Keberhasilan Reproduksi Tapir Asia (Tapirus indicus) Di Kebun Binatang Di Dunia

KEBERHASILAN REPRODUKSI TAPIR ASIA
(Tapirus indicus) DI KEBUN BINATANG DI DUNIA

NURUSSIFA RAHMA

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011

ii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi Keberhasilan Reproduksi Tapir
Asia (Tapirus indicus) di Kebun Binatang di Dunia adalah karya sendiri dan
belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.


Bogor, Maret 2011

Nurussifa Rahma
NIM B04062986

iii

ABSTRACT

NURUSSIFA RAHMA. Reproduction Success of Malayan Tapir (Tapirus
indicus) in Zoos Around The World. Under direction of LIGAYA TUMBELAKA
The aim of this study was to analyze reproduction datas of malayan Tapir
(Tapirus indicus) which spread in the zoos world wide and recorded in
International Malayan Tapir Studbook which were marriage season pattern,
amount of birth, offspring survival, and life expectation. Tapirs recorded in
International Malayan Tapir Studbook until July 2009 were 921 heads, with
tapirs bornt in conservation were 540 heads. Cubs were born all year round
without following certain season (nonseasonal). The result showed that tapir has
low dead give-birth level (stillbirth 0,0-7,93%) and high give-birth potention (1
head every 2 years) so the population can be increased by good management

practices.
Keywords: reproduction, Malayan tapir, zoo.

iv

RINGKASAN

NURUSSIFA RAHMA. Keberhasilan Reproduksi Tapir Asia (Tapirus indicus) di
Kebun Binatang di Dunia. Dibimbing oleh LIGAYA TUMBELAKA
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji data reproduksi Tapir
asia (Tapirus indicus) yang tersebar di kebun binatang seluruh dunia dan tercatat
dalam International Malayan Tapir Studbook meliputi pola musim kawin,
kemampuan induk menghasilkan anakan, jumlah kelahiran, daya hidup anakan,
dan umur harapan hidup. Jumlah Tapir asia yang tercatat dalam International
Malayan Tapir Studbook hingga bulan Juli 2009 adalah 921 ekor, dengan tapir
yang lahir di kebun binatang sebanyak 540 ekor. Anak tapir lahir sepanjang tahun
tanpa mengikuti musim tertentu (nonseasonal). Hasil analisis menunjukkan
bahwa Tapir asia memiliki tingkat kematian yang rendah (kejadian lahir mati 0%
hingga 7,93%) dan potensi kelahiran yang tinggi (1 ekor tiap 2 tahun) sehingga
populasinya dapat ditingkatkan bila dikelola dengan baik.

Kata kunci: reproduksi, Tapir asia, kebun binatang.

v

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

vi

KEBERHASILAN REPRODUKSI TAPIR ASIA
(Tapirus indicus) DI KEBUN BINATANG DI DUNIA

NURUSSIFA RAHMA


Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kedokteran Hewan pada
Fakultas Kedokteran Hewan

FAKULTAS KEDOKTERAN HEWAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2011

vii

LEMBAR PENGESAHAN

Judul

: Keberhasilan Reproduksi Tapir Asia (Tapirus indicus) di Kebun
Binatang di Dunia

Nama


: Nurussifa Rahma

NIM

: B04062986

Disetujui

Dr. drh. Ligaya ITA Tumbelaka, SpMP, MSc
Pembimbing

Diketahui

Dr. Nastiti Kusumorini
Wakil Dekan FKH IPB

Tanggal Lulus:

viii


PRAKATA

-

-

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat serta
karunia-Nya sehingga penyusunan dan penulisan skripsi dengan judul
Keberhasilan Reproduksi Tapir asia (Tapirus indicus) di Kebun Binatang di
Dunia dapat diselesaikan dengan baik.
Skripsi ini disusun dengan metode telaah pustaka berdasarkan rasa
keingintahuan penulis tentang keberhasilan reproduksi Tapir asia di Indonesia,
luar Indonesia daerah tropis, dan luar Indonesia daerah subtropis. Hasil studi ini
diharapkan dapat memberikan informasi mengenai keberhasilan reproduksi Tapir
asia dan dapat menjadi acuan pengetahuan untuk menunjang keberhasilan
reproduksi Tapir asia di Indonesia.
Dalam menyelesaikan penulisan skripsi ini, penulis tidak dapat melupakan
jasa-jasa dari seluruh pihak yang telah membantu. Oleh karena itu penulis ingin
mengucapkan terima kasih kepada:

Dr. drh. Ligaya ITA Tumbelaka, SpMP, MSc. sebagai dosen pembimbing atas
segala bantuan, arahan, dukungan dan waktu yang telah diberikan kepada penulis.
Ibu Sharmy Prastiti sebagai International Malayan Tapir Studbook Keeper yang
telah memberikan data sekunder mengenai data individu Tapir asia di dunia.
Dr. drh. Deni Noviana sebagai dosen pembimbing akademik atas segala dukungan
dan saran yang telah diberikan kepada penulis.
Ibu Dyah Maharani, Bapak Ahmad Yazid, adik Fahmi Noor Ghazali, dan seluruh
keluarga besar atas segala doa dan dukungan yang tiada henti untuk penulis.
Bapak Nobo yang telah membantu dalam penulisan makalah dan skripsi.
Teman-teman satu bimbingan (Igit, Putra, Yuvita, Rista, dan Unita) atas segala
bantuan dan dukungannya.
Keluarga besar FKH, terutama Aesculapius 43 (Ayu, Abhe, Asme, Nobo, Hadi,
Iir, Indra, Binol, Ipinth, Galuh, Sonni, Mbambit, Dhinta, dan teman-teman
lainnya) serta kak Winda atas dukungan, kebersamaan dan kenangan yang tak
akan pernah terlupakan.
Keluarga Bateng 69 (Jamil, Ayun, Mira, Ria, Mei, Poppy, Asti, Renna, Nadia, Sri,
Megumi) atas dukungan dan kebersamaannya.
Teman-teman Himpunan Minat Profesi Satwa Liar atas pengalaman dan pelajaran
berharga yang telah diberikan kepada penulis.
Serta semua pihak dan fasilitas yang telah membantu penulisan skripsi ini, yang

tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna,
untuk itu penulis akan menerima kritik dan saran dengan senang hati. Penulis
berharap skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.

Bogor, Maret 2011

Nurussifa Rahma

ix

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Painan pada tanggal 22 Maret 1989
dari bapak Ahmad Yazid, MKes. dan ibu Dyah Maharani, SKM.
Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara.
Tahun 2006 penulis lulus dari SMA Negeri 2 Semarang
dan pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur
USMI (Undangan Seleksi Masuk IPB). Penulis memilih jurusan
Fakultas Kedokteran Hewan sebagai minatnya.

Selama mengikuti program sarjana, penulis tergabung dalam OMDA Patra
Atlas (Organisasi Mahasiswa Daerah Paguyuban Putra Atlas Semarang). Penulis
juga aktif dalam Komunitas Seni Steril, IMAKAHI (Ikatan Mahasiswa
Kedokteran Hewan Indonesia), HIMPRO SATLI (Himpunan Minat dan Profesi
Satwa Liar) FKH IPB sebagai pengurus Divisi Eksternal periode 2007/2008 dan
Sekretaris periode 2008/2009, dan juga ikut serta menjadi panitia dalam First
Congress of South East Asia Veterinary School Association (SEAVSA).

x

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI ........................................................................................

