Village study of traditional landscape settlement saibatin lampungnese at Kenali Village, West Lampung

KAJIAN LANSKAP PERMUKIMAN TRADISIONAL
MASYARAKAT LAMPUNG SAIBATIN DI PEKON
KENALI, LAMPUNG BARAT

YUSTIANI YUDHA PUTRI

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Kajian Lanskap Permukiman
Tradisional Masyarakat Lampung Saibatin di Pekon Kenali, Lampung Barat
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, November 2013
Yustiani Yudha Putri
NIM A451100011

RINGKASAN
YUSTIANI YUDHA PUTRI. Kajian Lanskap Permukiman Tradisional
Masyarakat Lampung Saibatin di Pekon Kenali, Lampung Barat. Dibimbing oleh
ANDI GUNAWAN dan NURHAYATI HADI SUSILO ARIFIN
Pekon Kenali adalah cikal bakal masyarakat Lampung, termasuk dalam
kawasan tradisional/bersejarah di Kabupaten Lampung Barat. Proses
pembangunan dan perkembangan masyarakat semakin menggeser karakteristik
lanskap budaya di Pekon Kenali. Studi tentang karakteristik lanskap permukiman
ini perlu dilakukan karena masih terbatasnya informasi dan pengetahuan tentang
hal ini.
Kajian ini bertujuan (1) mengidentifikasi karakter lanskap permukiman
tradisional Pekon Kenali, (2) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi
lanskap tersebut, (3) mengidentifikasi penyebab utama perubahan karakteristik
permukiman, dan (4) menyusun rekomendasi pelestariannya. Metode yang
digunakan berupa analisis deskripsi dan spasial melalui observasi, wawancara,

dan studi literatur.
Pekon ini terletak di 104°10’-105°20’ Bujur Timur dan 5°10’-4°55’ Lintang
Selatan. Kemiringan lahan di areal permukiman relatif datar dan lereng curam di
areal hutan. Ketinggian 800-1020 m di atas permukaan laut, suhu udara 26-28 °C,
curah hujan 2500-3000 mm/tahun, dan kelembaban 75%-95%. Luas wilayah
1,211 ha dengan tata guna lahan: permukiman, sawah, perkebunan, hutan, kebun
campuran, kolam, sungai, dan jalan. Wilayah sekitarnya sebagian besar berbukit
sampai bergunung dengan lereng-lereng curam. Tanaman di areal permukiman
berupa tanaman hias, tanaman obat, bumbu dapur, buah-buahan, sayuran, dan
palawija. Hasil hutan didominansi Damar dan hasil kebun utama adalah kopi.
Satwa peliharaan penduduk: sapi, kerbau, kambing, ayam, itik, kucing, dan anjing.
Penduduk asli ialah suku Lampung Saibatin keturunan Buay Tumi dan Belunguh.
Jumlah penduduk 1319 jiwa dalam 467 Kepala Keluarga (KK) dan dikategorikan
berkembang dengan KK sejahtera 24.9%; lainnya: kaya 16.3%, sedang 29.2%,
prasejahtera 17%, dan miskin 12.5%. Tingkat pendidikan didominansi lulusan
SLTA 37.3%, mata pencaharian penduduk umumnya petani 35.4%, dan agama
Islam dominan 98.6%. Perangkat pekon: Peratin, juru tulis, kepala urusan (umum,
pemerintahan, dan pembangunan), dan pemangku adat.
Karakteristik permukimannya adalah berkumpul, memanjang mengikuti
bentuk jalan raya, tanah garapan berada di belakang, dekat sungai. Karakteristik

sosial-budaya yang mempengaruhinya adalah sistem hidup pi’il pesenggiri, yaitu
perilaku yang baik maka orang tersebut akan dinilai sebagai orang yang baik,
demikian pula sebaliknya, prinsip ini berlaku terhadap sesama manusia, hewan,
dan tumbuhan. Rumah peratin dan para pemangku adat yang berada di pusat
bertujuan memudahkan koordinasi para perangkat desa. Selain itu, saling
bergotong-royong dalam segala aspek kehidupan (seperti pengolahan ladang dan
upacara-upacara adat) dan kuatnya sistem kekerabatan membuat jarak rumah
mereka saling berdekatan. Dalam hubungan dengan alam terdapat semboyan Bumi
Tuah Bepadan, bahwa manusia dengan alam tidak bisa dipisahkan. Penyebab
pergeseran pola permukiman adalah serangan penjajah, gempa, pertambahan
jumlah penduduk, dan pembangunan jalan beraspal.

Pekon ini telah mengalami perubahan tata guna lahan sebesar 42%. Elemenelemen lanskap yang menjadi pusat pemukiman terdiri atas: lapangan (ruang
publik) yang dikelilingi perkantoran, sekolah, dan mesjid, dengan jalan raya yang
membelah pekon sehingga dapat dikatakan pekon ini berpola linear-konsentrik
(memanjang mengikuti jalan raya dengan tetap memiliki pusat permukiman).
Struktur, fungsi, dan elemen bangunan beradaptasi untuk penambahan ruang
(hampir semua kolong-kolong rumah panggungnya sudah ditutup atau diberi
tembok semen). Ruas jalan bertambah seluas 1 Ha hanya di pusat pekon sehingga
karakteristiknya masih bertahan. Elemen lanskap bersejarah dalam bentuk,

struktur, dan fungsinya yang asli berupa 749 rumah panggung (±138 diantaranya
berusia >50 tahun termasuk lamban pesagi), balai pekon, mesjid kuno, lamban
pamanohan, balay (lumbung), pemakaman, dan situs Batu Kepappang sehingga
membentuk kesatuan lanskap budaya yang harmonis. Pekon ini memiliki banyak
kesamaan variabel pada permukiman di sekitarnya berupa rumah-rumah
panggung. Pada segi estetika terjadi perubahan, tetapi tidak merubah karakter.
Elemen-elemen yang berbeda dengan sekitarnya: lamban pesagi, situs Batu
Kepappang, dan lamban pamanohan. Pekon ini cukup menciptakan kontinuitas
dan keselarasan karena terlihat menyatu antara rumah-rumah panggung dengan
lingkungan alam sekitarnya.
Aspek arkeologi menunjukkan nilai penting dari permukiman tradisional
berupa keberadaan situs Batu Kepappang dan lamban pesagi Dari segi
kesejarahan, memiliki fungsi terkait dengan periode sejarah karena pekon ini
diyakini sebagian besar masyarakat Lampung sebagai asal nenek moyang mereka
sebelum kedatangan Islam. Pekon ini berpengaruh dalam sejarah perkembangan
arsitektur karena keberadaan lamban pesagi yang berusia >200 tahun dan
keberadaan rumah-rumah tinggal tradisional lainnya yang dipengaruhi kemajuan
teknologi pada masa penjajahan Inggris dan Belanda. Pekon ini berpengaruh
dalam perkembangan sejarah Kabupaten karena merupakan bagian dari
perkembangan sejarahnya, terdapat bukti fisik peralihan kekuasaan dari masa

