Hubungan antara konsumsi lemak trans dengan persen lemak tubuh dan status gizi pada orang dewasa di Kabupaten dan Kota Bogor

iv

HUBUNGAN ANTARA KONSUMSI LEMAK TRANS DENGAN
PERSEN LEMAK TUBUH DAN STATUS GIZI PADA ORANG
DEWASA DI KABUPATEN DAN KOTA BOGOR

Oleh :
Zaenudin
I14080089

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT
FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

ABSTRACT
ZAENUDIN. Correlation between Consumption of Trans Fat with Body Fat
Percentage and Nutritional Status in the County and the City of Bogor.
Supervised by Mira Dewi and Yekti Hartati Effendi.
The general objective of this study was to determine relationship between

trans fat intake with percent body fat and nutritional status of adults in Bogor rural
and urban area. The research was conducted using a cross sectional study. The
number of samples for each region was 48 adults aged 20-65 years which
selected purposively. The results showed that most of samples in urban and rural
area were in the state of high deficit of energy sufficiency, i.e. 29.17% and
33.33%, respectively. The percentage of fat sufficiency was 43.75% in rural area,
which was categorized as sufficient, and 45.83% in urban area, which was
categorized as high. Meanwhile, most of the samples (97.92%) in both areas had
sufficient level of trans fat intake as recommended. Distribution of body fat
percentage in respondents were 24,81 ± 8,44 in rural area and 27,62 ± 8,01 in
urban area. Meanwhile, 58,3% of respondents in rural and 64,4% of respondent
had normal nutritional status. There was no significant difference between trans
fat intake, adequate intakes of energy, total fat, trans fat, and body fat percentage
(p>0,05), however there was significant difference between nutritional status of
samples in rural and urban area (p0,05), however there was significant correlation between
body fat percentages and nutritional status of respondents (p0,05), akan tetapi terdapat
perbedaan yang nyata antara status gizi contoh di wilayah kabupaten dengan
wilayah kota (p0,05), akan tetapi terdapat hubungan yang signifikan dan positif antara persen
lemak tubuh dengan status gizi contoh (p60 tahun).
Tingkat Pendidikan

Menurut BPS (2004) kualitas manusia secara keseluruhan mencakup dua
komponen, yaitu kualitas fisik dan non fisik yang keduanya saling berkaitan erat.

7

Kualitas fisik manusia berhubungan dengan kondisi kebugaran dan kesehatan
fisik, serta daya tahan tubuh. Sejalan dengan itu, kualitas fisik seseorang biasa
diukur dengan indikator kesehatan. Kualitas non fisik berhubungan dengan
keterampilam,

kemampuan

intelektual,

dan

moral

serta


perilaku

yang

bermartabat. Kualitas non fisik biasanya diukur dari tingkat pendidikan. Sesuai
dengan Undang-Undang No. 20 Tahun 2003 tentang sistem pendidikan nasional,
pendidikan selain merupakan sarana untuk mengembangkan dan meningkatkan
kemampuan intelektual dan keterampilan, juga merupakan sarana untuk
membentuk watak dan peradaban yang sesuai dengan bangsa yang
bermartabat. Pendidikan dapat dikelompokkan ke dalam pendidikan formal dan
non formal (Suhardjo 1989).
Pendapatan
Faktor yang berperan dalam menentukan status kesehatan seseorang
adalah tingkat sosial ekonomi, dalam hal ini adalah daya beli keluarga.
Kemampuan keluarga untuk membeli bahan makanan antara lain tergantung
pada besar kecilnya pendapatan keluarga, harga bahan makanan itu sendiri,
serta tingkat pengelolaan sumber daya lahan dan pekarangan. Keluarga dengan
pendapatan terbatas kemungkinan besar akan kurang dapat memenuhi
kebutuhan makanannya terutama untuk memenuhi kebutuhan zat gizi dalam
tubuhnya (Apriadji 1986 dalam Syafiq et al. 2009).