Halaman
ix

DAFTAR TABEL ................................................................................

x


DAFTAR GAMBAR ...........................................................................

xi

DAFTAR LAMPIRAN ………………………………………………

xii

PENDAHULUAN
Latar Belakang ..............................................................................
Tujuan Penelitian ..........................................................................
Manfaat ………………………...………………………………..

2
2
2

TINJAUAN PUSTAKA
Tapir asia (Tapirus indicus) ..........................................................

Taksonomi...............................................................................
Morfologi ...............................................................................
Reproduksi .............................................................................
Habitat dan Persebaran ...........................................................
Pakan dan perilaku .................................................................
Studbook ........................................................................................
Habitat Ex-situ ...............................................................................

3
3
4
6
8
9
14
14

MATERI DAN METODE
Hewan yang Diteliti ......................................................................
Metodologi ....................................................................................
Tempat dan Waktu ........................................................................
Analisis Data .................................................................................

16
16
16
16

HASIL DAN PEMBAHASAN
Pola Musim Kawin ........................................................................
Kemampuan Induk Menghasilkan Anakan ...................................
Jumlah Kelahiran ..........................................................................
Daya Hidup Anakan ......................................................................
Umur Harapan Hidup …………………………………..………..

17
20
21
24
25

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan ………………………………………….……………
Saran …………...………………………………………………

28
28

DAFTAR PUSTAKA ………………………………..………………

29

LAMPIRAN………………………………………………………......

32

xi

DAFTAR TABEL

Halaman
1

2

3

4

5

6

Tanaman yang disukai oleh Tapir asia dalam area penelitian di
Taman Negara, Malaysia .............................................................

9

Pola bulan perkawinan Tapir asia di kebun binatang di dunia
berdasarkan International Malayan Tapir Studbook hingga
tahun 2009 ...................................................................................

19

Kemampuan induk Tapir asia dalam menghasilkan anakan di
kebun binatang di dunia berdasarkan International Malayan
Tapir Studbook hingga tahun 2009 ..............................................

20

Rata-rata per tahun jumlah kelahiran Tapir asia di kebun
binatang di dunia berdasarkan International Malayan Tapir
Studbook hingga tahun 2009 ........................................................

22

Daya hidup anakan Tapir asia yang lahir di kebun binatang di
dunia berdasarkan International Malayan Tapir Studbook
hingga tahun 2009 .......................................................................

24

Umur harapan hidup Tapir asia di kebun binatang di dunia
berdasarkan International Malayan Tapir Studbook hingga
tahun 2009 ...................................................................................

25

xii

DAFTAR GAMBAR

Halaman
1

Empat jenis tapir yang hidup di dunia ..........................................

4

2

Tapir asia (Tapirus indicus) ..........................................................

5

3

Perilaku kawin Tapir asia ..............................................................

6

4

Induk Tapir asia dan anaknya .......................................................

7

5

Persebarab habitat alami Tapir asia (Tapirus Indicus) ..................

8

6

Pola bulan kelahiran Tapir asia di kebun binatang di dunia
berdasarkan International Malayan Tapir Studbook hingga
tahun 2009 .....................................................................................

18

Jumlah kelahiran Tapir asia di kebun binatang di dunia
berdasarkan International Malayan Tapir Studbook hingga
tahun 2009 .....................................................................................

22

Daya hidup anakan Tapir asia di kebun binatang di dunia
berdasarkan International Malayan Tapir Studbook hingga
tahun 2009 .....................................................................................

25

7

8

xiii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
1

2

3

Jumlah kelahiran Tapir asia di kebun binatang di Indonesia
berdasarkan International Malayan Tapir Studbook hingga
tahun 2009 ...................................................................................

30

Jumlah kelahiran Tapir asia di kebun binatang di luar Indonesia
daerah tropis berdasarkan International Malayan Tapir
Studbook hingga tahun 2009 ........................................................

35

Jumlah kelahiran Tapir asia di kebun binatang di luar Indonesia
daerah subtropis berdasarkan International Malayan Tapir
Studbook hingga tahun 2009 ........................................................

36

PENDAHULUAN

Latar belakang
Tapir adalah mamalia yang termasuk dalam golongan perissodactyla.
Tapiridae merupakan famili yang terdiri atas empat spesies, salah satunya adalah
Tapirus indicus yang merupakan spesies Dunia Lama (Old World Species). Tiga
spesies lainnya berasal dari spesies Dunia Baru (New World Species) yaitu
Tapirus terrestris (Tapir dataran rendah), Tapirus bairdii (Tapir bairdii), dan
Tapirus pinchaque (Tapir pegunungan) (Nash 2009). Tapirus indicus biasa juga
disebut sebagai Tapir malayan atau Tapir asia. Hewan ini dapat ditemukan di
Bagian Selatan Burma, Peninsula Melayu, Asia Tenggara, dan Sumatra.
Berdasarkan kriteria IUCN (International Union For Conservation of Nature and
Natural Resources) tahun 2008 Tapir asia termasuk ke dalam golongan
endangered (terancam punah) (Lynam et al. 2008) dan termasuk ke dalam daftar
appendix 1 menurut CITES (Convention of International Trade in Endangered
Species). Di Indonesia, hewan ini adalah hewan yang dilindungi oleh undangundang sejak pemerintahan Belanda pada tahun 1931 dan diteruskan oleh
beberapa undang-undang baru yang dibuat oleh pemerintah Indonesia.
Tapir berperan penting dalam membentuk dan menjaga biodiversitas
ekosistem tropis. Penurunan populasi dari satwa tersebut dapat menyebabkan
gangguan beberapa proses ekologi pada hutan seperti penyebaran biji dan
perputaran nutrisi. Kerusakan habitat dan perburuan liar merupakan ancaman
utama terhadap berkurangnya populasi Tapir asia dalam habitat aslinya.
Saat ini Tapir asia telah tersebar di habitat ex-situ hampir di seluruh dunia.
Salah satu tujuan utama pengembangbiakan ex-situ adalah untuk mencegah hewan
tersebut dari kepunahan. Tapir telah banyak dipelihara dan dikembangbiakkan di
luar habitat alaminya. Walaupun demikian, belum banyak data yang berhasil
diperoleh mengenai keberhasilan reproduksi satwa tersebut dan menganalisis data
reproduksinya agar dapat dimanfaatkan untuk melestarikan populasinya.

2

Tujuan penelitian
Penelitian bertujuan untuk menganalisis data reproduksi Tapir asia
(Tapirus indicus) yang tersebar di kebun binatang di seluruh dunia yang dicatat
dalam International Malayan Tapir Studbook meliputi pola musim kawin,
kemampuan induk menghasilkan anakan, jumlah kelahiran, daya hidup anakan,
dan umur harapan hidup.

Manfaat
Hasil yang diperoleh dapat digunakan untuk mengetahui tingkat
keberhasilan reproduksi Tapir asia di dunia dan juga sebagai acuan pengetahuan
untuk menunjang keberhasilan reproduksi Tapir asia di Indonesia.