Keratuan (Hindu-Budha), Kesultanan (Islam), masa penjajahan Inggris dan
Belanda, serta pembagian wilayah Provinsi (dahulu merupakan wilayah provinsi
Bengkulu). Pekon ini berpengaruh dalam perkembangan sejarah bangsa karena
termasuk wilayah kewedanan perang perlawanan rakyat Bukit Kemuning, Front
Utara melawan penjajah Belanda. Pada ekonomi formal dan informal bernilai
rendah karena keberadaan warung-warung kecil sangat sedikit, tidak ada restoran,
kios-kios berada di pasar, dan terdapat satu retail Alfamart di pekon ini.
Keberadaan legenda Belasa Kepappang popular juga aktivitas social-budaya
dalam bentuk berbagai upacara adat ada dan popular (tidak hanya di wilayah
Lampung, tapi hingga ke mancanegara). Terakhir, kelompok masyarakat ada
tetapi tidak populer karena hanya dikenal di pekon ini. Selanjutnya, hasil analisis
penilaian pekon pekon adalah tindakan rehabilitasi dengan nilai total 41.
Rehabilitasi perlu dilakukan dengan mempertahankan karakter/ciri khas
permukiman tradisional berkaitan dengan nilai pentingnya, memperbaiki elemen
lanskap yang rusak, dan mengganti elemen lanskap yang hilang. Penambahan
elemen lanskap harus berkarakter dan ciri khas tradisional.
Kata kunci: Permukiman Tradisional, Pekon Kenali, Lampung Saibatin

SUMMARY
YUSTIANI YUDHA PUTRI. Village Study of Traditional Landscape Settlement

Saibatin Lampungnese at Kenali Village, West Lampung. Supervised by ANDI
GUNAWAN and NURHAYATI HADI SUSILO ARIFIN
Kenali village is the provenance of Lampungnese inhabitants, included in
traditional/historical area in West Lampung Regency. The development and
growth community process shifted the cultural landscape characteristic in Pekon
Kenali. Study of traditional landscape settlement character need to do because the
information and knowledge about it is still definite.
This study purpose to (1) identified the character of traditional landscape
settlement in Kenali Village, (2) analyzing the factors that influence the landscape,
(3) identified the main cause of the settlement’s character change, and formulate
the development plan. The method use descriptive and spatial analysis through
observation, interview, and study of literature.
This village located in 104°10’-105°20’ Longitude East and 5°10’-4°55’
South Latitude. The slope in settlement area is relative flat and scarp in forest area.
The elevation is 800-1020 m upon the sea, temperature is 26-28 °C, rain fall 25003000 mm/year, and humidity 75%-95%. Total area 1211 Ha by land uses:
settlement, rice field, plantation, forest, mix-garden, fish pond, rivers, and roads.
Almost surrounding area are hilly and mountaineous with scarps. Plants in
settlement area are ornamentals, herbal, cooking spices, fruits, vegetables, and
pulses. Forest crop dominated by resin and main plantation crop is coffe. Animal
pets villagers are: cow, buffalo, goat, chicken, duck, cat, and dog. Indigeneous

people are Lampung Saibatin tribe lineage Buay Tumi and Belunguh. Total
population 1319 inhabitans in 467 family. This village counted development
village with total prosperous family 24.9%; the others upper class 16.3%, middle
class 29.2%, unprosperous 17%, and lower class 12.5%. Education grade
dominated by high school graduate 37.3%, occupation mostly farmer 35.4%, and
Islam faith dominated 98.6%. The village orgware are: Peratin (headman),
secretary, head offices (public, govermental, and development), and hamlet’s head.
The characteristic of settlement are assemble longitudinal follow the road
form, farmland in the back and close to the river. The socio-cultural’s
characteristic that influence the settlement form is the life system of pi’il
pesenggiri that someone’s valued well if has a good behaviour, this principle
occur toward human peer, animal, and vegetation. Peratin’s and pemangku adat’s
houses are located in the center of village that purpose to make the coordination of
village orgware easier. Besides that, community self-help in every aspect of life,
such as: cultivation and traditional ceremony, also strong kinship are make the
space between houses very closed each other. In relationship with nature there is a
motto Bumi Tuah Bepadan, that human and nature can’t separated. The main
cause of displacement in village’s pattern is the attack of colonizer. The others,
because of nature like earthquake, human growth, and asphalt road built.
The village’s land use has change 42%. Landscape elements that is the

settlement center are: square (public space that surrounding by offices), school,
and mosque, with the main street that cut the area so that called linear-concentric
pattern (longitudinal follow the road form but still have settlement center). The

structure, function, and elements building are adapted to add the room (almost
scaffolding house’s basements has been covered or built by wall). The built road
(1 Ha) just in the village’s center so that the characteristic resistible. Historical
landscape elementa in original form, structure, and function are 749 scaffolding
house (±138 are >50 years old including lamban pesagi), village room, ancient
mosque, lamban pamanohan (house of heirloom),balay (likes rice barn),
cemetery, and archaeological site Batu Kepappang so that formed historical
landscape unity that harmonious. This village has many variables that similar with
villages around, that’s scaffolding houses. For aesthetics side, occur the changes
but not change the character. Elements that different from surround villages:
lamban pesagi, archeological site Batu Kepappang, dan lamban pamanohan. This
village create enough the continuity and harmony for surroundings because look
unite between scaffolding houses and nature.
Archeological aspects indicated important value from traditional settlement
likes archeological site Batu Kepappang and lamban pesagi. From historical side,
have function associated to historical period because this village assured by

Lampung people as their provenance before Islamic period. This village also
influenced architectural history because the existence of lamban pesagi that >200
years old and other scafolding houses that influenced by technology in England
and Netherland’s colonization. This village influenced regency history because
this is the the part of development history, there is physical proof transition of
puisance from Queen’s era(Hindu-Budha), Kingdom/Kesultanan (Islam), England
and Netherland colonization, and Province area by territory (for the time being
Province Bengkulu’s area). This village is battle filed for Bukit Kemuning’s
people, North Front against Netherland colonizer.For the formal and informal’s
economic value are low because the less of little shop, no restaurant, kiosks just in
the village market, and there is one Alfamart retail shop in this village. The legend
of Belasa Kepappang is popular also the socio-cultural activity likes ritual (not
only popular in Lampung area but also in outside country). The last, group
community are exist but not popular because only known in this village. The
result of village area assesment is rehabilitate action with total value 41. The
rehabilitation need to do by kept the traditional character of settlement that
related to the architecture’s values, the increment of landscape elements must
have a specific traditional character.
Key words: Traditional Settlement, Kenali Village, Saibatin Lampungnese


© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2013
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

KAJIAN LANSKAP PERMUKIMAN TRADISIONAL
MASYARAKAT LAMPUNG SAIBATIN DI PEKON
KENALI, LAMPUNG BARAT

YUSTIANI YUDHA PUTRI

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada

Program Studi Arsitektur Lanskap

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2013

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis:

Dr. Ir. Indung Sitti Fatimah, M.Si

Judul Tesis : Kajian Lanskap Permukiman Tradisional Masyarakat Lampung
Saibatin di Pekon Kenali, Lampung Barat
Nama
: Yustiani Yudha Putri
NIM
: A451100011

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Andi. Gunawan, M.Agr Sc
NIP. 196208011987031002

Dr. Ir. Nurhayati HS.Arifin, M.Sc
NIP. 196201211986012001

Ketua

Anggota
Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Arsitektur Lanskap,

Dekan Sekolah Pascasarjana
Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Bambang Sulistyantara, M.Agr Sc