Tingkat pendapatan dapat menentukan pola makan. Orang dengan
tingkat ekonomi rendah biasanya akan membelanjakan sebagian besar
pendapatan untuk makanan, sedangkan orang dengan tingkat ekonomi tinggi
akan berkurang belanja untuk makanan. Menurut Berg (1986) dalam Syafiq el al
(2009)

mengatakan

bahwa

pendapatan

merupakan faktor

yang

paling

menentukan kualitas dan kuantitas hidangan. Semakin banyak mempunyai uang
berarti semakin baik makanan yang diperoleh. Semakin tinggi penghasilan

semakin menurun bagian penghasilan yang dialokasikan untuk membeli pangan.
Bila penghasilan keluarga semakin membaik, maka jumlah uang yang
dialokasikan untuk pembelian pangan meningkat, sampai tingkat tertentu dimana
uang pembeli pangan itu tidak bertambah secara berarti atau dianggap tetap dan
tidak banyak berubah. Hal tersebut sesuai dengan teori Engel yang menyatakan
bahwa

semakin

sejahtera

seseorang

maka

semakin

kecil

persentase


pendapatannya untuk membeli pangan (Sumarwan 2003). Berdasarkan garis
kemiskinan Jawa Barat (BPS 2011), pendapatan per kapita keluarga contoh

8

dikelompokkan menjadi dua, yaitu keluarga miskin jika pendapatan/kapita/bulan
keluarga ≤Rp 220.098 dan tidak miskin jika pendapatan/kapita/bulan keluarga
>Rp 220.098.
Besar Keluarga
Besar keluarga adalah banyaknya anggota keluarga yang terdiri atas
ayah, ibu, anak dan anggota keluarga lain yang hidup dari pengelolaan
sumberdaya

yang

sama.

Ukuran


rumah

tangga

akan

mempengaruhi

pengeluaran rumah tangga (Sukandar 2007).
Menurut BKKBN (1998), besar rumah tangga adalah jumlah anggota
keluarga yang terdiri dari suami, isteri, anak, dan anggota keluarga lainnya yang
tinggal bersama. Berdasarkan jumlah anggota rumah tangga, besar rumah
tangga dikelompokkan menjadi tiga, yaitu rumah tangga kecil, sedang, dan
besar. Rumah tangga kecil adalah rumah tangga yang jumlah anggotanya
kurang atau sama dengan 4 orang. Rumah tangga sedang adalah rumah tangga
yang memiliki anggota antara lima sampai tujuh orang, sedangkan rumah tangga
besar adalah rumah tangga dengan jumlah anggota lebih dari tujuh orang.
Hasil penelitian Latief et al. (2000) menemukan bahwa jumlah anggota
rumah tangga akan mempengaruhi kontribusi karbohidrat, lemak, dan protein
terhadap total energi intake per kapita per hari. Survei Biaya Hidup (SBH) tahun

1989 juga membuktikan bahwa semakin besar jumlah anggota rumah tangga
semakin besar proporsi pengeluaran rumah tangga untuk makanan daripada
untuk bukan makanan. Semakin besar jumlah anggota rumah tangga maka akan
semakin berkurang kontribusi karbohidrat, lemak dan protein terhadap total
energi yang dikonsumsinya.
Sanjur (1982) menyatakan bahwa jumlah pangan yang dikonsumsi dan
juga

pembagian

berbagai

jenis

makanan

yang

dikonsumsi


kelluarga

berhubungan dengan besar keluarga. Keluarga yang memiliki anggota banyak,
cenderung akan membagi makanan yang dimilikinya dengan semaksimal
mungkin sehingga makanan yang dikonsumsi tidakakan cukup untuk memenuhi
kebutuhan dari setiap orang. Hal ini dapat menyebabkan masalah gizi yang
dapat tercipta berdasarkan jumlah keluarga yang besar (Suhardjo 1989). Besar
keluarga akan mempengaruhi kesehatan seseorang atau keluarga. Hal ini
disebabkan oleh besar keluarga akan mempengaruhi konsumsi zat gizi dalam
satu keluarga.

