Karakteristik Kimia Telur Dan Serabut Telur Ikan Terbang (Hirundichthys Sp)

(1)

KARAKTERISTIK KIMIA TELUR DAN SERABUT TELUR

IKAN TERBANG (

Hirundichthys

sp.) SEBAGAI

BAHAN PANGAN

AULIA AZKA

SEKOLAH PASCA SARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2016


(2)

(3)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER

INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Karakteristik Kimia Telur dan Serabut Telur Ikan Terbang (Hirundichthys sp.) sebagai Bahan Pangan adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Mei 2016

Aulia Azka


(4)

RINGKASAN

AULIA AZKA. Karakteristik Kimia Telur dan Serabut Telur Ikan Terbang (Hirundichthys sp.) sebagai Bahan Pangan. Dibimbing oleh NURJANAH dan AGOES MARDIONO JACOEB

Indonesia memiliki keanekaragaman hayati laut yang tinggi dan berpotensi sebagai bahan pangan, salah satunya adalah telur ikan terbang. Telur ikan terbang merupakan komoditas ekspor unggulan di daerah Makassar. Penanganan telur ikan terbang untuk ekspor ini menghasilkan limbah berupa serabut yang belum dimanfaatkan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan komposisi gizi, rendemen ekstrak dan komponen bioaktif, serta mengetahui struktur jaringan serabut telur ikan terbang secara mikroskopi. Penelitian ini terdiri dari tiga tahap. Tahap pertama meliputi preparasi telur ikan terbang, uji proksimat, asam lemak, asam amino, total karotenoid, dan α –tokoferol. Tahap kedua meliputi ekstraksi bahan aktif, uji fitokimia kualitatif dan kuantitatif, dan uji aktivitas antioksidan. Tahap ketiga yakni karakterisasi mikroskopi meliputi pengamatan jaringan serabut telur ikan terbang.

Diameter telur ikan terbang yang digunakan yakni 1.98 mm. Kandungan proksimat telur ikan terbang terdiri dari air 19.27%, abu 6.65%, lemak 5.02%, protein 30.27%, dan karbohidrat 38.79%. Kandungan proksimat serabut telur ikan terbang terdiri dari air 15.84%, abu 6.96%, lemak 7.03%, protein 33.70%, dan karbohidrat 36.47%. Telur ikan terbang mengandung 22 jenis asam lemak dan serabut telur mengandung 23 jenis asam lemak. Docosahexsanoic Acid (DHA) merupakan asam lemak tidak jenuh ganda yang memiliki nilai tertinggi pada telur 9.42% dan serabut 12.76%. Telur dan serabut telur mengandung 17 jenis asam amino. Asam glutamat memiliki nilai yang tertinggi yakni 5.38% (telur) dan 7.43% (serabut telur). Total karotenoid telur ikan dan serabut telur ikan terbang yaitu 245.37 ppm dan 137.92 ppm. Kandungan α-tokoferol telur ikan terbang sebesar 1.06 ppm, sedangkan α-tokoferol tidak terdeteksi di serabut telur ikan terbang. Nilai rendemen dihasilkan dari ekstrak metanol telur yaitu 16.89% dan yang terendah dihasilkan dari ekstrak n-heksan telur 0.68%. Ekstrak n-heksan telur, etil asetat telur, n-heksan serabut, etil asetat serabut memiliki komponen bioaktif steroid, triterpenoid, flavonoid, dan saponin, sedangkan ekstrak metanol telur dan serabut memiliki komponen bioaktif steroid, triterpenoid, fenol, flavonoid, dan saponin. Komponen bioaktif yang tertinggi yakni steroid pada ekstrak n-heksan serabut 6.14%. Aktivitas antioksidan telur dan serabut telur ikan terbang sangat lemah. Analisis mikroskopi menunjukkan tidak terdeteksinya kolagen pada serabut kering. Hasil karateristik kimia menunjukkan bahwa telur dan serabut telur ikan terbang dapat dijadikan bahan pangan.


(5)

SUMMARY

AULIA AZKA. Chemical characteristics of flying fish eggs and egg fibers (Hirundichthys sp.) as food. Supervised by NURJANAH and AGOES MARDIONO JACOEB

Indonesia is rich in marine biodiversity and has a potency to produce food raw materials, one of which is flying fish eggs. Flying fish eggs is the main export commodities in Makassar. The handling of flying fish eggs for export creates waste in the form of fiber whose potential have never been develop until now. The aims of this research was to determine the nutrition composition, yield of extract and bioactive compounds, and microscopic structure of flying fish eggs. The research consist of three stages. The first stage was the analyses of proximate, fatty acid, amino acid, total carotenoid, and α-tocopherol. The second stages was the extraction of active compound, qualitative and quantitative phytochemical test, and antioxidant activity. The third stage was microscopic observation of egg fiber.

The diameter of flying fish eggs used in this research was 1.98 mm. Flying fish eggs contained moisture 19.27%, ash 6.65%, fat 5.02%, protein 30.27%, and carbohydrate (by difference) 38.79%. The fibers of flying fish eggs contained moisture 15.84%, ash 6.96%, fat 7.03%, protein 33.70%, and carbohydrate (by difference) 36.47%. Egg contained 22 fatty acids and egg fibers contained 23 fatty acids. Docosahexaenoic Acid (DHA) was a polyunsaturated fatty acid which has the highest value on eggs 9.42% and fibers 12.76%. Eggs and fibers contained 17 of amino acids. Glutamic acid has the highest value that was 5.38% (eggs) and 7.43% (fibers). Eggs and fibers contained a total carotenoids of 245.37 ppm and 137.92 ppm. α-tocopherol content of flying fish was 1.06 ppm, while the α -tocopherol was not detected in the fibers of flying fish eggs. Methanol extract of eggs indicated the highest yield (16.89%) and n-hexane extract of eggs showed the lowest yield (0.68%). N-hexane and ethyl acetate exctract of eggs and fibers had bioactive compound, consisting of triterpenoids, steroids, flavonoids, and saponins. Methanol exctract of eggs and fibers had bioactive compounds triterpenoids, steroids, phenols, flavonoids, and saponins The highest bioactive compound was steroid in n-hexane extract fibers 6.14%. The antioxidant activities of the eggs and fibers were low. The collagen was not detected in dry fibers through histological observation. Chemical characteristics showed that flying fish eggs and egg fibers can be used in food.


(6)

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016

Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan IPB

Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini dalam bentuk apapun tanpa izin IPB


(7)

KARAKTERISTIK KIMIA TELUR DAN SERABUT TELUR

IKAN TERBANG (

Hirundichthys

sp.) SEBAGAI

BAHAN PANGAN

AULIA AZKA

Tesis

Sebagai salah satu syarat mendapatkan gelar

Magister Sains pada

Program Studi Teknologi Hasil Perairan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2016


(8)

(9)

(10)

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segenap limpahan karunia dan hidayah-Nya, sehingga penyusunan tesis ini dapat terselesaikan. Tema yang dipilih dalam tesis ini dengan judul “Karakteristik Kimia Telur dan Serabut Telur Ikan Terbang (Hirundichthys sp.) sebagai Bahan Pangan”. Tesis ini merupakan salah satu syarat mendapatkan gelar magister di Program Studi Teknologi Hasil Perairan, Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Kesuksesan penulis mengikuti pendidikan di Sekolah Pascasarjana IPB ini tidak lepas dari dukungan berbagai pihak. Penulis menyampaikan banyak terima kasih yang setulusnya kepada:

1. Prof Dr Ir Nurjanah, MS sebagai ketua komisi pembimbing yang telah banyak mencurahkan waktu dalam membimbing penulis dan banyak memberikan nasihat untuk lebih bijak dalam kehidupan.

2. Dr Ir Agoes M. Jacoeb, Dipl. -Biol sebagai anggota komisi pembimbing atas bimbingan, arahan, dan masukan sehingga tesis ini dapat diselesaikan dengan baik.

3. Dr Ir Wini Trilaksani, MSc selaku ketua program studi S2 THP yang telah banyak memberikan saran dalam penyusunan tesis.

4. Dr Mala Nurilmala SPi, MSi selaku dosen penguji luar komisi yang telah memberikan kritikan serta saran yang bersifat membangun untuk menyempurnakan tesis ini.

5. Bapak dan Ibu staf pengajar, staf administrasi dan laboran Program Studi Teknologi Hasil Perairan FPIK IPB yang telah banyak membantu dan kerjasamanya yang baik selama penulis menempuh studi.

6. Kementerian Pendidikan Tinggi dan Kebudayaan yang telah memberikan Beasiswa Pendidikan Pascasarjana Dalam Negeri DIKTI selama penulis menempuh pendidikan magister.

7. Kedua orang tua, adik, dan keluarga yang telah memberikan kasih sayang, serta dukungan moril dan material selama penulis menempuh pendidikan 8. Teman-teman S2 THP 2012, 2013, 2014 atas kebersamaan, doa, dan

dukungannya.

.

Bogor, Mei 2016


(11)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL v

DAFTAR GAMBAR v

DAFTAR LAMPIRAN v

1 PENDAHULUAN 1

Latar Belakang 1

Perumusan Masalah 2

Tujuan Penelitian 2

Manfaat Penelitian 2

Ruang Lingkup Penelitian 2

2 METODE 3

Waktu dan Tempat 3

Alat dan Bahan 3

Prosedur Penelitian 3

Preparasi Bahan Baku 4

Analisis Proksimat 5

Analisis Asam Lemak 6

Analisis Asam Amino 7

Analisis Total Karotenoid 8

Analisis α-Tokoferol 8

Ekstraksi 9

Uji FitokimiaKualitatif 10

Uji Penentuan Kadar Fitokimia 10

Uji Aktivitas Antioksidan 11

Analisis Jaringan 12

Pengamatan Histologi dengan Pewarnaan Masson’s trichrome 12

3 HASIL DAN PEMBAHASAN 13

Deskripsi Telur dan Serabut Telur Ikan Terbang 13

Komposisi Proksimat Telur dan Serabut Telur Ikan Terbang 14

Asam Lemak Telur dan Serabut Telur Ikan Terbang 16

Asam Amino Telur dan Serabut Telur Ikan Terbang 18

Total Karotenoid Telur dan Serabut Telur Ikan Terbang 20

Kandungan α-Tokoferol Telur dan Serabut Telur Ikan Terbang 21

Rendemen Ekstrak Telur dan Serabut Telur Ikan Terbang 21

Kandungan Fitokimia Ekstrak Telur dan Serabut Telur Ikan Terbang 22 Penetapan Kadar Fitokimia Ekstrak Telur dan Serabut

Telur Ikan Terbang 24

Aktivitas Antioksidan Ekstrak Telur dan Serabut Telur Ikan Terbang 25

4 SIMPULAN DAN SARAN 27


(12)

Saran 26

DAFTAR PUSTAKA 28

LAMPIRAN 34

DAFTAR TABEL

1 Ukuran meristik telur dan serabut telur ikan terbang 14

2 Kandungan proksimat telur dan serabut telur ikan terbang 14

3 Komposisi asam lemak telur dan serabut telur ikan terbang 16

4 Komposisi asam amino telur dan serabut telur ikan terbang 18

5 Total karotenoid telur dan serabut telur ikan terbang 20

6 Kandungan fitokimia ekstrak telur dan serabut telur ikan terbang 23 7 Hasil penetapan kadar fitokimia ekstrak telur dan serabut

telur ikan terbang 24

8 Aktivitas antioksidan ekstrak telur dan serabut telur ikan terbang 25

DAFTAR GAMBAR

1 Desain penelitian 4

2 Metode ekstraksi bertingkat 9

3 Telur ikan terbang 13

4 Rendemen ekstrak telur dan serabut telur ikan terbang 21

DAFTAR LAMPIRAN

1 Telur dan serabut telur ikan terbang 35

2 Ukuran meristik telur ikan terbang 35

3 Uji proksimat telur ikan terbang 35

4 Komposisi asam lemak telur ikan terbang 36

5 Kromatogram asam lemak standar 38

6 Kromatogram asam lemak telur ikan terbang 39

7 Kromatogrm asam lemak serabut telur ikan terbang 40

8 Komposisi asam amino telur ikan terbang 41

9 Kromatogram standar asam amino 42

10Kromatogram asam amino telur ikan terbang 43

11Kromatogram asasm amino serabut telur ikan terbang 44

12Kadar total karotenoid 44

13Kromatogram standard α-tokoferol 45 14Kromatogram α-tokoferol telur ikan terbang 45 15Kromatogram α-tokoferol serabut telur ikan terbang 46 16Hasil spektrum luas area bercak standar pembanding saponin (digoxin) 46