Prof. Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Agr Sc

Tanggal Ujian: 19 September 2013

Tanggal Ujian:

PRAKATA
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, sumber dari
segala ilmu pengetahuan yang telah memberikan berkah dan hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian ini. Shalawat serta salam semoga
selalu tercurahkan kepada Nabi Besar Muhammad SAW yang menjadi suri
teladan hingga akhir zaman.
Provinsi Lampung banyak menyimpan khasanah masa lampau. Tinggalan
masa lampau secara fisik salah satunya berupa permukiman tradisional. Dalam
usaha mengungkap masa lampau ini telah dilakukan studi permukiman tradisional
dengan judul “Kajian Lanskap Permukiman Tradisional Masyarakat Lampung
Saibatin di Pekon Kenali, Lampung Barat”.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ayah (Alm.) Darwis Hakim, BBA dan ibu Hj. Hermala, SH, orangtua yang
telah membesarkan, mendidik, dan melindungi penulis selama ini.
2. Bapak Dr. Ir. Andi Gunawan, M.Agr.Sc, dan Ibu Dr. Ir. Nurhayati HS.Arifin
M.Sc, selaku pembimbing selama kegiatan penelitian dan penulisan tesis.
3. Pihak Balai Arkeologi Serang dan Bandung (Ibu Elly Suryaningsih, S.Sos,
Bapak Drs. Nanang Saptono, Ibu Dra. Endang Widyastuti, dan Ibu Nurul Laili,
S.Sastra), selaku narasumber dalam proses pengumpulan data informasisejarahbudaya.
4. Pihak BKSNT Bandung selaku narasumber dalam proses pengumpulan data
informasisejarah-budaya.
5. Warga Pekon Kenali (Bapak Rustam dan istri, Bapak Maat Sa’ari, Bapak Basri,
Bapak Balsah Toha, Bapak Irson, Bapak Zarkoni, Bapak Dauhan, dan Bapak
Helmi), selaku narasumber dalam proses pengumpulan data informasisejarahbudaya.
6. Kak Iin, Kak Windy, Bang Aan, Bang Wawan, Attala, Yuk Titin, dan Bik Iyut,
dan seluruh keluarga besar Abdul Moein dan Rouzen bin Djintan atas semua
informasi sejarah, bantuan materiil, doa dan kasih sayangnya.
Semoga hasil penelitian ini bermanfaat bagi semua pihak yang
memerlukannya.
Bogor, November 2013

Yustiani Yudha Putri

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vii

DAFTAR LAMPIRAN

vi

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
Kerangka Pikir

1
1
2
2
3
3
3

2 METODE
Bahan
Alat
Lokasi dan Waktu
Prosedur Analisis Data
Tahap Persiapan
Tahap Pengumpulan dan Klasifikasi Data
Tahap Analisis Data

4
4
4
4
5
5
5
5

3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Fisik dan Alami
Administrasi, Geografis, dan Aksesibilitas
Topografi dan Geologi
Iklim dan Hidrologi
Kondisi Sekitar Tapak
Sejarah Kawasan
Asal Nama dan Perpindahan Pekon
Perubahan Pola Permukiman dan Tata Guna Lahan
Kondisi Sosial Budaya
Demografi
Sistem Pemerintahan dan Kemasyarakatan
Sistem Pengetahuan dan Religi
Tipe dan Karakteristik Sosial-Budaya
Kondisi Permukiman Tradisional
Karakteristik Permukiman
Elemen-Elemen Permukiman
Pengaruh Luar Terhadap Permukiman
Tipe dan Elemen Bangunan Tradisional
Orisinalitas
Pola Sirkulasi
Kebijakan dan Pengembangannya
Kebijakan yang Langsung dan Tidak Langsung Mengatur Kawasan

8
8
8
10
10
11
11
11
13
17
17
18
22
23
25
25
27
46
46
47
48
49
49

Pengembangan oleh Pemerintah dan Masyarakat
50
Analisis Penilaian Kawasan Pekon dan Rekomendasi Pengembangannya 55
4 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

60
60
60

DAFTAR PUSTAKA

61

GLOSARIUM ISTILAH

63

LAMPIRAN

72

RIWAYAT HIDUP

73

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19

Daftar nama narasumber
Jenis data, sumber data, dan metode analisisnya
Kriteria penilaian kawasan pekon
Klasifikasi dan tindakan pelestarian
Perubahan luas tata guna lahan tahun 1969 dan 2013
Demografi pekon
Nama-nama peratin pekon kenali dan periode menjabat
Sejarah pembangunan pekon
Kegiatan pemerintahan pekon
Jenis-jenis dan jumlah elemen permukiman
Jenis-jenis vegetasi di pekarangan
Jenis-jenis vegetasi di areal sawah (padi dan palawija)
Jenis-jenis vegetasi di areal kebun campuran
Jenis-jenis vegetasi di areal perkebunan
Jenis-jenis vegetasi di areal hutan marga
Jenis-jenis satwa di areal hutan marga
Peraturan dan kebijakan yang terkait dengan kawasan permukiman
Hasil pendapatan pekon kenali tahun 2008-2010
Jumlah wisatawan dan objek wisata di Kabupaten Lampung Barat 20032011
20 Daftar atraksi wisata dan jenis atraksinya
21 Hasil penilaian kawasan pekon

5
6
7
8
15
17
18
18
18
27
34
43
43
44
45
45
50
51
52
53
53

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21

Kerangka pikir
Lokasi penelitian
Peta administrasi Pekon Kenali tahun 2013
Perkiraan lokasi Pekon Undok
Ilustrasi Pekon Kenali pada abad ke-18
Perubahan tata guna lahan di Pekon kenali
Struktur pemerintahan dan kelembagaan pekon
Pembagian wilayah pekon
Urutan kepenyimbangan dan bagan hubungan keluarga
Tata letak elemen-elemen permukiman
Struktur ruang Lamban Pesagi
Tampak, denah ruangan, denah tiang, dan potongan Lamban Pesagi
Bagian dalam dan tampak luar Lamban Pesagi
Struktur tiang Lamban Pesagi
Mad Saari dengan cucunya
Sambungan atap bagian luar dan dalam yang diikat dengan ijuk
Dua tipe Lamban Mahanyuk’an
Struktur ruang lamban mahanyuk’an
Struktur atap dan badan bangunan lamban mahanyuk’an
Kubu, Kepalas, dan Anjung,
Balay Ramik dan pembagian ruangannya

3
4
9
12
14
16
19
19
22
26
28
29
30
30
31
31
32
33
34
36
37

22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33

Struktur ruang dan foto Mesjid Jami’ di Pekon Kenali
Balai Pekon
Lamban Pamanohan dan struktur ruangnya
Gedung TK Dharma Wanita
Kantor camat dan PDAM
Denah, Situs Batu Kepappang dan gerbang masuknya
Lapangan pekon
Elemen Paguk dan Bikkai
Zonasi kawasan yang tidak berubah sejak tahun 1969
Pola sirkulasi
Ploting atraksi-atraksi budaya di Pekon Kenali
Saluran drainase