9

Gizi Usia Dewasa
Kebutuhan gizi pada usia dewasa berubah sesuai kelompok usia
tersebut. Peranan gizi pada usia dewasa terutama adalah untuk mencegah
penyakit

dan


meningkatkan

kesehatan.

Makan

merupakan

salah

satu

kesenangan dalam hidup. Memilih makanan secara bijak selama usia dewasa,
dapat menunjang kemampuan seseorang dalam menjaga kesehatan fisik,
emosional, mental, dan mencegah penyakit. Tujuan utama kesehatan gizi pada
usia dewasa adalah meningkatkan kesehatan secara menyuluruh, mencegah
penyakit, dan memperlambat proses menjadi tua (Soetardjo 2011, diacu dalam
Almatsier et al. 2011).
Penyakit degeneratif seperti penyakit jantung dan pembuluh darah,
hipertensi, kanker, serta penyakit lainnya berkaitan erat dengan gaya hidup dan

proses menua. Contoh gaya hidup sehat adalah mengonsumsi makanan
seimbang, minum air putih, berolahraga secara teratur, tidak merokok, cukup
tidur, berteman dan bersosialisasi, selalu optimis, dan belajar seumur hidup (life
long learning). Pada usia dewasa seseorang perlu menjaga kadar gula darah,
kolesterol, dan tekanan darah dalam batas normal, serta berkonsultasi dengan
profesi kesehatan secara teratur. Menurut Worhington et al (2000) dalam
Almatsier et al. (2011) secara umum, kunci untuk memaksimalkan kesehatan
seumur hidup adalah menciptakan keseimbangan antara status fisik, mental,
psikologis, dan sosial.
Konsumsi Pangan dan Faktor yang Mempengaruhinya
Dikemukakan oleh Maslow, pangan merupakan salah satu kebutuhan
fisiologis, yaitu kebutuhan dasar manusia untuk mempertahankan hidup
(Sumarwan 2003). Pangan merupakan kebutuhan pokok yang paling mendasar
bagi manusia, karenanya pemenuhan kebutuhan pangan merupakan bagian dari
hak azasi individu. Pemenuhan kebutuhan pangan sangat penting sebagai
komponen dasar untuk mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas.
Mengingat pentingnya memenuhi kecukupan pangan, setiap negara akan
mendahulukan

pembangunan

ketahanan

pangan

sebagai

fondasi

bagi

pembangunan sektor-sektor lainnya (Dewan Ketahanan Pangan 2006).
Hak atas kecukupan pangan tidak dapat dilepaskan dari masalah hak
asasi manusia. Aspek gizi memandang bahwa tujuan mengonsumsi pangan
adalah memperoleh sejumlah zat gizi yang diperlukan tubuh, sehingga bila hak

