Pengaruh Kualitas Kehidupan Kerja Dan Semangat Kerja Terhadap Kinerja Karyawan Di PT. Indonesia Power Unit Bisnis Pembangkit (UBP) Saguling

(1)

THE INFLUENCE OF QUALITY OF WORK LIFE (QWL) AND MORALE TO ACTUAL PERFORMANCE AT PT. INDONESIA

POWER UNIT BISNIS PEMBANGKITAN (UBP) SAGULING

SKRIPSI

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Ujian Sidang Guna Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi

Pada Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Spesialisasi Sumber Daya Manusia

Universitas Komputer Indonesia

Oleh :

Dewi Sukma Nurnisa NIM 21207060

PROGRAM STUDI MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMI

UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA

BANDUNG


(2)

v ABSTRAK

PENGARUH KUALITAS KEHIDUPAN KERJA DAN SEMANGAT KERJA TERHADAP KINERJA KARYAWAN

DI PT. INDONESIA POWER UNIT BISNIS PEMBANGKITAN (UBP) SAGULING

Oleh :

Dewi Sukma Nurnisa NIM. 21207060

Penelitian ini dibawah Pembimbing : Isniar Budiarti, SE.,M.Si

Penelitian ini bertujuan untuk memberikan informasi terkait dengan Kualitas Kehidupan Kerja dan Semangat Kerja terhadap Kinerja Karyawan. Kualitas Kehidupan Kerja dan Semangat Kerja adalah permasalahan yang tidak bisa dipandang sebelah mata, karena akan berpengaruh pada Kinerja Karyawan dan pencapaian perusahaan. Pencapaian sasaran perusahaan cenderung menurun diduga ada kaitannya dengan semangat kerja yang juga bersifat tidak stabil. Penelitian ini ditujukan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh Kualitas Kehidupan Kerja dan Semangat Kerja terhadap Kinerja Karyawan di PT. Indonesia Power Unit Bisnis (UBP) Saguling baik secara arsial maupun simultan.

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif dan verifikatif dengan variabel exogenous (Kualitas Kehidupan Kerja dan Semangat Kerja) dan variabel endogeneus (Kinerja Karyawan). Unit analisis penelitian ini adalah seluruh karyawan di PT. Indonesia Power Unit Bisnis Pembangkitan (UBP) Saguling, sampel dalam penelitian ini berjumlah 160 karyawan, diambil dengan teknik penarikan Proporsional random sampling. Uji analisis data menggunakan Analisis Jalur (Path Analisis) dengan bantuan program SPSS 19.0

for windows.

Penerapan Kualitas Kehidupan Kerja sudah sangat baik dilaksanakan, Semangat Kerja terlihat meningkat dalam kriteria baik dan Kinerja Karyawan termasuk dalam kriteria sangat baik. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kualitas Kehidupan Kerja berpengaruh langsung terhadap Kinerja Karyawan sebesar 7,6% dan berpengaruh tidak langsung melalui Semangat Kerja sebesar 8,0%. Total pengaruh yang diberikan Kualitas Kehidupan Kerja terhadap Kinerja Karyawan sebesar 15,6%. Sedangkan, pengaruh langsung Semangat Kerja terhadap Kinerja Karyawan sebesar 28,2% dan berpengaruh tidak langsung melalui Kualitas Kehidupan Kerja sebesar 8,0%. Total pengaruh yang diberikan Semangat Kerja terhadap Kinerja Karyawan 36,2%.

Kata Kunci : Kualitas Kehidupan Kerja, Semangat Kerja dan Kinerja Karyawan


(3)

vi

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Maha Suci Alloh SWT yang senantiasa mencurahkan Rahmat-Nya kepada orang-orang beriman yang selalu taat, tunduk, dan patuh kepada-Nya, dan kepada orang-orang yang senantiasa berada dijalan-Nya. Shalawat dan salam senantiasa diberikan pada Rosul junjungan, uswah ibadah, uswah hasanah, Nadi Muhammad SAW. Semoga Alloh SWT senantiasa mencurahkan Rahmat-Nya kepada beliau, keluarga, para sahabat sampai kepada kita semua hingga akhir zaman nanti.

Puji serta syukur peneliti panjatkan kepada Dzat Illahi Robbi yang telah menganugrahkan setetes Ilmu-Nya yang Maha Luas tak terbatas kepada peneliti yang memiliki banyak kedangkalan akal, sehingga Alhamdulillah peneliti dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul : “PENGARUH KUALITAS KEHIDUPAN KERJA DAN SEMANGAT KERJA TERHADAP KINERJA

KARYAWAN DI PT. INDONESIA POWER UNIT BISNIS

PEMBANGKITAN (UBP) SAGULING”.

Skripsi ini peneliti susun sebagai salah satu syarat dalam menempuh jenjang S1 pada Program Studi Manajemen Ekonomi, Spesialisasi Manajemen Sumber Daya Manusia, Fakultas Ekonomi, Universitas Komputer Indonesia (UNIKOM).

Peneliti menyadari sepenuhnya bahwa skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan. Oleh karena itu, untuk kesempurnaan penelitian ini maka peneliti


(4)

vii

sangat mengharapkan dan menghargai sekali berbagai sumbangsih saran, teguran dan kritik dari siapa saja yang memeriksa dan membaca skripsi ini, sebagai bahan untuk lebih baik kedepannya. Namun peneliti tetap memanjatkan rasa syukur sebesar-besarnya kepada Alloh SWT yang telah menuntun qolbu, akal, pikiran dan jasad ini untuk taat, tunduk dan patuh dijalan-Nya.

Dan dalam kesempatan ini, peneliti menyampaikan rasa terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Dosen Pembimbing Ibu Isniar Budiarti, SE, M.Si yang telah bersedia meluangkan waktu, kesabaran, dan perhatiannya untuk peneliti, serta telah membuka pikiran peneliti. Rasa hormat dan terima kasih yang sebesar-besarnya juga disampaikan untuk Yth:

1. Bapak Dr. Ir. Eddy Soeryanto Soegoto, selaku Rektor Universitas Komputer Indonesia (UNIKOM).

2. Ibu Prof. Dr. Hj. Umi Narimawati, Dra., SE, M.Si, selaku Dekan Fakultas Ekonomi Universitas Komputer Indonesia (UNIKOM) dan sekaligus menjadi Dosen Penguji 1.

3. Ibu Linna Ismawati, SE, M.Si., selaku Ketua Program Studi Manajemen dan sekaligus Dosen Wali Fakultas Ekonomi Universitas Komputer Indonesia (UNIKOM).

4. Ibu Lita Wulantika, SE., M.Si, selaku Sekretaris Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Komputer Indonesia (UNIKOM).

5. Bapak Rizky Zulfikar SE., M.Si, selaku Ketua Panitia Seminar Usulan Penelitian dan Sidang Akhir Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Komputer Indonesia (UNIKOM).


(5)

viii

7. Bapak Dr. H. Deden Sutisna SE., M.Si, selaku Dosen Mata Kuliah Manajemen Lintas Budaya Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Komputer Indonesia (UNIKOM) dan sekaligus Dosen Penguji 2. 8. Bapak serta Ibu Dosen Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi

Universitas Komputer Indonesia (UNIKOM) yang telah memberikan ilmu dan nilai selama ini.

9. Seluruh Staf Akademik Program Studi Manajemen Fakultas Ekonomi Universitas Komputer Indonesia (UNIKOM).

10.Bapak Ir. Eri Prabowo, selaku General Manajer PT. Indonesia Power Unit Bisnis Pembangkitan (UBP) Saguling yang telah memberi izin kepada peneliti untuk melaksanakan kegiatan penelitian.

11.Bapak Drs. H. Dwi Responadi selaku Ahli Madya Perencanaan SDM dan Organisasi yang penuh perhatian mendorong, membimbing dan mengarahkan peneliti serta memberikan nasehat-nasehat yang begitu berarti dalam melaksanakan penelitian di PT. Indonesia Power Unit Bisnis Pembangkitan (UBP) Saguling.

12.Ibu Eneng Juliah selaku Pelaksana Senior Administrasi Kepegawaian yang telah banyak membantu peneliti dalam pelaksanaan penelitian di PT. Indonesia Power Unit Bisnis Pembangkitan (UBP) Saguling.


(6)

ix

13.Seluruh Staff dan Karyawan PT. Indonesia Power Unit Bisnis Pembangkitan (UBP) Saguling yang telah meluangkan waktunya untuk membantu peneliti dalam menyusun Skripsi.

14.Ayahanda, Drs. H. Ali Sukmana selaku Ahli Madya Manajemen Risiko (AMA MR) di PT. Indonesia Power UBP Saguling sekaligus Bapak Kandung dari peneliti yang dengan penuh perhatian, dukungan dan kasih sayang, sangat banyak membantu peneliti dalam menyelesaikan Skripsi.

15.Ibunda tercinta dan yang terkasih yang selalu memberikan dukungan yang tulus kepada peneliti dan selalu memberikan semangat kepada peneliti dalam setiap kegiatan yang peneliti lakukan dengan doa dan kepercayaan yang berikan, peneliti dapat menyelesaikannya.

16.Adik-adikku, Annas Alatas Sukmahadi, Sayyidah Sarah Sukmanisa, Asmi Aisyah Sukma Indah, dan Raffi Rasyid Sukmahadi dengan penuh kasih sayang, keceriaan dan kehangatan telah mendorong dan menyemangati peneliti.

17.Aris Fitriawan selaku orang yang selalu ada saat susah dan senang, selalu membantu saat dibutuhkan dan selalu bisa diandalkan dalam segala hal, terima kasih buat semuanya yang telah dilakukan sangat membantu peneliti.

18.Best Friend Herlina Effendi, Novelia dan Laurent selaku sahabat dekat yang setia mendengar keluh dan kesah, memberikan berbagai pendapat yang sangat berarti, sekaligus telah rela berbagi kamar dengan peneliti, terimakasih atas semua kebaikan yang telah diberikan.


(7)

x

20.Seluruh pihak yang telah memberikan bantuan serta saran-sarannya kepada peneliti untuk menyelesaikan Skripsi ini.

Akhir kata peneliti berharap semoga Skripsi ini dapat bermanfaaat bagi pihak-pihak yang memerlukannya. Semoga Alloh SWT membalas budi baik kepada kita semua serta melimpahkan segala karunia-Nya., Amiiin.

Wassalaamu’alaikum Wr. Wb

Bandung, Juli 2011


(8)

1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Penelitian

Seiring dengan perkembangan industri yang begitu pesat dan pembangunan yang terus meningkat, menciptakan banyaknya perusahaan-perusahaan yang muncul sehingga persaingan dalam ekonomi sangat ketat. Setiap perusahaan berlomba-lomba untuk menjadi yang terbaik, perusahaan menciptakan berbagai inovasi untuk dapat bersaing dengan perusahaan lainnya. Hal ini mengakibatkan meningkatnya persaingan dalam segala bidang, terutama menuju era globalisasi. Agar tidak mengalami ketertinggalan, diperlukan suatu strategi pengembangan dibidang Sumber Daya Manusia (SDM) dalam pembangunan yang berkesinambungan diberbagai bidang.

Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas, sangat memiliki peran penting dalam kemajuan perusahaan. Karena Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan salah satu sumber daya yang paling menentukan sukses tidaknya suatu organisasi. Berbeda dengan sumber daya organisasi lainnya, Sumber Daya Manusia (SDM) merupakan faktor produksi yang memiliki pengaruh yang dominan terhadap faktor produksi yang lain seperti mesin, modal, material dan metode. Oleh karena itu organisasi dituntut untuk mengelola Sumber Daya Manusia (SDM) yang dimiliki dengan baik demi kelangsungan hidup dan kemajuan organisasi.


(9)

Diperlukannya peran Sumber Daya Manusia (SDM) yang semakin canggih, kreatif, berdedikasi dan bersemangat tinggi agar dapat mengoperasikan produksi yang masih ekonomis. Sekarang ini tidak hanya cukup mengandalkan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas rata-rata dalam arti kompetisi saja, lebih dari itu kehidupan kerja yang berkualitas dan kompetitif dengan perusahaan yang sejenisnya, sehingga dapat menarik karyawan yang kreatif, betah, dan bersedia mengarahkan segala potensi yang dimiliki untuk mengabdikan dirinya dilingkungan perusahaan.

