eksplisit sesuai dengan rencana pengelolaan jangka panjang. Pembangunan KPH di Indonesia telah menjadi komitmen pemerintah dan masyarakat para pihak, yang telah dimandatkan melalui UU No 41 Tahun 1999
tentang Kehutanan, PP No 44 Tahun 2004 tentang Perencanan Kehutanan dan PP No 6 Tahun 2007 tentang Tata Hutan dan Penyusunan Rencana Pengelolaan Hutan serta Pemanfaatan Hutan, yang bertujuan untuk
mewujudkan pengelolaan hutan yang efisien dan lestari. Berdasarkan peraturan perundangan tersebut, KPH telah menjadi prasyarat terselenggaranya pengelolaan hutan lestari PHL karena KPH merupakan wilayah
pengelolaan hutan sesuai fungsi pokok dan peruntukannya.
Melalui pembangunan KPH diharapkan dapat dicapai sasaran yaitu; 1. Mengurangi degradasi hutan; 2. Tercapainya PHL; 3. Meningkatnya kesejahteraan masyarakat lokal; 4 Stabilisasi penyediaan hasil hutan;
5. Mengembangkan tata pemerintahan yang baik dalam pengelolaan hutan; 6. Percepatan rehabilitasi dan reforestasi; dan 7. Memfasilitasi akses pada pasar karbon.
III. PERANAN HUTAN TERHADAP PERUBAHAN IKLIM
Dalam konteks perubahan iklim, hutan dapat berperan baik sebagai sink penyerappenyimpan karbon maupun source pengemisi karbon. Deforestasi dan degradasi meningkatkan source, sedangkan aforestasi,
reforestasi dan kegiatan pertanaman lainnya serta konservasi hutan meningkatkan sink. Dalam pengelolaan hutan lestari penyerapan karbon merupakan jasa yang dapat diberikan oleh sektor kehutanan. Sebaliknya
kegiatan kehutanan yang berhubungan dengan serapan karbon akan mendukung pengelolaan hutan lestari. Misalnya kegiatan aforestasi, reforestasi dan mencegah deforestasi.
Pada First National Communication 1999 dilaporkan, tahun 1990an emisi karbon dari sektor kehutanan sekitar 0.14 Gt C atau sekitar 60-70 persen total emisi CO . Berdasarkan pulau, emisi karbon dari
2
sektor kehutanan terbesar terjadi di Kalimantan dan Sumatera. Meskipun hutan menjadi pengemisi karbon, hutan juga dapat berfungsi sebagai penyerap karbon melalui proses foto-sintesis, serta kemampuannya untuk
menyerap karbon lebih lama dibandingkan tanaman semusim atau tahunan, sehingga menurunkan emisi karbon dan meningkatkan kapasitas serapan karbon merupakan pilihan mitigasi perubahan iklim di sektor
kehutanan.
3.1. Sebagai Sumber Emisi Gas Rumah Kaca
Kawasan hutan di Indonesia yang mencapai 137 juta ha atau sekitar 60 persen dari luas total Indonesia, mempunyai manfaat langsung dan tidak langsung yang telah dikenal secara luas. Selain berperan sebagai
sumber pendapatan untuk 1,35 angkatan kerja langsung dan 5,4 angkatan kerja tidak langsung, sektor kehutanan merupakan salah satu tulang punggung ekonomi nasional pada periode 1985 - 1995. Manfaat
langsung dari hutan adalah penghasil kayu dan non kayu, sedangkan manfaat tidak langsung adalah sebagai pengatur iklim mikro, pengatur tata air dan kesuburan tanah, serta sumber plasma nutfah yang sangat penting
bagi kehidupan manusia saat ini dan di masa yang akan datang.
Emisi GRK yang terjadi di sektor kehutanan Indonesia bersumber dari deforestasi konversi hutan untuk penggunaan lain seperti pertanian, perkebunan, pemukiman, pertambangan, prasarana wilayah dan degradasi
penurunan kualitas hutan akibat illegal logging, kebakaran, over cutting, perladangan berpindah slash and burn, serta perambahan. Deforestasi di negera berkembang khususnya di negara tropik tercatat berkontribusi
terhadap sekitar 20 emisi karbon global. Dari hasil review oleh Stern 2007, emisi dari deforestasi dapat mencapai 40 Gt CO antara 2008-2012. Hal ini akan meningkatkan kadar CO di atmosfer sebanyak 2ppm jika
2 2
upaya-upaya mitigasi tidak dilakukan dengan baik. Hasil studi Houghton 2003 dalam PEACE 2007 memperkirakan bahwa emisi GRK dari perubahan
penggunaan lahan dan kehutanan Land Use Change and ForestryLUCF di Indonesia pada tahun 2003
28
Tekno Hutan Tanaman Vol. No. ,
1 1 November 2008, 23 - 32
Dieterle dan Heil 1998 mengungkapkan bahwa dalam kebakaran hutan yang terjadi tahun 1997 di Sumatera dan Kalimantan dilepaskan emisi sebanyak jutaan ton dan berakumulasi di atmosfer. Perkiraan
emisi yang dihasilkan tertera pada Tabel 4. Tabel Table 4. Perkiraan emisi yang dihasilkan dari kebakaran hutan di Sumatera dan Kalimantan tahun 1997
Estimated emission resulted by forest fire in Sumatera and Kalimantan in 1997
Jenis Emisi Jumlah Emisi sampai ton
Karbon dioksida 85 sampai 316 juta
Karbon monoksida 7 sampai 52 juta
Partikel 4 sampai 16 juta
Ozon 2 sampai 12 juta
Amonia 0,1 sampai 4 juta
Nitrogen oksida 0,2 sampai 1,5 juta
29
perubahan iklim
Ari Wibowo dan Rufiie
Vegetasi hutan merupakan penyimpan karbon terbesar dengan cadangan 80 persen dari jumlah karbon di dunia Mukna, 1999. Dalam suatu kebakaran hutan terjadi peristiwa kimia yang mengubah biomassa hutan
menjadi CO , uap air serta menghasilkan panas. Ward dan Yokelson 1996 menyajikan data tentang rata-rata
2
emisi yang dikeluarkan dalam pembakaran biomas, sebagaimana tertera pada Tabel 3. CO dan NH adalah gas-
2 4
gas rumah kaca green house gasses yang berpengaruh terhadap terjadinya pemanasan global. Besarnya jumlah CO dan CO yang dihasilkan dari kebakaran hutan yang mencapai 96 memberikan kontribusi yang
2
nyata terhadap terjadinya peningkatan suhu akibat efek rumah kaca. Tabel Table 3. Data rata-rata emisi yang dikeluarkan oleh pembakaran biomas Average data of emission
resulted by biomass - burning
Nama Senyawa Formula
Persentase dari total
Karbon dioksida CO
2
78,82 Karbon monoksida
CO 17,10
Methana CH
4
1, 22 Amonia
NH
3
0.93 Asam asetik
CH
3
COOH 0,31
Hidrogen sianida HCN
0,29 Metanol
CH
3
OH 0,28
Propana C
3
H
6
0,15 Etana
C
2
H
4
0,14 Formaldehyd
HCHO 0,13
Phenol C
6
H
6
O 0,11
Asam formic HCOOH
0,07 2 – Hydroxyethanal
C
2
H4O
2
0,03 Karbon sulfida
CS 0,02
Ethana C
2
H
2
0,01
Keterangan Remark : Perkiraan hanya dari kebakaran hutan,
30 persen dari areal yang terbakar adalah kebakaran hutan gambut
3.2. Peranan Hutan sebagai Penyerap Karbon Carbon Sink