112 Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia pola
mempunyai arti yaitu model, susunan, cara bagaimana sesuatu disusun atau dibangun. Dengan
demikian pola pemanfaatan lahan adalah model susunan pola pemanfaatan lahan dalam konteks
keruangan suatu kota, dalam penggunaan media atau lahan untuk fungsi kota.
2.2.1 Lahan Lahan
adalah ruang
fungsional yang
diperuntukkan untuk
mewadahi beragam
penggunaan.Dalam perspektif
ini lahan
mengakomodasi pertumbuhan kawasan yang didorong oleh pertumbuhan penduduk dan
ekspansi ekonomi.
2.2.2 Teori tentang Wilayah Kawasan Peri Urban
Sejarah perkembangan studi wilayah peri urban adalah
Studi yang
pertama kali
mulai menyinggung
WPU adalah
studi yang
dikemukakan oleh Von Thunen pada tahun 1926.Teorinya dikenal dengan The Isolated State
Theory.Wilayah Pheri Urban yang disinggung adalah pola pemanfaatan lahan yang terbentuk
berkaitan dengan pertimbangan biaya transportasi, jarak dan sifat komoditas.
2.2.3 Karakteristik Wilayah Peri Urban Wilayah peri urban merupakan suatu zona yang
didalamnya terdapat pencampuran antara struktur lahan kedesaan dan lahan kekotaan. Sementara itu
Pyor mengemukakan bahwa wilayah peri urban diistilahkan sebagai daerah
rural
–
urban fringe
, yaitu wilayah peralihan mengenai pemanfaatan
lahan, karakteristik sosial dan demografis dan wilayah ini terletak antara lahan kekotaan kompak
terbangun yang menyatu dengan pusat kota dan lahan kedesaan yang disana hampir tidak
ditemukan bentuk
– bentuk lahan kekotaan dan permukiman perkotaan. Wilayah peri urban yang
mempunyai karakter berbeda antar sifat kekotaan dan sifat kedesaan tidak terlepas dari proses
penjalaran kenampakan fisikal kekotaan ke arah luar atau yang dikenal dengan istilah
urban sprawl
. Penjalaran kenampakan fisikal kekotaan ini terjadi di kota
– kota besar di dunia yang menyebabkan ekspansi titik konsentrasi atau
aktivitas baru di luar area terbangun kota. 2.3 Kebijakan Pemerintah Tentang Penataan
Ruang 2.3.1 KebijakanPenataan Ruang
UU No. 24 Tahun 1992 tentang Penataan Ruang yang disahkan pada tanggal 13 Oktober 1992.Hal
ini juga sebagai upaya mengantisipasi dan menjaga kesinambungan pembangunan. Selanjutnya diikuti
oleh Peraturan Pemerintah, pada tanggal 3 Desember 1996, yaitu PP No.69 Tahun 1996
tentang Pelaksanaan Hak dan Kewajiban, serta Bentuk dan Tata Cara Peran Serta Masyarakat
dalam Penataan Ruang. Peraturan Menteri Dalam Negeri No. 9 Tahun
1998 tentang Tata cara Peran serta Masyarakat Dalam Proses Perencanaan Tata Ruang di Daerah.
Dalam perundangan tersebut di amanatkan bahwa untuk
penyelenggaraan penataan
ruang dilaksanakan
oleh Pemerintah
dengan mengikutsertakan peran serta masyarakat.
Selanjutnya dengan merujuk pada TAP MPR IVMPR2000 tentang rekomendasi Kebijakan
Dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah yaitu “peningkatan
pelayanan publik
dan
pengembangan kreatifitas
masyarakat serta
aparatur pemerintahan di daerah” terlihat jelas pemberian kesempatan kepada masyarakat untuk
berperan aktif
dalam berbagai
proses penyelenggaraan
pembangunan, termasuk
didalamnya dalam
proses penataan
ruang. Semangat tersebut sejalan dengan bunyi pasal 12
UU No 24 Tahun 1992 bahwa “
Penataan Ruang
dilakukan oleh Pemerintah dan Masyarakat” . Prinsip
tersebut seiring
dengan Peraturan
Pemerintah No
69 Tahun
1996 yang
mengedepankan Pemerintah sebagai fasilitator dan masyarakat sebagai pelaku atau stakeholder utama
pembangunan.
2.3.2 Lahan Terbangun Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor : 06