(13)

17Hasil spektrum luas area bercak saponin ekstrak etil asetat

telur ikan terbang 47

18Hasil spektrum luas area bercak standar pembanding steroid (diosgenin) 48 19Hasil spektrum luas area bercak steroid ekstrak n-heksan serabut

telur ikan terbang 49

20Hasil spektrum luas area bercak standar pembanding triterpenoid

(β-sitosterol) 49

21Hasil spektrum luas area bercak triterpenoid ekstrak etil asetat

telur ikan terbang 50

22Hasil spektrum luas arean bercak triterpenoid ekstrak metanol

telur ikan terbang 50

23Hasil spektrum luas area bercak standar pembanding flavonoid

(quarsetin) 51

24Hasil spektrum luas area bercak flavonoid ekstrak etil asetat

telur ikan terbang 51

25Hasil spektrum luas area bercak flavonoid ekstrak metanol

telur ikan terbang 52

26Persen inhibisi dan IC50 vitamin C 53

27Persen inhibisi dan IC50 ekstrak n-heksan 54

28Persen inhibisi dan IC50 ekstrak etil asetat 55


(14)

(15)

1 PENDAHULUAN

Latar Belakang

Ikan terbang (Hyrundicthys sp.) merupakan ikan pelagis yang hidup di perairan tropis dan subtropis dengan kondisi perairan yang jernih. Ikan terbang tersebar luas di wilayah Indo-Pasifik dari Perairan Arab sampai selatan Jepang, New Guinea, dan Australia (Parin 2003). Ikan terbang banyak ditemukan di perairan timur Indonesia, antara lain di Selat Makasar, Laut Flores, Laut Natuna, Laut Arafura Papua, dan Sulawesi Utara (Syahailatua et al. 2006). Produksi ikan terbang tahun 2014 yakni 15 973 ton (KKP 2015). Ikan ini dikenal dengan berbagai nama lokal dan di beberapa daerah disebut ikan tuing-tuing (Makassar), torani (Bugis) dan tourani (Mandar). Ikan ini termasuk ikan pelagis yang bernilai ekonomis penting. Ikan terbang dipasarkan dalam bentuk ikan kering dan ikan asap sedangkan telurnya dalam bentuk kering.

Telur ikan terbang banyak dimanfaatkan sebagai bahan pangan, komoditas ini juga diekspor ke negara-negara Amerika Serikat, Belanda, China, Jepang, Hongkong, Taiwan, Korea, Ukraina, Kanada, Thailand, Rusia, dan Vietnam. Harga jual per kg telur ikan terbang tahun 2011 Rp. 250 000 – Rp. 300 000, terjadi penurunan pada tahun 2013 Rp. 165 000 / kg (Fitrianti et al. 2014). Nilai ekspor telur ikan terbang tahun 2013 dari Sulawesi Selatan $13 675 500.43 atau setara dengan 614.61 ton (BPS 2013). Telur ikan terbang diekspor dalam bentuk sudah dilepaskan dari serabutnya. Menurut SNI (2010a), penanganan telur ikan terbang meliputi tahap pengeringan telur dan sortasi, serta pemisahan telur dan serabutnya dengan alat pemisah. Jumlah serabut kering sekitar 15% dari jumlah telur ikan terbang kering. Serabut telur ikan ini belum dimanfaatkan oleh masyarakat. Serabut telur ikan memiliki tekstur yang lembut dan bulky, diduga memiliki kandungan kolagen. Suvik dan Effendy (2012) menyatakan jaringan ikat kolagen hewan dapat dideteksi dengan pengamatan histologi pewarnaan khusus Masson Trichome, namun serabut telur ikan terbang ini belum dimanfaatkan oleh masyarakat. Oleh karena itu perlu kajian lebih lanjut mengenai karakteristik serabut telur ikan terbang melalui kajian kimiawi dan mikroskopi.

Telur ikan memiliki beberapa manfaat fungsional bagi tubuh. Intarasirisawat et al. (2011) menyatakan bahwa telur ikan merupakan suatu bahan pangan yang memiliki kandungan protein tinggi dan asam lemak omega yang berperan untuk mencegah penyakit kardiovaskular. Shirai et al. (2006) menyatakan bahwa produk salted Tobiko mengandung Docosahexaenoic Acid

DHA 27.9%. Lipid telur ikan mengandung beberapa komponen bioaktif, yakni α -tokoferol, karotenoid, dan koenzim Q10 yang berguna untuk kesehatan manusia (Palace dan Werner 2006). Telur ikan salmon memiliki kandungan α-tokoferol 85 mg/100g (Bekhit et al. 2009). Kandungan total karotenoid telur ikan salmon

chinook (Oncorhynchus tshawytscha) 17.9 ppm (Garner et al. 2010). Telur ikan terbang berpotensi sebagai bahan pangan, namun penelitian mengenai telur ikan terbang belum banyak dilaporkan. Penelitian telur ikan terbang yang sudah dilakukan antara lain mengenai proses pembentukan telur dan larva ikan terbang (Vijayaraghavan 1973), komposisi dan profil asam lemak produk salted telur ikan


(16)

terbang (Shirai et al. 2006), dan karakterisasi kualitas telur ikan terbang impor (Lu et al. 2011).

Penelitian terkait kandungan asam amino, asam lemak, total karotenoid, α -tokoferol, komponen bioaktif, dan aktivitas antioksidan telur dan serabut telur ikan terbang belum banyak dilaporkan. Informasi mengenai kandungan asam lemak, asam amino, total karotenoid, α-tokoferol, komponen bioaktif, dan aktivitas antioksidan diharapkan dapat bermanfaat untuk meningkatkan nilai guna dan dapat dilakukan pemanfaatan yang optimal. Pengamatan histologi terhadap serabut juga perlu dilakukan untuk menentukan ada dan tidaknya kolagen pada jaringan tersebut.

Perumusan Masalah

Telur ikan terbang merupakan komoditas ekspor dari sektor perikanan di Provinsi Sulawesi Selatan. Permintaan telur ikan terbang ini tinggi dari Negara Korea dan Jepang. Tingginya permintaan disebabkan oleh rasa telur yang khas dan memiliki asam omega-3 tinggi yang berguna bagi kesehatan. Berdasarkan penelitian sebelumnya, telur ikan terbang memiliki kandungan DHA sebesar 27.9%. Penelitian telur ikan terbang masih sangat terbatas, sehingga diperlukan penelitian mengenai karakteristik asam lemak, asam amino, total karotenoid, α -tokoferol, komponen bioaktif, dan aktivitas antioksidan. Penanganan telur ikan terbang ini menghasilkan limbah berupa serabut yang belum dimanfaatkan. Serabut memiliki tekstur yang lentur, tekstur ini diduga berpotensi sebagai sumber kolagen. Penelitian mengenai histologi terhadap serabut juga perlu dilakukan untuk menentukan ada dan tidaknya kolagen pada jaringan tersebut.

Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah :

(1) Menentukan karakteristik kimia telur dan serabut telur ikan terbang.

(2) Menentukan komponen bioaktif dan aktivitas antioksidan telur dan serabut ikan terbang

(3) Menentukan ada tidaknya kolagen pada serabut telur ikan terbang secara mikroskopi.

Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan memberikan informasi mengenai proksimat, kandungan asam lemak, asam amino, total karotenoid, α-tokoferol, komponen bioaktif, aktivitas antioksidan, dan karakteristik mikroskopi telur ikan terbang.

Ruang Lingkup Penelitian

Ruang lingkup penelitian ini meliputi :

1. Preparasi telur ikan terbang, uji proksimat, uji asam lemak, uji asam amino, uji total karotenoid, dan uji α–tokoferol.

2. Ekstraksi, uji fitokimia kualitatif dan kuantitatif, dan uji aktivitas antioksidan.


(17)

2

METODE

Waktu dan Tempat

Penelitian ini akan dilaksanakan dari Desember 2014 – Juni 2015. Proses preparasi, uji proksimat, ekstraksi, dan uji fitokimia dilakukan di Laboratorium Karakteristik Bahan Baku Hasil Perairan, Laboratorium Bioteknologi Hasil Perairan 2 THP-IPB. Pengujian asam lemak, asam amino, total karotenoid, dan tokoferol dilakukan di Laboratorium Pengujian Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Pascapanen Pertanian, Kementrian Pertanian Republik Indonesia.

Alat dan Bahan

Alat yang digunakan antara lain timbangan analitik Sartonius tipe TE15025, cawan porselen, oven Yamato tipe DV-41, desikator (analisis kadar air); tabung reaksi, labu Erlenmeyer, tabung Sokhlet, pemanas Sibata tipe SB-6 (analisis kadar lemak); tabung Kjeldahl, destilator, buret (analisis kadar protein); tanur Yamato tipe FM 38 dan desikator (analisis kadar abu). Alat yang digunakan

untuk analisis asam amino dan α-tokoferol adalah membran millipore 0.45 mikron, perangkat HPLC merk Shimadzu LC-10 AD kolom ODS, syringe 100

μL, vial 1 mL, dan labu takar 100 mL. Analisis asam lemak menggunakan perangkat Gas Chromatografy (GC) merk Shimadzu. Analisis total karotenoid dilakukan dengan ultrasonik (power sonic 405) dan spektrofotometer UV-VIS-6500. Ekstraksi, uji aktivitas antioksidan, dan uji fitokimia menggunakan peralatan orbital shaker (WiseShake), rotary evaporator (Buchi Rot. R-205),

spektrofotometer UV-Vis (Hitachi U-2800), lampu UV, dan kromatografi lapis tipis (gel silica 60 F254). Alat yang digunakan untuk pengamatan mikroskopis telur menggunakan mikroskop Scalar SDA-1, sedangkan mikroskopis serabut menggunakan mikroskop trinokuler Olympus CX41 dengan tipe kamera DP21.

Bahan utama yang digunakan adalah telur ikan terbang kering yang diperoleh dari Makassar, Sulawesi-Selatan. Bahan kimia yang digunakan yaitu akuades, kjeltab jenis selenium, larutan H2SO4 pekat, NaOH, H3BO3,larutan HCl

0.1 N,HCl 6N, H3BO4 2%, buffer natrium karbonat, ethanol-ascorbic acid 0.1 %,

KOH, standar tokoferol, standar β-karoten, larutan aseton-heksana 3:7, larutan aseton 9% dalam heksana, larutan heksana, kapas bebas lemak, alumina aktif, pelarut organik (metanol, etilasetat, N-heksan), natrium sulfat anhidrat (Na2SO4)

serbuk, alumina aktif, DPPH, vitamin C, pereaksi Dragendroof, pereaksi Meyer, pereaksi Wagner, asam sulfat, larutan FeCl3, pereaksi Molish, pereaksi Benedict,

pereaksi Biuret, dan larutan Ninhidrin. Bahan yang digunakan untuk preparat histologi adalah BNF, xylene, NaCl fisiologis 9%, alkohol 70%, gliserin, parafin, hematoxilin, eosin, dan aniline blue.