38
39
40
40
41
41
42
46
47
48
54
55

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pemukiman dapat terwujud dalam berbagai bentuk, misalnya gua atau ceruk
dimana manusia secara berkelompok tinggal dan beraktifitas. Permukiman yang
mulanya sederhana, lama-kelamaan berkembang menjadi kota seiring dengan
perkembangan peradaban manusianya. Semakin cepat laju evolusi peradaban,
semakin cepat pula mapannya suatu pemukiman. Sekitar abad ke-8 di kerajaan
Mataram kuno sudah terdapat suatu pemukiman berjenjang yang terdiri: pusat
kerajaan, watak, dan wanua. Pusat kerajaan yaitu ibukota tempat berdirinya
istana, tempat Sri Maharaja, para putra raja dan kaum kerabat dekat, para
pejabat tinggi kerajaan serta para abdi dalem. Watak, yaitu daerah yang dikuasai
para rakai dan pamegat, serta daerah wanua yang dipimpin oleh rama (Sumadio
1990). Konsep wanua di Kayuagung, Komering, dan Lampung mempunyai
pengertian sedikit berbeda. Wanua atau Banua atau disebut Nua dalam bahasa
Austronesia tidak merujuk pada permukiman urban. Wanua lebih dekat pada
konsep Pekon dengan status sosial, politik, dan ekonomi yang otonom. Dalam
bahasa Lampung istilah Nuwo berarti rumah. Pekon Kenali merupakan salah satu
dari perkampungan tua di lereng Gunung Pesagi yang diyakini sebagian besar
masyarakat Lampung sebagai cikal bakal nenek moyang mereka.
Situs-situs pemukiman yang tersebar di Bukit Barisan dan sepanjang
aliran sungai di kawasan Lampung menyisakan fitur berupa benteng tanah,
menhir, dolmen, dan makam leluhur. Peninggalan prasejarah terutama yang
bersifat monumental tersebar di seluruh wilayah dengan konsentrasi terbesar di
lereng timur Bukit Barisan antara Kota Bumi hingga Krui. Komplek menhir
dan dolmen dapat dijumpai dalam kuantitas cukup tinggi. Situs-situs tersebut ada
yang ditinggalkan masyarakat pendukungnya dan ada yang berkembang terus
menjadi pemukiman hingga sekarang, salah satunya Pekon Kenali. Selain itu,
cerita sejarah baik tradisi lisan maupun naskah, misalnya Kuntara Raja Niti,
secara substantif meninggalkan jejak situs-situs permukiman di kawasan
Lampung. Secara fisik situs-situs tersebut sulit dikatakan sebagai kota namun
dilihat dari keragaman masyarakatnya sudah mencirikan suatu kota.
Elemen-elemen penentu kota pada pemukiman kuno di kawasan Lampung
terbuat dari bahan yang mudah rusak seperti kayu atau bambu sehingga tidak
tersisa sampai sekarang. Ketika di luar Lampung terdapat perkembangan
peradaban dengan masuknya pengaruh Hindu, Budha dan kemudian Islam,
tampak di Lampung tidak ada konsentrasi besar masyarakat yang tercermin dari
adanya pusat politik berupa institusi sebuah kerajaan/negara. Kemungkinan
seperti inilah yang menjadikan Lampung pada zaman klasik dan Islam
berada di bawah kekuatan politik luar Lampung (Sriwijaya dan Banten). Dilihat
dari sudut pandang permukiman, kelompok masyarakat tersebut mempunyai
kesamaan dalam pemilihan lokasi di sepanjang sungai. Provinsi Lampung
memiliki tiga aliran sungai besar yaitu Way Sekampung, Way Seputih, dan
Way Tulangbawang. Nama-nama sungai lebih populer sebagai petunjuk
masyarakat luar bila dibandingkan dengan nama kampungnya dan nama negeri
identik dengan nama sungai tersebut.

2
Perumusan Masalah
Kebudayaan nasional merupakan puncak dari kebudayaan daerah, maka
pembinaan dan pengembangan kebudayaan daerah dapat dipandang sebagai aset
nasional yang penting. Kebudayaan Lampung sebagai unsur pendukung
kebudayaan daerah ikut memperkaya khasanah kebudayaan nasional dalam proses
pembinaan, pembentukan, dan pembangunan watak bangsa. Kebudayaan tersebut
bersifat fisik/dapat dilihat (tangible) dan non fisik/tidak terlihat (intangible). Salah
satu hal yang dapat dilihat (tangible) adalah permukiman tradisional. Permukiman
tradisional ini terdiri atas unsur fisik dan biofisik yang membentuk karakteristik
permukiman tradisional tersebut. Pemaparan mengenai permukiman tradisional
tidak dapat dipisahkan dengan penjelasan mengenai unsur sosial-budaya yang
membentuk karakter permukiman tradisional tersebut. Unsur sosial-budaya ini
berupa: folklor, kearifan lokal, adat istiadat, upacara-upacara tradisional, taritarian adat, sistem mata pencaharian, sistem kepercayaan dan pengetahuan, dan
sistem kemasyarakatan. Keseluruhan unsur sosial-budaya tersebut berpengaruh
pada pembentukan karakteristik permukiman karena setiap kegiatan budaya
tersebut membutuhkan ruang dan tempat pada lanskap, dari puisi, peribahasa, dan
prosa (seni kesusasteraan) khas Lampung tergambar karakteristik lanskap yang
menggambarkan keadaan alam, pembentukan permukiman, hingga alasan bentuk
fisik yang sedemikian pada permukiman tradisional. Keseluruhan unsur ini, baik
fisik maupun non fisik merupakan suatu kesatuan yang utuh, tidak dapat
dipisahkan satu sama lain, dan saling berkaitan. Berdasarkan sejarah geografis
berupa bencana alam, kondisi politik dan sejarah Pekon Kenali yang diurut
berdasarkan waktu dari zaman prasejarah hingga kedatangan Islam, terdapat
banyak hal yang berubah dan beberapa hal yang masih dapat ditemukan pada
permukiman tradisionalnya. Pekon Kenali telah dihuni manusia sejak zaman
prasejarah hingga saat ini dan dapat dilihat peninggalan bukti fisiknya sehingga
ditemukan perubahan atau pergeseran pola permukimannya. Berdasarkan latar
belakang tersebut dirumuskan permasalahannya, yaitu:
1 Bagaimanakah karakter lanskap permukiman tradisional Pekon Kenali dan
karakter sosial budaya yang mempengaruhinya?
2 Apa saja perubahan pada permukiman tradisional di Pekon Kenali
(perbandingannya dengan catatan sejarah dan perubahan tutupan lahan20-30
tahun sebelumnya) dan faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan tersebut?
3 Bentuk pelestarian seperti apa yang dapat diterapkan di Pekon Kenali ?
Tujuan Penelitian
Kajian ini bertujuan untuk:
1 Mengidentifikasi karakter lanskap permukiman tradisional Pekon Kenali,
2 Mengidentifikasi karakter sosial budaya yang mempengaruhi karakter lanskap
tersebut,
3 Mengidentifikasi penyebab utama perubahan karakteristik permukiman, dan
4 Menyusun rekomendasi pelestariannya.

