Komposisi Kimia Tambelo (Bactronophorus Sp.) Dan Karakteristik Produk Hasil Fermentasinya.

KOMPOSISI KIMIA TAMBELO (Bactronophorus sp.) DAN
KARAKTERISTIK PRODUK HASIL FERMENTASINYA

LELY OKMAWATY ANWAR

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Komposisi Kimia
Tambelo (Bachtronophorus sp.) dan Karakteristik Produk Hasil Fermentasinya
adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Oktober 2015

Lely Okmawaty Anwar
NIM C351120021

RINGKASAN
LELY OKMAWATY ANWAR. Komposisi Kimia Tambelo (Bactronophorus sp.)
dan Karakteristik Produk Hasil Fermentasinya. Dibimbing oleh LINAWATI
HARDJITO dan DESNIAR.
Tambelo (Bactronophorus sp.) adalah hewan penggerek kayu yang
dikelompokkan kedalam filum moluska. Tambelo hidup pada batang kayu bakau
yang telah mati dan mengalami proses pembusukan. Pengalaman empiris
masyarakat pantai Sulawesi Tenggara dan beberapa hasil penelitian menunjukkan
tambelo memiliki nilai gizi yang tinggi sehingga bermanfaat bagi kesehatan.
Tambelo jenis Bactronophorus sp. di pantai Sulawesi Tenggara ditemukan hidup
pada bakau Rhizophora sp., Bruguiera sp. dan Sonneratia sp.
Tambelo mudah membusuk dan pengolahan tambelo belum banyak dilakukan
sehingga tingkat pemanfaatannya rendah. Oleh karena itu pembuatan tambelo
fermentasi dapat menjadi alternatif pemanfaatan hewan ini. Fermentasi secara tidak
spontan memberikan kualitas fisika-kimia dan mikrobiologi produk lebih baik

dibanding fermentasi spontan dan bakasang berpotensi sebagai starter untuk
membuat produk fermentasi. Tujuan penelitian ini adalah menentukan profil berat
dapat dimakan (BDD), komposisi kimia, asam amino, asam lemak dan kelompok
senyawa kimia tambelo yang hidup pada bakau Rhizophora sp., Sonneratia sp. dan
Bruguiera sp. di perairan pantai Sulawesi Tenggara, membuat produk tambelo
fermentasi dan menentukan profil komposisi kimia dan asam amino tambelo
fermentasi.
Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2014 hingga Agustus 2014.
Penelitian dilaksanakan dalam tiga tahap. Tahap pertama adalah karakterisasi
daging tambelo yang meliputi analisis bagian dapat dimakan (BDD), komposisi
kimia, asam amino, asam lemak, dan kelompok senyawa kimia. Tahap kedua
adalah pembuatan produk fermentasi tambelo. Nilai pH, kadar NaCl, total mikroba
dan total bakteri asam laktat (BAL) dianalisis setiap minggu hingga 4 minggu
fermentasi. Tahap ketiga adalah karakterisasi produk tambelo fermentasi yang
meliputi analisis komposisi kimia dan asam amino.
Tambelo yang hidup pada bakau Rhizophora sp. memiliki kadar protein dan
kadar lemak lebih tinggi dibanding tambelo pada Sonneratia sp. dan Bruguiera sp.
Selama fermentasi nilai pH menurun dan kadar NaCl cenderung stabil. Total
mikroba dan bakteri asam laktat (BAL) meningkat sampai minggu kedua, dari
minggu kedua sampai minggu ketiga cenderung stabil, kemudian dari minggu

ketiga sampai minggu keempat mengalami penurunan. Sebelum fermentasi tambelo
megandung kadar air 82,51 % dan setelah fermentasi 82 %. Kadar abu sebelum
fermentasi 2,27 % dan setelah fermentasi 1,48 %. Kadar protein sebelum fermentasi
8,21 % dan setelah fermentasi 9,50 %. Kadar lemak sebelum fermentasi 3,34 % dan
setelah fermentasi 0,42 %. Kadar karbohidrat (by different) sebelum fermentasi
3,67 % dan setelah fermentasi 6,60 %. Persentasi asam amino bebas pada tambelo
fermentasi cenderung meningkat dibandingkan sebelum fermentasi. Mikroba yang
ada pada bakasang mampu menghidrolisis komponen yang ada pada tambelo
sehingga bakasang dapat digunakan sebagai starter untuk fermentasi tambelo.
Kata kunci : bakasang, fermentasi, tambelo.

SUMMARY
LELY OKMAWATY ANWAR. Chemical Compositions of Tambelo
(Bactronophorus sp.) and its Fermentation Product Characteristics. Supervised by
LINAWATI HARDJITO and DESNIAR.
Tambelo (Bactronophorus sp.) is a wood borer grouped into mollusc.
Tambelo lives in died and decayed mangrove logs. Based on the empirical
experiences of the coastal people of Southeast Sulawesi and previous research, it
indicated that tambelo is rich in nutrition for humans health. Tambelo
(Bactronophorus sp.) in Southeast Sulawesi coast lives in Rhizophora sp.,

Sonneratia sp. and Bruguiera sp. mangroves.
Tambelo is highly perishable and it is rarely processed, therefore fermenting
the tambelo is the alternative way to use it. Nonspontaneous fermentation shows
physical-chemical and microbiological characteristics better than spontaneous
fermentation and bakasang is potentially used as a starter in fermentation. The
objectives of this research were to determine the edible portion, chemical
composition, amino acids, fatty acids, and chemical compound group of tambelo
that lived in Rhizophora sp., Sonneratia sp. and Bruguiera sp. mangroves in
Southeast Sulawesi coast, to produce fermented tambelo and to determine
chemical composition and amino acids of fermented tambelo.
The research was conducted from January 2014 to August 2014. The
reseach consisted of three stages. The first was characterization of tambelo such as
the analysis of edible portion, chemical composition, amino acids, fatty acids, and
chemical compound group. The second was to ferment tambelo. The value of pH,
NaCl concentration, total microbes, and total lactic acid bacteria (LAB) were
analyzed weekly during fermentation periode. The third was characterization of
fermented tambelo. Chemical composition and amino acid composition were
determined after fermentation.
The protein and fat contents of Rhizophora sp. was higher than tambelo
which lived in Sonneratia sp. and Bruguiera sp. During fermentation, pH

decreased and NaCl concentration relatively constant. Total microbes and total
lactic acid bacteria (LAB) increased up to two week of fermentation period.
Afterwards they were relatively constant up to the third week, then decreased
from third week to fourth week. The water content of tambelo was 82,51 % and
82,00 % before and after fermentation, respectively. The protein content was 8,21
% and 9,50 % before and after fermentation, respectively. The fat content was
3,34 % and 0,42 % before and after fermentation, respectively. The ash content
was 2,27 % and 1,48 % before and after fermentation, respectively. The
carbohydrate content (by different) was 3,34 % and 6,60 % before and after
fermentation, respectively. The free amino acids percentage of fermented tambelo
relatively increased than before fermentation. Bakasang contained microbes that
can hydrolyse the components on tambelo, therefore bakasang can be used as a
starter for fermentation of tambelo.
Key words : bakasang, fermentation, tambelo

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau

tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

KOMPOSISI KIMIA TAMBELO (Bactronophorus sp.) DAN
KARAKTERISTIK PRODUK HASIL FERMENTASINYA

LELY OKMAWATY ANWAR

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Teknologi Hasil Perairan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015


Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Prof Dr Ir Lilis Nuraida, MSc

