon, labu, oyong, pare dan
mentimun (Badan Karantina Pertanian Departemen Pertanian RI 2011).
Produksi tanaman Cucurbitaceae di Indonesia tergolong cukup tinggi. Pada
tahun 2009 produksi mentimun sebesar 583 139 ton, labu siam 321 023 ton,
melon 85 861 ton, dan semangka 474 327 ton. Rata-rata produksi mentimun
sebesar 10.39 ton/ha, labu siam 27.86 ton/ha, melon 18.56 ton/ha, dan semangka
14.33 ton/ha (Direktorat Jendral Hortikultura Kementerian Pertanian 2009).
Proses budidaya tanaman Cucurbitaceae seringkali mengalami banyak
gangguan, salah satunya adalah dari organisme pengganggu tumbuhan (OPT).
OPT tersebut terdiri dari hama dan patogen tanaman. Patogen tanaman yang
menyerang Cucurbitaceae adalah dari golongan bakteri, cendawan, virus,
nematoda (Rubatzky & Yamaguchi 1997), fitoplasma, dan viroid (Provvidenti
1996). Di antara patogen tersebut, virus merupakan patogen yang sulit untuk
dikendalikan dan sangat merusak (Provvidenti 1996). Virus dapat menyebabkan
tanaman mengalami kehilangan hasil dan penurunan kualitas yang sangat tinggi di
berbagai belahan dunia. Tanaman yang terinfeksi virus dapat menunjukkan gejala
yang berbeda-beda, tetapi biasanya daun menguning (daun mengalami belangbelang), perubahan bentuk daun (keriting), dan pertumbuhan menyimpang lainnya
(kerdil, bentuk bunga atau buah tidak normal) (Adam & Antoniw 2005). Selain
itu, tanaman mengalami penurunan pertumbuhan (penurunan hasil dan gagal
panen), penurunan kualitas dan nilai jual buah (kerusakan daya tarik, ukuran,
bentuk, warna, rasa, dan tekstur) (Hull 2002).

2
Sekitar 32 virus berbeda telah dilaporkan oleh Provvidenti (1996) sebagai
virus yang dianggap penting secara ekonomi yang menginfeksi tanaman
Cucurbitaceae di dunia.

Virus-virus utama yang menginfeksi Cucurbitaceae

antara lain Cucumber mosaic virus (CMV), Papaya ringspot virus (PRSV),
Squash mosaic virus (SqMV), Watermelon mosaic virus (WMV), Zucchini yellow
mosaic virus (ZYMV) (Koklu & Yilmaz 2005; Coutts & Jones 2005; Jossey &
Babadoost 2008), dan Tobacco ringspot virus (TRSV) (Babadoost 1999; Jossey &
Babadoost 2008).
SqMV sebagai salah satu virus utama pada Cucurbitaceae merupakan virus
yang terbawa benih (Nolan & Campbell 1984) sehingga memungkinkan
penyebarannya ke suluruh dunia (Campbell 1971). Selain itu, transmisi SqMV
dapat terjadi secara mekanis dan melalui serangga (Coutts 2006). SqMV yang
ditransmisikan melalui benih sangat berbahaya karena menjadi sumber inokulum
primer (Agarwal & Sinclair 1997) sehingga bibit akan terinfeksi dan dapat
menyebabkan kehilangan hasil yang tinggi. Selain itu, SqMV terbawa benih
dapat menyebabkan perubahan bentuk buah, mengurangi bobot buah, dan
mengurangi tingkat perkecambahan biji (Powell et al. 1970).
Menurut Badan Karantina Pertanian Departemen Pertanian RI (2009),
SqMV dikategorikan sebagai organisme pengganggu tumbuhan karantina (OPTK)
kategori A1 golongan 1.

OPTK A1 yaitu jenis-jenis organisme pengganggu

tumbuhan karantina yang belum terdapat di dalam wilayah Negara Republik
Indonesia (Kepmentan No. 38 Tahun 2006), sedangkan OPTK golongan 1 adalah
OPTK yang tidak dapat dibebaskan dari media pembawa dengan cara perlakuan
(Permentan No. 09 Tahun 2009). Padahal menurut penelitian Aulia (2004) di
Bogor, SqMV telah menginfeksi beberapa tanaman Cucurbitaceae baik secara
tunggal maupun bersamaan dengan virus-virus lain.

Tanaman Cucurbitaceae

yang telah diteliti dan terinfeksi SqMV antara lain mentimun terinfeksi ganda oleh
SqMV dan CMV, oyong terinfeksi oleh SqMV, ZYMV dan TRSV secara
bersamaan, dan labu siam terinfeksi ganda oleh SqMV dan ZYMV.
Di Indonesia belum ada penelitian tentang SqMV secara menyeluruh,
sehingga perlu dilakukan adanya identifikasi lebih rinci. Apalagi menurut Akin
(2006), identifikasi virus sebagai penyebab penyakit merupakan faktor kunci yang

3
menentukan keberhasilan pengendalian di lapangan.

Identifikasi berdasarkan

gejala kasat mata sering tidak cukup untuk menentukan virus penyebab penyakit
karena gejala dapat disebabkan oleh infeksi campuran dari beberapa virus atau
virus yang berbeda dapat menimbulkan gejala yang sama. Identifikasi virus dapat
dilakukan berdasarkan beberapa hal yaitu identifikasi berdasarkan sifat hayati dan
bentuk virion yang dapat dilakukan berdasarkan gejala dan kisaran tanaman inang,
kekhasan virion, dan mikroskop elektron.

Cara identifikasi yang lain dapat

dilakukan berdasarkan sifat molekul virus. Oleh karena itu, penelitian mengenai
sifat-sifat SqMV perlu dilakukan.

Tujuan Penelitian
Mengetahui

keberadaan

beberapa

virus

pada

beberapa

tanaman

Cucurbitaceae dan mengetahui beberapa sifat SqMV.