3
Manfaat Penelitian
Kajian ini diharapkan dapat memberikan informasi tatanan lanskap
permukiman tradisional di Pekon Kenali dan menjadi bahan rekomendasi bagi
pemerintah dan instansi-instansi terkait dalam upaya pelestariannya.
Ruang Lingkup Penelitian
Pekon merupakan satuan kawasan permukiman tradisional di Kabupaten
Lampung Barat yang kegiatan utamanya pertanian, termasuk pengelolaan
sumber daya alam dengan susunan fungsi kawasan sebagai permukiman
perdesaan, pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial dan kegiatan ekonomi
(Perda Kabupaten Lampung Barat No.1/2012). Kawasan Pekon Kenali yang
dianggap sebagai unit/satuan lanskap tradisional/bersejarah meliputi: permukiman,
persawahan, perkebunan, hutan marga, mesjid kuno, Balai pekon, balay ramik,
rumah kebun, lapangan, Situs Batu Kepappang, dan pemakaman leluhur.
Kerangka Pikir
Pekon Kenali termasuk kawasan tradisional/bersejarah di Kabupaten
Lampung Barat. Bencana alam, perubahan kekuasaan, dan pembangunan fisik di
wilayah ini sedikit banyak telah merubah karakter permukimannya. Hakekat
pembangunan adalah proses pembaharuan di segala bidang, tetapi pendorong
utama terjadinya pergeseran budaya, terutama permukiman tradisional.
Kurangnya literatur sejarah mengenai hal tersebut menyebabkan warisan budaya
ini sulit diwariskan dan dikhawatirkan punah. Kesadaran masyarakat terhadap sisi
sejarah itu kurang muncul dalam pelestarian permukiman tradisional. Hal ini
dapat terlihat dari pembangunan perumahan-perumahan modern. Kalaupun ada
bangunan berelemen tradisional, hanya terdapat pada beberapa bangunan
pemerintahan, cottage, dan villa. Selain itu, belum terdapat penelitian
komprehensif mengenai permukiman tradisional di Pekon Kenali sehingga perlu
diadakan kajian mendalam yang membutuhkan identifikasi karakter lanskap
permukiman tradisional berupa kondisi fisik-alami, sosial-budaya, dan
permukiman tradisionalnya, dengan implikasi dari kebijakan dan pengembangan
yang ada. Dengan demikian, kita dapat memahami tatanan lanskap permukiman
tradisional masyarakat Lampung Saibatin di Pekon Kenali dan menyusun
rekomendasi pelestariannya. Berikut kerangka pikir penelitian ini (Gambar 1).
Pekon Kenali termasuk Kawasan Tradisional/Bersejarah di Kabupaten Lampung Barat
 Perubahan pola permukiman akibat bencana alam, perubahan kekuasaan, dan pembangunan fisik
 Belum terdapat penelitian komprehensif mengenai lanskap permukiman tradisional di Pekon
Kenali
Lanskap Permukiman Tradisional Masyarakat Lampung Saibatin di Pekon Kenali
Kondisi Fisik &
Alami

Kondisi Sosial &
budaya

Kondisi Permukiman
Tradisional

Karakter Lanskap Permukiman Tradisional

Implikasi dari kebijakan dan
pengembangan yang ada

Tatanan Lanskap Permukiman Tradisional Masyarakat Lampung Saibatin di Pekon Kenali dan
Rekomendasi Pengembangannya

Gambar 1 Kerangka pikir

4

2 METODE
Bahan
Bahan yang digunakan ialah (1) peta cetak Bakosurtanal 1977 blad Kenali,
peta tutupan tahan Kabupaten Lampung Barat 2006/2007, (2) lembar keterangan
wawancara (bahan pertanyaan, catatan, dan hasil wawancara), (3) sketsa hasil
observasi lapang (ploting elemen-elemen lanskap dan ornamen-ornamen
bangunan tradisional), dan (4) data penunjang (dokumen-dokumen kondisi fisik
dan alami, kondisi sosial budaya, kondisi permukiman tradisional, dan kebijakan).
Alat
Peralatan yang digunakan ialah (1) notebook dan paket software Microsoft
Office (Word, Excel, Powerpoint) untuk analisis data tabular, pembuatan laporan
dan presentasi, serta AutoCAD 2007 untuk visualisasi 2 dimensi, (2) kamera
digital untuk pengambilan foto elemen-elemen lanskap; dan (3) GPS (Global
Positioning System) untuk mengetahui kooordinat geografis lokasi
Lokasi dan Waktu
Kajian ini dilakukan di Pekon Kenali, Kecamatan Belalau, Kabupaten
Lampung Barat (Gambar 2) dengan batas-batas (1) Utara: Pekon Serungkuk, dan
Pekon Hujung, (2) Selatan: Pekon Kejadian dan Pekon Bedudu, (3) Timur: Pekon
Luas dan Pekon Campang Tiga, dan (4) Barat: Pekon Bumi Agung. Kajian
dilakukan selama 8 bulan (April -November 2012).
D. I. ACEH

SUMATERA

PROVINSI LAMPUNG

SUMATERA
UTARA

G. PESAGI
(2.262 m)

Mesuji
KEP.
RIAU

RIAU

FAJAR
AGUNG

SUMATERA
BARAT

Way kanan

Tulang
Bawang Tulang Bawang
Barat

JAMBI

BENGKULU

SUMATERA
SELATAN

BANGKA
BELITONG

Lampung
Utara
Lampung Barat
Pesisir Barat

LAMPUNG

SERUNGKUK
1172

Lampung
Tengah

Metro
Lampung Timur
Pringsewu
Bandar
Tanggamus
Lampung
Pesawaran
Lampung
Selatan

HUJUNG
Bukit
Serakukuh
DANAU
RANAU

KABUPATEN LAMPUNG BARAT

BUMI AGUNG
LUMBOK
SEMINUNG

KENALI

TURGAK

KEJADIAN

BELALAU

BALIK BUKIT

SUMBER
JAYA

SEKINCAU WAY
TENONG
BATU
KETULIS

BEDUDU
BANDAR
NEGRI SUOH

0

1

2

4

6

8
SUOH

Kilometers

Gambar 2 Lokasi penelitian (BPS 2012)

KEBUN TEBU

AIR HITAM
GEDUNG
SURIAN

BATU BRAK

SUKARAME
N

PAGAR
DEWA

SUKAU

5
Prosedur Analisis Data
Kajian ini menggunakan metode analisis deskriptif dan spasial, berupa
pemaparan kondisi objek yang diperoleh dari data primer dan data sekunder
sehingga karakteristik dan perkembangan sejarahnya teridentifikas. Data primer
merupakan data pokok yang didapat langsung dari objek penelitian berupa data
kualitatif yang tidak diukur secara nominal (data fisik permukiman, meliputi
karakter visual dan spasial), serta kondisi permukiman. Data sekunder merupakan
data pelengkap yang berisi hal-hal yang dapat mendukung dan berhubungan
dengan data primer, berfungsi sebagai bahan arahan dan pertimbangan dalam
proses komparasi. Berikut tahapan penelitian ini:
Tahap Persiapan
Kegiatan pada tahap ini: studi literatur awal untuk proposal penelitian,
penelusuran arsip sejarah, penyusunan daftar pertanyaan kuesioner, pengumpulan
informasi terkaitan topik penelitian, dan menentukan kebutuhan alat penelitian.
Tahap Pengumpulan dan Klasifikasi Data
Kegiatan pada tahap ini antara lain:
1. Studi literatur (sebagai konsep dasar yang memperkuat analisis).
2. Observasi lapang (pemotretan dan ploting elemen-elemen lanskap).
3. Wawancara, untuk mendapatkan data perkembangan dan perubahan
permukiman, aktivitas sosial-budaya, permasalahan yang mempengaruhi
kegiatan pelestarian, dan kegiatan pelestarian yang telah dilakukan. Informan
ditentukan secara purposif, yaitu berdasarkan pertimbangan atau penilaian
peneliti. Dengan cara tersebut dipilih 12 informan yang cukup representatif
untuk populasi dan dapat memenuhi tujuan penelitian (tabel 1). Para informan
yang dipilih adalah yang dianggap memahami Pekon Kenali yang profesinya
antara lain: peneliti, kepala desa, juru pelihara, guru, dan pemangku adat.
Tabel 1 Daftar nama narasumber
Nama
Elly Suryaningsih, S.Sos
Drs. Nanang Saptono
Dra. Endang Widyastuti
Nurul Laili, S.Sastra
Bpk. Rustam
Bpk. Maat Sa’ari
Bpk. Basri
Bpk. Balsah Toha
Bpk. Irson
Bpk. Zarkoni
Bpk. Dauhan
Bpk. Helmi

