Study of Landscape Ecodesign in Urban Settlement

KAJIAN ECODESIGN LANSKAP PERMUKIMAN
PERKOTAAN

VINA PRATIWI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Kajian Ecodesign
Lanskap Permukiman Perkotaan adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Oktober 2013

Vina Pratiwi
NIM A451110081

* Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak
luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.

RINGKASAN
VINA PRATIWI. Kajian Ecodesign Lanskap Permukiman Perkotaan. Dibimbing
oleh ANDI GUNAWAN dan INDUNG SITTI FATIMAH.
Permukiman menjadi penting karena merupakan salah satu kebutuhan dasar
manusia. Kebutuhan permukiman di Indonesia telah mencapai 13,2 juta unit blok
rumah. Di sisi lain, permukiman merupakan 20% penyebab emisi bangunan, 40%
dari konsumsi energi nasional, 12% konsumsi air bersih, dan penghasil 40% dari
gas rumah kaca yang ada. Keselarasan antara bangunan dengan lingkungan
menjadi sangat penting dan mendorong upaya penghematan fosil maupun energi.
Hal tersebut menjadi dasar dari gerakan ecodesign saat ini. Permukiman juga
mengalami gerakan ecodesign melalui pemenuhan kebutuhan permukiman dengan
cara terbarukan. Permasalahan yang dikaji pada penelitian ini adalah belum
diketahui komponen penting ecodesign lanskap permukiman, belum adanya
standar kriteria yang digunakan sebagai acuan penilaian, serta belum diketahui

apakah permukiman yang menggunakan konsep ecodesign sudah memenuhi
kriteria ekologis. Oleh karena itu studi ini memiliki tujuan yaitu: (1) identifikasi
dan pengujian komponen penting penyusun ecodesign lanskap permukiman
perkotaan, (2) penetapan standar kriteria ecodesign lanskap permukiman
perkotaan yang ideal dan penilaian dua lokasi test-case sebagai aplikasi
penggunaan standar kriteria.
Penelitian ini menunjukkan bahwa alternatif prioritas yang menentukan
ecodesign lanskap permukiman perkotaan dimulai dari prioritas tinggi ke rendah
adalah partisipasi penduduk (38,4%), desain tapak (35,9%), dan kelembagaan
(25,7%). Peran serta masyarakat merupakan hal terpenting untuk mewujudkan
konsep ecodesign. Disamping itu komponen penting penyusun ecodesign lanskap
permukiman perkotaan secara berurutan adalah komponen air (29,6%), tata guna
lahan (26,7%), perilaku sumber daya manusia (14,7%), institusi (10,8%), fisik
permukiman (10,0%), dan teknologi (8,2%). Hasil penilaian preferensi ini berada
pada tingkat konsistensi baik, dengan nilai inkonsistensi hierarki sebesar 3%.
Standar kriteria ideal terdiri atas enam komponen, enam belas subkomponen, dan
parameter yang ditetapkan berdasarkan literatur terkait. Ketercapaian konsep
ecodesign pada dua lokasi test-case berada pada level sedang (skor 2,50-4,98).
Hasil ini menunjukkan kedua kawasan masih belum sepenuhnya menerapkan
ecodesign dan masih perlu meningkatkan beberapa parameter. Parameter yang

perlu ditingkatkan adalah ketersediaan institusi lokal, akses ke fasilitas publik,
penggunaan natural force, penggunaan sofmaterial lokal, dan sertifikasi ecoproperties.
Kata kunci: Analitical Hierarchy Process (AHP), ecodesign, kriteria daftar
periksa, permukiman, prioritas alternatif dan komponen

SUMMARY
VINA PRATIWI. Study of Landscape Ecodesign in Urban Settlement. Supervised
by ANDI GUNAWAN and INDUNG SITTI FATIMAH.
Settlement is important because it became one of basic human needs.
Settlement need in Indonesia has reached 13,2 million units. On the other hand,
settlement is the cause of 20% building emissions, 40% of greenhouse gases
producer, caused 40% of national energy consumption and 12% water
consumption. Harmony between building and environment become important
which encouraging fossils and energy saving. These condition become basis of
ecological movement recently. Settlement is also experiencing ecological
movement through fulfillment in renewable way, so settlement developed in
ecological concept. The examined issues in this study were whether settlement in
ecological concept has applied it and became ecologically, critical component and
standard criteria also need to be examined. Therefore, this study has two
objectives; (1) Identifying and testing critical components of landscape ecodesign

in urban settlement through expert judgement, (2) determinating the ideal standard
criteria of landscape ecodesign in urban settlement, and applicate standard criteria
by assessing two test-case settlement.
This study showed, the alternative priorities of landscape ecodesign in urban
settlement sequentially was public participation (38,4%), site design (35,9%), and
institutional (25,7%). Public participation was major driver to embody ecodesign
concept. Besides, critical component of landscape ecodesign in urban settlement
sequentially were water (29,6%), land use (26,7%), human behavior (14,7%),
institution (10,8%), physical settlement (10,0%), and technology (8,2%). This
preference results were in good consistency level, with 3% inconsistency ratio of
hierarchy. Standard criteria consists of six components, sixteen subcomponents,
and parameters were set according related literature. Ecodesign concept at two
test-case settlement were in moderate level (score of 2,50 to 4,98). These results
indicate both of regions were still not fully implemented ecodesign and need to
improve some parameters. The parameters are availability of local institution,
accessibility to public facilities, use of natural force, use of local softmaterial, and
eco-properties certification.
Keywords: alternative and component priority, Analitical Hierarchy Process
(AHP), checklist criteria, ecodesign, settlement


© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

KAJIAN ECODESIGN LANSKAP PERMUKIMAN
PERKOTAAN

VINA PRATIWI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Arsitektur Lanskap


SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Penguji Luar Komisi:
Dr Ir Aris Munandar, MS

Judul Tesis : Kajian Ecodesign Lanskap Permukiman Perkotaan
Nama
: Vina Pratiwi
NIM
: A451110081

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Andi Gunawan, MAgrSc
Ketua


Dr Ir Indung Sitti Fatimah, MSi
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Arsitektur Lanskap

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 30 Agustus 2013

Tanggal Lulus:

ludul Tesis : Kajian Ecodesign Lanskap Permukiman Perkotaan
Nama
: Vina Pratiwi

NIM
: A451110081

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Indung Sitti Fatimah, MSi
Anggota

Dr Ir Andi Gunawan, MAgrSc
Ketua

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Arsitektur Lanskap

Dr Ir Bambang Sulistyantara, MAgr

Tanggal Ujian: 30 Agustus 2013


Tanggal Lulus:

2 8 0CT 2013

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah swt atas segala rahmat-Nya
sehingga tesis ini dapat diselesaikan dengan baik. Tesis berjudul Kajian Ecodesign
Lanskap Permukiman Perkotaan merupakan identifikasi, pengujian komponen,
dan penilaian lanskap permukiman di perkotaan berbasis desain ekologis, yang
dilaksanakan sejak bulan Oktober 2012 sampai Juli 2013. Terima kasih penulis
ucapkan kepada berbagai pihak yang telah berkontribusi dalam penelitian ini.
Terima kasih disampaikan kepada:
1. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIKTI) sebagai sponsor dalam
melanjutkan studi pada program master melalui Beasiswa Unggulan (BU)
Dalam Negeri Tahun 2011
2. Komisi Pembimbing, yaitu Dr. Ir. Andi Gunawan, MAgr.Sc selaku Ketua
Komisi Pembimbing serta Dr. Ir. Indung Sitti Fatimah, MSi selaku Anggota
Komisi Pembimbing, atas arahan dan bimbingan dalam penyusunan tesis
3. Dosen Penguji, yaitu Dr. Ir. Aris Munandar, MS selaku penguji luar komisi

dan Dr. Ir. Bambang Sulistyantara, MAgr selaku penguji dari Program Studi
atas pertanyaan, komentar, dan saran untuk melengkapi tesis ini
4. Responden pakar, yaitu Prof. Ir. Surjono Surjokusumo, MSF, PhD, Prof. Dr.
Ir. Hadi Susilo Arifin, MS, Dr. Ir. Bambang Sulistyantara, MAgr, Ir. Janthy,
MSi, dan pihak planning design Sentul City yang telah bersedia menjadi
responden pakar
5. Pihak Lokasi Penelitian, yaitu PT Sentul City Tbk dan PT Sukaputra Graha
Cemerlang (SGC), khususnya kepada Mba Prastiti Handayani, Bapak Ivan,
Bapak Karjono, dan Mba Nadia. Terima kasih diucapkan kepada PT Bogor
Nirwana Residence (BNR), PT Graha Andrasentra Propertindo, dan pihak
Estate Management BNR yang telah mengizinkan peneliti untuk mengkaji
kawasannya. Terima kasih juga diucapkan kepada Bapak Amril Yusda (Ketua
Paguyuban Cluster Harmony 2 BNR), masyarakat BNR dan masyarakat
Sentul City atas kesediaan dan kontribusinya dalam pengisian kuesioner
6. Keluarga, yaitu kedua orang tua, kedua kakak, dan seluruh keluarga besar,
atas doa, kasih sayang, motivasi, dan dukungan besar kepada penulis
7. Sahabat, yaitu Wiwiek Dwi Serlan H, Presti Ameliawati, E. Junatan Muakhor,
Ratsio Wibisono, Mba Debora Budiyono, Mba Roosna Adjam. Rekan satu
bimbingan, Rosyidamayanti TM dan Bapak Muhammad Guriang. Sahabat di
Pascasarjana Arsitektur Lanskap, Prita Indah P, Mba Delyanet, Ibu Femi,

Pranawita Karina, Mba Listya Aderina, Dedi Ruspendi, Arkham HS, M.
Arthum Artha, Mas Janiarto Paradise, dan Mas Anggi Mardiyanto.
Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi masyarakat dan ilmu
pengetahuan.
Bogor, Oktober 2013
Vina Pratiwi

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vii

DAFTAR GAMBAR

vii

DAFTAR LAMPIRAN

viii

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1
1
3
3
3
3

TINJAUAN PUSTAKA
Lanskap Permukiman Perkotaan
Ecolabeling
Konsep Ecodesign
Metode Ecodesign
Eco-Settlement

5
5
6
6
9
9

METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Alat, Bahan, dan Data
Prosedur Analisis Data
Identifikasi dan Uji Komponen Ecodesign Lanskap Permukiman
Penyusunan Kriteria Daftar Periksa (Checklist)
Penilaian Area terhadap Kriteria Daftar Periksa

11
11
12
12
13
17
18

HASIL DAN PEMBAHASAN
Identifikasi dan Uji Komponen Ecodesign Lanskap Permukiman
Sintesis Pakar Akademisi
Sintesis Bidang Desain pada Lokasi Test-Case
Sintesis Tergabung (Combined Synthesis)
Uji Konsistensi
Penyusunan Kriteria Penilaian
Penilaian Lanskap Permukiman
Kondisi Umum Test-case 1
Kondisi Umum Test-case 2
Implikasi dan Aplikasi Hasil Penelitian

20
20
20
23
24
29
30
33
33
36
42

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

45
45
45

vi

DAFTAR PUSTAKA

46

GLOSARIUM

48

LAMPIRAN

50

DAFTAR RIWAYAT HIDUP

71

DAFTAR TABEL
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.

Kesesuaian lahan berdasarkan kemiringan lereng
Manfaat dari desain ekologis
Beberapa alat analisis ecodesign
Deskripsi alat, bahan, dan data yang digunakan
Komponen dan variabel desain permukiman ekologis
Profil dan latar belakang responden pakar
Daftar pakar penilai komponen ecodesign permukiman perkotaan
Kriteria daftar periksa ecodesign lanskap permukiman perkotaan
Bobot dan prioritas ecodesign lanskap permukiman perkotaan
Strategi penerapan ecodesign lanskap permukiman perkotaan
Kriteria daftar periksa sebagai alat analisis ecodesign
Distribusi penutupan lahan kawasan test-case 1
Penutupan lahan kawasan test-case 2
Perbandingan komponen ecodesign lanskap permukiman eksisting
Penilaian ecodesign lanskap permukiman pada kawasan test-case

5
7
10
12
13
15
16
17
27
28
31
34
38
39
41

DAFTAR GAMBAR
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.

Kerangka berpikir penelitian
Petunjuk umum tahapan kerja dalam ecodesign
Metode pendekatan ecodesign
Lokasi Sentul City dan Bogor Nirwana Residence sebagai test
Hierarki Analysis Hierarchy Process (AHP)
Prioritas alternatif serta komponen bidang Sipil dan Teknik Kayu
Prioritas alternatif dan komponen bidang Arsitektur Lanskap
Prioritas alternatif dan komponen bidang Ekologi
Prioritas alternatif dan komponen bidang Planologi & Pengembangan
Wilayah
Prioritas alternatif dan komponen lokasi test-case
Diagram pohon prioritas ecodesign lanskap permukiman perkotaan
Sensitivitas kinerja dan dinamis ecodesign lanskap permukiman
perkotaan
Sensitivitas gradien ecodesign lanskap permukiman perkotaan
Sintesis dan nilai konsistensi keseluruhan
Kondisi eksisting kawasan test-case 1
Penutupan lahan kawasan test-case 1
Penutupan lahan test-case 2
Kondisi eksisting kawasan test-case 2
Hasil penilaian ecodesign lanskap permukiman
Hubungan antar stakeholder dalam aplikasi konsep ecodesign

4
8
9
11
19
20
21
22
23
24
25
26
29
30
33
35
36
37
40
43

DAFTAR LAMPIRAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Kuesioner Analytical Hierarchy Process (AHP)
Jenis, asal, dan kebutuhan air pada pohon di kawasan test-case 1
Jenis, asal, dan kebutuhan air pada pohon di kawasan test-case 2
Penggunaan hard materials pada test-case 1
Penggunaan hard materials pada test-case 2
Bentuk edukasi kriteria ecodesign lanskap permukiman
Bentuk verbal dan visual komunikasi ekologi