TINJAUAN PUSTAKA

Tapir asia (Tapirus indicus)

Taksonomi
Tapir asia (Tapirus indicus) adalah salah satu spesies tapir dari famili
tapiridae dan genus Tapirus. Tapir asia merupakan jenis yang terbesar dari
keempat jenis tapir yang hidup di dunia dan satu-satunya yang berasal dari Asia.
Di Indonesia, hewan ini memiliki habitat alami di hutan hujan tropis di pulau
Sumatra. Tapir di daerah Sumatra umumnya memiliki nama lokal yaitu tanuak
atau seladang, gindol, babi alu, kuda ayer, kuda rimbu, kuda arau, marba, cipan,
dan sipan. Berikut ini adalah klasifikasi Tapir asia menurut Desmarest 1819:
dunia

: Animalia

filum

: Chordata

subfilum

: Vertebrata

kelas

: Mammalia

ordo

: Perissodactyla

famili

: Tapiridae

genus

: Tapirus

spesies

: Tapirus indicus

Genus Tapirus terbagi menjadi empat spesies (Downer 2001) yaitu
Tapirus indicus (Tapir asia) yang merupakan spesies Dunia Lama (Old World
Species) dan tiga spesies lainnya yaitu Tapirus terrestris (Tapir dataran rendah),
Tapirus bairdii (Tapir bairdii), dan Tapirus pinchaque (Tapir pegunungan) yang
merupakan spesies Dunia Baru (New World species).

4

Gambar 1 Empat jenis tapir yang hidup di dunia
Sumber: Nash (2009)

Morfologi
Nash (2009) menyebutkan bahwa Tapir asia merupakan jenis yang
terbesar dari keempat jenis tapir lainnya. Hewan ini mudah dikenali berdasarkan
pola warna tubuhnya. Bagian depan tubuh mulai dari kepala, leher dan kaki
berwarna hitam, sedangkan bagian belakang termasuk punggung dan pinggang
berwarna putih. Telinga berbentuk oval dan tegak lurus, dengan ujung telinga
berwarna putih. Hewan ini memiliki mata yang kecil dengan indera penglihatan
yang agak buruk, karena itu tapir lebih mengandalkan indera penciuman dan
pendengaran dalam menjalani kehidupannya.
Tapir yang baru lahir berwarna coklat gelap kemerahan, dengan garis
bintik berwarna kuning dan putih. Pola warna ini akan mulai berganti setelah anak
tapir berumur 51 hari dan mencapai tingkatan warna yang sama dengan individu
dewasa setelah berumur 105 hari (Novarino 2000). Pola warna ini berguna untuk
kamuflase, terutama di hutan rindang pada saat malam hari.

5

Tapir memiliki ciri khas yaitu bentuk hidungnya yang memanjang seperti
belalai pada gajah, tetapi pada tapir lebih pendek. Belalai tersebut merupakan
gabungan dari hidung dan bibir atas yang terdiri dari otot dan jaringan ikat lunak
(Tapir Specialist Group 2007), berfungsi untuk mengambil daun muda atau buah
dari pepohonan. Hidung ini didekatkan ke tanah saat hewan ini berjalan.
Fahey (2009) menyebutkan bahwa tapir memiliki empat jari di tiap kaki
depan dan tiga jari di tiap kaki belakangnya yang dilengkapi dengan kuku. Jari
kaki keempat pada kaki depan tapir tidak menyentuh tanah pada saat berjalan,
sehingga hanya terlihat tiga bentukan jari pada jejak kakinya. Jejak kaki depan
individu dewasa memiliki panjang antara 155–220 mm dan lebar sekitar 139–240
mm, sedangkan kaki belakang memiliki panjang sekitar 127–220 mm dan lebar
113–180 mm. Bentuk tubuh yang membulat dan kaki depan yang lebih pendek
memungkinkan tapir untuk berlari dengan cepat diantara rerimbunan semak.
Selain itu, tapir memiliki kemampuan untuk berenang dan menyelam dalam air
untuk waktu yang cukup lama. Tapir asia dewasa dapat tumbuh hingga mencapai
panjang 1,8-2,4 m (sekitar 6-8 kaki) dan tinggi 0,9 m (sekitar 3 kaki) (Lernout &
Hauspie 2009). Tapir betina memiliki ukuran tubuh yang lebih besar daripada
tapir jantan. Bobot tubuh tapir betina berkisar antara 340-430 kg, sedangkan tapir
jantan 295-385 kg (Tapir Specialist Group 2007).

Gambar 2 Tapir asia (Tapirus indicus)

6

Reproduksi
Sistem reproduksi biologi dan tingkah laku tapir umumnya hampir sama
untuk semua spesiesnya. Hewan ini akan mengalami kematangan seksual pada
umur sekitar 2 tahun (Barongi 1993). Periode kebuntingan Tapir asia berlangsung
selama kurang lebih 400 hari atau 13 bulan. Siklus estrus pada tapir betina dapat
diketahui berdasarkan kadar progesteron dan estradiol dalam plasma (Schaftenaar
et al. 2006). Pada umumnya, tapir betina mengalami siklus estrus yang berulang
tiap kurang lebih 43 hari dengan estrus yang terjadi selama 1-4 hari (Tapir
Specialist Group 2007). Tapir jantan akan mengawini betina satu kali dalam
periode tersebut dengan kopulasi yang dapat terjadi selama 15–20 menit. Tapir
asia memiliki siklus estrus yang lebih panjang dibandingkan dengan Tapir bairdii
yang hanya berlangsung selama sekitar 1 bulan (Brown et al. 1994; Kusuda et al.
2002). Tapir betina akan menunjukkan estrus postpartum dan memungkinkan
untuk kembali bunting pada waktu 1-3 bulan setelah melahirkan (Grzimek 1990).
Bamberg et al. (1991) mengemukakan bahwa kebuntingan pada tapir betina yang
terdapat di alam bebas dapat didiagnosa terhadap kadar esterogen dalam feses
menggunakan metode enzyme immunoassay.

Gambar 3 Perilaku kawin Tapir asia
Berdasarkan data Tapir asia yang berada di Malay Peninsula, Malaysia,
dalam Huffman (2004) dikatakan bahwa musim kawin biasanya terjadi pada bulan

7

April dan Mei. Perkawinan ditandai dengan ritual saling berkejaran dan bercumbu
terlebih dahulu. Setelah tertarik secara seksual, hewan ini akan membuat suara
menciut dan bersiul kemudian mencoba untuk saling mencium bagian genital
sambil berputar-putar. Mungkin juga hewan ini akan saling mengigit daerah
telinga, kaki ataupun panggul.
Tapir asia merupakan jenis yang terbesar pada saat lahir dibandingkan
jenis tapir lainnya dan tumbuh lebih cepat dari jenis tapir lain. Tapir betina
melahirkan satu anak tiap dua tahun dan dapat hidup hingga mencapai 30 tahun.
Anak Tapir asia disapih pada umur 6 hingga 8 bulan. (Fahey 2009). Anak tapir
yang baru lahir sangat tergantung pada induknya. Dalam habitat alaminya,
seringkali seekor induk tapir terlihat sedang bersama anaknya. Sebelum
melahirkan, tapir betina akan memisahkan diri hingga anaknya lahir dan berumur
tiga sampai empat bulan. Dalam beberapa kasus kelahiran bayi jantan, induk tapir
dapat meninggalkan anaknya lebih cepat, namun demikian dalam contoh kasus
lainnya, induk tapir tidak dapat meninggalkan anaknya dan bergaul kembali
dengan tapir lainnya hingga anaknya benar benar dapat berpisah dari induknya.
Beberapa minggu setelah kelahiran, induk tapir akan meninggalkan anaknya di
tempat tersembunyi. Setelah berumur beberapa bulan, anak tapir akan mulai
mengikuti induknya untuk belajar mencari makan.

