Study of Malay Landscape Characteristics in the Landscape of Pekanbaru City, Riau

KAJIAN PEMBENTUK KARAKTERISTIK LANSKAP
MELAYU PADA LANSKAP KOTA PEKANBARU, RIAU

MUHAMMAD ARTHUM ARTHA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Kajian Pembentuk
Karakteristik Lanskap Melayu Pada Lanskap Kota Pekanbaru, Riau adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.


Bogor, Februari 2014

Muhammad Arthum Artha
A451110011

* Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak
luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait.

RINGKASAN
MUHAMMAD ARTHUM ARTHA. Kajian Pembentuk Karakteristik Lanskap
Melayu pada Lanskap Kota Pekanbaru, Riau. Dibimbing oleh NURHAYATI
HADI SUSILO ARIFIN dan ARIS MUNANDAR.
Pekanbaru adalah ibukota dari Provinsi Riau, yang berada di Pulau
Sumatera dengan akar budaya Melayu sebagai tradisi yang telah melekat dalam
kehidupan masyarakatnya sehari-hari. Budaya Barat dengan nilai-nilainya telah
mempengaruhi kehidupan Orang Melayu, berdampak pada menurun dan pudarnya
nilai-nilai budaya Melayu. Generasi-generasi selanjutnya tentu akan semakin
meninggalkannya bila tidak ada usaha untuk melestarikannya (Suwardi 1991).
Salah satu visi dari Provinsi Riau dan pemerintah Kota Pekanbaru adalah

menjadi pusat kebudayaan Melayu di Asia Tenggara pada tahun 2020 (PKP 2012).
Untuk mewujudkan visi tersebut, kota Pekanbaru sebagai ibukota Propinsi
merupakan idealisme utama dalam mengukur dan menilai kebudayaan Melayu,
sehingga dapat dijadikan rujukan atau referensi mengenai perkembangan
kebudayaan Melayu di daerah Asia Tenggara melalui lanskap kota yang
beridentitaskan Melayu. Pada umumnya, kajian terhadap karakteristik Kota
Pekanbaru mengarah pada aspek bidang keilmuan arsitektur pada skala mikro.
Sedangkan kajian yang berkaitan dengan lanskap kota skala makro jumlahnya
masih terbatas. Salah satu bentuk karakteristik kota Pekanbaru yang menarik
untuk dikaji adalah karakteristik lanskap Melayu pada lanskap Kota Pekanbaru.
Penelitian ini bertujuan mengkaji perkembangan karakteristik lanskap
Melayu, mengidentifikasi karakter elemen lanskap Melayu yang ada saat ini, dan
menganalisis elemen prioritas pembentuk karakter lanskap Melayu di Kota
Pekanbaru, dan menyusun rekomendasi penerapan elemen-elemen utama
pembentuk karakter lanskap Melayu dalam pengembangan Kota Pekanbaru.
Metode yang dilakukan pada penelitian ini adalah metode penelitian
kualitatif, dilakukan melalui pengumpulan data yang bersifat primer dan sekunder.
Data primer diperoleh melalui proses teknik wawancara mendalam untuk
menggali informasi secara langsung dari sumber informasi (key informant)
berkaitan dengan sejarah perkembangan Kota Pekanbaru dan kebudayaan Melayu

dan observasi lapang untuk mengetahui keadaan dan keberadaan elemen
pembentuk karakter lanskap Melayu di kota Pekanbaru. Data sekunder diperoleh
melalui penelusuran litaratur yang terkait dengan topik penelitian.
Pengambilan keputusan terhadap masalah penentuan komponen prioritas
pembentuk karakteristik lanskap Melayu di Kota Pekanbaru, menggunakan
metode AHP (Analytical Hierarchy Process). Komponen-komponen tersebut
disusun dalam hierarki yang terdiri dari empat level. Level pertama, merupakan
tujuan utama dari kajian ini, yaitu pembentuk karakteristik lanskap Melayu pada
lanskap Kota Pekanbaru. Level kedua, merupakan level komponen utama
pembentuk karakteristik lanskap Melayu. Level ketiga, merupakan variabel
komponen pembentuk karakteristik lanskap Melayu. Level keempat, merupakan
alternatif keputusan berupa tindakan yang perlu dilakukan terhadap komponen
pembentuk karakterisitik lanskap Melayu.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan masa yang paling kuat karakteristik
lanskap Melayunya terlihat jelas pada masa Senapelan menjadi pusat

pemerintahan Kerajaan Siak dan masa menjadi Propinsi Negeri Pekanbaru dari
sepuluh propinsi di Kerajaan Siak, dimana elemen pembentuk dari kedua masa
tersebut berupa Istana, Balai Kerapatan, Mesjid, Pekan atau Pasar, Pelabuhan, dan
Perkampungan yang berada pinggir sungai. Keberadaan, fungsi, dan karakter fisik

elemen pembentuk lanskap Melayu saat ini masih dapat ditemukan. Elemen
pembentuk tersebut berupa Pelabuhan, Pasar, Mesjid Raya Pekanbaru, Komplek
Makam Marhum Pekan, Rumah Pembesar Kerajaan (Tuan Qadi), Rumah-rumah
yang mencirikan arsitektur Melayu, dan komplek pekuburan Senapelan.
Berdasarkan hasil analisis elemen prioritas pembentuk karakteristik lanskap
Melayu di Pekanbaru, menunjukkan bahwa komponen yang utama pembentuknya
adalah area bersejarah 0,369 (36,9%). Terpilihnya komponen area bersejarah
sebagai prioritas utama karena kawasan tersebut menyimpan informasi kegiatan
manusia pada masa lampau serta mengandung tinggalan dalam bentuk fisik paling
kuat mewakili lanskap Melayu. Alternatif keputusan yang merupakan prioritas
utama adalah “penetapan” dengan bobot nilai sebesar 0,496 (49,6%). Tinggi bobot
nilai alternatif keputusan berupa “penetapan” dibandingkan dengan alternatif
lainnya, karena saat ini area bersejarah di kawasan Bandar Senapelan belum
mempunyai status sebagai Cagar Budaya.
Untuk upaya awal terhadap pelestariannya diwujudkan dengan terlebih
dahulu ditetapkannya kawasan tersebut sebagai kawasan Cagar Budaya yang
didukung melalui aspek legal berupa peraturan perundang-undangan yang
ditetapkan oleh pemerintah maupun pemerintah daerah. Untuk keperluan
manajemen perlindungan, maka perlu dilakukan pembagian wilayah (zonasi),
sesuai dengan UU No. 11 Tahun 2010 tentang Cagar Budaya, mencakup tiga

zona, yaitu zona inti, zona penyangga, dan zona pengembangan. Perlindungan
terhadap zona inti, bertujuan sebagai upaya mencegah dan menanggulangi
elemen-elemen tersebut dari kerusakan, kehancuran, atau kemusnahan yang
dilakukan dengan cara pemugaran. Sebagai upaya untuk memanfaatkan segala
potensi yang dimiliki kawasan tesebut, dibuat suatu konsep pengembangan
kawasan sebagai kawasan objek wisata sejarah dengan memakai konsep “wisata
sambil belajar”. Untuk pengembangan diseluruh Kota Pekanbaru, gaya pada
bangunan, ragam hias, dan warna pada elemen-elemen yang terdapat pada
kawasan bersejarah Bandar Senapelan, dapat diterapkan replikanya pada urban
design Kota Pekanbaru
Kata Kunci: lanskap Melayu, lanskap karakteristik, lanskap kota, kota Pekanbaru

SUMMARY
MUHAMMAD ARTHUM ARTHA. Study of Malay Landscape Characteristics
in the Landscape of Pekanbaru City, Riau. Supervised by NURHAYATI HADI
SUSILO ARIFIN and ARIS MUNANDAR.

