Pengembangan Kedelai Toleran terhadap Cekaman Kekeringan Menggunakan Iradiasi Sinar Gamma

PENGEMBANGAN KEDELAI (Glycine max (L.) Merr.)
TOLERAN TERHADAP CEKAMAN KEKERINGAN
MENGGUNAKAN IRADIASI SINAR GAMMA

WARID

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Pengembangan Kedelai
(Glycine max (L.) Merr.) Toleran terhadap Cekaman Kekeringan Menggunakan
Iradiasi Sinar Gamma” adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Juli 2014
Warid
NIM A253100151

RINGKASAN
WARID. Pengembangan Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) Toleran terhadap
Cekaman Kekeringan Menggunakan Iradiasi Sinar Gamma. Dibimbing oleh
NURUL KHUMAIDA, AGUS PURWITO dan MUHAMAD SYUKUR.
Ketidakseimbangan antara produksi dan kebutuhan kedelai Indonesia dari
tahun ke tahun semakin besar. Kebutuhan akan kedelai yang semakin meningkat
tidak diimbangi dengan kemampuan produksi dalam negeri sehingga kondisi ini
membuat Indonesia mengimpor kedelai sekitar 70%. Rendahnya produksi dalam
negeri salah satu penyebabnya adalah berkurangnya luas panen kedelai akibat
semakin meluasnya peralihan lahan dari pertanian menjadi non-pertanian.
Indonesia mencanangkan swasembada kedelai tahun 2014. Salah satu program
untuk mencapai swasembada adalah perluasan areal tanam kedelai pada lahan
marginal. Namun, penggunaan lahan marginal seringkali mengalami kendala
salah satunya adalah adanya cekaman kekeringan.
Penggunaan pemuliaan konvensional untuk menghasilkan varietas baru

yang toleran kekeringan melalui hibridisasi memakan waktu yang lama dan teknik
persilangan cukup sulit karena kecilnya ukuran bunga kedelai. Selain itu, tanaman
kedelai yang memiliki karakter toleransi terhadap kekeringan secara alami
tidaklah banyak dan pemuliaan melalui hibridisasi seringkali memasukkan
karakter-karakter baru yang tidak diinginkan. Oleh karena itu, pemuliaan mutasi
melalui iradiasi sinar gamma menjadi pilihan untuk memperoleh varietas baru
dengan penambahan karakter khusus tanpa mengubah karakter unggul yang sudah
ada sebelumnya.
Penelitian ini bertujuan untuk (1) mendapatkan informasi karakter kedelai
toleran kekeringan berdasarkan morfologi dan fisiologi untuk dijadikan kriteria
seleksi genotipe hasil iradiasi, (2) mendapatkan metode penapisan cepat genotipe
kedelai pada fase perkecambahan, dan (3) mendapatkan kandidat mutan yang
memiliki sifat toleran terhadap cekaman kekeringan dan berdaya hasil tinggi.
Penelitian ini terdiri atas 3 percobaan. Percobaan I toleransi kedelai
terhadap cekaman kekeringan dengan pendekatan morfologi dan fisiologi,
dilakukan di rumah kaca Cikabayan pada bulan Februari hingga Juli 2013.
Percobaan II penapisan cepat genotipe toleran kekeringan pada fase
perkecambahan dengan PEG 6000, dilakukan di Laboratorium Biologi dan
Biofisik Benih AGH-IPB pada September hingga bulan November 2013.
Percobaan III penggunaan iradiasi sinar gamma untuk mendapatkan genotipe

unggul baru kedelai toleran kekeringan, dilakukan pada bulan November 2011
hingga Juni 2013 di Kebun Percobaan Cikabayan dan Lahan Kering Cirebon.
Bahan tanam yang digunakan pada percobaan I dan II adalah delapan
varietas kedelai unggul nasional, sedangkan pada percobaan III hanya 2 varietas,
yaitu Anjasmoro dan Burangrang. Perlakuan cekaman kekeringan pada percobaan
I dilakukan pada saat tanaman memasuki fase R1 dengan tidak memberikan
penyiraman selama 7 dan 14 hari. Percobaan I menggunakan Rancangan Acak
Lengkap (RAL) dengan 3 ulangan. Percobaan II terdiri dari 2 pendekatan, yaitu
melalui metode UKDdp dan pewarnaan kerusakan akar menggunakan bahan
reaksi Schiff‟s. Percobaan dirancang dalam Rancangan Acak Lengkap dan
diulang sebanyak 3 kali. Percobaan III merupakan induksi mutasi menggunakan

iradiasi sinar gamma dengan dosis 250 Gy, 300 Gy, dan 350 Gy yang ditanam
selama tiga generasi dan dilakukan seleksi pada generasi kedua (M2) di lahan
kering.
Hasil penelitian pada percobaan I menunjukkan bahwa cekaman
kekeringan mempengaruhi perubahan karakter morfologi, fisiologi, dan
komponen hasil tanaman kedelai. Tinggi tanaman, jumlah tunas, kandungan
antosianin dan karoten tidak mengalami penurunan yang signifikan akibat
perlakuan cekaman sehingga karakter ini tidak dapat digunakan sebagai kriteria

seleksi untuk mendapatkan genotipe kedelai toleran kekeringan. Karakter kedelai
toleran yaitu 1) kandungan klorofil a, klorofil b, dan klorofil total secara relatif
mengalami peningkatan, sedangkan rasio klorofil a/b mengalami penurunan; 2)
kerapatan trikoma mengalami peningkatan, sedangkan kerapatan stomata terjadi
penurunan; 3) bobot kering tajuk mengalami penurunan dan bobot kering akar
mengalami peningkatan. Karakter yang dapat dijadikan sebagai kriteria seleksi
berdasarkan sidik lintas adalah jumlah polong bernas, bobot kering tajuk, rasio
panjang akar/tajuk, kerapatan trikoma permukaan daun atas, kandungan klorofil a,
rasio kandungan klorofil a/b, dan kandungan klorofil total dapat dijadikan kriteria
seleksi kedelai toleran kekeringan.
Hasil percobaan II menunjukkan bahwa PEG 5% sudah mampu
memberikan perbedaan peubah perkecambahan antara kecambah yang tumbuh
dalam kondisi optimum dan suboptimum berupa penurunan nilai indeks vigor,
daya berkecambah, potensi tumbuh maksimum, panjang akar, panjang hipokotil,
dan bobot kering kecambah normal berdasarkan pendekatan UKDdp. Akan tetapi,
pada pendekatan pewarnaan kerusakan akar, PEG yang mampu dengan jelas
memberikan perbedaan adalah konsentrasi 20%. Berdasarkan indeks sensitivitas
terhadap kekeringan, Argomulyo merupakan varietas kedelai yang toleran
terhadap kekeringan, sedangkan Tanggamus termasuk peka. Namun, berdasarkan
pewarnaan kerusakan akar varietas Argomulyo, Kaba dan Tanggamus merupakan

