Chemical Composition and Identification of Antioxidant Compounds from the Extracts of Tambelo (Bactronophorus thoracites)

(1)

(Bactronophorus thoracites)

JULIANA LEIWAKABESSY

Tesis

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada

Program Studi Teknologi Hasil Perairan

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(2)

(3)

NRP : C351070051

Disetujui, Komisi Pembimbing

Dr. Ir. Linawati Hardjito, M.Sc Dr. Ir. Sri Purwaningsih, M.Si

Ketua Anggota

Diketahui,

Ketua Program Studi Dekan Sekolah Pascasarjana

Teknologi Hasil Perairan

Dr. Tati Nurhayati, S.Pi, MSi Dr. Ir. Dahrul Syah, M.Sc. Agr

NIP: 19700807 1996 032002 NIP: 19650814 1990 021001


(4)

(Bactronophorus thoracites)

JULIANA LEIWAKABESSY

SEKOLAH PASCASARJANA

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2011


(5)

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis yang berjudul “ Komposisi

Kimia dan Identifikasi Senyawa Antioksidan dari Ekstrak Tambelo (Bactronophorus thoracitesi)” adalah karya saya dengan arahan dari komisi

pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini

Bogor, September 2011

Juliana Leiwakabessy NRP C351070051


(6)

Penulis dilahirkan di Ambon pada tanggal 24 November 1969 dari ayah Melkias Leiwakabessy dan Ibu Maria Tapilatu. Penulis merupakan putri keenam dari tujuh bersaudara.

Tahun 1989 penulis lulus dari SMU Negeri 2 Ambon dan pada tahun 1997 penulis lulus dari Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Jurusan Pengolahan Hasil Perikanan Universitas Pattimura. Pada tahun 2007, penulis melanjutkan pendidikan sekolah Pascasarjana (S2) di Teknologi Hasil Perairan IPB dengan sponsor BPPS.

Penulis bekerja sebagai staf dosen di Jurusan Perikanan, Fakultas Peternakan Perikanan dan Ilmu Kelautan, Universitas Negeri Papua sejak tahun 2003 hingga sekarang.


(7)

@ Hak Cipta milik Institut Pertanian Bogor Tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

1. Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulisan ini tanpa mencantumkan atau menyebut sumber.

a. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.

b. Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

2. Dilarang mengumumkan atau memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB.


(8)

viii

Halaman

DAFTAR TABEL ... xii

DAFTAR GAMBAR ... xiii

DAFTAR LAMPIRAN ... xiv

1 PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1,2 Perumusan Masalah ... 2

1.3 Tujuan Penelitian ... 3

1.4 Manfaat Penelitian ... 3

1.5 Kerangka Pemikiran ... 3

2 TINJAUAN PUSTAKA ... 5

2.1 Tambelo ... 5

2.2 Potensi Tambelo Bagi Masyarakat ... 6

2.3 Komposisi Kimia ... 7

2.3.1 Asam amino ... 9

2.3.2 Asam lemak ... 11

2.3.3 Mineral ... 13

2.4 Komponen Bioakif dari Moluska ... 16

2.5 Antioksidan dan Pengukurannya ... 17

3 METODOLOGI PENELITIAN ... 21

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian ... 21

3.2 Bahan dan Alat ... 22

3.3 Prosedur Penelitian ... 22

3.3.1 Penelitian tahap pertama ... 22

3.3.3.1 Rendemen (Hustiany 2005) ... 23

3.3.3.2 Uji proksimat (AOAC 2005) ... 23

3.3.3.3 Analisis asam amino (AOAC 1994) ... 26

3.3.3.4 Analisis asam lemak (AOAC 1984) ... 27

3.3.3.5 Analisis mineral ... 30

3.3.2 Penelitian tahap kedua ... 32

3.3.2.1 Ekstraksi bahan aktif ... 32

3.3.2.2 Uji fitokimia (Departemen Kesehatan RI 1995)... 34

3.3.2.3 Uji aktivitas antioksidan (Yeh dan Cen 1995)... 35

3.3.2.4 Fraksinasi senyawa antioksidan ... 35

3.3.2.5 Identifikasi senyawa antioksidan (Willard et al. 1988) ... 38

4 HASIL DAN PEMBAHASAN ... 39

4.1 Penelitian Tahap Pertama ... 39

4.1.1 Rendemen daging tambelo ... 39

4.1.2 Kandungan proksimat tambelo ... 39

4.1.3 Kandungan asam amino tambelo ... 42


(9)

ix

4.2.2 Kandungan fitokimia ekstrak tambelo ... 52

4.2.3 Aktivitas antioksidan ekstrak tambelo ... 54

4.2.4 Fraksi ekstrak terpilih ... 56

4.2.5 Kandungan fitokimia fraksi tambelo ... 57

4.2.6 Aktivitas antioksidan fraksi tambelo ... 58

4.2.7 Identifikasi senyawa fraksi terpilih ... 60

5 SIMPULAN DAN SARAN ... 63

DAFTAR PUSTAKA ... 64

LAMPIRAN ... 71


(10)