Gambar 4 Induk Tapir asia dan anaknya
Sumber: Nash (2009)

Seekor tapir muda yang baru lahir dapat mencapai berat hingga 10 kg (22
pon). Tapir yang baru lahir memiliki warna cokelat dengan garis-garis dan bintik-

8

bintik putih, pola yang memungkinkannya bersembunyi secara efektif di dalam
bayang-bayang hutan untuk menghindari predator di alam liar. Pola ini akan
memudar dan berubah menjadi pola warna tapir dewasa pada umur 105 hari.

Habitat dan Persebaran
Dahulu, Tapir asia dapat ditemukan di seluruh hutan hujan dataran rendah
di Asia Tenggara termasuk Kamboja, Indonesia, Laos, Malaysia, Myanmar,
Burma, Thailand, dan Vietnam. Namun populasinya semakin lama semakin
menurun. Saat ini, Tapir asia memiliki persebaran meliputi Myanmar, Thailand
bagian selatan, Peninsular Malaysia, dan pulau Sumatera (Cranbrook dan Piper
2009).

Gambar 5 Persebaran habitat alami Tapir asia (Tapirus indicus)
Sumber: Khan (1997)

Hewan ini dapat hidup dalam habitat rawa, dataran rendah, pegunungan,
hutan perbukitan, hutan sekunder, semak lebat, dan perkebunan palem. Beberapa
penemuan menyatakan bahwa tapir pernah terlihat di pinggir hutan, hutan primer,
hutan sekunder, dan di beberapa perkebunan seperti kebun karet dan kebun palem
(Santiapilai & Ramono 1990). Dalam laporan yang tercatat di Taman Nasional
Kerinci Seblat, hewan ini dapat mencapai daerah dengan ketinggian 2300 m
(Holden et al. 2003).

9

Menurut informasi Direktorat Konservasi Keanekaragaman Hayati (2007),
populasi tapir di Lembaga Konservasi ex-situ di Indonesia tercatat 17 ekor yang
tersebar di Taman Margasatwa Ragunan 4 ekor, Taman Safari Cisarua 5 ekor,
Taman Safari Prigen 2 ekor, Kebun Binatang Gembira Loka 3 ekor, dan Kebun
Binatang Taman Sari Bandung 3 ekor. Populasi di alam belum diketahui, namun
diduga terus menurun.

Pakan dan perilaku
Tapir adalah jenis hewan herbivora, yaitu hewan pemakan tumbuhan
(Jenssen & Michelet 1995). Hewan ini selektif memilih makanannya, yaitu berupa
daun muda.

Tabel 1 Tanaman yang disukai oleh Tapir asia dalam area penelitian di Taman
Negara, Malaysia
Nama Ilmiah
Lasianthus maingayi
L. griffithii
Urophyllum glabrum
Urophyllum sp.
Psychotria sp.
Prismatomeris malayana
Rubiaceae
Rubiaceae
Macaranga denticulata
M. hypoleuca
M. curtisii var. glabra
Aporosa praineana
A. symplocoides
Baccaurea parviflora
B. pyriformis
Homalomena deltoidea
Amorphophallus sp.
Memecylon oligoneuron
Symplocos crassipes
Symplocos sp.
Gomphandra quadrifida var.
ovalifolia
Ficus semicordata
Garcinia nigrolineata
Saurauia leprosa
Curculigo latifolia
Sumber: Brooks et al. (2007)

Nama Lokal
kentul tampoi
tenboh
cabal
narum
pecang
banran
pengemang
camakob
mahang hijau
mahang puteh
mahang hijau
tembasa
metkot
kemai
jentek
kemoiyang hijau
sampah
klandis
nirat
tenboh
ubat kerah
gaboit
asam kera
pahung
cateng
jering tupai

10

Tapir biasanya memakan umbi, daun-daunan dan buah-buahan dari lebih
115 jenis tumbuhan. Menu pakan pada tapir yang terdapat dalam penangkaran
biasanya terdiri dari pelet atau pakan khusus untuk hewan pemakan tumbuhan
yang dijual secara komersil (kurang lebih terdiri dari 15% protein, 0,7% lisin,
21% serat) dan hijauan (kurang lebih terdiri dari 18% protein dan 30% serat).
Pakan yang diproduksi secara komersil dan bahan makanan yang berasal dari
tanaman perkebunan juga dapat digunakan sebagai pakan. Pisang dan buahbuahan lunak lainnya merupakan makanan yang disukai oleh tapir. Buah-buahan
tersebut juga dapat digunakan untuk membantu penanganan perilaku tapir,
misalnya untuk pelatihan dan administrasi standar perawatan medis (Nowak
1999).
Berbagai jenis makanan dapat digunakan sebagai pakan tapir tetapi
sebaiknya mencukupi dengan hijauan sebanyak 33%, pelet dengan kandungan gizi
lengkap dan makanan komersil atau hasil perkebunan sebanyak 33%. Total
jumlah pakan yang dapat diberikan kepada satu ekor tapir dewasa dalam satu hari
sebanyak kurang lebih 4-5 % dari bobot tubuh minimalnya. Semua bahan pakan
dipotong sesuai ukuran gigitan dan makanan yang diberikan segar setiap hari.
Pakan diletakkan dalam suatu wadah tempat makan terpisah. Tapir yang berada
dalam penangkaran memiliki beberapa catatan tentang penyakit wasir atau
prolapsus anii. Penyakit tersebut dapat disebabkan oleh pemberian pakan dengan
kandungan serat yang rendah seperti pakan yang berasal dari produk komersil
(Barongi 1993). Pakan yang kasar dan berukuran terlalu besar juga dapat
menyebabkan penyakit wasir karena tidak dapat dicerna dengan baik dan dapat
mengganggu saluran pencernaan. (Brooks et al. 1997)
Dalam habitat alaminya, kegiatan makan tidak hanya terpusat pada satu
tempat. Tapir akan mencari makanan dimana terdapat banyak dedaunan dan buahbuahan yang sesuai dengan seleranya. Hewan ini mengkonsumsi makanannya
dalam jumlah sedikit tetapi terus menerus selama periode aktifnya. Saluran
pencernaan tapir sangat mirip dengan kuda, dimana proses fermentasi makanan
oleh mikroba terjadi di dalam sekum (hindgut fermenter).
Tapir asia merupakan hewan penyendiri atau soliter (Wilson & Reeder
1993). Hewan ini menandai daerah kekuasaannya dengan mengencingi tumbuhan