10

atas pangan terpenuhi, maka kualitas hidup yang baik mencakup status gizi dan
kesehatan akan tercapai (Khomsan 2002). Jumlah dan jenis pangan yang
dikonsumsi tidak saja dipengaruhi oleh produksi, ketersediaan pangan, tetapi
juga daya beli, kesukaan, pendidikan, nilai sosial budaya yang berlaku di
masyarakat.
Metode Food Recall 24 Jam
Prinsip dari metode recall 24 jam, dilakukan dengan mencatat jenis dan
jumlah bahan makanan yang dikonsumsi pada periode 24 jam yang lalu. Dalam
metode ini, responden disuruh menceritakan semua yang dimakan dan diminum
selama 24 jam yang lalu (kemarin). Biasanya dimulai sejak ia bangun pagi
kemarin sampai istirahat malam harinya, atau dapat juga dimulai dari waktu saat
dilakukan wawancara mundur ke belakang sampai 24 jam penuh.
Hal penting yang perlu diketahui adalah bahwa dengan recall 24 jam data
yang diperoleh cenderung lebih bersifat kualitatif. Oleh karena itu, untuk
mendapatkan data kuantitatif, maka jumlah konsumsi makanan individu
ditanyakan secara teliti dengan menggunakan alat URT (sendok, gelas, piring,
dan lain-lain) atau ukuran lainnya yang biasa dipergunakan sehari-hari.
Apabila pengukuran hanya dilakukan 1 kali (1x24 jam), maka data yang
diperoleh kurang representatif untuk menggambarkan kebiasaan makanan
individu. Oleh karena itu, recall 24 jam sebaiknya dilakukan berulang-ulang dan
harinya tidak berturut-turut. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa minimal 2
kali recall 24 jam tanpa berturut-turut, dapat menghasilkan gambaran asupan zat
gizi lebih optimal dan memberikan variasi yang lebih besar tentang intake harian
individu (Sanjur 1997, diacu dalam Supariasa 2002).
Metode recall 24 jam ini mempunyai beberapa kelebihan dan kekurangan,
sebabgai berikut:
Kelebihan metode recall 24 jam:
Mudah melaksanakannya serta tidak terlalu membebani responden.
Biaya relatif murah, karena tidak memerlukan peralatan khusus dan
tempat yang luas untuk wawancara.
Cepat, sehingga dapat mencakup banyak responden.
Dapat digunakan untuk responden yang buta huruf.
Dapat memberikan gambaran nyata yang benar-benar dikonsumsi
indvidu sehingga dapat dihitung intake zat gizi sehari.

11

Kekurangan metode recall 24 jam:
Tidak dapat menggambarkan asupan makanan sehari-hari, bila hanya
dilakukan recall satu hari.
Ketepatannya sangat tergantung pada daya ingat responden.
The flat slope syndrome, yaitu kecenderungan bagi responden yang
kurus unruk melaporkan konsumsinya lebih banyak (over estimate) dan
bagi responden yang gemuk cenderung melaporkan lebih sedikit (under
estimate).
Membutuhkan tenaga atau petugas yang terlatih dan terampil dalam
menggunakan alat-alat bantu URT dan ketepatan alat bantu yang dipakai
menurut kebiasaan masyarakat.
Responden harus diberi motivasi dan penjelasan tentang tujuan dari
penelitian.
Untuk menggambarkan konsumsi makanan sehari-hari, recall jangan
dilakukan pada saat panen, hari pasar, hari akhir pekan, pada saat
melakukan upacara-upacara keagamaan, selamatan, dan lain-lain.
Lemak
Lemak adalah senyawa organik yang terdiri dari atom karbon (C),
hidrogen (H), dan oksigen (O). Lemak bersifat larut dalam pelarut lemak, seperti
benzen, eter, petroleum, dan sebagainya. Lemak yang mempunyai titik lebur
tinggi berbentuk padat pada suhu kamar disebut lemak, sedangkan yang
mempunyai titik lebur rendah berbentuk cair disebut minyak (Syafiq et al. 2009).
Lemak dan minyak terdapat pada hampir semua bahan pangan dengan
kandungan yang berbeda-beda. Tetapi lemak dan minyak sering kali
ditambahkan dengan sengaja ke dalam bahan makanan dengan berbagai tujuan.
Dalam pengolahan bahan pangan, minyak dan lemak berfungsi sebagai media
penghantar panas, seperti minyak goreng, shortening (mentega putih), lemak
(gajih), mentega, dan margarin. Di samping itu, penambahan lemak dimaksudkan
juga untuk menambah kalori serta memperbaiki terkstur dan cita rasa bahan
pangan, seperti pada kembang gula, penambahan shortening pada pembuatan
kue-kue, dan lain-lain.
Berdasarkan sumbernya lemak dibedakan menjadi lemak hewani dan
lemak nabati. Lemak hewani mengandung banyak sterol yang disebut kolesterol,
sedangka lemak nabati mengandung fitosterol dan lebih banyak mengandung