Nawawi (2001) bahwa, “setiap organisasi atau perusahaan harus mampu menciptakan kualitas kehidupan kerja dalam perusahaan, agar Sumber Daya

Manusia (SDM) dilingkungannya menjadi kompetitif”.

Menghadapi tantangan perusahaan yang semakin berat dan kompleks pada saat ini dan masa yang akan datang tak bisa lain kecuali harus memelihara dan meningkatkan semangat kerja para karyawan, karena melalui semangat kerja akan bertumbuh inisiatif, kreativitas dan inovasi. Iklim kompetisi sekarang tidak cukup lagi hanya dengan menunggu tanpa ada inisiatif, kreativitas dan inovasi, serta menampilkan kerja seadanya, karena akan menyebabkan kehilangan peluang bisnis yang menguntungkan. Mengabaikan teknologi baru, ramah lingkungan yang dianggap memboroskan anggaran dalam jangka panjang.

Perlu antisipasi dari berbagai aspek manajemen dengan berbagai solusi seperti penyempurnaan desain organisasional maupun operasional (restructuring and reengineering) disesuaikan dengan perubahan lingkungan bisnis yang terjadi


(10)

3

secara dramatik berkaitan dengan regulasi pemerintah, tantangan alamiah, serta kompetisi global.

Perusahaan yang dapat bertahan dimasa transformasi itu adalah perusahaan yang memiliki keunggulan kompetitif, sehingga dibutuhkan juga Sumber Daya Manusia (SDM) yang kompetitif. Perubahan iklim usaha yang sangat cepat menjadikan dunia bisnis sekarang dan masa yang akan datang menghadapi tantangan yang akan memperberat usaha mewujudkan organisasi bisnis yang kompetitif.

Nawawi (2001), tantangan perusahaan yang semakin berat kedepan akan mengakibatkan :

1. Persaingan bisnis semakin tajam dan kompleks, mengarahkan pada bisnis global karena issu-issu bisnis internasional semakin besar pengaruhnya terhadap bisnis nasional.

2. Entitas bisnis akan semakin kuat kaitannya, pada peraturan dan ketentuan perundang-undangan untuk memberikan identitas bisnis yang bermanfaat tidak saja kepada perusahaan tetapi juga bagi masyarakat sekitar, bangsa dan negara.

3. Semakin berkembang issu-issu sosial dan politik global yang berpengaruh pada kegiatan bisnis secara operasional.

Tantangan global diatas menuntut kondisi prima Sumber Daya Manusia (SDM) disemua lini perusahaan. Sebuah organisasi bisnis yang ingin mempertahankan dan mengembangkan eksistensinya perlu memiliki sistem pengembangan Sumber Daya Manusia (SDM) yang mampu mengantisipasi


(11)

tantangan global agar tercapai tujuan perusahaan. Dengan kata lain, organisasi bisnis memerlukan kemampuan memahami, menerima dan menyesuaikan diri dengan berbagai pergeseran dan perubahan iklim bisnis, melalui Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) yang mampu menghargai harkat dan martabat manusia.

Pendekatan Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM) perusahaan harus mampu menciptakan kualitas kehidupan kerja yang dapat memberikan kesempatan pengembangan diri, kesejahteraan yang dapat menutupi kebutuhan dasar karyawan, serta lingkungan kerja yang aman dan nyaman sehingga dapat membangkitkan semangat kerja dalam upaya mencapai tujuan perusahaan secara lebih baik.

Nawawi (2003) bahwa, “semangat kerja merupakan suasana bhatin seorang karyawan yang berpengaruh pada usahanya untuk mewujudkan suatu

tujuan melalui pelaksanaan pekerjaan yang menjadi tanggung jawabnya”.Karena

semangat kerja itu merupakan sesuatu yang tidak stabil maka perlu dicermati untuk mencari tahu faktor-faktor yang mempengaruhinya sehingga dapat diambil langkah-langkah yang tepat dalam memperlakukannya.

Kualitas kehidupan kerja merupakan pendekatan manajemen yang terus menerus diarahkan pada peningkatan kualitas kerja. Kualitas yang dimaksud adalah kemampuan menghasilkan barang atau jasa yang dipasarkan dan cara memberikan pelayanan yang selalu terus menerus disesuaikan dengan kebutuhan konsumen, sehingga barang dan jasa yang dihasilkan mampu bersaing dan


(12)

5

mencari cara untuk meningkatkan kualitas kehidupan dan menciptakan pekerjaan

yang lebih baik atau tercapainya kinerja yang tinggi” Gitosudarmo (2000). Dari observasi pendahuluan yang dilakukan peneliti dilapangan didapatkan indikasi kondisi pelaksanaan tugas para karyawan di PT. Indonesia Power Unit Bisnis Pembangkitan (UBP) Saguling belum optimal dan berpeluang untuk ditingkatkan, khususnya melalui program pemeliharaan dan peningkatan semangat kerja. Beberapa indikasi ketimpangan yang perlu mendapat perhatian serius dalam rangka peningkatan kinerja di PT. Indonesia Power Unit Bisnis Pembangkitan (UBP) Saguling adalah sebagai berikut:

1. Masih sering tampak adanya ketumpangtindihan tugas pokok dan fungsi yang dibebankan kepada para karyawan.

2. Bagian-bagian tertentu dalam perusahaan ini memiliki volume pekerjaan yang cukup banyak, sehingga tidak terlalu tampak adanya kesan para karyawan tidak mempunyai pekerjaan alias menganggur. Sementara pada bagian atau fungsi lain, volume pekerjaan sedikit, bahkan ada karyawan yang tampak kurang menerima tugas secara optimal. Indikasinya adalah mereka datang ke kantor dan mengisi waktu kerjanya dengan berbincang-bincang diluar kepentingan tugas dengan teman sekerjanya, membaca koran atau bahkan bermain game atau browsing dan chating di internet. 3. Rincian tugas dan fungsi pokok (Tupoksi atau Job Description) setiap

fungsi serta pembangian tugas secara perorangan sebagian besar telah dilaksanakan, namun masih ada Karyawan yang merasa belum diberi tugas oleh atasannya.


(13)

4. Masih ada karyawan yang merasa kurang diberdayakan atau kurang mendapat perhatian sesuai dengan latar belakang pendidikannya (kompetensinya), pengalamannya, keahliannya bahkan dari segi kepangkatannya. Sementara di lain pihak ada pekerja yang lebih rendah pendidikannya, pangkat dan atau masa kerjanya mendapatkan peran yang lebih baik.

5. Pencapaian sasaran perusahaan (tenaga listrik) cendrung menurun (decline) dan sangat fluktuatif. Diduga hal ini ada kaitannya dengan semangat kerja yang juga bersipat tidak stabil. Decline produksi juga tidak lepas dari belum optimalnya penyediaan dan pembinaan Sumber Daya Manusia (SDM) yang kapabel dan bersemangat kerja tinggi dalam bekerja. (Sumber : Bagian SDM 2010)

Semangat kerja hanya dapat ditumbuhkan apabila kualitas kehidupan kerja menarik minat karyawan yang dibutuhkan, betah dan bersedia mengarahkan segala kemampuannya dalam bekerja. Kualitas kehidupan kerja itu sendiri terdiri dari banyak faktor, diantaranya faktor restrukturisasi kerja, sistem imbalan dan lingkungan kerja.

Semangat kerja tercermin dalam kinerja atau tingkat pencapaian individu maupun perusahaan. Kinerja karyawan di PT. Indonesia Power Unit Bisnis Pembangkitan (UBP) dapat di informasikan melalui survei EEI (Employye Engagement Index). EEI (Employye Engagement Index) adalah tingkat


(14)

7

Engaged - Karyawan yang memiliki gairah kerja dan merasakan keterkaitan yang sangat besar dengan organisasi mereka.

Not Engaged – Karyawan yang datang dan berpartisipasi dalam pekerjaan

tetapi “menghitung-hitung” waktu serta tidak meliki gairah atupun energy extra dalam bekerja.

Disengaged – Karyawan yang tidak bahagia dalam pekerjaan dan mengekspresikan ketidak bahagiaannya dalam pekerjaan.

Survei EEI (Employye Engagement Index) dalam tahun 2010 terlihat dalam grafik EEI (Employye EngagementIndex) (Gambar 1.1) dibawah ini:

Sumber : Bagian SDM, 2010

Gambar 1.1

EEI (Employye Engagement Index)

Grafik EEI (Employye EngagementIndex) diatas menyimpulkan:

Pada umumnya karyawan berpendapat bahwa mereka kurang dapat memperoleh seluruh informasi terkait kebijakan, aturan, prosedur dari perusahaan ( misalnya sistem penempatan karyawan, sistem KPI).

0 0,05 0,1 0,15 0,2 0,25 0,3 0,35

OPN PEMEL SIS & KEU

LOG EMA SDM & H TEKNIK LINGK. & LHN

RATA2

20,62%

24,77%

30,38%

21,72%

15,58%

25,38%

22,52%

12,15%

23,95%


(15)

Sebagian besar karyawan merasa mereka kurang memperoleh bayaran yang sesuai dengan beban kerja yang dilakukan (karyawan yang kerja dan tidur dibayar sama).

Pada umumnya karyawan berpendapat bahwa perusahaan belum mempunyai kepastian tentang pengembangan karir kepegawainnya. Selain kesempatan untuk memperoleh pendidikan dan pelatihan yang tidak merata, tidak sesuainya kebutuhan pendidikan dan pelatihan membuat karyawan juga tidak mempunyai kesempatan untuk mengimplementasikan hasil pelatihan secara optimal.

Pada umumnya karyawan berpendapat hubungan atasan dan bawahan masih kurang harmonis: kurang dirasakan penghargaan, kurang memberikan delegasi tugas yang menantang, kurang memberikan kesempatan untuk berkembang.

Seorang manajer dalam memberikan semangat kerjanya harus mengetahui kebutuhan yang diinginkan karyawan. Orang mau bekerja karena untuk memenuhi kebutuhan, baik kebutuhan yang disadari maupun yang tidak disadari. Oleh karena itu pemenuhan kebutuhan dan keinginan karyawan merupakan kunci dari proses semangat kerja.

Salah satu cara untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan karyawan tersebut ialah dengan cara pemenuhan kualitas kehidupan kerja mereka kearah yang lebih baik atau lebih dikenal dengan Quality of Work Life (QWL). Kualitas kehidupan kerja akan menghasilkan lingkungan kerja yang lebih manusiawi dan berupaya memenuhi semua kebutuhan karyawan. Pendekatan ini berupa untuk mendayagunakan keterampilan karyawan dan menyediakan lingkungan yang mendorong mereka untuk meningkatkan keterampilan.


(16)

9

Moekijat (1997) mengemukakan bahwa, “Semangat kerja menggambarkan

perasaan berhubungan dengan jiwa, semangat kelompok, kegembiraan dan

kegiatan.” Apabila karyawan tampak merasa senang, optimis mengenai kegiatan

dan tugas, serta ramah satu sama lain, maka karyawan itu dikatakan mempunyai semangat yang tinggi. Sebaliknya, apabila karyawan tampak tidak puas, lekas marah, sering sakit, suka membantah, gelisah dan pesimis, maka reaksi ini dikatakan sebagai bukti semangat yang rendah.

Pencapaian sasaran produksi yang fluktuatif dan decline ini merupakan tantangan yang harus dihadapi dengan penyediaan Sumber Daya Manusia (SDM) yang mampu dan bersedia bekerja dengan lebih baik bersemangat lagi untuk mencari dan menggali potensi-potensi yang ada. Karena semangat kerja itu merupakan sesuatu yang tidak stabil maka perlu dicermati untuk mencari tahu faktor-faktor yang mempengaruhinya sehingga dapat diambil langkah-langkah yang tepat dalam memperlakukannya.