varietas kedelai yang toleran kekeringan, sedangkan Anjasmoro, Burangrang dan
Detam-1 termasuk varietas yang agak toleran. Grobogan dan Wilis merupakan
varietas kedelai yang peka kekeringan.
Percobaan induksi mutasi (III) menghasilkan dosis LD50 sebesar 202.5 Gy
yang dapat digunakan untuk membentuk keragaman genetik. Iradiasi sinar gamma
dapat mengakibatkan waktu muncul bunga yang lebih lambat, menurunkan tinggi
tanaman, menurunkan jumlah polong bernas, meningkatkan jumlah polong hampa,
menurunkan jumlah polong total, menurunkan jumlah biji yang dihasilkan, dan
meningkatkan umur panen tanaman. Nilai heritabilitas arti luas (h2BS) yang
diperoleh cukup baik pada karakter jumlah polong bernas, sedangkan untuk
karakter yang lain tergolong rendah. Kandidat mutan toleran kekeringan dan
berdaya hasil tinggi yang diperoleh dari seleksi M2 sebanyak 34 genotipe. Secara
keseluruhan, tanaman M3 memiliki fenotipe yang lebih rendah dari tanaman
kontrol, berbeda dengan tanaman M2 yang berasal dari benih yang ditanam pada
kondisi optimum. Pendugaan nilai heritabilitas arti sempit untuk karakter tinggi
tanaman, jumlah cabang, jumlah polong bernas, dan jumlah polong total masingmasing sebesar 16.7%, 29.4%, 36.8%, dan 33.2%.
Keyword: heritabilitas, kandidat mutan, kedelai toleran kekeringan, kriteria
seleksi, seleksi awal

SUMMARY

WARID. The Development of Drought Tolerance in Soybean (Glycine max (L.)
Merr.) Treated Using Gamma Irradiation. Supervised by NURUL KHUMAIDA,
AGUS PURWITO and MUHAMAD SYUKUR.
The gap between soybean supply and demand in Indonesia is increase
annually. The soybean consumption grow faster than the domestic production rate.
Consequently, this condition force Indonesia to import soy about 70 percent of its
demand. There are some factors involved in the low level of domestic production.
One of them is the decreasing of soybean harvest area due to the conversion of
agricultural land to non-agricultural purposes. Indonesia has launched soybean
self-sufficient program in 2014. One step to achieve self-sufficiency goal is
planting more soybean in marginal areas. Nevertheless, the crops planted in a
marginal land usually experiencing the drought stress.
The use of conventional breeding in order to produce new drought tolerant
soybean varieties by hybridization method is time-consuming and the techniques
is quite difficult due to the small size of the soybean flowers. In addition, the
drought tolerant soybean traits rarely found naturally and some undesirable
characters often embedded through the hybridization process. Therefore, mutation
breeding using gamma-ray irradiation method is chosen to obtain new varieties
with specific traits added without changing the original set of superior traits.
The aims of this research are to (1) obtain the information of drought

tolerant soybean characters based on its morphology and physiology that will be
used as selection criteria for the genotype results irradiation, (2) determine a fast
screening methods in germination phase of soybean genotypes with the two
approaches, and (3) obtain several candidate mutants that tolerant to drought and
high yield.
This research consisted of three experiments. First experiment was soybean
tolerance to drought stress with morphological and physiological approaches in
greenhouse, conducted at Cikabayan greenhouse in February to July 2013. The
second experiment was rapid screening drought tolerant genotypes at germination
phase with PEG 6000, carried out in the Laboratory of Seed Biological and
Biophysical AGH-IPB in September to November 2013. The third experiment
was use of gamma irradiation to obtain new superior genotypes drought-tolerant
soybean, conducted in November 2011 to June 2013 at the experimental garden
Cikabayan and dryland Cirebon.
Plant material used in experiments I and II are eight national superior
soybean varieties, whereas in the third experiment only two varieties, Anjasmoro
and Burangrang. Treatment in the first experiment conducted at the R1 phase by
not watering the plants within 7 and 14 days. First experiment use a completely
randomized design (CRD) with 3 replications. The second experiment consisted
of two approaches, that is through UKDdp methods and staining root damage

using Schiff's reagent. The experiment designed in a completely randomized
design and repeated 3 times. Third experiment was induced mutation using
gamma rays that are grown for three generations and made a selection in the
second generation (M2) on dry land.

The results of first experiment showed that drought stress affected character
change of morphology, physiology, and soybean yield component. Plant height,
number of branch, antocyanin and carotein content didn‟t decreased significantly
by drought stress treatment so that those characters couldn‟t use as selection
criteria to gain drought tolerant soybean genotypes. Tolerant soybean characters
were 1) chlorophyll a, b, and total chlorophyll increased relatively whereas ratio
of chlorophyll a/d decreased; 2) trichome density increased whereas stomatal
density decreased; 3) shoot dry weight decreased and root dry weight increased.
The characters which could use to be as selection criteria base on path analysis
were number of filled pod, shoot dry weight, ratio of lenght root/shoot, adaxial
trichome density, chlorophyll a content, ratio chlorophyll a/b, and total
chlorophyll content.
The results of the second experiment showed that PEG 5% has been able to
provide difference between the variable germination of plants that grow under
optimum and suboptimum conditions that is a decrease in the value of vigor index,

germination rate, maximum growth potential, root length, hypocotyl length and
dry weight of normal seedling based on UKDdp. However, base on root staining
approach, PEG wass able to make a difference clearly in concentration 20% PEG
6000. Based on index of drought sensitivity Argomulyo was grouped to drought
tolerant variety, while Tanggamus was drought sensitive one. However, based on
root staining, Argomulyo, Kaba and Tanggamus were grouped to drought tolerant,
while Anjasmoro, Burangrang and Detam-1 were grouped to a medium tolerant
varieties. Grobogan and Willis were a drought sensitive soybean varieties.
Experiment of mutation induction (III) produces 202.5 Gy irradiation dose
was the LD50 can be used to establish genetic diversity. Gamma irradiation
decrease plant height, number of pod and filled pod, number of seeds, and
improve the number of empty pod. Values of M2 heritability are good enough for
number of filled pod (31.09-43.94). Therefore, early selection to obtained drought
tolerant and high yielding genotypes were possible. This research has obtained 34
putative mutants drought tolerant. Planting of M3 on optimal land resulted the
lower phenotypics than control and M2. Narrow sense heritabilities of plant height,
number of brunch, number of filled pod, and number of total pod respectively
were 16.7%, 29.4%, 36.8% and 33.2 %.
Keywords: heritability, mutan-candidates, drought tolerant soybean, selectioncriteria, early-selection


© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PENGEMBANGAN KEDELAI (Glycine max (L.) Merr.)
TOLERAN TERHADAP CEKAMAN KEKERINGAN
MENGGUNAKAN IRADIASI SINAR GAMMA

WARID

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada

Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Sintho Wahyuning Ardie, SP MSi

: Pengembangan Kedelai (Glycine max (L.) Merr.) Toleran terhadap

Judul

Cekaman Kekeringan Menggunakan Iradiasi Sinar Gamma
Nama

: Warid

NIM

: A253100151

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Nurul Khumaida, MS
Ketua

Dr Ir Agus Purwito, MScAgr
Anggota

Prof Dr Muhamad Syukur, SP MSi
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Pemuliaan dan Bioteknologi Tanaman