Pekanbaru is the capital of Riau Province, Sumatra Island. Pekanbaru has
Malay culture that has embedded in people’s daily life. Western culture with its
values has affected Malay cultural values. It makes the Malay cultural values

decline and fade. The next generation surely will leave it if there is no effort to
preserve it (Suwardi 1991).
One of the Riau Province and Pekanbaru government visions is to be the
central of Malay culture in South East Asia in 2020 (PKP-2012). To realize the
vision, Pekanbaru as the major idealism in measuring and assessing the Malay
culture can be used as references to the development of Malay culture in South
East Asian region through the identity of Malay landscape. In general, the study
on characteristics of Pekanbaru leads to aspects of the scientific field of
architecture at the micro scale. Besides, the study which is related to the urban
landcape macro-scale is still limited. One of the Pekanbaru characteristics that
seems interesting to be researched is Pekanbaru Malay landscape.
This study aims to assess the development of the Malay landscape
characteristic, identifying the existing elements of Malay landscpe character and
analyzing the priority elements forming the Malay landscape character in
Pekanbaru and arranging recommendation of main elements forming Malay
landscape character in Pekanbaru.
This study used qualitative research method. It is done by collecting
primary and secondary data. Primary data were obtained through a process of indepth interviewing technigues to gather information directly from key informant
related to Pekanbaru development history and Malay culture and observed to
determine circumstances and existence of the elements forming the Malay

landscape character in Pekanbaru. Secondary data was obtained through literature
reviews related to reserach topic.
Decision making on problem of determining priority of components
forming Malay landscape characeristics in Pekanbaru used AHP (analytical
Hierarchy Process). The components were arranged in a hierarchy consisting of
four levels. The first level which became the main goal of this study is forming
Malay landscape characteristics. The second level is major component forming
Malay landscape characteristics. The third level is a variable component forming
Malay landscape. The fourth level is an alternative decision action that needs to be
done to the forming components of Malay landscape characteristics.
The result of this study indicated that the most powerful period landscape
characteristic was in Senapelan. Senapelan was the central of Siak Kingdom.
Senapelan turned to Negeri Pekanbaru province from ten provinces in Siak
Kingdom. During that periode , there were formed elements of Palace, The
Assembly Hall, Mosques, Pekan or Markets, Ports, and Settlements located along
the rivers. Nowadays, the existence, function, and physical character forming
Malay landscape elements can still be found. Forming element was in the form

Ports, Markets, Pekanbaru Great Mosque, the Marhum Pekan Cemetery Complex,
Royal House (Tuan Qadi), houses that characterize Malay Architecture, and

Senapelan Cemetery Complex.
Based on analysis of priority elements forming Malay landscape
characteristics in Pekanbaru showed that the main forming component was 0.369
(36.9 %) of historical area. Selected historical area component became a top
priority for the region store information on past human activity and contained the
remains of the most powerful physical form represents Malay landscape.
Alternative decision was top priority is establishment of weighting value of
0.0496 (49.6 %). High weight values in the form of decision alternatives is
“determination”. It was compared with other alternatives because the current
historic area in the Port Senapelan has not had status as a heritage.
It is necessary to maintain the area as a heritage area which is supported
through the legal aspect in rules made by government. It is used as effort towards
preservation .For management purposes of protection, it is necessary to make part
of zone in according with the UU 11 Tahun 2010 on the Cultural Heritage. It is
divided into three zones, core zone, opponent zone and developing zone . The
protection of core zone intended as an effort to prevent and cope with these
elements of damage, destruction, or obliteration which is done by way of
restoration. In an effort to harness all potetial area , it s needed to make an area
developing concept as historical attraction area by using the concept of “travel
while learning”. The style of building, decoration, and colour of elements which

contained in the historical district of port Senapelan can be applied by replica in
Pekanbaru urban design . It was done to develop the whole area in Pekanbaru.
Keywords: Malay landscape, landscape
Pekanbaru

characteristic,

urban landscape,

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

KAJIAN PEMBENTUK KARAKTERISTIK LANSKAP

MELAYU PADA LANSKAP KOTA PEKANBARU, RIAU

MUHAMMAD ARTHUM ARTHA

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Arsitektur Lanskap

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

ii

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Andi Gunawan MAgr.Sc

iii

Judul Tesis : Kajian Pembentuk Karakteristik Lanskap Melayu Pada Lanskap
Kota Pekanbaru, Riau
Nama
: Muhammad Arthum Artha
NIM
: A451110011

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Nurhayati HS Arifin MSc
Ketua

Dr Ir Aris Munandar MS
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Arsitektur Lanskap

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Nizar Nasrullah MAgr

Dr Ir Dahrul Syah MSc.Agr

Tanggal Ujian: 21 Februari 2014

Tanggal Lulus:

Judul Tesis : Kajian Pembentuk Karakteristik Lanskap Melayu Pada Lanskap
Kota Pekanbaru, Riau
:
Muhammad
Arthum Artha
Nama
: A451110011
NIM

Disetujui oleh
Kornisi Pernbirnbing

Hlセォ@
Dr Ir Nurhayati HS Arifin MSc
Ketua

Dr Ir Aris Munandar MS
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Arsitektur Lanskap

Dr Ir Nizar N asrullah MAgr

Tanggal Ujian: 21 Februari 2014

Tanggal Lutus:

o1 APR

2014

iv

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Swt atas segala nikmat dan
karunia-Nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang telah dilaksanakan sejak bulan November 2012 hingga November
2013 ini adalah tentang Lanskap Melayu, dengan judul tulisan Kajian Pembentuk
Karakteristik Lanskap Melayu pada Lanskap Kota Pekanbaru, Riau.
Pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terima kasih pada pihakpihak yang telah membantu selama penulisan, diantaranya yaitu :
1.

2.
3.

4.
5.
6.
7.
8.

9.

10.
11.

12.

13.

14.