Manfaat Penelitian
Memberikan informasi tentang virus-virus yang ada pada beberapa tanaman
Cucurbitaceae, mengetahui tipe

gejala SqMV pada beberapa

tanaman

Cucurbitaceae, sifat SqMV sebagai patogen tular benih, dan mengetahui beberapa
sifat SqMV.

TINJAUAN PUSTAKA

Cucurbitaceae
Cucurbiteceae atau tanaman pertanian yang merambat termasuk dalam
tanaman sayuran penting (Wehner & Maynard 2003).

Cucurbitaceae adalah

tanaman herba/terna setahun (Crase 2011), jarang sekali berupa semak atau perdu
(Tjitrosoepomo 2002), sebagian besar merambat atau menjalar, biasanya dengan
sulur yang berada pada node atau buku-buku (Crase 2011). Sulur atau alat-alat
pembelit merupakan metamorfosis cabang, dahan atau kadang-kadang daun
penumpu (Tjitrosoepomo 2002). Tanamannya memiliki satu ujung atau bercabang
(Crase 2011).
Tanaman Cucurbitaceae biasanya monoecious (bunga jantan dan bunga
betina terpisah) (Wehner & Maynard 2003). Daunnya berseling, berdaun muda
pada tangkai, biasanya berlekuk. Bunganya sebagian besar uniseksual/berkelamin
tunggal, biasanya aktinomorf.

Kelopak bunganya sebagian besar berjumlah

5 buah dan berlekuk, mahkota bunganya berjumlah 5 dan berlekuk atau bebas,
mahkota bunga pada bunga jantan berbeda dengan mahkota bunga pada bunga
betina. Benang sarinya berjumlah 5 dan berselang (Crase 2011). Benang sari
jarang bebas, kebanyakan berlekatan satu sama lain. Bakal buahnya tenggelam,
kebanyakan beruang tiga, masing-masing ruang terdapat dua tembuni yang
membengkok keluar dengan sejumlah besar bakal biji (adakalanya hanya satu),
masing-masing dengan dua selaput kulit biji. Buahnya pada umumnya berupa
buah buni, jarang seperti buah kendaga (Tjitrosoepomo 2002).

Biji yang

dihasilkan berjumlah satu sampai banyak, biasanya berdekatan, kadang-kadang
tepian biji melebar, permukaannya halus atau bermacam-macam, memiliki embrio
yang besar, dan tidak memiliki endosperma (Crase 2011). Buahnya memiliki
bentuk yang bermacam-macam dan buah khususnya disebut labu. Tanaman
Cucurbitaceae membutuhkan serangga, terutama lebah untuk membantu
penyerbukan (Wehner & Maynard 2003).
Taksonomi Famili Cucurbitaceae adalah sebagai berikut: Kingdom Plantae,
Filum

Magnoliophyta,

Klas

Magnoliopsida,

Ordo

Cucurbitales,

Famili

Cucurbitaceae. Famili Cucurbitaceae terbagi menjadi dua subfamili yaitu

5
Zanonioideae dan Cucurbitoideae. Subfamili Cucurbitoideae terdiri dari tanamantanaman yang berguna sebagai bahan makanan (Deyo & O‟malley 2008). Famili
Cucurbitaceae mencakup kurang lebih 120 genus dan lebih dari 900 spesies yang
tersebar di daerah tropis dan subtropis di Afrika, Asia, Australia, dan Amerika
(Crase 2011). Cucurbitaceae terbagi menjadi beberapa tribe antara lain Melothriae
(mentimun dan melon), Joliffieae (melon pahit), Benincaseae (semangka, labu
lilin), Cucurbiteae (labu), dan Sicyeae (labu siam) (Wehner & Maynard 2003).
Beberapa spesies tanaman yang termasuk dalam famili Cucurbitaceae antara
lain semangka (Citrullus lanatus), mentimun (Cucumis sativus), melon (Cucumis
melo), squash, waluh, zucchini (Cucurbita pepo), labu besar (Cucurbita maxima),
paria (Momordica charantia), dan labu siam (Sechium edule) (Rubatzky &
Yamaguchi 1997), waluh (Cucurbita moschata), oyong (Luffa acutangula), labu
air (Legenaria leucantha), beligo (Benincasa hispida), paria belut (Trichosanthes
anguina) (Tjitrosoepomo 2002).

Virus Mosaik Utama pada Cucurbitaceae
Banyak virus yang menginfeksi tanaman Cucurbitaceae dan menyebabkan
mosaik (Babadoost 1999).

Virus penyebab mosaik utama yang menginfeksi

Cucurbitaceae yaitu Cucumber mosaic virus (CMV), Papaya ringspot virus
(PRSV), Squash mosaic virus (SqMV), Watermelon mosaic virus (WMV),
Zucchini yellow mosaic virus (ZYMV) (Coutts dan Jones 2005; Jossey dan
Babadoost 2008), dan Tobacco ringspot virus (TRSV) (Babadoost 1999; Jossey
& Babadoost 2008).
Virus penyebab mosaik utama pada Cucurbitaceae menyebabkan gejala
belang pada daun yang disebut mosaik. Karakter mosaik adalah akibat adanya
warna yang bercampur antara warna hijau normal dan hijau muda atau
kekuningan pada tanaman yang terinfeksi virus. Gejala mosaik dapat berkisar
dari ringan ke berat dan dapat dilihat pada daun dan buah. Tanaman yang lebih
muda saat terinfeksi menunjukkan gejala yang lebih berat.

Pada beberapa

kejadian, tanaman yang terinfeksi pada masa persemaian dapat rebah dan mati.
Tanaman yang terinfeksi pada masa pembungaan dapat tidak menghasilkan buah
atau buah muda dapat gugur. Bila tanaman lebih tua saat terinfeksi, tanaman

6
tersebut tidak menunjukkan gejala yang berat dan dapat menghasilkan buah.
Gejala pada buah dapat berkisar dari warna yang tidak kentara sampai perubahan
bentuk yang hebat.