Judul Tesis : Komposisi Kimia Tambelo (Bactronophorus sp.) dan Karakteristik
Produk Hasil Fermentasinya
Nama
: Lely Okmawaty Anwar
NIM
: C351120021

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Prof Dr Ir Linawati Hardjito, MSc
Ketua

Dr Desniar, SPi MSi
Anggota

Diketahui oleh


Ketua Program Studi
Teknologi Hasil Perairan

Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Wini Trilaksani, MSc

Dr Ir Dahrul Syah, MSc Agr

Tanggal Ujian: 02 Juli 2015

Tanggal Lulus:

PRAKATA

Alhamdulilah, puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu
wa ta’ala atas segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan.
Tema yang dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Januari 2014
sampai Agustus 2014 ini ialah Komposisi Kimia Tambelo (Bactronophorus sp.)

dan Karakteristik Produk Hasil Fermentasinya.
Terima kasih penulis ucapkan kepada ibu Prof Dr Ir Linawati Hardjito MSc
dan ibu Dr Desniar SPi MSi selaku pembimbing, atas curahan waktu, perhatian,
motivasi dan pikiran sehingga mengantarkan penulis dapat menyelesaikan
penelitian ini. Terimakasih juga penulis ucapkan kepada seluruh dosen dan staf
pegawai jurusan Teknologi Hasil Perairan atas arahan dan ilmu yang diberikan
selama ini. Penghargaan yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada ibu
Prof Dr Ir Lilis Nuraida MSc selaku dosen penguji atas arahan dan ilmu yang
diberikan, ibu Iswaty MSc staf Laboratorium Pangan dan Gizi Universitas Halu
Oleo, yang telah membantu selama analisis dan pengumpulan data. Penghargaan
yang sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada Ayahanda Alm. Anwar Djasmi
dan Ibunda Suryati, adik-adikku tercinta Syaiful Anwar SIp dan Citra Aryani
Anwar, guru tercinta Prof. Iwan Muh. Pundeng dan Abrianus Muh. Pundeng serta
paman tercinta Prof. Djuradi atas segala doa, kasih sayang serta dukungan baik
materil maupun moril selama ini. Terima kasih penulis ucapkan kepada Dirjen
Pendidikan Tinggi (Dikti) atas bantuan dana pendidikan yang diberikan melalui
Beasiswa BPPS Dikti 2012. Terimakasih kepada teman-teman Pasca Sarjana
Teknologi Hasil Perairan, Forum Wacana Sulawesi Tenggara dan teman-teman
civitas akademika Univesitas Muhammadiyah Kendari terkhusus Fakultas
Perikanan dan Ilmu Kelautan, atas kebersamaan selama ini dan semoga

silaturahim tetap terjaga.
Penulis berharap semoga karya ilmiah ini bermanfaat bagi semua pihak dan
berguna bagi kemajuan ilmu pengetahuan.

Bogor, Oktober 2015
Lely Okmawaty Anwar

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

x

DAFTAR GAMBAR

x

DAFTAR LAMPIRAN

x


1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian

1
1
2
4
4

2 METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Bahan dan Alat
Prosedur Penelitian
Karakterisasi Daging Tambelo
Pembuatan Produk Fermentasi
Karakterisasi Produk Tambelo Fermentasi
Analisis Data

5
5
5
5
6
13
17
17

3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Daging Tambelo
Bagian Dapat Dimakan (BDD)
Komposisi Kimia
Komposisi Asam Amino
Komposisi Asam Lemak
Kelompok Senyawa Kimia
Fermentasi Tambelo
Nilai pH, Total Mikroba dan Total Bakteri Asam Laktat (BAL)
Kadar Garam (NaCl)
Produk Tambelo Fermentasi
Komposisi Kimia
Komposisi Asam Amino

18
18
18
19
23
25
26
28
29
32
33
33
35

4 KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Saran

37
37
37

DAFTAR PUSTAKA

38

LAMPIRAN

44

RIWAYAT HIDUP

50

DAFTAR TABEL
1 Bagian dapat dimakan (BDD) tambelo (Bactronophorus sp.) yang
hidup pada beberapa jenis bakau
2 Komposisi kimia daging tambelo (Bactronophorus sp.) segar yang
hidup pada beberapa jenis bakau
3 Komposisi asam amino daging tambelo (Bactronophorus sp.) segar
yang hidup pada beberapa jenis bakau
4 Komposisi asam lemak tak jenuh (% b/b) total lemak daging tambelo
(Bactronophorus sp.) yang hidup pada beberapa jenis bakau
5 Kelompok senyawa kimia ekstrak metanol tambelo
(Bactronophorus sp.) yang hidup pada beberapa jenis bakau
6 Nilai pH, kadar NaCl, total mikroba, dan total bakteri asam laktat
(BAL) pada bakasang (starter), daging tambelo (setelah perendaman),
dan campuran (daging tambelo, starter dan garam) sebelum fermentasi
7 Komposisi kimia daging tambelo segar (sebelum fermentasi) dan
produk tambelo fermentasi
8 Persentasi asam amino daging tambelo segar (sebelum fermentasi) dan
produk tambelo fermentasi

19
20
24
26
27

29
34
35

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5

Kerangka pemikiran penelitian
Diagram alir penelitian
Prosedur pembuatan produk fermentasi tambelo
Morfologi tambelo (Bactronophorus sp.)
Perubahan nilai pH, total mikroba dan total bakteri asam laktat selama
4 minggu fermentasi tambelo
6 Perubahan kadar NaCl selama 4 minggu fermentasi tambelo

3
6
14
18
30
32

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8

Daging tambelo (Bacronophorus sp.) segar
Daging tambelo (Bacronophorus sp.) kering
Tambelo yang hidup pada beberapa jenis bakau
Daging tambelo segar tanpa isi saluran pencernaan, pallet, dan
cangkang kepala
Pemeraman daging tambelo selama fermentasi
Koloni mikroba pada media PCA (pengenceran 10-2)
Koloni bakteri asam laktat (BAL) pada media MRSA
(pengenceran 10-4)
Produk tambelo fermentasi