Observasi awal peneliti diperoleh kesan bahwa dalam Kualitas kehidupan kerja di PT. Indonesia Power Unit Bisnis Pembangkitan (UBP) Saguling terdapat sebagian karyawan tidak selalu berprilaku sesuai dengan tujuan yang telah ditetapkan manajemen perusahaan. Hal ini dapat terjadi karena berbagai sebab, seperti sebab fisik maupun sebab non-fisik. Sebab non-fisik ditimbulkan oleh adanya tekanan-tekanan bhatin atau yang lazim yang disebut dengan tekanan psikologis. Tekanan psikologis ini datangnya dalam perusahaan maupun dari luar perusahaan atau keduanya saling berkaitan. Darimanapun datangnya tekanan


(17)

psikologis itu efeknya akan mempengaruhi perilaku karyawan dalam bekerja sehingga akan berpengaruh terhadap semangat kerja maupun kinerja karyawan.

Muchdarsyah Sinungan (2003:3) menegaskan bahwa ketercapaian kinerja

produktif perlu ditunjang oleh: “Kemauan kerja yang tinggi, kemampuan kerja

yang sesuai dengan isi kerja, lingkungan kerja yang nyaman, penghasilan yang dapat memenuhi kebutuhan hidup minimum, jaminan sosial yang memadai, kondisi kerja yang manusiawi dan hubungan kerja yang harmonis.”

Gambar 1.2

Siklus MCC dan Penilaian Kinerja

Sumber : Bagian SDM PT. Indonesia Power Unit Bisnis Pembangkitan (UBP) Sagulimg

Penilaian kinerja pada PT. Indonesia Power Unit Bisnis Pembangkitan (UBP) Saguling bertujuan untuk :

Memantau kemajuan dan pencapaian tujuan individu→Mentoring.

Mentoring adalah suatu aktivitas yang ditujukan, untuk pengembangan karir secara optimal, baik dalam pekerjaannya maupun pengembangan karirnya kedepan, dengan cara memperjelas jalan yang akan dituju, melalui penugasan, networking, pemberian wacana yang lebih luas.

Penilaian

Kinerja Goal Setting

Mentoring/ Coaching/ Counseling


(18)

11

Memotivasi secara terus-menerus, memberi dukungan dan membantu

pengembangan bawahan→Coaching.

Coaching adalah proses mengarahkan dari seseorang untuk melatih dan mengorientasikan seorang karyawan dalam menghadapi realitas lingkungan pekerjaan dan membantu karyawan menghilangkan kendala-kendala untuk mencapai kinerja yang optimal.

Membantu individu untuk mendiagnosis masalah dan mengatatasi

masalahnya→Counseling.

Counseling adalah proses pemberian bantuan yang dilakukan melalui wawancara counseling oleh seorang counselor kepada individu yang sedang mengalami sesuatu masalah yang bermuara pada tertasinya masalah yang dhadapi.

Langkah-langkah dasar dalam proses bimbingan pengawasan pencapaian kinerja yang dilakukan oleh PT. Indonesia Power Unit Bisnis Pembangkitan (UBP) Saguling, seperti terlihat dalam Gambar 1.3 berikut :

Gambar 1.3

Proses bimbingan pengawasan pencapaian kinerja Sumber : Bagian SDM PT. Indonesia Power Unit Bisnis Pembangkitan (UBP) Sagulimg

Standar dan metoda yang ditetapkan

Mengukur prestasi kerja

Apakah prestasi memenuhi

standar

Tidak

Ambil Tindakan

Koreksi

Ya

Optimalisasi Pengembangan


(19)

Tanda-tanda kinerja yang bermasalah pada PT. Indonesia Power Unit Bisnis Pembangkitan (UBP) Saguling adalah sebagai berikut :

1. Kuantitas hasil kerja menurun. 2. Kualitas pekerjaan menurun. 3. Melanggar batas waktu.

4. Menunjukan sedikit atau tidak ada inisiatif.

5. Menghindari tugas dan pekerjaan yang lebih berat. 6. Banyak mengeluh.

7. Enggan melaksanakan perintah. 8. Defensif dan mudah marah. 9. Sulit diajak kerjasama.

10.Menyalahkan kesalahan atau kegagalan pada pihak/orang lain. 11.Sering menghilang.

12.Semakin banyak orang yang mengalami kesulitan ketika berurusan dengannya.

13.Sering tidak hadir.

Key Performance Indikator (KPI) adalah ukuran atau indikator yang akan memberikan informasi sejauh mana kita telah berhasil mewujudkan sasaran strategi yang telah kita tetapkan. Berikut adalah tabel Key Performance Indikator (KPI), bidang Sumber Daya Manusia (SDM) pada tahun 2010 PT. Indonesia Power Unit Bisnis Pembangkitan (UBP) Saguling.


(20)

13

Tabel 1.1

KPI BIDANG SDM TAHUN 2010 KPI DIRSDM pada RUPS

KEY PERFORMANCE INDICATORS (KPI) MANAJEMEN TAHUN 2010 STRATEGI / INISIATIF

STRATEJIK KPI DIRUT

WA

DIRUT DIRJB DIRLJB DIR KON DIR REN DIR KEU DIR SDM Supporting / Enabler (SEN)

1. Perbaikan Kuantitas dan Kualitas SDM

Seluruh Unit Bisnis melaksanakan Manajemen Kinerja Pegawai melalui Sistem Informasi Manajemen Kinerja Pegawai (SIMKP) khusus untuk Manajemen Atas, Menengah, Fungsional I dan II, serta penerapan sistem kompensasi P50: mulai Feb 2009

A A A A A A A A/R

2. Efektivitas organisasi dan sistem SDM

Seluruh Unit membuat DokumenAplikasi Malcom Baldrige, khusus untuk PLN Pusat membuat Action Plan for Improvement

(AFI): Q4

A A A A A A A A/R

Sumber : Bagian SDM PT. Indonesia Power Unit Bisnis Pembangkitan (UBP) Saguling

Tantangan PT. Indonesia Power Unit Bisnis Pembangkitan (UBP) Saguling dalam lingkup tugasnya pada saat ini adalah melakukan usaha dalam bidang pembangkitan tenaga listrik serta mengembangkan usaha-usaha lain yang berkaitan, berdasarkan kaidah indusri dan niaga yang sehat guna menjamin keberadaan dan pengembangan perusahaan dalam jangka panjang. Tantangan utama adalah menghadapi fluktuasi produsi dan decline atau penurunan produksi yang terus menurun disebabkan oleh semakin kurangnya tenaga listrik, ditambah dengan perebutan sumber daya manusia dan semakin banyak perusahaan sejenis. Tantangan-tantangan tersebut secara ringkas disusun sebagai berikut :


(21)

1. Persaingan yang semakin kompetitif dengan unit kerja atau perusahaan sejenis lainnya dalam hal memperoleh Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas sesuai dengan tantangan yang ada, termasuk bagaimana menciptakan kualitas kehidupan kerja yang dapat merangsang karyawan untuk selalu bersedia bekerja dengan bersemangat agar dapat meningkatkan kinerja karyawan.

2. Keberadaan dan keberlanjutan PT. Indonesia Power Unit Bisnis Pembangkitan (UBP) Saguling tidak hanya penting bagi perusahaan dan bangsa secara keseluruhan, tetapi tak kalah penting juga sebagai pemicu kemajuan dan pertumbuhan sosial ekonomi, pendidikan dan penyerapan kerja di kawasan ini.

Peran PT. Indonesia Power Unit Bisnis Pembangkitan (UBP) Saguling yang signifikan dalam menyokong kemajuan perusahaan, negara dan bangsa, khususnya dalam memproduksikan tenaga qlistrik serta menopang perkembangan sosial ekonomi masyarakat didaerah operasi, dihadapkan kepada beratnya tantangan yang dihadapi dalam masalah energi listrik yang semakin melemah. Kondisi ini memerlukan kerja keras baik secara mikro seperti upaya meningkatkan kinerja karyawan, maupun secara makro yang merupakan program penghematan dan pengurangan energi secara nasional. Seluruh jajaran PT. Indonesia Power Unit Bisnis Pembangkitan (UBP) Saguling bersama pemerintah bahu-membahu berupaya mengurangi ketergantungan dan beban tenaga listrik agar tidak terlalu memberatkan masyarakat.


(22)

15

Penelitian ini merupakan salah satu upaya untuk mendapatkan cara pengelolaan Sumber Daya Manusia (SDM) yang lebih efektif agar dapat menghadapi berbagai tantangan seperti disebutkan diatas, khususnya peningkatan produksi tenaga listrik sebagai salah satu ujung tombak kegiatan operasi perusahaan. Upaya pengelolaan Sumber Daya Manusia (SDM) secara lebih baik ini memerlukan informasi secara ilmiah mengenai pengaruh kualitas kehidupan kerja dan semangat kerja terhadap kinerja karyawan sebagai bahan penyusunan program-program rekrutmen, pengembangan maupun pemeliharaan karyawan secara lebih kompetitif.

Dalam kaitannya dengan tantangan dan persaingan bisnis yang semakin ketat bagi PT. Indonesia Power Unit Bisnis Pembangkitan (UBP) Saguling dalam menjalani tugas negara dalam memproduksi listrik, masalah Sumber Daya Manusia (SDM) menjadi sangat penting dan menentukan dalam usaha pencapaian sasaran perusahaan. Permasalahannya adalah Sumber Daya Manusia (SDM) yang dibutuhkan harus diperebutkan dengan berbagai perusahaan sejenis lainnya yang juga membutuhkan spesifikasi Sumber Daya Manusia (SDM) yang sama dan yang akan memenangkan persaingan adalah perusahaan yang menawarkan kualitas kehidupan kerja yang lebih menarik bagi karyawan.

Berbagai faktor kualitas kehidupan kerja mempengaruhi semangat kerja, diantaranya restrukturisasi kerja yang meliputi kesempatan karyawan mengembangkan keahliannya, sistem imbalan yang adil dan mencukupi kebutuhan dan lingkungan yang aman serta nyaman bagi karyawan dan keluarganya.


(23)

Perusahaan yang kurang memperhatikan kualitas kehidupan kerja sepertinya akan sulit mendapatkan atau mempertahankan karyawan yang sesuai dengan kebutuhan perusahaan, bahkan akan sulit membangkitkan semangat kerja dari karyawan yang sudah ada. Dan lebih dari itu akan mengahadapi kondisi perpindahan kerja (labour turnover) karena mereka lebih memilih untuk bekerja ditempat atau perusahaan lain yang menerapkan berbagai kualitas kehidupan kerja

yang lebih „menjanjikan’. Permasalahan inilah yang mendorong peneliti untuk

mengambil judul usulan penelitian sebagai berikut : “PENGARUH KUALITAS KEHIDUPAN KERJA DAN SEMANGAT KERJA TERHADAP KINERJA

KARYAWAN DI PT. INDONESIA POWER UNIT BISNIS

PEMBANGKITAN (UBP) SAGULING”.

1.2 Identifikasi Masalah dan Rumusan Masalah 1.2.1 Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang diatas dan tantangan perusahaan yang besar dan kompleks, peneliti mengidentifikasi masalah umum bahwa kinerja karyawan di PT. Indonesia Power Unit Bisnis Pembangkitan (UBP) Saguling, masih belum sepenuhnya efektif serta belum berdayaguna secara optimal. Hal ini berarti diperlukan suatu upaya lain untuk menjamin keberlangsungan serta kemajuan PT. Indonesia Power Unit Bisnis Pembangkitan (UBP) Saguling kedepan, yaitu sebuah kerja besar berupaya program pengembangan dan pengelolaan Sumber Daya Manusia (SDM) secara lebih baik agar dapat mengelola Sumber Daya Alam (SDA) dengan baik pula.


(24)

17

1.2.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan identifikasi masalah di atas peneliti merumuskan masalah sebagai berikut :

1. Bagaimana Kualitas Kehidupan Kerja di PT. Indonesia Power Unit Bisnis Pembangkitan (UBP) Saguling.

2. Bagaimana Semangat Kerja di PT. Indonesia Power Unit Bisnis Pembangkitan (UBP) Saguling.

3. Bagaimana Kinerja Karyawan di PT. Indonesia Power Unit Bisnis Pembangkitan (UBP) Saguling.

4. Seberapa besar pengaruhnya Kualitas Kehidupan Kerja dan Semangat Kerja terhadap Kinerja Karyawan secara parsial dan simultan di PT. Indonesia Power Unit Bisnis Pembangkitan (UBP) Saguling.