11

di sekitarnya, walaupun daerah tersebut biasanya juga merupakan daerah
kekuasaan individu tapir lainnya (Eisenberg et al. 1990). Hewan ini bergerak
dengan lambat, tetapi bila merasa terancam tapir dapat lari dengan cepat. Tapir
juga dapat membela diri dengan rahang kuat serta gigi tajamnya. Hewan ini
berkomunikasi satu sama lain dengan cicitan dan siulan bernada tinggi dan juga
suka tinggal di dekat air untuk mandi dan berenang. Tapir juga bisa memanjat
tempat yang curam dan aktif terutama malam hari, walaupun tidak benar-benar
nokturnal. Hewan ini cenderung makan begitu matahari terbenam dan sebelum
matahari terbit, dan juga tidur sebentar di siang hari. Tingkah laku ini menandai
mereka sebagai hewan crepuscular. Perilaku sosial dari tapir dalam penangkaran
sangat tergantung dari pribadi tiap individu, pengalaman di masa lalu, keberadaan
makanan dan sistem pengandangan. Beberapa kebun binatang hanya dapat
menempatkan dua ekor tapir dalam satu kandang, sedangkan kebun binatang di
Singapura dan Kuala Lumpur dapat menempatkan 5-10 ekor tapir dalam satu
kandang. Hal ini tergantung dari pengelolaan tiap-tiap penangkaran.
Menurut Barongi (1993), terdapat beberapa syarat untuk pembuatan
kandang tapir. Hewan tersebut sebaiknya memiliki dua ruangan kandang yaitu
kandang dalam dan kandang luar.
Persyaratan kandang dalam:
1. Setiap ruangan kandang memiliki ukuran minimum 3x3 meter atau 9
meter2. Kandang saling berhubungan dengan 4 pintu sorong yang lebar
yang dapat digunakan tanpa menimbulkan resiko mencelakai penjaga.
Sebaiknya terdapat satu kandang untuk satu ekor tapir sehingga hewan
tersebut dapat dipisahkan untuk melahirkan, perawatan kesehatan, atau
bila ada masalah perilaku.
2. Dinding kandang untuk tapir memiliki tinggi minimum 2 meter (6
kaki). Dinding terbuat dari bahan yang keras dan padat (kayu atau
beton) atau batang besi vertikal dengan jarak antar batang vertikal
sepanjang kurang dari 8 inci. Sebaiknya tidak menggunakan batang
horizontal untuk dinding kandang. Lantai kandang dibuat agak miring
agar lantai tetap kering dan tidak tergenang saat basah. Pada kandang
terdapat alas yang hangat atau tempat tersendiri yang cukup hangat

12

untuk tempat beristirahat pada saat musim dingin. Permukaan lantai
tidak terlalu kasar untuk mencegah terjadinya abrasi atau perlukaan
pada telapak kaki tapir.
3. Suhu di dalam ruangan dijaga antara 65,0-85,0 oF atau 18,0-29,5 oC.
Tingkat kelembaban dijaga di atas 50%, kecuali jika dalam ruangan
tersedia kolam. Pada saat musim dingin, sebaiknya suhu alas kandang
dijaga agar tetap hangat.
4. Air minum tersedia setiap saat. Jika air kolam kurang, tapir yang
minum tetap aman dari kemungkinan jatuh ke dalam kolam. Tapir
yang tidak memiliki akses menuju kolam sebaiknya disiram atau
disemprotkan air setiap hari.
5. Syarat minimum kolam dalam ruangan masih belum ditentukan. Jika
tidak terdapat kolam di dalam ruangan dan tapir harus tetap berada di
dalam kandang dalam beberapa minggu, maka pengadaan kolam di
dalam kandang direkomendasikan. Kolam sebaiknya cukup besar
untuk tempat berenang dua ekor tapir dewasa. Untuk keamanan dan
kemudahan keluar dan masuk ke dalam kolam, sebaiknya kolam dibuat
dengan kedalaman yang meningkat berangsur-angsur dan permukaan
yang tidak licin. Tapir dapat menahan nafas di dalam air selama 2-3
menit.
6. Semua areal dalam ruangan kandang berada dalam keadaan bersih.
Kandang sebaiknya menghadap ke timur agar mendapat sinar matahari
pagi dan tidak lembab. Apabila kandang sedang dibersihkan, tapir
sebaiknya dipindahkan pada kandang yang berdekatan.
Persyaratan kandang luar:
1. Luas areal
Satu ekor tapir dewasa sebaiknya memiliki areal pergerakan di kandang
luar seluas 18,5 m2 (sekitar 200 kaki persegi). Kebanyakan waktu tapir
dalam satu hari relatif kurang aktif tetapi disyaratkan tempat yang
cukup luas untuk pergerakan tapir dan untuk aktivitas pemeliharaan
maupun perkembangbiakan.

13

2. Pagar pembatas
Pembatas untuk pinggir kandang luar sebaiknya dibuat parit yang
dangkal dan dibuat miring dengan dinding setinggi 6 kaki atau sekitar 2
meter dari bibir parit. Pagar kandang tanpa parit sebaiknya memiliki
pembatas minimal setinggi 6 kaki (sekitar 1,8 meter). Pagar pembatas
bisa terbuat dari kayu atau rantai yang saling berhubungan. Tapir tidak
bisa melompat tapi dapat dengan mudah memanjat dinding yang tegak
lurus sekalipun setinggi 4 kaki atau sekitar 1,2 meter. Tapir adalah
hewan yang sangat kuat dan dapat menerobos rantai jika rantai dibuat
tidak terlalu kuat. Semua pengunjung sebaiknya menjaga jarak sejauh
tidak kurang dari tiga kaki dari segala kemungkinan kontak dengan
tapir.
3. Tempat berteduh atau naungan
Tapir adalah hewan liar yang membutuhkan tempat untuk berteduh
setiap saat. Pada saat kondisi iklim sedang panas, sebaiknya dalam
kandang disiapkan lebih banyak tempat berteduh.
4. Permukaan
Permukaan di kandang luar sebaiknya berupa tanah padat atau rumput.
5. Kolam
Akses menuju kolam di luar ruangan bila daerah tersebut sedang
mengalami musim panas merupakan syarat minimum yang harus
disiapkan. Hal ini penting untuk menjaga kesehatan tapir dan juga
untuk menjaga perilaku pada tapir. Kolam berisi air bersih yang diganti
setiap hari.
6. Topografi area pergerakan kandang luar
Area untuk pergerakan di luar ruangan sebaiknya dibuat relatif datar
dengan tidak terdapat celah yang sempit dan tikungan 90o.
Karena ukurannya yang besar, tapir memiliki sedikit pemangsa alami.
Pemangsa utama dalam habitat alaminya antara lain harimau dan macan tutul,
tetapi ancaman utama bagi Tapir asia adalah aktivitas manusia, termasuk
penebangan hutan untuk pertanian, banjir akibat dibendungnya sungai untuk
membuat pembangkit listrik tenaga air, dan perdagangan ilegal.