45
45
46
47
48
48
49
49

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Pemanfaatan organisme laut tidak hanya terbatas sebagai bahan makanan,
tetapi juga sebagai sumber bahan alami yang berpotensi sebagai bahan baku obat
(Handayani et al. 2011). Tambelo (Bactronophorus sp.) adalah salah satu moluska
yang terdapat pada ekosistem mangrove. Tambelo merupakan hewan penggerek kayu
yang hidup di dalam batang kayu bakau mati akibat proses pelapukan dan mengalami
pembusukan secara alami. Masyarakat pantai di Sulawesi Tenggara memanfaatkan
tambelo sebagai bahan pangan dan obat tradisional karena dipercaya dapat mencegah
dan menyembuhkan berbagai macam penyakit. Tambelo dikonsumsi dalam keadaan
mentah atau matang. Selain masyarakat pantai di Sulawesi Tenggara, daging tambelo
dipercaya berkhasiat mencegah dan menyembuhkan sakit pinggang, rematik, batuk,
flu, malaria, meningkatkan produksi air susu ibu, nafsu makan, dan vitalitas pria oleh
masyarakat suku Kamoro kabupaten Mimika di Papua (Hardiansyah et al. 2007),
sebagian masyarakat Bangka (Syaputra et al. 2007), masyarakat Brazil Utara
(Trindade-Silva et al. 2009), dan masyarakat Philipina (Betia 2011).
Penelitian terdahulu mengenai tambelo oleh Griffin et al. (1996) melaporkan
bahwa enzim alkaline protease yang diisolasi dari bakteri pada tambelo Psiloteredo
healdi (Teredinidae) efektif digunakan sebagai bahan tambahan pada pembuatan
deterjen pembersih lantai, piring dan lensa kaca. Syaputra et al. (2007) melaporkan
bahwa fermentasi tambelo secara spontan dengan perlakuan garam 10% selama 20
hari memiliki nilai organoleptik terbaik. Trindade-Silva et al. (2009) melaporkan
bahwa bakteri yang diisolasi dari insang tambelo Neo teredo reynei (Tereninidae)
dapat menghambat bakteri gram positif dan negatif. Leiwakabessy (2011) melaporkan
bahwa daging tambelo mengandung 17 jenis asam amino dan 15 jenis asam lemak,
serta mengandung senyawa alkaloid, flavonoid, steroid, triterpenoid dan saponin.
Selanjutnya, Syaputra et al. (2012) melaporkan bahwa ekstrak glikogen tambelo yang
diperoleh menggunakan metode alkali panas (KOH 40 %) mengandung glukosa
sekitar 86% dan sisanya adalah residu berupa protein dan asam nukleat.
Tambelo di hutan mangrove Sulawesi Tenggara ditemukan hidup pada 3 jenis
bakau yaitu Rhizophora sp., Bruguiera sp. dan Sonneratia sp. Tambelo yang hidup
pada Rhizophora sp. lebih disukai karena memiliki cita rasa lebih manis dan gurih
dibandingkan jenis lainnya. Semua jenis tambelo tersebut dipercaya memiliki khasiat
terhadap kesehatan namun informasi kandungan nilai gizinya belum tersedia.
Tambelo berpotensi diolah lebih lanjut menjadi pangan fungsional namun
belum banyak dilakukan. Daging tambelo mudah mengalami pembusukan sehingga
memerlukan proses penanganan yang cepat. Pengeringan merupakan tahap
penanganan awal. Pengeringan mudah dilakukan, dapat memperpanjang umur
simpan, mempertahankan mutu, dan menjamin ketersediaan bahan baku yang
ketersediaanya terbatas (Yani et al. 2009). Pengolahan daging tambelo tidak cukup
hanya sampai pada proses pengeringan, diperlukan inovasi pengolahan tambelo untuk
menghasilkan produk yang lebih menarik dan lebih baik. Pengolahan daging tambelo

2

kering dengan cara fermentasi dapat menjadi alternatif pemanfaatan hewan ini.
Fermentasi mudah dilakukan, dapat meningkatkan nilai nutrisi, meningkatkan sifat
organoleptik (rasa dan aroma), meningkatkan daya cerna, memberikan sifat fisiologis
tertentu sebagai pangan fungsional, meningkatkan nilai ekonomi bahan baku, dan
menghasilkan produk yang unik (Hutkins 2006).
Bahan baku yang digunakan untuk fermentasi tambelo adalah daging tambelo
kering sehingga perlu penambahan starter berupa kultur bakteri asam laktat (BAL)
untuk mempercepat proses fermentasi. Penggunaan starter dapat berupa kultur murni
baik tunggal maupun campuran atau kultur campuran tidak murni. Kultur murni
membutuhkan penanganan khusus sebelum digunakan yaitu perlunya peremajaan
kembali dalam jangka waktu tertentu dan tidak tersedia secara umum di pasaran
sehingga dirasa tidak efektif dan efisien. Fermentasi secara tidak spontan memberikan
kualitas fisika-kimia dan mikrobiologi produk lebih baik dibanding fermentasi
spontan dan bakasang berpotensi sebagai starter untuk membuat produk fermentasi.
Hal ini didukung oleh hasil penelitian Murtini et al. (1997) yang melaporkan bahwa
pembuatan bakasam dengan starter cairan asinan sawi dan kubis sebagai sumber
BAL memberikan hasil organoleptik (khususnya warna) lebih baik dibandingkan
tanpa starter. Selanjutnya Utama dan Sumarsih (2010) melaporkan bahwa ekstrak
produk fermentasi sayur dari limbah pasar dapat digunakan sebagai starter untuk
membuat silase ikan dan dapat mengawetkan ikan selama 12 hari tanpa mengurangi
kandungan gizinya. Selanjutnya Lawalata (2012) berhasil mengidentifikasi jenis
bakteri asam laktat yang terdapat pada berbagai jenis bakasang yang dijual di pasar
tradisional Karombosan Manado. Bakteri asam laktat (BAL) tersebut teridentifikasi
termasuk genus Pediococcus, Lactobacillus, Leuconostoc, dan Streptococcus yang
sebagian besar berpotensi sebagai starter untuk diaplikasikan pada makanan
fermentasi tradisional. Oleh karena itu, pada penelitian ini kultur BAL campuran
tidak murni yang diambil dari cairan produk fermentasi bakasang digunakan sebagai
starter untuk membuat produk tambelo fermentasi.
Perumusan Masalah
Kajian komposisi kimia tambelo yang hidup pada bakau Rhizophora sp.,
Bruguiera sp. dan Sonneratia sp. di perairan propinsi Sulawesi Tenggara belum
pernah dilakukan. Kandungan gizi dan kadar air daging tambelo yang tinggi
(Leiwakabessy 2011) menunjukkan perlunya penanganan yang cepat dan tepat untuk
menyelamatkan daging tambelo dari proses pembusukan.
Tambelo berpotensi diolah lebih lanjut menjadi pangan fungsional namun
belum banyak dilakukan. Inovasi pengolahan tambelo dengan cara fermentasi untuk
meningkatkan nilai nutrisi, meningkatkan sifat organoleptik (rasa dan aroma),
meningkatkan daya cerna, memberikan sifat fisiologis tertentu sebagai pangan
fungsional, dan meningkatkan nilai ekonomi bahan baku sangat diperlukan sehingga
menghasilkan produk yang menarik dan unik.
Berdasarkan permasalahan yang telah diuraikan, maka disusun kerangka
berpikir seperti yang tercantum pada Gambar 1.

3

Tambelo (Bactronophorus sp.)
Pengalaman empiris: konsumsi
tambelo mencegah dan mengobati
berbagai macam penyakit seperti
batuk, flu, malaria, sakit pinggang,
meningkatkan produksi ASI, nafsu
makan dan vitalitas pria (Wawancara :
La Amba, penduduk pantai Desa
Laeya Kab. Konsel, Sultra)

Dikonsumsi oleh
masyarakat pantai
Sulawesi Tenggara

Masak

Tambelo
pada bakau
Rhizophora sp.

Makan mentah

Tambelo
pada bakau
Bruguiera sp.

Rasa enak
(manis dan gurih)

Karakterisasi:
Bagian dapat dimakan (BDD),
komposisi kimia, asam amino

Karakterisasi:
asam lemak,
kelompok senyawa kimia

Fermentasi untuk meningkatkan
nilai nutrisi, meningkatkan
organoleptik, sebagai pangan
fungsional. Fermentasi dilakukan
dengan penambahan bakasang
sebagai starter 5 %(jenis : ikan
japuh (Dussumieria acuta) tanpa
insang, fermentasi garam 10%
selama 3 minggu, asal kota
Manado

Tambelo
pada bakau
Sonneratia sp.