Tanaman biasa terinfeksi oleh dua atau lebih virus dan

menyebabkan gejala yang lebih berat daripada tanaman yang hanya terinfeksi oleh
satu virus. Infeksi virus penyebab mosaik utama pada Cucurbitaceae sulit untuk
dibedakan hanya berdasarkan gejala (Nameth 2002).

Cucumber Mosaic Virus (CMV)
CMV merupakan virus yang termasuk dalam Famili Bromoviridae, Genus
Cucumovirus. CMV terdiri dari tiga partikel berbentuk bulat yang masing-masing
memiliki diameter 28 nm. Asam nukleat CMV terdiri dari tiga RNA utas tunggal
fungsional yang terenkapsidasi dalam tiga partikel (Zitter & Murphy 2009).
Inang CMV sangat luas dan telah dilaporkan mencapai lebih dari 1200
spesies dan lebih dari 100 famili tanaman monokotil dan dikotil, termasuk
sayuran, tanaman hias, tanaman berkayu dan herba (Zitter & Murphy 2009).
CMV dapat ditransmisikan dengan mudah secara mekanis, terbawa benih pada 19
spesies tanaman, dan oleh lebih dari 80 spesies kutudaun (Hemiptera: Aphididae)
sebagai

vektor

termasuk

Myzus

persicae dan Aphis

gossypii

yang

mentransmisikan CMV secara nonpersisten (Provvidenti 1996; Zitter & Murphy
2009), serta dapat ditransmisikan melalui tali putri yaitu lebih dari 10 spesies
Cuscuta sp. (Francki et al. 1979).
CMV menyebabkan infeksi sistemik pada sebagian besar inang yang
terinfeksi tetapi dapat tidak bergejala seperti pada alfalfa. Intensitas gejala CMV
pada tanaman terinfeksi dapat sangat berbeda-beda tergantung tanaman, umur
tanaman saat infeksi terjadi (Zitter & Murphy 2009), dan kondisi lingkungan
(Provvidenti 1996). CMV dapat menginfeksi tanaman pada saat baru tumbuh
sampai fase generatif dan jarang menginfeksi bibit, tetapi bila terjadi maka
kotiledon akan menguning dan layu (Provvidenti 1996).
CMV dapat menyebabkan mosaik pada tanaman monokotil dan dikotil,
antara lain tanaman Cucurbitaceae, tanaman hias, rumput, tanaman berkayu dan
semak-semak, serta menyebabkan kaku pada tomat (Provvidenti 1996). Pada
Cucurbitaceae, CMV dapat menyebabkan tanaman menjadi kerdil (Francki et al.

7
1979; Provvidenti 1996; Babadoost 1999), mosaik kuning yang nyata pada daun,
perubahan bentuk daun, pengurangan ukuran daun dan pengurangan ruas batang
yang nyata (Francki et al. 1979; Babadoost 1999). Pada tanaman Cucurbitaceae
muda, gejala sistemik berupa pengeritingan daun, mosaik, dan perubahan ukuran
daun (Provvidenti 1996; Babadoost 1999). Bunga tanaman Cucurbitaceae yang
terinfeksi CMV dapat mengalami ketidaknormalan dan mahkotanya berwarna
kehijauan (Provvidenti 1996), bahkan dapat mengalami gugur bunga (Francki et
al. 1979). Gejala berat oleh CMV sebagian besar terjadi pada summer squash,
labu, dan melon sedangkan gejala ringan terjadi pada mentimun, winter squash,
dan semangka (Provvidenti 1996). Buah yang terinfeksi CMV dapat berubah
bentuk, berukuran kecil (Provvidenti 1996), berwarna kuning, kasar di ujung atau
pangkal dan berasa pahit (Babadoost 1999).

Tobacco Ringspot Virus (TRSV)
TRSV merupakan virus yang termasuk dalam Famili Comoviridae, Genus
Nepovirus (ICTVdB 2002b). Partikel TRSV berbentuk bulat dengan diameter
28 nm. Asam nukleat TRSV terdiri dari sebuah RNA utas tunggal dengan genom
ganda (Provvidenti 1996).
TRSV memiliki banyak strain dan dapat menginfeksi semua sayuran
Cucurbitaceae. Virus ini memiliki inang yang luas yaitu lebih dari 260 spesies
tanaman yang termasuk dalam 54 famili. TRSV dapat menginfeksi berbagai
tanaman budidaya dan rumput-rumputan (Babadoost 1996).
Transmisi TRSV terjadi melalui vektor nematoda Xiphinema americanum
baik stadium larva maupun stadium dewasa (Babadoost 1996). Vektor lain yang
dapat

mentransmisikan

TRSV

tetapi

kurang

efisien

adalah

tungau

(Tetranychus sp.), thrips (Thrips tabaci), belalang (Melanoplus sp.), kutu
tembakau (Epitrix hirtipennis), dan kutudaun

(Aphis gossypii dan Myzus

persicae). TRSV juga dapat ditransmisikan melalui benih, biasanya terjadi pada
kacang kedelai, petunia, Gomphrena globosa, dan Nicotiana glutinosa tetapi
jarang terjadi pada tembakau, labu, mentimun, melon, dan selada (Smith &
Vancouver 1970). Selain itu, transmisi TRSV di lapangan juga terjadi secara
mekanis melalui pemotongan daun dan gesekan antara tanaman terinfeksi dan

8
tanaman sehat.