14

Studbook
Studbook merupakan catatan keberadaan suatu jenis hewan tertentu
meliputi kode hewan, jenis kelamin, waktu dan tempat kelahiran, kode induk
jantan, kode induk betina, identitas lokal, waktu dan tempat perpindahan, waktu
dan tempat kematian, nama hewan, kode regional dan penyebab kematian.
International Malayan Tapir Studbook berisi data individu keberadaan seluruh
Tapir asia (Tapirus indicus) di seluruh dunia hingga tahun 2009.
Studbook biasa juga disebut buku pemeliharaan (breed registry). Hewan
yang terdaftar dalam studbook dapat diidentifikasi dengan mudah untuk
menentukan pasangan dalam mengawinkan hewan tersebut agar tidak terjadi
perkawinan sedarah atau inbreeding.

Habitat Ex-situ
Saat ini upaya konservasi cenderung dipilah menjadi 2 kategori besar,
yaitu konservasi in-situ dan konservasi ex-situ. Konservasi in-situ adalah upaya
konservasi suatu spesies di habitat aslinya, sebaliknya konservasi ex-situ adalah
upaya konservasi suatu spesies di luar habitat aslinya. Konservasi ex-situ (di luar
kawasan) adalah upaya konservasi yang dilakukan dengan menjaga dan
mengembangbiakkan jenis tumbuhan dan satwa di luar habitat alaminya dengan
cara pengumpulan jenis, pemeliharaan, dan penangkaran. Pada perkembangannya,
terminologi konservasi ex-situ cenderung terspesialisasi menjadi suatu upaya
konservasi yang dilakukan di luar habitat manusia dengan intervensi manusia
yang cukup intensif, sehingga rujukan contoh kawasan konservasi ex-situ adalah
kebun binatang (zoos), kebun raya (botanical garden), aquaria (sea world), bank
genetik dan kebun plasma nutfah.
Cara ex-situ merupakan suatu upaya pengayaan jenis, terutama untuk
spesies yang hampir mengalami kepunahan dan bersifat unik dengan cara
pemanipulasian objek. Cara konservasi ex-situ perlu mempertimbangkan juga
adaptasi hewan dengan lingkungan buatannya.
Pendekatan konservasi ex-situ juga menuai beberapa kritik yaitu yang
berkaitan dengan minimnya jumlah jenis yang dikonservasi karena terutama
hanya berfokus pada mamalia, reptilia dan aves, sementara takson lain diabaikan.

15

Pendanaan yang dibutuhkan juga cukup besar, dan juga membutuhkan keahlian
khusus sehingga cenderung ekslusif dimana tidak semua orang mampu
melakukannya. Hal ini juga berkaitan dengan etika kesejahteraan hewan (animal
welfare).
Konservasi ex-situ ini sesungguhnya sangat bermanfaat untuk melindungi
biodiversitas, tetapi jauh teknik-teknik konservasi ex-situ seringkali mahal,
dengan penyimpanan kriogenik yang secara ekonomis tidak layak pada
kebanyakan spesies. Tetapi, bila suatu spesies benar-benar akan punah, konservasi
ex-situ menjadi satu-satunya pilihan yang tersisa. Lebih baik melestarikan suatu
spesies daripada membiarkan punah seluruhnya.

MATERI DAN METODE

Hewan yang diteliti
Hewan yang diteliti adalah Tapir asia (Tapirus indicus) yang lahir di
kebun binatang di seluruh dunia berdasarkan International Malayan Tapir
Studbook hingga tahun 2009.

Metodologi
Pengambilan data sekunder didapat dari International Malayan Tapir
Studbook (dengan izin International Malayan Tapir Studbook Keeper) yang berisi
tentang keberadaan, data individu, dan data reproduksi Tapir asia (Tapirus
indicus) yang lahir di kebun binatang di dunia.

Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan di perpustakaan Fakultas Kedokteran Hewan
Institut Pertanian Bogor serta menggunakan internet. Pengambilan data dilakukan
pada bulan Juli hingga Oktober 2010, selanjutnya data dianalisis hingga bulan
Januari 2011.

Analisis Data
Data dianalisis secara deskriptif dengan penggambaran dari International
Malayan Tapir Studbook yang meliputi pola musim kawin, kemampuan induk
menghasilkan anakan, jumlah kelahiran, daya hidup anakan, dan umur harapan
hidup.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Tapir asia dapat ditemukan dalam habitat alaminya di bagian selatan
Burma, Peninsula Melayu, Asia Tenggara dan Sumatra. Berdasarkan Tapir
International Studbook, saat ini keberadaan Tapir asia sudah tersebar di kebun
binatang di seluruh dunia meliputi Amerika, Asia Tenggara, Jepang, China,
Eropa, Australia, bahkan Afrika Selatan melalui proses peminjaman maupun
pemindahan. Hal ini didasarkan pada beberapa alasan diantaranya pembatasan
perkembangan populasi sebagai akibat dari keterbatasan ruang dan dana
pemeliharaan, tetapi alasan utama adalah untuk menghindari perkawinan sedarah
(inbreeding) sebagai akibat dari terbatasnya populasi yang dimiliki oleh hampir
setiap kebun binatang.
Menurut informasi Direktorat Konservasi Keanekaragaman Hayati (2007),
populasi Tapir asia di Lembaga Konservasi ex-situ di Indonesia tercatat sebanyak
17 ekor yang tersebar di Taman Margasatwa Ragunan, Taman Safari Cisarua,
Taman Safari Prigen, Kebun Binatang Gembira Loka, dan Kebun Binatang
Taman Sari Bandung. Populasi tapir yang terdapat di alam belum diketahui,
namun diduga terus menurun. Dengan semakin meningkatnya jenis satwa liar
yang mengalami kepunahan, pengembangan populasi pada tingkat penangkaran
seringkali menjadi upaya penyelamatan terakhir yang dapat dilakukan. Pada
tingkat internasional, pola penyelamatan semacam ini telah diakui sebagai bagian
dari proses konservasi yang sering membuahkan hasil yang positif.

Pola Musim Kawin
Fahey (1999) menyebutkan bahwa musim kawin pada tapir biasanya
terjadi pada bulan April dan Mei, sedangkan dalam Huffman (2004) disebutkan
bahwa pada tapir yang terdapat di Malaysia, perkawinan biasanya terjadi pada
bulan Mei dan Juni. Periode kehamilan pada Tapir asia berlangsung sekitar 390
hingga 403 hari (Huffman 2004) atau sekitar 13 bulan, yang berarti pola kelahiran
dapat terjadi pada bulan April hingga bulan Juni.