Kurang disukai

Daging tambelo segar mudah
mengalami pembusukan

Pengeringan

Penanganan awal,
sinar matahari
tersedia melimpah,
untuk mengawetkan

Fermentasi tambelo
(menggunakan tambelo terpilih)

Penentuan mutu
tambelo fermentasi

Analisis:
Komposisi kimia
Asam amino

Pengamatan selama
fermentasi

Analisis:
pH
NaCl
Total mikroba
Total bakteri asam laktat

Gambar 1 Kerangka pemikiran penelitian

4

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah : 1) menentukan profil berat dapat dimakan (BDD),
komposisi kimia, asam amino, asam lemak dan kelompok senyawa kimia tambelo
(Bactronophorus sp.) yang hidup pada bakau Rhizophora sp., Bruguiera sp. dan
Sonneratia sp. yang berasal dari perairan Laeya kabupaten Konawe Selatan propinsi
Sulawesi Tenggara, 2) membuat produk tambelo fermentasi dari tambelo terpilih
pada poin pertama yang dibuat menggunakan starter bakasang dan 3) menentukan
profil komposisi kimia dan asam amino tambelo fermentasi. .
Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah tersedianya informasi nilai nutrisi dan kelompok
senyawa kimia yang terkandung dalam daging tambelo yang hidup pada bakau
Rhizophora sp., Bruguiera sp. dan Sonneratia sp. di perairan Laeya kabupaten
Konawe Selatan propinsi Sulawesi Tenggara. Informasi tersebut dapat dijadikan
sebagai rujukan untuk pengembangan penelitian selanjutnya. Selain itu manfaat
penelitian ini adalah tersedianya produk olahan tambelo yang dapat dimanfaatkan
sebagai pangan fungsional atau nutraceutical.

5

2 METODE
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilakukan pada bulan Januari 2014 sampai Agustus 2014.
Pembuatan produk fermentasi, analisis proksimat, kimia dan mikrobiologi dilakukan
di Laboratorium Pangan dan Gizi Jurusan Teknologi Pangan Fakultas Pertanian
Universitas Halu Oleo, uji kelompok senyawa kimia dilakukan di Laboratorium
Karakterisasi Bahan Baku Departemen THP-IPB, analisis asam amino dilakukan di
Laboratorium Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Halu Oleo, dan analisis asam lemak dilakukan di Laboratorium Mutu Tanaman
Pangan Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian Cimanggu
Bogor.

Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan pada penelitian ini terdiri dari bahan utama dan bahan
pembantu. Bahan utama terdiri dari daging tambelo (Bactronophorus sp.) segar
(Lampiran 1), daging tambelo kering (Lampiran 2), bakasang dan garam. Tambelo
yang hidup pada batang kayu bakau Rhizophora sp., Bruguiera sp. dan Sonneratia sp.
diambil dari hutan mangrove di Desa Wonuakongga Kecamatan Laeya Kabupaten
Konawe Selatan Provinsi Sulawesi Tenggara (Lampiran 3). Bakasang dibuat dengan
memfermentasi ikan japuh (Dussumieria acuta) utuh tanpa insang dengan
penambahan garam 10% selama 3 minggu. Bakasang diambil dari pengolah
tradisional di Kecamatan Malalayang Kota Manado Provinsi Sulawesi Utara. Garam
yang digunakan adalah garam rakyat beriodium merek Tenda yang diproduksi oleh
UD Nagamas berstandar SNI 01.3556.2000. Bahan pembantu untuk analisa yaitu
Plate Count Agar (PCA), Man Ragosa Sharp (MRS), metanol, NaCl, AgNO3 0,1 N,
K2HPO4, HCl, NaOH, CaCO3, pereaksi Dragendorff, pereaksi Meyer, pereaksi
Wagner, pereaksi Biuret, FeCl3, pereaksi Molish, dan pereaksi Benedict.
Peralatan yang digunakan pada penelitian ini terdiri peralatan untuk analisis dan
alat untuk proses. Peralatan yang digunakan untuk analisis yaitu Gas Chromatograph
(Hitachi:263-50), HPLC (ACCELA1250 Thermo Scientific), inkubator (Air Concept:
Froilabo), timbangan digital (Vibra AJ 6200), serta alat-alat gelas, sedangkan alat
untuk proses yaitu botol fermentasi 150 ml.
Prosedur Penelitian
Penelitian dilakukan dalam tiga tahap, yaitu : 1) karakterisasi daging tambelo
yang hidup pada bakau Rhizophora sp., Bruguiera sp. dan Sonneratia sp.,
2) pembuatan produk tambelo fermentasi dan 3) karakterisasi produk tambelo
fermentasi. Diagram alir penelitian dapat dilihat pada Gambar 2.

6

Daging tambelo pada bakau
Rhizophora sp., Bruguiera sp.
dan Sonneratia sp.

Segar

Pengeringan

Karakterisasi :
Bagian dapat dimakan (BDD)
Komposisi kimia
Komposisi asam amino

Karakterisasi :
Komposisi asam lemak
Kelompok senyawa kimia

Tambelo
terpilih

Fermentasi tambelo
Penentuan pH, NaCl, total
mikroba, dan total BAL
(minggu ke-1, 2, 3, dan 4)
Tambelo
fermentasi

Karakterisasi :
Komposisi kimia dan asam amino
Gambar 2 Diagram alir penelitian
Karakterisasi Daging Tambelo
Karakterisasi tambelo yang hidup pada bakau Rhizophora sp., Bruguiera sp dan
Sonneratia sp. dilakukan dengan menentukan bagian dapat dimakan (BDD),
komposisi kimia (kadar air, protein, lemak, karbohidrat, dan abu), dan komposisi
asam amino menggunakan daging tambelo segar. Sampel tersebut ditempatkan pada

7

kotak sampel yang berisi potongan es balok pada saat dipindahkan dari lokasi
pengambilan ke laboratorium analisis untuk mencegah pembusukan. Analisis asam
lemak, dan komponen aktif menggunakan daging tambelo yang telah dikeringkan
selama 2-3 hari menggunakan sinar matahari. Tambelo yang memiliki karakteristik
terbaik digunakan pada pembuatan tambelo fermentasi.
Bagian Dapat Dimakan (BDD)
Penentuan bagian dapat dimakan (BDD) dilakukan dengan cara menimbang
berat tambelo utuh segar (ba), lalu tambelo tersebut dibersihkan dengan cara
dihilangkan isi saluran pencernaan pada bagian mantel yang berwarna hitam, pallet
dan cangkang kepala. Tambelo yang telah dibersihkan (Lampiran 4), ditimbang
kembali dan dicatat sebagai berat basah bersih (bb). Selanjutnya tambelo tersebut
dijemur di bawah sinar matahari selama 2-3 hari kemudian kembali ditimbang
sebagai berat kering bersih (bk). Bagian yang dapat dimakan (BDD) dalam persen
dihitung berdasarkan rumus:
bb atau bk
x 100 %
BDD % =
ba
Keterangan :

BDD = Bagian dapat dimakan (%)
ba = Berat awal tambelo (g)
bb = Berat basah bersih (g)
bk = Berat kering bersih (g)