(18)

Prosedur Penelitian

Tahapan penelitian ini meliputi karakterisasi kimia, komponen bioaktif, dan mikroskopi. Karakterisasi kimia meliputi preparasi analisis asam lemak, asam amino, total karotenoid, α-tokoferol. Karakterisasi komponen bioaktif meliputi ekstraksi menggunakan maserasi bertingkat, uji fitokimia, penetapan kadar fitokimia, dan uji aktivitas antioksidan. Karakterisasi mikroskopi menggunakan metode paraffin dengan pewarnaan hematoxilin eosin dan masson trichrome

untuk melihat keberadaan kolagen pada serabut telur ikan terbang. Desain penelitian dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1 Desain penelitian

Preparasi Bahan Baku

Pengambilan sampel telur ikan terbang kering dilakukan di eksportir telur ikan terbang di Makassar, Sulawesi Selatan. Sampel dimasukkan dalam wadah plastik, diangkut dengan pesawat terbang. Sampel yang telah didapat dipisahkan antara telur dan serabutnya. Telur ikan kering kemudian dihaluskan menggunakan

blender sehingga diperoleh serbuk telur dan serabut telur ikan dipotong kecil-kecil dengan ukuran ±1 cm. Serbuk telur ikan dan serabut disimpan dalam plastik pada suhu freezer (-20 oC)untuk proses penelitian selanjutnya.

Pengamatan struktur jaringan

Pewarnaan HE dan Masson

trichrome Telur dan serabut kering

Proksimat Asam amino Asam lemak Total

karotenoid

α-tokoferol

Karakterisasi komponen

bioaktif Karakterisasi

kimia Karakterisasi mikroskopis

Pengecilan ukuran

Ekstrak kasar

Fitokimia kualitatif Fitokimia kuantitatif Uji aktivitas antioksidan


(19)

Analisis Proksimat (AOAC 2005)

Kandungan gizi telur dan serabut telur ikan terbang ditentukan menggunakan uji proksimat. Analisis yang dilakukan meliputi uji kandungan air, lemak, protein, dan abu. Kadar karbohidrat diperoleh secara by difference.

1). Analisis kadar air (AOAC 2005)

Tahap pertama yang dilakukan untuk menganalisis kadar air adalah mengeringkan cawan porselen dalam oven pada suhu 105 oC selama 1 jam. Cawan tersebut diletakkan ke dalam desikator (kurang lebih 15 menit) hingga suhu ruang kemudian ditimbang . Sebanyak 5 gram contoh dimasukkan ke dalam cawan tersebut, kemudian dikeringkan dengan oven pada suhu 105 oC selama 5 jam atau hingga beratnya konstan. Setelah selesai, cawan tersebut kemudian dimasukkan ke dalam desikator hingga suhu ruang, kemudian ditimbang. Kadar air ditentukan dengan rumus:

B - C

Kadar air (%) = x 100% B - A

Keterangan: A = Berat cawan kosong (g)

B = Berat cawan yang diisi dengan sampel (g)

C = Berat cawan dengan sampel yang sudah dikeringkan (g) 2). Analisis kadar lemak (AOAC 2005)

Sampel seberat 5 gram (W1) dimasukkan ke dalam kertas saring pada

kedua ujung bungkus ditutup dengan kapas bebas lemak dan selanjutnya dimasukkan ke dalam selongsong lemak, kemudian sampel yang telah dibungkus dimasukkan ke dalam labu lemak yang sudah ditimbang berat tetapnya (W2) dan

disambungkan dengan tabung Soxhlet. Selongsong lemak dimasukkan ke dalam

ruang ekstraktor tabung Soxhlet dan disiram dengan pelarut lemak (n-heksana p.a.), kemudian direfluks selama 6 jam. Pelarut lemak yang ada dalam

labu lemak didestilasi hingga semua pelarut lemak menguap. Pada saat destilasi pelarut akan tertampung di ruang ekstraktor, pelarut dikeluarkan sehingga tidak kembali ke dalam labu lemak, selanjutnya labu lemak dikeringkan dalam oven pada suhu 105 oC, setelah itu labu didinginkan dalam desikator sampai beratnya konstan (W3).

Perhitungan kadar lemak:

W3– W2

Kadar lemak (%) = x 100% W1

Keterangan : W1 = Berat sampel (g)

W2 = Berat labu lemak kosong (g)

W3 = Berat labu lemak dengan sampel (g)

3). Analisis kadar protein (AOAC 2005)

Tahap-tahap yang dilakukan dalam analisis protein terdiri dari tiga tahap yaitu destruksi, destilasi dan titrasi. Pengukuran kadar protein dilakukan dengan metode mikro Kjeldahl. Sampel ditimbang sebanyak 0.25 gram, kemudian dimasukkan ke dalam labu Kjeldahl 100 mL, lalu ditambah 0.25 gram selenium


(20)

dan 3 mL H2SO4 p.a. pekat. Contoh didestruksi pada suhu 410 oC selama kurang

lebih 1 jam sampai larutan jernih lalu didinginkan. Setelah dingin, ke dalam labu Kjeldahl ditambahkan 50 mL akuades dan 20 mL NaOH 40%, kemudian didestilasi dengan suhu destilator 100 oC. Hasil destilasi ditampung dalam labu Erlenmeyer 125 mL yang berisi campuran 10 mL asam borat (H3BO3) 2% dan 2

tetes indikator bromcherosol green-methyl red yang berwarna merah muda (1:2). Setelah volume destilat mencapai 40 mL dan berwarna hijau kebiruan, maka proses destilasi dihentikan. Destilat lalu dititrasi dengan HCl 0.10 N sampai terjadi perubahan warna merah muda. Volume titran dibaca dan dicatat. Perhitungan kadar protein adalah sebagai berikut:

(mL HCl – mL HCl blnko) x N HCl

%N = x 14 x 100% mg sampel

Kadar protein (%) = % N x faktor konversi (6.25) 4). Analisis kadar abu (AOAC 2005)

Cawan pengabuan dikeringkan di dalam oven selama 1 jam pada suhu 105 oC, kemudian didinginkan selama 15 menit di dalam desikator dan ditimbang hingga didapatkan berat yang konstan. Sampel sebanyak 5 gram dimasukkan ke dalam cawan pengabuan dan dipijarkan di atas nyala api hingga tidak berasap lagi. Setelah itu, dimasukkan ke dalam tanur pengabuan dengan suhu 600 oC selama 1 jam dan didinginkan sampai suhu ruang, kemudian ditimbang hingga didapatkan berat yang konstan. Kadar abu ditentukan dengan rumus:

B - A

Kadar abu (%) = x 100% C

Keterangan: A = Berat cawan abu porselin kosong (g)

B = Berat cawan abu porselin + sampel setelah dikeringkan (g) C = Berat sampel (g)

Analisis Asam Lemak (AOAC 2005)

a. Tahap ekstraksi

Asam lemak diperoleh dengan metode sokhlet, setelah itu ditimbang sebanyak 0.02 g lemak dalam bentuk minyak.

b. Pembentukan lemak ester (metilasi)

Metilasi dilakukan dengan merefluks lemak di atas penangas air dengan pereaksi berturut-turut NaOH-metanol 0.5 N, BF3 dan iso oktan. Sebanyak 0.02 g minyak dari sampel dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambah 1 mL NaOH-metanol 0.5 N lalu dipanaskan dalam penangas air selama 20 menit pada suhu 80 °C. Larutan kemudian didinginkan. Sebanyak 2 mL BF3 ditambahkan ke dalam tabung lalu tabung dipanaskan kembali pada waterbath dengan suhu 80 °C selama 20 menit dan didinginkan kemudian ditambah 2 mL NaCl jenuh dan


(21)

dikocok lalu ditambah 1 mL iso oktan, kemudian dikocok dengan baik. Larutan iso oktan bagian atas dipindahkan dengan bantuan pipet tetes ke dalam tabung

reaksi. Sebanyak 1 μL sampel diinjeksi ke dalam gas kromatografi. Asam lemak yang ada dalam bentuk metil ester akan diidentifikasi oleh flame ionization detector (FID) atau detektor ionisasi nyala dan respon yang ada akan tercatat melalui kromatogram (peak).

c. Identifikasi asam lemak

Identifikasi asam lemak dilakukan dengan menginjeksi metil ester pada alat kromatografi gas dengan kondisi sebagai berikut: standar asam lemak yang digunakan adalah SupelcoTM 37 component FAME Mix. Gas yang digunakan sebagai fase bergerak adalah nitrogen dengan aliran bertekanan 20 mL/menit dan sebagai gas pembakar adalah hidrogen dengan aliran 30 mL/ menit. Kolom yang digunakan adalah kolom kapiler Quadrex fused silica capillary column 007

cyanoprophyl methyl sil yang panjangnya 60 m dengan diameter dalam 0.25 mm. Temperatur terprogram yang digunakan adalah suhu 125 °C, kemudian suhu dinaikkan 5 °C per menit hingga suhu akhir 225 °C. Suhu injektor 220 oC dan suhu detektor 240 oC.

Analisis Asam Amino (AOAC 2005)

Komposisi asam amino ditentukan dengan menggunakan HPLC. Perangkat HPLC harus dibilas terlebih dahulu dengan eluen yang akan digunakan selama 2-3 jam. Analisis asam amino dengan menggunakan HPLC terdiri dari empat tahap, yaitu: tahap pembuatan hidrolisat protein, tahap pengeringan, tahap derivatisasi dan tahap injeksi serta analisis asam amino.

a. Tahap pembuatan hidrolisat protein

Sampel ditimbang sebanyak 0.1 g, dihancurkan, dan ditambah HCl 6 N sebanyak 10 mL, kemudian dipanaskan dalam oven pada suhu 100 oC selama 24 jam. Pemanasan dilakukan untuk mempercepat reaksi hidrolisis.

b. Tahap pengeringan

Penyaringan bertujuan agar larutan yang dihasilkan benar-benar bersih, terpisah dari padatan. Hasil saringan diambil sebanyak 30 µL dan ditambah dengan 30 µL larutan pengering. Larutan pengering dibuat dari campuran metanol, pikotiosianat dan trietilamin dengan perbandingan 4:4:3.

c. Tahap derivatisasi

Derivatisasi dilakukan agar detektor mudah untuk mendeteksi senyawa yang ada pada sampel. Larutan derivatisasi sebanyak 30 µL ditambahkan pada hasil pengeringan. Larutan derivatisasi dibuat dari campuran metanol, natrium asetat dan trietilamin dengan perbandingan 3:3:4. Selanjutnya dilakukan pengenceran dengan cara menambahkan 20 mL asetonitril 60% atau buffer natrium asetat 1 M, lalu dibiarkan selama 20 menit.

d. Injeksi ke HPLC

Hasil saringan diambil sebanyak 40 µL untuk diinjeksikan ke dalam HPLC. Perhitungan konsentrasi asam amino yang ada pada bahan dilakukan dengan pembuatan kromatogram standar dengan menggunakan asam amino yang telah siap pakai yang mengalami perlakuan yang sama dengan sampel. Kandungan asam amino dalam bahan dapat dihitung dengan rumus:


(22)

luas area sampel x C x Fp x BM

% Asam amino = x 100% luas area standar x bobot sampel

Keterangan:

C = Konsentrasi standar asam amino (µg/mL) FP = Faktor pengenceran

BM = Bobot molekul dari masing-masing asam amino (g/mol)

Analisis Total Karotenoid (Apriyantono et al. 1989)

Larutan telur ikan terbang yang homogen sebanyak 2 gram dimasukkan ke dalam labu erlenmeyer, kemudian ditambah 50 mL aseton-heksana 3:7. Campuran dikocok menggunakan sonikator 30 menit, kemudian didiamkan semalam dengan penutup plastik hitam. Karoten dipisahkan dengan penambahan aseton dan heksana kemudian dimasukkan ke dalam labu pisah dan ditambah air suling. Fasa organik diambil dan ditambah heksan dan ditera hingga 50 mL. Absorbansi larutan uji diukur dengan spektrofotometer pada panjang gelombang 452 nm. Blanko yang digunakan yaitu aseton 9% dalam heksana. Standar yang digunakan

yaitu standar β-karoten. Kadar karoten dihitung dengan rumus : (abs.sampel – b) x vol x fp a