Dr Ir Yudiwanti Wahyu EK, MS
Tanggal Ujian: 23 April 2014

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr
Tanggal lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Oktober 2011 sampai November 2013
ini ialah cekaman kekeringan pada kedelai, mengingat usaha pengembangan
kedelai ke lahan kering menjadi program pemerintah dalam peningkatan produksi
kedelai nasional.
Penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan terima kasih kepada:
1. Ibu Dr Ir Nurul Khumaida, Bapak Dr Ir Agus Purwito, dan Bapak Prof Dr
Muhamad Syukur selaku komisi pembimbing atas segala bimbingan, saran,
dan kritikan selama penyusunan proposal, pelaksanaan penelitian, dan
penulisan tesis.
2. Ibu Dr Sintho Wahyuning Ardie selaku penguji luar komisi pada ujian tesis
dan Dr Ir Yudiwanti Wahyu EK selaku penguji dari Program Studi Pemuliaan
dan Bioteknologi Tanaman atas saran-sarannya untuk perbaikan tesis.
3. Program IM-HERE batch 2c atas beasiswa dan bantuan biaya penelitian yang
diberikan kepada penulis untuk menempuh strata S2 di IPB.
4. Seluruh staf pengajar pada Program Studi Pemuliaan dan Bioteknologi
Tanaman FAPERTA IPB yang telah mendidik dan membekali penulis
tentang ilmu pemuliaan tanaman maupun bioteknologi.
5. Orang tua (Raskib dan Odah) atas doa, kasih sayang dan semangat yang terus
diberikan.
6. PATIR BATAN, BB Biogen, Balitkabi, Balit Tanah dan AGH-IPB atas
segala materi dan fasilitas yang diberikan kepada penulis.
7. Seluruh rekan S2 dan S3 mayor PBT, ITB dan AGH 2010 atas kebersamaan
selama penulis menempuh pendidikan dan penelitian di Sekolah Pascasarjana
IPB, khususnya Mba Nina, Mba Irni, Mba Karyanti, Mba Yulli, Mba Tri,
Mba Eka dan Mba Lasih.
8. Yasmin, Muhammad Nubhan, Dena Wahdani, Sigit Susilo, Elviana, Dede
Saputra, Muhammad Asyhar, Jane, Ilyasa dan teman-teman yang lain atas
dukungan dan semangat yang diberikan kepada penulis dalam penyelesaian
studi dan tesis ini.
Akhir kata,semoga karya ilmiah ini dapat menjadi amalan baik bagi penulis
dan bermanfaat bagi kita semua.

Bogor, Juli 2014

Warid

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR

vi
viii

DAFTAR LAMPIRAN

ix

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian

1
1
2
2
3

TINJAUAN PUSTAKA
Morfologi Tanaman Kedelai
Lahan Kering
Induksi Mutasi
Polietilena Glikol (PEG)
Penapisan Cepat pada Fase Kecambah
Heritabilitas
Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Kedelai
Mekanisme Toleransi Tanaman terhadap Cekaman Kekeringan

5
5
6
6
8
8
9
10
11

PENDAHULUAN

13

BAHAN DAN METODE
Pelaksanaan Percobaan
Analisis data

13
14
15

HASIL DAN PEMBAHASAN
Tinggi Tanaman dan Jumlah Tunas
Kandungan Klorofil Daun
Kerapatan Trikoma dan Stomata
Panjang Akar dan Rasio Panjang Akar/Tajuk
Bobot Kering
Komponen Hasil

16
16
17
24
28
30
32

SIMPULAN
SARAN

39
40

PENDAHULUAN

42

BAHAN DAN METODE
Pelaksanaan Penelitian
Analisis Data

42
43
45

HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengaruh konsentrasi PEG pada perkecambahan kedelai

45
46

Respon varietas kedelai terhadap simulasi kekeringan dengan PEG
47
Penggunaan PEG untuk seleksi kekeringan pada kedelai
53
Penapisan cepat kedelai terhadap toleransi kekeringan melalui pengamatan
pewarnaan kerusakan akar
54
SIMPULAN

56

SARAN

57

PENDAHULUAN

59

BAHAN DAN METODE
Prosedur Analisis Data

59
61

HASIL DAN PEMBAHASAN
61
LD50 dan Pengaruh Iradiasi Sinar Gamma pada Kedelai M1
61
Heritabilitas Arti Luas (hBS) Beberapa Karakter Agronomis pada Generasi
Kedua (M2)
68
Penanaman Generasi Ketiga (M3)
72
SIMPULAN

74

SARAN

75

PEMBAHASAN UMUM
Metode Penapisan Cepat pada Fase Perkecambahan Sebagai Alternatif
Seleksi Genotipe Toleran Cekaman Kekeringan

75
78

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

80
80
81

DAFTAR PUSTAKA

81

LAMPIRAN

89

DAFTAR TABEL
1. Pengaruh cekaman kekeringan terhadap kandungan klorofil a pada 8
varietas kedelai nasional
2. Pengaruh cekaman kekeringan terhadap kandungan klorofil b pada 8
varietas kedelai nasional
3. Pengaruh cekaman kekeringan terhadap perubahan kandungan
klorofil a dan b pada 8 varietas kedelai nasional yang mengalami
cekaman kekeringan selama 7 hari dan 14 hari
4. Pengaruh cekaman kekeringan terhadap rasio kandungan klorofil a/b
pada 8 varietas kedelai nasional
5. Pengaruh cekaman kekeringan selama 7 hari dan 14 hari terhadap
kandungan klorofil total pada 8 varietas kedelai nasional

18
19

20
21
22

6. Pengaruh cekaman kekeringan terhadap kandungan antosianin pada
8 varietas kedelai nasional
7. Pengaruh cekaman kekeringan terhadap kandungan karotenoid pada
8 varietas kedelai nasional
8. Pengaruh cekaman kekeringan terhadap kerapatan trikoma pada 8
varietas kedelai nasional
9. Pengaruh cekaman kekeringan terhadap kerapatan stomata pada 8
varietas kedelai nasional
10. Pengaruh cekaman kekeringan terhadap panjang akar pada 8 varietas
kedelai nasional
11. Pengaruh cekaman kekeringan terhadap rasio panjang akar/tajuk
pada 8 varietas kedelai nasional
12. Pengaruh cekaman kekeringan terhadap rasio bobot kering
akar/tajuk pada 8 varietas kedelai nasional
13. Pengaruh cekaman kekeringan terhadap bobot kering tajuk pada 8
varietas kedelai nasional
14. Pengaruh cekaman kekeringan terhadap bobot kering akar pada 8
varietas kedelai nasional
15. Pengaruh cekaman kekeringan terhadap jumlah polong bernas pada
8 varietas kedelai nasional
16. Pengaruh cekaman kekeringan terhadap jumlah polong hampa pada
8 varietas kedelai nasional
17. Pengaruh cekaman kekeringan terhadap jumlah polong total pada 8
varietas kedelai nasional
18. Koefisien korelasi antar karakter pada kedelai yang mengalami
cekaman kekeringan
19. Pengaruh langsung dan tidak langsung antara karakter pengamatan
terhadap jumlah polong total dalam kondisi cekaman kekeringan
20. Pemilihan karakter untuk kriteria seleksi
21. Pengaruh konsentrasi PEG terhadap peubah perkecambahan benih
kedelai pada 8 varietas kedelai nasional
22. Pengaruh PEG terhadap indeks vigor benih kedelai (%)
23. Pengaruh PEG terhadap daya berkecambah benih (%) pada 8
varietas kedelai nasional
24. Pengaruh PEG terhadap daya berkecambah benih (%) pada 5
varietas kedelai nasional
25. Pengaruh PEG terhadap peubah potensi tumbuh maksimum (%)
pada 5 varietas kedelai nasional
26. Pengaruh PEG terhadap peubah bobot kering kecambah normal (g)
pada 5 varietas kedelai nasional
27. Pengaruh PEG terhadap peubah panjang akar (cm) pada 5 varietas
kedelai nasional
28. Pengaruh PEG terhadap peubah panjang hipokotil (cm) pada 5
varietas kedelai nasional
29. Pengaruh PEG terhadap peubah rasio panjang akar terhadap
hipokotil pada 5 varietas kedelai nasional
30. Indeks sensitivitas terhadap cekaman kekeringan pada berbagai
peubah perkecambahan