Dr Ir Nurhayati HS. Arifin MSc dan Dr Ir Aris Munandar MS selaku
pembimbing yang telah banyak memberi arahan dan bimbingan dalam
menyelesaikan penelitian ini.
Dr Ir Andi Gunawan MAgr.Sc, selaku dosen penguji luar komisi, atas
pertanyaan, kritik, saran dan masukannya yang sangat membangun.
Dr Syartinilia Wijaya SP Msi, selaku dosen penguji dari Sekolah
Pascasarjana Institut Pertanian Bogor Program Studi Arsitektur Lanskap,
atas pertanyaan, kritik, saran dan masukannya yang sangat membangun.
Penny Astuti SSos sebagai Kepala Seksi Sejarah dan Kepurbakalaan,
Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Pekanbaru.
Edwin Perwira ST MSc MEng dan Vitria Sushanti ST dari Bagian
Perencanaan atau Studio, Dinas Tata Kota Pekanbaru.
Camat beserta Staf di Kecamatan Senapelan.
Lurah dan Sekretaris lurah beserta Staf di Kelurahan Kampung Bandar.
Prof. Suwardi MS selaku pihak yang memberikan informasi secara
menyeluruh mengenai sejarah dan budaya Melayu, beserta Staf
Perpustakaan Soeman HS pada bagian Bilik Melayu dan staf Perpustakaan
Kampus APEPH/STIPAR Pekanbaru.
Drs H.O.K. Nizami Jamil, dari Yayasan Warisan Budaya Melayu Riau,
selaku pihak yang memberikan informasi dan data mengenai sejarah dan
budaya Melayu.
Drs UU Hamidy MA, dari Universitas Riau selaku pihak yang
memberikan informasi dan data mengenai sejarah dan budaya Melayu.
Ir Sudarmin MT, dari Program Studi Arsitektur Universitas Lancang
Kuning, Pekanbaru selaku pihak yang memberikan informasi dan data
mengenai sejarah, budaya dan perkembangan Kota Pekanbaru.
Anas Aismana sebagai Dewan Pimpinan Harian, Lembaga Adat Melayu
Riau, selaku pihak yang memberikan informasi mengenai sejarah, budaya
dan perkembangan Kota Pekanbaru
Irham Temas Sutomo ST MT, dan Yohanez Firzal ST MT, dari Program
Studi Arsitektur Universitas Riau, atas informasi, masukan dan kerja
samanya dalam perolehan data selama penelitian.
Agoes Tri Mulyono, SH sebagai Kassubag Tata Usaha, dari Balai
Pelestarian Cagar Budaya Batusangkar Wilayah Kerja Propinsi Sumatera
Barat, Riau dan Kepulauan Riau, atas masukan dan kerja samanya dalam
perolehan data selama penelitian.

v
15.

Mohammad Thohiran SE sebagai Juru Pelihara Makam Marhum Pekan
atas kerja samanya dalam perolehan data selama penelitian.
16. Novriwan Jefperson Simanjuntak, dari Pascasarjana ITB Bandung, atas
kerja samanya dalam perolehan data selama penelitian.
17. Rahmad Dona SE yang telah menemani penulis dalam pengambilan
gambar berupa foto-foto di lokasi penelitian.
18. Teman-teman Sekolah Pascasarjana IPB Program Studi Arsitektur
Lanskap 2011.
19. Staf program studi Pascasarjana Arsitektur Lanskap IPB.
20. Kedua orang tua, Prof Dr Ir H Adnan Kasry dan Hj Nur Asmah Said
beserta keluarga besar penulis yang banyak memberikan bantuan dan
dukungan baik materil maupun moril.
Semoga penelitian ini dapat bermanfaat bagi Pemerintah Kota Pekanbaru
dan pihak-pihak lainnya yang terkait dalam mencapai Kota Pekanbaru yang
beridentitaskan Melayu.

Bogor, Februari 2014

Muhammad Arthum Artha

vi

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Kerangka Pikir Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

viii
viii
ix
1
1
2
2
2
3
4

TINJAUAN PUSTAKA
Lanskap Budaya
Lanskap Sejarah
Pelestarian Lanskap Sejarah dan Cagar Budaya
Karakteristik Lanskap Perkotaan
Bandar Melayu
Kebudayaan Melayu

5
5
5
6
7
9
12

METODE
Lokasi dan Waktu Penelitian
Alat dan Bahan
Prosedur Penelitian
Tahap Persiapan
Pengumpulan Data dan Informasi
Analisis Perkembangan Karakteristik Lanskap Melayu
Identifikasi Keberadaan Elemen Pembentuk Karakteristik Lanskap
Melayu
Analisis Elemen Prioritas Pembentuk Karakteristik Lanskap Melayu
Penyusunan Rekomendasi

15
15
15
15
15
16
18

GAMBARAN UMUM WILAYAH
Kota Pekanbaru
Letak Geografis dan Batas Administrasi
Klimatologi
Topografi
Hidrologi
Geologi
Tata Guna Lahan
Demografi
Aksesibilitas
Kawasan Kecamatan Senapelan
Letak Geografis dan Batas Administratif Kawasan
Kondisi Kependudukan Kecamatan Senapelan
Kegiatan Perekonomian di Kawasan Bandar Senapelan

23
23
23
24
24
24
25
25
26
27
27
27
27
28

19
19
21

vii
Kegiatan Sosial Budaya
Penggunaan Lahan Kecamatan Senapelan
Sejarah Perkembangan Lanskap Kota Pekanbaru
Masa Kebatinan Senapelan
Senapelan Menjadi Ibukota Kerajaan Siak Sri Indrapura
Menjadi Propinsi Negeri Pekanbaru
Pekanbaru Pada Masa Kolonial Belanda
Masa Penjajahan Pemerintah Jepang dan Masa Kemerdekaan

29
29
30
30
30
32
33
37

HASIL DAN PEMBAHASAN
Perkembangan Karakteristik Lanskap Melayu di Kota Pekanbaru
Masa Kebatinan Senapelan
Masa Senapelan Menjadi Ibukota Kerajaan Siak Sri Indrapura
Masa Propinsi Negeri Pekanbaru
Masa Kolonial Belanda
Identifikasi Elemen Pembentuk Karakteristik Lanskap Melayu
Kawasan Bandar Senapelan
Elemen Tangible Kawasan Bandar Senapelan
Elemen Intangible Kawasan Bandar Senapelan
Kebijakan Pelestarian Kawasan Bandar Senapelan
Elemen Prioritas Pembentuk Karakteristik Lanskap Melayu
Level Komponen dan Variabel
Alternatif Keputusan
Rekomendasi Pembentuk Karakteristik Lanskap Melayu
Upaya Pelestarian Kawasan Bersejarah Bandar Senapelan
Pengembangan Kawasan Bersejarah Bandar Senapelan
Pengembangan Pada Lanskap Kota Pekanbaru

39
39
39
41
46
49

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

82
82
82

DAFTAR PUSTAKA

83

LAMPIRAN

87

RIWAYAT HIDUP

99

56
56
62
65
66
66
69
70
70
74
74

viii

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16

Persamaan Bandar Melayu Kuala Terengganu dengan Bandar Kota
Bharu, Kelantan
Deskripsi data analisis yang digunakan pada penelitian
Narasumber penelitian
Pendekatan analisis karakteristik lanskap Melayu
Rincian jumlah pakar
Skala pembanding penilaian kriteria metode perbandingan
berpasangan
Pembagian administrasi Kota Pekanbaru menurut kecamatan tahun
2011
Rencana penggunaan lahan Kota Pekanbaru Tahun 2007-2026
Penggunaan lahan Kota Pekanbaru Tahun 2009
Luas daerah dan jumlah penduduk menurut kecamatan tahun 2011
Kepadatan penduduk di Kecamatan Senapelan
Penggunaan lahan Kecamatan Senapelan Tahun 2011
Perkembangan karakteristik lanskap Melayu di Pekanbaru
Hasil analisis elemen prioritas menggunakan AHP
Kondisi elemen lanskap sejarah dan tindakan pelestarian
Penerapan replika elemen lanskap Melayu dalam pengembangan di
seluruh Kota Pekanbaru