Kadar karoten = bobot sampel Keterangan: fp = faktor pengenceran

vol = volume akhir

a = didapat dari kurva standar b = didapat dari kurva standar

Analisis α-Tokoferol (AOAC 2005)

Sampel sebanyak 2 g dimasukkan ke dalam tabung sentrifuse 50 mL, ditambah 5 mL larutan ethanol-ascorbic acid 0,1 % dan 2 mL KOH 50 %. Selanjutnya dipanaskan pada suhu 70 oC selama 30 menit, divortex tiap 10 menit dan didinginkan hingga suhu ruang. Larutan ini ditambah 7 mL ddH2O, 5 mL

heksana lalu dikocok selama 5 menit dan didiamkan sampai terpisah. Lapisan n-heksana yang telah terpisah kemudian diuapkan sampai kering. Selanjutnya dimasukkan ke dalam labu ukur 50 mL dan ditera dengan metanol HPLC grade, setelah itu disaring dengan penyaring ukuran 0.45 μm. Larutan fase gerak menggunakan metanol gradien grade, larutan disaring dengan penyaring 0.45 μm lalu dilakukan ultrasonik selama 15 menit. Perhitungan kadar tokoferol:

Asp Vsp Csp = x Cst x Ast Wsp Keterangan :

Csp : konsentrasi sampel (ppm) Cst : konsentrasi standar (ppm) Asp : area contoh


(23)

Ast : area standar

Vsp : volume pelarutan sampel (mL) Wsp : bobot contoh (g)

Ekstraksi (Ebada et al. 2008)

Sampel diekstraksi menggunakan tiga macam pelarut berdasarkan tingkat kepolarannya, yaitu n-heksana (non polar), etil asetat (semi polar), dan metanol (polar). Sampel sebanyak 50 gram dimaserasi dengan pelarut n-heksan dengan perbandingan 1:3 pada suhu ruang selama 48 jam lalu disaring. Proses ini diulang sebanyak 3 kali. Filtrat yang dihasilkan digabungkan dan dipekatkan dengan menggunakan rotary evaporator. Residu n-heksana dipartisi kembali dengan etil asetat, dan diulang sebanyak 3 kali. Filtrat yang dihasilkan dikumpulkan dan dipekatkan, lalu dihitung rendemennya. Filtrat yang dihasilkan dipartisi kembali dengan metanol, diulang sebanyak 3 kali. Filtrat dikumpulkan dan dipekatkan, kemudian dihitung rendemennya.

Gambar 2 Metode ekstraksi bertingkat (Ebada et al. 2008) 3X

3X

3X

Evaporasi

Ekstrak Etil Asetat Filtrat

Residu

Maserasi dengan metanol 1:3 2x24 jam; 2 x g; 24 oC

Evaporasi Ekstrak Metanol

Filtrat Residu

Maserasi dengan etil asetat 1:3; 2x24 jam; 2 x g; 24 oC Evaporasi

Ekstrak n-heksan Filtrat Residu

Penyaringan

Telur dan serabut telur kering 50 g Maserasi n-Heksan 1:3; 2x24 jam; 2 x g ; 24 oC


(24)

Uji Fitokimia Kualitatif (Harborne 1987)

Pengujian fitokimia dilakukan untuk menentukan komponen-komponen bioaktif yang terdapat pada ekstrak kasar telur dan serabut telur ikan terbang. Uji fitokimia meliputi uji alkaloid, steroid/triterpenoid, flavonoid, fenol hidrokuinon, dan saponin.

Uji alkaloid. Sebanyak 0.1 mg ekstrak kasar telur dan serabut telur ikan terbang dilarutkan dengan 10 mL kloroform dan beberapa tetes NH4OH dan

disaring ke dalam tabung reaksi tertutup. Ekstrak kloroform dalam tabung reaksi dikocok dengan penambahan 10 tetes H2SO4 2 M kemudian lapisan asamnya

dipindahkan ke dalam tabung reaksi yang lain. Lapisan asam ini diteteskan pada pelat tetes dan ditambahkan pereaksi Meyer, Wagner, dan Dragendorf yang akan menimbulkan endapan warna berturut-turut putih, cokelat, dan merah jingga.

Uji triterpenoid dan steroid. Uji ini menggunakan pereaksi Lieberman- Buchard. Pada pengujian ini, sebanyak 0.1 mg ekstrak telur dan serabut telur ikan terbang dilarutkan dengan 25 mL etanol (50 ºC), disaring dan residu ditambah eter. Filtrat ditambah 3 tetes asam asetat anhidrat dan 1 tetes asam sulfat pekat secara berurutan. Larutan dikocok perlahan dan dibiarkan beberapa menit. Uji positif ditandai dengan terbentuknya warna merah atau ungu untuk triterpenoid serta hijau atau biru untuk steroid.

Uji flavonoid. Sebanyak 0.1 mg ekstrak telur dan serabut telur ikan terbang ditambah 10 mL air panas kemudian dididihkan selama 5 menit dan disaring. Sebanyak 10 mL filtrat ditambah 0.5 g serbuk Mg, 1 mL HCl pekat, dan 1 mL amil alkohol. Campuran dikocok kuat-kuat. Uji positif ditandai dengan munculnya warna merah, kuning, atau jingga pada lapisan amil alkohol.

Uji Fenol hidrokuinan (pereaksi FeCl3). Sebanyak 0.1 mg sampel

diekstrak dengan 20 mL etanol 70%. Larutan yang dihasilkan diambil sebanyak 1 mL kemudian ditambah 2 tetes larutan FeCl3 5%. Hasil uji sampel positif

mengandung Fenol hidrokuinan yang ditunjukkan dengan terbentuknya warna hijau atau hijau biru.

Uji saponin. Sebanyak 0.1 mg ekstrak telur dan serabut telur ikan terbang ditambahkan ke dalam 10 mL air panas dan dididihkan selama 5 menit lalu disaring. Filtrat dikocok dalam tabung reaksi tertutup selama 10 detik, kemudian dibiarkan selama 10 menit. Adanya saponin ditunjukkan dengan terbentuknya buih stabil.

Uji Penetapan Kadar Fitokimia (Desmiaty et al. 2014)

Penetapan kadar ekstrak dilakukan dengan metode KLT-Densitometer dan dibandingkan dengan standar yang digunakan. Standar yang digunakan terdiri atas quarsetin (standar flavanoid); diosgenin (standar steroid); digoxine (standar saponin), dan -sitosterol (standar triterpenoid).

Larutan Baku Standar

Standar yang digunakan ditimbang sebanyak 5 mg dilarutkan dalam metanol p.a sebanyak 10 mL sehingga diperoleh larutan standar 500 ppm. Sebanyak 10 µL larutan standar pembanding ditotolkan pada lempeng KLT silika gel GF254.


(25)

Larutan Uji

Sampel ditimbang sebanyak 25 mg dan dilarutkan dalam metanol (10 000 ppm). Sampel liquid yang diperoleh kemudian dianalisis dengan kromatografi lapis tipis. Setiap sampel ditotolkan sebanyak 5-10 µL dengan konsentrasi 10 000 ppm pada lempeng silika gel GF254, diikuti dengan ditotolkan masing-masing

standar misalnya quarsetin dan seterusnya. Kemudian masing-masing sampel dielusi dengan eluen yang sesuai. Untuk penentuan kadar flavonoid menggunakan eluen etil asetat : metanol (7:3), saponin menggunakan eluen kloroform : metanol (3.5:1.5), steroid menggunakan eluen etil asetat : metanol (8.5:1.5) dan triterpenoid menggunakan eluen etil asetat : metanol (8.5:1.5). Setelah itu bercak diamati di bawah lampu UV dengan panjang gelombang 254 nm. Bila bercak yang diharapkan tidak terdeteksi dengan UV, maka bercak ditandai pada tepi plat sesuai dengan KLT sampel yang telah dilakukan sebelumnya dan dideteksi dengan pereaksi berdasarkan standar yang digunakan. Pereaksi yang digunakan misalnya untuk mendeteksi flavonoid disemprot dengan AlCl3, saponin disemprot

dengan larutan Leiberman Buchard, steroid disemprot dengan larutan Leiberman Buchard, sedangkan triterpenoid disemprot dengan H2SO4 dan dipanaskan di atas

hot plate hingga timbul bercak spot yang jelas. Sampel pada plat KLT yang telah dielusi kemudian dianalisis dengan densitometer pada panjang gelombang 254 nm. Kadar ekstrak dihitung dengan metode perbandingan luas area uji terhadap luas area pembanding dalam %.

Uji Aktivitas Antioksidan (Hanani et al. 2005)

Aktivitas antioksidan ekstrak kasar telur ikan terbang ditentukan menggunakan metode 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazyl (DPPH). Metode pengujian DPPH berdasarkan pada kemampuan substansi antioksidan tersebut dalam menetralkan radikal bebas. Tahap awal pengujian aktivitas antioksidan adalah mempersiapkan larutan uji. Ekstrak kasar dilarutkan dalam metanol dengan kosentrasi 200, 400, 600, 800, dan 1 000 ppm. Vitamin C digunakan sebagai kontrol positif dan pembanding dengan masing-masing kosentrasi 0.625; 1.25; 2.5; 5; dan 10 ppm.

Larutan DPPH dibuat dengan melarutkan DPPH dalam metanol dengan konsentrasi 1 mM yang dibuat segar dan dijaga pada suhu rendah serta terlindung dari cahaya. Sebanyak 4.5 mL larutan uji direaksikan dengan 0.5 mL larutan DPPH, kemudian diinkubasi pada suhu 37 oC selama 30 menit. Uji serapan dilakukan pada panjang gelombang 517 nm. Aktivitas antioksidan dari masing-masing sampel dan antioksidan pembanding vitamin C dinyatakan dengan persen inhibisi, yang dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Absorbsi kontrol- Absorbsi sampel

% inhibisi = X 100% Absorbsi kontrol

Data hasil penentuan aktivitas antioksidan dengan metode DPPH dihitung nilai IC50nya dengan menggunakan persamaan regresi linier. Nilai hambatan dan

konsentrasi ekstrak diplot masing-masing pada sumbu x dan y, persamaan garis yang diperoleh digunakan untuk mencari Inhibition concentration 50 (IC50).


(26)

Analisis Jaringan (Gunarso 1989)

Sampel difiksasi dalam larutan BNF, kemudian didehidrasi yang meliputi perendaman sampel dalam alkohol 70% selama 24 jam, perendaman dalam alkohol 80%, 90%, 95% (1), 95% (2) dan 100% (1) masing- masing selama 2 jam, kemudian perendaman alkohol 100% tahap 2 selama 1 jam. Pemindahan sampel ke larutan alkohol dan xylol dilakukan selama 30 menit, kemudian memindahkan sampel ke larutan xylol 1, 2 dan 3 masing-masing selama 30 menit, dilanjutkan dengan pemindahan sampel ke larutan xylol dan paraffin selama 45 menit pada suhu 55 °C. Tahap embedding dilakukan dengan cara memasukkan sampel ke dalam paraffin 1, 2,dan 3 masing-masing selama 45 menit. Paraffin dicetak dalam kotak yang terbuat dari kertas dan sampel diletakkan di dalamnya dengan posisi yang sesuai. Penyayatan dengan mikrotom dilakukan dengan ketebalan irisan 7-9 µm dan sayatan diletakkan di atas gelas objek yang telah diberi perekat. Proses pewarnaan jaringan dilakukan dengan menggunakan pewarna haemotoxilin dan eosin.

Pengamatan Histolgi dengan Pewarnaan Masson's trichrome (Suvik dan Effendy 2012)

Serabut telur direndam ke dalam xylene selama 4 menit, kemudian direndam larutan Bouin 60°C selama 45 menit. Selanjutnya, dicuci dengan air mengalir sampai warna kuning dalam sampel menghilang. Sampel direndam dalam hematoksilin selama 8 menit, kemudian ditreatment menggunakan larutan asam phosphomolybidic selama 10 menit sebagai larutan mordant dan direndam selama 5 menit pada methyl blue untuk melihat fibroblast dan kolagen. Irisan serabut dicuci dalam air yang mengalir selama 2 menit dan diberi 1% larutan asam asetat selama 1 menit. Sebelum pengamatan, irisan atau slide dicelupkan ke dalam xylene selama 1 menit.


