Keanekaragaman begomovirus pada tomat dan serangga vektornya , bemisia tabaci gennadius (Hemiptera: aleyrodidae), serta pengujian ketahanan genotipe tomat terhadap strain begomovirus

(1)

(HEMIPTERA: ALEYRODIDAE), SERTA PENGUJIAN

KETAHANAN GENOTIPE TOMAT TERHADAP

STRAIN BEGOMOVIRUS

NOOR AIDAWATI

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2006


(2)

SURAT PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa disertasi berjudul Keanekaragaman Begomovirus pada Tomat dan Serangga Vektornya, Bemisia tabaci Gennadius (Hemiptera: Aleyrodidae), serta Pengujian Ketahanan Genotipe Tomat terhadap Strain Begomovirus adalah karya saya sendiri dengan arahan Komisi Pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun pada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir setiap topik disertasi ini.

Bogor , September 2006

NOOR AIDAWATI NIM A426010061


(3)

KEANEKARAGAMAN BEGOMOVIRUS PADA TOMAT DAN

SERANGGA VEKTORNYA, Bemisia tabaci GENNADIUS

(HEMIPTERA: ALEYRODIDAE), SERTA PENGUJIAN

KETAHANAN GENOTIPE TOMAT TERHADAP

STRAIN BEGOMOVIRUS

NOOR AIDAWATI

Disertasi

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Doktor pada

Program Studi Entomologi dan Fitopatologi

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2006


(4)

Vektornya , Bemisia tabaci Gennadius (Hemiptera: Aleyrodidae), serta Pengujian Ketahanan Genotipe Tomat terhadap Strain Begomovirus. Dibimbing oleh SRI HENDRASTUTI HIDAYAT, PURNAMA HIDAYAT, RUSMILAH SUSENO, dan SRIANI SUJIPRIHATI

Begomovirus, yang termasuk famili Geminiviridae, dilaporkan merupakan salah satu virus yang berperan menyebabkan penurunan produksi yang sangat besar dibanyak daerah tropis dan subtropis. Spesies dan keanekaragaman begomovirus yang menginfeksi tanaman tomat sangat tinggi dan penyebarannya di lapangan sangat ditentukan oleh aktivitas serangga vektor kutukebul, B. tabaci.

Tujuan penelitian adalah: 1)Mendapatkan informasi keanekaragaman begomovirus yang menginfeksi tanaman tomat berdasarkan teknik PCR-RFLP. 2) Mendapatkan informasi keanekaragaman kutukebul yang ada pada beberapa tanaman berdasarkan teknik molekuler. 3)Mempelajari efisiensi penularan begomovirus oleh populasi kutukebul yang berbeda. 4) Mengguna kan teknik hibridisasi dot -blot sebagai metode deteksi virus dalam pengujian ketahanan beberapa genotipe tomat.

Sampel tanaman tomat terinfeksi begomovirus dikumpulkan dari D.I. Yogyakarta, Jawa Tengah dan Jawa Barat. Deteksi dan identifikasi dilakukan dengan teknik PCR menggunakan primer universal begomovirus yaitu PAL 1v 1978 dan PAR 1c 715 dan selanjutnya fragmen DNA dipotong dengan enzim restriksi (BamHI, EcoRI, HindIII dan PstI). Analisis keanekaragaman B. tabaci dilakukan melalui pengujian kemampuan serangga tersebut dalam menginduksi daun tanaman labu (Cucurbita pepo) menjadi keperak-perakan (induksi silverleaf), melalui penggunaan teknik molekuler yaitu teknik PCR-RAPD dan analisis sekuen gen cytochrome oxidase I (COI) yang ada pada mitokondria. Kutukebul dikumpulkan dari tanaman brokoli, cabai, mentimun, kedelai, edamame, tomat yang ada di Jawa Barat dan terong yang ada di Jawa Timur. Untuk mempelajari interaksi antara biotipe B. tabaci dengan strain begomovirus telah dilakukan penelitian penularan tiga strain begomovirus yang berbeda (Kaliurang, Boyolali dan Bogor) menggunakan tiga populasi B. tabaci yang berbeda, yaitu satu B. tabaci biotipe B (BtBsBJB) dan dua B. tabaci biotipe non B (BtCkBJB dan BtKKJT). Pengujian ketahanan tanaman tomat terhadap begomovirus dilakukan dengan menginokulasi tiga strain begomovirus, yang berasal dari Kaliurang, Boyolali dan Bogor kemasing-masing genotipe tanaman uji (14 genotipe) secara terpisah menggunakan penularan dengan serangga vektor, B. tabaci Genn. Infeks i begomovirus pada tanaman uji dideteksi menggunakan teknik hibridisasi dot-blot. Sebagai pelacak DNA digunakan klon DNA tobacco leaf curl virus yang dilabel dengan dioksigenin (DIG).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa teknik PCR dengan menggunakan sepasang primer universal begomovirus , PAL 1v 1978 dan PAR 1c 715, berhasil mengamplifikasi DNA begomovirus yang berasal dari Jawa Barat (Bogor), Jawa Tengah (Magelang dan Boyolali) dan D.I. Yogyakarta (Kaliurang, Kulonprogo). Fragmen DNA yang teramplifikasi, berukuran ≈ 1600 bp, selanjutnya dipotong dengan menggunakan enzim restriksi (BamHI, EcoRI, HindIII dan PstI). Pola pita DNA hasil pemotongan dengan enzim restriksi tersebut menunjukkan adanya


(5)

berbeda. Berdasarkan dendogram hasil analisis pemotongan fragmen DNA menggunakan program NTSYS PC 2.02 diketahui bahwa isolat begomovirus yang menginfeksi tanaman tomat di daerah Jawa terbagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama terdiri dari 4 strain begomovirus yang berbeda dan kelompok kedua terdiri dari 2 strain begomovirus yang berbeda.

Hasil penelitian keanekaragaman genetik serangga vektor B. tabaci menunjukkan B. tabaci asal brokoli mampu menginduksi daun labu menjadi keperak-perakan (silverleaf), sedang B. tabaci yang lainnya tidak menginduksi daun labu menjadi keperak-perakan. Analisis genetik berdasarkan PCR-RAPD dan sekuen gen COI dari mitokondria menunjukkan bahwa terdapat 2 tipe genetik di Indonesia, yaitu B. tabaci biotipe B (B. tabaci asal brokoli) dan B. tabaci non B (B. tabaci asal cabai, mentimun, terong, tomat, kedelai dan edamame ). B. tabaci biotipe B dari Indonesia menunjukkan perbedaan dengan B. tabaci biotipe B yang berasal dari daerah geografi lain. Empat populasi B. tabaci non B (B. tabaci asal cabai, mentimun, terong dan kedelai) memiliki kedekatan genetik dengan B. tabaci non B dari Cina, Turki, Pakistan, Malaysia, Singapura dan Thailand, sedangkan populasi B. tabaci non B asal edamame memiliki perbedaan dengan populasi B. tabaci non B lainnya.

Pengujian periode makan akuisisi (PMA), periode makan inokulasi (PMI), dan jumlah serangga menunjukkan bahwa masing-masing biotipe B. tabaci dapat menularkan ke tiga strain begomovirus dengan PMA selama 15 menit, PMI selama 15 menit, dan satu ekor serangga setiap tanaman. Walaupun demikian, efisiensi penularan sangat beragam antar biotipe B. tabaci dan strain begomovirus. Strain begomovirus asal Kaliurang lebih efisien ditularkan oleh ketiga populasi B. tabaci dengan jumlah serangga 10-20 ekor tiap tanaman dibandingkan dengan dua strain begomovirus lainnya. Strain begomovirus asal Boyolali paling ef isien ditularkan oleh B. tabaci biotipe non B asal Jawa Timur, sedangkan strain begomovirus asal Bogor lebih efisien ditularkan oleh kedua B. tabaci biotipe non B dibandingkan oleh B. tabaci biotipe B.

Pengujian respons ketahanan genotipe tanaman tomat terhadap infeksi begomovirus menunjukkan bahwa kultivar Intan memiliki respon agak tahan terhadap infeksi begomovirus asal Bogor, tetapi memiliki respon rentan terhadap begomovirus asal Kaliurang dan Boyolali. Kultivar Bonanza, Jelita, Safira, Permata, Presto, PSPT 8, PSPT 5B, Apel-Belgia, Karibia, Mitra, PSPT 9, Marta dan PSPT 2 memiliki respon rentan atau sangat rentan terhadap ketiga strain begomovirus. Teknik hibridisasi dot-blot dengan pelacak DNA yang dilabel dengan dioksigenin mampu mendeteksi DNA begomovirus yang menginfeksi genotipe tanaman tomat yang bergejala maupun yang tidak bergejala. Hasil deteksi menunjukkan bahwa akumulasi virus di dalam jaringan tanaman yang bergejala maupun yang tidak bergejala relatif tinggi, kecuali pada kultivar Bonanza dan Apel-Belgia. Teknik hibridisasi dot-blot mampu mendeteksi DNA begomovirus hingga pengenceran 10-2. Hasil ini menunjukkan bahwa teknik hibridisasi dot- blot dapat digunakan sebagai alat untuk menentukan tingkat ketahanan genotipe tanaman tomat terhadap infeksi begomovirus karena teknik tersebut mampu mendeteksi DNA begomovirus walaupun konsentrasi DNA virus tersebut rendah.


(6)

NOOR AIDAWATI. Diversity of Begomovirus Infecting Tomato and Its Insect Vector, Bemisia tabaci Gennadius (Hemiptera: Aleyrodidae), and Screening of Tomato Genotypes for Resistance to Begomovirus Strains. Supervised by SRI HENDRASTUTI HIDAYAT, PURNAMA HIDAYAT, RUSMILAH SUSENO, and SRIANI SUJIPRIHATI.

Begomovirus, is an important virus that has been reported to cause significant yield reduction in many tropical and subtropical region. Genetic diversity of tomato-infecting begomovirus is very high and the distribution of the virus depends on the activity of its insect vector, B. tabaci.

The aims of this research are: 1) to develop an identification method to differentiate isolates of begomovirus based on PCR-RFLP technique; 2) to build a basic information regarding genetic diversity of B. tabaci in Indonesia, based on its molecular characters; 3) to study transmission efficiency of begomovirus by different population of B. tabaci; 4) to initiate screening protocol for tomato genotypes for their response to begomovirus infection.

Samples of tomato leaves infected by begomovirus was collected come from D.I. Yogyakarta, Central Java and West Java. Detection and identification of begomovirus was conducted with PCR technique using universal primers of begomovirus i.e PAL 1v 1978 and PAR 1c 715. The amplified viral DNA was digested w ith restriction enzymes (BamHI, EcoRI, HindIII, and PstI). Whiteflies population collected from different crops, i.e. tomato, brocolli, chillipepper, eggplant, cucumber, soybean and edamame was evaluated using silverleaf-induction test, PCR-RAPD, and COI gene analysis. Transmission efficiency was evaluated for three different strains of begomovirus -infecting tomato i.e strain of Kaliurang, Boyolali and Bogor, by three different population of B. tabaci, i.e one B. tabaci biotype B (BtBsBJB) and two B. tabaci biotype non B (BtCkBJB and BtKKJT). Evaluation of 14 tomato genotypes for their response to begomovirus infection was assisted by dot -blot hybridization technique. PCR-amplified product of DNA clone of tobacco leaf curl virus-Indonesia was labelled by digoxigenin for DNA probe .

Using universal primers, PAL1v 1978 and PAR 1c 715, DNA of begomovirus was successfully amplified from samples from Central Java (Magelang and Boyolali), D.I.Yogyakarta (Kaliurang and Kulonprogo) and West Java (Barusireum). Amplified viral DNA with the size of ≈ 1.600 bp was then subjected to restriction enzyme (BamHI, EcoRI, HindIII,and PstI) digest. Based on the restriction pattern, begomovirus isolates from Java can be compared. Strains of begomovirus from Magelang were similar with those from Kaliurang. Both strains were different from those of Boyolali, Kulonprogo and Barusireum, whereas the last three strains were different from each other. It can be concluded using NTSYS PC 2.1 that the begomovirus infecting tomato in Java can be differentiated into two groups. The first group consist of 4 different begomovirus strain s and the second group consist of 2 different begomovirus strains.

Analysis of whiteflies population using silverleaf-induction test revealed that B. tabaci from brocolli was able to induce silverleaf, whereas the other B. tabaci population was not. Genetic analysis based on PCR-RAPD and mtCOI


(7)

from Indonesia showed genetic differences compared to other B. tabaci biotype B from other geographic location. Four population of B. tabaci biotype non B (B. tabaci from chillipepper, cucumber, eggplant and soybean) share closed genetic similarity with those from China, Pakistan, Turkey, Malaysia, Singapore, and Thailand. On the other hand, B. tabaci biotype non B from eda mame showed genetic differences wit h other B. tabaci biotype non B.