1.3 Maksud dan Tujuan Penelitian 1.3.1 Maksud Penelitiaan

Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui, menganalisa dan menjelaskan bagaimana tanggapan karyawan pada pengaruh Kualitas Kehidupan Kerja dan Semangat Kerja terhadap Kinerja Karyawan di PT. Indonesia Power Unit Bisnis Pembangkitan (UBP) Saguling.

1.3.2 Tujuan Penelitiaan

Tujuan yang ingin dicapai dari penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui bagaimana Kualitas Kehidupan Kerja di PT. Indonesia


(25)

2. Untuk mengetahui bagaimana Semangat Kerja di PT. Indonesia Power Unit Bisnis Pembangkitan (UBP) Saguling.

3. Untuk mengetahui bagaimana Kinerja Karyawan di PT. Indonesia Power Unit Bisnis Pembangkitan (UBP) Saguling.

4. Untuk mengetahui besarnya pengaruh Kualitas Kehidupan Kerja dan Semangat Kerja secara parsial dan simultan terhadap Kinerja Karyawan di PT. Indonesia Power Unit Bisnis Pembangkitan (UBP) Saguling.

1.4 Kegunaan Penelitian 1.4.1 Kegunaan Akademis

1. Sebagai bentuk sumbangsih pemikiran terhadap kaijan Ilmu Manajemen Sumber Daya Manusia (MSDM).

2. Untuk memberikan kontribusi pengetahuan dalam kegiatan penerapan Kualitas Kehidupan Kerja dan Semangat Kerja terhadap Kinerja Karyawan di PT. Indonesia Power Unit Bisnis Pembangikitan (UBP) Saguling.

3. Dapat mengetahui realisasi antara teori yang didapat dibangku perkuliahan dengan praktek secara langsung dilapangan.

1.4.2 Kegunaan Praktis

1. Memberikan masukan dan evaluasi kepada pihak manajemen di PT. Indonesia Power Unit Bisnis Pembangkitan (UBP) Saguling, mengenai kegiatan Kualitas Kehidupan Kerja dan Semangat Kerja terhadap Kinerja


(26)

19

Karyawan di PT. Indonesia Power Unit Bisnis Pembangkitan (UBP) Saguling.

2. Memberikan masukan informasi dan gambaran kepada peneliti selanjutnya yang berhubungan dengan kegiatan penerapan Kualitas Kehidupan Kerja dan Semangat Kerja terhadap Kinerja Karyawan di PT. Indonesia Power Unit Bisnis Pembangkitan (UBP) Saguling.

1.5 Lokasi dan Waktu Penelitian 1.5.1 Lokasi

Lokasi pengamatan untuk penelitian ini adalah pada PT. Indonesia Power Unit Bisnis Pemabangkitan (UBP) Saguling, yang berlokasi di Komplek PLN Cioray, Tromol Pos No.7 Rajamandala, Bandung Barat.

Gambar 1.4 Lokasi Penelitian


(27)

1.5.2 Waktu Penelitian

Sedangkan waktu penelitian dilakukan mulai tanggal 21 Maret 2011. Adapun jadwal penelitian dapat dilihat dalam tabel di bawah ini :

Tabel 1.2

Waktu Pelaksanaan Kegiatan Penelitian

No. Prosedur April

2011

Mei 2011

Juni 2011

Juli 2011

Agustus 2011 I Tahap Persiapan

1. Membuat proposal UP 2. Pengambilan formulir dan

penyusunan UP 3. Menentukan tempat

penelitian

II Tahap Pelaksanaan 1. Penelitian diperusahan 2. Penyusunan dan bimbingan

UP 3. Revisi UP 4. Sidang UP

III Tahap Pelaporan 1. Penyusunan dan bimbingan

skiripsi

2. Pengelolaan data

3. Menyiapkan draft skripsi 4. Revisi laporan skripsi 5. Sidang akhir skripsi


(28)

21 BAB II

KAJIAN PUSTAKA, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS

2.1 Kajian Pustaka

2.1.1 Konsep Kualitas Kehidupan Kerja

Konsep Kualitas kehidupan kerja mengungkapkan pentingnya penghargaan terhadap manusia dalam lingkungan kerjanya, Luthansm (1996). David & Edward 1983 (dalam Arifin, 1999) mendefinisikan, “Kualitas kehidupan kerja sebagai cara berpikir mengenai orang, kerja dan organisasi”. Dengan lebih rinci, elemen kualitas kehidupan kerja terdiri atas :

1. Perhatian mengenai pengaruh kerja terhadap manusia sebagaimana terhadap efektivitas organisasi.

2. Pandangan mengenai partisipasi untuk pengambilan keputusan dan pemecahan masalah dalam organisasi.

Kualitas kehidupan kerja merupakan pendekatan manajemen yang terus menerus diarahkan pada peningkatan kualitas kerja. Kualitas yang dimaksud adalah kemampuan menghasilkan barang atau jasa yang dipasarkan dan cara memberikan pelayanan yang selalu terus menerus disesuaikan dengan kebutuhan konsumen, sehingga barang dan jasa yang dihasilkan mampu bersaing dan berhasil merebut pasar. “Program Kualitas Kehidupan Kerja pada dasarnya mencari cara untuk meningkatkan kualitas kehidupan dan menciptakan pekerjaan yang lebih baik atau tercapainya kinerja yang tinggi” Gitosudarmo (2000).


(29)

Kualitas kehidupan kerja mencakup aktivitas-aktivitas yang ada di dalam perusahaan, yang diarahkan untuk meningkatkan suatu kondisi kehidupan kerja yang dapat membangkitkan semangat para karyawan dalam melaksanakan tugas mencapai sasaran perusahaan. Menurut Pasmore (1984), kondisi-kondisi yang dimaksud adalah keamanan dan kesehatan, keadilan, pilihan-pilihan perorangan/individu, partisipasi dalam pengambilan keputusan, kesempatan untuk berkembang, pekerjaan-pekerjaan yang berarti (tertantang), kemampuan mengendalikan waktu kerja dan tempat, perlindungan dari perlakuan tidak adil, dan kesempatan memuaskan kebutuhan sosial.

Kualitas kehidupan kerja telah terjadi sangat popular sejak Deming dalam

Out of Crisis (1986) menyatakan bahwa telah lahir teori manajemen untuk meningkatkan kualitas implikasi kuat bagi relasi indrustrial yang ada. Dasar teori Deming adalah menciptakan partisipasi, keterlibatan dan kebanggaan terhadap pekerjaan serta menyingkirkan rasa takut dalam organisasi.

Pengertian kualitas kehidupan kerja menurut Nawawi (2001) adalah,

“Program yang mencakup cara untuk meningkatkan kualitas kehidupan dengan

menciptakan pekerjaan yang lebih baik”. Berbagai faktor perlu dipenuhi dalam

menciptakan program kualitas kehidupan kerja, antara lain restrukturisasi kerja, sistem imbalan, lingkungan kerja, partisipasi karyawan, kebanggaan, pengembangan karier, penyelesaikan konflik, komunikasi, kesehatan kerja, dan lain sebagainya.

Faktor Sumber Daya Manusia (SDM) memiliki peranan sentral dalam mengembangkan dan mencapai sasaran perusahaan. Perusahaan atau organisasi


(30)

23

bisnis yang kurang memperhatikan peranan Sumber Daya Manusia (SDM) ditandai dengan kurangnya pemahaman dan perhatian terhadap kebutuhan dan harapan karyawan seperti kurang diperhatikannya kesejahteraan karyawan, keluhan karyawan tidak didengarkan, bahkan terkadang undang-undang dan peraturan yang mengatur hubungan antar karyawan dan manajemen dilanggar. Perusahaan umumnya menganggap karyawanlah yang membutuhkan mereka, bukan sebaliknya. Hal-hal seperti inilah yang dapat menyebabkan kontra produktif bahkan labour turnover karyawan meningkat. Padalah, harmoni dalam tata hubungan antar manusia baik antar sesama karyawan maupun hubungan antara atasan dengan bawahan juga menjadi hal penting untuk dimiliki perusahaan, Umar (2001).

Dalam mencapai tujuan perusahaan dibutuhkan karyawan yang bekerja dengan motivasi yang tinggi, yaitu yang merasa senang mendapat kepuasan dalam pekerjaanya. Salah satu indikasi karyawan mempunyai semangat yang tinggi dalam bekerja adalah yang bersangkutan selalu berusaha mencapai hasil yang lebih baik dalam rangka pencapai tujuan perusahaan.

Wayne 1992 (dalam Arifin, 1999) mengmukakan bahwa, “Kualitas kehidupan kerja merupakan program penyeluruh yang meliputi banyak kebutuhan dan keinginan. Dimana karyawan dapat melihat dengan jelas kaitan antara peningkatan usaha-usaha mereka dan peningkatan dalam imbalan yang mereka peroleh, mereka akan termotivasi untuk bekerja lebih baik lagi yang pada gilirannya akan menaikkan semangat kerja. Bagi karyawan, apabila pekerjaan


(31)

tersebut memiliki nilai insentif yang tinggi, maka kualitas kehidupan mereka

diyakini akan menjadi semakin baik”.

Kualitas kehidupan kerja mencoba untuk memperbaiki kualitas kehidupan para karyawan, tidak dibatasi pada perubahan konteks suatu pekerjaan tapi juga termasuk memanusiakan lingkungan kerja untuk memperbaiki martabat dan harga diri para karyawan Harvey & Brown 1992 (dalam Arifin, 1999). Kaitan dengan penciptaan martabat manusia, kualitas kehidupan kerja menciptakan lingkungan dan iklim kerja yang memanusiakan manusia, sehingga manusia lebih dilihat pada harkat dan martabat kemanusiaanya, bukan hanya sebagai alat. Inilah yang merupakan peran penting dalam penciptaan kualitas kehidupan kerja.

Randall & Vandra 1981 (dalam Arifin, 1999) menyatakan bahwa, “Pada dasarnya kualitas kehidupan kerja merupakan salah satu tujuan penting dalam memenuhi kebutuhan-kebutuhan karyawan”. Banyak karyawan saat ini menginginkan suatu tingkat keterlibatan yang tinggi dalam pekerjaan-pekerjaan mereka. Mereka mengharapkan mendapat kesempatan untuk memberikan sumbangan yang lebih besar terhadap organisasi. Keinginan untuk dapat berperan lebih besar ini semestinya dipandang sebagai peluang bagi perusahaan untuk memperluas kesempatan pengembangan karyawan (rektrukturisasi kerja) secara proporsional, bersamaan dengan pengaturan sistem imbalan dan lingkungan kerja yang aman dan nyaman.

Kualitas kehidupan kerja berkembang sedemikian rupa. Dimana masyarakat menjadi lebih makmur, prosentase yang meningkat dari angkatan


(32)

25

kerja mengharapkan bukan saja suatu pekerjaan, tetapi pekerjaan yang berkualitas kehidupan kerja termasuk karir yang memberi harapan lebih baik.

Program kualitas kehidupan kerja telah dipandang sebagai suatu cara untuk meningkatkan semangat kerja serta meningkatkan kualitas output melalui partisipasi serta keterlibatan (involvement) karyawan dalam proses pembuatan kebijakan. Kualitas kehidupan kerja mendapat respon sangat positif dari berbagai organisasi terutama untuk meningkatkan kualitas kehidupan kerja meski kemudian perkembangannya berjalan lambat karena sifatnya yang banyak menuntut dan menekankan pada hasil jangka pendek.

Nawawi (2001) bahwa, “Setiap organisasi atau perusahaan harus mampu menciptakan kualitas kehidupan kerja dalam perusahaan, agar Sumber Daya Manusia (SDM) dilingkungannya menjadi kompetitif.” Dengan terciptanya lingkungan kerja yang kompetitif maka secara keseluruhan organisasi akan menjadi kompetitif pula dalam mewujudkan eksistensinya.Fokus usaha-usaha kualitas kehidupan kerja bukan hanya pada bagaimana orang dapat melakukan pekerjaan dengan lebih baik dalam arti peningkatan produktivitas belaka, melainkan juga bagaimana pekerjaan dapat menyebabkan karyawan menjadi lebih baik dalam hal pemenuhan kesejahteraan maupun martabat mereka.