Bidang Pekerjaan
Staf Peneliti Balai Arkeologi Serang
Staf Peneliti Balai Arkeologi Bandung
Staf Peneliti Balai Arkeologi Bandung
Staf Peneliti Balai Arkeologi Bandung
Peratin (Kepala Desa) Pekon Kenali
Juru Pelihara dan pemilik Lamban Pesagi
Guru Sekolah Dasar Negeri 1 Dusun Sukadana
Pemangku Adat Dusun Kenali 1
Pemangku Adat Dusun Kenali 2
Pemangku Adat Dusun Surabaya
Pemangku Adat Dusun Sukadana
Pemangku Adat Dusun Banjar Agung

Tahap Analisis Data
Data hasil pengukuran diplotkan pada peta dan dianalisis secara spasial.
Data hasil wawancara dan informasi lainnya diformulasikan lalu dideskripsikan
secara sistematis. Jenis data, sumber data, dan metode analisisnya pada Tabel 2.

6
Tabel 2 Jenis data, sumber data, dan metode analisisnya
Jenis data
Kondisi Fisik dan Alami
Lokasi dan aksesibilitas

Sumber data
RPJM Kenali dan BPS

Topografi dan geologi
Iklim dan hidrologi
Kondisi sekitar tapak
Sejarah Kawasan
Asal nama dan perubahan pekon
Perubahan tata guna lahan
Kondisi sosial-budaya
Demografi
Sistem pemerintahan dan
kemasyarakatan
Sistem pengetahuan dan religi
Tipe dan karakteristik sosial-budaya
Kondisi permukiman tradisional
Karakteristik permukiman
Elemen-elemen permukiman

BPS
BPS
Observasi

Analisis deskriptif
dan spasial
Analisis deskriptif
Analisis deskriptif
Analisis deskriptif

Literatur dan wawancara
Bakosurtanal, Kemenlinghup,
RPJM Kenali, dan observasi

Analisis deskriptif
Analisis deskriptif
dan spasial

RPJM Kenali
Literatur, observasi, dan
wawancara
Literatur, dan observasi
Literatur, dan observasi

Analisis deskriptif
Analisis deskriptif

Literatur, dan observasi

Analisis deskriptif
dan spasial
Analisis deskriptif
dan spasial
Analisis deskriptif
Analisis deskriptif
Analisis deskriptif
dan spasial
Analisis deskriptif
dan spasial

Literatur, dan observasi

Pengaruh luar terhadap permukiman Literatur, dan observasi
Tipe dan elemen bangunan tradisional Literatur, dan observasi
Orisinalitas
Literatur, dan observasi
Pola sirkulasi

Metode Analisis

Literatur dan observasi

Kebijakan dan Pengembangannya
Kebijakan yang langsung dan tidak
langsung mengatur kawasan

Bappeda, Dinas P & K, Dinas
Pariwisata, Balai Arkeologi dan
wawancara
Pengembangan oleh pemerintah dan BPS, literatur, observasi dan
masyarakat
wawancara

Analisis deskriptif
Analisis deskriptif

Analisis deskriptif
Analisis deskriptif

Analisis Penilaian Kawasan Pekon (Tabel 3-4)
1 Menentukan total nilai tertinggi dan terendah, dan jumlah nilai (N). Total nilai
tertinggi adalah 63, total nilai terendah adalah 21, dan jumlah nilai adalah 43.
2 Menentukan Kelas (preservasi, konservasi, rehabilitasi, dan rekonstruksi).
3 Menentukan pembagian jarak interval dengan mencari selisih antara total nilai
tertinggi dan total nilai terendah untuk kemudian dibagi dengan jumlah kelas.
Keterangan: I = Interval kelas
K= Kelas
I= N / K
N = Jumlah nilai, diurutan tertinggi hingga terendah
4 Mendistribusikan setiap total nilai dalam klasifikasi sesuai jarak interval dan
menentukan tingkat perubahan fisik yang menjadi arah pengembangannya.
Diketahui:
Total nilai tertinggi = 63; Total nilai terendah = 21; Jumlah nilai urutan tertinggi-terendah
(N) = 43.
21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49
50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63
Kelas (K) = 4; (zona preservasi, konservasi, rehabilitasi, dan rekonstruksi)
Interval (I) = N/K = 43/4 = 10,75= 11 (dibulatkan ke atas)
Interval dihitung dari nilai terendah
21 22 23 24 25 26 27 28 29 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56 57 58 59 60 61 62 63

Range Zona Rekonstruksi

Range Zona Rehabilitasi Range Zona Konservasi

Range Zona Preservasi

7
Tabel 3 Kriteria penilaian kawasan pekon
Kriteria

danSkor
1 (Rendah)

2 (Sedang)

Kriteria-kriteria Fisik-Visual
Tata guna lahana Perubahan >66%
Perubahan 33-66%
Pola pemukimana Tidak ada pusat
Ada pusat pemukiman,
pemukiman, pola
pola linear-konsentrik
linear
Bangunana
Struktur, fungsi, dan Struktur, fungsi, dan
elemen bangunan
elemen bangunan
berubah, sedikit
beradaptasi, cukup
bangunan berusia >50 banyak bangunan
tahund
berusia >50 tahund
a
Pola sirkulasi
Ruas jalan bertambah, Ruas jalan bertambah,
karakteristik berubah karakteristik bertahan
Integritasa
Elemen tersebar,
Elemen tersebar, cukup
sedikit, tidak menyatu banyak, menyatu,
karakter lemah
Keragamana
Elemen bersejarah
Memiliki 2-5 elemen
hanya satu
bersejarah
Kelangkaanb
Banyak kesamaan
Beberapa kesamaan
variabel dengan
variabel dengan
permukiman sekitar permukiman sekitar
Kejamakanb
Tidak memiliki nilai Memiliki minimal satu
tinggi dari aspeknilai tinggi dari aspekaspek sebelumnya
aspek sebelumnya
Estetikab
Karakter aslinya
Terjadi perubahan yang
berubah
tidak merubah karakter
Superlativitasb Tidak mendominasi Beberapa elemen
keberadaan sekitar berbeda dengan
sekitarnya
Kualitas
Tidak menciptakan Cukup menciptakan
pengaruhb
kontinuitas dan
kontinuitas dan
keselarasan pada
keselarasan pada
kawasan sekitarnya kawasan sekitarnya
Gaya arsitekturc Elemen tidak bergaya Elemen masih bergaya
arsitektur khas masa arsitektur khas masa
lalu
lalu
Kriteria-kriteria Non-Fisik
Kesejarahanb
Tidak terkait dengan Memiliki fungsi terkait
periode sejarah
periode sejarah
Sejarah arsitekturcTidak berpengaruh Berpengaruh
Sejarah
Tidak berpengaruh Berpengaruh
kabupatenc
Sejarah bangsac Tidak berpengaruh Berpengaruh
Nilai ekonomi Tidak bernilai atau Bernilai sedang
formalc
bernilai rendah
Nilai ekonomi Tidak bernilai atau Bernilai sedang
informalc
bernilai rendah
Legendac
Tidak Ada
Ada,tidak popular
Aktivitas sosial- Tidak Ada
Ada,tidak popular
budayac
Kel.masyarakatc Tidak Ada
Ada,tidak popular
a