50
61
62
65
67
69
70

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Permasalahan lingkungan yang meningkat, salah satunya disebabkan oleh
penggunaan sumber daya alam yang mengarah pada eksploitasi. Perluasan area
perkotaan mencapai 50% di tingkat global. Di Indonesia diperkirakan hingga 60%
penduduk tinggal di perkotaan pada tahun 2010, artinya kawasan perkotaan di
Indonesia akan menghadapi tantangan berupa dampak tekanan penduduk (Firman
2010). Peningkatan penduduk akan meningkatkan kebutuhan berupa tempat
tinggal. Oleh karena itu, terjadi peningkatan pembangunan permukiman.
Permukiman menjadi penting karena menjadi salah satu kebutuhan dasar
manusia yaitu kebutuhan papan. Kebutuhan permukiman di Indonesia telah
mencapai 13,2 juta unit blok rumah (BPS 2011). Permukiman dengan dominasi
komposisi bangunan menyebabkan emisi yang besar apabila tidak diimbangi
dengan komponen lain. Berdasarkan The 4th Intergovernmental Panel on Climate
Change (IPCC) 20071, penyebab krisis iklim yang ada saat ini, 20% penyebabnya
adalah emisi bangunan. Rata-rata bangunan menggunakan input energi 40% dari
konsumsi energi nasional (Moskow 2008) dan 12% input total air bersih,
sedangkan emisi yang dihasilkan antara lain 30% dari emisi CO2 dan 40% dari gas
rumah kaca yang ada.
Isu mengenai keselarasan antara bangunan dengan lingkungan menjadi
sangat penting dan mendorong upaya penghematan fosil maupun energi. Hal
tersebut menjadi dasar dari gerakan eco-/green saat ini (Roaf et al. 2001).
Permukiman juga mengalami gerakan eco-/green melalui pemenuhan kebutuhan
permukiman dengan cara terbarukan. Sebaliknya, cara tidak terbarukan akan
dihindari atau dihemat, sehingga mulai berkembang konsep ekologis/green pada
permukiman. Konsep tersebut dikenal sebagai eco-property, digunakan untuk
menyebut konsep properti yang ramah lingkungan, yang tidak hanya mencakup
konsep ruang terbuka hijau, namun juga penerapannya dalam perumahan,
bangunan, serta pemilihan bahan bangunan.
Terdapat beberapa permasalahan mengenai kondisi lanskap permukiman
ekologis saat ini. Salah satu permasalahan adalah adanya permukiman dengan
konsep mengacu pada lingkungan, namun belum diketahui apakah permukiman
sudah memenuhi kriteria ekologis. Hal tersebut terjadi karena belum diketahui
komponen penting penyusun lanskap permukiman yang ekologis. Disamping itu,
belum adanya standar kriteria lanskap permukiman ekologis yang digunakan
sebagai acuan penilaian. Keberadaan permukiman dengan konsep eco-, green-,
maupun ramah lingkungan menjadi salah satu program pemerintah yang saat ini
sudah berkembang menjadi gaya hidup/lifestyle (Bali Post 2010). Beberapa
konsep eco-, green-, sustainable, sudah mulai diterima oleh pasar terutama
populernya gaya rumah modern minimalis dan ramah lingkungan. Namun, konsep
tersebut sering salah dipahami karena persepsi oleh pelaku usaha dan konsumen,

1

Hasil penilaian Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) pada tahun 2007,
disampaikan pada Diskusi Pohon dan Green Building, Fakultas Kehutanan IPB (2013) oleh Ir.
Agoes Widjanarko MIP.

2
sehingga perlu diketahui kebutuhan masyarakat dan persepsi mengenai lanskap
permukiman ekologis.
Kajian tentang permukiman yang ekologis dapat dibahas melalui konsep
ecodesign. Ecodesign memungkinkan mendesain sistem artifisial menuju sistem
natural dengan menggunakan prinsip ekologis dalam mendesain lingkungan
terbangun. Dasar pemikiran dari desain adalah membentuk lingkungan yang sehat
bagi masyarakat. Pendekatan desain ekologis (Ecological Design Approach)
memiliki perbedaan fundamental dibandingkan pendekatan lainnya (misalnya
engineering approach). Perbedaan ada pada cara pandang dalam penyelesaian
masalah. Pada pendekatan desain ekologis, desainer memulai penyelesaian
masalah dari melihat kondisi tapak dan berkembang hingga proses menuju
lingkungan yang sehat (Yeang 2006). Hal tersebut menjadi dasar digunakannya
konsep ecodesign dalam mengkaji permukiman di perkotaan.
Kajian mengenai desain taman rumah tinggal hemat energi telah dilakukan
sebelumnya, diperoleh informasi bahwa aspek penting yang harus diperhatikan
pada desain taman dan rumah tinggal hemat energi adalah aspek site design (67%)
dan building design (33%) yang apabila dikombinasi dapat membentuk arsitektur
hemat energi pada skala rumah tinggal. Pencapaian konsep hemat energi dapat
dilakukan dengan penggunaan elemen pohon pelindung untuk ameliorasi iklim
mikro, minimalisasi hard material serap panas, dan penggunaan elemen air
(Kurniawaty et al. 2011). Joga (2010) dalam Berita Departemen Pekerjaan Umum
(PU), menekankan perlunya permukiman hijau termasuk di kawasan kalangan
rendah-menengah. Hal yang ditekankan adalah lokasi permukiman yang dibangun
harus sesuai dengan RTRW Kota serta terpadu dalam satu kawasan (efisiensi
transportasi), diberlakukannya harga subsidi, konsep campur sari hotel-apartemenrusunami (1:3:6) untuk keseimbangan sosial, serta perlunya memberi pemahaman
mengenai permukiman hijau kepada masyarakat agar tidak terjadi gegar budaya.
Berdasarkan permasalahan serta tinjauan teori tersebut, telah dilakukan
penelitian mengenai konsep hemat energi pada skala rumah, namun belum
dilakukan kajian lebih lanjut tentang konsep ecodesign untuk skala permukiman.
Oleh karena itu, diperlukan kajian ecodesign lanskap permukiman perkotaan pada
skala kawasan. Penelitian ini penting dilakukan karena diduga pada skala
kawasan, permukiman akan memiliki komponen desain yang berbeda
dibandingkan skala rumah. Hal ini diperkuat oleh penelitian Deviana (2011) yang
menyatakan nilai ekologis suatu permukiman dipengaruhi oleh kondisi tata guna
lahan, air, partisipasi masyarakat dan kondisi ekonomi masyarakat.
Selanjutnya diperlukan penilaian terhadap ketercapaian konsep ecodesign
pada permukiman perkotaan. Penelitian ini bermanfaat untuk melindungi
konsumen (user). Melalui desain lanskap permukiman yang benar-benar ekologis
akan timbul kepercayaan pada masyarakat sebagai pengguna dan akan
menguntungkan juga bagi pihak pengembang (developer). Lingkungan yang
nyaman, asri, dan sehat mampu meningkatkan penjualan, karena pada kelas
permukiman menengah atas isu lingkungan mempunyai nilai lebih. Desain
lanskap yang ekologis juga dapat membentuk karakter masyarakat (Zulkifly
2010). Apabila lingkungan permukimannya baik maka hal ini akan berdampak
pada kinerja dan kesejahteraan manusianya. Oleh karena itu, melalui penelitian ini
diharapkan permukiman ekologis tidak hanya sebagai trend/life style namun
menjadi kebutuhan dalam menciptakan lingkungan hidup yang nyaman dan sehat.