Transmission study employing different acquisition feeding period, inoculation feeding period, and number of insect showed that each population of B. tabaci was able to transmit three different strains of begomovirus with 15 min. acquisition feeding period, 15 min. inoculation feeding period, and single insect per plant. However, transmission efficiency varies among B. tabaci biotypes and begomovirus strains. Begomovirus strain from Kaliurang was transmitted more effective ly by all three B. tabaci populations using 10-20 insect per plant compared to the other two begomovirus strains. Begomovirus strain from Boyolali was transmitted most effectively by B. tabaci biotype non B from East Java, whereas begomovirus strain from Bogor was transmitted more effectively by B. tabaci biotype non B than those of B. tabaci biotype B.

All of tomato genotypes evaluated in this study was infected by three strain s of begomovirus from Kaliurang, Boyolali and Bogor . Most of tomato genotypes i.e Bonanza, Jelita, Safira, Permata, Presto, PSPT 8, PSPT 5B, Apel-Belgia, Karibia, Mitra, PSPT 9, Marta and PSPT 2, showed susceptible to highly susceptible response to three strains of begomovirus. Exception to those is shown by tomato cv. Intan which resulted in moderate resistance when inoculated with isolate from Bogor, although it resulted susceptible response with the other two strains. Dot-blot hybridization technique was proved to be a powerful tool for detection of begomovirus infection in sym ptom as well as symptom-less plants. Accumulation of the virus in inoculated plants was relatively high, except in cv. Bonanza and Apel-Belgia. Dot-blot hybridization technique using DIG-labeled DNA probe was able to detect begomovirus DNA in infected tissue up to 10-2 dilution factor.


(8)

Judul Disertasi : KEANEKARAGAMAN BEGOMOVIRUS PADA TOMAT DAN SERANGGA VEKTORNYA, Bemisia tabaci GENNADIUS (HEMIPTERA:ALEYRODIDAE), SERTA PENGUJIAN KETAHANAN GENOTIPE TOMAT TERHADAP STRAIN

BEGOMOVIRUS

Nama : Noor Aidawati

NIM : A426010061

Disetujui Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Sri Hendrastuti Hidayat , M.Sc. Dr. Ir. Purnama Hidayat, M.Sc. Ketua Anggota

Prof. Dr. Ir. Rusmilah Suseno , M.Sc. Dr. Ir. Sriani Sujiprihati, M.S. Anggota Anggota

Diketahui

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana Entomologi dan Fitopatologi Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Sri Hendrastuti Hidayat, M.Sc. Dr. Ir. Khairil Anwar Notodiputro ,M.S.


(9)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Banjarmasin, 25 Juli 1966. Penulis merupakan anak ketiga di antara lima bersaudara dari pasangan H. Achmad Sayudi dan Hj. Khalimatussa’diah

Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di Sekolah Dasar Negeri Lambung Mangkurat pada tahun 1980, serta pendidikan menengah di Sekolah Menengah Pertama Negeri 2 Banjarmasin pada tahun 1983 dan Sekolah Menengah Atas Negeri 1 Banjarmasin pada tahun 1986. Gelar Sarjana Strata 1 penulis raih dari Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universita s Lambung Mangkurat pada tahun 1992 dan Sarjana Strata 2 dari Program Entomologi dan Fitopatologi, Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor pada tahun 2000. Sejak tahun 2001 penulis terdaftar sebagai mahasiswa program doktor (Strata 3) pada Program Entomologi dan Fitopatologi, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Sejak tahun 1993 penulis diangkat sebagai staf pengajar tetap pada Jurusan Hama dan penyakit Tumbuhan, Fakultas Pertanian, Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin.

Satu artikel dari disertasi ini telah dipublikasikan dengan judul: Identifikasi Begomovirus yang Menginfeksi Tomat Berdasarkan Teknik Polymerase Chain Reaction -Restriction Fragment Length Polymorphism pada Jurnal Mikrobiologi Indonesia 10 (1): 29-32, 2005. Diterbitkan oleh Perhimpunan Mikrobiologi Indonesia.

Sekuen gen COI Bemisia tabaci telah didaftarkan pada GeneBank dengan nomor asesi AB248260 (B. tabaci asal kedelai), AB248261 (B. tabaci asal cabai), AB248262 (B.tabaci asal terong), AB248263 (B.tabaci asal edamame), AB248264 (B. tabaci asal mentimun) dan AB248265 (B. tabaci asal brokoli).


(10)

PRAKATA

Penulis mengucapkan syukur kehadirat Allah Rabbul Alamin karena berkat rahmat-Nya sehingga penelitian yang berjudul Pengkajian Keanekaragaman Begomovirus pada Tomat dan Serangga Vektornya, Bemisia tabaci Gennadius (Hemiptera:Aleyrodidae), serta Pengujian Ketahanan Genotipe Tomat terhadap Strain Begomovirus ini dapat diselesaikan dengan baik.

Penulis menyampaikan rasa terima kasih yang tak terhingga kepada Dr. Ir. Sri Hendrastuti Hidayat, M.Sc., Dr. Ir. Purnama Hidayat, M.Sc., Prof. Dr. Ir. Rusmilah Suseno, M.Sc., dan Dr. Ir. Sriani Sujiprihati, M.S. atas segala kesabaran dan bimbingan, kritik, saran, serta dukungan moril yang sangat besar peranannya dalam terselesaikannya disertasi ini.

Terima kasih saya sampaikan kepada Bapak Dr. Ir. Kikin Hamzah Mutaqin, MSi, Bapak Prof. Dr. Ir. Aunu Rauf, MSc dan Bapak Dr. Ir. Sukamto, M.Agr.Sc. yang bersedia menjadi penguji luar komisi pada sidang tertutup dan terbuka. Terima kasih atas saran yang diberikan untuk perbaikan disertasi ini.

Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada Rektor Universitas Lambung Mangkurat, Banjarmasin, Dekan Fakultas Pertanian dan Ketua Jurusan Hama dan penyakit Tumbuhan, Faperta, Universitas Lambung Mangkurat, atas ijin yang diberikan kepada penulis untuk mengikuti program doktor (S3) di program studi Entomologi dan Fitopatologi, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Ucapan yang sama disampaikan kepada Rektor Institut Pertanian Bogor, Dekan Sekolah Pascasarjana, IPB, Ketua dan seluruh staf pengajar program studi Entomologi dan Fitopatologi, Ketua dan seluruh staf pengajar dan administrasi Departemen Proteksi Tanaman, Faperta, IPB. Ucapan terima kasih disampaikan juga pada tim manajemen Beasisw a Program Pascasarjana (BPPS) Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional yang telah memberikan dana untuk mengikuti program doktor.

Penulis juga menyampaikan rasa terima kasih dan penghargaan kepada teman-teman Laboratorium Virologi, Eliza S. Rusli, Tuti Legiastuti, Dedek Heriyadi, Reno, Arta, Latifah, Pak Rai, adik-adik mahasiswa S1, Pak Edi, M. Taufik, Ummu Salamah, Supriyanti, Dwi Subekti, Firdaus, Irwan, serta Lisnawita, Hiasinta J. Motulo, dan Andi Khairuni Ramlan. Hal yang sama juga disampaikan pada seluruh rekan-rekan mahasiswa program studi Entomologi dan Fitopatologidan berbagai pihak yang tidak


(11)

sempat disebutkan satu per satu. Terima kasih kepada Ibu Dr. Ir. Sri Sulandari, MP sekeluarga atas bantuannya selama survei di pertanaman tomat di Daerah Istimewa Yogyakarta dan Jawa Tengah. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Ir. Ifa Manzila, MSi atas bantuannya dalam mendeteksi begomovirus dengan dot-blot hibridisasi. Kepada saudara Saefudin (Mput) terima kasih atas bantuannya selama penulis melaksanakan penelitian di rumah kaca.

Rasa hormat yang setinggi-tingginya penulis sampaikan kepada kedua orang tua tercinta, ibunda Hj. Chalimatussa’diah dan ayahnda H. Achmad Sayudi (Alm.) atas doa restu, dan kasih sayang serta bantuan baik moril maupun materiil selama penulis melanjutkan pendidikan S3. Terima kasih penulis sampaikan kepada Kakak Noor Laila Hajati, Noor Chalifah, adik Taufiqurrachman, Noor Rahmawati serta kakak dan adik ipar atas doa dan bantuannya . Terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr. Muhammad Rizal atas doa dan bantuannya selama ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh keluarga di Jakarta atas perhatian dan bantuannya selama penulis melanjutkan pendidikan.

Akhirnya penulis berharap bahwa apa yang telah dihasilkan ini dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan di masa yang akan datang.

Bogor, September 2006 Penulis


(12)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... xiii

DAFTAR GAMBAR ... xiv

I. PENDAHULUAN... 1

Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 4

Hipotesis ... 4

II. TINJAUAN PUSTAKA... 6

Karakter Molekule r Begomovirus ... 6

Gejala Infeksi Begomovirus pada Tanaman Tomat ... 7

Penularan Begomovirus ... 9

Deteksi Begomovirus ... 11

Serangga Vektor Begomovirus: Bemisia tabaci Genn. (Hemiptera: Aleyrodidae)... 13

Ketahanan Tanama n Terhadap Begomovir us... 22

Daftar Pustaka ... 25

III. KEANEKARAGAMAN GENETIK BEGOMOVIRUS YANG MENGINFEKSI TANAMAN TOMAT... 39

Abstrak ... 39

Abstract... 40

Pendahuluan... 41

Bahan dan Metode ... 44

Hasil ... 48

Pembahasan ... 57

Simpula n dan Saran ... 61

Daftar Pustaka ... 62

IV. KEANEKARAGAMAN GENETIK Bemisia tabaci, SERANGGA VEKTOR BEGOMOVIRUS, BERDASARKAN KARAKTER MOLEKULER... 66

Abstrak ... 66

Abstract ... 67

Pendahuluan ... 68

Bahan dan Metode ... 71

Hasil ... 78

Pembahasan ... 91

Simpulan dan Saran ... 96


(13)

V. PENULARAN BEBERAPA STRAIN BEGOMOVIRUS YANG MENGINFEKSI TOMAT MELALUI Bemisia tabaci

BIOTIPE B DAN BIOTIPE NON B... 102

Abstrak ... 102

Abstract ... 103

Pendahuluan ... 104

Bahan dan Metode ... 106

Hasil ... 109

Pembahasan ... 114

Simpulan dan Saran ... 119

Daftar Pustaka ... 120

VI. PENGGUNAAN PELACAK DNA SEBAGAI DASAR UJI KETAHANAN GENOTIPE TANAMAN TOMAT TERHADAP INFEKSI BEGOMOVIRUS... 124

Abstrak ... 124

Abstract ... 125

Pendahuluan ... 126

Bahan dan Metode ... 130

Hasil ... 134

Pemba hasan ... 139

Simpulan dan Saran ... 144

Daftar Pustaka ... 145

VII. PEMBAHASAN UMUM ... 149

VIII. KESIMPULAN UMUM ... 155

DAFTAR PUSTAKA... 156


(14)

DAFTAR TABEL

Halaman 3.1 Gejala infeksi begomovirus pada tanaman tomat di lapangan

dan hasil deteksi begomovirus menggunakan primer universal

begomovirus PAL1v 1978 dan PAR 1c 715... 50 3. 2 Ukuran pita hasil pemotongan fragmen DNA isolat begomovirus

dengan menggunakan enzim restriksi ... 54 3. 3 Matrik tingkat perbedaan 9 isolat begomovirus berdasarkan

pola pita PCR-RFLP menggunakan program NTSYS versi 2.1 ... 56 4.1 Primer random yang digunakan untuk seleksi primer PCR-RAPD ... 74 4.2 Lokasi, geografi, biotipe, nomor asesi sekuen gen COI pada

GeneBank dan tanaman inang B. tabaci ... 75 4.3 Hasil koleksi dan identifikasi kutukebul dari berbagai daerah dan

tanaman inang ... 80 4.4 Matrik jarak perbedaan 9 populasi B. tabaci berdasarkan

karakter molekuler ... 85 5.1 Biotipe B. tabaci yang digunakan dalam uji penularan tiga

strain begomovirus ... 106 5.2 Pengaruh periode makan akuisisi serangga vektor BtBsBJB ,

BtCkBJB, dan BtKKJT terhadap penularan tiga strain begomovirus dan masa inkubasi virus pada tanaman tomat dengan periode makan inokulasi 48 jam dan jumlah serangga sepuluh ekor

setiap tanaman... 110 5.3 Pengaruh periode makan inokulasi serangga vektor BtBsBJB,