3 (Tinggi)
Perubahan 50
tahund
Ruas jalan tetap, dan
karakteristik masih asli
Elemen cukup banyak,
menyatu, karakter kuat
Memiliki > 5 elemen
bersejarah
Tidak ada/sangat sedikit
kesamaan dengan
permukiman sekitar
Memiliki minimal dua
nilai tinggi dari aspekaspek sebelumnya
Perubahan sangat kecil,
karakter asli
Seluruhnya terlihat
dominan
Menciptakan
kontinuitas dan
keselarasan pada
kawasan sekitarnya
Gaya arsitektur khas
masa lalu hampir di
semua bagian
Berkaitan dan berperan
dalam periode sejarah
Penentu sejarah arsitektur
Penentu sejarah
kabupaten
Penentu sejarah bangsa
Bernilai tinggi
Bernilai tinggi
Ada dan popular
Ada dan popular
Ada dan popular

Harris-Dines (1988), bCatanese-Snyder (1979), cHastijanti (2008), dUU No.11/2010 ttg Cagar Budaya

8
Tabel 4 Klasifikasi dan tindakan pelestariannya
Nilai Klasifikasi
Tindakan Pelestarian
54-63 Preservasi Permukiman dipertahankan 100 % seperti apa adanya, jika harus dipugar
dikembalikan ke bentuk aslinya dengan bahan yang sama.
43-53 Konservasi Mempertahankan sebanyak-banyaknya elemen permukiman. Elemen
tambahan mempertahankan bentuk permukiman aslinya. Perubahan dapat
dilakukan sejauh tidak mengganggu keserasian permukiman dan kawasan
32-42 Rehabilitasi sekitarnya.
Mempertahankan karakter dan ciri khas permukiman tradisional yang
berkaitan dengan nilai-nilai pentingnya, penambahan elemen lanskap tidak
21-31 Rekonstruksi mengurangi keserasian permukiman dengan kawasan sekitar.
Membangun baru tetapi tetap meninggalkan salah satu atau sebagian ciri khas
permukiman. Bagian yang dipertahankan hanya sedikit dan dapat dijadikan
elemen ornamental.
Sumber: Hastijanti (2008), telah dimodifikasi

3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Fisik dan Alami
Administrasi, Geografis, dan Aksesibilitas
Pekon Kenali adalah ibukota Kecamatan Belalau, Kabupaten Lampung
Barat yang dibentuk berdasarkan Undang-Undang No. 6/1991. Pekon ini terdiri
atas 6 Dusun: Kenali 1, Kenali 2, Surabaya, Sukadana, Banjar agung, dan
Campang Sari. Secara geografis terletak pada 104°10’-105°20’Bujur Timur dan
5°10’-4°55’ Lintang Selatan (Gambar 3). Pekon ini berada di tengah wilayah
Lampung Barat, pada persimpangan lalu lintas jalan darat dari berbagai arah yaitu
Provinsi Sumatera Selatan, Bengkulu, dan Lampung. Berada 270 km dari pusat
kota Bandar Lampung, pada jalan raya yang menghubungkan Kotabumi dan
Liwa. Pekon ini ditempuh dalam waktu sedikitnya lima jam dari pusat kota karena
sebagian jalan untuk menuju lokasi ini dalam kondisi rusak dan cukup curam
dengan jurang di kiri dan kanan jalan tanpa batas pengaman. Akses dari pusat kota
dengan jalan darat dapat menggunakan dua jalur, yaitu dari Kota Agung
(Kabupaten Tanggamus), dan Kotabumi (Kabupaten Lampung Utara). Jalur
tranportasi umum adalah: dari Jakarta (Bandara Halim Perdana Kusuma) menuju
Bandar lampung (Bandara Raden Intan II (BRANTI), lalu melanjutkan perjalanan
hingga sampai di Pekon Kenali dengan bus antar kota jurusan Danau Ranau.
Selain itu, bila melewati jalur darat dan laut, dari Jakarta, pengunjung mencari bus
jurusan Merak, lalu dengan kapal laut menyeberangi Selat Sunda hingga sampai
di Pelabuhan Merak. Selanjutnya, menaiki bus antar kota menuju Terminal
Rajabasa. Dari Terminal Rajabasa melanjutkan perjalanan hingga sampai ke
wilayah ini dengan bus antar antar kota jurusan Danau Ranau. Pada jalur laut,
terdapat pelabuhan samudra di Bengkunat, di pesisir sebelah Barat, yaitu
Pelabuhan Samudera Kawasan Andalan Wilayah Barat Indonesia yang digunakan
untuk kegiatan ekspor-impor hasil industri dan perikanan Kabupaten Lampung
Bara, serta sebagai pelabuhan nasional dan internasional. Pada jalur udara,
pemerintah kabupaten telah mendirikan Bandara Seray di Kecamatan Pesisir
Tengah yang melayani penerbangan Jakarta-Bandar Lampung dan telah
beroperasi secara resmi melayani penerbangan komersial sejak 28 September
2011. Bandara Seray merupakan bandara navigasi dan mitigasi bencana yang

510000

511000

512000

K ebun

Hujung

LP

K ebun

513000
9451000

9451000

509000

Sukamakmur
nga
ar a
Pek

III

n

K e b un

I

9 75

II
K6

IV

9450000

Kebun

PS
K5
4
3 K
KC K

Lapangan

V

W

ay

m
Se

VI
Campang sari

875

K7

W

9449000

9 25

ay 900
Hu
ma
wa
i

Way

925

Kenali 2
950

9 00

Luas

85
0

I
III

82
5

Bakhu

IV
Banjar agung
0
100

Bumi
agung

Sukadana

94480000

V

II
L

5
97

950

5
97

Surabaya

Campang Tiga

875

Kenali 1

Merih

9449000

950

Serungkuk

9448000

a
gk
an 950

9 50

9450000

K8

95
0
9 75

825

KETERANGAN
Batas wilayah
Sungai
Jalan beraspal
Jalan setapak/berbatu
KC Kantor Camat
K3 Dinas Perhubungan
K4 KUA
K5 Puskesmas
K6 Pos dan Giro
K7 PLN
K8 PDAM
PS Pasar
L Lapangan
LP Lamban Pamanohan
Garis kontur, beda tinggi 25 m
Rumah Panggung
Rumah Modern
Rumah kebun
Pemakaman
Permukiman
Balai Ramik dan Rumah Kebun
Rumah Pemangku Adat (Pusat Dusun)
Rumah Peratin Kenali
Situs Batu Kepappang
Masjid Jami'
Bangunan Sekolah
Balai Pekon (Pusat Desa)
Mesjid/Musholla
Pemakaman
Jembatan
Lamban Pesagi