Infeksi TRSV pada serbuk sari squash dapat menyebabkan

tanaman sehat lain terinfeksi (Babadoost 1999).
Gejala pada tanaman yang terinfeksi oleh TRSV adalah terjadi bercak
cincin/ringspot pada tembakau, mentimun, lili, iris, dan blueberry. Gejala lain
adalah hawar pucuk pada kacang kedelai dan klorosis atau bercak nekrosis pada
berbagai tanaman setahun maupun tahunan (Smith & Vancouver 1970).
Infeksi TRSV pada melon dapat menyebabkan kekerdilan dengan daun yang
berwarna kuning kehijauan, belang dan berubah bentuk. Halo dapat terjadi pada
daun muda yang terinfeksi. Selain itu, biasanya muncul bercak cincin pada daun
dan terjadi pengurangan produksi dan ukuran buah melon. Tanaman semangka
yang terinfeksi TRSV menjadi kerdil dan menguning, pucuk tanaman menjadi
kaku, daun mengalami belang kasar dan bercak hitam tak beraturan seperti bercak
antraknosa. Infeksi TRSV yang hebat pada tanaman semangka dapat
menyebabkan daun sobek dan rapuh. Tanaman semangka yang terinfeksi virus ini
dapat tidak berbuah, bila berbuah biasanya kecil dan seperti terdapat tetesan
cairan pada permukannya. Pada buah labu biasanya berkembang bercak cincin
konsentris. Squash yang terinfeksi TRSV terjadi kekerdilan tanaman yang hebat,
perubahan bentuk daun dengan adanya pelepuhan dan penguningan tulang daun,
serta adanya bercak cincin. Gejala dapat menjadi ringan dan dapat menjadi hilang
pada tanaman squash tua. Gejala pada squash berlangsung lebih lama dibanding
sayuran Cucurbitaceae lain.

Pada tanaman mentimun muda yang terinfeksi

TRSV, muncul bercak kuning kecil pada daun dan pada daun muda terjadi belang
seperti infeksi akibat CMV. Buah pada mentimun tersebut terjadi belang bila
terjadi peningkatan suhu dan pertumbuhan tanaman yang sangat cepat (Babadoost
1999).

Watermelon Mosaic Virus (WMV)
WMV merupakan virus yang termasuk dalam Famili Potyviridae, Genus
Potyvirus (ICTVdB 2002c).

Partikel WMV berbentuk batang memanjang,

bersifat lentur dengan panjang 730 sampai 765 nm (ICTVdB 2002c). Asam
nukleat WMV adalah RNA utas tunggal (Provvidenti 1996). WMV terdiri dari
dua strain yaitu WMV-1 (sama dengan PRSV-W) dan WMV-2.

WMV-1

9
menginfeksi 38 spesies Famili Cucurbitaceae sedangkan WMV-2 menginfeksi
Cucurbitaceae dan beberapa tanaman lain seperti alfalfa, semanggi merah, kacang
polong (Babadoost 1999) dan berbagai spesies Leguminosae (Provvidenti 1996).
Strain virus tidak dapat dibedakan berdasarkan gejala yang muncul pada
Cucurbitaceae (van Regenmortel 1971) tetapi dapat dibedakan berdasarkan uji
serologi, kisaran inang dan tanaman indikator (Babadoost 1999).
Transmisi WMV terjadi secara nonpersisten oleh lebih dari 20 spesies
vektor kutudaun (Provvidenti 1996). Kutudaun yang dapat menjadi vektor antara
lain Myzus persicae (van Regenmortel 1971; Provvidenti 1996; Wakman et al.
2002), Aphis gossypii, A. fabae

(van Regenmortel 1971), A. craccivora,

A. spiraecola, Aulacortum solani, Macrosiphum euphorbiae, dan Toxoptera
citricida (Provvidenti 1996). Selain itu, transmisi WMV dapat terjadi secara
mekanik (van Regenmortel 1971; Wakman et al. 2002).
Infeksi WMV dapat menyebabkan gejala pada semua bagian tanaman
(Babadoost 1999). Gejala yang terjadi tergantung pada umur tanaman saat infeksi
terjadi (Babadoost 1999), spesies tanaman, kultivar tanaman, strain virus dan
kondisi lingkungan (Provvidenti 1996). Gejala yang ditimbulkan oleh WMV pada
tanaman terinfeksi adalah mosaik sistemik hijau-hijau kuning, akumulasi warna
hijau sepanjang tulang daun (vein banding), perubahan bentuk daun, bunga
menjadi tidak normal dengan mahkota yang tidak berkembang atau membuka
secara tidak sempurna. Bunga yang tidak normal sebagian besar melipat dan tidak
menghasilkan buah (Wakman et al. 2002). Semangka dan melon yang terinfeksi
WMV menjadi kerdil dengan daun berwarna hijau muda-kuning, melepuh, terjadi
perubahan bentuk daun, dan menguning. Pada melon yang terinfeksi saat masih
muda, tanamannya menjadi kerdil dan menghasilkan sedikit buah.

Buah

semangka yang terinfeksi WMV dapat berukuran kecil, bentuk tidak teratur, dan
terjadi belang-belang.

Tanaman squash yang terinfeksi WMV dapat berubah

bentuk dari ringan hingga berat. Daun squash sakit mengalami belang hijau
muda-kuning, berubah bentuk, mengerut, atau melepuh. Tulang daun squash
suatu waktu dapat berubah dari bentuk normal menjadi bergelombang atau
berkerut. Tanaman mentimun yang terinfeksi WMV menunjukkan gejala mosaik

10
hijau-hijau tua pada daun, buah menjadi kecil, berlekuk-lekuk, dan benjol-benjol
(Babadoost 1999).

Zucchini Yellow Mosaic Virus (ZYMV)
ZYMV merupakan virus yang termasuk dalam Famili Potyviridae, Genus
Potyvirus (ICTVdB 2002d).