23
24
25
27
29
29
30
31
32
33
33
34
36
38
39
46
48
48
49
50
51
52
52
53
54

31. Persentase kerusakan akar relatif terhadap kontrol
32. Pengaruh iradiasi terhadap persentase daya tumbuh dan bertahan
hidup
33. Pengaruh iradiasi terhadap karakter tinggi tanaman (cm), jumlah
polong bernas, jumlah polong hampa, jumlah polong total, dan
jumlah biji pada dua varietas kedelai nasional di generasi M1
34. Pengaruh iradiasi sinar gamma terhadap tinggi tanaman, jumlah
cabang, dan umur panen pada dua varietas kedelai nasional di
generasi M2
35. Ragam dan heritabilitas arti luas (%) dua varietas kedelai pada
berbagai karakter pengamatan di generasi M2 pada dosis yang
berbeda
36. Seleksi diferensial pada beberapa karakter pengamatan
37. Rata-rata tinggi, jumlah cabang, jumlah polong bernas, jumlah
polong hampa, jumlah polong total, dan umur panen dua varietas
kedelai nasional pada dua generasi

56
64

66

69

71
72

73

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9

10
11
12

13

Diagram alur keseluruhan penelitian
Gamma Chamber di PATIR-BATAN, Pasar Jumat, Jakarta
Skema perlakuan cekaman kekeringan
Pengaruh cekaman kekeringan terhadap tinggi tanaman pada 8 varietas
kedelai nasional 7 hari dan 14 hari setelah cekaman kekeringan
Pengaruh cekaman kekeringan terhadap jumlah tunas pada 8 varietas
kedelai nasional 7 hari dan 14 hari setelah cekaman kekeringan
Trikoma dan stomata pada permukaan daun bawah varietas Wilis
(Perbesaran 400x)
Kondisi pertanaman Tanggamus yang banyak mengalami kematian
pada awal pertumbuhan
Kecambah normal dan abnormal kedelai varietas Wilis
Cara pengecambahan metode UKDdp (A) dan keragaan kecambah
kedelai pada berbagai konsentrasi PEG (B=konsentrasi 0%,
C=konsentrasi 5%, dan D=konsentrasi 10% menggunakan varietas
Burangrang; E=konsentrasi 15% varietas Grobogan; dan F=konsentrasi
20% varietas Detam-1)
Kondisi perkecambahan benih kedelai varietas Tanggamus yang
diserang cendawan terbawa benih
Perbedaan pertumbuhan akar kedelai varietas Detam-1 yang dikultur
pada media 15% dan 20% PEG 6000
Keragaan akar 8 varietas kedelai setelah diberi bahan reaksi Schiff's
(AN=Anjasmoro; AR=Argomulyo; BU=Burangrang; DT=Detam-1;
GB=Grobogan; KB=Kaba; TG=Tanggamus; WL=Wilis)
Kurva penentuan LD50 varietas Anjasmoro yang dihasilkan dari
CurveExpert

4
7
14
16
17
25
28
44

46
47
55

55
62

14 Profil kotiledon kontrol (A1) dan teriradiasi (A2) serta daun pertama
pada tanaman kontrol (B1) dan teriradiasi (B2) pada kecambah varietas
Anjasmoro
15 Keragaan kecambah yang diiradiasi sinar gamma dosis 1000 Gy pada
varietas Anjasmoro
16 Perbedaan waktu kemunculan bunga antara tanaman kontrol (A) dengan
teriradiasi (B) pada umur 35 HST pada varietas Anjasmoro
17 Pengaruh iradiasi terhadap peningkatan polong hampa (A) dan tidak
berbunga samasekali (B) pada M1 varietas Anjasmoro (dosis 200 Gy,
umur 72 HST)
18 Perbandingan keragan benih yang dihasilkan M1 terhadap kontrol
(A=Anjasmoro; B=Burangrang; Angka di belakang huruf merupakan
dosis iradiasi)
19 Daya tumbuh kedelai M2 di lahan kering Cirebon 2 MST
20 Rentang jumlah polong bernas dan hampa akibat perlakuan iradiasi
pada M2
21 Permukaan atas (A) dan permukaaan bawah (B) daun kedelai
Anjasmoro yang terserang embuh jelaga pada penanaman M2 di lahan
kering
22 Pemasangan yellow sticky trap dan kondisi tanah yang kering dan retakretak
23 Penanaman kecambah kedelai dalam kultur larutan PEG 6000

63
64
65

67

68
68
70

77
78
79

DAFTAR LAMPIRAN

1
2
3
4
5

Deskripsi varietas kedelai Anjasmoro dan Argomulyo
Deskripsi varietas kedelai Burangrang dan Detam-1
Deskripsi varietas kedelai Grobogan dan Kaba
Deskripsi varietas kedelai Tanggamus dan Wilis
Rekapitulasi sidik ragam nilai kuadrat tengah pengaruh cekaman
terhadap beberapa karakter pengamatan pada 8 varietas kedelai di
rumah kaca
6 Rekapitulasi sidik ragam nilai kuadrat tengah pengaruh PEG-6000
terhadap beberapa peubah perkecambahan pada varietas kedelai
nasional