Komposisi Kimia Tambelo
Penentuan komposisi kimia daging tambelo dilakukan dengan analisis
proksimat yang terdiri dari kadar air, protein, lemak, abu, dan karbohidrat (by
difference). Sampel tambelo yang digunakan adalah daging tambelo segar (tanpa isi
saluran pencernaan, pallet dan cangkang kepala).
Kadar air (AOAC 2005)
Prinsip analisis kadar air adalah mengetahui kandungan atau jumlah air yang
terdapat pada suatu bahan dengan menguapkan air yang terdapat dalam bahan
tersebut. Analisis kadar air dilakukan dengan cara cawan porselen kosong
dikeringkan dalam oven pada suhu 105 oC selama 1 jam. Cawan tersebut selanjutnya
diletakkan ke dalam desikator (kurang lebih 15 menit) dan dibiarkan sampai dingin
kemudian ditimbang (A). Setelah ditimbang, sebanyak 5 gram contoh dimasukkan ke
dalam cawan kosong dan ditimbang kembali (B). Cawan yang telah berisi contoh
kemudian dimasukkan ke dalam oven bersuhu 105 oC selama 5 jam lalu dimasukkan
ke dalam desikator sampai dingin dan selanjutnya ditimbang kembali (C). Kadar air
dihitung menggunakan rumus:
B−C
% Kadar air =
x 100 %
B−A

Keterangan : A = Berat cawan kosong (g)
B = Berat cawan berisi sampel sebelum dikeringkan (g)
C = Berat cawan berisi sampel setelah dikeringkan (g)

8

Kadar abu (AOAC 2005)
Prinsip analisis kadar abu adalah untuk mengetahui jumlah abu yang terdapat
pada suatu bahan terkait dengan jumlah mineral yang terkandung dalam bahan yang
dianalisis tersebut. Analisis kadar abu dilakukan menggunakan metode oven.
Prosedur analisis kadar abu yaitu cawan abu porselin kosong dikeringkan dalam oven
pada 105 oC selama 30 menit. Cawan tersebut selanjutnya didinginkan dalam
desikator selama 15 menit, selanjutnya cawan tersebut ditimbang untuk mengetahui
bobot cawan kosong (A). Sampel yang telah dihaluskan ditimbang sebanyak 5 gr
dimasukkan ke dalam cawan porselin kosong lalu kembali ditimbang (B). Cawan
berisi sampel dibakar di atas kompor sampai tidak berasap lalu dimasukkan ke dalam
tanur pengabuan bersuhu 600 oC selama 6-8 jam. Cawan tersebut kemudian
dikeluarkan dengan menggunakan penjepit dan dimasukkan ke dalam desikator
selama 30 menit kemudian ditimbang beratnya (C). Kadar abu dalam bahan dihitung
berdasarkan rumus :
% Kadar Abu =

C−A
x 100 %
B−A

Keterangan : A = Berat cawan kosong (g)
B = Berat cawan berisi sampel sebelum pengabuan (g)
C = Berat cawan berisi sampel setelah pengabuan (g)
Kadar lemak (AOAC 2005)
Prinsip analisis kadar lemak adalah melarutkan lemak yang terdapat dalam
bahan menggunakan pelarut lemak. Analisis kadar lemak dilakukan dengan metode
soxhlet. Sebanyak 2 gram sampel (W1) dimasukkan ke dalam kertas saring berbentuk
selongsong. Selongsong yang berisi sampel tersebut dimasukkan ke dalam soxhlet
ekstraktor, kemudian alat kondensor dipasang di atasnya dan labu lemak yang telah
ditimbang dalam keadaan kosong (W2) dipasang di bawahnya. Sebanyak 150 ml
n-heksana dimasukkan ke dalam labu lemak tersebut. Refluks dilakukan selama 8 jam
pada suhu 60 oC sampai pelarut yang turun kembali ke labu lemak berwarna jernih.
Campuran lemak dan n-heksan pada labu alas dipisahkan dengan cara didestilasi.
Labu lemak berisi lemak hasil ekstraksi dimasukkan ke dalam oven bersuhu 105 oC
selama ± 2 jam untuk menghilangkan sisa n-heksana dan air yang masih ada lalu
didinginkan dalam desikator kemudian ditimbang (W3) Kadar lemak dihitung
menggunakan rumus:
% Kadar lemak =

W3 − W2
x 100 %
W1

Keterangan : W1 = Berat sampel (g)
W2 = Berat labu alas kosong (g)
W3 = Berat labu alas dengan lemak (g)

9

Kadar protein (AOAC 2005)
Prinsip analisis protein yaitu untuk mengetahui kandungan protein kasar (crude
protein) pada suatu bahan berdasarkan pada penentuan kandungan nitrogen yang
terdapat dalam bahan. Analisa kadar protein dilakukan tiga tahap yaitu destruksi,
destilasi, dan titrasi.
Destruksi diawali dengan mengecilkan ukuran partikel sampel (menggunakan
blender). Selanjutnya sebanyak 1 gram sampel dimasukkan ke dalam tabung Kjeldahl
yang berisi dua tablet katalis, beberapa butir batu didih, 15 mL asam sulfat pekat dan
3 mL hidrogen peroksida kemudian didiamkan di dalam ruang asam selama 10 menit.
Sampel didestruksi selama ± 2 jam pada suhu 410 oC atau sampai larutan jernih.
Sampel hasil destruksi didiamkan sampai suhunya mencapai suhu kamar lalu
ditambahkan 50-75 ml akuades.
Destilasi diawali dengan mencuci labu Kjeldahl yang berisi sampel hasil proses
destruksi dengan akuades 50-75 ml kemudian labu tersebut dimasukkan ke dalam alat
destilasi. Hasil destilasi ditampung dalam erlenmeyer 125 ml yang berisi 25 ml asam
borat (H3BO3) 4 %. Destilasi dilakukan dengan menambahkan 10 ml NaOH ke dalam
alat destilasi hingga menghasilkan warna hijau.
Destilat yang diperoleh dititrasi dengan HCl 0,1 N sampai terjadi perubahan
warna merah muda. Standar blanko juga dianalisis dengan tahapan sama seperti yang
dilakukan pada analisis sampel. Kadar protein dihitung menggunakan rumus :
% Kadar Protein =

Va − Vb x N HCl x 14,007 x 6,25
x 100 %
W

Keterangan : Va
= ml HCl untuk titrasi sampel
Vb
= ml HCl untuk titrasi blanko
N
= Normalitas HCl yang digunakan
14,007 = Berat atom Nitrogen
6,25 = Faktor konversi protein
W
= Berat sampel (mg)
Kadar karbohidrat (by difference)
Kadar karbohidrat yang terkandung dalam bahan dilakukan dengan
menggunakan metode by difference yaitu pengurangan 100 % dengan hasil yang
diperoleh pada empat komponen lainnya (kadar air, lemak, protein, dan abu). Kadar
abu dalam sampel dihitung berdasarkan rumus :
% Karbohidrat = 100 % − (% air + % lemak + % protein + % abu)

Komposisi Asam Amino (AOAC 1995)
Komposisi asam amino ditentukan menggunakan High Performance Liquid
Chromatography (HPLC). Asam amino dianalisis melalui beberapa tahap yaitu tahap
pembuatan hidrolisat protein, pengeringan, derivatisasi, dan injeksi ke HPLC.
Sebelum dipakai, perangkat HPLC dibilas dulu dengan eluen yang akan digunakan