11
17
18
19
21
20
23
25
26
27
28
29
55
66
73
76

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21

Kerangka pikir penelitian
Gambaran komponen perkampungan Melayu
Lokasi penelitan
Tahapan penelitian
Skema Hierarki Analythical Hierarchy Process
Peta Kota Pekanbaru
Peta penggunaan lahan Kota Pekanbaru 2007-2026
Peta Kecamatan Senapelan
Beragam kegiatan ekonomi di kawasan Kecamatan Senapelan
Perkampungan Senapelan sekitar tahun 1400-1500
Proses perpindahan Kerajaan Siak
Peta Kota Pekanbaru tahun 1908
Pembagian Wilayah Kepenghuluan dan Onderneming Belanda
Pekanbaru dalam daerah administrasi Onderafdeeling Kampar Kiri
Land use masa Kebatinan Senapelan tahun 1400-1500
Peta Kawasan masa awal Kerajaan Siak di Senapelan
Peta perubahan lahan masa awal Kerajaan Siak di Senapelan
Pola ruang di Senapelan Sekitar Tahun 1784
Lalu lintas perdagangan pada masa pemerintahan Kerajaan Siak
Land use Kota Pekanbaru tahun 1800-1860
Pola sirkulasi Pekanbaru sebelum Tahun 1900

3
10
15
16
22
23
26
28
29
31
32
34
35
36
40
41
42
43
44
47
47

ix
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40
41
42
43
44
45
46

Pola permukiman memanjang mengikuti aliran sungai
Land use Kota Pekanbaru sekitar Tahun 1900
Land use Kota Pekanbaru sekitar Tahun 1916
Pola sirkulasi masa pemerintahan Sultan Syarif Kasim II dan
Belanda
Pola permukiman mengarah ke darat
Mesjid Raya Pekanbaru dibangun Tahun 1930
Peta identifikasi elemen lanskap Melayu kawasan Bandar Senapelan
Pelabuhan Pekanbaru saat ini
Pasar Bawah
Mesjid Raya Pekanbaru
Komplek Makam Marhum Pekan
Rumah kayu Tuan Qadi H. Zakaria
Rumah batu Tuan Qadi H. Zakaria
Rumah Hajah Ramnah Yahya
Rumah Haji Sulaiman India
Rumah Honolulu
Komplek pekuburan Senapelan
Pakaian Melayu setiap hari Jumat
Acara Petang Megang
Festival lampu colok
Ziarah makam Marhum Pekan
Hasil skema hirarki Analytical Hierarchy Process disertai dengan
hasil pembobotan
Peta delineasi area bersejarah kawasan Bandar Senapelan
Peta zonasi kawasan perlindungan area bersejarah Bandar Senapelan
Peta jalur wisata kawasan bersejarah Bandar Senapelan

48
50
50
51
52
53
56
57
57
58
59
59
60
60
61
61
62
62
63
64
65
67
71
72
75

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3

Kuesioner AHP
Pakar Responden AHP
Daftar Istilah

88
96
97

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara yang memiliki lanskap perkotaan
dengan identitas yang berbeda antara satu kota dengan kota lainnya. Identitas
yang dimiliki oleh setiap kota menunjukkan interaksi manusia dan lanskapnya
yang didominasi lingkungan binaan (man made environment), dengan penduduk
padat dan mempunyai latar belakang sosial dan budaya yang beragam, serta
aktivitas dan proses produksi yang tidak mengandalkan alam. Dengan adanya
identitas, dapat meningkatkan serta menguatkan nilai dari kawasan perkotaan
tersebut.
Lahir dan berkembangnya sebuah kota menghadirkan keunikan tersendiri.
Seiring dengan perubahan dan perkembangan zaman, Identitas yang menunjukkan
karakter lokal suatu kota semakin berkurang. Pembangunan kota disesuaikan
untuk memenuhi selera kosmopolit (Margana 2010). Berkurangnya kepedulian
akan identitas lokal pada sebuah lanskap kota dikarenakan adanya pergeseran
sikap dan cara pandang penduduknya untuk dapat hidup sesuai dengan tuntutan
masa kini. Modernisasi dianggap lebih mewakili perkembangan zaman saat ini.
Pertumbuhan jumlah penduduk memunculkan tingginya tingkat kebutuhan
akan sebuah lahan. Hal ini menimbulkan dampak pada perubahan penggunaan
lahan, lahan-lahan yang tadinya merupakan tempat dari elemen-elemen yang
mencirikan lanskap lokal, secara perlahan berganti menjadi eleman-elemen yang
beridentitaskan kekinian atau yang lebih kita kenal dengan lanskap modern, untuk
itu diperlukan perhatian yang lebih dari pemerintah kota melalui penguatan
kebijakan.
Pekanbaru adalah ibukota dari Provinsi Riau, yang berada di Pulau
Sumatera dengan akar budaya Melayu sebagai tradisi yang telah melekat dalam
kehidupan masyarakatnya sehari-hari. Budaya barat dengan nilai-nilainya telah
mempengaruhi kehidupan Orang Melayu. Kejayaan yang telah dicapai dengan
kepribadian sendiri Orang Melayu, lama-kelamaan menjadi menurun dan pudar.
Generasi-generasi selanjutnya tentu akan semakin meninggalkannya bila tidak ada
usaha untuk melestarikannya (Suwardi 1991). Nilai-nilai yang terkandung dalam
budaya Melayu merupakan salah satu puncak dari kebudayaan bangsa Indonesia,
maka usaha pelestariannya perlu untuk dilakukan.
Salah satu visi dari provinsi Riau dan pemerintah Kota Pekanbaru adalah
menjadi pusat kebudayaan Melayu di Asia Tenggara pada tahun 2020 ( PKP 2012).
Untuk mewujudkan visi tersebut, Kota Pekanbaru sebagai ibukota Propinsi
merupakan idealisme utama dalam mengukur dan menilai kebudayaan Melayu,
sehingga dapat dijadikan rujukan atau referensi mengenai perkembangan
kebudayaan Melayu di daerah Asia Tenggara melalui lanskap kota yang
beridentitaskan Melayu.
Gagasan menjadikan Riau sebagai pusat kebudayaan menurut Ahmad
(2003) adalah idealisme yang elok. Secara positif fisik pusat kebudayaan Melayu
ada dan berkembang menjadi rujukan dan idaman orang berbudaya melayu,
sehingga dapat memberikan sumbangan kepada peradaban dunia. Pusat
kebudayaan Melayu dari aspek kepemimpinan, yaitu sebagai wilayah utama

2
dalam pengembangan kebudayaan Melayu, yang secara simbolik memimpin
budaya Melayu lainnya dalam pengembangan tersebut.
Pada umumnya, kajian terhadap karakteristik Kota Pekanbaru mengarah
pada aspek bidang keilmuan arsitektur pada skala mikro. Sedangkan kajian yang
berkaitan dengan lanskap kota skala makro terbatas pada penelitian studi elemen
mental map sebagai salah satu elemen lanskap Kota Pekanbaru (Wahyuni 2010).
Makin banyak penelitian yang dituntun oleh teori, maka makin banyak pula
kontribusi penelitian yang secara langsung dapat mengembangkan ilmu
pengetahuan (Nazir 2011) salah satunya adalah dari aspek bidang keilmuan
arsitektur lanskap.
Salah satu bentuk karakteristik Kota Pekanbaru yang menarik untuk dikaji
adalah karakteristik lanskap Melayu pada lanskap Kota Pekanbaru. Hasil dari
kajian ini diharapkan menjadi masukan untuk arahan penerapan dalam
pengembangan kota serta menjadi salah satu kontribusi penelitian dalam
mendukung dan mewujudkan lanskap Kota Pekanbaru beridentitaskan Melayu.