(27)

3 HASIL DAN PEMBAHASAN

Deskripsi Telur dan Serabut Telur Ikan Terbang

Telur ikan terbang kering memiliki ciri dengan bentuknya yang tidak beraturan dan berwarna kecoklatan (Gambar 1a). Bentuk yang tidak beraturan ini disebabkan oleh adanya pengeringan sehingga selaput luar telur mengerut. Serabut telur berwarna putih dan berbentuk seperti benang (1b). Struktur serabut telur berbentuk tubular dengan bagian luar yang lebih terang (1c). Litscher dan Wassarman (2007) menyatakan bahwa bagian luar telur ikan terdiri dari filamen panjang yang saling berhubungan. Vijayaraghavan (1973) menyatakan telur ikan

Hirundichthys coromandelensis memiliki tiga jenis serabut telur yakni : 1) serabut diameter besar yang terdapat di bagian basal dan berfungsi sebagai penahan 2) serabut berdiameter sedang yang terdapat di zona radiata 3) serabut berdiameter kecil yang terdapat diseluruh permukaan telur. Telur dan serabut telur ikan terbang dapat dilihat pada Gambar 3.

(a) (b)

(c) (d)

Gambar 3 (a) telur ikan perbesaran 50 x (b) serabut telur perbesaran 50 x (c) irisan serabut telur perbesaran 100x10 (d) irisan serabut telur perbesaran 40x10

Pewarnaan kolagen dengan menggunakan pewarnaan masson's trichrome menunjukkan bahwa serabut kering tidak terdeteksi adanya kolagen, hal ini dapat dilihat dari jaringan yang tidak berwarna biru (Gambar 1d). Metode

trichrome dapat mengidentifikasi keberadaan kolagen dengan teknik pewarnaan yang menggunakan dua atau lebih pewarna anionik yang berhubungan dengan

phosphomolybdic atau asam fosfat. Asam ini dapat dicampurkan dengan pewarna atau larutan dari reagen yang digunakan. Kolagen diwarnai secara selektif oleh salah satu pewarna. Warna biru berasal dari pewarna aniline blue yang


(28)

menunjukkan adanya jaringan kolagen, sedangkan warna merah berasal dari pewarna phosphotungistic acid dan orange G mewarnai sitoplasma dan inti sel (Kiernan 1990).

Ukuran telur ikan terbang dihitung menggunakan mikroskop Scalar SDA-1. Ukuran telur ikan terbang dapat dilihat pada Tabel 1:

Tabel 1. Ukuran meristik telur ikan terbang

Parameter Satuan Nilai

Diameter mm 1.98±0.29

Keliling mm 5.44±0.47

Luas mm2 19.65±1.40

Ukuran telur ikan terbang yang digunakan berdiameter 1.98±0.29 mm (Tabel 1). Ukuran ini lebih kecil dibandingkan telur ikan salmon yang berdiameter 5.69±0.78 mm (Bekhit et al. 2009). Spesies dan habitat dapat mempengaruhi ukuran telur. Habitat dengan suhu yang tinggi akan menghasilkan ukuran telur yang kecil. Suhu dapat mempengaruhi sistem hormon reproduksi yang akan berpengaruh terhadap oogenesis dan ukuran telur (Robertson dan Collin 2015).

Diameter telur dapat mengindikasi tingkat kematangan gonad. Herawati et al. (2005) menyatakan bahwa diameter telur Hirundichthys oxycephalus pada tingkat kematangan gonad (TKG) III berkisar 0.981 - 2.348 mm, ikan terbang betina menghasilkan telur 767 – 9 213 butir. Telur yang digunakan pada penelitian ini gonad yang sudah matang (TKG III). Ukuran telur dapat menentukan kuantitas kandungan kuning telur.

Komposisi Proksimat Telur dan Serabut Telur Ikan Terbang

Analisis proksimat yang dilakukan pada telur ikan terbang meliputi uji kadar air, abu, protein, lemak, dan karbohidrat. Hasil analisis proksimat telur dan serabut telur ikan terbang ditunjukkan pada Tabel 2.

Tabel 2 Kandungan proksimat telur dan serabut telur ikan terbang

Komposisi proksimat

Telur Serabut Mullet caviar *

%(bb) %(bk) %(bb) %(bk) %(bb) %(bk)

Air 19.27 15.84 26.30

Abu 6.65 8.25 6.96 8.28 4.68 6.38

Lemak 5.02 6.22 7.03 8.72 13.30 17.96

Protein 30.27 37.53 33.70 40.10 41.80 56.43

Karbohidrat (by different)

38.79 48.09 36.47 43.40 14.00 18.90

Keterangan: *Celik et al. (2012), bb: berat basis basah, bk: berat basis kering.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar air telur ikan terbang 19.27% dan serabut telur ikan terbang 15.84%. Nilai kadar ini sesuai dengan syarat kadar air ikan terbang menurut SNI (2010b) yang menyatakan bahwa kadar air telur ikan


(29)

terbang kering < 20%. Kadar air yang rendah ini dapat meningkatkan daya awet telur dengan mencegah bahan dari kerusakan oleh jamur dan mikroba pembusuk lainnya. Menurut SNI (2010b), batas cemaran mikroba telur ikan terbang kering yaitu ALT maks. 1 x 105 koloni/g, E.coli maks. < 3 APM/g, Salmonella negatif, V.cholerea negatif, S.aureus maks. 1 x 103 koloni/g. Air merupakan komponen yang penting dalam bahan makanan, karena air dapat memberikan pengaruh pada penampakan, tekstur serta cita rasa. Kadar air dalam bahan makanan ikut menentukan daya terima, kesegaran, dan daya simpan bahan tersebut (Winarno 2008).

Kadar abu telur ikan terbang 8.25% (bk) dan serabut telur ikan terbang 8.28% (bk). Mullet caviar yang diteliti oleh Celik et al. (2012) memiliki kadar abu lebih rendah yakni 6.38% (bk). Abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Kadar abu menunjukkan kandungan mineral yang terdapat dalam suatu bahan. Tingginya kadar abu telur dan serabut disebabkan oleh adanya pengeringan dan penggaraman. Bekhit et al. (2008) menyatakan cara pengolahan telur ikan mempengaruhi kandungan mineral. Proses metabolisme berperan dalam pembentukan mineral tubuh. Majewska et al. (2009) menyatakan bahwa suatu spesies yang sudah matang gonad akan mengalami peningkatan kadar mineral dalam tubuhnya.

Kadar lemak telur ikan terbang 6.22% (bk) dan serabut telur ikan terbang 8.72% (bk). Menurut Intarasirisawat et al. (2011), kadar lemak telur skipjack,

tongkol, bonito secara berturut-turut 12.17%; 20.45%; 15.80% (bk). Spesies, makanan, habitat, ukuran, dan tingkat kematangan gonad akan mempengaruhi kandungan lemak dalam suatu bahan biologis. Perkembangan telur di perairan tropis lebih cepat dibandingkan subtropis sehingga tidak dibutuhkan cadangan lemak. Perkembangan telur ikan terbang hingga menjadi larva dibutuhkan waktu 1-2 minggu (Sihotang 2004). Kadar lemak juga dipengaruhi waktu pengambilan telur. Telur ikan yang diambil setelah puncak pemijahan kadar lemaknya rendah. Kocatepe et al. (2012) menyatakan kadar lemak whiting roe yang diambil Oktober-April berkisar 2.27 – 35.15% (bk).

Kadar protein telur ikan terbang yakni 37.53% (bk) dan serabut telur ikan terbang 40.10% (bk). Telur ikan Acipenser ruthenus yang diteliti Park et al.

(2015) menunjukkan kadar protein lebih besar, yakni 52.13% (bk). Protein berfungsi sebagai bahan dasar pembentuk sel-sel dan jaringan tubuh. Parkash et al. (2013) menyatakan bahwa lipoprotein pada telur ikan Channa punctatus

berfungsi untuk menyediakan energi dan nutrisi bagi perkembangan embrio. Hasil perhitungan kadar karbohidrat telur dengan metode by difference

menunjukkan nilai telur 48.09% (bk) dan serabut 43.40% (bk). Nilai ini lebih tinggi dibandingkan karbohidrat mullet caviar yang sebesar 18.90% (bk) (Celik et al .2012). Perbedaan kadar kabohidrat disebabkan perbedaan spesies dan habitat. Ikan terbang yang hidup di perairan tropis akan mengalami perkembangan telur yang cepat sehingga dibutuhkan energi yang lebih banyak. Perkembangan telur ikan terbang hingga menjadi larva dibutuhkan waktu 1-2 minggu (Sihotang 2004).


(30)

Asam Lemak Telur dan Serabut Telur Ikan Terbang

Asam lemak adalah senyawa asam alifatik dengan rantai karbon yang berasal atau terkandung dalam minyak atau lemak. Asam lemak alami umumnya memiliki 4 hingga 28 atom karbon (umumnya berjumlah genap), dapat bersifat jenuh maupun tak jenuh (IUPAC 2012). Analisis kualitatif asam lemak pada telur ikan menghasilkan 22 jenis asam lemak dan serabut telur ikan terbang menghasilkan 23 jenis asam lemak. Komposisi asam lemak dalam telur ikan dan serabut telur ikan terbang dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3 Komposisi asam lemak telur dan serabut telur ikan terbang

Asam Lemak % w/w

Telur Serabut Telur

Sturgeon* Saturated Fatty Acid (SFA )

Laurat C12:0 <0.001 0.03±0.00 0.45

Miristat C14:0 0.83±0.00 0.64±0.06 1.59

Pentadekanoat C15:0 0.73±0.01 0.54±0.04 0.29

Palmitat C16:0 20.18±0.1 15.59±0.06 22.46

Heptadekanoat C17:0 1.00±0.06 1.34±0.01 0.44

Stearat C18:0 6.56±0.01 6.17±0.13 0.19

Arakidat C20:0 0.14±0.04 0.54±0.03 0.22

Behenat C22:0 0.14±0.00 0.82±0.01 0.41

Trikosanoat C23:0 0.05±0.00 0.13±0.00 1.82

Lignoserat C24:0 0.08±0.01 0.33±0.01 -

Total SFA 29.71 26.13 27.87

Monosaturated Fatty Acid (MUFA)

Palmitoleat C16:1 1.09±0.08 1.00±0.02 7.51

Heptadekanoat C17:1 0.27±0.04 0.25±0.06 0.81

Elaidat C18:1n9t 0.06±0.03 0.05±0.01 -

Oleat C18:1n9c 6.42±0.11 6.89±0.24 33.67

Eikosanoat C20:1 0.02±0.00 0.03±0.00 1.80

Total MUFA 7.86 8.22 43.79

Polyunsaturated Fatty Acids (PUFA)

Linoleat C18:2n6 0.48±0.03 0.93±0.06 10.19

Linolenat C18:3n3 0.27±0.03 0.30±0.01 0.85

Eikosadienoat C20:2 0.12±0.01 0.16±0.02 0.26

Eikosatrienoat C20:3n3 0.06±0.01 0.10±0.00 -

Cis-8,11,14-Eicosetrienoic Acid C20:3n6 0.05±0.00 0.06±0.01 0.40

Arakidonat C20:4n6 1.40±0.01 1.53±0.08 -

Eikosapentanoat C20:5n3 1.84±0.01 2.17±0.12 4.69

Dokosaheksanoat C22:6n3 9.42±0.13 12.76±0.11 11.39

Total PUFA 13.64 18.01 26.93

Total asam lemak 51.21 52.36 98.59

Tidak teridentifikasi 48.79 47.64 1.41

Jumlah n3 11.57 15.33 16.93

Jumlah n6 1.95 2.52 10.59

PUFA/SFA 0.46 0.67 0.61

n-3/n-6 5.93 6.08 1.60


(31)

Saturated Fatty Acid (SFA) memiliki nilai tertinggi dibandingkan dengan asam lemak lainnya. Kandungan SFA tinggi karena SFA dibutuhkan sebagai energi. Asam palmitat merupakan golongan SFA yang memiliki nilai tertinggi pada telur ikan terbang yakni 20.18% dan serabut telur ikan terbang yakni 15.59 %. Shirai et al.(2006) menyatakan bahwa produk Tobiko yang merupakan product salted fish roe memiliki kandungan asam palmitat sebesar 25.5%. Asam palmitat dominan terdapat pada finfish egg. Kandungan asam palmitat pada lumpfish, salmon, trout, herring, dan mullet roe secara berturut-turut yakni 14.3%; 12.3%; 12.1%; 13.7%; dan 15.7% (Kalogeropoulos et al.2012).