x

Halaman

1 Beberapa fungsi asam amino dalam tubuh ... 11

2 Rendemen daging tambelo ... 39

3 Kandungan proksimat daging tambelo ... 39

4 Klasifikasi asam amino berdasarkan sifat fisik dan kimia tambelo ... 43

5 Skor kimia asam amino esensial tambelo ... 47

6 Komposisi asam lemak ekstrak kasar tambelo ... 48

7 Kandungan mineral yang terdapat pada tambelo ... 50

8 Kandungan fitokimia ekstrak tambelo ... 52

9 Aktivitas antioksidan ekstrak tambelo ... 55


(11)

xi

Halaman

1 Kerangka pemikiran ... 3

2 Tambelo (Bactronophorus thoracites) ... 6

3 Masyarakat Kamoro mengkonsumsi tambelo metah (Muller 2004) ... 7

4 Mekanisme reaksi oksidasi lemak (Gordon 1990) ... 18

5 Reaksi pengujian aktivitas antioksidan dengan DPPH (Munifah 2007) ... 20

6 Diagram alir penelitian komposisi kimia dan identifikasi senyawa antioksidan dari ekstrak tambelo (Bactronophorus thoracites) ... 21

7 Prosedur analisis asam amino menggunakan HPLC ... 28

8 Diagram alir ekstraksi bahan aktif tambelo (Ebada et al. 2008) ... 33

9 Diagram alir fraksinasi dengan menggunakan KLT ... 36

10 Diagram alir fraksinasi dengan kromatografi kolom ... 37

11 Histogram kandungan asam amino dari tambelo ... 42

12 Nilai IC50 dari ekstrak, BHT, dan vitamin super ester C ... 55

13 Profil pemisahan senyawa dengan eluen kloroform : metanol (9 : 1) ... 57

14 Aktivitas antioksidan ekstrak dan fraksi-fraksi tambelo ... 59

15 Mekanisme penghambatan radikal DPPH ... 63

16 Komponen fraksi teraktif dari tambelo dengan mass 352 m/z yang terdeteksi sebagai kelompok senyawa terpenoid ...65


(12)

xii

1 Nilai rata-rata hasil analisis proksimat tambelo segar

dan kering ... 75

2 Nilai rata-rata asam amino tambelo ... 75

3 Kromatogram standar asam amino pada HPLC ... 76

4 Kromatogram asam amino daging tambelo pada HPLC ... 77

5 Kromatogram standar asam lemak pada GC ... 78

6 Kromatogram asam lemak daging tambelo pada GC ... 80

7 Perubahan warna yang mengindikasikan reaksi peredaman DPPH dari ekstrak tambelo ... 81

8 Perhitungan persen inhibisi dan IC50 pada BHT, vitamin super ester C dan ekstrak kasar tambelo ... 82

9 Profil pola pemisahan senyawa ... 87

10 Rendamen fraksi tambelo ... 88

11 Perhitungan persen inhibisi (IC50) hasil fraksinasi tambelo ... 88

12 Hasil identifikasi senyawa terpenoid tambelo pada LC-MS ... 89


(13)

of Antioxidant Compounds from the Extracts of Tambelo (Bactronophorus thoracites). Supervised by LINAWATI HARDJITO and

SRI PURWANINGSIH

Tambelo (Teredinidae) is consumed freshly by local people in Papua without removing the digestive tracts. This study aimed to investigate the chemical composition of fresh tambelo, to conduct antioxidant and phytochemistry tests, and to identify the compound of active antioxidant obtained from selected fractionated extract. The research consisted of two stages. The first stage involved the analyses of proximate, fatty acid, amino acid and mineral. The second stage was the extraction of active materials by means of maceration. The maceration result was evaporated and partitioned with a solvent of n-hexane and ethyl acetate. Next, the extract underwent phytochemical and antioxidant tests (20, 40. 60, and 80 ppm) with DPPH method applying BHT and vitamin super ester C as the standard with a concentration of 4, 6, 8 and 10 ppm. Finally, the identification of fresh antioxidant compound was carried out using LC-MS. The composition of fresh tambelo divided into moisture 82,72±0,01%, protein 7,21±0,31%, fat 0,28±0,04%, ash 2,07±0,27%, and carbohydrate (by difference) 7,72±0,62%. The composition of dried tambelo was moisture6,63±0,01%, protein 42,77±2,01%, fat 14,27±0,22%, ash 5,88±1,04%, carbohydrate (by difference) 30,45±2,83%. The protein of tambelo contained nine essential amino acids and eight non essensial amino acids. It had seven saturated fatty acids and eight unsaturated fatty acids. It contained calcium of 3532,46 ppm and phosfor of 2363,06 ppm. The highest antioxidant activity was found in the crude extract of ethyl acetate with IC50 of 15 ppm. The highest antioxidant activity obtained by column fractionation was the 9th fraction with IC50 of 8.87 ppm. Phytochemical test, described the crude extract of tambelo contained a group of alkaloid, flavonoid, steroid and triterpenoid. MarinLit database (Blunt and Blunt 2008), 9th fraction was similar to farnesic acid glyceride, sesquiterpenoic acid glyceride and labdane diterpenoid.