3
Perumusan Masalah
Konsep ekologis pada desain lanskap permukiman perkotaan memunculkan
permasalahan mengenai standarisasi/kriteria dan status ekologis permukiman yang
ada saat ini. Oleh karena itu, disusun perumusan permasalahan yang terkait
dengan permukiman ekologis sebagai berikut:
1. Apa komponen penting pembentuk konsep ecodesign pada permukiman
perkotaan
2. Bagaimana kriteria ecodesign pada lanskap permukiman perkotaan
3. Bagaimana konsep ecodesign lanskap permukiman pada dua lokasi test-case.
Berdasarkan rumusan permasalahan tersebut, disusun kerangka berpikir
penelitian yang mendeskripsikan metode, alat analisis, dan keluaran masingmasing rumusan masalah (Gambar 1).

Tujuan Penelitian
Studi ini memiliki tujuan yaitu: (1) mengidentifikasi dan menguji komponen
penting penyusun ecodesign lanskap permukiman perkotaan, (2) menetapkan
standar kriteria dan menentukan ecodesign lanskap permukiman yang ideal. Pada
kajian dilakukan penilaian terhadap 2 lokasi test-case, sebagai aplikasi penilaian
konsep ecodesign lanskap permukiman.

Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Bagi pemerintah, developer, dan designer bermanfaat sebagai bahan
rekomendasi dalam mendesain dan menilai tingkat ekologis permukiman
2. Bagi masyarakat umum, penelitian diharapkan bermanfaat dalam memberi
pengetahuan mengenai konsep ecodesign. Hal tersebut juga dapat melindungi
konsumen (user) sebagai pengguna produk lanskap

Ruang Lingkup Penelitian
Batasan penelitian meliputi lingkup kajian dan lingkup area wilayah kajian.
Pembahasan permukiman yang ekologis dibatasi pada terpenuhinya kriteria
ekologis pada komponen fisik dan sosial, tidak membahas lebih lanjut mengenai
komponen ekonomi, sistem, dan aliran materi komponen permukiman. Kriteria
ecodesign yang disusun dapat digunakan pada penilaian permukiman yang sudah
berkembang, apabila permukiman baru akan didesain maka yang digunakan
sebagai kriteria daftar komponen, subkomponen, serta parameter saja. Kriteria
ecodesign ini berlaku pada permukiman dengan tipe pengembangan horizontal.
Lingkup area wilayah kajian adalah kawasan permukiman yang berada di
perkotaan dengan pertimbangan adanya kebutuhan permukiman yang tinggi di
wilayah tersebut. Area ini juga ditentukan atas dasar kesamaan konsep lanskap
permukiman pada dua area kajian yaitu sama-sama mengusung konsep ekologis,
sehingga relevan untuk digunakan sebagai area kajian.

4
PERUMUSAN MASALAH
PERMUKIMAN PERKOTAAN

Permasalahan Bio-Fisik:
Laju pertumbuhan penduduk
meningkat, permukiman meningkat
Berkembang konsep green-, eco-,
properti hijau yang belum jelas
status ecodesignnya

Permasalahan Sosial-Ekonomi:
Peran permukiman ekologis untuk
masyarakat (kebutuhan/lifestyle)
Pemahaman terhadap ecodesign
lanskap permukiman

Permasalahan Aspek Legal:
Prosedur/standar ecolabeling, ecoproperty

PROFIL PERMUKIMAN PERKOTAAN YANG
EKOLOGIS

Komponen permukiman ekologis

Penetapan Kriteria/Standar

Identifikasi & PengujianKomponen
Permukiman Ekologis

Deskripsi komponen penting

Metode Analisis:
Analytical Hierarchy Process (AHP)

Metode:
Desk study, telaah pustaka

Penilaian terhadap area kajian
(Test case: 2 permukiman)

Analisis:
Kesesuaian Eksisting vs. Kriteria

Metode Analisis:
Deskriptif kualitatif

Alat Analisis:
Expert Judgement (Pakar)
Expert Choice Versi 11

Alat:
Literatur Ecodesign

Alat analisis:
Tabel checklist criteria
Pembobotan

Output:
Prioritas komponen dan alternatif
serta pembobotan

Output:
Tabel checklist criteria

Output:
Penilaian konsep ecodesign pada
test-case

Kriteria Ideal Ecodesign Lanskap Permukiman

Gambar 1 Kerangka berpikir penelitian

5

TINJAUAN PUSTAKA
Lanskap Permukiman Perkotaan
Urbanisasi di perkotaan memicu rendahnya pemahaman dampak terhadap
lingkungan alam. Perkotaan bertanggungjawab terhadap 75% konsumsi energi di
dunia & 80% emisi GRK (Farreny et al. 2010). Ecological design berkontribusi
pada kota berkelanjutan dengan konsep nilai kultural dan edukasi. Tempat tinggal
perlu direncanakan dan dirancang sesuai dengan kebutuhan dan keinginan
penggunanya. Kebutuhan pengguna pada dasarnya adalah dekat dengan alam,
tercapainya privasi, kenyamanan, keamanan, dan shelter. Hubungan alam dan
tempat tinggal dapat dilihat dari penyesuaian iklim mikro/makro (faktor paling
penting), dengan penataan elemen dari proses alam (Simonds dan Starke 2006).
Lanskap perumahan menurut Simonds dan Starke (2006) merupakan
kelompok-kelompok rumah yang memiliki secara bersama suatu ruang terbuka
hijau (open space) dan berada di bawah suatu manajemen pengelola perumahan
tersebut, serta terdapat fasilitas umum seperti ruko, lapangan bermain (playfield)
dan daerah penyangga (buffer). Selain itu lingkungan perumahan merupakan suatu
area yang di dalamnya terdapat susunan ketetanggaan atau kumpulan tempat
tinggal, sarana perkantoran, niaga, pendidikan, kesehatan dan fasilitas
administrasi penting lainnya di sekitar area tersebut. Dalam Undang-Undang RI
Nomor 4 Tahun 1992 tentang Perumahan dan Permukiman, didefinisikan bahwa
perumahan merupakan kelompok rumah yang berfungsi sebagai lingkungan
tempat tinggal atau lingkungan hunian yang dilengkapi dengan prasarana dan
sarana lingkungan. Permukiman diartikan sebagai bagian dari lingkungan hidup di
luar kawasan lindung, baik yang berupa kawasan perkotaan maupun perdesaan
yang berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal atau lingkungan hunian dan
tempat kegiatan yang mendukung kehidupan.
Dalam penggunaan lahan, terdapat standar kesesuaian yang didasari oleh
kemiringan lereng. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 1 menurut Standar Nasional
Indonesia 2004.
Tabel 1 Kesesuaian lahan berdasarkan kemiringan lereng
Peruntukan Lahan
0-3

3-5

Jalan raya
Parkir
Taman bermain
Perdagangan
Drainase
Permukiman
Trotoar
Bidang resapan
Tangga umum
Rekreasi
Sumber: Standar Nasional Indonesia, 2004

5-10

Kelas sudut lereng (%)
10-15 15-20 20-30

30-40

>40

6
Faktor-faktor yang menjadi persyaratan fisik lingkungan perumahan dalam
Standar Nasional Indonesia (2004) dapat dibagi menjadi dua faktor, yaitu:
1. Ketinggian lahan tidak berada di bawah permukaan air setempat, kecuali
dengan rekayasa/penyelesaian teknis
2. Kemiringan lahan tidak melebihi 15% (dapat dilihat pada tabel) dengan
ketentuan:
a. Tanpa rekayasa untuk kawasan yang terletak pada lahan bermorfologi
datar landai dengan kemiringan 0-8%; dan
b. Diperlukan rekayasa teknis untuk lahan dengan kemiringan 8-15%