Bulan Kelahiran

18

Desember
November
Oktober
September
Agustus
Juli
Juni
Mei
April
Maret
Februari
Januari

Luar Indonesia
Subtropis
Luar Indonesia
Tropis
Indonesia

0

20

40

60

Jumlah Kelahiran (ekor)

Gambar 6 Pola bulan kelahiran Tapir asia di kebun binatang di dunia berdasarkan
International Malayan Tapir Studbook hingga tahun 2009
Sumber: Prastiti (2009)

Gambar 6 menunjukkan pola bulan kelahiran Tapir asia dalam kebun
binatang di seluruh dunia yang dibagi menjadi 3 wilayah yaitu Indonesia, luar
Indonesia daerah tropis, dan luar Indonesia daerah subtropis. Berdasarkan data
tersebut dapat dilihat bahwa kelahiran Tapir asia terbanyak di Indonesia terjadi
pada bulan Januari yaitu sebanyak 4 dari 14 kelahiran atau sekitar 28,57%,
sedangkan kelahiran Tapir asia di luar Indonesia daerah tropis sebagian besar
tersebar merata pada bulan Februari, Maret, April, Juni dan September dengan
masing-masing persentase kelahiran sebanyak 11,24%, dan kelahiran di luar
Indonesia daerah subtropis sebagian besar terjadi pada bulan September dengan
persentase kelahiran sebanyak 11,56%. Data pola kelahiran pada gambar di atas
memperlihatkan bahwa kelahiran Tapir asia terjadi sepanjang tahun, sehingga
hewan tersebut memiliki pola reproduksi nonseasonal atau tidak mengikuti
musim tertentu.
Fahey (1999) menyebutkan bahwa musim kawin pada tapir biasanya
terjadi pada bulan April dan Mei, sedangkan dalam Huffman (2004) disebutkan
bahwa pada tapir yang terdapat di Malaysia, perkawinan biasanya terjadi pada
bulan Mei dan Juni. Data tersebut berbeda dengan data yang didapat pada gambar

19

diatas. Hal ini dapat disebabkan karena perkawinan yang terjadi dalam
penangkaran merupakan perkawinan terkontrol, artinya bahwa pencampuran dan
pemisahan jantan dari betina dilakukan berdasarkan keputusan masing-masing
tempat penangkaran. Hal ini didasarkan pada alasan untuk membatasi
perkembangan populasi terkait dengan terbatasnya carrying capacity dan
menghindari terjadinya inbreeding atau perkawinan sedarah. Carrying capacity
atau daya dukung lingkungan merupakan kemampuan suatu tempat dalam
menunjang kehidupan mahluk hidup secara optimum dalam periode waktu yang
panjang (Soemarwoto 1997). Tingkatan daya dukung lingkungan yang paling baik
adalah daya dukung optimum, dimana terdapat keseimbangan antara jumlah
hewan yang terdapat di daerah tersebut dengan jumlah makanan yang tersedia.
Dilampauinya batas daya dukung akan menyebabkan keambrukan kehidupan,
karena tidak tersedianya sumber daya, hilangnya kemampuan degradasi limbah,
meningkatnya pencemaran dan timbulnya gejolak sosial yang merusak struktur
dan fungsi tatanan ekologi.

Tabel 2 Pola bulan perkawinan Tapir asia di kebun binatang di dunia berdasarkan
International Malayan Tapir Studbook hingga tahun 2009
Bulan
Januari
Februari
Maret
April
Mei
Juni
Juli
Agustus
September
Oktober
November
Desember
Jumlah

Indonesia
jumlah
1
1
0
2
1
0
0
2
1
0
2
4
14

persentase
7,14%
7,14%
0,00%
14,28%
7,14%
0,00%
0,00%
14,28%
7,14%
0,00%
14,28%
28,57%
100,00%

Luar Indonesia
Tropis
jumlah
persentase
10
11,24%
10
11,24%
10
11,24%
9
10,11%
10
11,24%
5
5,61%
7
7,65%
10
11,24%
3
3,37%
6
6,74%
6
6,74%
3
3,37%
89
100,00%

Subtropis
jumlah
Persentase
26
6,53%
26
6,53%
27
6,78%
33
8,29%
40
10,05%
37
9,30%
35
8,79%
46
11,56%
34
8,54%
34
8,54%
34
8,54%
26
6,53%
398
100,00%

Periode kehamilan tapir betina berlangsung selama 13 bulan, sehingga
berdasarkan pola bulan kelahiran pada Gambar 6, didapat pola bulan perkawinan

20

seperti pada Tabel 2. Daerah dengan iklim tropis hanya memiliki dua musim,
dimana fluktuasi suhu yang terjadi tidak berbeda jauh, sehingga hewan pada
daerah tropis memiliki karakteristik reproduksi nonseasonal atau tidak bermusim.
Daerah dengan iklim subtropis memiliki empat musim dengan fluktuasi suhu yang
sangat jauh, sehingga hewan yang hidup pada iklim subtropis akan menyesuaikan
dirinya untuk melakukan perkawinan pada musim tertentu agar dapat melahirkan
anaknya pada musim semi atau musim panas dimana terdapat banyak makanan
dan suhu yang tepat untuk menjamin kelangsungan hidup anaknya.
Tapir asia memiliki habitat asli di hutan tropis, sehingga pola
reproduksinya tidak mengikuti musim tertentu atau nonseasonal. Penangkaran
tapir yang terdapat di luar Indonesia daerah subtropis biasanya telah
menyesuaikan kandang dengan habitat aslinya. Barongi (1993) menyatakan
bahwa terdapat beberapa syarat untuk pembuatan kandang tapir meliputi
terdapatnya 2 ruangan kandang yaitu kandang dalam dan kandang luar.
Persyaratan kandang dalam yaitu ukuran kandang minimal 3x3 meter, ukuran
dinding kandang minimal 6 kaki, suhu ruangan 65,0–85,0 oFahrenheit (sekitar
18,3-29,5 oCelcius), sumber air minum yang tersedia setiap saat, kolam atau
tempat mandi di dalam ruangan, dan kebersihan dalam kandang. Persyaratan
kandang luar yaitu luas areal minimal 61 meter2, pembuatan parit untuk batas
dengan pengunjung, adanya tempat berteduh atau bernaung, terdapat tanah padat
atau rumput, akses menuju kolam, dan topografi area yang datar.

Kemampuan Induk Menghasilkan Anakan
Tabel 3 Kemampuan induk Tapir asia dalam menghasilkan anakan di kebun
binatang di dunia berdasarkan International Malayan Tapir Studbook
hingga tahun 2009
Tempat
1)

Jakarta
Yogyakarta 1)
Kuala Lumpur 2)
San Diego 3)
1)