BtCkBJB, dan BtKKJT terhadap penularan tiga strain begomovirus dan masa inkubasi virus pada tanaman tomat dengan periode makan akuisisi 24 jam dan jumlah serangga sepuluh ekor

setiap tanaman... 112

5.4. Pengaruh jumlah serangga vektor BtBsBJB, BtCkBJB, dan BtKKJT terhadap penularan tiga strain begomovirus dan masa inkubasi virus pada tanaman tomat dengan periode makan akuisisi 24 jam

dan periode makan inokulasi 48 jam... 113 6.1 Pengelompokan tingkat respon tanaman tomat terhadap infeksi begomovirus 131 6.2 Gejala infeksi tiga strain begomovirus pada genotipe tanaman tomat ... 134


(15)

6.3 Ketahanan 14 genotipe tomat terhadap infeksi begomovirus

asal Kaliurang (GVPSlm) ... 135 6.4 Ketahanan 14 genotipe tomat terhadap infeksi begomovirus

asal Boyolali (GVCBy) ... 136 6.5 Ketahanan 14 genotipe tomat terhadap infeksi begomovirus

asal Bogor (GVCBgr) ... 136 6.6 Hasil deteksi genotipe tanaman tomat terhadap infeksi begomovirus


(16)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

1.1 Bagan Penelitian... 5

3.1 Posisi penempelan primer PAL1v 1978 dan PAR1c 715 pada genom begomovirus ... 46

3. 2 Keanekaragaman gejala begomovirus yang ditemukan di lapangan selama survei ... 48

3. 3 Gejala infeksi begomovirus pada tanaman tomat varietas Arthaloka hasil penularan dengan serangga vektor ... 49

3.4 Hasil amplifikasi DNA begomovirus dari tanaman tomat dengan teknik PCR menggunakan pasangan primer PAL1v 1978 dan PAR1c 715 ... 51

3.5 Pola pemotongan fragmen DNA isolat begomovirus Magelang (GVSMg) dan Kaliurang (GVPSlm) dengan be berapa enzim restriksi ... 51

3.6 Pola pemotongan fragmen DNA isolat begomovirus Kulonprogo (GVGKlp) dengan beberapa enzim restriksi... 53

3.7 Pola pemotongan fragmen DNA isolat begomovirus Boyolali (GVCBy) dengan beberapa enzim restriksi... 52

3. 8 Pola pemotongan fragmen DNA isolat begomovirus Bogor (GVCBgr) dengan beberapa enzim restriksi ... 53

3.9 Dendogram hasil PCR-RFLP begomovirus isolat begomovirus... 55

4.1 P uparium B. tabaci ... 78

4.2 P uparium T. vaporariorum... 79

4.3 Tanaman labu (C. pepo): A. Diinfestasi dengan populasi B. tabaci asal cabai, B. Diinfestasi dengan populasi B. tabaci asal brokoli dan menyebabkan gejala keperak-perakan (silverleaf)... 81

4.4 Perkembangan perubahan warna daun tanaman labu yang terinduksi menjadi keperak-perakan oleh populasi B. tabaci asal brokoli ... 81

4.5 Hasil seleksi primer terhadap B. tabaci biotipe B dan B. tabaci biotipe Q ... 82

4.6 Hasil amplifikasi DNA B. tabaci dengan teknik PCR-RAPD menggunakan primer P5... 82


(17)

4.7 Dendogram B. tabaci biotipe B, B. tabaci biotipe Q dan populasi

B. tabaci dari beberapa tanaman berdasarkan karakter molekuler ... 84 4.8 Hasil amplifikasi fragmen DNA gen COI B. tabaci menggunakan primer

C1-J-2195 dan L2-N-3014... 86 4.9 Perbandingan hasil sekuensing gen COI yang berasal dari

6 populasi B. tabaci... 88 4.10 Filogenetik kekerabatan 6 populasi B. tabaci dari Indonesia

terhadap populasi B. tabaci dari lokasi geografi lain yang ada

pada GeneBank... 90 6.1 Hasil deteksi genotipe tanaman tomat yang terinfeksi begomovirus

asal Kaliurang (GVPSlm) dengan teknik hibridisasi menggunakan


(18)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Matrik data karakter molekuler (PCR-RAPD) Bemisia tabaci biotipe B,

B. tabaci biotipe Q, populasi B. tabaci brokoli (BtBsBJB), populasi B. tabaci cabai (BtCkBJB), populasi B. tabaci mentimun (BtBPBJB), populasi B. tabaci tomat (BtCb1BJB), populasi B. tabaci terong (BtKKJT) populasi B. tabaci edamame (BtBbBJB), populasi B. tabaci kedelai

(BtCb2BJB) ... 161 2 Matrik jarak genetik populasi B. tabaci dari geografi yang berbeda

berdasarkan analisis UPGMA ... 162 3 Tingkat kesamaan populasi B. tabaci yang berasal dari geografi


(19)

©Hak cipta milik Institut Pertanian Bogo r, tahun 2006 Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apa pun, baik cetak, fotocopi, mikrofilm, dan sebagainya


(20)

Latar Belakang

Tomat (Lycopersicon esculentum L.) merupakan salah satu komoditi sayuran unggulan di Indonesia karena nilai ekonomi dan kandungan gizinya (Hasanudin 2006). Permintaan tomat di beberapa negara terus meningkat dari waktu ke waktu sejalan dengan meningkatnya rata-rata konsumsi tomat dan meningkatnya jumlah penduduk. Pada tahun 2004 luas pertanaman tomat di Indonesia mencapai 52.719 ha dengan produktivitas 118,9 ku/ha dan produksi 626.872 ton. Hasil ini lebih rendah dibandingkan dengan produksi pada tahun 2003 yaitu sebesar 657.459 ton dan produktivitas 173,3 ku/ha, sedangkan luas pertanaman tomat hanya 47.884 ha (Direktorat Jenderal Bina Produksi Holtikultura 2005). Salah satu kendala yang menyebabkan produksi tomat menurun adalah terdapatnya serangan patogen. Salah satu patogen yang sangat merugikan pada pertanaman tomat adalah virus, diantaranya Tomato mosaic virus (ToMV), Cucumber mosaic virus (CMV) (Semangun 1991), dan Begomovirus (Sudiono et al. 2004). Data serangan organisme pengganggu tanaman dari Direktorat Je nderal Perlindungan Tanaman Hortikultura menunjukkan bahwa serangan virus pada tanaman tomat dari tahun 2000 – 2004 terus meningkat. Tingginya serangan virus ini tampaknya berkorelasi dengan penurunan produktivitas tanaman tomat.

Begomovirus dilaporkan sebagai salah satu virus yang berperan menyebabkan penurunan produksi yang sangat besar di banyak daerah tropis dan subtropis (Czosnek et al. 1988; Idris & Brown 1998). Hasil pe nelitian Polston dan Anderson (1997) menunjukkan bahwa kerusakan akibat infeksi begomovirus yang ditularkan oleh B. tabaci mengakibatkan hancurnya industri tomat di Meksiko, Venezuela, Brazil, Florida, Amerika Tengah serta Karibia. Di Israel, serangan tomato yellow leaf curl begomovirus (TYLCV) pada tanaman tomat mengakibatkan kehilangan hasil sebesar 100% (Pico et al. 1996). Di Indonesia, beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa serangan begomovirus pada tanaman tomat di daerah Bogor dan sekitarnya dapat mencapai kurang lebih 50-70% (Sudiono et al. 2004; Aidawati & Hidayat 2002). Walaupun demikian,


(21)

pengetahuan tentang begomovirus dan penyakit yang ditimbulkannya, khususnya pada tanaman tomat di Indonesia masih sangat terbatas. Hal tersebut karena deteksi begomovirus dengan metode konvensional seringkali tidak mungkin dilakukan, karena tidak semua begomovirus dapat ditularkan secara mekanis dengan cairan perasan tanaman terinfeksi. Dengan demikian penggunaan bioasai untuk identifikasi dan evaluasi kisaran inang menjadi sulit untuk dilakukan. Penggunaan metode serologi juga tidak efektif untuk mendeteksi begomovirus, karena keanekaragaman begomovirus yang cukup tinggi dan kesulitan untuk pembuatan antisera (Robert et al. 1984).

Metode deteksi yang didasarkan pada analisis asam nukleat virus banyak digunakan untuk mendeteksi dan mengidentifikasi begomovirus. Sebagai contoh teknik hibridisasi asam nukleat (Polston et al. 1989; Gilbertson et al. 1991; Hidayat et al. 1993; Bendahmane et al. 1995) dan teknik p olymerase chain reaction (PCR) dengan menggunakan primer universal dapat digunakan untuk mendeteksi dan mengidentifikasi begomovirus dari tanaman yang berbeda dan tempat yang berbeda (Chiemsombat et al. 1990 ; Rojas et al. 1993 ; Wyatt & Brown 1996 ; Roye et al. 1997; Hidayat et al. 1999; Sudiono et al. 2004). Deteksi begomovirus dengan menggunakan teknik PCR yang dilanjutkan dengan restriction fragment length polymorphism (PCR-RFLP) dapat menentukan adanya strain begomovirus yang berbeda. Berdasarkan PCR-RFLP Sudiono et al. (2004) melaporkan adanya dua strain begomovirus yang menginfeksi tanaman tomat di Jawa Barat. Berdasarkan perbandingan sekuen genom begomovirus dan analisis filogenetik Sukamto et al. (2005) menunjukan terdapat tiga kelompok begomovirus yang menginfeksi tanaman tomat di daerah Bandung, Purwokerto, Magelang dan Malang. Begomovirus tersebut memiliki kedekatan genetik dengan tomato leaf curl Java virus (ToLCJAV) (Kon et al. 2003), p epper yellow leaf curl Indonesia virus (PepYLCIDV) (Ikegami, belum dipublikasikan), ageratum yellow vein virus (AYVV) ya ng berasal dari Indonesia, Cina dan Taiwan. Keanekaragaman begomovirus tidak dapat dipungkiri sangatlah tinggi. Oleh karena itu penelitian mengenai keanekaragaman begomovirus yang ditemukan di Indonesia sangat penting dilakukan.


(22)

Hasil penelitian Mehta et al. (1994b), Aidawati et al. (2002) dan Fitriyanti, dan Aidawati (2002) menunjukkan bahwa persentase serangan begomovirus meningkat dengan meningkatnya jumlah serangga vektornya, yaitu B. tabaci atau di Indonesia dikenal dengan nama kutukebul. Tingginya serangan begomovirus selain dipengaruhi oleh populasi kutukebul di lapang, juga dipengaruhi oleh keanekaragaman kutukebul tersebut (Costa & Brown 1991; Brown 1994; Brown et al. 1995b). Menurut Bedford et al. (1992, 1994) dan Burban et al. (1992) populasi kutukebul yang berasal dari wilayah geografi yang berbeda menunjukkan perbedaan dalam kemampuan makan, reproduksi dan kemampuan dalam menularkan begomovirus. Populasi kutukebul tersebut secara morfologi tidak dapat dibedakan secara jelas, tetapi menunjukkan beberapa perbedaan dalam

bertahan dan berkembang khususnya pada tanaman inang. Keberadaan B. tabaci telah diketahui di Indonesia, tetapi informasi mengenai

keanekaragamannya masih sangat terbatas. Yuliani (2002) melaporkan serangan B. tabaci pada tanaman tomat, cabai dan kedelai di daerah Bogor, Cianjur dan Sukabumi, sedangkan keanekaragaman kutukebul tersebut dan kemampuannya dalam menularkan begomovirus belum pernah dilaporkan. Oleh karena itu penelitian mengenai keanekaragaman kutukebul dan kemampuannya dalam menularkan begomovirus dari isolat yang berbeda sangat penting dilakukan.