Perumusan Masalah
Rumusan masalah dari penelitian ini mencakup hal-hal :
1. Bagaimana karakteristik lanskap Melayu di Kota Pekanbaru pada masa lalu?
2. Bagaimana keadaan elemen lanskap Melayu di Kota Pekanbaru saat ini
yang tampak sebagai artefak?
3. Bagaimana penerapan elemen atau karakteristik lanskap Melayu di Kota
Pekanbaru kedepan?

Tujuan Penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan tujuan sebagai berikut:
1. Mengkaji perkembangan karakteristik lanskap Melayu sesuai dengan
perkembangannya di Kota Pekanbaru, Riau.
2. Mengidentifikasi keberadaan elemen-elemen pembentuk karakteriktik
lanskap Melayu yang ada saat ini.
3. Menganalisis elemen prioritas pembentuk karakteristik lanskap Melayu.
4. Rekomendasi pembentuk karakteristik lanskap Melayu dan aplikasinya pada
lanskap Kota Pekanbaru.

Manfaat Penelitian
Manfaat yang akan diperoleh dari penelitian ini adalah:
1. Sebagai informasi dan gambaran tentang elemen lanskap lokal pembentuk
identitas dan karakter lanskap Melayu di Kota Pekanbaru, Riau.
2. Menjadi tolak ukur dan acuan dalam perencanaan desain lanskap yang
berbasis lokal Melayu di Kota Pekanbaru.

3
Kerangka Pikir Penelitian
Lahir dan berkembangnya sebuah kota menghadirkan keunikan tersendiri.
Seiring dengan perubahan dan perkembangan zaman, identitas yang menunjukkan
karakter lokal suatu kota semakin berkurang. Pembangunan kota disesuaikan
untuk memenuhi selera kosmopolit (Margana 2010). Berkurangnya kepedulian
akan identitas lokal pada sebuah lanskap kota, disebabkan oleh adanya pergeseran
sikap dan cara pandang penduduknya untuk dapat hidup sesuai dengan tuntutan
masa kini.
Hal lain yaitu tingginya tingkat kebutuhan akan lahan yang menimbulkan
dampak pada perubahan penggunaan lahan, dimana lahan-lahan yang tadinya
merupakan tempat dari elemen-elemen yang mencirikan lanskap lokal, secara
perlahan berganti menjadi eleman-elemen yang beridentitaskan kekinian atau
yang lebih dikenal dengan lanskap modern. Untuk itu diperlukan perhatian yang
lebih dari pemerintah kota melalui penguatan kebijakan.
Dengan tercetusnya visi pemerintah Kota Pekanbaru sebagai pusat
kebudayaan Melayu 2020. Mendorong perhatian dilakukannya penyelidikan
terhadap pembentuk karakteristik lanskap Melayu di Kota Pekanbaru sebagai
bagian dalam terciptanya lanskap Kota Pekanbaru yang beridentitaskan Melayu
dan terwujudnya Kota Pekanbaru sebagai pusat kebudayaan Melayu di Asia
Tenggara. Hasil dari penyelidikan tersebut sebagai masukan untuk arahan
penerapan dalam pengembangan kota. (Gambar 1).

Gambar 1 Kerangka pikir penelitian

4
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup pembahasan yang menjadi substansi dalam penelitian ini
adalah penelusuran kawasan inti atau daerah cikal bakal dari lanskap Melayu di
Kota Pekanbaru berdasarkan aspek kesejarahan yang dikaji dengan batas pada
masa pemerintahan Kerajaan Siak Sri Indrapura memberikan pengaruhnya di Kota
Pekanbaru. Aspek fisik merupakan artefak tinggalan dari elemen-elemen
pembentuk lanskap Melayu yang ada saat ini sebagai pembentuk karakteristik
lanskap Melayu serta aspek legal untuk melihat pengelolaan kawasan cikal bakal
Kota Pekanbaru.

5

TINJAUAN PUSTAKA
Lanskap Budaya
Lanskap, menurut Simonds (1983) adalah suatu bentang alam yang
memiliki karakteristik tertentu yang dapat dinikmati keberadaannya melalui
seluruh indera yang dimiliki manusia. Lanskap juga dinyatakan sebagai suatu
lahan yang memiliki elemen pembentuk, komposisi dan karakteristik tertentu
sebagai pembedanya. Dikenal adanya lanskap alami (natural landscape) dan
lanskap binaan (man made landscape) sebagai dua bentuk lanskap utama yang
dipilih berdasarkan intensitas intervensi manusia kedalam lanskap tersebut.
Budaya adalah hasil cipta, karya, dan karsa manusia dalam mempengaruhi
kehidupannya (Koentjaraningrat 2009). Lanskap budaya (cultural landscape)
merupakan satu model atau bentuk dari lanskap binaan, yang dibentuk oleh suatu
nilai budaya yang dimiliki suatu kelompok masyarakat yang dikaitkan dengan
sumberdaya alam dan lingkungan yang ada pada tempat tersebut (Nurisjah 2001).
Lanskap tipe ini merupakan hasil interaksi antara manusia dan alam
lingkungannya yang merefleksikan adaptasi manusia dan juga perasaan dan
ekspresinya dalam menggunakan dan mengelola sumberdaya alam dan
lingkungan yang terkait erat dengan kehidupannya. Hal ini diekspresikan
kelompok-kelompok masyarakat ini dalam bentuk dan pola permukiman dan
perkampungan, pola penggunaan lahan, sistem sirkulasi, arsitektur bangunan dan
struktur serta lainnya.
Tisler (1979) dalam Nurisjah (2001) mendefinisikan lanskap budaya
sebagai suatu kawasan geografis yang menampilkan ekspresi lanskap alami oleh
suatu pola kebudayaan tertentu. Lanskap ini memiliki hubungan yang erat dengan
aktivitas manusia, performa budaya dan juga nilai dan tingkat estetika, termasuk
kejadian-kejadian kesejarahan yang dimiliki oleh kelompok tersebut.
Dinyatakannya bahwa kebudayaan merupakan agen atau perantara dalam proses
pembentukan lanskap tersebut, kawasan alami/asli merupakan medium atau
wadah pembentuknnya, dan lanskap budaya merupakan hasil atau produknya
yang dapat dilihat dan dinikmanti keberadaanya baik secara fisik maupun psikis.
Sebuah lanskap budaya merupakan wilayah yang memiliki atau dianggap
memiliki karakteristik yang berbeda dan terdiri dari unsur-unsur alam dan
manusia saling terkait (Melnick 1983). Lanskap budaya juga merupakan sebuah
model interaksi antara manusia, sistem sosial, dan cara mereka mengorganisasikan
ruang (Plachter 1995).
Lanskap Sejarah
Harris dan Dines (1988) menjelaskan bahwa lanskap sejarah merupakan
lanskap yang berasal dari masa lampau, yang di dalamnya terdapat bukti fisik
tentang keberadaan manusia di dalamnya. Lanskap sejarah (historical landscape)
adalah bagian dari lanskap budaya yang memiliki dimensi waktu di dalamnya
sebagai bukti fisik dari keberadaan manusia di atas bumi ini (Nurisjah dan
Pramukanto 2001).