10

selama 2-3 jam. Begitu pula dengan syringe yang akan digunakan harus dibilas
dengan akuades. Tahapan proses analisis asam amino adalah sebagai berikut :
Tahap pembuatan hidrolisat protein
Sampel ditimbang sebanyak 0,1 g dan dihancurkan. Sampel yang telah hancur
ditambahkan HCl 6 N sebanyak 5-10 ml, kemudian dipanaskan dalam oven pada
suhu 100 oC selama 24 jam. Hal ini dilakukan untuk menghilangkan gas atau udara
yang ada pada sampel agar tidak mengganggu kromatogram yang dihasilkan. Setelah
pemanasan selesai, cairan contoh disaring menggunakan kertas saring.
Tahap pengeringan
Hasil saringan diambil sebanyak 10 µl dan ditambah dengan 30 µl larutan
pengering. Larutan pengering dibuat dari campuran antara metanol, natrium asetat,
dan trietilamin dengan perbandingan 2:2:1. Setelah itu sampel dikeringkan dengan
pompa vakum untuk mempercepat proses dan mencegah oksidasi.
Tahap derivatisasi
Larutan derivatisasi sebanyak 30 µl ditambahkan pada hasil pengeringan.
Larutan derivatisasi dibuat dari campuran antara larutan metanol, pikoiodotiosianat,
dan trimetilamin dengan perbandingan 3:3:4. Proses derivatisasi dilakukan agar
detektor mudah untuk mendeteksi senyawa yang ada pada sampel. Selanjutnya
dilakukan pengenceran dengan cara menambahkan 10 ml asetonitril 60 % dan
natrium asetat 1 M lalu dibiarkan selama 20 menit. Hasil pengenceran disaring
kembali menggunakan kertas saring.
Injeksi ke HPLC
Hasil saringan diambil sebanyak 20 µl untuk diinjeksikan ke dalam HPLC.
Untuk perhitungan konsentrasi asam amino pada bahan, dilakukan pembuatan
kromatogram standar dengan menggunakan asam amino standar yang telah siap pakai
yang mengalami perlakuan yang sama dengan sampel.
Kandungan asam amino (%) dalam 100 g sampel dapat dihitung dengan rumus:
(luas area sampel/luas area standar) x 2,5 mol/ml x 5 ml x BMA x 100
Bobot sampel (0,25 g)
Keterangan : BMA = berat molekul setiap asam amino (gr/mol)
Kondisi alat HPLC saat berlangsungnya analisis asam amino:
Temperatur Kolom : 38 oC
Jenis kolom
: Pico tag 3.9 x 150 nm column
Kecepatan alir eluen : 1 ml/menit
Program
: Gradien
Tekanan
: 3000 psi
Fase gerak
: Asetonitril 60 % dan Natrium asetat 1 M 40 %
Detektor
: UV/ 254 nm
Merk
: Waters
=

11

Komposisi Asam Lemak (AOAC 1995)
Komposisi asam lemak ditentukan dengan metode gas kromatografi.
Komponen dari suatu cairan dipartisi di antara fasa gerak berupa gas dan fasa diam
berupa zat padat atau cairan yang tidak mudah menguap yang melekat pada bahan
pendukung inert. Tahapan analisis asam lemak diawali dengan menghidrolisis
lemak/minyak dan mengubah menjadi ester. Gliserida dan pospolipida tersabunkan
serta asam-asam lemak terpisah kemudian diesterifikasi dengan adanya BF3 sebagai
katalis sehingga diperoleh metil ester asam lemak (FAME) yang bersifat lebih mudah
menguap. Senyawa yang tidak tersabunkan tidak terpisahkan, sehingga bila terdapat
dalam jumlah yang besar dapat mengganggu hasil analisis. Metil ester asam lemak
selanjutnya dianalisa dengan alat kromatografi gas. Identifikasi tiap komponen
dilakukan dengan membandingkan waktu retensinya dengan standar pada kondisi
analisis yang sama. Waktu retensi dihitung pada kertas rekorder sebagai jarak garis
saat muncul puncak pelarut sampai ke tengah puncak komponen yang
dipertimbangkan.
Analisis asam lemak diawali dengan preparasi sampel. Sebanyak 200 mg bahan
dimasukkan ke dalam labu 10 mL dan ditutup rapat, lalu ditambah 2-5 mL NaOH 0,5
N, selanjutnya direfluks selama 20 menit menggunakan water bath pada suhu 80 oC.
Labu tersebut diangkat dan dibiarkan sampai dingin. Setelah ditambahkan 2-5 mL
BF3 16 % labu tersebut dipanaskan selama 20 menit kemudian didinginkan kembali.
Selanjutnya dilakukan penambahan 2 mL larutan NaCl jenuh dan 2 mL heksan
sambil dikocok. Pisahan lapisan heksan yang terletak pada bagian atas dimasukkan ke
dalam botol/evendof yang berisi 0,1 gram Na2SO4 anhidrat dan dibiarkan selama 15
menit, untuk selanjutnya diinjeksikan ke kromatografi gas.
Analisis komponen asam lemak dengan kromatografi gas dilakukan dengan
menginjeksikan sebanyak 1 µL pelarut ke dalam kolom, jika aliran gas pembawa dan
sistem pemanasan sempurna, puncak pelarut akan nampak. Sebanyak 5 µL campuran
standar FAME diinjeksikan setelah pena kembali ke nol (baseline). Jika semua
puncak sudah keluar, sebanyak 5 µL sampel yang telah dipreparasi diinjeksikan (A).
Waktu retensi dan puncak masing-masing komponen tersebut kemudian diukur. Jika
rekorder dilengkapi dengan integrator, waktu retensi dan luas puncak langsung
diperoleh dari integrator. Waktu retensi dibandingkan dengan standar untuk
mendapatkan informasi mengenai jenis dari komponen-komponen dalam contoh.
Jumlah dari masing-masing komponen dalam sampel dihitung menggunakan metode
internal standar, dengan cara sebagai berikut :
Ax . R . Cs
Cx =
As
Keterangan : Cx = konsentrasi komponen x
Cs = konsentrasi standar internal
Ax = luas puncak komponen
As = luas puncak standar internal
R = respon detektor terhadap komponen x relatif terhadap standar
Kondisi alat kromatografi gas saat dilakukan analisis yaitu :

12

Kolom
: DEGS
Panjang kolom
:3m
Suhu kolom terprogram : 150 – 180 oC
Detektor
: FID
Suhu detektor
: 250 oC
Suhu injektor
: 200 oC
Gas pembawa
: Nitrogen dan Hidrogen
Kecepatan alir
: 20 – 50 mL/menit
Kelompok Senyawa Kimia (Harborne 1984)
Penentuan kelompok senyawa kimia yang terdapat pada tambelo dilakukan
dengan mengekstraksi bahan aktif yang terkandung pada sampel. Pelarut yang
digunakan untuk ekstraksi sampel adalah metanol (MeOH) yang merupakan pelarut
polar. Tahapan ekstraksi sampel meliputi penghancuran sampel, maserasi dan
evaporasi. Sampel kering ditimbang sebanyak 100 g kemudian dimaserasi dengan
pelarut metanol sebanyak 500 mL (perbandingan 1 : 5) pada suhu ruang selama 3 x
24 jam. Setiap 1 x 24 jam dilakukan penyaringan, kemudian filtrat yang dihasilkan
digabungkan dan dipekatkan menggunakan rotary evaporator. Prosedur penentuan
kelompok senyawa kimia ekstrak yang dihasilkan terdiri dari:
Uji alkaloid
Sejumlah sampel dilarutkan dalam beberapa tetes asam sulfat 2N kemudian
diuji dengan tiga pereaksi alkaloid yaitu, pereaksi Dragendorff, pereaksi Meyer, dan
pereaksi Wagner. Hasil uji dinyatakan positif bila dengan pereaksi Meyer terbentuk
endapan putih kekuningan, endapan coklat dengan pereaksi Wagner dan endapan
merah hingga jingga dengan pereaksi Dragendorff.
Uji flavonoid
Sejumlah sampel ditambahkan serbuk magnesium yang diperoleh dari Merck
sebanyak 0,1 mg dan 0,4 ml amil alkohol (campuran asam klorida 37% dan etanol
95% dengan volume yang sama) dan 4 ml alkohol kemudian campuran dikocok.
Terbentuknya warna merah, kuning atau jingga pada lapisan amil alkohol
menunjukkan adanya flavonoid.
Uji steroid
Sejumlah sampel dilarutkan dalam 2 ml kloroform dalam tabung reaksi yang
kering. Lalu, ke dalamnya ditambahkan 10 tetes anhidra asetat dan 3 tetes asam sulfat
pekat. Terbentuknya larutan berwarna merah untuk pertama kali kemudian berubah
menjadi biru dan hijau menunjukkan reaksi positif keberadaan steroid.
Uji tanin
Sejumlah sampel ditambahkan tetes demi tetes larutan FeCl3 hingga didapatkan
perubahan warna larutan menjadi merah yang menandakan uji positif.