Usaha pengendalian begomovirus yang selama ini dilakukan adalah dengan cara menekan populasi serangga vektor menggunakan insektisida (Denholm et al. 1998; Palumbo et al. 2001). Sayangnya, pengendalian dengan menggunakan insektisida ini kurang efektif, karena satu ekor serangga vektor virulifer sudah mampu menularkan begomovirus. Di samping itu kutukebul mempunyai kisaran inang yang banyak, pergerakannya cepat, dan kemampuan kutukebul menjadi resisten terhadap insektisida sangat cepat (Nakhla & Maxwell 1998). Penggunaan insektisida yang intensif dapat mengakibatkan kontaminasi buah tomat yang dihasilkan, matinya musuh alami kutukebul serta pencemaran lingkungan (Trabolsi 1994). Salah satu pengendalian begomovirus yang aman adalah dengan menggabungkan pengendalian menggunakan musuh alami (parasit, predator dan cendawan) atau dengan varietas tanaman tomat yang tahan terhadap begomovirus (Gerling et al. 2001; Faria & Wraight; Hilje et al. 2001). Setiawati


(23)

5 Gambar 1.1 Bagan Penelitian

Uji efisiensi penularan

Penggunaan pelacak DNA

Pengumpulan isolat begomovirus

dari Jawa Barat, Jawa Tengah dan D.I.Yogyakarta

Deteksi begomovirus dengan PCR dan PCR-RFLP

Analisis keanekaragaman isolat-isolat begomovirus

Penentuan strain

Penentuan Biotipe B.tabaci Pengumpulan kutukebul dari

beberapa tanaman

Identifikasi B. tabaci Uji induksi daun

keperak- perakan

pada tanaman labu PCR-RAPD

Analisis keanekaragaman B. tabaci dengan Prog.

NTSYS

Amplifikasi gen CO1

Sekuensing gen COI

Analisis kekerabatan B.tabaci

Penentuan respon tanaman tomat


(24)

(2003) melaporkan bahwa parasitoid kutukebul yang ada di Indonesia adalah Encarcia adrianae (Hymenoptera: Aphelinidae), dan telah dikembangkan di Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Lembang, tetapi kultivar tomat yang tahan terhadap begomovirus di Indonesia belum banyak dilaporkan dan diteliti. Oleh karena itu seleksi ketahanan kultivar tomat terhadap begomovirus ini sangat penting dilakukan dalam usaha mengendalikan serangan begomovirus pada tanaman tomat.

Tujuan Penelitian

Penelitian dilakukan sesuai alur penelitian yang telah disusun (Gambar 1.1). Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini yaitu:

1. Mendapatkan informasi keanekaragaman begomovirus yang menginfeksi tanaman tomat berdasarkan teknik PCR-RFLP.

2. Mendapatkan informasi keanekaragaman kutukebul yang ada pada beberapa tanaman berdasarkan teknik molekuler.

3. Mempelajari efisiensi penularan begomovirus oleh populasi kutukebul yang berbeda.

4. Mengunakan teknik hibridisasi dot-blot sebagai metode deteksi virus dalam menguji ketahanan beberapa genotipe tomat.

Hipotesis

1. Terdapat beberapa strain begomovirus yang menginfeksi tanaman tomat di Indonesia.

2. Terdapat beberapa biotipe B. tabaci yang ditemukan pada beberapa tanaman inangnya.

3. Kemampuan biotipe B. tabaci dalam menularkan strain begomovirus berbeda-beda dan kemampuan biotipe tersebut menularkan strain begomovirus berkaitan dengan lamanya periode makan akuisisi virus dan periode makan inokulasi oleh ve ktor serta banyaknya vektor pada waktu inokulasi.

4. Terdapat beberapa genotipe tanaman tomat yang memiliki respon toleran dan tahan terhadap strain begomovirus .


(25)

Gambar 1.1 Bagan Penelitian Pengumpulan begomovirus

yang menginfeksi tomat

Deteksi dengan teknik PCR

Pemotongan dengan enzim (teknik RFLP)

Program NTSYS

Strain berbeda

Seleksi Ketahanan tanaman tomat

Jawa Barat Jawa Tengah D.I. Yogyakarta

Pengumpulan kutukebul

Edamame, Tomat, Brokoli, Kedelai, Mentimun, Cabai,

Terong

Identifikasi

PCR-RAPD

Prog. NTSYS

Biotipe berbeda

Uji efisiensi penularan

Deteksi dengan DNA probe

Uji dengan Tanaman

labu

PCR mt CO1

Sekuensing


(26)

41 PENDAHULUAN

Pada tahun 2001, dilaporkan adanya infeksi virus yang menimbulkan kerusakan yang berat pada tanaman tomat di Jawa Barat (Sudiono et al. 2004). Tanaman tomat yang diduga terinfeksi virus tersebut menunjukkan gejala berupa tepi daun menggulung ke arah atas atau bawah, daun berkerut, ukuran daun lebih kecil, daun menguning dan tanaman menjadi kerdil. Hasil identifikasi menunjukkan bahwa penyebabnya adalah dari famili geminivirus, genus begomovirus. Kejadian penyakit akibat serangan begomovirus tersebut berkisar dari 5-50%. Hasil survei yang dilakukan pada tahun 2002 di beberapa pertanaman tomat di Jawa Barat menunjukkan bahwa kejadia n penyakit meningkat menjadi 50-70%, dan survei yang dilakukan dibeberapa tempat di Jawa Tengah dan D.I Yogyakarta pada tahun 2003 menunjukka n kejadian penyakit berkisar 50-80% (Aidawati, data belum dipublikasikan).

Geminivirus merupakan golongan virus tumbuhan dengan morfologi partikel yang berbeda dengan golongan virus tumbuhan lainnya yang telah umum dikenal. Nama Geminivirus berasal dari karakteristik partikel virus yang berbentuk isometrik dan senantiasa terdapat dalam keadaan berpasangan (geminate) (Bock 1982). Kelompok virus ini merupakan golongan virus yang mempunyai asam nukleat deoksiribonukleat (DNA) dalam bentuk utas tunggal (single stranded (ss) DNA) (Harrison 1985; Lazar owitz 1987).

Berdasarkan struktur genom, serangga vektor dan tanaman inang, geminivirus terbagi menjadi empat genus yaitu Mastrevirus, Curtovirus, Begomovirus dan Topocuvirus (van Regenmortel et al. 2000, Hull 2002 ). Mastrevirus adalah geminiv irus dengan tanaman inang dari kelompok monokotil, ditularkan oleh vektor wereng daun (Nesoclutha pallida, Cicadullina mbila) dan memiliki genom monopartit. Curtovirus adalah geminivirus dengan tanaman inang dikotil, ditularkan oleh vektor wereng daun (Circulifer tenellus, Orosius argentatus)dan genomnya monopartit. Begomovirus adalah geminivirus dengan tanaman inang dikotil, ditularkan oleh vektor kutukebul (Bemisia tabaci) memiliki genom bipartit atau monopartit. Topocuvirus adalah genus pada geminivirus yang merupakan bagian dari genus Curtovirus. Topocuvirus mempunyai genom yang


(27)

42 mirip dengan Curtovirus tetapi ditularkan melalui wereng pohon (Micrutalis malleifera) (Harrison 1985).

Hasil penelitian Polston dan Anderson (1997) menunjukkan bahwa infeksi begomovirus yang ditularkan oleh B. tabaci mengakibatkan hancurnya industri tomat di Meksiko, Venezuela, Brazil, Florida, Amerika Tengah serta Karibia. Di Karnataka, India sebanyak 50% tanaman tomat yang tumbuh pada bulan Juli – Nopember terinfeksi TYLCV, sedangkan tanaman tomat yang tumbuh pada bulan Februari – Mei terinfeksi virus yang sama sebesar 100% (Saiki & Muniyappa 1989). Di Brazil terutama di daerah Minas Gerais, Sao Paulo, Bahia, Bernambueo terjadi peningkatan kejadian penyakit yang disebarkan oleh B. tabaci dan mengakibatkan penurunan produksi tomat antara 40-100% (Faria et al. 1997; Ribeiro et al. 1998).

Penyebaran penyakit yang disebabkan oleh begomovirus dapat te rjadi dengan cepat karena begomovirus ditularkan oleh serangga vektor B. tabaci. Untuk mencegah terjadinya epidemi penyakit yang disebabkan oleh begomovirus, diperlukan suatu metode deteksi yang cepat, akurat dan memiliki kepekaan yang tinggi (Rojas et al. 1993). Deteksi dan identifikasi begomovirus dengan metode konvensional sering tidak mungkin dilakukan karena tidak semua begomovirus dapat ditularkan secara mekanis dengan cairan perasan tanaman terinfeksi. Oleh karena itu bioasai untuk identifikasi dan evaluasi kisaran inang sulit dilakukan. Penggunaan metode serologi juga tidak efektif untuk mendeteksi begomovirus karena keanekaragamannya yang cukup tinggi (Robert et al. 1984). Kini analisis asam nukleat virus banyak digunakan untuk mendeteksi dan mengidentifikasi begomovirus. Teknik hibridisasi asam nukleat (Polston et a l. 1989; Gilbertson et a l. 1991; Hidayat et al. 1993; Bendahmane et al. 1995) dan polymerase chain reaction (PCR) menggunakan primer universal terbukti dapat digunakan untuk mendeteksi dan mengidentifikasi begomovirus dari tanaman dan tempat yang berbeda (Chiemsombat et al. 1990; Rojas et al. 1993; Wyatt & Brown 1996; Roye et al. 1997; Hidayat et al. 1999, Sudiono et al 2004; Sulandari et al. 2006). Selanjutnya deteksi begomovirus dengan menggunakan teknik PCR yang dilanjutkan dengan restriction fragment length polymorphism (PCR-RFLP) dapat menentukan adanya strain begomovirus yang berbeda. (Rojas et al. 1993;


(28)

43 Behjatnia et al. 1996; Hidayat et al. 1999; Sudiono et al. 2004; Sulandari et al. 2006).

Melihat semakin menyebar dan tingginya serangan begomovirus pada tanaman tomat seperti yang diuraikan di atas dan belum banyaknya informasi keanekaragaman begomovirus di Indonesia, maka perlu dilakukan penelitian tentang keanekaragaman begomovirus yang menginfeksi tomat di Indonesia dalam usaha mencegah terjadinya epidemi serangan begomovirus .

Tujuan Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis keanekaragaman genetik berbagai isolat begomovirus yang menginfeksi tanaman tomat menggunakan teknik PCR-RFLP .


(29)

PENDAHULUAN

Kutukebul ubijalar (sweetpotato whitefly), Bemisia tabaci Gennadius (Hemiptera: Aleyrodidae), merupakan hama yang penting di daerah tropik dan subtropik di dunia. Kerusakan tanaman karena aktivitas makan B. tabaci dan ekskresi embun madu yang dihasilkannya dapat mengakibatkan kehilangan hasil lebih dari 50% (Byrne & Bellows 1991). Disamping itu B. tabaci merupakan vektor beberapa virus tanaman, diantaranya kelompok begomovirus (Brown 1994).

Di Indonesia B. tabaci pertama kali dilaporkan menyerang tanaman kedelai di Indramayu pada tahun 1980, dengan luas serangan sekitar 30-50 Ha. Kemudian pa da tahun 1981 serangga tersebut menyerang pertanaman kedelai dan kacang hijau di Cirebon seluas 300 Ha. Pada bulan Pebruari dan Maret tahun 1982 serangan meluas ke daerah Lampung Tengah dengan luas serangan sekitar 100 Ha. Dilaporkan juga pada musim tana m 1983/1984 hama ini menyerang pertanaman kedelai di Purworejo dan Wonosari daerah Yogyakarta (Saranga 1985). Yuliani (2002) melaporkan adanya serangan B. tabaci pada pertanaman tomat, cabai dan kedelai di daerah Bogor, Cianjur dan Sukabumi. Rata -rata jumlah B. tabaci pada tanaman cabai dan tomat berturut-turut 20-70 ekor dan 10 – 40 ekor tiap tanaman, dengan persentase serangan begomovirus berturut-turut 100% dan 60%. Hasil penelitian tersebut menunjukkan adanya perbedaan kemampuan B. tabaci beradaptasi dengan tanaman inang dan kemampuan dalam menularkan begomovirus . Adanya perbedaan tersebut mungkin disebabkan oleh perbedaan biotipe B. tabaci.

Keanekaragaman genetik antar populasi B. tabaci di alam dilaporkan (Costa & Brown 1991; Brown et al. 1995a). Adanya biotipe atau ras inang pertama kali dilaporkan pada tahun 1950-an. Pada waktu itu ditemukan adanya populasi B. tabaci yang secara morfologi tidak dapat dibedakan, tetapi menunjukkan perbedaan ciri-ciri biologi yang meliputi kisaran inang, kemampuan beradaptasi pada tanaman inang dan perbedaan kemampuan dalam menularkan virus (Bird 1957).

Beberapa hasil penelitian menunjukkan adanya perbedaan fenotipe enzim esterase antar populasi B. tabaci. Perbedaan ini selanjutnya digunakan sebagai


(30)

penanda biotipe (Costa & Brown 1991; Bedford et al. 1992; Wool et al. 1993; Brown et al. 1995b). Berdasarkan karakteristik fenotipe esterase B. tabaci di dunia diberi nama dengan kode huruf dari A hingga S. Huruf tersebut akhirnya digunakan untuk nama biotipe (B edford et al. 1992; Brown et al. 1995a).