Partikel ZYMV berbentuk batang memanjang

bersifat lentur dengan panjang sekitar 750 nm. Asam nukleat ZYMV adalah RNA
utas tunggal (Provvidenti 1996).
ZYMV dapat menginfeksi beberapa spesies tanaman yang termasuk dalam
Famili Aizoaceae, Amaranthaceae, Apiaceae, Chenopodiaceae, Fabaceae,
Lamiaceae, Ranunculaceae, Scrophulariaceae, Solanaceae, dan Cucurbitaceae.
Namun, sangat sedikit informasi tentang tanaman yang menjadi inang sepanjang
musim dari virus ini (Provvidenti 1996).
Transmisi ZYMV terjadi melalui vektor kutudaun Myzus persicae, Aphis
gossyipii (Coutts 2006), A. citricola, dan Macrosiphum euphorbiae (Provvidenti
1996). Selain itu, ZYMV juga dapat ditransmisikan secara mekanis (Provvidenti
1996) dan melalui benih (Provvidenti 1996; Tobias et al. 2008).
Infeksi ZYMV terutama terjadi pada squash, melon dan semangka. Gejala
infeksi ZYMV pada tanaman tersebut adalah mosaik kuning yang hebat pada
daun, perubahan bentuk daun, pelepuhan, perubahan ukuran daun menjadi kecil,
dan tanaman menjadi kerdil.

Pada buah labu dan squash, infeksi ZYMV

menyebabkan perubahan warna dan benjol-benjol yang menyebabkan perubahan
bentuk buah (Provvidenti 1996; Tobias et al. 2003; Coutts 2006). Buah melon
dan semangka yang terinfeksi ZYMV mengalami perubahan bentuk dan retak
secara memanjang dan melingkar. Selain itu, biji yang dihasilkan mengalami
pengurangan jumlah dan perubahan bentuk.

Gejala yang ditimbulkan infeksi

ZYMV pada tanaman Cucurbitaceae dapat menyerupai gejala infeksi PRSV-W,
tergantung strain yang menginfeksi.

Di daerah tropis, ZYMV biasanya

berhubungan erat dengan PRSV-W atau WMV-2.
berhubungan erat dengan WMV-2 (Provvidenti 1996).

Secara serologi, ZYMV

11
Squash Mosaic Virus (SqMV)
SqMV merupakan virus yang termasuk dalam Famili Comoviridae, Genus
Comovirus (Bruening 1978; ICTVdB 2002a). SqMV berbentuk bulat, memiliki
dua protein selubung/polipeptida yaitu L (large) dan S (small) (Bruening 1978),
dan memiliki diameter partikel sebesar 28 sampai 30 nm (Lastra & Munz 1969).
Asam nukleat SqMV adalah dua molekul RNA utas tunggal (Bruening 1978).
Menurut (Campbell 1971), partikel SqMV terdiri dari tiga tipe yaitu top (T),
middle (M), dan bottom (B) dengan bobot molekul 45 kDa (T), 61 kDa (M), dan
69 kDa (B). SqMV terdiri dari dua kelompok yaitu kelompok I dan kelompok II.
Kelompok I menginfeksi semangka, menyebabkan gejala yang berat pada melon
tetapi menyebabkan gejala ringan pada labu-labuan sedangkan kelompok II tidak
menginfeksi semangka, hanya menyebabkan gejala ringan pada melon dan
menyebabkan gejala berat pada labu-labuan (Babadoost 1999).
SqMV dapat ditransmisikan melalui benih (Kemp et al. 1972; Nolan &
Campbell 1984; Dikova & Hristova 2002).

Alvarez & Campbell (1978)

menyatakan bahwa keberadaan SqMV pada biji melon (Cucumis metuliferus)
terdapat pada kulit biji, integumen, dan embrio.
Transmisi SqMV dapat juga terjadi secara mekanis dan oleh serangga
secara nonpersisten (Rosemeyer et al. 1986). Berdasarkan data ICTVdB (2002a),
vektor yang dapat mentransmisikan SqMV adalah berbagai kumbang yang
termasuk dalam Famili Chrysomellidae yakni Acalymma trivittata, A thiemei,
Diabrotica undecimpunctata, dan D. bivittula serta kumbang yang termasuk
dalam Famili Coccinellidae yaitu Epilachna chrysomelina dan E. paenulata.
Diperoleh informasi pula bahwa SqMV tidak dapat ditransmisikan oleh kutudaun
Myzus persicae (Lockhart et al. 1982).
Kumbang mentimun dapat menjadi infektif setelah menghisap tanaman
terinfeksi hanya sekitar 5 menit dan dapat mentransmisikan virus antar tanaman
kira-kira 4 sampai 20 hari tergantung spesies kumbang mentimun. Kumbang
mentimun mentransmisikan virus dengan mengeluarkan cairan yang dihisap
(Babadoost 1999). Kumbang mentimun tersebut memiliki periode laten kurang
dari 10 jam. Waktu inokulasi virus kurang dari 24 jam. Multiplikasi virus pada
vektor belum pernah dilaporkan (Campbell 1971).

12
Kisaran inang SqMV tergolong sempit, terbatas pada Famili Cucurbitaceae
yang sebagian besar spesiesnya rentan (Campbell 1971). Menurut data ICTVdB
(2002a) SqMV juga menginfeksi tanaman famili lain yaitu Chenopodiaceae dan
Leguminosae.
Gejala pada tanaman Cucurbitaceae yang terinfeksi oleh SqMV adalah pada
daun muda mengalami pemucatan tulang daun dan bercak kuning. Daun yang
terinfeksi cenderung menangkup ke atas berbentuk seperti mangkuk dan berwarna
hijau tua-hijau muda. Daun dapat berubah bentuk, mengeriting, dan mengalami
pemucatan tulang daun.

Pada bagian bawah tanaman dapat mengalami

pertumbuhan cabang vegetatif yang berlebihan. Daun pertama mentimun yang
terinfaksi SqMV dapat mengalami bercak kuning yang diikuti penguningan dan
pengerutan tulang daun serta daun muda dapat mengeriting dan menangkup ke
atas. Pada melon yang terinfeksi SqMV, tulang daunnya mengalami pemucatan
yang diikuti oleh belang, bercak kuning dan pengerutan tulang daun. Selain itu,
daun tanaman melon dapat mengalami garis-garis kuning, bercak kuning atau
secara umum terjadi penguningan tulang daun (Babadoost 1999).