89
90
91
92

93

93

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kedelai merupakan tanaman sumber protein nabati yang paling penting di
dunia bagi konsumsi manusia maupun pakan hewan, sebagai salah satu sumber
bahan tambahan untuk menghasilkan produk berkualitas tinggi, dan penghasil
minyak edible rendah kolesterol (Tiwari et al. 2004). Kedelai telah lama dikenal
masyarakat Indonesia sebagai bahan utama dalam pembuatan tempe dan tahu
sebagai makanan pemenuh kebutuhan akan protein. Selain itu, kedelai juga dapat
dijadikan susu nabati sebagai alternatif konsumsi susu hewani.
Kebutuhan kedelai di Indonesia mencapai 2.35 juta ton per tahun dan
cenderung mengalami peningkatan setiap tahunnya (Atman 2009; Purna et al.
2009). Namun, kebutuhan tersebut baru dapat terpenuhi 20 sampai 30% saja dari
produksi dalam negeri, selebihnya diperoleh melalui impor. Hal ini yang
menyebabkan harga kedelai sulit untuk dikontrol karena pemenuhan kedelai
sangat tergantung pada produksi luar negeri (Purna et al 2009). Sementara
produksi kedelai di Indonesia menurut Badan Pusat Statistika (BPS) pada tahun
2013 mencapai 780.16 ribu ton biji kering, menurun sebanyak 62.99 ribu ton
(7.47%) dibandingkan tahun 2012. Produksi kedelai pernah mencapai puncaknya
yaitu pada tahun 1992 sebesar 1.87 juta ton (Atman 2009). Penurunan produksi
kedelai diperkirakan terjadi karena turunnya luas panen sebanyak 16.83 ribu
hektar (2.96%) dan penurunan produktivitas sebesar 0.69 kuintal ha-1 atau 4.56%
(BPS 2014).
Penurunan produksi kedelai tahun 2013 yang relatif besar terdapat di
Provinsi Jawa Tengah, Jawa Timur, dan Sumatera Selatan. Sementara itu,
peningkatan produksi yang relatif besar terjadi di Provinsi Nusa Tenggara Barat,
Sulawesi Selatan, dan Sulawesi Tengah (BPS 2014). Hal ini menyiratkan bahwa
potensi produksi kedelai di Pulau Jawa sudah tidak bergairah lagi dan terjadi
konversi lahan dari pertanian ke non-pertanian, sementara di luar Pulau Jawa
masih banyak lahan yang belum termanfaatkan untuk kegiatan pertanian. Namun,
kendala yang dihadapi pada lahan-lahan di luar Pulau Jawa adalah kesuburan
tanah yang relatif lebih rendah dibandingkan tanah di Pulau Jawa.
Peningkatan produksi pertanian di Indonesia termasuk kedelai, dilakukan
melalui usaha intensifikasi, ekstensifikasi, diversifikasi, dan rehabilitasi. Dalam
usaha ekstensifikasi, penggunaan lahan-lahan pertanian akan bergeser dari lahan
yang subur ke lahan-lahan yang marginal. Lahan marginal di Indonesia terdiri atas
lahan pasang surut, lahan salin, gambut, lahan masam, lahan berpenyakit, lahan
kering, dan lahan-lahan yang berada di dekat areal pertambangan. Berkaitan
dengan perubahan iklim global, lahan-lahan yang awalnya subur diperkirakan
akan tidak cocok lagi untuk ditanami komoditas yang sama karena adanya
cekaman kekeringan atau banjir. Sehingga diperlukan varietas kedelai yang
memiliki sifat toleran terhadap kondisi lingkungan yang bercekaman tersebut.
Penggunaan pemuliaan konvensional untuk menghasilkan kultivar baru
melalui hibridisasi memakan waktu yang lama dan teknik persilangan cukup sulit
karena kecilnya ukuran bunga kedelai (Patil dan Wakode 2011). Selain itu,
tanaman kedelai yang memiliki karakter toleransi terhadap kekeringan secara
alami tidaklah banyak dan pemuliaan melalui hibridisasi seringkali memasukkan

2
karakter-karakter baru yang tidak diinginkan, sehingga diperlukan cara lain yang
lebih cepat dalam menghasilkan varietas baru dengan penambahan karakter
khusus tanpa mengubah karakter unggul yang sudah ada sebelumnya. Dalam
perakitan varietas baru yang memiliki karakter tertentu diperlukan keragaman
genetik yang cukup agar dapat dilakukan seleksi untuk mendapatkan genotipe
yang diharapkan.
Peningkatan keragaman genetik dapat dicapai melalui perlakuan induksi
mutasi. Menurut International Atomic Energy Agency (IAEA) (1977) mutasi
merupakan sumber pokok dari semua variasi genetik yang menyediakan bahan
kasar bagi evolusi. Tanpa mutasi, evolusi mahluk hidup tidak akan terjadi. Mutasi
dapat menambah atau mengurangi satu atau beberapa sifat baru yang khusus tanpa
merubah keseluruhan sifat unggul yang dimiliki varietas tersebut sebelumnya
(Predieri 2001). Banyak varietas yang telah dilepas melalui penggunaan teknik
mutasi, data dalam IAEA menyebutkan lebih dari 3000 varietas hasil mutasi yang
telah dirilis di seluruh dunia (Jain 2010).
Keragaman genetik yang dihasilkan dari induksi mutasi dapat diarahkan
untuk menjadi varietas baru yang dibutuhkan saat ini atau di masa depan melalui
teknik seleksi. Teknik seleksi untuk mengembangkan tanaman toleran terhadap
cekaman abiotik, seperti toleran terhadap cekaman kekeringan, dapat dilakukan
pada lahan atau media target sesuai dengan tujuan yang diinginkan.
Tujuan Penelitian
Tujuan Umum
Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan kandidat mutan
kedelai yang memiliki sifat toleran terhadap cekaman kekeringan dan berdaya
hasil tinggi.
Tujuan Khusus
1. Mendapatkan informasi karakter kedelai toleran kekeringan berdasarkan
morfologi dan fisiologi.
2. Mendapatkan metode penapisan cepat genotipe kedelai pada fase
perkecambahan
3. Mengetahui dosis iradiasi sinar gamma yang tepat untuk membentuk
keragaman genetik.
4. Mempelajari pengaruh iradiasi sinar gamma terhadap peningkatan
toleransi kekeringan pada kedelai.
5. Studi genetika kedelai dalam pemuliaan mutasi induksi sinar gamma.
6. Mendapatkan kandidat genotipe kedelai yang memiliki sifat toleransi
terhadap cekaman kekeringan.
Manfaat Penelitian
Penelitian diharapkan dapat menjadi rujukan dalam membantu seleksi
genotipe kedelai yang toleran cekaman kekeringan sehingga kegiatan seleksi lebih
efektif dan efisien. Informasi LD50 dapat menjadi acuan dalam perlakuan iradiasi
sinar gamma melalui benih dalam perbaikan sifat kedelai. Penapisan cepat pada
fase perkecambahan dapat menjadi alternatif kegiatan seleksi awal tanpa
melakukan penanaman di lahan produksi.

3

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini terdiri atas 3 percobaan yaitu toleransi kedelai terhadap
cekaman kekeringan dengan pendekatan morfologi dan fisiologi di rumah kaca,
penapisan cepat genotipe toleran kekeringan pada fase perkecambahan dengan
Polyethylene Glycol (PEG) 6000, dan penggunaan iradiasi sinar gamma untuk
mendapatkan genotipe unggul baru kedelai toleran kekeringan (Gambar 1).
Percobaan pertama bertujuan untuk mengkarakterisasi genotipe kedelai toleran
kekeringan berdasarkan morfologi dan fisiologi. Hasil percobaan pertama
digunakan dalam percobaan 3 untuk seleksi awal genotipe kedelai hasil iradiasi
pada generasi M2. Percobaan kedua bertujuan untuk memperoleh metode seleksi
cepat untuk menapis genotipe kedelai toleran kekeringan yang dapat digunakan
sebagai metode alternatif seleksi pada generasi lanjut hasil iradiasi tanpa
menanam di lapangan. Percobaan ketiga merupakan inti dalam penelitian ini yang
bertujuan untuk mendapatkan kandidat genotipe kedelai unggul baru yang
memiliki sifat toleran kekeringan dan berdaya hasil tinggi.