Biotipe B. tabaci ditandai oleh adanya reaksi fitotoksik spesifik (Yokomi et al. 1990; Brown et al. 1992), perbedaan marker esterase (Costa et al. 1993; Brown et al. 1995a, Ryckewaert & Alauzet 2001), dan perbedaan pola sidik jari DNA (Gawel & Bartlett 1993; Guirao et al. 1997; Cervera et al. 2000). Sampai saat ini diketahui ada sekitar 20 biotipe B. tabaci yang telah terindentifikasi dengan tingkat karakter yang berbeda. Beberapa biotipe tersebut mempunyai kisaran inang dan distribusi geografis yang terbatas, tetapi biotipe B, memiliki kisaran inang dan sebaran geografis yang luas, serta menghasilkan fitotoksin yang dapat menginduksi warna daun tanaman labu menjadi ke perak-perakan (Silverleaf (SL)) (Bedford et al. 1994). Berdasarkan pola pita enzim esterase dan induksi SL pada daun labu, Costa & Brown (1991) menunjukkan bahwa populasi B. tabaci yang berasal dari pumpkin dan kapas tidak menginduksi SL pada daun labu dan mempunyai kemiripan pola pita enzim esterase dengan B. tabaci biotipe A, sedangkan populasi B. tabaci Poinsettia menginduksi SL pada daun labu dan mempunyai kemiripan pola pita esterase dengan B. tabaci biotipe B. Pada saat ini, pengujian berdasarkan sifat molekuler telah digunakan unt uk membedakan beberapa populasi B. tabaci. Teknik yang banyak digunakan adalah PCR-RAPD untuk mengamplifikasi macam-macam fragmen di dalam genom B. tabaci. Perring et al. (1993) menggunakan PCR-RAPD untuk menunjukkan perbedaan produk amplifikasi antara B. tabaci biotipe A dan biotipe B. Hasil yang mirip juga dilaporkan oleh Gawel & Bartlett (1993) dan menunjukkan bahwa B. tabaci biotipe A dan biotipe B sangat mudah dibedakan dengan PCR-RAPD

Mengingat keanekaragaman B. tabaci di Indonesia belum banyak diketahui, perlu dilakukan penelitian untuk mendapatkan informasi tentang keanekaragaman B. tabaci yang merupakan vektor begomovirus penyebab penyakit pada tanaman-tanaman penting di Indonesia.


(31)

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keanekaragaman B. tabaci yang berasal dari beberapa tanaman melalui uji kemampuan serangga tersebut dalam menginduksi daun tanaman labu (C. pepo) menjadi keperak-perakan (silverleaf). Keanekaragaman B. tabaci juga akan dipelajari melalui teknik PCR-RAPD dan analisis sekuen gen cytochrome oxidase I (COI) pada mitokondria.


(32)

104 PENDAHULUAN

Kutukebul, B. tabaci Gennadius (Hemiptera: Aleyrodidae), merupakan serangga polifagus yang tersebar di daerah tropik dan subtropik (Brown et al. 1995). Serangga ini merupakan salah satu hama yang sangat penting terutama pada tanaman sayuran dan tanaman hias (Oliveira et al. 2001; Perring 2001). B. tabaci diketahui sebagai vektor untuk lebih dari 100 spesies virus tanaman dan salah satu spesies virus yang paling banyak ditularkan oleh B. tabaci adalah kelompok geminivirus yang berasal dari genus begomovirus yaitu sebesar 90% (Jones 2003). Begomovirus ini merupakan virus yang menyebabkan kerusakan dan kehilangan hasil sejumlah tanaman di daerah tropik dan subtropik, khususnya tanaman hor tikultura (Czosnek et al. 1988; Polston & Anderson 1997; Idris & Brown 1998).

Di Indonesia, begomovirus telah dilaporkan menginfeksi tanaman tomat, cabai dan gulma babadotan (Ageratum conyzoides) (Shih et al. 1999; Hidayat et al. 1999; Sudiono et al. 2004; Aidawati et al. 2005; Sukamto et al. 2005; Sulandari et al. 2006; Tsai et al. 2006a,b). Begomovirus juga terdeteksi menginfeksi tanaman mentimun yang ada di Jawa Timur (Hidayat & Aidawati 2006, belum dipublikasikan). Berdasarkan pola pita pemotongan DNA dengan enzim restriksi diketahui terdapat 6 strain begomovirus yang berbeda di daerah Jawa Tengah, Jawa Barat dan D.I. Yogyakarta (Sudiono et al. 2004; Aidawati et a l. 2005). Selanjutnya Kon et al. (2003) dan Sukamto et al. (2005) melaporkan bahwa begomovirus yang menginfeksi tomat di Jawa Barat, Jawa Tengah dan Jawa Timur termasuk ToLCV berdasarkan analisis sikuen DNAnya.

Biotipe B. tabaci yang berbeda dilaporkan mengkoloni tanaman inang yang berbeda -beda dalam areal yang berbeda (Bedford et al. 1994; Guirao et al. 1997). Hasil penelitian keanekaragaman B. tabaci (BAB IV) berdasarkan uji induksi daun labu menjadi keperak-perakan, PCR-RAPD dan gen COI telah berhasil mengidentifikasi 2 tipe genetik B. tabaci yaitu B. tabaci biotipe B yang berasal dari tanaman brokoli yang ada di Jawa Barat dan B. tabaci biotipe non B yang berasal dari tanaman cabai, tomat, mentimun, kedelai, edamame yang ada di Jawa Barat dan terung yang ada di Jawa Timur. Biotipe B. tabaci yang paling


(33)

105 dominan berperan sebagai hama maupun sebagai vektor virus serta mempunyai kisaran inang yang luas adalah B. tabaci biotipe B (Bedford et al. 1994) .

Hasil beberapa penelitian menunjukkan bahwa kemampuan B. tabaci dalam menularkan begomovirus sangat ditentukan oleh selubung protein virus (Azzam et al. 1994, Briddon et al. 1990; Hofer et al. 1997; Noris et al. 1998) , biotipe B. tabaci (Bedford et al. 1994; McGrath & Harrison 1995; Sanchez-Campos et al. 1999), dan protein GroEL homolog yang dihasilkan oleh bakteri endosimbiotik (Morin et al. 2000). Penelitian lain menunjukkan adanya interaksi antara biotipe B. tabaci dan strain begomovirus . Virus krupuk tembakau asal Jember dapat ditularkan secara optimal oleh 20 ekor B. tabaci, sedangkan isolat begomovirus cabai hanya memerlukan 10 ekor serangga (Aidawati et al. 2002; Sulandari 2004). Sanches-Campos et al. (1999) melaporkan bahwa TYLCV-Is dapat ditularkan oleh dua ekor serangga betina B. tabaci biotipe B dan biotipe Q berturut-turut sebesar 33. 7% dan 50% , sedangkan TYLCV-Sar hanya 11,8% dan 40,1% berturut-turut. Kajian mengenai interaksi B. tabaci dengan begomovirus yang menginfeksi tanaman di Indonesia masih sangat terbatas, sementara epidemi penyakit yang disebabkan oleh begomovirus di Indonesia terjadi pada tanaman cabai dan tomat. Oleh karena itu penelitian sangat perlu dilakukan, sehingga epidemi penyakit yang disebabkan begomovirus dapat dicegah dan pengendalian dapat ditentukan dengan tepat.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari efisiensi penularan tiga strain begomovirus oleh B. tabaci biotipe B dan B. tabaci biotipe non B yang berasal dari cabai dan terong.


(34)

PENDAHULUAN

Geminivirus telah dilaporkan sebagai salah satu faktor pembatas produksi tanaman tomat di daerah Mediterania (Timur Te ngah, Afrika Utara dan Eropa Selatan), Asia Selatan hingga Timur, Amerika Utara dan Selatan serta Karibia (Pico et al. 1996; Czosnek & Laterrot 1997; Moriones & Navas-Castillo 2000). Kelompok geminivirus yang menginfeksi tanaman tomat tersebut berasal dari genus begomovirus yang ditula rkan oleh serangga vektor kutukebul (Bemisia tabaci Genn.) dan mempunyai kisaran tanaman inang terutama dari famili Asclepiadaceae, Asteraceae, Fabaceae, Malvaceae, Solanaceae dan Apiaceae. Begomovirus dapat menginfeksi beberapa spesies dari famili tanaman tersebut yang sudah komersial termasuk tomat (Lycopersicon esculentum), cabai (Capsicum annuum) dan kacang hijau (Phaseolus vulgaris) (Brown & Nelson 1988; Cohen & Antignus 1994). Gejala yang ditimbulkan oleh infeksi begomovirus pada tanaman tomat berupa daun keriting dan kuning, ukuran daun yang menjadi kecil, tanaman menjadi kerdil, ukuran buah menjadi kecil dan terjadi penurunan hasil tanaman tomat. Jika tanaman terinfeksi pada waktu muda dapat mengakibatkan penurunan hasil mencapai 100% (Polston & Anderson 1997; Rubio et al. 2003). Tingginya serangan begomovirus di lapangan sangat berkaitan dengan peran serangga vektornya, B. tabaci Genn., yang dapat menularkan secara persisten (Brown et al. 1995).

Begomovirus telah terdeteksi menginfeksi tanaman tomat yang ada di Jawa Barat, Jawa Timur, Jawa Tengah dan D. I. Yogyakarta (Shih et al. 1999; Kon et al. 2003; Sudiono et al. 2004; Aidawati et al. 2005 dan Sukamto et al. 2005, Tsai et al. 2006a,b). Keanekaragaman begomovirus yang menginfeksi tanaman tomat tersebut cukup tinggi. Melalui teknik RFLP-PCR diketahui terdapat 6 strain begomovirus yang berbeda (Sudiono et al. 2004; Aidawati et al. 2005). Analisis sekuensing asam nukleat yang dilakukan oleh Sukamto et al. (2005) menunjukkan terdapat tiga strain begomovirus . Analisis filogenetik menunjukkan bahwa begomovirus tersebut memiliki kedekatan genetik dengan ageratum yellow vein virus dari Taiwan, C ina dan Indonesia, tomato yellow leaf curl Java virus (TYLCJAV) (Kon et al. 2003), dan pepper yellow leaf curl


(35)

Indonesia virus (PepYLCIDV) (Ikegami data belum dipublikasikan; Hidayat et al. 2006) .

Luas serangan begomovirus pada pertanaman tomat di Jawa Barat dan Jawa Tengah, D.I. Yogyakarta berturut -tururt mencapai lebih dari 70% dan berkisar antara 50%-70% (Sudiono et al. 2004; Aidawati et al. 2005). Walaupun demikian kehilangan hasil akibat serang begomovirus di Indonesia masih belum diketahui. Direktoral Jenderal Perlindungan Tanaman Hortikultura (2005) melaporka n bahwa kumulatif luas tambah serangan penyakit yang disebabkan oleh virus pada tanaman tomat dari tahun 2000-2004 terus meningkat. Bersama dengan itu terlihat adanya penurunan produktifitas tanaman tomat tiap hektar. Beberapa pengendalian yang dilakukan untuk mengatasi infeksi begomovirus lebih ditekankan pada pengendalian serangga vektor (B. tabaci), terutama dengan menggunakan insektisida dan pertahanan fisik (Cohen & Antignus 1994; Polston & Anderson 1997; Hilje et al. 2001; Palumbo et al. 2001). Penyemprotan insektisida hanya efektif pada waktu populasi serangga vektor tidak terlalu tinggi. Jika populasi serangga sangat tinggi, maka penyemprotan insektisida harus dilakukan secara intensif untuk menekan populasi serangga vektor tersebut sebelum menularkan begomovirus. Penggunaan insektisida yang secara intensif mengakibatkan timbulnya ketahanan serangga terhadap insektisida dan terjadinya pencemaran terhadap lingkungan (Pico et al. 1996; Palumbo et al. 2001). Pengendalian dengan pertahanan fis ik dilakukan dengan menggunakan screen yang kedap serangga untuk melindungi tanaman (Cohen & Antignus 1994), lembaran plastik yang menyerap sinar ultraviolet dan screen untuk menghambat penetrasi serangga vektor di rumah kaca (Antignus et al. 1996; Antig nus et al. 2001b), serta filtrasi cahaya sinar ultraviolet untuk mengganggu aktivitas penyebaran serangga vektor sehingga menurunkan penyebaran virus (Antignus et al. 2001a). Akan tetapi pengendalian dengan pertahanan fisik tersebut dapat meningkatkan biaya produksi. Selain itu, penggunaan screen dapat mengakibatkan suhu udara menjadi tinggi, pertukaran udara terhalang, dan intensitas cahaya yang masuk menjadi berkurang. Oleh karena itu, alternatif pengendalian untuk menurunkan kerusakan akibat infeksi begomovirus adalah


(36)

penggunaan tanaman yang resisten atau toleran terhadap infeksi virus tersebut (Cohen & Antignus 1994; Pico et al. 1996; Morales 2001).

Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa semua kultivar tomat (L. esculentum) rentan terhadap infeksi begomovirus, tetapi hasil seleksi terhadap Lycopersicon spesies liar menunjukkan tingkat ketahanan yang tinggi terhadap infeksi begomovirus. Spesies liar yang diketahui menunjukkan ketahanan terhadap infeksi begomovirus antara lain L. p eruvianum (Lapidot et al. 1997; Friedmann et al. 1998), L. chilense (Zamir et al. 1994; Scott et al. 1996), L. pimpinellifolium dan L. peruvianum (Vidavsky et al. 1998), serta L. hirsutum (Vidavsky & Czosnek 1998; Hanson et al. 2000). Pemanfaatan gen ketahanan yang berasal dari tanaman tomat liar tersebut telah digunakan beberapa perusahaan benih untuk mengembangkan tanaman tomat F1 hibrida yang tahan terhadap infeksi begomovirus. Kultivar tomat komersial pertama TY20 membawa gen ketahanan yang berasal dari L. peruvianum (Pilowsky & Cohen 1990).

Uji ketahanan tanaman tomat terhadap infeksi begomovirus di Indonesia belum banyak dilakukan. Hasil penelitian Sugiarman dan Hidayat (2000) menunjukkan bahwa kultivar Dona bersifat toleran terhadap infeksi begomovirus yang berasal dari Bandung, sedangkan kultivar Intan, Glory, Ratna, Pointed dan Mahkota bersifat rentan. Berdasarkan uraian di atas, maka seleksi ketahanan tanaman tomat yang ada di Indonesia terhadap infeksi begomovirus perlu dilakukan sebagai langkah awal untuk menyediakan material genetik yang tahan atau toleran terhadap beberapa strain begomovirus yang ada di Indonesia.

Pada saat ini teknik molekuler digunakan untuk mendeteksi DNA virus dalam menyeleksi genotipe tanaman tomat yang resisten atau toleran terhadap infeksi begomovirus . Salah satu teknik molekuler yang banyak digunakan adalah teknik hibridisasi asam nukleat virus menggunakan pelacak DNA yang spesifik. Teknik tersebut mempunyai tingkat sensitifitas yang tinggi, mudah dan cepat untuk mendeteksi sampel yang banyak (Gilbertson et al. 1991; Romet al. 1993; Lapidot et al. 1997; Vidavsky & Czosnek 1998; Pico et al. 1999; Rubio et al. 2003).


(37)

Tujuan

Penelitia n ini bertujuan untuk menguji ketahanan beberapa genotipe tanaman tomat terhadap strain begomovirus dan menggunakan teknik hibridisasi asam nukleat non radioaktif sebagai metode deteksi virus.


(38)

II. TINJAUAN PUSTAKA

Karakter Molekuler Begomovirus

Begomovirus merupakan salah satu genus dari famili geminivirus. Geminivirus merupakan golongan virus tumbuhan dengan morfologi partikel yang berbeda dengan golongan virus tumbuhan lainnya yang telah umum dikenal. Nama geminivirus berasal dari karakteristik partikel virus yang isometrik ganda, yang dalam keadaan tunggal umumnya mempunyai diameter berkisar 18 – 20 nm dan sebagian besar senantiasa terdapat dalam keadaan berpasangan dengan ukuran 20 nm x 30 nm (Bock 1982). Kelompok geminivirus merupakan golongan virus yang mempunyai asam nukleat deoksiribonukleat dalam bentuk utas tunggal (single stranded (ss) DNA). Di dalam tanaman virus berada dalam jaringan floem dan terakumulasi di dalam inti sel jaringan floem yang terinfeksi.

Berdasarkan struktur genom, serangga vektor dan tanaman inang, geminivirus terbagi menjadi empat genus yaitu Mastrevirus, Curtovirus, Begomovirus dan Topocuvirus (van Regenmortel et al. 2000, Hull 2002). Mastrevirus adalah geminivirus dengan tanaman inang dari kelompok monokotil, ditularkan oleh vektor wereng daun dan memiliki genom monopartit. Genus ini memiliki lebih dari 10 jenis virus yang sudah diketahui, dengan tanaman inang dari famili Graminea, di antaranya adalah chlorosis striate mosaic virus (CSMV), digitaria streak virus (DSV), maize streak virus (MSV) dan wheat dwarf virus (WDV). Curtovirus adalah geminivirus dengan tanaman inang dikotil, ditularkan oleh vektor wereng daun, dan genomnya monopartit. Anggota genus ini di antaranya adala h beet curly top virus (BCTV) dengan vektor Circulifer tenellus (Hemiptera: Cicadellidae), dan tobacco yellow dwarf virus (TYDV) dengan vektor Orosius argentatus (Hemiptera: Cicadellidae). Begomovirus adalah geminivirus dengan tanaman inang dikotil, ditula rkan oleh vektor kutukebul memiliki genom bipartit atau monopartit. Berdasarkan daerah asal genus tersebut anggota begomovirus terbagi menjadi dua kelompok yaitu kelompok yang berasal dari Old World (benua Eropa, Asia dan Afrika) dan kelompok New World (Benua Amerika). Begomovirus memiliki anggota yang paling banyak bila dibanding genus-genus lainnya. Anggota begomovirus yang memiliki genom bipartit di antaranya abutilon mosaic virus (AbMV), african cassava mosaic virus


(39)

(ACMV), bean dwarf mosaic virus (BDMV), bean golden mosaic virus (BGMV), cotton leaf crumple virus (CLCV), euphorbia mosaic virus (EuMV), indian cassava mosaic virus (ICMV), mungbean yellow mosaic virus (MYMV), potato yellow mosaic virus (PYMV), tomato golden mosaic virus (TGMV) dan squash leaf curl virus (SqLCV), sedangkan yang memiliki genom monopartit contohnya tomato leaf curl virus dari Australia (ToYLV-Aus) dan tomato yellow leaf curl virus dari Israel (TYLCV-Is) (Navot et al. 1991; Dhar & Singh 1996; Navas-Castillo et al. 1999) . Topocuvirus adalah genus pada geminivirus yang merupakan bagian dari genus curtovirus. Topocuvirus mempunyai genom yang mirip dengan curtovirus tetapi ditularkan melalui wereng pohon Micrutalis malleifera. Anggota genus tersebut adalah tomato pseudocu rly top virus.

Gejala Infeksi Begomovirus pada Tanaman Tomat

Gejala yang timbul karena infeksi begomovirus pada tanaman tomat sangat bervariasi, tergantung pada strain virus, kultivar, umur tanaman pada waktu terinfeksi dan lingkungan. Umumnya gejala ya ng ditimbulkannya pada tanaman tomat merupakan kombinasi mosaik kuning, belang-belang klorotik, klorotik pada ujung daun, daun berkerut, daun mengecil, tanaman menjadi kerdil dan bunga cepat rontok (Polston & Anderson 1997).

Tomato golden mosaic virus yang menginfeksi tanaman tomat menunjukkan gejala mosaik kuning (Costa 1969; Hamilton et al. 1981). Lastra & Uzcateque (1978 ) melaporkan bahwa mosaico amarillo del tomate (MAT)/ tomato yellow mosaic virus yang menginfeksi tanaman tomat di Venezuela menunjukkan gejala mosaik kuning, keriting dan tanaman menjadi kerdil.

Butter & Rataul (1977) melaporkan bahwa tanaman tomat yang terinfeksi ToLCV menunjukkan gejala daun keriting, daun menggulung (rolling), perubahan bentuk daun, daun berkerut (puckering) dan terdapat enasi pada permukaan bawah daun. Gejala strain ToLCV-Aus berupa daun keriting, kuning, daun menggulung ke atas. Tanaman yang terinfeksi pada umur muda tidak berbuah dan kerdil (Conde & Connelly 1994). Chiang et al. (1997) melaporkan adanya strain ToLCV yang menginfeksi tanaman tomat di Makutupora, Tanzania (ToLCV-Tan). ToLCV-Tan ini menim bulkan gejala berupa belang-belang kuning, daun keriting, kerdil dan batang menjadi kaku. ToLCV yang dilaporkan pertama kali


(40)

menginfeksi tanaman tomat di Pakistan menunjukkan gejala berupa tepi daun yang melengkung ke atas atau ke bawah, tulang daun menjadi tebal dan tanaman kerdil (Mansoor et al. 1997).

Tanaman tomat di Culiacan Valley yang terinfeksi tomato leaf crumple begomovirus (TLCrV) menunjukkan gejala daun kisut, berkerut, epinastis, bergelombang (purpling), keriting dan belang-belang (Paplomatas 1994).

Polston et al. (1993 & 1995) melaporkan tomato mottle virus (ToMoV) menginfeksi tanaman tomat sejak tahun 1989 di Florida dan California Selatan. Gejala yang ditimbulkan oleh infeksi virus tersebut berupa belang-belang klorotik, daun melengkung ke atas dan kerdil. Infeksi ToMoV pada tanaman tomat di Yucatan, Meksiko menunjukkan gejala pertumbuhan terhambat, daun belang-belang dan deformasi (Garr ido-Ramirez & Gilbertson 1998).

Infeksi TYLCV pada tanaman tomat menyebabkan daun menjadi kecil, keriting, keras, dan klorotik; bunga jatuh prematur; tunas kaku, internoda pendek dan tanaman menjadi kerdil (Cohen & Nitzany 1966). Jones et al. (1991), menjelaskan bahwa tanaman yang terinfeksi TYLCV mengakibatkan bunga rontok dan kualitas buah rendah serta cepat masak. Muniyappa et al.(1991) melaporkan adanya strain TYLCV yang menginfeksi tanaman tomat di India. Gejala yang ditimbulkan oleh TYLCV-India berupa mosaik kuning, keriting, daun menjadi seperti mangkok dan tanaman kerdil. Di Jepang, TYLCV yang menginfeksi tanaman tomat di daerah Shizuoka dan Aichi mirip dengan TYLCV-Is-M. Gejala yang ditimbulkan berupa daun menguning mulai dari ujung hingga ke bawah, daun yang baru muncul menjadi kecil dan keriting (Kato et al. 1998).

Sinaloa tomato leaf curl virus (STLCV) yang menginfeksi tanaman tomat di Sinaloa, Meksiko menunjukkan gejala berupa daun menjadi klorosis, bergelombang, keriting, internoda menjadi pendek (Brown et al. 1993; Idris et al. 1999).

Di Indonesia, infeksi begomovirus pada tomat menimbulkan geja la berupa penebalan tulang daun, lamina daun berkerut-kerut, menguning, tepi daun melengkung ke atas, daun menjadi keriting dan tanama n menjadi kerdil (Sugiarman & Hidayat 2000; Sudiono et al. 2004; Aidawati & Hidayat 2002).


(41)

Penularan Begomovirus

Begomovirus pada umumnya dapat ditularkan dengan berbagai cara, ba ik melalui serangga vektor kutukebul maupun wereng daun, melalui penyambungan dan secara mekanik dengan cairan perasan tanaman sakit. Walaupun demikian penularan dan pemencaran virus tersebut di lapangan terutama ditentukan oleh aktifitas serangga vektor.

Hasil penelitian Uzcategui & Lastra (1978) menunjukkan bahwa periode makan akuisisi (PMA) minimum B. tabaci menularkan MAT adalah 2 jam dengan periode laten 20 jam. Efisiensi penularan B. tabaci yang dipelihara pada suhu 30-34°C adalah 93%, sedangkan yang dipelihara pada suhu 20-30°C hanya 75%. Serangga vektor mampu menularkan MAT maksimum 7 hari. Serangga betina lebih efisien menularkan MAT dibandingkan yang jantan.