13

Uji saponin (uji busa)
Saponin dideteksi dengan uji busa dalam air panas. Busa yang stabil selama 30
menit dan tidak hilang pada penambahan 1 tetes HCl 2 N menunjukkan adanya
saponin.
Uji peptida (pereaksi Biuret)
Sebanyak 1 ml larutan sampel ditambahkan 4 ml pereaksi Biuret. Campuran
dikocok dengan seksama. Terbentuknya larutan berwarna ungu menunjukkan hasil uji
positif adanya peptida.
Uji karbohidrat (pereaksi Molisch)
Sebanyak 1 ml larutan sampel diberi 2 tetes pereaksi Molish dan 1 ml asam
sulfat pekat melalui dinding tabung. Uji positif yang menunjukkan adanya
karbohidrat ditandai terbentuknya kompleks berwarna ungu diantara 2 lapisan cairan.
Uji fenol hidrokuinon ( pereaksi FeCl3)
Sebanyak 1 gram sampel diekstrak dengan 20 ml etanol 70%. Larutan yang
dihasilkan diambil sebanyak 1 ml kemudian ditambahkan 2 tetes larutan FeCl3 5%.
Terbentuknya warna hijau atau hijau biru menunjukkan adanya senyawa golongan
fenol dalam bahan.
Uji gula pereduksi (pereaksi Benedict)
Larutan sampel sebanyak 8 tetes dimasukkan ke dalam 5 ml pereaksi
Benedict. Campuran dikocok dan dididihkan selama 5 menit. Terbentuknya warna
hijau, kuning, atau endapan merah bata menunjukkan adanya gula pereduksi.
Uji asam amino (pereaksi Ninhidrin)
Sebanyak 2 ml larutan sampel ditambah beberapa tetes larutan Ninhidrin 0,1
%. Campuran dipanaskan dalam penangas air selama 10 menit. Terjadinya larutan
berwarna biru menunjukkan reaksi positif terhadap adanya asam amino.
Pembuatan Produk Fermentasi
Produk fermentasi tambelo dibuat seperti pembuatan bakasang oleh masyarakat
Malalayang kota Manado yang dimodifikasi merujuk pada metode penelitian
Koesoemawardani et al. (2013) dan Syaputra et al. (2007). Selama proses, botol
fermentasi dibungkus rapat menggunakan plastik hitam sehingga tidak tembus cahaya
(Lampiran 5) dan selama fermentasi dilakukan pengamatan nilai pH, total mikroba,
total bakteri asam laktat (BAL), dan kadar NaCl pada minggu ke 0, 1, 2, 3, dan 4.
Prosedur pembuatan produk fermetasi secara rinci dapat dilihat pada Gambar 3.
Nilai pH (Fardiaz 1993)
Pengukuran pH dilakukan menggunakan pH meter. Sebanyak 2 g sampel
dihancurkan (menggunakan blender) lalu didispersikan ke dalam 20 mL akuades dan
diaduk selama 2 menit. Sebelum digunakan alat pH meter dikalibrasi dengan

14

menggunakan buffer pH standar (pH 4 dan pH 7). Elektroda yang telah dikalibrasi,
dibersihkan lalu dicelupkan ke dalam sampel yang telah dipersiapkan. Nilai pH
merupakan hasil pembacaan jarum penunjuk pada pH meter selama 1 menit atau
sampai angka digital tidak konstan.
Tambelo dari Rizophora sp.

Pembuangan cangkang, isi perut dan pallet
Pencucian dengan air laut
Pengeringan sinar matahari (2-3 hari)
Perendaman dalam air steril hingga daging mengembang
Penirisan sampai daging terpisah dengan air
100 g tambelo (yang dibasahkan) dimasukkan ke dalam botol fermentasi
steril, penambahan bakasang 5 % dan garam 5 % (tiga ulangan)
Pengocokan (di awal)
Pemeraman selama 4 minggu (kondisi botol fermentasi tertutup rapat, tidak
tembus cahaya dan setiap hari dijemur di bawah sinar matahari selama ± 7 jam)

Tambelo Fermentasi
Gambar 3 Prosedur pembuatan produk fermentasi tambelo
Total Mikroba ( Modifikasi SNI 01-2332.3-2006)
Prinsip kerja analisis total mikroba adalah pertumbuhan mikroorganisme aerob
setelah contoh diinkubasi dalam media agar pada suhu 35 oC ± 1oC selama 24 jam
sampai 48 jam ± 1 jam. Mikroorganisme akan tumbuh berkembang biak dengan
membentuk koloni yang dapat langsung dihitung. Penentuan angka lempeng total
dilakukan menggunakan metode cawan agar tuang (pour plate) yaitu dengan

15

menanamkan contoh ke dalam cawan petri terlebih dahulu kemudian ditambahkan
media agar.
Prosedur kerja analisis total mikroba adalah sampel tambelo diambil secara
acak lalu dipotong kecil-kecil. Secara aseptik sebanyak 5 gram daging tambelo
ditimbang dan ditambahkan 45 ml larutan garam fisiologis (NaCl 0,85%) kemudian
dihomogenkan selama 2 menit. Homogenat ini merupakan larutan pengenceran 10-1.
Menggunakan pipet steril, diambil sebanyak 1 ml homogenat pengenceran 10-1 dan
dimasukkan ke dalam botol berisi 9 ml larutan garam fisiologis sehingga diperoleh
contoh dengan pengenceran 10-2. Pada setiap pengenceran dilakukan pengocokan
minimal 25 kali. Kemudian dilakukan hal yang sama untuk pengenceran 10-3, 10-4,
10-5, dan seterusnya sesuai kondisi sampel. Selanjutnya sebanyak 1 ml dari setiap
pengenceran dipipet dan dimasukkan ke dalam cawan petri steril secara duplo
menggunakan pipet steril. Kedalam setiap cawan yang sudah berisi sampel
ditambahkan 12-15 ml media Plate Count Agar (PCA) yang sudah didinginkan
hingga mencapai suhu 45 oC. Pemutaran cawan yang telah berisi sampel dan media
PCA dilakukan kearah depan, belakang, kiri dan kanan agar tercampur sempurna.
Setelah agar menjadi padat, cawan-cawan tersebut dimasukkan ke dalam inkubator
dengan posisi terbalik selama 48 jam pada suhu 35oC.
Pembacaan dan penghitungan koloni mikroba yang tumbuh pada cawan
menggunakan alat penghitung koloni. Jumlah koloni mikroba yang dihitung adalah
cawan yang mengandung jumlah antara 25 koloni - 250 koloni dan dinyatakan dalam
CFU/ml (Lampiran 6). Perhitungan jumlah total mikroba menggunakan rumus:
�=