4
Pengembangan kedelai
toleran kekeringan

Pencarian karakter
seleksi kekeringan

Iradiasi sinar gamma

Penapisan cepat
Benih ditanam
dalam kertas
buram

Benih ditanam
dalam media
gabus berair

Tanaman
dipindahkan ke
rumah kaca ketika
berbunga

Pengamatan
dilakukan pada
umur 5HST

Pengamatan
dilakukan pada
umur 6HST

Perlakuan
diberikan tanpa
penyiraman
selama 7 hari
dalam 14 hari

Pengamatan
terhadap daya
kecambah,
panjang akar,
panjang tajuk,
bobot kering
kecambah
normal

8 varietas kedelai
ditanam dalam
polybag

Pengamatan dan
pengambilan
contoh setiap 7
hari

Ditanam dalam tray

Pengamatan
daya tumbuh
Pengamatan
terhadap
pewarnaan
akar

Iradiasi ulang benih
Anjasmoro dan
Burangrang dosis
200-400 Gy (selang
50) dan kontrol

Ditanam di
Leuwikopo
Karakter untuk
seleksi cepat
kedelai toleran
kekeringan

Karakter untuk
seleksi kedelai
toleran
kekeringan

Kandidat mutan
toleran
kekeringan

Benih Anjasmoro
diiradiasi dosis 0800 Gy (selang 100)

Setiap tanaman
dipanen terpisah

Gambar 1 Diagram alur keseluruhan penelitian

Seleksi

Tanaman dipanen
bulk setiap dosis

Penanaman M2 di
Cirebon

5

TINJAUAN PUSTAKA
Morfologi Tanaman Kedelai
Kedelai merupakan tanaman polong-polongan yang menjadi bahan dasar
banyak makanan di Asia Timur, seperti kecap, tahu, dan tempe. Kedelai memiliki
kandungan protein sebesar sekitar 35% lebih tinggi dibandingkan padi yang hanya
sebesar 7%. Selain itu, kedelai juga mengandung asam amino seperti metionin,
tripsin, dan lisin yang cukup tinggi sehingga dapat diandalkan untuk memenuhi
kebutuhan gizi dan bahan pangan yang baik bagi manusia (Suprapto 1997).
Klasifikasi tanaman kedelai termasuk ke dalam divisi Spermatophyta,
subdivisi Angiospermae, kelas Dicotyledonae, ordo Rosales, famili Leguminosae,
genus Glycine dan Spesies Glycine max (L.) Merr. Batang kedelai memiliki tinggi
30-100 cm. Batang dapat membentuk 3-6 cabang, tetapi bila jarak antar tanaman
rapat jumlah cabang akan berkurang, atau tidak bercabang sama sekali. Tipe
pertumbuhan batang dapat dibedakan menjadi terbatas (determinate), tidak
terbatas (indeterminate), dan setengah terbatas (semi-indeterminate). Tipe terbatas
memiliki cirri khas berbunga serentak dan mengakhiri pertumbuhan meninggi.
Tanaman pendek sampai sedang, ujung batang hamper sama besar dengan batang
bagian tengah, daun teratas sama besar dengan daun batang tengah. Tipe tidak
terbatas memiliki ciri berbunga secara bertahap dari bawah ke atas dan tumbuhan
terus tumbuh. Tanaman berpostur sedang sampai tinggi, ujung batang lebih kecil
dari bagian tengah. Tipe setengah terbatas memiliki karakteristik antara kedua tipe
lainnya. Bunga kedelai termasuk bunga sempurna yaitu setiap bunga mempunyai
alat jantan dan alat betina. Penyerbukan terjadi pada saat mahkota bunga masih
menutup sehingga kemungkinan kawin silang alami amat kecil. Bunga terletak
pada ruas-ruas batang, berwarna ungu atau putih. Tidak semua bunga dapat
menjadi polong walaupun telah terjadi penyerbukan secara sempurna. Sekitar
60% bunga rontok sebelum membentuk polong.
Pada buku (nodus) pertama tanaman yang tumbuh dari biji terbentuk
sepasang daun tunggal. Selanjutnya, pada semua buku di atasnya terbentuk daun
majemuk selalu dengan tiga helai. Helai daun tunggal memiliki tangkai pendek
dan daun bertiga mempunyai tangkai agak panjang. Masing-masing daun
berbentuk oval, tipis, dan berwarna hijau. Permukaan daun berbulu halus
(trichome) pada kedua sisi. Tunas atau bunga akan muncul pada ketiak tangkai
daun majemuk. Setelah tua, daun menguning dan gugur, mulai dari daun yang
menempel di bagian bawah batang.
Buah kedelai berbentuk polong. Setiap tanaman mampu menghasilkan 100
– 250 polong. Polong kedelai berbulu dan berwarna kuning kecoklatan atau abuabu. Selama proses pematangan buah, polong yang mula-mula berwarna hijau
akan berubah menjadi kecoklatan. Biji kedelai berkeping dua, terbungkus kulit
biji dan tidak mengandung jaringan endosperma. Embrio terletak diantara keeping
biji. Warna kulit biji kuning, hitam, hijau, coklat. Bentuk biji umumnya bulat
lonjong tetapi ada pula yang bundar atau bulat agak pipih. Perakaran merupakan
akar tunggang yang membentuk akar-akar cabang yang tumbuh menyamping
(horizontal) tidak jauh dari permukaan tanah. Jika kelelmbapan turun, akar akan
berkembang lebih ke dalam agar dapat menyerap unsur hara dan air. Pertumbuhan
ke samping dapat mencapai jarak 40 cm dengan kedalaman hingga 120 cm. Selain

6
berfungsi sebagai tempat bertumpunya tanaman dan alat pengangkut, akar
tanaman kedelai juga merupakan tempat terbentuknya bintil-bintil akar yang dapat
memfiksasi nitrogen dari udara.
Kedelai dapat tumbuh di setiap jenis tanah, akan tetapi untuk mencapai
tingat pertumbuhan dan produksi yang optimal kedelai sebaiknya ditanam pada
jenis tanah bertekstur lempung berpasir atau liat berpasir. Jenis tanah seperti ini
dapat mendukung pertumbuhan kedelai karena berhubungan dengan ketersediaan
air. Kedelai cukup toleran terhadap cekaman kekeringan karena masih mampu
bertahan dan berproduksi pada kondisi cekaman kekeringan maksimal 50% dari
kapasitas lapang atau kondisi tanah yang optimal. Akan tetapi, dalam
pertumbuhannya kedelai memiliki fase kritis yaitu pada saat perkecambahan,
masa berbunga, dan pengisian polong (Adisarwanto 2005).
Lahan Kering
Menurut Notohadiprawiro (2006), istilah lahan kering di Indonesia belum
benar-benar ada kesepakatan. Ada yang menggunakan untuk padanan istilah
berbahasa Inggris: upland, dryland, atau unirrigated land. Kedua istilah berbahasa
Inggris tersebut terakhir menyiratkan penggunaan lahan untuk pertanian tadah
hujan. Pertanian tadah hujan yang dijalankan di daerah iklim kering (arid) sampai
setengah kering (semi arid) dalam bahasa Inggris disebut dryland farming atau
dry farming. Dryland farming khusus menunjuk penanaman secara kering, akan
tetapi dikhususkan pada untuk penanaman di daerah bercurah hujan terbatas.
Tanaman kedelai merupakan tanaman yang peka terhadap keadaan
lingkungan tumbuhnya dan cekaman kekeringan sering menjadi faktor pembatas
(Hapsoh et al. 2004). Cekaman kekeringan pada kedelai telah diketahui dapat
menurunkan laju fotosintesis dan indeks luas daun tanaman (Sloane et al. 1990).
Cekaman kekeringan juga dapat menyebabkan tanaman mengalami pemendekan,
penekanan perkembangan akar dan tajuk kedelai (Jusuf et al. 1993; Hamim et al.
1996; Sopandie et al. 1997). Selain itu, cekaman kekeringan juga dilaporkan dapat
mempercepat pembungaan dan umur panen (Jusuf et al. 1993), menurunkan
jumlah bunga dan meningkatkan jumlah bunga yang gugur (Sionit dan Kramer
1997), mengurangi jumlah polong bernas (Sopandie et al. 1997), menurunkan
jumlah biji/tanaman dan bobot per satuan biji (De Souza et al. 1997), serta
menurunkan hasil biji kedelai (Jusuf et al. 1993; Sopandie et al. 1997). Pengaruh
kekurangan air terhadap hasil kedelai sangat bervariasi tergantung pada
varietasnya.
Induksi Mutasi
Mutasi adalah suatu perubahan pada materi genetik secara tiba-tiba
bersifat permanen dan diwariskan dari generasi ke generasi, bukan disebabkan
oleh fenomena umum dari segregasi genetik ataupun rekombinasi genetik (Van
Harten 1998). Menurut International Atomic Energy Agency atau IAEA (1977)
mutasi merupakan sumber pokok dari semua variasi genetik yang menyediakan
bahan kasar bagi evolusi. Mutasi dapat terjadi secara alami (spontaneous
mutation) dan dapat melalui induksi (induced mutation). Tidak terdapat perbedaan
antara mutasi yang terjadi secara alami dan induksi, hanya saja proses kejadian
mutasi induksi jauh lebih cepat dibandingkan mutasi alami. Keduanya dapat