6
Goodchild (1990) juga menjelaskan bahwa suatu lanskap dikatakan
memiliki daya tarik historis jika di dalamnya memuat satu atau beberapa kondisi
lanskap berikut ini :
1 Merupakan contoh yang menarik dari sebuah tipe lanskap sejarah.
2 Memuat bukti yang menarik untuk dipelajari
3 Memiliki keterkaitan dengan seseorang, masyarakat, atau peristiwa penting
dalam sejarah; dan
4 Memiliki nilai-nilai penting dalam sejarah terkait dengan bangunan atau
monumen sejarahnya
Pelestarian Lanskap Sejarah dan Cagar Budaya
Pelestarian lanskap sejarah dapat didefinisikan sebagai usaha manusia untuk
memproteksi atau melindungi peninggalan atau sisa-sisa budaya dan sejarah
terdahulu yang bernilai dari berbagai perubahan yang negatif atau merusak
keberadaan atau nilai yang dimilikinya (Nurisjah dan Pramukanto 2001). Menurut
Goodchild (1990), lanskap sejarah perlu dilestarikan karena memiliki arti penting,
yaitu :
1 Menjadi bagian penting dan bagian integral dari warisan budaya.
2 Menjadi bukti fisik dan arkeologis dari warisan sejarah
3 Memberi kontribusi bagi keberlanjutan pembangunan kehidupan berbudaya
4 Memberi kenyamanan publik (public amenity); dan
5 Memberikan nilai ekonomis dan dapat mendukung pariwisata
Adapun langkah-langkah dalam proses konservasi yang diutarakan oleh
Goodchild (1990) terdiri atas delapan tahap, yaitu:
1 Identifikasi Tapak, memuat tentang identifikasi lokasi dan batas-batasnya
2 Deskripsi awal, memuat informasi yang tersedia serta karakter yang
menonjol
3 Assessment awal berisi tentang kondisi, karakter, dan general significance
dari tapak serta masalah-masalah yang paling mempengaruhinya
4 Penetapan tindakan yang perlu dilakukan dan pelakunya
5 Formulasi proposal atau kebijakan yang memerlukan survei dan assessment
lebih rinci
6 Pelaksanaan proposal proposal atau kebijakan, yaitu melaksanakan proposal
atau kebijakan yang telah disetujui
7 Pengawasan tapak dam konservasinya; dan
8 Review, meliputi manajemen, pemeliharaan, konservasi dan waktu
Cagar Budaya adalah warisan budaya bersifat kebendaan berupa Benda
Cagar Budaya, Bangunan Cagar Budaya, Struktur Cagar Budaya, Situs Cagar
Budaya, dan Kawasan Cagar Budaya di darat dan/atau di air yang perlu
dilestarikan keberadaannya karena memiliki nilai penting bagi sejarah, ilmu
pengetahuan, pendidikan, agama, dan/atau kebudayaan melalui proses penetapan.
(DKP 2012).
Pelestarian Cagar Budaya bertujuan untuk:
1 Melestarikan warisan budaya bangsa dan warisan umat manusia;
2 Meningkatkan harkat dan martabat bangsa melalui Cagar Budaya;
3 Memperkuat kepribadian bangsa;

7
4
5

Meningkatkan kesejahteraan rakyat; dan
Mempromosikan warisan budaya bangsa kepada masyarakat internasional.
Benda, bangunan, atau struktur dapat diusulkan sebagai benda Cagar
Budaya, atau Struktur Cagar Budaya apabila memenuhi kriteria:
1 Berusia 50 (lima puluh) tahun atau lebih;
2 Mewakili masa gaya paling singkat berusia 50 (lima puluh) tahun;
3 Memiliki arti khusu bagi sejarah, ilmu pengetahuan, pendidikan, agama,
dan/atau kebudayaan; dan
4 Memiliki nilai budaya bagi penguatan kepribadian bangsa.
Dalam upaya pengelolaan untuk pelestarian Cagar Budaya, beberapa pilihan
tindakan yang dilakukan berdasarkan UU No.11 tahun 2010 adalah:
1 Pendaftaran adalah upaya pencatatan benda, bangunan, struktur, lokasi
dan/atau satuan ruang geografis untuk diusulkan sebagai Cagar Budaya
kepada pemerintah kabupaten/kota atau perwakilan Indonesia diluar negeri
dan selanjutnya dimasukkan dalam Register Nasional Cagar Budaya.
2 Pengkajian bertujuan melakukan identifikasi dan klasifikasi terhadap benda,
bangunan, struktur, lokasi, dan satuan ruang geografis yang diusulkan untuk
ditetapkan sebagai Cagar Budaya.
3 Penetapan adalah pemberian status Cagar Budaya terhadap benda,
bangunan, struktur, atau satuan ruang geografis yang dilakukan oleh
pemerintah kabupaten atau kota berdasarkan rekomendasi Tim Ahli Cagar
Budaya.
4 Pelindungan adalah upaya mencegah dan menanggulangi dari kerusakan,
kehancuran, atau kemusnahan dengan cara penyelamatan, pengamanan,
zonasi, pemeliharaan, dan pemugaran Cagar Budaya.
5 Pengembangan adalah peningkatan potensi nilai, informasi, dan promosi
Cagar Budaya serta pemanfaatannya melalui penelitian, revitalisasi, dan
adaptasi secara berkelanjutan serta tidak bertentangan dengan tujuan
pelestrian; dan
6 Pemanfaatan adalah pendayagunaan Cagar Budaya untuk kepentingan
sebesar-besarnya kesejahteraan rakyat dengan tetap mempertahankan
kelestariannya.
Karakteristik Lanskap Perkotaan
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, kota adalah daerah permukiman
yang terdiri atas bangunan rumah yang merupakan kesatuan tempat tinggal dari
berbagai lapisan masyarakat, daerah pemusatan penduduk dengan kepadatan
tinggi serta fasilitas modern dan sebagian besar penduduknya bekerja diluar
pertanian dan juga dinding (tembok) yang mengelilingi tempat pertahanan.
Lanskap perkotaan adalah lanskap yang mempunyai karakteristik menunjukkan
interaksi manusia dan lanskapnya yang didominasi man-made environment,
dengan penduduk padat dan mempunyai latar belakang sosial dan budaya yang
beragam, serta aktivitas dan proses produksi yang tidak mengandalkan faktor alam
(Arifin 2011)1.
1

Dikutip dari bahan perkuliahan Interaksi Manusia dan Lanskap. SPs PS ARL IPB. 2011.