Cohen & Nitzany (1966) menunjukkan bahwa periode akuisisi B. tabaci untuk dapat menularkan TYLCV-Is adalah 15 menit dengan periode makan inokulasi (PMI) 48 jam. Penularan tidak terajadi apabila PMA di bawah 15 menit. Penularan semakin meningkat setelah PMA 4 jam. PMI minimun serangga vektor ini menularkan TYLCV-Is adalah 30 menit, dengan PMI 15 menit virus tidak dapat ditularkan. Penularan semakin meningkat setelah PMI lebih dari 1 jam. Periode laten virus di dalam tubuh serangga 21 jam. Periode retensi TYLCV-Is di dalam tubuh serangga selama 10-15 hari. Nimfa mampu mengakuisisi virus dan imago yang dihasilkan virulifer. TYLCV-Is tidak ditularkan secara transovarial

Hasil penelitian Butt er & Rataul (1977) menunjukkan bahwa PMA minimum B. tabaci untuk dapat menularkan ToLCV adalah 31 menit dengan PMI selama 24 jam. Semakin lama PMA penularan semakin meningkat. PMI minimum kutukebul tersebut untuk dapat menularkan ToLCV adalah 32 menit dengan PMA selama 24 jam. B. tabaci mampu mengakuisisi virus dari kotiledon tanaman tomat yang terinfeksi, tetapi infeksi tidak terjadi ketika serangga virulifer tersebut dipindahkan ke kotiledon tanaman yang sehat. Bemisia tabaci mampu menularkanToLCV dengan efesiensi tertinggi apabila PMA dan PMI dilakukan pada daun muda. Kutukebul mampu menularkan ToLCV sebesar 38% apabila akusisi dilakukan pada sumber inokulum berumur 2 bulan, sedangkan akuisisi


(42)

yang dilakukan pada sumber inokulum yang berumur 11 bulan hanya menyebabkan infeksi sebesar 8%. Kutukebul betina yang virulifer mempunyai efisiensi penularan 53 hari, sedang yang jantan hanya 8 hari. Nimfa mampu mengakuisisi ToLCV dan menularkannya. ToLCV tidak ditularkan secara transovarial.

Brown & Nelson (1988) menunjukkan bahwa satu ekor B. tabaci yang telah diberi perlakuan PMA selama 48 jam dan PMI selama 3 hari, mampu menularkan chino del tomato virus (CdTV) dengan jumlah tanaman terinfeksi 15%. Penularan semakin meningkat dengan bertambahnya jumlah serangga. PMA minimum B. tabaci untuk dapat menularkan CdTV apabila diberi PMI selama 3 hari adalah 1 jam, sedang PMI minimum 2 jam dengan PMA 24 jam. Apabila PMA ditingkatkan hingga 48 jam, penularan terjadi setelah PMI 10 menit.. Periode laten CdTV dalam tubuh serangga 17-22 jam. Periode retensi virus dalam tubuh kutukebul selama 4,5 hari setelah PMA 24 jam dan 7,3 hari setelah PMA 72 jam.

Hasil penelitian Mehta et al. (1994b) menunjukkan bahwa satu ekor B. tabaci biotipe B mampu menularkan TYLCV-Mesir , dan efisiensi penularan meningkat 4 kali jika jumlah serangga ditingkatkan hingga 5 ekor per tanaman. PMA serangga vektor untuk dapat menularkan virus adalah 15 menit. Penularan semakin meningkat dengan semakin lamanya PMA dan mencapai maksimum setelah 24 jam. PMI minimum adalah 15 menit. Penularan semakin meningkat dengan meningkatnya PMI dan mencapai maksimum setelah 12 jam PMI. Imago B. tabaci yang berasal dari nimfa yang dibiakan pada tanaman tomat terinfeksi TYLCV mampu menularkan virus tersebut setelah PMI 2 jam. Penularan semakin meningkat dengan meningkatnya PMI.

Idris & Brown (1998) menunjukkan bahwa B. tabaci biotipe A yang telah diberi PMA 0,5 jam tidak mampu menularkan STLCV. Penularan terja di setelah 1 jam dengan PMI 24 jam. Semakin lama PMA kemampuan serangga vektor menularkan STLCV semakin meningkat. B. tabaci yang diberi perlakuan PMA 24 jam tidak mampu menularkan STLCV setelah PMI 0,5 jam, tetapi penularan terjadi setelah PMI 1 jam. Penularan meningkat dengan semakin lamanya PMI. Periode retensi STLCV didalam tubuh serangga vektor mencapai 9 hari. Hasil


(43)

penularan secara berseri menunjukkan bahwa penularan STLCV oleh B. tabaci biotipe A ini bersifat intermittent. Virus ini tidak ditularkan secara transovarial.

Hasil penelitian Sanchez-Campos et al. (1999) menunjukkan bahwa B. tabaci biotipe B dan Q mempunyai kemampuan menularkan TYLCV-Sar dan TYLCV-Is. Biotipe Q lebih efisien menularkan kedua virus dibandingkan biotipe B. Kedua biotipe lebih efisien menularkan TYLCV-Is. Satu ekor B. tabaci biotipe B lebih rendah menularkan TYLCV-Sar dibandingkan biotipe Q, hal yang sama terjadi pada TYLCV-Is. Perbedaan penularan ini tidak membedakan kemampuan biotipe B atau Q dalam mengakuisisi TYLCV-Sar atau TYLCV-Is dari sumber virus.

Hasil penelitian Ghanim et al. (1998) menunjukkan bahwa TYLCV-Is mampu ditularkan secara transovarial oleh B. tabaci selama dua generasi dan melalui kopulasi antar individu (Ghanim & Czosnek 2000). Hasil penelitian ini juga menunjukkan bahwa TYLCV dapat berperan sebagai patogen pada B. tabaci, karena sangat mempengaruhi siklus hidupnya dan fekunditinya. Diduga TYLCV berreplikasi di dalam tubuh B. tabaci, tetapi cara replikasinya belum diketahui.

McGrath & Harrison (1995) menunjukkan bahwa penularan tomato leaf curl begomovirus oleh B. tabaci dipengaruhi oleh isolat begomovirus dan biotipe serangga vektor yang menularkannya. Hal ini diduga karena adanya perbedaan protein selubung begomovirus . Protein selubung tersebut berpengaruh terhadap kemampuan serangga vektor dalam menularkan virus.

Deteksi Begomovirus

Deteksi begomovirus dengan metode konvensional seringkali tidak mungkin dilakukan, karena tidak semua begomovirus dapat ditularkan secara mekanik dengan cairan perasan tanaman terinfeksi. Beberapa begomovirus yang dapat ditularkan secara mekanik yaitu BDMV (Morales et al. 1990), MYMV (Honda et al. 1983) dan TYMV (Uzcategui & Lastra 1978). Dengan demikian penggunaan bioasai untuk identifikasi dan evaluasi kisaran inang menjadi sulit untuk dilakukan.

Metode serologi dilaporkan dapat digunakan untuk mendeteksi begomovirus. Penggunaan metode ini telah dilakukan untuk mendeteksi virus krupuk tembakau (Trisusilowati 1990), BDMV (Morales et al. 1990), ToYDV


(1)

170 Lanjutan lampiran 3

Tingkat kesamaan (%) No Karakter

19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36

19. Fran-Ep -

20. Sey-Jat 98 -

21. Colb-Co 82 83 -

22. India-Ip 84 85 83 -

23. Pan-Eh 83 83 96 83 -

24. Guatemala 83 83 97 83 98 -

25. MexLes 83 83 96 83 98 99 -

26. Arg-B n 83 84 94 83 94 95 94 -

27. PR-Sida 83 84 96 83 97 98 98 94 -

28. Mex-Ph 82 83 96 82 97 98 99 93 98 -

29. Tur-Les 92 92 84 84 84 84 84 84 84 98 -

30. Tur-Ctnb 92 92 84 85 84 85 85 84 85 84 98 -

31. China Ctn 85 85 84 86 84 85 84 84 85 85 84 85 -

32. Tur-Ctna 85 86 85 87 85 85 85 85 85 85 85 85 98 -

33. Japan -Lj 83 84 83 82 81 83 83 79 83 85 83 84 82 83 -

34. China-Ip 84 85 83 91 82 83 83 82 83 83 84 84 85 86 82 -

35. Thai -Ccbr 85 86 85 87 85 85 85 85 85 83 85 85 98 99 83 86 -

36. Sgpr-Ctn 86 86 85 87 85 86 85 85 86 85 85 86 98 99 83 86 99 -

37. Malay -Hrs 85 86 85 87 84 85 85 85 85 86 85 85 98 99 83 86 99 99

38. Malay -Malva 85 85 84 87 84 85 85 85 85 85 84 85 98 99 82 85 98 99

39. China-Les 92 92 84 84 84 85 84 84 85 85 94 94 85 85 84 84 85 85

40. Pak-Smel 85 86 85 87 85 85 85 85 85 85 85 85 98 99 83 86 99 99

41. Egypt-Les 92 92 84 85 85 85 85 84 85 85 94 94 85 85 83 85 85 85

42. Ariz-Pst 92 92 84 84 84 85 84 84 85 85 94 94 85 85 84 84 85 85

43. Pak-Hol 92 92 83 84 84 84 84 84 84 84 94 94 84 85 83 84 85 85

44. Israel-Cabb 92 92 84 84 84 84 84 84 85 85 94 94 85 85 83 84 85 85

45. Marc -B 92 92 84 84 84 84 84 84 85 85 94 94 85 85 84 84 85 85


(2)

171 Lanjutan lampiran 3

Tingkat kesamaan (%) No Karakter

37 38 39 40 41 42 43 44 45 46

37. Malay -Hrs - 38. Malay -Malva 99 -

39. China-Les 85 85 -

40. Pak-Smel 99 99 85 -

41. Egypt-Les 85 85 99 85 -

42. Ariz-Pst 85 85 99 85 99 -

43. Pak-Hol 85 84 99 85 98 98 -

44. Israel-Cabb 85 84 99 85 99 99 98 -

45. Marc -B 85 85 99 85 99 99 98 99 -


(3)

ABSTRAK

NOOR AIDAWATI. Keanekaragaman Begomovirus pada Tomat dan Serangga Vektornya , Bemisia tabaci Gennadius (Hemiptera: Aleyrodidae), serta Pengujian Ketahanan Genotipe Tomat terhadap Strain Begomovirus. Dibimbing oleh SRI HENDRASTUTI HIDAYAT, PURNAMA HIDAYAT, RUSMILAH SUSENO, dan SRIANI SUJIPRIHATI

Begomovirus, yang termasuk famili Geminiviridae, dilaporkan merupakan salah satu virus yang berperan menyebabkan penurunan produksi yang sangat besar dibanyak daerah tropis dan subtropis. Spesies dan keanekaragaman begomovirus yang menginfeksi tanaman tomat sangat tinggi dan penyebarannya di lapangan sangat ditentukan oleh aktivitas serangga vektor kutukebul, B. tabaci.

Tujuan penelitian adalah: 1)Mendapatkan informasi keanekaragaman begomovirus yang menginfeksi tanaman tomat berdasarkan teknik PCR-RFLP. 2) Mendapatkan informasi keanekaragaman kutukebul yang ada pada beberapa tanaman berdasarkan teknik molekuler. 3)Mempelajari efisiensi penularan begomovirus oleh populasi kutukebul yang berbeda. 4) Mengguna kan teknik hibridisasi dot -blot sebagai metode deteksi virus dalam pengujian ketahanan beberapa genotipe tomat.

Sampel tanaman tomat terinfeksi begomovirus dikumpulkan dari D.I. Yogyakarta, Jawa Tengah dan Jawa Barat. Deteksi dan identifikasi dilakukan dengan teknik PCR menggunakan primer universal begomovirus yaitu PAL 1v 1978 dan PAR 1c 715 dan selanjutnya fragmen DNA dipotong dengan enzim restriksi (BamHI, EcoRI, HindIII dan PstI). Analisis keanekaragaman B. tabaci dilakukan melalui pengujian kemampuan serangga tersebut dalam menginduksi daun tanaman labu (Cucurbita pepo) menjadi keperak-perakan (induksi silverleaf), melalui penggunaan teknik molekuler yaitu teknik PCR-RAPD dan analisis sekuen gen cytochrome oxidase I (COI) yang ada pada mitokondria. Kutukebul dikumpulkan dari tanaman brokoli, cabai, mentimun, kedelai, edamame, tomat yang ada di Jawa Barat dan terong yang ada di Jawa Timur. Untuk mempelajari interaksi antara biotipe B. tabaci dengan strain begomovirus telah dilakukan penelitian penularan tiga strain begomovirus yang berbeda (Kaliurang, Boyolali dan Bogor) menggunakan tiga populasi B. tabaci yang berbeda, yaitu satu B. tabaci biotipe B (BtBsBJB) dan dua B. tabaci biotipe non B (BtCkBJB dan BtKKJT). Pengujian ketahanan tanaman tomat terhadap begomovirus dilakukan dengan menginokulasi tiga strain begomovirus, yang berasal dari Kaliurang, Boyolali dan Bogor kemasing-masing genotipe tanaman uji (14 genotipe) secara terpisah menggunakan penularan dengan serangga vektor, B. tabaci Genn. Infeks i begomovirus pada tanaman uji dideteksi menggunakan teknik hibridisasi dot-blot. Sebagai pelacak DNA digunakan klon DNA tobacco leaf curl virus yang dilabel dengan dioksigenin (DIG).