7

menimbulkan variasi genetik untuk dijadikan dasar seleksi tanaman, baik melalui
seleksi secara alami (evolusi) maupun seleksi secara buatan.
Induksi mutasi dapat dilakukan pada tanaman dengan perlakuan mutagen
tertentu terhadap organ reproduksi tanaman. Mutagen yang sering digunakan
dalam pemuliaan mutasi tanaman digolongkan menjadi dua kelompok yaitu
mutagen kimia (chemical mutagents) dan mutagen fisika (physical mutagents).
Mutagen kimia umumnya berasal dari senyawa alkil (alkylating agents) misalnya
Ethyl Methane Sulphonate (EMS), diethyl Sulphate (dES), Methyl Methane
Sulphonate (MMS), Hydroxylamine, nitrous acids, dan acridines. Mutagen fisika
dapat menggunakan iradiasi tanpa ionisasi (sinar UV) atau iradiasi dengan radiasi
pengion (ionizing radiation) termasuk diantaranya adalah sinar-x, radiasi Gamma,
beta, neutrons, dan partikel aselerator. Tingkat mutasi yang terjadi tergantung
pada jaringan yang diiradiasi dan lama waktu pemberian iradiasi (Parry et al.
2009).

Gambar 2 Gamma Chamber di PATIR- BATAN, Pasar Jumat, Jakarta
Mutagen fisika paling banyak digunakan, terutama sinar gamma. Alat
iradiasi sinar gamma yang sering digunakan dalam adalah gamma chamber
(Gambar 2). Sinar gamma merupakan iradiasi terionisasi yang bersifat
elektromagnetik. Daya tembusnya yang tinggi mampu menembus sel-sel dan
jaringan dengan mudah (Poespodarsono 1988). Sinar gamma memiliki panjang
gelombang pendek, energi yang tinggi, tidak bersifat elektrik dan tidak
mempunyai massa dibandingkan partikel iradiasi lainnya (EPA 2012). Agar sinar
gamma efektif untuk menginduksi mutasi sehingga menghasilkan keragaman
maka perlu diketahui dosis yang sesuai. Dosis yang sesuai untuk induksi
keragaman dapat diketahui dengan mempelajari radiosensitivitas dan mengukur
nilai LD50 (Amano et al. 2001).
Pemberian dosis radiasi untuk mendapatkan mutan tergantung pada jenis
tanaman, fase tumbuh, ukuran, kadar air, dan bahan yang akan dimutasi. Dosis
radiasi dibagi menjadi tiga, yaitu rendah (< 1 kGy), sedang (1 – 10 kGy), dan
tinggi (>10 kGy) (Soejono 2003). Efektivitas radiasi yang diberikan pda tanaman
dipengaruhi oleh faktor lingkungan dan faktor biologi. Faktor lingkungan terdiri
dari oksigen, kadar air, dan suhu. Sedangkan faktor biologi meliputi volume inti
dan faktor genetik yaitu adanya perbedaan kepekaan terhadap radiasi (Iscmachin
1988).

8
Polietilena Glikol (PEG)
Polietilena glikol (PEG) merupakan suatu polimer yang banyak digunakan
dalam industri pangan, kosmetik, dan farmasi. Secara kimiawi, PEG merupakan
sekelompok polimer sintetik yang larut air dan memiliki kesamaan struktur kimia
berupa adanya gugus hidroksil primer pada ujung rantai polieter yang
mengandung oksietilen (Wikipedia.org).
PEG lebih umum digunakan karena PEG merupakan senyawa yang stabil,
non ionik, mempunyai polimer yang panjang dan larut dalam air, dapat digunakan
dalam berat molekul dengan sebaran yang lebih luas dan dapat mengikat air
sehingga dapat menurunkan potensial air dalam kultur in vitro (Dami dan Huges
1997). PEG dengan BM ≥ 4000 merupakan senyawa osmotik yang tidak
menyebabkan plasmolisis, tidak dapat melewati dinding sel dan tidak bersifat
racun pada tanaman (Kong et al. 1998). Dengan demikian sel-sel kalus atau
eksplan yang mati dalam kultur in vitro yang mengandung PEG bukan disebabkan
oleh PEG yang diabsorbsi ke dalam sel atau jaringan tanaman, melainkan
disebabkan oleh pengaruh penurunan potensial air dalam media kultur sehingga
menyebabkan tanaman mengalami stres. Beberapa penelitian sebelumnya
melaporkan bahwa semakin tinggi konsentrasi PEG dalam kultur in vitro, semakin
menekan pertumbuhan kalus. Dengan demikian kalus yang mampu bertahan
hidup pada konsentrasi PEG tertentu, dimana kalus yang lain tidak lagi mampu
bertahan (mati), mengindikasikan bahwa kalus tersebut mempunyai sifat toleransi
terhadap media selektif PEG. Widoretno et al. (2003), melaporkan bahwa
konsentrasi PEG 20% dapat menyebabkan kematian kalus hingga 95%. Kalus
yang berhasil diregenerasikan menjadi tanaman lengkap berpeluang lebih besar
mempunyai sifat toleran terhadap cekaman kekeringan dan sifat tersebut dapat
diwariskan pada generasi berikutnya.
Penapisan Cepat pada Fase Kecambah
Cekaman kekeringan merupakan salah satu kendala pada budidaya kedelai.
Penurunan hasil biji akibat cekaman kekeringan bergantung pada tingkat cekaman,
fase pertumbuhan, dan genotipe tanaman. Potensial air untuk kapasitas lapang di
lahan produksi sebesar -0.3 bar (Heatherly dan Russel 1979). Beberapa genotipe
kedelai toleran kekeringan seperti MLG1805, B3731, dan Dieng sudah tidak
mampu berkecambah pada kondisi cekaman osmotik -6.7 bar (Widoretno et al.
2002).
Perkecambahan merupakan proses yang kompleks ketika benih secara cepat
aktif kembali setelah periode inaktif pada kondisi kadar air rendah. Proses awal
perkecambahan dimulai dengan imbibisi sampai kadar air keseimbangan yang
kemudian dilanjutkan dengan aktifnya metabolisme benih seperti respirasi,
multiplikasi mitokondria, maupun sintesis protein dan perbaikan DNA. Proses
perkecambahan diakhiri dengan munculnya radikula (radicle emerge).
Terhambatnya imbibisi akan menghambat perkecambahan (Nonogaki et al. 2010).
Metode seleksi toleransi kedelai terhadap cekaman kekeringan telah banyak
diteliti. Seleksi genotipe kedelai yang toleran kekeringan pada awalnya dilakukan
dengan perlakuan kekeringan di lapangan. Namun kemudian, waktu yang
diperlukan cukup lama dan kesulitan menjaga tekanan seleksi menjadi kelemahan
metode ini. Salah satu metode lainnya yang banyak digunakan adalah penggunaan