Aspek kualitas kehidupan kerja lain yang juga penting adalah keterlibatan atau partisipasi karyawan dalam proses pembuatan berbagai keputusan organisasional secara proposional, tetapi tidak berarti semua karyawan harus dilibatkan dalam pembuatan semua kebijakan. Kualitas kehidupan kerja secara operasional menggambarkan aktivitas yang dapat dirasakan kebersamaannya oleh


(33)

karyawan sebagai usaha-usaha yang mengarah pada terciptanya kualitas kehidupan kerja yang lebih baik.

Program kualitas kehidupan kerja dapat saja menimbulkan outcomes negative. Misalnya, jika midle manager dan atau firs-line supervisor kurang dapat menerima program kualitas kehidupan kerja dan menganggap bahwa peningkatan partisipasi karyawan secara luas hanya merepotkan saja dan mengurangi hak-hak prerogratif mereka. Jika hal ini terjadi maka program kualitas kehidupan kerja bisa jadi gagal, atau tercapai dengan biaya yang sangat mahal terutama yang berhubungan dengan manajerial dan supervisor turnover.

Konsep kualitas kehidupan kerja mengungkapkan pentingnya penghargaan terhadap manusia dalam lingkungan kerjanya. Dengan demikian peran penting program kualitas kehidupan kerja adalah mengubah iklim kerja agar organisasi secara teknis dan manusiawi dapat membawa kepada kualitas kehidupan kerja yang lebih baik. Peningkatan kualitas kehidupan kerja ini diperlukan untuk menciptakan kepuasan kerja sebagai pemicu semangat kerja.

Kossen (dalam Hasibuan, 2000) syarat-syarat untuk meningkatkat kualitas kehidupan kerja adalah sebagai berikut :

1. Kompensasi yang memadai dan wajar. 2. Kondisi kerja yang aman dan sehat.

3. Kesempatan untuk menggunakan dan mengembangkan kemampuan manusia.


(34)

27

5. Ikut merasa memiliki dan bertanggung jawab termasuk dalam suatu kelompok.

6. Hak-hak karyawan tidak terabaikan.

7. Kerja dan ruang kerja keseluruhan memadai. 8. Relevansi sosial kehidupan kerja.

David & Edward 1983 (dalam Arifin, 1999) mengemukakan kegiatan kualitas kehidupan kerja sebagai berikut :

1. Berpartisipasi dalam pemecahan masalah. 2. Restrukturisasi kerja.

3. Sistem imbalan yang inovatif. 4. Memperbaiki lingkungan kerja.

Nawawi (2001) mengemukakan 3 aspek kualitas kehidupan kerja, sebagai berikut :

1. Restrukturisasi 2. Sistem imbalan 3. Lingkungan kerja

2.1.2 Semangat Kerja

2.1.2.1 Pengertian Semangat Kerja

“Semangat kerja merupakan kondisi mental yang berpengaruh terhadap usaha untuk melakukan pekerjaan secara lebih giat, atas rasa percaya diri dan motivasi yang kuat, disertai rasa gembira dan senang hati dalam melaksanakan pekerjaan untuk dapat menyelesaikannya dengan lebih cepat dan lebih baik.” Bruce (2007).


(35)

Sahlan (1998) menyatakan bahwa, “Semangat kerja merupakan sikap

dalam bekerja yang ditandai secara khas dengan adanya kepercayaan diri, motivasi diri yang kuat untuk meneruskan pekerjaan, kegembiraan, dan organisasi

yang baik.”

Brush (2007), Semangat kerja adalah perasaan seorang individu terhadap pekerjaan dan organisasinya. Jika semangat kerja rendah, kemungkinan partisipasi hanya akan terbatas pada apa yang diperintahkan. Sebaliknya, adanya semangat tinggi mencerminkan bahwa individu akan berpatisipasi dengan antusias dengan penuh komitmen.

Pengertian yang dikemukakan oleh Nawawi (2003) bahwa, “Semangat kerja merupakan suasana bhatin seorang karyawan yang berpengaruh pada usahanya untuk mewujudkan suatu tujuan melalui pelaksanaan pekerjaan yang

menjadi tanggung jawabnya”. Dengan kata lain, semangat kerja merupakan usaha untuk melakukan pekerjaan secara giat didasarkan atas rasa percaya diri, motivasi diri yang kuat, disertai rasa tetap gembira sehingga pekerjaan dapat diselesaikan dengan lebih cepat dan lebih baik.

“Semangat kerja adalah setiap kesediaan perasaan yang memungkinkan seseorang bekerja untuk menghasilkan kerja yang lebih banyak dan yang lebih baik.” Halsey 1965 (dalam Irianto, 1994).

Hakikat semangat kerja adalah perilaku, yaitu kesediaan untuk menghasilkan kerja yang baik serta mentaati semua peraturan kerja yang ada dalam organisasi. Sedangkan perilaku merupakan sebuah faktor yang erat


(36)

29

kaitannya dengan sikap Gibson (1997). Dan sikap (attitude) itu sendiri mempunyai dimensi motivasi dan perasaan Gerungan 1983 (dalam Irianto, 1994).

Pengertian semangat kerja menurut Nitisemito (1992), “Semangat dan gairah kerja sulit untuk dipisah-pisahkan meski semangat kerja memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap gairah kerja.” Dengan meningkatnya semangat dan gairah kerja, maka pekerjaan akan lebih cepat diselesaikan dan semua pengaruh buruk dari menurunya semangat kerja seperti absensi dan selanjutnya akan dapat diperkecil dan selanjutnya menaikkan semangat dan gairah kerja yang berarti diharapkan juga meningkatnya produktivitas karyawan.

Semangat kerja dapat diartikan sebagai semacam pertanyaan ringkas dari kekuatan-kekuatan psikologis yang beraneka ragam yang menekan sehubungan dengan pekerjaan mereka. Semangat kerja dapat diartikan juga sebagai suatu iklim atau suasana kerja yang terdapat didalam suatu organisasi yang menunjukan rasa kegairahan didalam melaksanakan pekerjaan dan mendorong mereka untuk bekerja secara lebih baik dan lebih produktif.

Sebaliknya ada beberapa penyebab rendahnya semangat kerja karyawan. Hal ini terkait dengan kurang diperhatikannya peraturan kerja mengenai disiplin kerja, kondisi kerja dan kekurangan tenaga kerja yang terampil dan ahli dibidangnya. Steers et al (1995), mengemukakan mengapa seseorang tenaga kerja tidak menyukai pekerjaannya sendiri, yaitu :

1. Pekerjaan yang terpecah-pecah. 2. Kerja yang berulang-ulang.


(37)

4. Daur kerja pendek.

5. Kerja remeh serta tidak adanya dukungan sosial.

Guba (dalam Dr. Mutiara S. Panggabean, 2004:21) ada dua cara untuk mendefinisikan semangat kerja, yaitu sebagi berikut:

1. Semangat kerja adalah kondisi dari sebuah kelompok dimana ada tujuan yang jelas dan tetap yang dirasakan menjadi penting dan terpadu dengan tujuan individu.

2. Semangat kerja adalah pemikiran atau kebersamaan. Semangat kerja mengarah kepada adanya kebersamaan. Hal ini merupakan rasa pemahaman dengan perhatian terhadap unsur-unsur dari pekerjaan seseorang, kondisi kerja, rekan kerja, penyelia, pemimpin, dan perusahaan. Finlay, Sartain & Tate (1954:39f) mengemukakan, “Unsur penting dari semangat kerja adalah adanya keinginan untuk mencapai tujuan dari sebuah kelompok tertentu. Sebuah contoh yang tepat dari semangat kerja adalah adanya kepahlawanan dalam perang. Ketika seseorang menyerahkan nyawanya, maka tubuhnya dapat mempunyai sebuah kesempatan atau dapat mencapai sebuah

tujuan”.

Didasarkan pada konsep mengenai dimensi semangat kerja yang dikemukakan Blurn (dalam Azwar, 2002) yaitu :

1. Sedikitnya perilaku yang agresif yang menimbulkan frustasi.

2. Individu bekerja dengan suatu perasaan bahagia dan perasaan lain yang menyenangkan.


(38)

31

3. Individu dapat menyesuaikan diri dengan teman-teman sekerjanya secara baik.

4. Egonya sangat terlibat dalam pekerjaannya

Moekijat (1997) menyatakan bahwa, “Semangat kerja menggambarkan perasaan berhubungan dengan jiwa, semangat kelompok, kegembiraan dan kegiatan.” Apabila karyawan tampak merasa senang, optimis mengenai kegiatan dan tugas, serta ramah satu sama lain, maka karyawan itu dikatakan mempunyai semangat yang tinggi. Sebaliknya, apabila karyawan tampak tidak puas, lekas marah, sering sakit, suka membantah, gelisah dan pesimis, maka reaksi ini dikatakan sebagai bukti semangat yang rendah.

Gondokusumo (1995), “Semangat kerja adalah refleksi dari sikap pribadi atau sikap kelompok terhadap kerja dan kerja sama.” Semangat kerja berarti sikap individu dan kelompok terhadap seluruh lingkungan kerja dan terhadap kerja sama dengan orang lain untuk mencapai hasil yang maksimal sesuai dengan kepentingan perusahaan. Semangat kerja adalah kesediaan perasaan yang memungkinkan seseorang bekerja untuk menghasilkan kerja lebih banyak dan lebih baik. Dengan demikian, semangat kerja menggambarkan perasaan senang individu atau kelompok yang mendalam dan puas terhadap pekerjaan, kerja sama dan lingkungan kerja serta mendorong mereka untuk bekerja secara lebih baik dan produktif.

Tohardi (2002) mengemukakan, Semangat kerja sangat penting bagi organisasi karena :


(39)

1. Semangat kerja yang tinggi tentu dapat mengurangi angka absensi atau tidak bekerja karena malas.

2. Dengan semangat kerja yang tinggi dari buruh dan karyawan maka pekerjaan yang diberikan atau ditugaskan kepadanya akan dapat diselesaikan dengan waktu yang lebih singkat dan atau lebih cepat.

3. Dengan semangat kerja yang tinggi pihak organisasi memperoleh keuntungan dari sudut kecilnya angka kerusakan karena semakin tidak puas dalam bekerja, semakin tidak bersemangat dalam bekerja, maka semakin besar angka kerusakan.

4. Semangat kerja yang tinggi otomatis membuat karyawan akan merasa senang bekerja sehingga kecil kemungkinan karyawan akan pindah ke tempat lain.

5. Semangat kerja yang tinggi dapat mengurangi angka kecelakaan karena karyawan yang mempunyai semangat kerja tinggi cendrung bekerja dengan hati-hati dan teliti sehingga bekerja sesuai dengan prosedur yang ada.

2.1.2.2 Dimensi Semangat Kerja

Semangat kerja merupakan kesepakatan batiniah yang muncul dari dalam diri karyawan yang sifatnya abstrak, tetapi sangat esensial dalam dunia kerja. Semangat kerja dapat dibedakan menjadi dua dimensi, yaitu :

1. Semangat kerja tinggi.

Semangat kerja karyawan yang tinggi akan membawa sumbangan positif bagi perusahaan. Karyawan yang mempunyai semangat kerja tinggi


(40)

33

karakteristiknya seperti manusia dewasa. Ciri-cirinya adalah bekerja dengan senag hati, menyelesaikan tugas dengan tepat waktu, interaksinya sangat dinamis, partisipasi maksimal, dapat bekerja sama dengan teman sejawat dan inovatif.