Pada

persemaian tanaman Cucurbitaceae, SqMV dapat menyebabkan tanaman menjadi
kerdil dan belang pada daun. Tanaman Cucurbitaceae yang terinfeksi setelah
dewasa, tepi daunnya mengalami perubahan bentuk, pemucatan tulang daun dan
terjadi mosaik ringan hingga berat (Coutts 2006).

Buah pada tanaman yang

terinfeksi SqMV dapat mengalami belang (Coutts 2006), perubahan bentuk dan
bergelombang (Babadoost 1999; Campbell 1971).
SqMV sebagai salah satu virus yang menginfeksi Cucurbitaceae telah
menyebar di berbagai belahan dunia. SqMV dilaporkan pertama kali pada tahun
1916 oleh McClintock di Arizona (McClintock 1916 dalam Nelson et al. 1973).
Di Amerika, penyebaran SqMV meliputi Argentina, Brazil, Kanada (Ontario),
Honduras, Jamaika, Mexico, Montserrat, USA, dan Venezuela. Di Eropa, sebaran
SqMV berada di Yunani, Italia, dan Belanda. Di Asia, SqMV sudah menyebar di
Bangladesh, China, India, Iran, Israel, Jepang, Yordania, Kazakhstan, Libanon,
Filipina, dan Yaman. Di Afrika, SqMV menyebar di Mesir dan Marocco (CABI
2007). Selain itu, SqMV juga sudah berada di Selandia Baru (CABI 2007),
Australia Utara dan Australia Barat (Coutts & Jones 2005; Coutts 2006).

13
Deteksi Virus

Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA)
Sejak tahun 1971, enzim digunakan untuk meningkatkan kemampuan
deteksi reaksi antara antigen-antibodi (Dijkstra & de Jager 1998). Pada tahun
1977, Clark & Adams (Clark 1990) telah memperkenalkan ELISA untuk ilmu
penyakit tanaman. Sejak saat itu, ELISA sering digunakan untuk pengujian virus
tanaman dan patogen tanaman lainnya (Sutula et al. 1986).
Pada ELISA, antigen atau antibodi melekat pada sumuran pelat mikrotiter
(Dijkstra & de Jager 1998). Pelat mikrotiter polistiren selain sebagai wadah
sekaligus juga sebagai substrat pengikat antigen atau antibodi karena
permukaanya mempunyai molekul-molekul yang bermuatan positif (Wahyuni
2005).

Teknik ELISA memerlukan sejumlah reagen yang berfungsi untuk

mendukung terjadinya reaksi antigen dan antibodi. Jenis antibodi yang digunakan
untuk mendeteksi sampel dapat berupa antibodi monoklonal atau antibodi
poliklonal (Wahyuni 2005).
Keuntungan ELISA pada pengujian virus tanaman antara lain dapat
mendeteksi konsentrasi virus yang sangat rendah (1-10 ng/ml), hanya sedikit
antibodi yang dibutuhkan, pengujian dapat dilakukan terhadap sap tanaman
maupun virus yang telah dimurnikan. Selain itu, pengujian dapat dilakukan untuk
jumlah sampel dalam skala besar, dapat distandardisasi menggunakan kit bahan
pengujian, dan dapat digunakan untuk mengukur analisis kuantitatif (nilai
absorbansi) disamping hasil kualitatif (Dijkstra & de Jager 1998).
Prosedur ELISA dibagi menjadi dua metode yaitu direct-ELISA dan
indirect-ELISA.

Pengujian (direct) double antibody sandwich (DAS)-ELISA

dalam virologi tumbuhan biasanya memiliki dua atau tiga tahap penggunaan
antibodi.

Antibodi dimasukkan secara langsung pada pelat mikrotiter untuk

pengikatan antibodi dengan tujuan untuk mengikat antigen secara spesifik ke pelat
mikrotiter. Antibodi kedua (biasanya dari sumber yang sama dengan antibodi
pertama) dikonjugasikan dengan enzim yang berfungsi sebagai pendeteksi
antibodi (Martin 1998).

14
Kerugian direct-ELISA adalah harus disiapkan konjugat secara terpisah
untuk masing-masing virus yang diuji. Pada metode indirect-ELISA, keberadaan
antigen-antibodi pertama terdeteksi oleh antibodi yang diproduksi pada spesies
hewan yang berbeda dengan hewan sumber antibodi pertama. Antibodi tersebut
biasanya disebut antibodi kedua yang telah dilabel enzim. Antibodi kedua dapat
digunakan untuk mendeteksi virus-virus yang berbeda. Antibodi tersebut
merupakan konjugat “universal”. Kespesifikan reaksi indirect-ELISA biasanya
lebih rendah daripada metode DAS-ELISA (Dijkstra & de Jager 1998).
Reaksi positif antara antigen dan antibodi ditandai dengan perubahan warna
cairan kompleks antigen dan antibodi yang terkonjugasi dengan enzim menjadi
kuning atau biru toska, tergantung pada macam substrat yang digunakan.
Misalnya reaksi menggunakan p-nitrophenil phosphate akan menjadi menjadi
berwarna kuning. Intensitas warna yang bervariasi mencerminkan konsentrasi
virus yang terkandung dalam cairan tersebut.

Intensitas warna yang terjadi

dikonversikan menjadi angka oleh spektrum cahaya pada A405nm dan alat untuk
membacanya disebut ELISA-reader. Inkubasi dengan enzim substrat berkisar 20
sampai 40 menit, dan tidak boleh lebih dari dua jam karena kontrol negatif akan
ikut berubah warnanya (Wahyuni 2005).

Western Blotting
Western blotting adalah teknik yang didasarkan pada elektroforesis dan
serologi.

Jumlah protein yang sangat kecil dapat dideteksi dengan cara ini.