9

larutan PEG-6000 sebagai media seleksi. Metode ini digunakan untuk menguji
toleransi kekeringan pada fase perkecambahan dan cukup efektif dalam menapis
genotipe toleran kekeringan pada kedelai dan kacang tanah (Adisyahputra et al.
2005; Widoretno et al. 2002; Hamayun et al 2010).
Simulasi cekaman kekeringan menggunakan PEG-6000 yang mampu
menghasilkan potensial osmotik yang relatif sama dengan cekaman kekeringan di
lapang sangat dibutuhkan untuk mendapatkan informasi yang akurat dalam
penelitian. Besarnya potensial osmotik bergantung pada konsentrasi PEG-6000
(w/v) dan kondisi suhu larutan PEG-6000 (Michel dan Kaufmann 1973). Mexal et
al. (1975) menambahkan bahwa kemampuan larutan PEG-6000 untuk menahan
air juga bergantung pada bobot molekul. PEG-4000 menghasilkan potensial
osmotik yang lebih besar dibandingkan PEG-6000. Hamayun et al. (2010)
menyatakan bahwa penggunaan PEG-6000 dengan konsentrasi 8% dan 16% dapat
mempengaruhi fisiologi dan hormon pertumbuhan kedelai Hwangkeumkong.
Penggunaan PEG-6000 ini didasarkan pada sifat PEG yang tidak mudah diserap
tanaman dan mudah larut dalam air sehingga tidak toksik bagi tanaman.
Penelitian Widoretno et al. (2002) menunjukkan bahwa konsentrasi PEG6000 yang digunakan untuk menapis kedelai toleran kekeringan berkisar antara
5%-20% pada fase perkecambahan. Konsentrasi 15% PEG-6000 dapat menapis
galur kedelai toleran kekeringan berdarkan peubah daya berkecambah dan
konsentrasi 10% untuk peubah panjang hipokotil. Hasil penelitian Kosmiatin et al.
(2005) juga menunjukkan bahwa konsentrasi PEG-6000 10% dapat membedakan
galur-galur kedelai dalam tingkat peka, moderat, dan toleran kekeringan. Menurut
Mexal et al. (1975), PEG-6000 dengan berat molekul 6000 pada konsentrasi 5%,
10%, 15%, dan 20% yang dilarutkan aquades berturut-turut memberikan potensial
osmotik sebesar -0.3 bar, -1.9 bar, -4.1 bar, dan -6.7 bar.
Kemampuan benih dapat tumbuh pada kondisi suboptimum juga disebut
sebagai vigor benih. Kondisi suboptimum yang disimulasikan sebagai cekaman
kekeringan dinamakan vigor kekuatan tumbuh spesifik untuk kekeringan.
Pendekatan yang digunakan adalah dengan menanam benih pada media
bertekanan tinggi, misalnya menguji perkecambahan benih pada media yang
dilembabkan dengan larutan PEG-6000. Benih yang mampu berkecambah pada
kondisi cekaman diindikasikan memiliki vigor kekuatan tumbuh spesifik terhadap
kekeringan yang tinggi (Sadjad et al.1999).
Heritabilitas
Pewarisan suatu sifat atau karakter kepada keturunannya dapat merupakan
sifat kualitatif ataupun kuantitatif. Keragaman sifat kualittatif bersifat discontinue,
dikendalikan oleh satu atau dua gen, sedangkan sifat kualitatif bersifat continue
dan dikendalikan oleh banyak gen (Mangoendidjojo 2003). Suatu sifat akan
diwariskan apabila sifat tersebut lebih banyak ditentukan oleh faktor genetik
daripada faktor non-genetik karena itu informasi tentang mudah-tidaknya suatu
sifat diwariskan dari tetua kepada keturunannya sangat penting bagi pemulia.
Mudah-tidaknya suatu sifat diwariskan dapat diduga berdasarkan tinggi
rendahnya nilai heritabilitas (h2). Heritabilitas merupakan perbandingan atau
proporsi ragam genetik terhadap ragam total atau ragam fenotipe. Berdasarkan
pengertian tersebut, heritabilitas yang tinggi merupakan petunjuk bahwa peranan
faktor genetik terhadap karakter yang diamati lebih besar dibandingkan dengan

10
peranan faktor non-genetik sehingga karakter tersebut lebih mudah diwariskan.
Sebaliknya, nilai duga heritabilitas yang rendah mengindikasikan bahwa peranan
faktor non-genetik terhadap ekspresi suatu karakter lebih besar dibandingkan
dengan peranan faktor genetik, karakter yang demikian sulit untuk diwariskan.
Nilai duga heritabilitas dinyatakan dalam persen (%) dan tergolong tinggi
apabila h2 > 50, sedang apablila 20 < h2 > 50, dan rendah apabila h2 < 20
(Stanfield 1983). Berdasarkan komponen penyusun ragam genetik, dikenal
heritabilitas dalam arti luas (broad sense heritability = h2bs) yang merupakan
proporsi ragam genetik (σ 2g) terhadap ragam total atau ragam fenotipe (σ 2p) (h2bs
= σ 2g/σ 2p) dan heritabilitas arti sempit (narrow sense heritability = h2ns) yang
merupakan proporsi ragam aditif (σ 2a) terhadap ragam fenotipe (σ 2p) (h2ns =
σ 2a/σ 2p).
Pengaruh Cekaman Kekeringan terhadap Kedelai
Cekaman kekeringan pada tanaman kedelai memberikan pengaruh yang
beragam bergantung pada varietas, besar dan lamanya cekaman, dan fase
pertumbuhan tanaman. Tanaman kedelai lebih sensitif terhadap cekaman
kekeringan pada periode awal pembungaan dan pada pertengahan masa pengisian
biji. Masing-masing varietas kedelai memiliki kepekaan yang berbeda terhadap
perbedaan kandungan air tanah (Mederski et al. 1973). Kekeringan pada fase
kritis pengisian polong tanaman kedelai (R4-R6) mengakibatkan penurunan hasil
lebih besar diban