2. Semangat kerja rendah.

Semangat kerja karyawan yang rendah sebaliknya akan membawa perusahaan kepada kehancuran. Semangat kerja yang rendah ditandai dengan kegelisahan, yaitu perpindahan, ketidakhadiran, keterlambatan, ketidakdisiplinan dan menurunnya hasil kerja. Selain itu, karakteristiknya tidak jauh berbeda dengan sifat kekanak-kanakan dengan ciri-ciri bekerja tidak tenang, menunda pekerjaan, menghambat, bersipat menunggu perintah, tidak kreatif dan bekerja dengan pola kaca mata kuda yang hanya dapat memandang dirinya tanpa mau bekerjasama dengan orang lain. Semangat kerja berada pada satu rentangan yang dapat bergerak dari suasana batin positif ke suasana batin negatif. Semangat kerja dapat berubah dari semangat kerja rendah menjadi semangat kerja tinggi atau sebaliknya sesuai dengan faktor yang mempengaruhi dan upaya untuk membangun semangat kerja.

2.1.2.3 Indikator Semangat Kerja

Nitisemito (1996), Semangat kerja membutuhkan perhatian yang teratur, diagnosis dan pengobatan layak seperti halnya dengan kesehatan. Semangat kerja agak sukar diukur karena sipatnya yang abstrak. Semangat kerja merupakan gabungan dari kondisi fisik, sikap, perasaan dan sentimen karyawan. Untuk mengetahui adanya semangat kerja yang rendah dalam perusahaan dapat dilihat


(41)

dari beberapa indikasi. Dengan demikian, perusahaan dapat mengetahui faktor penyebabnya dan berusaha mengambil suatu tindakan yang lebih dini. Indikasi-indikasi tersebut adalah sebagai berikut :

1. Rendahnya produktivitas kerja.

Menurunnya produktivitas dapat terjadi karena kemalasan, menunda pekerjaaan dan sebagainya. Bila terjadi penurunan produktivitas, maka hal ini berarti indikasi dalam organisasi tersebut telah terjadi penurunan semangat kerja.

2. Tingkat absensi yang naik atau tinggi.

Pada umumnya, bila semangat kerja menurun, maka karyawan dihinggapi rasa malas untuk bekerja. Apalagi kompensasi atau upah yang diterimanya tidak dikenakan potongan saat mereka tidak masuk bekerja. Dengan demikian dapat menimbulkan penggunaan waktu luang untuk mendapatkan penghasilan yang lebih tinggi, meski hanya untuk sementara. 3. Labour trun over atau tingkat perpindahan karyawan yang tinggi.

Keluar masuk karyawan yang meningkat terutama disebabkan karyawan mengalami ketidaksenangan atau ketidaknyamanan saat mereka bekerja, sehingga mereka berniat bahkan memutuskan untuk mencari tampat pekerjaan lain yang lebih sesuai dengan alas an mencari kenyamanan dalam bekerja. Manajer harus waspada terhadap gejala-gejala seperti ini. 4. Tingkat kerusajan yang meningkat.

Meningkatnya tingkat kerusakan sebenarnya menunjukan bahwa perhatian dalam pekerjaan berkurang. Selain itu dapat juga terjadi kecerobohan


(42)

35

dalam pekerjaan dan sebagainya. Dengan naiknya tingkat kerusakan merupakan indikasi yang cukup kuat bahwa semangat kerja telah menurun.

5. Kegelisahan dimana-mana.

Kegelisahan tersebut dapat berbentuk ketidaktenangan dalam bekerja, keluh kesah serta hal-hal yang lain. Terusiknya kenyamanan karyawan memungkinkan akan berlanjut pada perilaku yang dapat merugikan organisasi itu sendiri.

6. Tuntunan yang sering terjadi.

Tuntutan merupakan perwujudan dari ketidakpuasan, dimana pada tahap tertentu akan menimbulkan keberanian untuk mengajukan tuntutan. Organisasi harus mewaspadai tuntutan secara missal dari pihak karyawan. 7. Pemogokan

Pemogokan adalah wujud dari ketidakpuasan, kegelisahan dan sebagainya. Jika hal ini terus berlanjut maka akan berujung ada munculnya tuntutan dan pemogokan.

Berdasarkan indikasi yang menunjukkan kecendrungan rendahnya semangat kerja, maka karakteristik semangat kerja karyawan dapat diketahui dari empat indikator, yaitu : Absensi, Kerjasama, Kepuasan Kerja dan Kedisiplinan

Nitisemito 1996 (dalam Ahmad Tohardi 2002) faktor-faktor untuk mengukur semangat kerja adalah :

1. Absensi, karena absensi menentukan ketidakhadiran karyawan dalam tugasnya. Hal ini termasuk waktu yang hilang karena sakit, kecelakaan dan


(43)

pergi meninggalkan pekerjaan karena alasan pribadi tanpa diberi wewenang. Yang tidak diperhitungkan sebagai absensi adalah diberhentikan untuk sementara, tidak ada pekerjaan, cuti yang sah, atau periode libur dan pemberhentian kerja.

2. Kerjasama dalam bentuk tindakan kolektif seseorang terhadap orang lain. Kerjasama dapat dilihat dari kesediaan karyawan untuk bekerja sama dengan rekan kerja atau dengan atasan mereka berdasarkan untuk mencapai tujuan bersama. Selain itu, kerjasama dapat dilihat dari kesediaan untuk saling membantu diantara rekan sekerja sehubungan dengan tugas-tugasnya dan terlihat keaktifan dalam kegiatan organisasi. 3. Kepuasan kerja sebagai keadaan emosional yang menyenangkan atau tidak

menyenangkan dimana para karyawan memandang pekerjaan mereka. 4. Kedisiplinan sebagai suatu sikap dan tingkah laku yang sesuai peraturan

organisasi dalam bentuk tertulis maupun tidak. Dalam prakteknya bila suatu organisasi telah mengupayakan sebagian besar dari peraturan-peraturan yang ditaati oleh sebagian besar karyawan, maka kedisiplinan telah ditegakkan.

2.1.2.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Semangat Kerja

Naik turunnya semangat kerja karyawan disebabkan oleh beberapa faktor. Gellerman (1994) menyatakan bahwa moral kerja meliputi tiga bidang, yaitu :

1. Menyangkut kepuasan diluar pekerjaan seperti pendapatan, rasa aman dan kedudukan yang lebih tinggi.


(44)

37

2. Menyangkut kepuasan terhadap pekerjaan, yaitu minat kerja, peluang untuk maju dan prestise dalam organisasi.

3. Menyangkut kepuasan pribadi dan rasa bangga terhadap profesinya. Lateiner (1985) mengatakan bahwa faktor yang mempengaruhi semangat kerja adalah kebanggan karyawan atas pekerjaannya, hasrat untuk maju, perasaan telah diberlakukan dengan baik, kemampuan untuk bergaul dengan kawan sekerja dan kesadaran akan tanggung jawab terhadap pekerjaan.

Nawawi (1990) mengatakan bahwa faktor yang mempengaruhi semangat kerja adalah minat atau perhatian terhadap pekerjaan, upah/gaji, status sosial berdasarkan jabatan, tujuan yang mulia dan pengabdian, suasana lingkungan kerja dan hubungan manusiawi.

Nawawi (2003) faktor-faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya semangat kerja adalah :

1. Minat seseorang terhadap pekerjaaan yang dilakukan. Seseorang yang berminat dalam pekerjaanya akan dapat meningkatkan semangat.

2. Faktor gaji atau upah tinggi akan meningkatkan semangat kerja seseorang. 3. Status sosial pekerjaan. Pekerjaan yang memiliki status sosial yang tinggi

dan memberi posisi yang tinggi dapat menjadi faktor penentu meningkatnya semangat kerja.

4. Suasana kerja dan hubungan dalam pekerjaan. Penerimaan dan penghargaan dapat meningkatkan semangat kerja.

5. Tujuan pekerjaan. Tujuan yang mulia dapat mendorong semangat kerja seseorang.


(45)

Anoraga (1998) mengemukakan bahwa faktor yang mempengaruhi semangat kerja adalah keamanan kerja, kesempatan untuk mendapatkan kemajuan, lingkungan kerja, rekan sekerja yang baik dan gaji atau pendapatan.

Zainun (2004) menyatakan bahwa ada beberapa faktor yang mempengaruhi moral, yaitu :

1. Hubungan yang harmonis antara pimpinan dengan bawahan terutama antara pimpinan kerja sehari-hari langsung berhubungan dan berhadapan dengan para bawahan.

2. Kepuasan para karyawan terhadap tugas dan pekerjaan karena memperoleh tugas yang disukai sepenuhnya.

3. Terdapat satu suasana dan iklim kerja yang bersahabat dengan anggota organisasi, apa lagi dengan meraka yang sehari-hari banyak berhubungan dengan pekerjaan.

4. Rasa pemanfaatan bagi tercapainya tujuan organisasi yang juga merupakan tujuan bersama mereka yang harus diwujudkan secara bersama-sama pula. 5. Adanya tingkat kepuasan ekonomis dan kepuasan nilai lainnya yang

memadai sebagai imbalan yang dirasakan adil terhadap jerih payah yang telah diberikan kepada organisasi.

6. Adanya ketenangan jiwa, jaminan kepastian serta perlindungan terhadap segala sesuatu yang dapat membahayakan diri pribadi dan karier dalam perjalanan.

Danim (2004), faktor yang mempengaruhi moral kerja adalah kesadaran akan tujuan organisasi, hubungan antarmanusia dalam organisasi berjalan


(46)

39

harmonis, kepemimpinan yang menyenangkan, tingkatan organisasi, upah dan gaji, kesempatan untuk meningkat atau promosi, pembagian tugas dan tanggung jawab, kemampuan individu, perasaan diterima dalam kelompok, dinamika lingkungan dan kepribadian.

Dari sekian banyak faktor yang mempengaruhi semangat kerja karyawan, maka faktor yang sama dikelompokkan menjadi satu sehingga dapat dikatakan bahwa faktor yang mempengaruhi semangat kerja adalah:

1. Penempatan karyawan 2. Minat kerja

3. Kesempatan berprestasi 4. Kesempatan berpartisipasi 5. Hubungan kerja

6. Kepemimpinan 7. Kompensasi 8. Lingkungan kerja 9. Karakteristik pekerjaan

10.Kebijakan manajemen dan kepribadian.

2.1.2.5 Upaya Membina Semangat Kerja

Membina semangat kerja karyawan perlu dilakukan secra terus-menerus agar mereka menjadi terbiasa mempunyai semangat kerja yang tinggi. Dengan kondisi demikian, karyawan diharapkan dapat melaksanakan pekerjaan dengan baik dan kreatif. Pembinaan semangat kerja dalam suatu perusahaan tentulah pimpinan sebagai atasan langsung karyawan bersangkutan. Pembinaan semangat


(47)

kerja akan dapat berhasil jika pimpinan benar-benar menempatkan dirinya bersama-sama dengan karyawan dan berusaha memperbaiki kondisi kerja agar kondusif sehingga suasana kerja turut mendukung terbinanya semangat kerja.

Saydam (1996), keberhasilan pembinaan semangat kerja sangat bergantung pada supervise yang bermutu, kondisi kerja yang menyenangkan, adanya kesempatan untuk berpartisipasi, hubungan yang harmonis dan adanya aturan main yang jelas. Selain itu, teknik pengawasan dan kebijakan manajemen meliputi pengawas berusaha agar karyawan mempunyai minat kerja yang besar, memberi pujian, ada hubungan timbal balik antara perusahaan dengan masyarakat, kondisi fisik pekerjaan, kesempatan, peralatan kerja dan prosedur memperhatikan karyawan.

Zainun (2004), “Beberapa usaha positif dalam rangka menyelenggarakan motivasi untuk meningkatkan semangat kerja, yaitu orientasi, supervise, partisipasi, komunikasi, rekognasi, delegasi, kompetisi, integrasi dan motivasi silang.”

Sastrohadiwiryo (2002) menunjukan bahwa cara yang ditempuh untuk meningkatkan semangat kerja adalah memberikan kompensasi kepada tenaga kerja dalam porsi yang wajar, tetapi tidak memaksakan kemampuan perusahaan, menciptakan kondisi kerja yang mengirahkan semua pihak, memperhatikan kebutuhan yang berhubungan dengan spiritual tenaga kerja pada saat penyegaran sebagai media pengurangan ketegangan kerja dan memperkokoh rasa setia antara tenaga kerja dan manajemen, penempatan tenaga kerja pada posisi yang tepat,


(48)

41

peran tenaga kerja pengembangan aspirasi mendapatkan tempat yang wajar dan memperhatikan hari esok para tenaga kerja.