8
Karakteristik lanskap adalah bukti nyata dari kegiatan dan kebiasaan orangorang yang menempati, mengembangkan, menggunakan, membentuk sebuah
lahan untuk memenuhi kebutuhan manusia. Hal tersebut mungkin
menggambarkan keyakinan, sikap, tradisi, dan nilai dari mereka (Clelland 1999).
Identitas lanskap perkotaan yang juga disebut karakter perkotaan didefinisikan
sebagai identitas individu sebuah kota yang jelas membedakannya dari kota-kota
lain. Identitas kota tersebut merupakan kombinasi dari lanskap alami kota dan
lanskap budaya serta sejarah kota dan kehidupan sosial yang dilakukan oleh
mereka (Xuesong 2008).
Menurut Arifin (2011) 2 , terdapat sebelas karakteristik lanskap perkotaan
berupa empat proses dan tujuh komponen. Kesebelas karakteristik yaitu Land use
dan aktivitas, pola organisasi spasial. gaya hidup, perubahan dinamis, jaringan
sirkulasi, batas kawasan, vegetasi (ruang terbuka atau alami), bangunan, struktur
buatan dan infrastruktur, hitorical area, public area, dan landmark. Kesebelas
karakteristik tersebut di jelaskan sebagai berikut:
1 Land use dan aktivitas merupakan kekuatan manusia utama yang
berpengaruh dalam membentuk dan mengorganisasi masyarakat perdesaan
dan Aktivitas manusia yang melatarbelakanginya menjadi bukti di lanskap
seperti pertanian, pertambangan, rekreasi, peristiwa budaya, bisnis dan
industri (Clelland 1999)
2 Pola organisasi spasial merupakan Pada skala luas organisasi ruang
tergantung pada hubungan diantara komponen fisik utama (politik,
ekonomi, teknologi dan lingkungan alam) yang mempengaruhi organisasi
masyarakat dalam pola permukiman dan aktivitas lainnya, kedekatan
terhadap pasar dan ketersediaan transportasi (Clelland 1999)
3 Gaya hidup adalah pola hidup seseorang di dunia yang di ekspresikan dalam
aktivitas, minat, dan opininya. Gaya hidup menggambarkan “keseluruhan
diri seseorang” dalam berinteraksi dengan lingkungannya (Kotler 2000)
4 Perubahan dinamis (Morfologi Kota) suatu kota selalu mengalami
perkembangan dari waktu ke waktu. Perkembangan dalam hal ini
menyangkut aspek-aspek politik, sosial, budaya, teknologi, ekonomi dan
fisik (Yunus 2000)
5 Jalur sirkulasi, merupakan sistem transportasi manusia, barang dan bahan
mentah dari satu tempat ke tempat lain. Sebagai contoh, jalur lintasan
ternak, jalan setapak, jalan kendaraan, kanal, akses internal masyarakat,
sungai, kereta api, jalan bebas hambatan dan lapangan udara perintis, dan
lainnya (Clelland 1999)
6 Batas kawasan adalah delineasi kepemilikan lahan dan penggunaan lahan.
Pemisah area dengan fungsi khusus berupa pagar tertutup dan terbuka,
dinding tembok, selain itu barisan pohon atau tanaman, drainase atau
saluran irigasi, jalan, rawa dan sungai bisa digunakan sebagai tanda batas
(Clelland 1999)
7 Vegetasi adalah keseluruhan tetumbuhan dari suatu kawasan baik yang
berasal dari kawasan itu atau didatangkan dari luar, meliputi pohon, perdu,
semak, dan rumput. Sedangkan ruang terbuka adalah ruang-ruang dalam
kota atau wilayah yang lebih luas baik dalam bentuk area/kawasan maupun
2

Dikutip dari bahan perkuliahan Interaksi Manusia dan Lanskap. SPs PS ARL IPB. 2011.

9
dalam bentuk area memanjang/jalur dimana dalam penggunaannya lebih
bersifat terbuka yang pada dasarnya tanpa bangunan. Ruang terbuka terdiri
atas ruang terbuka hijau dan ruang terbuka non hijau (PU 2008)
8 Bangunan, struktur buatan dan infrastruktur, Bangunan berupa tempat
tinggal, sekolah, bangunan ibadah, toko, balai desa. Struktur dan
infrastruktur berupa bendungan, kanal, terowongan, jembatan dan jalan raya
(Clelland 1999).
9 Hitorical area, Kawasan kuno atau lama merupakan salah satu bagian
penting bagi pertumbuhan suatu kota. Kawasan beserta bangunan-bangunan
kunonya merupakan suatu perwujudan bentuk nyata peninggalan yang
menjadi bukti fisik kekayaan budaya bangsa (Budihardjo 1997). Kekayaan
fisik budaya bangsa inilah yang menjadikan suatu kota memiliki ciri dan
karakteristik tersendiri yang berbeda dengan kota lainnya. Adanya
bangunan-bangunan bersejarah menunjukkan bahwa, suatu kawasan kota
lama mempunyai nilai sejarah yang tinggi dan mempunyai ciri khas sebagai
kota tua yang masih kental identitas budayanya (Surya 2009).
10 Ruang publik adalah suatu ruang yang berfungsi untuk kegiatan-kegitan
masyarakat yang berkaitan dengan sosial, ekonomi, dan budaya (Darmawan
2007).
11 Landmark secara umum dapat diartikan sebagai penanda atau reference
point, dimana bentuknya unik berbeda dengan elemen lanskap sekitarnya.
Dalam suatu kawasan keberadaan suatu landmark berfungsi untuk orientasi
diri bagi pengunjung. Landmark dapat berupa gunung, atau bangunan
(Lynch 1960).
Bandar Melayu
Menurut Sundra (1998), Orang Melayu tinggal di perkampungan kecil yang
dikenali sebagai Kampung. Proses urbanisasi telah merubah kampung ini kepada
aktivitas perdagangan dengan kuasa politiknya dikawal oleh Sultan yang
memerintah. Pertambahan penduduk serta perkembangan perdagangan telah
merubah perkampungan ini sebagai sebuah bandar kecil yang kemudian menjadi
bandar pelabuhan Melayu. Bandar Melayu terletak di muara sungai, hal ini
dikarenakan ketergantungan masyarakatnya kepada sungai dan laut sebagai
sumber kehidupan sehari-hari. Pemilihan lokasi di tepi sungai yang sesuai dengan
aktivitas dan keperluan masyarakat, memberikan pengaruh bentukan komposisi
lanskap budaya pada perkampungan Melayu (Bahrin 1988). Lokasi
perkampungan yang berada di muara sungai, membantu perkembangan tradisi
perkampungan Melayu yang bermula dengan kegiatan Pelabuhan Dagang Melayu
dan kedatangan peniaga dari India, Siam dan Cina (Nik 1998). Perkembangan
pelabuhan dan perdagangan di pertengahan abad ke-19 telah menjadikan Bandar
Melayu sebagai bandar yang penting di Semenanjung Malaysia (Hamid 1988).
Semua bandar-bandar ini terletak di muara sungai menyebabkan ia juga dikenali
sebagai bandar “kuala” (Ezrin 1985).
Struktur atau pola yang terbentuk pada Bandar Melayu sama dengan
struktur asalnya yaitu struktur Kampung (Sundra 1998). Dimana terdapat Istana
Sultan yang memerintah (di Kampung adalah Rumah Penghulu), Masjid
melambangkan penganutnya dan tempat beribadat (di Kampung adalah Surau),

10
Pasar untuk aktivitas perdagangan harian dan Kuala atau muara sungai sebagai
pusat pengangkutan dan pelabuhan (di Kampung adalah anak sungai dan
dermaga). Gambar 2 menunjukkan tata letak khas Kampung tradisional dan
komponennya yang selanjutnya menjadi dasar pembentukan Bandar Melayu
Tradisi.
Keterangan:
1. Surau,
2. Kubur,
3. Rumah Penghulu,
4. Padang Permainan,
5. Pasar,
6. Sawah Padi,
7. Anak Sungai, dan
8. Kumpulan rumah-rumah.