Ecolabeling
Pengertian ecolabel berasal dari kata "eco" yang berarti lingkungan, dan
label yang berarti tanda atau sertifikat. Jadi, ecolabel dapat diartikan sebagai
kegiatan-kegiatan yang bertujuan guna pemberian sertifikat yang mengandung
kepedulian akan aspek-aspek yang berkaitan dengan unsur lingkungan hidup.
Kata "ecolabeling" pada saat ini sudah sedemikian populer dan jauh berkembang
dan banyak dipergunakan dimana-mana, sehingga kemudian diasosiasikan dengan
berbagai kegiatan baik yang sifatnya fisik (lapangan) maupun non-fisik
(peraturan, tata cara, kelembagaan, dan sebagainya).
Ecolabeling memerlukan persiapan dan antisipasi menyangkut aspek legal
dan institusional. Aspek legal berupa pembuatan peraturan, sedangkan aspek
institusional menyangkut wadah kelembagaannya (Sukadri 2011). Hal tersebut
mendorong dibentuknya Lembaga Ekolabel Indonesia (LEI) yang dipimpin oleh
Mantan Menteri Negara Lingkungan Hidup, Prof.Emil Salim. Sifat kerja Lembaga
ini independen, tidak terikat dengan lembaga atau instansi pemerintah manapun,
dan diberikan kewenangan untuk memberikan penilaian terhadap pelaksanaan
pengelolaan kelestarian hutan tropis Indonesia. Sejak dibentuknya LEI pada tahun
1994, lembaga ini aktif melakukan berbagai kegiatan yang melibatkan berbagai
disiplin ilmu yang berkaitan dengan masalah perkembangan hutan dan kehutanan.
Secara umum, ecolabeling menuntut bahwa setiap produk harus telah
didasarkan pada kelestarian sumber daya dan ekosistem dari lingkungan hidup.
Sertifikasi ecolabeling ini bukan hal yang murah, namun kendala ini masih relatif
kecil jika dibandingkan benefit atau manfaat yang dirasakan baik secara ekonomi
maupun lingkungan. Pada sisi ekonomi dengan adanya sertifikat ecolabel akan
membentuk kepercayaan pada komoditi bahwa komoditi tersebut ramah
lingkungan (Nugroho 2011).

Konsep Ecodesign
Van Der Ryn dan Cowan (1996), mendefinisikan desain ekologis sebagai
transformasi energi dan bahan dengan proses sinergis dengan alam. Beberapa
merujuk ecodesign sebagai green design yang fokus pada hubungan manusia dan
lingkungan. Terdapat beberapa pendekatan dalam memahami ekologi, diantaranya
ekologi sistem yang fokus pada aliran energi. Manfaat dari desain ekologis dapat

7
dilihat dari tiga manfaat keberlanjutan dan beberapa komponen seperti pada Tabel
2.
Tabel 2 Manfaat dari desain ekologis
No.
1.

Komponen
Tempat/Kedudukan
Tapak

Ekonomi
Pengurangan biaya
persiapan tapak

Sosial
Peningkatan
estetika

2.

Efisiensi Air

Pengurangan biaya
air

3.

Efisiensi Energi

4.

Material & sumber daya

Pengurangan biaya
bahan bakar dan
listrik
Pengurangan biaya
produksi
(reuse/recycle),
Pengurangan
permintaan energi

Preservasi sumber
air untuk
pertanian/rekreasi
Meningkatkan
kenyamanan
penghuni
Pengurangan arus
perdagangan
melalui
penggunaan
material lokal

5.

Kualitas Lingkungan
Indoor

6.

Pengawasan Desain
(Operasi &
Pemeliharaan)

Produktivitas yang
tinggi

Peningkatan durasi
umur bangunan,
pengurangan
komplain, rendah
biaya energi
Sumber: Van Der Ryn dan Cowan , 1996

Pengurangan
dampak
kesehatan,
peningkatan
produktivitas
Peningkatan
produktivitas dan
kesehatan
penghuni

Lingkungan
Preservasi lahan,
pengurangan
penggunaan
energi
Preservasi sumber
daya air untuk
habitat
Pengurangan
polusi udara dan
emisi CO2
Pengelolaan hutan
ramah
lingkungan,
pengurangan
polusi akibat
transportasi
Kualitas udara
indoor lebih baik,
Pengurangan
emisi
Pengurangan
konsumsi energi

Konsep ecodesign yang dikembangkan oleh Dewan Bisnis Dunia untuk
Pembangunan Berkelanjutan (WBCSD) pada KTT Rio adalah puncak dari
pendekatan holistik, sadar dan proaktif. Tujuan ecodesign adalah membentuk
instruksi sehingga hal yang kita buat menjadi bagian integral kehidupan. Isu
penting terkait hal tersebut adalah perlunya interaksi, keputusan desain tidak
terisolasi dari lingkungan, kesesuaian proyek pembangunan, evaluasi tapak,
transportasi dampak, kondisi kenyamanan, kemandirian produksi pangan.
Pada tahap desain, ecodesign mengasumsikan bahwa dampak lingkungan
dari produk atau jasa harus dipertimbangkan. Hasil yang diharapkan dari
ecodesign adalah pencegahan, sebagai upaya untuk mengurangi limbah. Hal ini
perlu didukung dari sistem sosial-ekonomi. Ecodesign dapat dilihat dari ecoefficiency dan eco-effectivity (Maleetipwan 2008). Aspek penting yang perlu
diperhatikan dalam ecodesign adalah:
1. Penurunan materi dan intensitas energi
2. Mengurangi polutan
3. Peningkatan daur ulang
4. Penggunaan sumber daya terbarukan, dan
5. Daya tahan yang lebih tinggi

8
Secara umum ecodesi
odesign merupakan aktivitas mendesain secara
ara integrasi
dari sistem artifisial menuju
uju sistem natural dengan menggunakan prinsip
nsip ekologis
dalam mendesain lingkung
ungan terbangun (Yeang 2006). Dasar pemiki
mikiran dari
desain adalah membentuk
uk lingkungan yang sehat bagi masyarakat.. D
Dasar dari
ecodesign adalah konsep ekosi
ekosistem (ecosystem analogy), sementara se
secara dasar
teori yang digunakan adala
alah matriks interaksi sistem dengan lingkunga
kungan. Sistem
yang dimaksud mencakup
kup pola, aliran, dan proses yang terjadi
di di suatu
lingkungan. Terdapat petunj
tunjuk umum dalam mendesain secara ekolog
kologis seperti
ditunjukkan pada Gambarr 2.