Way L akak
5°0'0"

500

850

9447000

9447000

9 75

250

5
102

Kejadian
0

0
105

850

9 25

0
80

N

5°0'0"

9 50

875

1000 m

Bedudu
509000

510000

511000

512000

513000

9

Gambar 3 Peta administrasi Pekon Kenali 2013

Sumber :
1 Peta Rupa Bumi, blad Liwa dan Kenal skala
1:50.000, Bakosurtanal 1977
2 Peta tutupan lahan Kab. Lampung Barat,
Kementerian Negara Lingkungan Hidup 2007
3 Bappeda Kab. Lampung Barat, Prov. Lampung
2003
4 Draft dokumen RPJM Pekon Kenali 2010
5 Survey lapang 2012

10
difungsikan juga sebagai penerbangan umum sehingga para wisatawan
mancanegara tidak perlu waktu lama untuk menuju wilayah ini.
Topografi dan Geologi
Kemiringan lahan di areal permukiman relatif datar, lereng curam di areal
hutan, ketinggian lahan 800-1020 meter di atas permukaan laut (m dpl), Keadaan
tanah di wilayah ini terbagi dalam 4 sistem, yaitu:
1 Sistem Alluvial. Sistem ini terbentuk dari bahan endapan sungai dan hasil
alluvial/koliviasi di kaki lereng perbukitan/pegunungan yang landai.
2 Sistem Vulkan. Tanah pada sistem ini dapat dibedakan berdasarkan bahan
induknya yaitu dari bahan induk andesitis dan basal terletak pada ketinggian
25-200 m dpl. Lereng atas dan tengah kemiringannya >30% sedangkan lereng
bawahnya kemiringannya 30%.
Punggung sebelah barat Lampung adalah bagian dari Bukit Barisan yang
merupakan Geantiklinal dan sebelah timurnya merupakan Sinklinal. Punggung
pegunungan ini dari zaman kapur mengalami deformasi pada zaman Tersier
mengakibatkan gejala-gejala patahan yang membentuk fenomena geologi seperti
patahan Semangka di sepanjang Way Semangka dan Teluk Semangka, Gunung
berapi berbentuk oval seperti Gunung Tanggamus, dan depresi tektonik seperti
lembah Suoh, Gedong Surian, dan Way Lima. Berdasarkan peta geologi Provinsi
Lampung, Lampung Barat terdiri atas batuan vulkan tua, Formasi Simpang Aur,
Formasi Ranau (Pekon Kenali), Formasi Bal, dan Batuan Intrusif. Ditinjau dari
kondisi wilayah baik faktor geografi, topografi, dan geologi, wilayah ini sangat
berpotensi gempa. Bukit Barisan memiliki patahan lempeng bumi yang
merupakan bagian dari Tektonik Sumatera. Tektonik Sumatera dipengaruhi oleh
lempeng Samudera Indonesia-Australia dan lempeng Eurasia, dimana lempeng
Samudera Indonesia-Australia mendorong ke Utara dan menyusup ke bawah
lempeng Eurasia. Tempat pertemuan kedua lempeng ini ±200 km sebelah barat
Sumatera disebut Java Trench (bagian jalur gempa Mediterania). Akibat dorongan
dan penyusupan tersebut, terbentuk Bukit Barisan dan Semangko Fault, disebut
Sumatera Fault System (sumber gempa terbesar di kawasan Sumatera).
Iklim dan Hidrologi
Menurut Oldeman (1979), akibat pengaruh dari rantai pegunungan Bukit
Barisan, Lampung Barat memiliki 2 zone iklim yaitu: (1) zone A (jumlah bulan
basah >9 bulan) terdapat di bagian barat Taman Bukit Barisan Selatan termasuk
Krui dan Bintuhan, dan (2) zone BL (jumlah bulan basah 7-9 bulan) terdapat di
Pekon Kenali. Pekon Kenali terletak dibawah khatulistiwa 5° Lintang Selatan

11
sehingga beriklim tropis-humid dengan angin laut lembab yang bertiup dari
Samudra Indonesia dengan dua musim angin setiap tahunnya. Dua musim
dimaksud adalah: Nopember s/d Maret angin bertiup dari arah Barat dan Barat
Laut, dan Juli s/d Agustus angin bertiup dari arah Timur dan Tenggara. Kecepatan
angin rata-rata 5.83 km/jam. Temperatur udara rata-rata berkisar 26-28 °C.
Temperatur maksimum yang sangat jarang dialami adalah 32 °C dan juga
temperatur minimum 21.7 °C. Berdasarkan data curah hujan dari Badan
Meteorologi dan Geofisika, curah hujan berkisar antara 2500-3000 mm/tahun, dan
kelembaban udara disekitar 75%-95%. Sungai yang melewati wilayah ini adalah
Way Semangka di Utara dan Way Lakak di Selatan. Untuk mengairi sawah,
sungai-sungai tersebut dialirkan ke areal sawah dengan sistem irigasi berpengairan
teknis. Sungai-sungai ini berpola dendritik sehingga pada saat musim hujan air
tidak terkonsentrasi dan tidak terjadi banjir.
Kondisi Sekitar Tapak
Pekon Kenali terletak di daerah pegunungan/perbukitan, di kaki Gunung
Pesagi. Wilayah sekitarnya sebagian besar memiliki topografi berbukit sampai
bergunung dengan lereng-lereng curam, kemiringan rata-rata 30%. Daerah ini
meliputi Bukit Barisan dengan puncak tonjolannya adalah Bukit Pugung,
Gunung Pesagi, dan Gunung Sekincau di Utara. Daerahnya beriklim cukup dingin
dan banyak angin karena umumnya ditutupi oleh vegetasi hutan primer dan
sekunder. Pekon ini letaknya berdekatan dengan Taman Nasional Bukit Barisan
Selatan dengan vegetasi utama adalah Hutan Hujan Tropika di sepanjang
Pegunungan Bukit Barisan. Hutan ini umumnya didominasi tumbuhan marga
Lauranceae, Dillentaceae, Dipterocarpaceae, Myrtaceae, dan Fagaceae. Di
hutan pantai barat terdapat bunga Bangkai (Amorphophalus sp.) --bunga tertinggi
di dunia-- dan Raflesia (Rafflesia arnoldi) --bunga terbesar di dunia--. Wilayah
Taman Nasional yang berbatasan dengan pemukiman penduduk terdapat zona
penyangga berupa hutan Damar yang dijaga kelestariannya oleh masyarakat
secara turun-temurun dengan pola pengelolaan yang disebut Repong Damar.
Sejarah Kawasan
Asal Nama dan Perpindahan Pekon
Nama Kenali berasal dari Kinali, suatu wilayah di Sumatera Barat. Nama ini
diberikan oleh Umpu Belunguh, seorang penyebar Islam yang pernah berdiam
lama di Kinali