Sumber: Sundra Rajoo (1998)

Gambar 2 Gambaran komponen perkampungan Melayu
Berdasarkan Hamid (1988) dan Yahya (1998) dalam Akub (2013), bentuk
khas perkampungan Melayu tidak memiliki batas fisik seperti pagar, dinding dan
sebagainya tetapi menggunakan alam sebagai indikator perbatasan seperti pohon,
tebing alami seperti sungai, bukit dan sebagainya.
Salah satu bentuk kota yang dikatakan sebagai Bandar Melayu Tradisi yang
masih ada yaitu Kuala Terengganu (Fazamimah 2007). Fazamimah (2007) dalam
kajiannya juga telah membuktikan bahwa terbentuknya Bandar Melayu Kuala
Terengganu, dipengaruhi oleh faktor fisik dan sosial budaya (bukan fisik)
masyarakat Melayu itu sendiri. Komponen fisik utama Bandar Melayu Tradisi
yang ada di Kuala Trengganu yaitu, istana, mesjid, pasar, sungai, kampung serta
lingkungan alaminya. Istana sebagai lambang sistem pemerintahan kerajaan
Melayu dan sekaligus sebagai Pusat Administrasi dan Kediaman Sultan serta
kerabatnya. Mesjid sebagai simbol keagamaan penganutnya dan Pasar
menggambarkan gaya hidup keseharian masyarakat Melayu dalam membeli
keperluan dan memasarkan barang harian.
Kedatangan Islam pada abad ke-13 sampai abad ke-16 Masehi telah
mendorong masyarakat Melayu untuk memeluk ajaran agama Islam. Ajaran ini
banyak mempengaruhi pembentukan budaya dan cara hidup di Bandar Melayu
tradisi. Karakter dan desain fisik seperti Istana dan rumah kediaman dibangun
dengan berlandaskan kepada ajaran Islam. Selain Istana, Mesjid adalah komponen
penting Bandar Melayu Tradisi sebagai pusat keagamaan dan juga simbol dari
agama Islam. Desain fisik dan karakter Istana Kesultanan Melayu serta rumah
kediaman penduduk diperhitungkan berdasarkan kepercayaan dan ajaran agama
Islam. Desain dan karakter seperti ini dapat dilihat juga pada bangunan dan
struktur lainnya seperti wakaf, pintu gerbang dan pemakaman (Tajuddin 1998).

11
Noor Fazamimah (2007) dalam Akub (2013) membuat perbandingan
Bandar Melayu Kuala Terengganu dengan Bandar Kota Bharu, Kelantan yang
mana kedua bandar ini mayoritas penduduknya adalah masyarakat Melayu (Tabel
1). Hasilnya terdapat hampir semua ciri dan kriteria Bandar Melayu Tradisi di
Kuala Terengganu terdapat di Kota Bharu. Persamaan yang terlihat adalah keduadua bandar ini tidak “dipengaruhi” pembentukannya oleh Pemerintah kolonial
Inggris maupun Jepang. Sultan yang menentukan setting bandar serta pada
keduanya terdapat istana, mesjid, pasar dan lain-lain dalam jarak yang dapat
ditempuh melalui jalan kaki.
Tabel 1 Persamaan Bandar Melayu Kuala Terengganu dengan Bandar Kota
Bharu, Kelantan
Karakter
Sosial-Politik

Sosial, Ekonomi,
dan Budaya

Komponen Fisik

Kuala Trengganu
Sistem Pemerintahan Islam - Monarki
Pembentukan Bandar tidak di
pengaruhi penjajah
 Sultan yang menentukan
pembentukan bandar
 Bergantung Kepada Sungai dan Laut,
pekerjaan utama nelayan dan
berdagang
 Mempunyai kemahiran kraft-Batik,
songket, peralatan daput, dll
Komponen Fisik Utama:
1. Istana (Komplek Istana Maziah)
2. Masjid (Masjid Abidin)
3. Pasar (Kedai Pasar Payang)
4. Kawasan Ruang Terbuka Rakyat
5. Sungai (Sungai Trengganu )
6. Kampung Melayu
Semua Komponen dapat ditempuh
dalam jarak berjalan kaki



Bandar Kota Bharu
 Sama
 Sama
 Sama
 Sama
 Sama
Komponen Fisik Utama:
1. Istana (Komplek Istana Balai Besar)
2. Masjid (Masjid Muhamadi)
3. Pasar (Pasar Buluh Kubu)
4. Kawasan Ruang Terbuka Rakyat
5. Sungai (Sungai Kelantan)
6. Kampung Melayu
Semua komponen dapat di tempuh dalam
jarak berjalan kaki

Sumber: Noor Fazamimah (2007) dalam Akub (2013)

Selain kota atau Bandar Melayu yang terdapat di semenanjung Malaysia,
terdapat juga kota pinggir Sungai yang terletak di Provinsi Riau yaitu, Kota Siak
Sri Indrapura. Kota ini membentuk pola linier berupa perkampungan yang
terbentang memanjang mengikuti aliran Sungai Siak. Hirarki ruang fisik yang
terbentuk di Kota Siak Sri Indrapura (Rijal 2002), berupa:
1. Ruang yang terbentuk oleh kondisi alam berupa Sungai Siak, dimana ruang
ini menjadi unsur yang penting karena Sungai Siak merupakan jalur
transportasi perairan utama dan merupakan urat nadi kehidupan masyarakat
Siak.
2. Ruang dermaga, dimana ruang ini menjadi penting dilihat dari segi
fungsinya sebagai fasilitas penyeberangan, sebagai jalur transportasi yang
menghubungkan Kota Siak Sri Indrapura ke kawasan lainnya.
3. Ruang yang terbentuk sebagi artefak yang memiliki nilai historis berupa
Istana Siak, Balai Kerapatan, dan Mesjid Syahbuddin.

12
4.

5.

Lapangan terbuka di depan Istana Siak, dimana ruang ini menjadi penting
dilihat dari segi fungsinya sebagai fasilitas ruang komunal masyarakat
dalam melakukan kegiatan bersama dan merupakan ruang terbuka terluas
pada kawasan ini.
Ruang pasar yang terbentuk pada kawasan pasar dimana pasar ini menjadi
unsur yang penting dilihat dari segi fungsinya sebagai fasilitas lingkungan
yang menjadi pusat aktivitas perekonomian masyarakat di Kota Siak Sri
Indrapura.

Menurut Hamidy (2003), pada masa dahulu sebelum ada jalan darat yang
memadai, maka rumah hampir semuanya didirikan di pinggir sungai atau tepi
pantai. Orang Melayu amat menyukai rumah panggung, yaitu rumah yang
memakai tiang. Semula memakai tiang kayu, kemudian juga dipakai tiang batu
yang memakai semen. Mendirikan rumah di tepi perairan atau di atas permukaan
air itu dimaksudkan untuk mendapatkan berbagai kemudahan. Pertama hal itu
untuk memudahkan bepergian kemana-mana dengan memakai sampan atau
perahu. Alat ini dengan mudah diletakkan di bawah rumah, dan mudah ditarik
atau dipakai begitu setiap diperlukan.
Perkampungan Melayu terdiri dari berbagai bangunan. Pertama tentu saja
rumah-rumah penduduk yang menghadap ke lebuh atau jalan besar sepanjang
kampung. Di sekitar rumah ada berjeni