Nitisemito (1996) untuk meningkatkan semangat dan gairah kerja dilakukan dengan :

1. Pemberian gaji yang cukup. 2. Memperhatikan kebutuhan rohani. 3. Menciptakan suasana kerja yang santai. 4. Memperhatikan harga diri karyawan.

5. Menempatkan karyawan pada posisi yang tepat. 6. Memberikan kesempatan untuk maju.

7. Memberikan rasa aman menghadapi masa depan. 8. Mengusahakan karyawan memiliki loyalitas. 9. Mengajak karyawan berunding.

10.Memberikan insentif yang terarah.

11.Memberikan fasilitas kerja yang menyenangkan.

2.1.3 Kinerja Karyawan

2.1.3.1 Pengertian Kinerja Karyawan

Anwar Prabu Mangkunegara (2002:67) kinerja adalah :

“Hasil kerja secara kualitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.”


(49)

Marihot tua Efendi (2002:105) kinerja adalah :

“Hasil kerja yang dihasilkan oleh pegawai atau perilaku nyata yang

ditampilkan sesuai dengan perannya dalam organisasi”. Malayu Hasibuan (2005:105) memberikan pengertian kinerja adalah:

“Suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang diberikan kepadanya yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman

dan kesungguhan serta waktu”.

Dari pendapat para ahli diatas, dapat disimpulkan bahwa kinerja adalah hasil akhir dari tenaga dan pikiran yang dicapai seseorang dalam mengerjakan suatu pekerjaan.

2.1.3.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja

Mangkunegara (2002:67) faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja adalah faktor kemampuan (ability) dan faktor Motivasi (motivation).

1. Faktor Kemampuan

Secara psikologis, kemampuan (ability) pegawai terdiri dari kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan (Knowledge + Skill). Artinya, pegawai yang memiliki IQ diatas rata-rata (IQ 110-120) dengan pendidikan yang memadai untuk jabatannya dan terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari, maka ia akan lebih mudah mencapai kinerja yang diharapkan. Oleh karena itu pegawai perlu ditempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya (the right in the right place, the right man in the right job).


(50)

43

2. Faktor Motivasi

Motivasi tumbuh dari sikap (attitude) seorang pegawai yang menghadapi situasi (situation) kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan diri pegawai yang terarah untuk mencapai tujuan perusahaan.

Sikap mental merupakan kondisi yang mendorong diri pegawai untuk berusaha mencapai kinerja secara maksimal. Seorang pegawai harus memiliki sikap mental yang siap secara psikologi (mental, fisik, tujuan dan situasi). Artinya, seorang pegawai harus siap secara mental, maupun secara fisik, memahami tujuan utama dan target kerja yang akan dicapai, mampu memanfaatkan dan menciptakan situasi kerja aman dan nyaman sesama karyawan.

Menurut Mangkunegara (2002:67) hal yang perlu diperhatikan oleh manajer sumber daya manusia dalam kinerja karyawan, yang dijadikan penulis sebagai indikator antara lain meliputi :

1. Kualitas kerja adalah menunjukan hasil kerja yang dicapai dari segi ketepatan, ketelitian dan keterampilan.

2. Kuantitas kerja adalah menunjukkan hasil kerja yang dicapai dari segi keluaran atau hasil tugas-tugas rutinitas dan kecepatan dalam menyelesaikan tugas itu sendiri.

3. Kerjasama menyatakan kemampuan karyawan dalam berpartisipasi dan bekerjasama dengan orang lain dalam menyelesaikan tugas.


(51)

4. Tanggung jawab menyatakan seberapa besar karyawan dalam menerima dan melaksanakan pekerjaannya.

5. Inisiatif yakni bersemangat dalam menyelesaikan tugasnya, serta kemampuan dalam membuat suatu keputusan yang baik tanpa adanya pengarahan terlebih dahulu.

2.1.3.3 Pengertian Penilaian Kinerja

Menurut Wahyudi (2002:101) secara umum penilaian kinerja dapat diartikan, “Sebagai suatu evaluasi yang dilakukan secara periodik dan sistematis tentang kinerja atau jabatan (Job Performance) seorang tenaga kerja, termasuk

potensi pengembangannya”.

Dari hasil penelitian kinerja dapat diketahui kelebihan dan kekurangan dari pekerjaan yang dinilai dan hasilnya oleh manajemen dan dijadikan sebagai dasar bagi tindakan-tindakan selanjutnya seperti :

1. Untuk mengukur kinerja, yakni sampai sejauh mana seorang tenaga kerja berhasil dalam pekerjaannya.

2. Mengukur keberhasilan tenaga kerja dalam mengikuti program pelatihan dan pengembangan.

3. Untuk mengumpulkan data yang akan digunakan dalam rangka memperbaiki atau mengembangkan kecakapan tenaga kerja, di samping untuk melakukan pengecekan secara periodik.

4. Untuk mengumpulkan data guna pertimbangan-pertimbangan dalam program mutasi personal.


(52)

45

5. Untuk mengumpulkan data yang diperlukan guna menetapkan pemberian insentif.

2.1.3.4 Model Penilaian Kinerja

Penilaian kinerja pada dasarnya membandingkan standar kerja yang diharapkan perusahaan dengan kinerja yang diperlihatkan oleh karyawan. Penilaian kinerja berhubungan erat dengan umpan balik yang spesifik, sehingga dapat membantu para karyawan dalam perencanaan karier, keperluan pelatihan dan berbagai keputusan lain. Berikut model penilaian kinerja :

Sumber : Veithzal Rivai (2004:317)

Gambar 2.1 Model Penilaian Kinerja

Berdasarkan gambar di atas menjelaskan bahwa penilaian kinerja karyawan dimulai dengan kinerja karyawan yang ditetapkan oleh perusahaan, sehingga dapat dinilai apakah karyawan tersebut telah mencapai target kinerja

Kinerja Baru

Standar Kinerja Ukuran Kinerja

Dokumen Karyawan Keputusan

SDM

Umpan Balik Penilaian


(53)

perusahaan atau belum. Hal tersebut dijadikan sebagai umpan balik bagi karyawan yang dinilai.

2.1.3.5Standar Penilaian Kinerja

Standar kinerja dirumuskan sebagai tolak ukur untuk mengadakan perbandingan antara apa yang telah dilakukan dengan apa yang yang diharapkan dan kaitannya dengan pekerjaan atau jabatan yang telah dipercayakan kepada seseorang. Standar itu dapat pula dijadikan ukuran mengadakan pertanggung jawaban terhadap apa yang telah dilakukan. Menurut A. A. Anwar Prabu Mangkunegara (2002:69) terdapat beberapa faktor kinerja sebagai standar penilaian kinerja, yaitu :

1.) Kualitas kerja yang meliputi ketepatan, ketelitian, keterampilan serta kebersihan.

2.) Kualitas kerja yang meliputi output rutin, serta output non rutin (ekstra). 3.) Keandalan atau dapat tidaknya diandalkan yakni dapat tidaknya meliputi

intruksi, kemampuan, inisiatif, kehati-hatian serta kerajinan.

4.) Sikap yang meliputi sikap terhadap perusahaan, pegawai lain, pekerjaan serta kerjasama.

2.1.3.6Tolak Ukur Penilaian Kinerja

Menurut Dr. Soekijo Notoatmojo yang dikutip oleh Suwanto (2001:89-90) bahwa agar penilaian dapat mencapai tujuan, maka ada dua hal yang perlu diperhatikan yaitu :


(54)

47

1.) Penilaian harus berhubungan dengan pekerjaan atau (job related). Artinya sistem penilaian itu harus benar-benar menilai perilaku atau kerja yang mendukung kegiatan organisasi dimana karyawan itu bekerja.

2.) Adanya standar pelaksanaan kerja (performance standard). Standar pelaksanaan adalah ukuran yang dipakai untuk menilai prestasi kerja. Agar penilaian itu efektif, maka standar penilaian hendaknya berhubungan dengan hasil-hasil yang diinginkan setiap pekerjaan, dengan demikian maka standar pelaksanaan kerja ini semacam alat ukur untuk prestasi kerja.

2.1.3.7 Pengertian dan Pengukuran Kinerja Karyawan

Pengertian Kinerja yaitu suatu hasil kerja yang dihasilkan oleh seorang karyawan diartikan untuk mencapai tujuan yang diharapkan. Menurut Anwar Prabu Mangkunegara (2000:67) dalam bukunya Sumber Daya Manusia Perusahaan, mengemukakan pengertian kinerja sebagia berikut: “Kinerja adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan

dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikannya”.

A. A. Anwar Prabu Mangkunegara (2004:67) bahwa istilah Kinerja berasal dari Kata Job Performance/ Actual Performance (Prestasi Kerja atau Prestasi sesungguhnya yang dicapai oeh seseorang). Pengertian Kinerja (Prestasi Kerja) Prestasi sesungguhnya yang dcapai oleh seseorang). Pengertian Kinerja (Prestasi Kerja) adalah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.


(55)

Milkovich and Boudreau (1977:100) mengatakan, “Bahwa Kinerja Karyawan merupakan tingkat dimana karyawan melaksanakan pekerjaan sesuai dengan syarat-syarat yang telah di tentukan.”

Malayu S. P. H (1990:105) mengatakan, “Bahwa Prestasi Kerja adalah suatu hasil kerja yang dicapai seorang tenaga kerja dalam melaksanakan tugas-tugas yang di bebankan kepada seseorang yang didasarka atas kecakapan, pengalaman, kesungguhan dan waktu. Prestasi Kerja ini adalah golongan dari 3 Faktor penting yaitu : Kemampuan penerimaan atas penjelasan delegasi tugas dan peran serta tingkat motivasi seorang pekerja.

Peneliti juga akan mengemukakan tentang definisi kinerja karyawan menurut Bernandin dan Russell (1993:135) yang dikutip oleh Faustino Cardoso Gomes dalam bukunya yang berjudul Human Resource Management,

“Performansi adalah cacatan yang dihasilkan dari fungsi suatu pekerjaan tertentu atau kegiatan selama periode waktu tertentu.”

Berdasarkan uraian tersebut di atas mengungkapkan bahwa dengan hasil kerja yang dicapai oleh seorang karyawan dalam melakukan suatu pekerjaan dapat dievaluasi tingkat kinerja karyawannya, maka kinerja karyawan harus dapat ditentukan dengan pencapaian target selama periode waktu yang dicapai organisasi.

Ukuran-ukuran dari Kinerja Karyawan yang dikemukakan oleh Bernandin dan Russell (1993:135) yang dikutip oleh Faustino Cardoso Gomes dalam bukunya yang berjudul Human Resource Management, yaitu sebagai berikut :


(56)

49

1. Quantity of work : Jumlah kerja yang dilakukan dalam suatu periode yang ditentukan.

2. Quality of work : Kualitas kerja yang dicapai berdasarkan syarat-syarat kesesuaian dan kesiapannya.

3. Job Knowledge : Luasnya pengetahuan mengenai pekerjaan dan keterampilannya.

4. Creativeness : keaslkian gagasan-gagasan yang dimunculkan dan tindakan-tindakan untuk menyelesaikanCreativeness : keaslkian gagasan-gagasan yang dimunculkan dan tindakan-tindakan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan yang timbul.

5. Coorporation : Kesediaan untuk kerjasama dengan orang lain atau sesama anggota organisasi.

6. Dependability : Kesadaran untuk dapat dipercaya dalam hal kehadiran dan penyelesaian kerja.

7. Intiative : Semangat untuk melaksanakan tugas-tugas baru dan dalam memperbesar tanggungjawabnya.

8. Personal Qualities : Menyangkut kepribadian, kepemimpinan, keramahtamahan dan integritas pribadi.


(57)

2.1.4 Keterkaitan antar Variabel Penelitian

2.1.4.1 Hubungan Kualitas Kehidupan Kerja dengan Semangat Kerja

Program kualitas kehidupan kerja dimaksud sebagai suatu cara untuk meningkatkan semangat kerja para karyawan.