Western blot banyak digunakan dalam aplikasi deteksi kapsid dan protein virus
nonstruktural dalam tanaman terinfeksi, dalam menentukan massa molekul
masing-masing virus, dalam menunjukkan keberadaan kontaminasi protein
tanaman inang dalam suspensi pemurnian virus dan antibodinya. Western blot
banyak digunakan karena kepekaannya yang tinggi (Dijkstra & de Jager 1998).
Pada teknik western blot, sampel protein dielektroforesis pada gel
SDS-polyacrilamide (Dijkstra & de Jager 1998). Pemisahan fragmen protein
terjadi oleh gaya listrik yang mengalir dalam bufer transfer menjadi fragmenfragmen protein berdasarkan pada besar bobot molekulnya. Makin besar molekul,
mobilitasnya makin lambat dan posisinya dalam gel terletak makin lebih dekat ke

15
sumuran (well) sampel. Hasil elektroforesis kemudian ditransblot ke membran
nitroselulosa dan diperlakukan dengan antibodi yang spesifik. Bila reaksinya
bersifat positif maka fragmen yang berupa pita-pita dari sampel protein yang
terdeteksi atau terikat oleh antibodi spesifik tersebut tampak berwarna merahkecoklatan pada membran nitroselulosa (Wahyuni 2005).
Gel yang telah ditransblot masih dapat diwarnai, karena tidak semua protein
dipindahkan ke membran.

Gel berwarna kuning-kecoklatan dengan pita-pita

protein berwarna coklat gelap bila gel diwarnai dengan AgNO3, atau gel berwarna
kebiruan dengan pita-pita protein berwarna biru bila gel diwarnai dengan
Commasie blue (Wahyuni 2005).

Pemurnian Virus
Isolasi dan pemurnian virus dilakukan untuk memisahkan partikel virus dari
bagian-bagian tanaman lainnya.

Pemurnian virus adalah syarat untuk

mempelajari partikel virus, misalnya bagian dari partikel virus itu sendiri, untuk
meningkatkan reaksi antiserum terhadap virus, dan untuk melakukan pengujian
untuk mengetahui dosis virus (Dijkstra & de Jager 1998). Tingkat pemurnian
yang diperlukan tergantung pada tujuan pengujian: tingkat virus murni yang tinggi
diperlukan untuk analisis kimia dan fisik virus, tingkat virus murni yang rendah
cukup untuk mengamati morfologi virus pada mikroskop elektron (Dijkstra & de
Jager 1998), dan virus murni yang jumlahnya lebih sedikit akan cukup untuk
menghasilkan antiserum (Noordam 1973). Alasan penggunaan kandungan virus
murni yang sedikit adalah pemurnian virus yang berlanjut dapat mengurangi
jumlah virus murni yang didapatkan (Noordam 1973).

Penggunaan sedikit

kandungan virus dalam suspensi virus tidak akan menghambat dalam mempelajari
morfologi dari partikel virus pada mikroskop elektron (Dijkstra & de Jager 1998).
Banyak sekali metode yang diuraikan untuk pemurnian virus.

Namun,

sangat sedikit virus yang dapat dimurnikan. Kesulitan dalam pemurnian bisanya
adalah menguji kegunaan dari masing-masing tahap pada metode pemurnian
(Noordam 1973). Seperti diketahui bahwa tidak ada dua virus yang sama, tidak
ada cara pasti yang dapat dipakai untuk pemurnian virus. Hal ini juga sebagai
pembuktian perbedaan strain virus yang sama.

Oleh karena itu, virus yang

16
termasuk dalam satu klasifikasi menunjukkan bagian fisiokimia yang dapat
membantu dalam pemilihan cara pemurnian yang digunakan. Bila virus yang
belum teridentifikasi harus dimurnikan, hal pertama yang sebaiknya dilakukan
adalah melihat karakter sap tanaman, seperti kepastian kestabilan virus dari nilai
titik panas inaktivasi, lamanya in vitro, dan morfologi partikel berdasarkan pada
mikroskop elektron (Dijkstra & de Jager 1998).

BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Virologi Tumbuhan, Departemen
Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, rumah kaca
Kebun Percobaan Cikabayan, University Farm, Institut Pertanian Bogor dan
Laboratorium Virologi Tumbuhan Balai Penelitian Tanaman Hias (Balithi)
Segunung, Cianjur dari bulan Maret sampai September 2011.

Lokasi Pengambilan Sampel Tanaman Sakit
Sampel daun tanaman sakit famili Cucurbitaceae yaitu mentimun (Cucumis
sativus) diambil dari Desa Situ Gede Kecamatan Darmaga, oyong (Luffa
acutangula) dari Desa Petir Cibereum Kecamatan Darmaga, melon (Cucumis
melo) dari Taman Buah Mekarsari Amazing Tourism Park Jalan Raya CileungsiJonggol, zucchini (Cucurbita pepo) dan labu siam (Sechium edule) dari Balai
Penelitian Tanaman Sayuran-Litbang Pertanian (Balitsa) Lembang Bandung, serta
kabocha (Cucurbita maxima) dari Desa Cibedug Lembang Bandung.

Deteksi Virus dengan Indirect-Enzyme-Linked Immunosorbent Assay
(I-ELISA)
Metode I-ELISA dilakukan menurut Dijkstra & de Jager (1998). Antigen
disiapkan dengan menggerus sampel daun yang diberi GEB (general extract
buffer/polyvinylpyrrolidone 20 g, chicken egg albumin 2 g, Na2SO3 1.3 g, yang
dilarutkan dalam 100 ml PBST) pH 7.4

dengan perbandingan 1:10 (b/v).

Sumuran pelat mikrotiter diisi dengan 100 µl bufer ekstrak, kontrol negatif,
kontrol positif, dan sap sampel daun yang dibuat duplo.