Penentuan dasar pemikira
ikiran dari desain

Penentuan & pembedaan
an tujuan desain

Penentuan tingkat integra
grasi dan hubungan ecodesain

Tinjauan awal tapak (site
site)

Identifikasi ekosistem di tapak

Penentuan batasan (boun
undary)

Analisis
Sumber: Yeang, 2006

tunjuk umum tahapan kerja dalam ecodesign
Gambar 2 Petunj

ang penting,
Berdasarkan tahapan
pan kerja tersebut terdapat beberapa hal yang
pat beragam
entukan tujuan desain. Tujuan desain dapat
salah satunya perlu ditent
desain untuk
buat hubungan ekologis yang ada di tapak, desa
misalnya untuk membuat
limbah cair,
kenyamanan, konservasi air, manajemen lim
meningkatkan kondisi ken
Selanjutnya
ngan, pengurangan polusi, dan sebagainya.. Se
kemandirian produksi pang
pai dimana tingkat integrasi dan hubungann (linkages)
dilakukan penentuan sampa
yang akan dicapai.
sasi dampak
buat produk atau jasa mampu meminimalisasi
Ecodesign membuat
segi desain
dalah konsep yang mengintegrasikan aspekk se
lingkungan. Ecodesign ada
kungan adalah
ngan. Tujuan utama dari desain untuk lingkung
dan pertimbangan lingkung
uhan dan keiuntuk menciptakan solusii yyang berkelanjutan yang memenuhi kebutuha
utan adalah
esign dipandang sebagai solusi berkelanjuta
nginan manusia. Ecodesign

9

Penetapan Konsep dan
kerangka kajian

Analisis teritori

Penetapan tujuan/sasaran
yang diteliti

Analisis dan Assessment,
evaluasi

Penentuan indikator

Aksi strategis

10
Pengembangan Permukiman 2010). Eco settlement atau disebut juga pemukiman
berwawasan lingkungan, merupakan dasar pandangan dan pembelajaran. Setiap
konsep didasarkan pada pinsip inti eco settlement termasuk integritas ekologi,
gaya hidup yang berkelanjutan (sustainable life style), tata kelola yang baik (good
governance), dan pemeliharaan diversitas budaya dan harmoni (cultural diversity
and harmony).
Pusat Penelitian dan Pengembangan Permukiman telah melakukan penelitian mengenai pengembangan konsep eco-settlements untuk mewujudkan
ekosistem yang berkelanjutan dalam lingkup permukiman. Diperlukan penelitian
terkait dengan pengembangan konsep eco-settlements untuk kawasan perkotaan
untuk memperoleh model permukiman berbasis eco-settlements yang utuh (Astuti
et al. 2012). Penyusunan model permukiman berbasis eco settlements di
perkotaan, dapat dilakukan melalui identifikasi rona awal kawasan permukiman
perkotaan.
Tabel 3 Beberapa alat analisis ecodesign
Analisis
ecodesign
Definisi

Tujuan

Prinsip

Checklist (CL)
Menganalisis area
tertentu yang
diklaim ecodesign

Menjawab letak
permasalahan
lingkungan utama

Material Input Per
Service Unit (MIPS)
Input sumber daya per
unit jasa. Indikator
berdasarkan konsep
material ekologis.

Menyusun projek dengan
karakteristik konsumsi
sumber daya yang rendah

Menyusun kriteria Menduga projek dan arah
dan range
dari modifikasi yang
penilaian, mengisi diusulkan pada material.
ceklis dan
interpretasi
hasilnya (range
dapat
dimodifikasi
sendiri)
Sumber: Nowosielski et al., 2007 dengan pengolahan.

Life Cycle Assessment
(LCA)
Teknik kuantitatif dari
keseluruhan siklus hidup
(dari ekstrasi material
mentah, proses,
pengolahan, transportasi,
distribusi, penggunaan,
pengelolaan, daur ulang
Identifikasi dan menduga
pengaruh lingkungan
selama siklus hidup pada
area yang dianalisis
Menetapkan tujuan,
pelingkupan, inventarisasi,
penilaian dampak, dan
interpretasi

11

12
sampai bulan Juni 2013 dengan rincian dimulai dari tahap persiapan hingga
penyusunan tesis.
Alat, Bahan, dan Data
Alat yang digunakan pada penelitian dapat dikelompokkan menjadi
hardware, dan software. Bahan yang diperlukan adalah peta administrasi, foto
citra, dan standar/kriteria analisis. Data yang digunakan terdiri atas data primer
dan sekunder. Data primer diperoleh melalui observasi kawasan permukiman dan
survei pakar dengan kuesioner AHP. Data sekunder merupakan data yang tidak
diperoleh langsung, seperti data mengenai standar/kriteria, data pendukung
mengenai kawasan permukiman, dan peta pendukung lainnya. Deskripsi
mengenai alat, bahan dan data dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4 Deskripsi alat, bahan, dan data yang digunakan
Alat Penelitian
Hardware
Notebook
Kamera
GPS
Software
Microsoft Office (word
2007, excel 2007, powerpoint 2007)
Expert choice versi 11
Autocad 2007
Photoshop CS 3
Bahan Penelitian
Foto citra
Peta administrasi
Standar/kriteria penilaian
Komponen permukiman
ekologis perkotaan
Kriteria check list
Kondisi eksisting
kawasan permukiman
UU No 1 Tahun 2011

Penggunaan

Sumber Alat

Pengolahan data
Dokumentasi kondisi permukiman,
trackking kawasan permukiman

Pribadi
Pribadi
Departemen ARL IPB

Penyusunan tesis, pengolahan
data tabular/diagram, presentasi)

Diinstal pada notebook

Pengolahan data Analytical
Hierarchy Process(AHP)
Delineasi peta
Pengeditan data image
Penggunaan
Dasar delineasi kawasan
permukiman
Batas lingkup area kajian
Penilaian terhadap kawasan permukiman yang diamati
Identifikasi komponen permukiman ekologis, penyusunan
bobot dan kriteria
Hasil kriteria di masukkan pada
tabel check list untuk penilaian
Identifikasi rona kawasan permukiman terpilih di perkotaan
Analisis aspek legal

Diinstal pada notebook
Diinstal pada notebook
Diinstal pada notebook
Sumber Bahan
Google map pro 2013
Profil kota dan kabupaten
Berbagai sumber
Sekunder dan Primer (AHP
oleh pakar) dan berbagai
sumber
Primer dan hasil kriteria AHP
Primer dan Observasi lapang
Sekunder dan UU No 1 Tahun
2011

Prosedur Analisis Data
Metode penelitian yang akan digunakan pada penelitian ini berupa deskriptif
kualitatif melalui penilaian kesesuaian. Metode tersebut digunakan karena
tujuannya sesuai dengan pencapaian yang diharapkan dari penelitian, yaitu
mengidentifikasi komponen dan menyusun standar. Salah satu metode yang

13
digunakan yaitu Analytical Hierarchy Process (AHP). Analisis tersebut penting
dalam menentukan aspek yang berpengaruh pada desain permukiman perkotaan
yang ekologis berdasarkan pembobotan melalui kepakaran (expert judgement).
Hasil dari analisis ini menjadi dasar bagi tahap penelitian selanjutnya, yaitu
penilaian konsep ecodesign pada area kajian. Prosedur penelitian terdiri atas 3
tahap, yaitu tahap identifikasi dan pengujian komponen penting ecodesign lanskap
permukiman, penyusunan kriteria checklist, dan penilaian area kajian terhadap
kriteria checklist.
Identifikasi dan Uji Komponen Ecodesign Lanskap Permukiman
Pada tahap pertama ini, dilakukan studi pustaka sebagai dasar penentuan
tujuan, komponen, dan alternatif yang menentukan suatu desain lanskap
permukiman tersebut ekologis. Pustaka yang digunakan adalah yang terkait
dengan permukiman, permukiman hijau, permukiman ramah lingkungan, dan
pustaka mengenai ecodesign lanskap (Tabel 5). Komponen hasil studi literatur
disusun ke dalam rancangan hierarki. Setelah komponen diidentifikasi, dilakukan
pengujian komponen-komponen permukiman ekologis menggunakan metode
sistem pengambilan keputusan Analytical Hierarchy Process (AHP) untuk
menentukan alternatif dan bobot komponen ecodesign pada lanskap permukiman.
Tabel 5 Komponen dan variabel desain permukiman ekologis
No.