Asam stearat merupakan asam lemak jenuh kedua yang memiliki jumlah tertinggi pada telur 6.56% dan serabut telur ikan terbang yakni 6.17%. Penelitian Intarasirisawat et al.(2011) menyatakan bahwa kandungan asam stearat telur ikan tuna skipjack, tongkol, dan bonito secara berturut-turut yakni 5.70%; 6.15%; dan 7.34%. Moini et al.(2012) menyatakan bahwa spesis dan musim berperan penting dalam kandungan asam lemak. Lama penyimpanan telur juga mempengaruhi kandungan asam lemak telur ikan.

Asam oleat merupakan asam lemak essential yang memiliki sifat lebih stabil dibandingkan Polyunsaturated Fatty Acid (PUFA). Telur ikan terbang dan serabut telur ikan terbang memiliki kandungan asam oleat sebesar 6.42% dan 6.89%. Kalogeropoulos et al.(2012) menyatakan bahwa kandungan asam oleat pada finfish egg 7.8% - 18.3%. Perbedaan kandungan asam lemak dapat disebabkan oleh perbedaan ukuran, umur, tingkat kematangan gonad. Penelitian Bekhit et al.(2009) menunjukkan bahwa tingkat kematangan mempengaruhi kandungan asam lemak chinnok salmon roe. Fungsi asam oleat di dalam tubuh adalah sebagai zat antioksidan untuk menghambat kanker dan menurunkan kadar kolesterol.

Kandungan Eicosapentanoic Acid (EPA) pada telur dan serabut telur ikan terbang yakni 1.84% dan 2.17%, sedangkan kandungan Docosahexsanoic Acid

(DHA) yakni 9.42% dan 12.76%. Park et al. (2015) menyatakan bahwa telur ikan

Acipenser ruthenus memiliki kandungan EPA 4.69% dan DHA 11.39%. Kandungan DHA lebih tinggi dibandingkan EPA disebabkan EPA dan DHA mungkin terletak di membran fosfolipid dari jaringan yang berbeda. DHA banyak terdapat dalam membran sel saraf dan visual, terutama di bagian luar segmen membran sel batang dan membran synaptosomal (Cejas et al. 2003). Pada ikan air laut banyak mengandung omega-3, hal ini disebabkan oleh banyaknya sumber makanan yakni plankton-plankton yang beromega-3 tinggi.

Asam lemak omega-3 efektif menurunkan kadar trigliserida yang dapat mencegah aterosklerosis, dan efektif pada penderita hipertensi dan hiperkolesterol (Diana 2012). Aterosklerosis dicirikan oleh pengendapan kolesterol, trigliserida, jaringan fibrosa, dan sel-sel darah merah yang menyebabkan aliran darah melalui arteri menjadi tersumbat. Asam lemak omega-3 (EPA) membantu dalam mengurangi tingkat kolesterol. Omega-3 EPA memainkan peran penting dalam penurunan tekanan darah dan memperlambat kemajuan kanker payudara (Gulzar dan Zuber 2000). Lauritzen et al.(2016) menyatakan DHA berfungsi unntuk perkembangan otak, retina mata, dan sistem saraf pusat.

Telur ikan dan serabut telur ikan terbang memiliki rasio PUFA/ SFA 0.46 dan 0.67, serta rasio asam lemak n-3/n-6 5.93 pada telur ikan dan 6.08 pada serabut telur ikan terbang. Rasio ini masih sesuai dengan rekomendasi Her


(32)

Majesty’s Stationery Office HMSO (1994) yaitu rasio PUFA/SFA minimum adalah 0.45 dan rasio n-3/n-6 minimum adalah 0.25. Nilai rasio yang lebih tinggi dibandingkan dengan nilai rasio yang direkomendasikan dapat menimbulkan efek negatif bagi kesehatan. Domiszewski et al. (2011) menyatakan bahwa rasio PUFA/SFA maupun n-3/n-6 yang tidak seimbang dapat menyebabkan penyakit kanker dan jantung.

Asam Amino Telur dan Serabut Telur Ikan Terbang

Hasil analisis asam amino telur dan serabut telur ikan terbang dengan metode High Performance Liquid Chromatography (HPLC) disajikan pada Tabel 4. Hasil identifikasi asam amino pada telur dan serabut telur ikan terbang menunjukkan adanya 17 asam amino yang telah terdeteksi.

Tabel 4 Komposisi asam amino telur dan serabut telur ikan terbang

Asam Amino % w/w

Telur Ikan Serabut Telur Telur Ikan Hybrid Sturgeon*

Esensial

Histidina 0.89±0.00 3.51±0.09 1.43±0.00

Threonina 1.00±0.01 1.90±0.01 2.40±0.02

Arginina 1.42±0.13 2.56±0.08 3.49±0.01

Metionina 1.59±0.00 1.13±0.03 0.61±0.17

Valina 3.35±0.06 2.83±0.08 2.73±0.02

Fenilalanina 1.21±0.03 1.30±0.09 1.94±0.02

I-leusina 1.65±0.01 1.63±0.02 2.47±0.03

Leusina 2.87±0.07 2.52±0.16 4.31±0.02

Lisina 0.98±0.00 2.32±0.11 4.15±0.03

Total 14.96 19.70 23.53

Non Esensial

Asam aspartat 2.55±0.02 3.36±0.02 4.49±0.04

Asam glutamat 5.38±0.07 7.43±0.17 7.29±0.05

Serina 2.71±0.07 2.50±0.00 3.78±0.07

Glisina 1.67±0.03 2.25±0.15 1.48±0.01

Alanina 2.94±0.10 3.21±0.17 3.26±0.04

Tirosina 0.89±0.02 1.71±0.04 1.93±0.01

Sistina 1.01±0.07 0.94±0.02 1.95±0.09

Prolina 3.12±0.18 1.33±0.00 2.15±0.03

Total 20.27 22.73 26.33

Keterangan : * Gong et al. (2013)

Histidina di dalam tubuh diperlukan untuk pertumbuhan dan perbaikan dari semua jenis jaringan. Histidina merupakan suatu prekusor asam amino non esensial, yang mana histidina akan membentuk sistem imun sebagai respon terhadap suatu reaksi alergi. Ramadhan dan Salihi (2011) menyatakan histidina memiliki aktivitas anti-inflamasi dan penahan rasa nyeri (antinociceptif). Kandungan histidina pada serabut telur ikan terbang yakni 3.51%. Penelitian Ovissipour dan Rasco (2011) menunjukkan bahwa kandungan histidina telur ikan


(33)

Agriculture Organization/World Health Organization FAO/WHO (1985) adalah 0.0028%.

Kandungan valina telur yakni 3.35% dan serabut telur 2.83%. Gong et al.

(2013) menyatakan bahwa kandungan valina dari 3 jenis telur sturgeon berkisar 2.73% - 2.95%. Kebutuhan tubuh akan valina menurut FAO/WHO (1985) adalah 0.0093%. Valina bermanfaat dalam pertumbuhan dan perbaikan jaringan otot, menjaga keseimbangan nitrogen, dan mengatur penggunaan glukosa.Valina merupakan salah satu dari tiga asam amino rantai cabang (yang lain adalah leusin dan isoleusin) yang meningkatkan energi, meningkatkan daya tahan tubuh, menurunkan kadar gula darah, dan meningkatkan pertumbuhan (Han et al. 2014).

Kandungan lisina serabut telur ikan terbang yakni 2.32%. Kebutuhan tubuh akan lisina menurut FAO/WHO (1985) adalah 0.0103%. Lisina digunakan di dalam tubuh untuk penyerapan kalsium serta pembentukan tulang dan pertumbuhan otot seperti mobilisasi lemak untuk digunakan sebagai energi. Lisina juga diperlukan dalam membentuk antibodi, hormone (GH, testosteron, hormon insulin), enzim, kolagen dan memperbaiki jaringan yang rusak. Kekurangan lisina akan menyebabkan kehilangan energi, berat badan menurun, dan pertumbuhan lebih lambat (Chang dan Wei 2005).

Asam glutamat merupakan asam amino yang memiliki kadar tertinggi pada telur 5.38% dan serabut telur ikan terbang 7.43%. Penelitian Gong et al.

(2013) menunjukkan bahwa kandungan asam glutamat dari 3 jenis telur sturgeon berkisar 7.29%-7.69%. Asam amino non esensial yang banyak ditemui pada jaringan otot hewan adalah alanina, glisina, dan asam glutamat (Krug et al. 2009). Asam glutamat mengandung ion glutamat yang dapat merangsang beberapa tipe syaraf yang ada pada lidah manusia. Asam glutamat dan asam aspartat memberikan cita rasa pada seafood, namun dalam bentuk garam sodium misal pada MSG akan memberikan rasa umami (Uju et al. 2009). Asam glutamat bermanfaat untuk mempercepat penyembuhan luka pada usus, meningkatkan kesehatan mental dan meredam depresi. Kekurangan glutamat mempunyai efek negatif terhadap integritas fungsional dari usus dan menyebabkan immunosupresi (Arifin 2009).

Kandungan glisina telur yakni 1.67% dan serabut telur ikan terbang 2.25%. Glisina adalah asam amino paling sederhana, karena tidak memilliki isomer optik. Glisina berperan dalam sistem saraf sebagai inhibitor neurotransmiter pada sistem saraf pusat. Glisina juga memiliki peranan sebagai anti-inflamasi (Scauhmann et al. 2013).

Kandungan alanina telur dan serabut telur ikan terbang yakni 2.94% dan 3.21%. Telur ikan Acipenser ruthenus memiliki kandungan alanina yang lebih tinggi yakni 7% (Park et al. 2015). Bekhit et al. (2009) menyatakan bahwa perbedaan kandungan alanina disebabkan perbedaan tingkat kematangan gonad telur ikan. Alanina merupakan asam amino dengan gugus R nonpolar yang digunakan sebagai prekursor glukogenik dan pembawa nitrogen dari jaringan permukaan untuk ekskresi nitrogen (Linder 1992). Alanina merupakan sebuah sumber penting energi untuk jaringan otot, otak dan sistem saraf pusat, dan memperkuat sistem kekebalan tubuh dengan memproduksi antibodi.

Asam aspartat pada serabut telur ikan terbang yakni 3.36%. Asam aspartat merupakan komponen yang berperan dalam biosintesis urea, prekursor glukonik dan prekursor pirimidin. Selain itu asam aspartat bermanfaat untuk penanganan


(34)

pada kelelahan kronis dan peningkatan energi (Linder 1992). D-asapartat yang terdapat di kelenjar hipofisis dan testis berperan dalam pelepasan dan sintesis LH testosteron pada manusia dan tikus (Topo et al. 2009).