Dalam proses pengambilan kebijakan organisasi selalu diperhitungkan berbagai aspek kualitas kehidupan kerja supaya tidak terjadi kontra produktif akibat menurunnya semangat kerja. Kasus kontra produktif akibat menurunnya semangat kerja dapat saja terjadi apabila dengan suatu kebijakan baru karyawan merasa terkurangi haknya atau berkurang kesempatan untuk berkembang, berprestasi, berpartisipasi, aspek imbalan dan kenyamanan lingkungan kerja.

Sebaiknya program kualitas kehidupan kerja dimaksud agar dilakukan perbaikan terus menerus untuk membangkitkan semangat kerja, misalnya dengan memberi kesempatan yang lebih baik dalam berpartisipasi, tantangan, harapan, kesejahteraan dan lingkungan kerja yang lebih menjanjikan.

Program kualitas kehidupan kerja menjadi popular dan mendapat respon positif pada akhir-akhir ini karena dipandang sebagai suatu cara yang berpengaruh positif terhadap semangat kerja yang bermuara pada peningkatan kinerja sekaligus peningkatan kesejahteraan dan kehidupan sosial karyawan.

Menurut Gitosudarmo (2000) sasaran utama kualitas kehidupan kerja terdiri dari 4 unsur yaitu :

1. Program Kualitas Kehidupan Kerja menciptakan organisasi yang lebih demokratis dimana setiap orang memiliki suara terhadap sesuatu yang mempengaruhi kehidupannya.


(58)

51

2. Mencoba memberikan andil imbalan finansial dari organisasi sehingga setiap orang mendapat manfaat dari kerjasama yang lebih besar, produktivitas lebih tinggi, dan meningkatkan profitabilitas.

3. Mencoba mencari cara untuk menciptakan keamanan kerja yang lebih besar dengan meningkatkan daya hidup organisasi dan lebih meningkatkan hak karyawan.

4. Mencoba meningkatkan pengembangan individu dengan menciptakan kondisi yang mendukung terhadap pertumbuhan pribadi.

Program kualitas kehidupan kerja juga mempunyai potensi meningkatkan komunikasi internal dan kelompok, meningkatkan koordinasi, motivasi dan kapabilitas karyawan.

Peningkatan-peningkatan potensi tersebut dapat diubah ke dalam peningkatan semangat kerja seperti tergambar dalam gambar 2.2 berikut :

Gambar 2.2

Hubungan Kualitas Kehidupan Kerja dengan Semangat Kerja Program

KKK

Meningkatkan Komunikasi Internal dan Kelompok.

Meningkatkan Koordinasi

Meningkatkan Motivasi

Meningkatkan Kapabilitas

Meningkatkankan Semangat Kerja


(1)

132

4. Kualitas kehidupan kerja dan semangat kerja berpengaruh signifikan terhadap kinerja karyawan pada PT. Indonesia Power UBP Saguling, maka perusahaan hendaknya lebih memperhatikan penerapan kualitas kehidupan kerja yang sesuai dengan kebutuhan karyawan sehingga dapat meningkatkan kinerja karyawan. Pihak manajemen hendaknya dapat memprioritaskan penerapan kualitas kehidupan kerja yang tepat dan sesuai dengan kebutuhan karyawan agar visi dan misi karyawan dan instansi dapat tercapai.


(2)

133

Work Life dalam Meningkatkan Motivasi Karyawan. Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB.

Anwar Prabu Mangkunegara, 2000. Manajemen Sumber Daya Manusia, Perusahaan, Rosdakarya, Bandung.

________, 2002. Manajemen Sumber Daya Manusia, Perusahaan, Rosdakarya, Bandung .

Arifin, Noor. (1999). Aplikasi Konsep Quality of Work Life (QWL) dalam Upaya Menumbuhkan Motivasi Karyawan Berkinerja Unggul. Jakarta. Majalah Usahawan No. 10 Thn. XXVIII Oktober.

Ayu, I Gusti. (2008). Membina Semangat Kerja untuk Meningkatkan Produktivitas Kerja Karyawan. Denpasar. Fakultas Ekonomi., Universitas Udayana.

Bruce, Anne. (2003). Building a High Morale Workplace. Mc Graw-Hill. New York.

Deming, W. (1986). Out of the Crisis Quality Produktivity and Competitive Position. Cambridge University Press. Cambridge.

Djamilah, Siti. (2001). Kesehatan dan Keselamatan Kerja sebagai Upaya Peningkatan Kualitas Kehidupan Kerja dan Kualitas Kehidupan. Jakarta. Majalah Lompak No. 01 Edisi Januari.

Gibson, James L., Ivancevich, John M,. and Donelly JR, James H., (1997). Organisasi: Perilaku, Struktur, Proses. (Alih bahasa: Nunuk Adiarni), Edisi ke-8, Binarupa Aksara. Jakarta.

Gitosudarmo, Indriyo dan Nyoman Sudita. (2000). Perilaku Keorganisasian. Edisi Pertama. Cetakan Kedua. Yogyakarta. Penerbit: BPFE.

Hasibuan, Malayu SP. (2000). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta. Penerbit: Bumi Aksara.

Irianto, Yusuf. (1994). Upaya Meningkatkan Semangat Kerja: Suatu Tinjauan Teoritik Aliran Hubungan Kemanusiaan (Rubrik: Perkembangan Teori). Jakarta. Majalah Usahawan No. 04 Thn. XXIII, April.

Luthansm F. (1996). Organizational Behavior. 7 Edition. Mc. Graw Hill Book Co., Singapore


(3)

134

Nawawi, Hadari. (2000). Manajemen Sumber Daya Manusia untuk Bisnis dan Kompetitif. Cetakan Keempat. Yogyakarta. Penerbit: Gadjah Mada University Press.

_______. (2003). Kepemimpinan Mengefektifkan Organisasi. Yogyakarta. Gadjah Press.

Sugiono. (2000). Metode Penelitian Bisnis. Bandung : CV Alfabeta

Tjutju., Suwatno. (2009). Manajemen Sumber Daya Manusia. Teori, Aplikasi dan Isu Penelitian. Cetakan kedua. Bandung. Penerbit: Kerjasama Sekolah Pascasarjana Universitas Pendidikan Indonesia dengan CV. Alfabeta. Umar, Husein. (2001). Riset Sumber Daya Manusia dalam Organisasi. Cetakan

keempat. Jakarta Penerbit: Gramedia Pustaka Utama,

Umi Narimawati, 2007, Riset Manajemen Sumber Daya Manusia. Agung Media: Jakarta.

Usman, Jaelani. (2009). Pengaruh Quality of Work Life terhadap Semangat Kerja di Pertamina Eksplorasi dan Produksi Rantau. Tugas Akhir Program Master (TAPM). Program Pascasarja Universitas Terbuka Jakarta. Veithzal Rivai, 2004. “Manajemen Sumber Daya Manusia Untuk Perusahaan”,

Murai Kencana, Jakarta.

Wayne, Cascio F. (1992). Managing Human Resource, Quality of Work Life, Profit, 3rd ed, Graduate School of Business University of Colorado, Denver. Mc Graw-Hill Inc. Singapore.

Sumber lain :


(4)

184

Nama : Dewi Sukma Nurnisa

Tempat, Tanggal Lahir : Bandung, 30 April 1989 Jenis Kelamin : Perempuan

Umur : 22 Tahun

Pendidikan Terakhir : Sedang menjalani Pendidikan Strata 1 Program Studi Ekonomi Manajemen Spesialisasi

Manajemen Sumber Daya Manusia di Universitas Komputer Indonesia (UNIKOM)

Agama : Islam

Alamat : Jl. Rajamandala-Saguling Kp. Pakemitan rt/rw : 01/11 No 25 Desa Rajamandala Kec. Cipatat Kab. Bandung Barat

Telepon : 0899-612-7876

Status : Belum Menikah

Nama Ayah : Drs. H. Ali Sukmana

Pekerjaan : Pegawai BUMN

Nama Ibu : Hj. Siti B Sunarti

Pekerjaan : Wiraswasta

Alamat Orang-Tua : Jl. Rajamandala-Saguling Kp. Pakemitan rt/rw : 01/11 No 25 Desa Rajamandala Kec. Cipatat Kab. Bandung Barat


(5)

185

PENDIDIKAN

1. TKA. AL-MANAR 1995

2. TK. PERTIWI 1996

3. SDN Rajamandala 3 1996 – 2001 4. SMPN 1 Cipatat 2001 – 2004 5. Ponpes Alburhanurramli 2001 – 2007 6. SMAN 1 Cipatat 2004 – 2007

7. UNIVERSITAS KOMPUTER INDONESIA (UNIKOM) 2007

SEMINAR DAN PELATIHAN

1. Tanggal 20 April 2006 sebagai Juara Pertama Lomba Kaligrafi dalam Peringatan Maulid Nabi Muhammad SAW di Kampus SMA Negeri 1 Cipatat Kabupaten Bandung (Bersertifikat).

2. Tanggal 13-23 Maret 2006 sebagai peserta Pelatihan Komputer Dasar

Angkatan ke III “Program Community Development di Unit Bisnis

Pembangkitan (UBP) Saguling (Bersertifikat).

3. Januari 2008 sebagai peserta “Mentoring ke Islaman UNIKOM Tahun

ajaran 2007/2008”, di Auditorium UNIKOM (Bersertifikat).

4. Tanggal 13 Maret 2008 sebagai peserta “Kegiatan Motivation Training”,

di Auditorium UNIKOM (Bersertifikat).

5. Tanggal 7 Mei 2008 sebagai peserta ISLAMIC EXPO 2008 Forum Studi

Islam PAAP FE UNPAD, dalam acara bedah buku islam 2008 “Saksikan Bahwa Aku Seorang Muslim”, di Ruang Multimedia FE UNPAD

(Bersertifikat).

6. Juni 2008 sebagai peserta BEAUTY WORKSHOP yang diselenggarakan oleh BIOKOS LABORATOIRES MT FRANCE dan CARING COLOURS MARTHA TILAAR, di Auditorium UNIKOM (Bersertifikat).


(6)

8. Tanggal 28 Februari 2009 sebagai peserta SEMINAR MUSLIMAH “Atas

Nama Cinta” (Mengupas Liku-Liku Cinta Remaja Dalam Perspektif

Islam) di Auditorium UNIKOM (Bersertifikat).

9. Tanggal 3-9 Mei 2009 sebagai peserta “Kegiatan Studi Banding

Mahasiswa Fakultas Ekonomi UNIKOM”, ke Koperasi Tom’s Silver,

Yogyakarta (Bersertifikat).

10. Tanggal 2 Juli 2009 sebagai peserta “Seminar Pengenalan Spesialisasi

Jurusan Manajemen”, di Auditorium UNIKOM (Bersertifikat).

11. Tanggal 8 Mei 2010 sebagai peserta SEMINAR UMUM “Cerdas

Mengelola Keuangan Pribadi”, di Auditorium UNIKOM (Bersertifikat).

12. Tanggal 8 Juli 2010 sebagai peserta Program Pengabdian Pada Masyarakat Fakultas Ekonomi UNIKOM bekerjasama dengan Penerbit ANDI

Yogyakarta dalam “Pelatihan Penulisan Naskah Buku dan Karya Ilmiah”,

di Auditorium UNIKOM (Bersertifikat).

13. Tanggal 4 Oktober 2010 s.d 7 Februari 2011 sebagai peserta Pelatihan Pajak Terapan A & B Terpadu Angkatan VI Gelombang VI, TAX CENTER UNIKOM bekerjasama dengan Forum Studi dan Transparasi Pajak (FORTRANS) (Bersertifikat).

14. Tanggal 14 Desember 2010 sebagai peserta dalam acara “Management

Simulation, Teamwork, Education and Relationship Program (MASTER Program), di Auditorium UNIKOM (Bersertifikat).

15. Tanggal 28 Mei 2011 sebagai peserta “TREND CYBERPRENEURSHIP