12

asam lemak tak jenuh sehingga umumnya berbentuk cair. Lemak hewani ada
yang berbentuk padat (lemak) yang biasanya berasal dari hewan darat seperti
lemak susu, lemak babi, lemak sapi, dan lemak sapi. Lemak hewan laut biasnya
berbentuk cair dan disebut minyak (Winarno 2008).
Sumber utama lemak adalah minyak tumbuh-tumbuhan (minyak kelapa,
kelapa sawit, kacang tanah, kacang kedelai, jagung, dan sebagainya), mentega,
margarin, dan lemak hewan (lemak daging dan ayam). Sumber lemak lain adalah
kacang-kacangan, biji-bijian, daging dan ayam gemuk, krim, susu, keju dan
kuning telur, serta makanan yang dimasak dengan lemak atau minyak. Sayur
dan buah (kecuali apokat) sangat sedikit mengandung lemak (Almatsier 2011).
Lemak merupakan salah satu komponen makanan multifungsi yang
sangat penting untuk kehidupan. Selain memiliki sisi positif, lemak juga
mempunyai sisi negatif terhadap kesehatan. Fungsi lemak dalam tubuh antara
lain sebagai sumber energi, bagian dari membran sel, mediator aktivitas biologis
antar sel, isolator dalam menjaga keseimbangan suhu tubuh, pelindung organorgan tubuh, serta pelarut vitamin A, D, E, dan K. Penambahan lemak dalam
makanan memberikan efek rasa lezat dan tekstur makanan menjadi lembut dan
gurih. Di dalam tubuh, lemak menghasilkan energi 2 kali lebih banyak
dibandingkan dengan protein dan karbohidrat, yaitu 9 kkal/gram lemak yang
dikonsumsi.
Komponen dasar lemak adalah asam lemak dan gliserol yang diperoleh
dari hasil hidrolisis lemak, minyak maupun senyawa lipid lainnya. Asam lemak
pembentuk lemak dapat dibedakan berdasarkan jumlah atom C (karbon), ada
atau tidaknya ikatan rangkap, jumlah ikatan rangkap, serta letak ikatan rangkap.
Berdasarkan struktur kimianya, asam lemak dibedakan menjadi asam lemak
jenuh (saturated fatty acid/SFA), yaitu asam lemak yang tidak memiliki ikatan
rangkap. Sementara itu, asam lemak yang memiliki ikatan rangkap disebut
sebagai asam lemak tidak jenuh (unsaturated fatty acids), dibedakan menjadi
Mono Unsaturated Fatty Acid (MUFA) memiliki satu ikatan rangkap, dan Poly
Unsaturated Fatty Acid (PUFA) dengan satu atau lebih ikatan rangkap (Syafiq
2009).
Asam Lemak Trans
Asam lemak adalah monokarboksilat berantai lurus yang terdapat di alam
sebagai ester dalam molekul lemak atau trigliserida. Hasil hidrolisis trigliserida

13

akan menghasilkan asam lemak jenuh dan tak jenuh berdasarkan ada tidaknya
ikatan rangkap rantai karbon di dalam molekulnya. Asam lemak tak jenuh
(memiliki ikatan rangkap) yang terdapat di dalam minyak dapat berada dalam
dua bentuk yakni isomer cis dan trans. Asam lemak tak jenuh alami biasanya
berada sebagai asam lemak cis, hanya sedikit bentuk trans. Isomer asam lemak
tak jenuh dapat dibedakan menjadi isomer geometris dan isomer posisi. Isomer
geometris atau sering disebut isomer cis/trans terbentuk ketika asam lemak tak
jenuh dengan konfigurasi cis terisomerasi menjadi berkonfigu