∑C
1 x n1 + 0,1 x n2 x (d)

Keterangan:
N = jumlah koloni produk, dinyatakan dalam koloni per ml atau koloni per g
∑ C = jumlah koloni pada semua cawan yang dihitung
n1 = jumlah cawan pada pengenceran pertama yang dihitung
n2 = jumlah cawan pada pengenceran kedua yang dihitung
d = pengenceran pertama yang digunakan
Total Bakteri Asam Laktat (BAL) (Modifikasi SNI 01-2332.3-2006)
Prinsip kerja analisis bakteri asam laktat adalah pertumbuhan mikroorganisme
anaerob fakultatif penghasil asam setelah contoh diinkubasi dalam media agar pada
suhu 35 oC ± 1oC selama 24 jam – 48 jam ± 1 jam. Mikroorganisme akan tumbuh
berkembang biak dengan membentuk koloni yang dapat langsung dihitung.
Penentuan angka lempeng total dilakukan menggunakan metode cawan agar tuang
(pour plate) yaitu dengan menanamkan contoh ke dalam cawan petri terlebih dahulu
kemudian ditambahkan media agar.
Prosedur kerja analisis total bakteri asam laktat (BAL) adalah sampel tambelo
diambil secara acak lalu dipotong kecil-kecil. Secara aseptik sebanyak 5 gram daging
tambelo ditimbang dan ditambahkan 45 ml larutan garam fisiologis (NaCl 0,85%)
kemudian dihomogenkan selama 2 menit. Homogenat ini merupakan larutan

16

pengenceran 10-1. Dengan menggunakan pipet steril, diambil 1 ml homogenat dan
dimasukkan ke dalam botol berisi 9 ml larutan garam fisiologis sehingga diperoleh
contoh dengan pengenceran 10-2. Pada setiap pengenceran dilakukan pengocokan
minimal 25 kali. Kemudian dilakukan hal yang sama untuk pengenceran 10-3, 10-4,
10-5, dan seterusnya sesuai kondisi sampel. Selanjutnya sebanyak 1 ml dari setiap
pengenceran dipipet dan dimasukkan ke dalam cawan petri steril secara duplo.
Kedalam masing-masing cawan yang sudah berisi sampel, ditambahkan 12-15 ml
MRSA + CaCO3 0,5 % yang sudah mencapai suhu 45 oC. Cawan yang telah berisi
sampel dan media agar diputar kearah depan, belakang, kiri dan kanan agar tercampur
sempurna. Setelah agar menjadi padat, cawan-cawan tersebut dimasukkan ke dalam
inkubator dengan posisi terbalik selama 48 jam pada suhu 35oC.
Pembacaan dan penghitungan koloni bakteri asam laktat (BAL) yang tumbuh
pada cawan menggunakan alat penghitung koloni. Jumlah koloni mikroba yang
dihitung adalah cawan yang mengandung jumlah antara 25 koloni - 250 koloni dan
dinyatakan dalam CFU/ml (Lampiran 7). Perhitungan jumlah total bakteri asam laktat
(BAL) menggunakan rumus:
�=

∑C
1 x n1 + 0,1 x n2 x (d)

Keterangan:
N = jumlah koloni produk, dinyatakan dalam koloni per ml atau koloni per g
∑ C = jumlah koloni pada semua cawan yang dihitung
n1 = jumlah cawan pada pengenceran pertama yang dihitung
n2 = jumlah cawan pada pengenceran kedua yang dihitung
d = pengenceran pertama yang digunakan
Pembacaan dan penghitungan jumlah koloni bakteri asam laktat (BAL) yang
mengandung jumlah kurang dari 25 koloni atau tanpa koloni pada semua cawan,
adalah dengan cara mencatat koloni yang ada. Perhitungan dinyatakan sebagai kurang
dari 25 dan dikalikan dengan 1/d yang merupakan perkiraan total BAL.
Kadar NaCl (Apriyantono et al. 1989)
Penetapan kadar NaCl sampel dilakukan menggunakan metode Mohr, yaitu
sebanyak 5 g sampel diabukan seperti pada cara penetapan kadar abu. Abu yang
diperoleh tersebut dilarutkan dengan akuades sampai volumenya mencapai 50 ml dan
kemudian disaring. Hasil penyaringan tersebut dipipet sebanyak 5 ml ke dalam
beaker glass, lalu ditambahkan 1 ml larutan potassium kromat 5%. Selanjutnya
larutan sampel dititrasi dengan larutan perak nitrat (AgNO3) 0,1 N. Titik akhir titrasi
ditandai dengan warna orange atau jingga yang pertama pada larutan. Rumus yang
digunakan untuk menghitung kadar NaCl yaitu:
Kadar NaCl (%) =

Titer x Normalitas AgNO3 x fp x 58,4
x 100 %
mg sampel

17

Keterangan :
Titer
Normalitas AgNO3
fp
58,4

= Volume AgNO3 yang dibutuhkan dalam titrasi
= mL HCl untuk titrasi blanko
= Faktor pengenceran sebesar 10
= Berat molekul NaCl

Karakterisasi Produk Tambelo Fermentasi
Produk hasil fermentasi diperoleh setelah 4 minggu inkubasi (Lampiran 8).
Produk akhir yang dihasilkan dianalisis komposisi kimia (kadar air, protein, lemak,
abu dan karbohidrat) dan komposisi asam aminonya. Penentuan komposisi kimia dan
asam amino tambelo fermentasi dilakukan sama dengan metode dan prosedur yang
dilakukan pada tahap karakterisasi daging tambelo sebelum fermentasi. Komposisi
kimia produk tambelo fermentasi yang diperoleh dibandingkan dengan komposisi
kimia daging tambelo sebelum fermentasi. Prosedur analisis komposisi asam amino
tambelo fermentasi dilakukan tanpa tahap hidrolisis protein menggunakan HCl 6 N.
Hal ini dilakukan untuk menentukan komposisi asam amino bebas yang terhidrolisis
secara alami selama proses fermentasi.
Analisis Data
Data-data kuantitatif yang diperoleh dari hasil pengujian diolah menggunakan
metode statistika sederhana yaitu rata-rata dan standar deviasi, data-data kualitatif
diolah dengan melihat ada tidaknya suatu komponen dalam sampel. Data yang telah
diolah tersebut selanjutnya dianalisis secara deskriptif.

18

3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Daging Tambelo
Bagian Dapat Dimakan (BDD)
Tambelo dikelompokkan kedalam filum moluska, kelas bivalvia, ordo
teredinidae. Struktur morfologi tambelo (Gambar 4) terdiri dari pallet yaitu sepasang
tulang pipih yang berbentuk engrang atau jangkungan (stilt) dan berfungsi untuk
melindungi siphon yang pendek. Siphon berfungsi untuk sirkulasi air sekaligus
menyaring plankton dari perairan untuk dijadikan sebagai sumber makanan lainnya.
Panjang total pallet dapat mencapai 5 cm. Bagian mantel berfungsi sebagai saluran
pencernaan dan mensekresikan sejenis kapur saat membuat terowongan pada kayu,
serta cangkang kepala yang memiliki ukuran kurang lebih 1,85 cm. Panjang tubuh
tambelo berkisar antara 30 hingga 100 cm dengan diameter antara 1 sampai 1,5 cm
(Turner 1966). Tambelo menjadikan kayu sebagai sumber makanan utama dan
terowongan untuk tempat tinggal. Selain kayu, sumber makanan tam