1.

Komponen
Permukiman
Ekologis
Tata Guna Lahan

Variabel

Tutupan
vegetasi

Kesesuaian
lahan

2.

Air

Kualitas air
minum
Kondisi air
limbah
Run
off/drainase

3.

Fisik
Permukiman

Kepadatan
Bangunan

Hubungan komponen-variabel

Jumlah dan jenis vegetasi sangat
menentukan kualitas ekosistem
permukiman karena berfungsi
sebagai produsen oksigen dan
mengurangi emisi karbondioksida
(CO2)
Luas ruang memadai dan berada
pada peruntukan lahan yang sesuai
akan berkorelasi dengan keamanan
dan kenyamanan pengguna
Efisiensi penggunaan sumber air
Kondisi air limbah yang masih dapat
ditoleransi dapat dimanfaatkan
kembali
Perubahan area resapan menjadi
permukiman berdampak kepada
perubahan pola runoff dan perubahan
tata aliran air. Pola runoff yang
meningkat dapat menyebabkan
banjir, sehingga perlu mengendalikan
run off pada area permukiman
Perbandingan antara luas dasar
bangunan dengan luas persil tanah di
permukiman. Hal ini berpengaruh
terhadap kenyamanan dan
ketercukupan area tinggal

Sumber
Referensi
Balitbang
Kemen PU

Balitbang
Kemen PU

Balitbang
Kemen PU
Balitbang
Kemen PU
Balitbang
Kemen PU

Balitbang
Kemen PU

14
Tabel 5 Lanjutan
Komponen
Permukiman
Ekologis

Variabel

Koefisien
Dasar
Bangunan
(KDB) dan
Hijau (KDH)
Orientasi

Akses ke
pusat
ekonomi
4.

Perilaku
masyarakat

Partisipasi
masyarakat

Persepsi
masyarakat

5.

Teknologi

Pengolahan
limbah

6.

Institusi

Stakeholder

Kebijakan

Hubungan komponen-variabel

Sumber
Referensi

Proporsi KDB dan KDH dalam suatu
area akan berpengaruh terhadap
penyediaan ruang hijau pada
permukiman

Balitbang
Kemen PU

Orientasi bangunan akan
mempengaruhi dalam pemanfaatan
cahaya matahari, memungkinkan
penghematan energi
Kemudahan aksesibilitas ke pusat
ekonomi akan mengefisiensikan baik
secara waktu, transportasi, dan
ekonomi
Partisipasi masyarakat ditentukan
oleh tingkat sumberdaya manusia
(human resource) meliputi
kesadaran, pengetahuan,
keterampilan dan penguasaan
teknologi. Keberadaan rumah
menentukan kualitas masyarakat dan
lingkungannya, serta prinsip
pemenuhan kebutuhan perumahan
Fungsi permukiman ekologis untuk
masyarakat, pemahaman konsep
ekologis yang tinggi akan
meningkatkan taraf kesadaran
lingkungan
Pengolahan limbah rumah tangga
(RT) memberikan nilai lebih dan
secara perlahan akan mengubah
persepsi masyarakat tentang limbah.
Rancang bangun yang ramah
lingkungan serta memanfaatkan
industri bahan bangunan yang
bersumber daya lokal.
Kerjasama antar stakeholder akan
memudahkan pengambilan keputusan
terkait permukiman

Balitbang
Kemen PU

UU Permukiman merupakan
penegasan politik hukum nasional di
bidang perumahan dan kawasan
permukiman.
UU Permukiman sarat akan muatan
ekologis.

Suryani
(2011)

Balitbang
Kemen PU

Balitbang
Kemen PU

Suryani
(2011)

Balitbang
Kemen PU,
UN
Commission
on
Sustainable
Development
(CSD)
Leeds City
Region Urban
Eco-settlements (2009)
dalam
Suryani
(2011)

15
Analytical Hierarchy Process (AHP) merupakan suatu metode pengambilan
keputusan terhadap masalah penentuan prioritas pilihan dari berbagai alternatif
(Saaty 1993). Tahapan analisis menggunakan AHP dapat dideskripsikan sebagai
berikut.
1. Penetapan struktur hierarki yang terdiri atas empat level
Level pertama, merupakan tujuan utama dari kajian. Level kedua,
merupakan level komponen pembentuk ecodesign lanskap permukiman. Level
ketiga, merupakan variabel komponen pembentuk permukiman ekologis. Level
keempat, merupakan alternatif keputusan berupa aspek yang paling berperan
dalam mencapai permukiman ekologis. Struktur hierarki AHP yang dirancang
dapat dilihat pada Gambar 5
2. Pembentukan matriks perbandingan berpasangan (pairwise comparison)
Tahap ini menggambarkan kontribusi relatif atau pengaruh setiap
komponen dan variabel terhadap tujuan. Perbandingan dilakukan berdasarkan
pilihan atau judgement dari pembuat keputusan dengan menilai tingkat tingkat
kepentingan suatu komponen dibandingkan komponen lainnya (Saaty 1993).
Pada pengambilan sampel pakar digunakan aktor pembuat keputusan dari
pihak akademisi dan pihak pengembang.
Kuesioner AHP disebarkan kepada pihak pakar yang akan mengisi
kuesioner AHP. Para pakar mempunyai peranan dalam memberikan persentase
bobot masing-masing pihak terhadap penentuan tingkat prioritas kriteria.
Metode ini tidak menentukan khusus jumlah sampel pakar. Metode pengambilan
sampel yang digunakan adalah teknik sampel tak-acak (dipilih secara sengaja)
yakni purposive sampling. Sampel dipilih berdasarkan pada kondisi khusus yang
dianggap mampu mengindikasikan karakter populasi. Penentuan pakar sebagai
responden memiliki kriteria:
a. Memiliki keahlian atau menguasai secara akademik bidang yang diteliti
b. Memiliki reputasi kedudukan atau jabatan dan sebagai ahli pada bidang
yang diteliti
c. Memiliki pengalaman dalam bidang kajian yang dimiliki.
Berdasarkan kriteria tersebut maka ditentukan responden pakar terpilih
(Tabel 6 dan 7).
Tabel 6 Profil dan latar belakang responden pakar
No
1.

4.

Kriteria pakar
Pakar di bidang Arsitektur
Lanskap
Pakar di bidang Ekologi
Lanskap
Pakar di bidang Sipil dan
Teknik Kayu
Pakar di bidang Planologi

5.