Hasil penelitian menunjukkan bahwa teknik PCR dengan menggunakan sepasang primer universal begomovirus , PAL 1v 1978 dan PAR 1c 715, berhasil mengamplifikasi DNA begomovirus yang berasal dari Jawa Barat (Bogor), Jawa Tengah (Magelang dan Boyolali) dan D.I. Yogyakarta (Kaliurang, Kulonprogo). Fragmen DNA yang teramplifikasi, berukuran ≈ 1600 bp, selanjutnya dipotong dengan menggunakan enzim restriksi (BamHI, EcoRI, HindIII dan PstI). Pola pita DNA hasil pemotongan dengan enzim restriksi tersebut menunjukkan adanya


(4)

perbedaan strain begomovirus. Isolat begomovirus Magelang sama dengan Kaliurang. Kedua isolat tersebut berbeda dengan isolat begomovirus Boyolali, Kulonprogo dan Barusireum, sedangkan masing-masing ketiga isolat tersebut berbeda. Berdasarkan dendogram hasil analisis pemotongan fragmen DNA menggunakan program NTSYS PC 2.02 diketahui bahwa isolat begomovirus yang menginfeksi tanaman tomat di daerah Jawa terbagi menjadi dua kelompok. Kelompok pertama terdiri dari 4 strain begomovirus yang berbeda dan kelompok kedua terdiri dari 2 strain begomovirus yang berbeda.

Hasil penelitian keanekaragaman genetik serangga vektor B. tabaci menunjukkan B. tabaci asal brokoli mampu menginduksi daun labu menjadi keperak-perakan (silverleaf), sedang B. tabaci yang lainnya tidak menginduksi daun labu menjadi keperak-perakan. Analisis genetik berdasarkan PCR-RAPD dan sekuen gen COI dari mitokondria menunjukkan bahwa terdapat 2 tipe genetik di Indonesia, yaitu B. tabaci biotipe B (B. tabaci asal brokoli) dan B. tabaci non B (B. tabaci asal cabai, mentimun, terong, tomat, kedelai dan edamame ). B. tabaci biotipe B dari Indonesia menunjukkan perbedaan dengan B. tabaci biotipe B yang berasal dari daerah geografi lain. Empat populasi B. tabaci non B (B. tabaci asal cabai, mentimun, terong dan kedelai) memiliki kedekatan genetik dengan B. tabaci non B dari Cina, Turki, Pakistan, Malaysia, Singapura dan Thailand, sedangkan populasi B. tabaci non B asal edamame memiliki perbedaan dengan populasi B. tabaci non B lainnya.

Pengujian periode makan akuisisi (PMA), periode makan inokulasi (PMI), dan jumlah serangga menunjukkan bahwa masing-masing biotipe B. tabaci dapat menularkan ke tiga strain begomovirus dengan PMA selama 15 menit, PMI selama 15 menit, dan satu ekor serangga setiap tanaman. Walaupun demikian, efisiensi penularan sangat beragam antar biotipe B. tabaci dan strain begomovirus. Strain begomovirus asal Kaliurang lebih efisien ditularkan oleh ketiga populasi B. tabaci dengan jumlah serangga 10-20 ekor tiap tanaman dibandingkan dengan dua strain begomovirus lainnya. Strain begomovirus asal Boyolali paling ef isien ditularkan oleh B. tabaci biotipe non B asal Jawa Timur, sedangkan strain begomovirus asal Bogor lebih efisien ditularkan oleh kedua B. tabaci biotipe non B dibandingkan oleh B. tabaci biotipe B.

Pengujian respons ketahanan genotipe tanaman tomat terhadap infeksi begomovirus menunjukkan bahwa kultivar Intan memiliki respon agak tahan terhadap infeksi begomovirus asal Bogor, tetapi memiliki respon rentan terhadap begomovirus asal Kaliurang dan Boyolali. Kultivar Bonanza, Jelita, Safira, Permata, Presto, PSPT 8, PSPT 5B, Apel-Belgia, Karibia, Mitra, PSPT 9, Marta dan PSPT 2 memiliki respon rentan atau sangat rentan terhadap ketiga strain begomovirus. Teknik hibridisasi dot-blot dengan pelacak DNA yang dilabel dengan dioksigenin mampu mendeteksi DNA begomovirus yang menginfeksi genotipe tanaman tomat yang bergejala maupun yang tidak bergejala. Hasil deteksi menunjukkan bahwa akumulasi virus di dalam jaringan tanaman yang bergejala maupun yang tidak bergejala relatif tinggi, kecuali pada kultivar Bonanza dan Apel-Belgia. Teknik hibridisasi dot-blot mampu mendeteksi DNA begomovirus hingga pengenceran 10-2. Hasil ini menunjukkan bahwa teknik hibridisasi dot- blot dapat digunakan sebagai alat untuk menentukan tingkat ketahanan genotipe tanaman tomat terhadap infeksi begomovirus karena teknik tersebut mampu mendeteksi DNA begomovirus walaupun konsentrasi DNA virus tersebut rendah.


(5)

ABSTRACT

NOOR AIDAWATI. Diversity of Begomovirus Infecting Tomato and Its Insect Vector, Bemisia tabaci Gennadius (Hemiptera: Aleyrodidae), and Screening of Tomato Genotypes for Resistance to Begomovirus Strains. Supervised by SRI HENDRASTUTI HIDAYAT, PURNAMA HIDAYAT, RUSMILAH SUSENO, and SRIANI SUJIPRIHATI.

Begomovirus, is an important virus that has been reported to cause significant yield reduction in many tropical and subtropical region. Genetic diversity of tomato-infecting begomovirus is very high and the distribution of the virus depends on the activity of its insect vector, B. tabaci.

The aims of this research are: 1) to develop an identification method to differentiate isolates of begomovirus based on PCR-RFLP technique; 2) to build a basic information regarding genetic diversity of B. tabaci in Indonesia, based on its molecular characters; 3) to study transmission efficiency of begomovirus by different population of B. tabaci; 4) to initiate screening protocol for tomato genotypes for their response to begomovirus infection.

Samples of tomato leaves infected by begomovirus was collected come from D.I. Yogyakarta, Central Java and West Java. Detection and identification of begomovirus was conducted with PCR technique using universal primers of begomovirus i.e PAL 1v 1978 and PAR 1c 715. The amplified viral DNA was digested w ith restriction enzymes (BamHI, EcoRI, HindIII, and PstI). Whiteflies population collected from different crops, i.e. tomato, brocolli, chillipepper, eggplant, cucumber, soybean and edamame was evaluated using silverleaf-induction test, PCR-RAPD, and COI gene analysis. Transmission efficiency was evaluated for three different strains of begomovirus -infecting tomato i.e strain of Kaliurang, Boyolali and Bogor, by three different population of B. tabaci, i.e one B. tabaci biotype B (BtBsBJB) and two B. tabaci biotype non B (BtCkBJB and BtKKJT). Evaluation of 14 tomato genotypes for their response to begomovirus infection was assisted by dot -blot hybridization technique. PCR-amplified product of DNA clone of tobacco leaf curl virus-Indonesia was labelled by digoxigenin for DNA probe .

Using universal primers, PAL1v 1978 and PAR 1c 715, DNA of begomovirus was successfully amplified from samples from Central Java (Magelang and Boyolali), D.I.Yogyakarta (Kaliurang and Kulonprogo) and West Java (Barusireum). Amplified viral DNA with the size of ≈ 1.600 bp was then subjected to restriction enzyme (BamHI, EcoRI, HindIII, and PstI) digest. Based on the restriction pattern, begomovirus isolates from Java can be compared. Strains of begomovirus from Magelang were similar with those from Kaliurang. Both strains were different from those of Boyolali, Kulonprogo and Barusireum, whereas the last three strains were different from each other. It can be concluded using NTSYS PC 2.1 that the begomovirus infecting tomato in Java can be differentiated into two groups. The first group consist of 4 different begomovirus strain s and the second group consist of 2 different begomovirus strains.

Analysis of whiteflies population using silverleaf-induction test revealed that B. tabaci from brocolli was able to induce silverleaf, whereas the other B. tabaci population was not. Genetic analysis based on PCR-RAPD and mtCOI


(6)

gene sequensing showed there were two genetic types of B. tabaci i.e. B. tabaci biotype B (B. tabaci from brocolli) and B. tabaci biotype non B (B. tabaci from chillipepper, eggplant, cucumber, soybean and edamame). B. tabaci biotype B from Indonesia showed genetic differences compared to other B. tabaci biotype B from other geographic location. Four population of B. tabaci biotype non B (B. tabaci from chillipepper, cucumber, eggplant and soybean) share closed genetic similarity with those from China, Pakistan, Turkey, Malaysia, Singapore, and Thailand. On the other hand, B. tabaci biotype non B from eda mame showed genetic differences wit h other B. tabaci biotype non B.

Transmission study employing different acquisition feeding period, inoculation feeding period, and number of insect showed that each population of B. tabaci was able to transmit three different strains of begomovirus with 15 min. acquisition feeding period, 15 min. inoculation feeding period, and single insect per plant. However, transmission efficiency varies among B. tabaci biotypes and begomovirus strains. Begomovirus strain from Kaliurang was transmitted more effective ly by all three B. tabaci populations using 10-20 insect per plant compared to the other two begomovirus strains. Begomovirus strain from Boyolali was transmitted most effectively by B. tabaci biotype non B from East Java, whereas begomovirus strain from Bogor was transmitted more effectively by B. tabaci biotype non B than those of B. tabaci biotype B.

All of tomato genotypes evaluated in this study was infected by three strain s of begomovirus from Kaliurang, Boyolali and Bogor . Most of tomato genotypes i.e Bonanza, Jelita, Safira, Permata, Presto, PSPT 8, PSPT 5B, Apel-Belgia, Karibia, Mitra, PSPT 9, Marta and PSPT 2, showed susceptible to highly susceptible response to three strains of begomovirus. Exception to those is shown by tomato cv. Intan which resulted in moderate resistance when inoculated with isolate from Bogor, although it resulted susceptible response with the other two strains. Dot-blot hybridization technique was proved to be a powerful tool for detection of begomovirus infection in sym ptom as well as symptom-less plants. Accumulation of the virus in inoculated plants was relatively high, except in cv. Bonanza and Apel-Belgia. Dot-blot hybridization technique using DIG-labeled DNA probe was able to detect begomovirus DNA in infected tissue up to 10-2 dilution factor.


Dokumen yang terkait

Pemanfaatan tanaman pembatas pinggir dan predator Coccinellidae untuk pengendalian kutukebul Bemisia tabaci, vektor begomovirus pada pertanaman cabai merah

4 44 125

Keanekaragaman begomovirus pada tomat dan serangga vektornya , bemisia tabaci gennadius, serta pengujian ketahanan genotipe tomat terhadap strain begomovirus

2 13 199

Identifikasi begomovirus indonesia pada tomat dan analisis diversitas genetik gen AV1 serta pemanfaatannya untuk pengembangan tanaman tahan virus

1 35 179

Metode Penularan dan Uji Ketahanan Genotipe Cabai (Capsicum spp.) terhadap Begomovirus

5 36 9

Ketahanan enam genotipe cabai (Capsicum spp.) terhadap Begomovirus dan pengaruhnya terhadap perkembangan vektor kutukebul Bemisia tabaci Genn. (Hemiptera: Aleyrodidae)

0 4 87

Pengujian Ketahanan Cabai Terhadap Begomovirus Penyebab Penyakit Daun Keriting Kuning

0 6 10

Bemisia tabaci Gennadius (Hemiptera: Aleyrodidae) pada tanaman tomat (Lycopersicum esculentum Mill.): panjang rostrum dan sayap pada beberapa ketinggian tempat serta periode retensi Tomato chlorosis virus (ToCV)

0 7 72

Pemanfaatan tanaman pembatas pinggir dan predator Coccinellidae untuk pengendalian kutukebul Bemisia tabaci (Gennadius) (Hemiptera: Aleyrodidae), vektor begomovirus pada pertanaman cabai merah (Capsicum annuum L.)

1 7 227

POTENSI RHIZOBAKTERIA INDIGENUS DALAM MENINGKATKAN KETAHANAN GALUR CABAI TERHADAP KERAGAMAN STRAIN GEMINIVIRUS DAN BIOTIPE SERANGGA VEKTORNYA Bemisia tabaci (Hemiptera:Aleyrodidae).

0 0 24

Aplikasi Verticillium Lecaniizim. Isolat Palolo terhadap Kutu Putih (Bemisia Tabaci Genn.) (Hemiptera:Aleyrodidae) Pada Tanaman Tomat

0 0 6