Total Karotenoid Telur dan Serabut Telur Ikan Terbang

Karoten merupakan kelompok pigmen yang berwarna kuning, oranye, merah oranye, serta larut dalam minyak (lipida). Karotenoid banyak ditemukan pada bunga dan tanaman hijau, jamur, kapang, bakteri, dan mikroorganisme lainnya, serta pada kulit, cangkang, dan kerangka luar hewan laut misalnya moluska, krustasea, dan beberapa jenis ikan. Kadar total karotenoid telur dan serabut telur ikan terbang dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Kadar total karotenoid telur dan serabut telur ikan terbang

Sampel Total karotenoid (ppm)

Telur ikan terbang kering 245.37±0.08

Serabut 137.92±0.07

Telur ikan salmon

(Oncorhynchus tshawytscha)*

17.9

Wortel** 60.21±0.66 - 79.47±0.42

Keterangan: * Garner et al. (2010), ** Rakcejeva et al. (2012)

Telur dan serabut telur ikan terbang kering memiliki kadar karotenoid lebih tinggi dibandingkan dengan telur ikan salmon dan wortel. Kandungan karotenoid dalam suatu bahan dipengaruhi oleh faktor lingkungan, suhu, musim, asupan makanan, dan tingkat kematangan. Ikan terbang tergolong ikan pemakan plankton. Febyanty dan Syahailatua(2008) menyatakan makanan ikan terbang di Perairan Selat Makassar yakni copepoda. Copepoda salah satu jenis crustacea yang memiliki kandungan astaxanthin. Tingginya kadar karotenoid telur ikan terbang diduga karena ikan terbang banyak memakan copepoda. Tyndale et al.

(2008) menyatakan bahwa karoten dapat membantu dalam kesuksesan penetasan telur dan pertahanan juvenil terhadap penyakit dan stres oksidatif Ada korelasi positif antara kualitas betina dengan kandungan karoten pada telur, semakin tinggi kandungan karotenoid pada telur semakin bagus kualitasnya. Jaringan tubuh induk betina dan konsentrasi karotenoid pada telur merupakan cerminan asupan makanan karotenoid oleh induk betina (Garner et al. 2010).

Karotenoid di bidang pangan dimanfaatkan sebagai pewarna makanan misalnya pada keju, mentega, sari buah, dan saus tomat, serta suplemen pada pakan ikan hias. Industri non pangan memanfaatkan karotenoid dalam industri kosmetik dan farmasi. Zhang et al. (2011) menyatakan bahwa karotenoid dapat menghambat pertumbuhan sel leukimia K562 dengan konsentrasi 5 dan 10 μM. Karoten ovorubin telur keong mas memiliki aktivitas antioksidan yang kuat dengan nilai IC50=3,9 nmol/mg (Dreon et al. 2004). BPOM (2013) menyatakan bahwa asupan harian karotenoid yakni 0-5 mg/kg berat badan.


(35)

Kandungan α-tokoferol Telur dan Serabut Telur Ikan Terbang

Tokoferol dikenal sebagai vitamin E. Tokoferol banyak terdapat dalam minyak tumbuhan misal gandum, kacang, jagung dan kedelai (Gliszczynska-Swiglo et al. 2004). α-Tokoferol menunjukkan aktivitas vitamin E paling tinggi

sehingga biasanya dianggap paling penting. Pada penelitian ini kandungan α -tokoferol telur ikan terbang sebesar 1.06 ppm, sedangkan α-tokoferol tidak terdeteksi di serabut telur ikan terbang. Menurut Kalogeropoulos et al.(2012), kadar α-tokoferol telur ikan berkisar 2 – 44 ppm. Kadar α-tokoferol telur ikan salmon yakni 850 ppm (Bekhit et al. 2009). Perbedaan α-tokoferol telur ikan dipengaruhi oleh kadar α-tokoferol pada pakan. Palace dan Werner (2006) menyatakan kadar α-tokoferol pada organ ikan dipengaruhi oleh asupan makanan yang bergantung dengan faktor lingkungan dan fisiologis. Rendahnya kadar α -tokoferol telur ikan terbang disebabkan oleh kadar lemak yang rendah. Ikan yang berada di perairan tropis memiliki kadar lemak yang rendah. Kadar α-tokoferol ikan di perairan subtropis lebih tinggi dibandingkan ikan di perairan tropis (Yamamoto et al. 2001).

Golongan senyawa ini mempunyai peranan penting terutama dikaitkan dengan sifatnya sebagai antioksidan. Traber dan Atkinson (2007) menyatakan

bahwa tokoferol terutama α-tokoferol merupakan lipid yang paling efektif sebagai

antioksidan alami. α-tokoferol bertindak sebagai pengikat radikal peroxyl yang menghentikan reaksi berantai dalam membran dan lipoprotein. α-tokoferol pada ikan juga berfungsi untuk meningkatkan pertumbuhan, ketahanan terhadap stres dan penyakit, serta untuk kelangsungan hidup ikan (Vismara et al. 2003). Kekurangan α-tokoferol mempengaruhi kinerja reproduksi, tingkat penetasan telur dan kelangsungan hidup rendah (Palace dan Werner 2006).

Rendemen Ekstrak Telur dan Serabut Telur Ikan Terbang

Ekstraksi merupakan proses penarikan komponen zat aktif suatu bahan dengan menggunakan pelarut tertentu. Tujuan dari proses ini adalah untuk mendapatkan bagian-bagian tertentu dari bahan yang mengandung komponen-komponen aktif (Harborne 1987). Proses ekstraksi yang dilakukan merupakan ekstraksi bertingkat menggunakan pelarut kloroform p.a. (non polar), etil asetat p.a. (semipolar) dan metanol p.a. (polar). Nilai rendemen ekstrak dari masing-masing pelarut dapat dilihat pada Gambar 4

Gambar 4 Rendemen ekstrak telur dan serabut telur ikan terbang

1.95 1.03

5.64 0.68

3.63

16.89

0 5 10 15 20

N-heksan Etil Asetat Metanol

Serabut telur ikan terbang


(36)

Gambar 4 menunjukkan bahwa ekstrak metanol telur ikan terbang dan serabut telur ikan terbang memiliki nilai rendemen ekstrak tertinggi yakni sebesar 16.89 % dan 5.64 %. Ekstrak metanol beberapa komoditas perairan juga memiliki rendemen tertinggi, misalnya kerang pisau (Solen sp.) yaitu 12.79 % (Nurjanah et al. 2011), keong pepaya (Melo sp.) yaitu 12.53 % (Suwandi et al. 2010), Perna viridis yaitu 6.4 % (Sreejamole dan Radhakrishnan 2010) dan tambelo (Bactronophorus thoracites) yaitu 5.72 % (Leiwakabessy 2011). Besarnya rendemen ekstrak metanol diduga berkaitan dengan sifat pelarut metanol yang memiliki kemampuan pemisahan komponen dari bahan yang lebih baik. Metanol memiliki nilai kostanta dielektrik tinggi jika dibandingkan dengan pelarut yang lain sehingga pelarut metanol dapat membuka dinding sel yang mengakibatkan hampir semua senyawa dapat tertarik keluar dari dalam sel. Astarina et al. (2013) menyatakan metanol merupakan pelarut universal yang memiliki gugus polar (-OH) dan gugus non polar (-CH3) sehingga dapat menarik analit-analit yang bersifat polar dan non polar.

Hasil ekstrak yang diperoleh akan sangat bergantung pada beberapa faktor, yaitu kondisi alamiah senyawa tersebut, metode ekstraksi yang digunakan, ukuran partikel sampel, kondisi dan waktu penyimpanan, lama waktu ekstraksi, serta perbandingan jumlah pelarut terhadap jumlah sampel (Harborne 1987). Metode ekstraksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah ekstraksi tipe solvent extraction atau ekstraksi yang menggunakan pelarut dengan metode maserasi. Metode ini dipilih karena cukup mudah diterapkan dan murah, pelarut yang digunakan tidak terlalu banyak, serta dapat memberikan hasil ekstrasi yang baik dan selektif. Proses ekstraksi dilakukan selama 2 hari. Rita et al. (2009) menyatakan bahwa semakin lama waktu ekstraksi, maka berat rendemen ekstrak yang dihasilkan akan semakin besar. Hal ini disebabkan semakin lama waktu ekstraksi, maka jumlah ekstrak yang mengalami kontak dengan sampel akan semakin banyak sehingga ekstrak yang dihasilkan akan semakin besar. Ukuran sampel yang semakin kecil akan menghasilkan rendemen semakin tinggi. Permukaan sampel yang lebih luas akan memudahkan pelarut untuk berpenetrasi mengikat senyawa bioaktif lebih banyak. Hasil penelitian Amiarsi et al. (2006) menunjukkan bahwa perbandingan jumlah pelarut dengan sampel yang tinggi akan meneghasilkan rendemen yang lebih besar. Banyaknya pelarut mempengaruhi luas kontak sampel dengan pelarut, semakin banyak pelarut luas kontak akan semakin besar, sehingga distribusi pelarut ke sampel akan semakin besar. Meratanya distribusi pelarut ke sampel akan memperbesar rendemen yang dihasilkan.

Kandungan Fitokimia Ekstrak Telur dan Serabut Telur Ikan Terbang

Analisis fitokimia adalah salah satu cara untuk mengetahui kandungan komponen aktif tanaman atau hewan secara kualitatif dengan melihat reaksi pengujian warna menggunakan suatu pereaksi warna. Pengujian fitokimia penelitian ini meliputi uji alkaloid, flavonoid, fenol hidrokuinon, saponin, steroid dan triterpenoid. Kandungan fitokimia ekstrak telur dan serabut telur ikan terbang dapat dilihat pada Tabel 6.


(37)

Tabel 6 Kandungan fitokimia ekstrak telur dan serabut telur ikan terbang

Uji Fitokimia Serabut telur ikan terbang Telur ikan terbang

N- heksan Etil

Asetat

Metanol N-heksan Etil

Asetat

Metanol

Alkaloid - - - -

Steroid ++ ++ ++ - - -

Triterpenoid ++ ++ +++ + +++ +++

Fenol - - + - - +

Flavonoid + ++ ++ ++ +++ +++

Saponin + + + ++ ++ +

Keterangan : (-) = tidak terdeteksi ; (+) = positif lemah (++) = positif; (+++) = positif kuat

Tabel 6 menunjukkan bahwa ekstrak metanol telur ikan terbang dan serabut telur ikan terbang didominasi oleh senyawa flavonoid. Flavonoid merupakan merupakan senyawa polar yang mempunyai sejumlah gugus hidroksil yang larut dalam pelarut polar misal etanol, metanol, butanol, aseton, dimetilsulfoksida, dimetilformamida, dan air (Harborne 1987). Pada tumbuhan, flavonoid berbentuk glikosida dan dapat berfungsi untuk melindungi tumbuhan dari sinar ultra violet. Divakaran et al. (2013), melaporkan bahwa flavonoid memiliki aktivitas penghambatan radikal bebas dan radioproteksi terhadap DNA secara in vitro dan ex vivo. Flavonoid memiliki aktivitas antibakteri pada bakteri Gram positif (S. aureus) pada konsentrasi 500 ppm dan bakteri Gram negatif (E. coli) pada konsentrasi 100 ppm (Sukadana 2009). Komponen flavonoid tergeranilasi yaitu 2-geranil-2’,4’,3,4-tetrahidroksidihidrokalkon berpotensi sebagai inhibitor 5-lipooksigenase yang berperan dalam proses alergi dan inhibitor katepsin K merupakan enzim sistein protease yang terlibat dalam proses terjadinya osteoporosis (Syah et al. 2006).

Ekstrak etil asetat telur ikan terbang didominasi oleh senyawa triterpenoid, sedangkan pada ekstrak etil asetat serabut telur ikan terbang didominasi senyawa steroid dan triterpenoid. Senyawa steroid merupakan golongan senyawa triterpenoid yang dapat diklasifikasikan menjadi steroid dengan atom karbon tidak lebih dari 21 yaitu sterol, sapogenin, glikosida jantung, dan vitamin D (Harbone 1987). Sterol utama pada bahan hewani adalah kolesterol. Sreejamole dan Radhakrishnan (2010) menyatakan bahwa steroid dapat digunakan sebagai antiinflamatori, pembius lokal, insektisida, dan berperan penting sebagai hormon seksual. β-sitoserol dan stigmasterol yang diisolasi dari Mammea siamensis

memiliki aktivitas antibakteri (Subhadhirasakul dan Pechpongs 2005). Hasil penelitian Nurjanah et al.(2008) menunjukkan ekstrak steroid dapat meningkatkan kadar testosteron dalam darah mencit. Testosteron sebagai hormon steroid dapat dijadikan bahan aktif aprodisiaka pada laki-laki dan mempunyai sifat diuretik.

Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam satuan isoprena dan secara biosintesis diturunkan dari hidrokarbon C30 asiklik, yaitu skualena. Beberapa senyawa triterpenoid memiliki struktur siklik yang berupa alkohol. Senyawa triterpenoid juga dapat terikat dengan gugus gula sehingga akan dapat tertarik oleh pelarut yang bersifat semi polar bahkan pelarut polar (Harborne 1987). Senyawa triterpenoid secara alami dihasilkan oleh hewan dan tumbuhan. Liu et al. (2014) menyatakan bahwa triterpenoid memiliki aktivitas antioksidan dan bertanggung jawab terhadap efek klinis yang baik pada


(38)

diabetes tipe II melalui pencegahan stres oksidatif dan hiperglikemia postprandial. Rumondang et al. (2013) menyatakan triterpenoid memiliki aktivitas antibakteri dengan menghambat pertumbuhan bakteri E. coli dan S. aureus. Setzer (2008) menyatakan bahwa triterpenoid alami memiliki aktivitas antitumor karena mempunyai kemampuan menghambat kinerja enzim topoisomerase II dengan cara berikatan dengan sisi aktif enzim yang akan mengikat Deoxyribonucleic Acid

(DNA) dan membelahnya sehingga enzim menjadi terkunci dan tidak dapat mengikat DNA.

Ekstrak n-heksan telur ikan terbang memiliki saponin yang lebih kuat dibandingkan ekstrak n-heksan serabut telur ikan terbang. Saponin adalah glikosida triterpena dan sterol yang telah terdeteksi dalam lebih dari 90 suku tumbuhan. Glikosida adalah suatu kompleks antara gula pereduksi (glikon) dan bukan gula (aglikon). Glikon bersifat mudah larut dalam air dan glikosida-glikosida mempunyai tegangan permukaan yang kuat (Winarno 2008). Menurut Bnouham et al. (2006), saponin dilaporkan dapat menurunkan kadar gula darah pasca makan pada mencit diabetes. Senyawa saponin bersifat antioksidan dan

radical scavenger dengan membentuk hidrogen peroksida sebagai senyawa antara dan dapat menyumbangkan hidrogen pada senyawa radikal DPPH sehingga mengakhiri reaksi rantai radikal (Xiong et al. 2010). Saponin juga dapat digunakan sebagai agen bioaktif pengendali nyamuk. Hasil penelitian Wiesman dan Chapagain (2003) menunjukkan bahwa ekstrak saponin yang diisolasi dari

Quillaja saponaria dan Balanites aegyptiaca mampu digunakan sebagai agen pengendali nyamuk Aedes aegypti dan Culex pipiens.

Penetapan kadar fitokimia ekstrak kasar telur dan serabut telur ikan terbang

Kuantitatif fitokimia ekstrak telur ikan terbang dilakukan dengan metode Kromatografi Lapis Tipis-Densitometer (KLT-Densitometer) pada panjang gelombang 254 nm. Prinsip metode KLT-Densitometri dengan mengukur kerapatan bercak senyawa uji yang dipisahkan dengan KLT dan membandingkannya dengan kerapatan bercak senyawa standar yang dikembangkan (dieludasi) dengan fase gerak secara bersamaan. Hasil penetapan kadar fitokimia terhadap beberapa komponen metabolik sekunder yang terdapat dalam ekstrak kasar telur ikan dan serabut telur ikan terbang dapat dilihat pada Tabel 7.

Tabel 7. Hasil penetapan kadar fitokimia ekstrak telur dan serabut telur ikan terbang

Ekstrak Pelarut Metabolit

Sekunder

Total (%)

Telur Etil asetat Saponin 0.81%

Serabut N-hexan Steroid 6.14%

Telur Etil asetat Triterpenoid 4.26%

Serabut Metanol Triterpenoid 0.55%

Telur Etil asetat Flavonoid 0.70%

Telur Metanol Flavonoid 2.31%

Kandungan steroid ekstrak n-hexan serabut telur ikan terbang memiliki nilai tertinggi yakni 6.14%, diikuti kandungan triterpenoid ekstrak etil asetat telur


(1)

Lampiran 25 Hasil spektrum luas area flavonoid ekstrak metanol telur ikan

terbang

Peak Start Rf Start Height

Max Rf Max Height

End Rf End Height

Area 1 0.79 3.40 0.80 104.60 0.81 2.50 1 131.50 2 0.81 15.80 0.82 85.60 0.84 2.90 1 061.00

3 0.84 6.80 0.85 90.10 0..86 2.40 643.00

4 0.86 2.70 0.87 33.50 0.88 19.50 368.30

5 0.88 21.20 0.88 90.90 0.90 38.20 1 310.50 6 0.90 40.10 0.91 63.00 0.92 11.80 624.70 7 0.92 12.90 0.93 47.30 0.93 12.60 381.30


(2)

Lampiran 26 Persen inhibisi dan IC

50

vitamin C

Sampel Ulangan Konsentrasi Absorbansi % inhibisi Persamaan regresi linear IC50 (ppm) Rata-rata IC50

Vitamin C

I 0.625 0.42 4.34 Y= 8.9846x + 3.8147 5.14

5.12±0.02

1.25 0.38 12.56

2.5 0.33 25.57

5 0.16 63.69

10 0.06 86.99

II 0.625 0.42 4.34 Y= 8.9291x + 4.395 5.11

1.25 0.37 13.69

2.5 0.33 25.57

5 0.16 63.69

10 0.06 86.99

III 0.625 0.42 4.34 Y= 8.9473x + 3.7766 5.12

1.25 0.39 11.87

2.5 0.32 27.85

5 0.19 61.64

10 0.06 86.99

Contoh perhitungan vitamin C ulangan 1:

Abs.blanko

Abs. Sampel 0.439 - 0.42

Inhibisi (%) = x 100 % = x 100% = 4.34%

Abs. Blanko 0.42

IC

50

= nilai x pada persamaan dengan mengganti nilai y sebesar 50

Didapatkan persamaan y = 8.9846x + 3.8147

50

= 8.9846x + 3.8147

X

= 5.14


(3)

Lampiran 27 Persen inhibisi dan IC

50

ekstrak n-heksan

Sampel Ulangan Konsentrasi Absorbansi % inhibisi Persamaan regresi linear IC50 (ppm) Rata-rata IC50

Telur I 200 0.40 8.68 y= 0.026x +1.0044 1 898.45

2 716.47±994.88

400 0.39 11.87

600 0.37 15.07

800 0.38 14.38

1000 0.29 33.11

II 200 0.41 7.53 y= 0.012x +4.1781 3 818.49

400 0.41 7.53

600 0.39 11.87

800 0.38 13.24

1000 0.37 16.67

III 200 0.42 3.88 y= 0.0211x-1.621 2 446.49

400 0.41 4.79

600 0.38 12.33

800 0.37 13.69

1000 0.35 20.55

Serabut I 200 0.41 6.84 Y= 0.0136x + 2.5342 3 490.13

3 153.50±292.97

400 0.40 7.08

600 0.38 12.79

800 0.39 9.13

1000 0.36 17.58

II 200 0.40 9.13 Y= 0.0153x + 3.8813 3 014.29

400 0.39 10.04

600 0.395 9.82

800 0.38 13.93

1000 0.34 22.37

III 200 0.42 3.65 Y= 0.0172x – 0.8447 2 956.09

400 0.41 5.71

600 0.40 7.76

800 0.38 13.24


(4)

Lampiran 28 Persen inhibisi dan IC50 ekstrak etil asetat

Sampel Ulangan Konsentrasi Absorbansi % inhibisi Persamaan regresi linear IC50 (ppm) Rata-rata IC50

Telur I 200 0.44 0.68 Y= 0.0233x + 0.4566 2 126.33

2 496.67±406.35

400 0.36 16.89

600 0.38 13.93

800 0.35 19.41

1000 0.34 21.23

II 200 0.42 3.19 Y= 0.0205x + 0.137 2 432.34

400 0.41 6.39

600 0.35 18.04

800 0.36 16.89

1000 0.36 16.89

III 200 0.41 5.71 Y= 0.0168x + 0.734 2 931.34

400 0.41 5.71

600 0.32 10.73

800 0.37 18.72

1000 0.38 13.24

Serabut I 200 0.37 14.84 Y= 0.0152x + 6.5068 2 861.39

2 381.04±614.07

400 0.38 13.24

600 0.40 9.36

800 0.36 18.95

1000 0.34 21.69

II 200 0.38 12.33 Y= 0.0166x + 6.9635 2 592.56

400 0.39 11.87

600 0.37 15.29

800 0.35 20.78

1000 0.33 24.20

III 200 0.38 13.24 Y= 0.0271x + 4.2237 1 689.16

400 0.37 13.69

600 0.37 13.69

800 0.31 28.99


(5)

Lampiran 29 Persen inhibisi dan IC50 ekstrak metanol

Sampel Ulangan Konsentrasi Absorbansi % inhibisi Persamaan regresi linear IC50 (ppm) Rata-rata IC50

Telur I 200 0.42 4.79 Y= 0.0134x + 3.7215 3 453.62

3 710.39±255.94

400 0.39 10.50

600 0.38 13.24

800 0.38 13.24

1000 0.37 16.67

II 200 0.42 3.42 Y= 0.0122x + 1.621 3 965.49

400 0.41 6.39

600 0.39 10.50

800 0.39 11.19

1000 0.38 13.24

III 200 0.42 3.42 Y= 0.0133x + 0.6293 3 712.08

400 041 5.25

600 0.39 12.20

800 0.40 8.90

1000 0.38 13.24

Serabut I 200 0.40 9.82 Y= 0.0116x + 7.5342 3 660.85

2 964.66±701.59

400 0.40 9.82

600 0.36 17.58

800 0.36 17.58

1000 0.36 17.58

II 200 0.42 3.88 Y= 0.0217x + 1.006 2 257.79

400 0.40 8.90

600 0.36 18.04

800 0.36 18.04

1000 0.35 20.77

III 200 0.41 5.71 Y= 0.0156x + 3.5845 2 975.35

400 0.39 9.13

600 0.37 14.62

800 0.36 18.95


(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 23 Januari 1989 sebagai anak

pertama dari dua bersaudara dari pasangan Mohammad Rosyid dan Arnaeni.

Penulis memulai jenjang pendidikan formal di SDN Langkai 12 Palangkaraya

(1994-2000), SLTPN 40 Jakarta (2000-2003), SMUN 3 Jakarta (2003-2006). Pada

tahun 2003, penulis melanjukan pendidikan kuliah di Jurusan Teknologi Hasil

Perairan Institut Pertanian Bogor dan selesai pada tahun 2010.

Pada tahun 2013, penulis meneruskan pendidikan strata 2 (S2) di Institut

Pertanian Bogor (IPB) dengan Program Studi Teknologi Hasil Perairan. Penulis

merupakan salah satu penerima Beasiswa Pendidikan Pascasarja Dalam Negeri

(BPP-DN) dari Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi (DIKTI). Selama

perkuliahan penulis aktif sebagai asisten praktikum Karakteristik Bahan Baku

Hasil Perairan (S2).

Sebagai salah satu syarat meraih gelar Magister Sains (M.Si), penulis

melakukan penelitian

tesis yang berjudul ”

Karakteristik Kimia Telur dan Serabut

Telur Ikan Terbang (

Hirundichthys

sp.) sebagai Bahan Pangan

” dibimbing oleh

Prof Dr Ir Nurjanah. M.S dan Dr Ir Agoes Mardiono Jacoeb. Dipl.-Biol.