Nomor studbook
induk betina
837
553
Unk
34

Jumlah anak
3
3
12
15

Indonesia, 2)luar Indonesia daerah tropis, 3)luar Indonesia daerah subtropis

21

Tapir asia biasanya hanya melahirkan 1 ekor anak setiap kali melahirkan,
dengan periode kehamilan berlangsung selama 400 hari atau sekitar 13 bulan.
Tapir betina akan menunjukkan estrus postpartum dan memungkinkan untuk
kembali bunting pada waktu satu hingga tiga bulan setelah melahirkan (Barongi
1993).
Data yang diperoleh dari International Malayan Tapir Studbook
menunjukkan bahwa satu ekor induk tapir betina dapat menghasilkan hingga 15
ekor anak dalam hidupnya. Tapir betina dengan nomor studbook 34 tersebut lahir
pada Januari 1960, melahirkan anak pertama pada Agustus 1966 dan melahirkan
anak terakhir pada Maret 1991. Bila diasumsikan bahwa tapir tersebut mengalami
dewasa kelamin pada usia 2 tahun, maka dapat diperlihatkan dari data tersebut
bahwa seekor tapir betina dapat bereproduksi hingga umur 30 tahun dan memiliki
umur reproduktif hingga 27 tahun.
Tapir betina biasanya mengalami dewasa kelamin pada umur 2 hingga 4
tahun, atau paling lambat 5 tahun pada betina yang berada dalam penangkaran.
Kusuda et al (2007) menyatakan bahwa panjangnya siklus estrus pada Tapir asia
berdasarkan profil progesteron dalam serum berkisar antara 21 hingga 84 hari
dengan rata-rata sekitar 43 hari. Tapir jantan akan mengawini betina satu kali
dalam periode tersebut dengan kopulasi yang dapat terjadi selama 15 – 20 menit.
Siklus estrus yang tercatat selama dua hingga tiga bulan dapat merupakan tingkah
laku seksual yang tidak terdeteksi atau adanya silent estrus. Pengamatan pada
profil progesteron dan perubahan visual pada vulva merupakan metode yang
efektif untuk menentukan siklus estrus pada Tapir asia. Pengembangbiakan Tapir
asia dalam penangkaran dapat ditingkatkan dengan mengandangkan tapir jantan
dan tapir betina yang sedang estrus. Hal tersebut dilakukan dengan pertimbangan
menyesuaikan terhadap perilakunya di alam liar.

Jumlah Kelahiran
Jumlah Tapir asia yang hidup di seluruh dunia berdasarkan International
Malayan Tapir Studbook hingga tahun 2009 adalah 921 ekor, dengan jumlah tapir
yang berhasil lahir dalam penangkaran sebanyak 540 ekor. Sebagian lainnya
merupakan tapir yang berasal dari alam liar untuk kemudian dipelihara dalam

22

habitat ex-situ. Data tersebut kemudian dipilah berdasarkan parameter reproduksi

Jumlah Kelahiran (ekor)

yang diperlukan.
Indonesia

250
200

Luar Indonesia
Tropis
Luar Indonesia
Subtropis

150
100
50
0
Jantan

Betina

Tidak
diketahui

Jenis Kelamin

Gambar 7 Jumlah kelahiran Tapir asia di kebun binatang di dunia berdasarkan
International Malayan Tapir Studbook hingga tahun 2009
Sumber: Prastiti (2009)

Gambar tersebut menunjukkan jumlah kelahiran Tapir asia di seluruh
dunia yang dibagi dalam tiga wilayah, yaitu Indonesia, luar Indonesia daerah
tropis, dan luar Indonesia daerah subtropis. Data selengkapnya dapat dilihat pada
Lampiran 1, Lampiran 2, dan Lampiran 3.

Tabel 4 Rata-rata per tahun jumlah kelahiran Tapir asia di kebun binatang di
dunia berdasarkan International Malayan Tapir Studbook hingga tahun
2009
Keterangan

Indonesia

Jumlah kelahiran (ekor)
Lama keberadaan (tahun)
Rata-rata jumlah kelahiran
per tahun (ekor)

16
34
0,5

Luar Indonesia
Tropis
Subtropis
96
429
42
93
2,28

4,61

Hasil analisis menunjukkan bahwa Tapir asia yang lahir dalam 4 kebun
binatang di Indonesia berjumlah 16 ekor yaitu sebanyak 9 ekor jantan dan 7 ekor
betina. Kelahiran Tapir asia di kebun binatang di Indonesia mulai tercatat dalam
International Malayan Tapir studbook dari tahun 1974 hingga tahun 2008,
sehingga dapat diasumsikan bahwa hewan tersebut telah berada di kebun binatang
di Indonesia selama 34 tahun dengan jumlah kelahiran sebanyak 16 ekor. Hal ini

23

menunjukkan bahwa rata-rata jumlah kelahiran Tapir asia di Indonesia per tahun
adalah sebanyak 0,5 ekor.
Kebun binatang di luar Indonesia daerah tropis memiliki tingkat kelahiran
Tapir asia yang lebih tinggi dibandingkan kebun binatang di Indonesia. Di daerah
tersebut, hewan ini lahir sebanyak 96 ekor di 9 tempat yaitu yaitu 52 ekor jantan,
42 ekor betina, dan 2 ekor tidak diketahui jenis kelaminnya pada saat pendataan.
Kelahiran Tapir asia di luar Indonesia daerah tropis mulai tercatat dari tahun 1966
hingga tahun 2008. Dapat diasumsikan bahwa Tapir asia telah berada di kebun
binatang di luar Indonesia daerah tropis selama 42 tahun dengan jumlah kelahiran
sebanyak 96 ekor, sehingga rata-rata jumlah kelahirannya per tahun adalah
sebanyak 2,28 ekor.
Tapir asia yang lahir di 87 kebun binatang di luar Indonesia daerah
subtropis terdata sebanyak 429 ekor yaitu 198 ekor jantan, 229 ekor betina, dan 5
ekor tidak diketahui jenis kelaminnya pada saat pendataan. Kelahiran Tapir asia di
daerah ini tercatat dari tahun 1915 hingga tahun 2008. Dapat diasumsikan bahwa
hewan tersebut telah berada dalam kebun binatang di luar Indonesia daerah
subtropis selama 93 tahun dengan jumlah kelahiran sebanyak 429 ekor, sehingga
rata-rata jumlah kelahirannya per tahun adalah sebanyak 4,61 ekor.
Jumlah kelahiran Tapir asia per tahun yang terbesar terdapat di luar
Indonesia daerah subtropis. Hal ini dapat disebabkan karena jumlah populasi tapir
di daerah tersebut memang jauh lebih banyak dibandingkan populasi tapir yang
terdapat di Indonesia maupun di luar Indonesia daerah tropis, sehingga jumlah
indukan yang akan dikawinkan juga lebih banyak dan dapat menghasilkan
keturunan yang juga lebih banyak. Jumlah kelahiran juga dapat dipengaruhi oleh
carrying capacity yang ditentukan oleh pembatas lingkungan dan potensi biotik
yang ada (Miller & Spoolman 2008).
Dalam pengembangan populasi di tingkat penangkaran haruslah juga
ditetapkan suatu kebijakan bahwa satwa yang dipelihara mampu untuk terus
berkembang biak secara alami dan memiliki arti konservasi dari segi keragaman
genetiknya. Salah satu yang menjadi kekhawatiran dari upaya penyelamatan
secara penangkaran dengan sumber populasi yang terbatas adalah hilangnya
variasi genetik serta perkawinan sedarah. Terjadinya perkawinan sedarah dengan

24

intensitas tinggi dapat menghasilkan keturunan dengan kualitas yang rendah,
seperti dalam daya reproduksi, ketahanan tubuh, dan penampilan tubuh.

Daya Hidup Anakan
Tabel 5 Daya hidup anakan Tapir asia yang lahir di kebun binatang di dunia
berdasarkan International Malayan Tapir Studbook hingga tahun 2009
Keterangan

Indonesia
Jumlah (persentase)

Lahir mati
(0 hari)
Umur < 30 hari
Umur > 30 hari
Jumlah

0 (0%)
0 (0%)
16 (100%)
16 (100%)

Luar Indonesia
Tropis
Subtropis
Jumlah (persentase)
Jumlah (persentase)
2 (2,11%)
4 (4,21%)
90 (93,68%)
96 (100%)

34 (7,93%)
19 (4,43%)
376 (87,53%)
429 (