Planning & design

2
3

Asal institusi/lembaga
Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas
Pertanian IPB
Departemen Arsitektur Lanskap, Fakultas
Pertanian IPB
Departemen Teknologi Hasil Hutan, Fakultas
Kehutanan IPB
Program Studi Planologi, Fakultas Teknik,
Universitas Pakuan Bogor
Lokasi test-case
Jumlah

Jumlah
1
1
1
1
1
5

16
3. Perhitungan bobot dan komponen penting
Pada tahap ini dapat dilakukan secara manual maupun menggunakan
software Expert Choice versi 11. Prinsip kerja software berupa matriks
perbandingan berpasangan digunakan untuk membentuk hubungan di dalam
struktur. Pada matriks perbandingan berpasangan tersebut akan dicari bobot dari
tiap-tiap kriteria dengan cara menormalkan data dari pendapat responden. Eigen
value maksimum dan eigen vector yang dinormalkan akan diperoleh dari matriks
ini. Penilaian oleh pakar dilakukan dengan membandingkan antar komponen serta
variabel ke dalam skala 1-9 (Lampiran 1). Keluaran metode AHP adalah bobot
komponen-komponen prioritas yang paling berpengaruh dalam ecodesign lanskap
permukiman
Tabel 7 Daftar pakar penilai komponen ecodesign permukiman perkotaan
No.

Bidang Keahlian

Asal
Institusi/lembaga
Departemen
Arsitektur Lanskap,
Faperta IPB

1.

Landscape Ecology
and Environmental
Management

2.

Urban Greenery
Planning & Design

3.

Engineering and
wood materials

4.

Planology &
Regional Planning

Program Studi
Planologi, Fakultas
Teknik UNPAK

5.

Planning & design

Lokasi test-case

Departemen
Arsitektur Lanskap,
Faperta IPB
Departemen
Teknologi Hasil
Hutan, Fahutan,
IPB Bogor

Jabatan

Nama pakar

Guru Besar &
Dosen
ArsitekturLanskap,
Faperta IPB, Bogor
Dosen
ArsitekturLanskap,
Faperta IPB Bogor
Guru besar &
Dosen Departemen
Teknologi Hasil
Hutan, Fahutan, IPB
Dosen di
Departemen
Arsitektur
Universitas Pakuan
Dosen Program
Studi PWKPlanologi, Fakultas
Teknik, Universitas
Pakuan
Lokasi test-case

Prof. Dr. Ir. Hadi
Susilo Arifin,
MS.
Dr. Ir. Bambang
Sulistyantara,
MAgr.
Prof. (Em). Ir.
Surjono
Surjokusumo,
MSF.PhD.

Ir. Janthy T.
Hidajat, MSi

Planning &
design division

4. Pengujian konsistensi hirarki
Pada proses menentukan faktor pembobotan hirarki maupun faktor evaluasi,
uji konsistensi (Consistency Ratio-CR) harus dilakukan agar diketahui tingkat
konsistensi preferensi pakar dalam mengisi kuesioner. Metode AHP memiliki cara
khusus untuk menentukan apakah data yang diperoleh valid (layak), yaitu dengan
menghitung konsistensi rationya. Jika tingkat inconsistency rationya ≤ 10% atau
nilai CR ≤ 0,10 hal tersebut menunjukkan preferensi penilaian konsisten. Apabila
tidak konsisten maka penilaian perlu direvisi (diperbaiki).
Metode AHP memiliki beberapa keunggulan dalam menganalisis Adapun
kelebihan dan kekurangan AHP dibandingkan dengan metode lain, yaitu:
1. Peralatan utama dari model ini adalah sebuah hirarki fungsional dengan input
utamanya adalah persepsi manusia

17
2. AHP memberikan suatu skala pengukuran dan memberikan metode untuk
menetapkan prioritas
3. Hasil yang didapat lebih rinci, karena dapat dilihat pembobotan untuk tiap
alternatif
4. AHP memberikan penilaian terhadap konsistensi logis dari pertimbanganpertimbangan yang digunakan dalam menetapkan berbagai prioritas
5. Kemampuan melihat perbandingan tiap kriteria untuk masing-masing alternatif
6. Memperhitungkan validitas sampai dengan batas toleransi inkonsistensi
berbagai kriteria dan alternatif yang dipilih oleh para pengambil keputusan.

Penyusunan Kriteria Daftar Periksa (Checklist)
Pada pendekatan ecodesign terdapat beberapa alat analisis yang dapat
digunakan untuk menilai lanskap. Alat analisis yang digunakan adalah Checklist
(daftar periksa). Pemilihan alat analisis disesuaikan dengan tujuan yaitu menilai
konsep ecodesign pada lanskap permukiman. Penyusunan kriteria daftar periksa
dilakukan sebelum menilai area kajian. Kriteria diperoleh dari sumber pustaka
yang terkait dengan ecodesign lanskap permukiman. Kriteria penilaian terdiri atas
komponen dan subkomponen yang sama dengan rancangan hierarki AHP.
Subkomponen tersebut dideskripsikan kembali melalui beberapa parameter yang
terukur. Kriteria daftar periksa ecodesign lanskap permukiman dijelaskan pada
Tabel 8.
Tabel 8 Kriteria daftar periksa ecodesign lanskap permukiman perkotaan
No.

Komponen

1.

Tata guna lahan1

2.

Air

1

Sub komponen
Tutupan vegetasi
Kesesuaian lahan
Run off dan
drainase
Konsumsi air
Efisiensi air

3.

Fisik
Permukiman1,3

Lokasi

Aksesibilitas
KDB dan KDH
Kepadatan
bangunan
4.

Perilaku Sumber
Daya Manusia1

Kesadaran dan
partisipasi

Parameter
Indeks Penutupan Lahan, Kesesuaian
Penutupan Lahan, Taman Lingkungan, Taman
bermain, Taman rumah, RTH rekreasi, RTH
jalan
Ketinggian tempat, slope, status lahan
Luas, tinggi, lama, frekuensi genangan,
penanganan
Tingkat pelayanan, kebutuhan dasar,
kebutuhan lanskap, Tanaman dengan
kebutuhan air rendah, minimalisasi lawn
Pelayanan vs. Kebutuhan
Lokasi, keselarasan dengan komunitas sekitar,
jarak ke lingkungan sensitif, jarak ke
infrastruktur, kedekatan terhadap sumber daya
manusia, orientasi bangunan, orientasi
permukiman
Jalan lingkungan, setapak, kemudahan bagi
pedestrian, sepeda, transport publik,
kendaraan darurat
Koefisien Dasar Bangunan, Koefisien Dasar
Hijau
Jumlah bangunan/ha
Keikutsertaan penghuni meningkatkan
kualitas lanskap, pemanfaatan ruang publik,
pemeliharaan, ketersediaan lembaga
pendamping,

18
Tabel 8 Lanjutan
No

Komponen

Sub komponen
Persepsi dan
preferensi

Parameter
Pengalaman, pemahaman konsep, tingkat
kebutuhan, penerapan konsep, preferensi
Tingkat penyediaan sarana sanitasi,
Sistem pengolahan
5.
Teknologi2, 3
pengelolaan limbah khusus, penerapan 3R,
limbah
dan sebagainya
Penggunaan natural force sebagai alternatif
Energi terbarukan
energi
Jenis material (lunak & keras), kemudahan
Material
didaur ulang, sumber material
Koordinasi
Keterlibatan dalam pengembangan &
4,5
6.
Institusi
stakeholder
pengawasan, Tugas dan wewenang
Kesesuaian analisis Kesesuaian kebijakan permukiman (UU,
dengan kebijakan
RTRW) dan sertifikasi ecoproperties
Sumber: 1Kepmen Kimpraswil No.534/Kpts/M/2001, 2Kibert (2008), 3Sur