Kontrol negatif

merupakan sap tanaman Cucurbitaceae sehat sedangkan kontrol positif merupakan
sap tanaman Cucurbitaceae yang terinfeksi oleh virus yang sesuai (Agdia, USA).
Pelat mikrotiter kemudian diinkubasi pada suhu 4 °C selama satu malam.
Selanjutnya suspensi pada pelat mikrotiter dibuang dan pelat dicuci menggunakan
PBST (phosphate buffer saline tween/NaCl 8 g, Na2HPO4 1.15 g, KH2PO4 0.2 g,
KCl 0.2 g, air destilata 1 000 ml + Tween 20 0.5 ml) sebanyak 4-8 kali.

18
Setelah dicuci, protein yang terikat pada sumur pelat mikrotiter diblok
dengan menambahkan 100 µl blocking solution (PBST yang mengandung susu
skim 2%). Pelat mikrotiter kemudian diinkubasi pada suhu 37 °C selama
30 menit. Pelat mikrotiter kemudian dicuci menggunakan PBST sebanyak
4-8 kali.
Antiserum (As) dari masing-masing virus kemudian dimasukkan sebanyak
100 µl ke masing-masing sumuran sesuai peta yang telah dibuat. Antiserum
dimasukkan setelah dilakukan pengenceran dengan bufer konjugat (bovine serum
albumin 0.2 g, polyvinylpyrrolidone 2 g, PBST 100 ml) sesuai perbandingan yang
tertera pada kemasan antiserum.

Antiserum yang digunakan yaitu As CMV

(1:200), As SqMV (1:200), As TRSV (1:1 000), As WMV (1:200), dan
As ZYMV (1:1 000) (Agdia, USA). Pelat mikrotiter kemudian diinkubasi pada
suhu 37 °C selama 2 jam. Pelat mikrotiter selanjutnya dicuci menggunakan PBST
seperti sebelumnya.
Antiserum kedua (goat anti-rabbit globulin/GAR, Sigma, USA) kemudian
dimasukkan pada sumuran sebanyak 100 µl setelah dilakukan pengenceran
menggunakan bufer konjugat dengan perbandingan 1:5 000.

Pelat mikrotiter

kemudian diinkubasi pada suhu 37 °C selama 2 jam. Pelat mikrotiter kemudian
dicuci menggunakan PBST sebanyak 4-8 kali.
Keberadaan virus dideteksi dengan memasukkan 100 µl substrat solution
(p-Nitrophenyl Phospate 5 mg dalam bufer substrat 5 ml/MgCl2 0.1 g, NaN3 0.2 g,
dietholamine 97 ml, air destilata 1 000 ml) ke dalam sumuran pelat mikrotiter.
Pelat mikrotiter tersebut kemudian diinkubasi dalam ruang gelap pada suhu ruang
selama 30 menit sampai 60 menit.

Nilai absorbansi pelat mikrotiter dibaca

menggunakan ELISA reader model 550 (Bio-Rad, USA) pada panjang
gelombang 405 nm pada 30 menit dan 60 menit setelah penambahan substrat
solution. Sampel dinyatakan positif jika nilai absorbansi sampel 1.5-2 kali lebih
besar dari nilai kontrol negatif.

Pengujian Benih
Benih yang diuji terdiri dari beberapa jenis tanaman Cucurbitaceae, yaitu
benih mentimun, oyong, melon, semangka, zucchini, dan kabocha. Benih yang

19
diuji merupakan benih yang diproduksi oleh berbagai produsen benih di Indonesia
maupun luar negeri dan umum digunakan oleh para petani. Benih mentimun
varietas Penus diproduksi oleh PT. East West Seed Indonesia Purwakarta, benih
oyong hibrida Jaka F1 cap Mutiara Bumi diproduksi oleh PT. Prabu Agro Mandiri
Purwakarta, benih melon F1 Hybrid Emerald Jewel diproduksi oleh Sakata Seed
Corporation Yokohama Jepang, benih semangka Hybrid F1 SW-144 diprodukasi
oleh Chung-Shin Seed Co. LTD Taiwan dengan PT. Winon Intercontinental
Jakarta Indonesia sebagai distributor, benih zucchini F1 Hibrida Jacky Z-6
diproduksi dan diedarkan oleh PT. Agrosid Manunggal Sentosa Jakarta Utara, dan
benih kabocha F1 Hybrid Pumpkin Golden Mama yang didistribusikan oleh
PT. Tanindo Subur Prima Surabaya.

Benih kabocha merupakan benih yang

berasal dari Bangkok Thailand.
Jumlah benih yang diuji adalah 15 benih dari masing-masing tanaman.
Benih tersebut ditumbuhkan pada media tanah steril yang mengandung kompos
dengan perbandingan 1:1. Benih ditanam hingga muncul kotiledon dan daun
pertama. Keberadaan virus selanjutnya diuji menggunakan metode I-ELISA dari
daun pertama yang telah muncul. Pengujian dilakukan menggunakan dua jenis
antiserum yaitu As SqMV dan As ZYMV. Hal ini untuk mengetahui persentase
SqMV dan ZYMV terbawa benih maka dilakukan uji terhadap kedua virus
tersebut.
Bibit-bibit yang telah dideteksi dan positif terinfeksi oleh SqMV atau
ZYMV kemudian di pindahkan ke rumah kaca di Kebun Percobaan Cikabayan
untuk dipelihara dan diamati gejala yang muncul selama pertumbuhan tanaman.
Tanaman tersebut dipelihara sampai menghasilkan buah dan diamati bentuk buah
serta persentase virus yang terbawa biji setelah dilakukan penanaman satu kali.
Biji dari tanaman yang positif terinfeksi oleh SqMV atau ZYMV kemudian
ditumbuhkan dan dideteksi keberadaan virusnya menggunakan metode I-ELISA.

Pemurnian Virus
Pemurnian virus SqMV dilakukan berdasarkan gabungan metode yang
dilakukan oleh van Kammen & de Jager (1978) serta Lastra & Munz (1969)
dengan sedikit modifikasi.