(14)

Antioksidan dari Ekstrak Tambelo (Bactronophorus thoracites). Dibimbing oleh LINAWATI HARDJITO dan SRI PURWANINGSIH.

Di Papua masyarakat mengkonsumsi tambelo dalam keadaan mentah tanpa harus dibuang isi pencernaannya terlebih dahulu. Mereka percaya bahwa isi pencernaan tambelo berkhasiat untuk mengobati beberapa penyakit diantaranya, flu, malaria, sakit pinggang, rematik, meningkatkan air susu ibu, nafsu makan dan vitalitas pria. Organisme ini mempunyai potensi ekonomis yang perlu diteliti tentang keberadaan kandungan komponen bioaktif yang terdapat di dalamnya. Tujuan penelitian ini adalah untuk menentukan komposisi kimia tambelo segar, mendapatkan antioksidan dan fitokimia, serta mengidentifikasi senyawa aktif antioksidan hasil fraksinasi ekstrak terpilih. Penelitian ini terdiri dari dua tahap. Tahap pertama adalah analisis rendemen, uji proksimat, asam lemak, asam amino, dan mineral dalam tambelo. Tahap kedua meliputi ekstraksi bahan aktif tambelo dengan cara maserasi, pengujian aktivitas antioksidan, analisis fitokimia, dan identifikasi senyawa antioksidan menggunakan LC-MS.

Tambelo segar (Bactronophorus thoraites) yang berasal dari perairan Andai, Kabupaten Manokwari memiliki kadar air 82,72±0,01%, protein 7,21±0,31% lemak 0,28±0,04%, abu 2,07±0,27%, dan karbohidrat (by difference) 7,72±0,62%. Tambelo kering memiliki kadar air 6,63±0,01%, protein 42,77±2,01%, lemak 14,27±0,22%, abu 5,88±1,04%, dan karbohidrat 30,45±2,83%. Tambelo mengandung 9 asam amino esensial dan 8 asam amino non esensial. Asam amino esensial yang terdapat pada tambelo, yaitu treonin 0,37%, valin 1,29%, metionin 0,56%, isoleusin 0,34%, leusin 1,25%, fenilalanin 1,19%, lisin 1,81%, histidin 1,01%, arginin 1,80% dari berat protein. Asam amino non esensial pada tambelo, yaitu asam aspartat 2,85%, asam glutamat 3,55%, serin 1,26%, glisin 1,74%, alanin 1,63%, prolin 0,41%, tirosin 0,72%, dan sistein 0,41% dari berat protein.

Tambelo memiliki 7 asam lemak jenuh (saturated fatty acid/SAFA) yang terdiri atas miristat (C14:0) 5,80%, pentadekanoat (C15:0) 0,10%, palmitat (C16:0) 13,69%, heptadekanoat (C17:0) 0,66%, stearat (C18:0) 3,04%, arakidat (C20:0) 0,22%, heneikosanoat acid (C21:0) 0,80%, dan 8 asam lemak tidak jenuh yang terdiri dari miristoleat (C14:1) 0,33%, palmitoleat (C16:1) 14,55%, Cis-10-Heptadekanoat (C17:1) 0,24%, EPA (C20:4ω3) 0,13%, dan arakidonat (20:4ω6) 0,29% dari berat minyak. Kandungan mineral pada tambelo yaitu kalsium 3532,46 ppm, kalium 626,4 ppm, natrium 435,42 ppm, fosfor 2363,06 ppm, dan besi 1373,45 ppm.

Hasil uji fitokimia menunjukkan ekstrak kasar tambelo mengandung senyawa alkaloid, flavonoid, steroid dan triterpenoid (n-heksana, etil asetat, dan metanol). Rendemen ekstrak kasar tambelo kering yang terbesar adalah ekstrak kasar metanol 5,72%. Ekstrak kasar etil asetat memiliki aktivitas antioksidan dengan IC50 sebesar 15 ppm. Aktivitas antioksidan yang tertinggi hasil fraksinasi kolom terdapat pada fraksi 9 dengan IC50 sebesar8,87 ppm. Berdasarkan database MarinLit (Blunt and Blunt 2008),fraksi 9 menyerupai senyawa asam gliserida farnesik, asam gliserida sesquiterpenoid, dan diterpenoid labdan.


(15)

Indonesia sebagai negara kepulauan memiliki garis pantai lebih kurang 81000 km dan wilayah laut yang sangat luas. Hal ini menjadikan perairan Indonesia memiliki potensi kekayaan alam laut yang besar dengan tingkat keragaman hayati yang tinggi, dimana di dalamnya terdapat berbagai jenis organisme laut. Pemanfaatan organisme laut ini tidak hanya terbatas sebagai bahan makanan, tapi juga sebagai sumber bahan alami yang berpotensi sebagai bahan baku obat (Handayani et al. 2008).

Beberapa organisme laut mampu memproduksi senyawa kimia tersebut untuk mempertahankan dirinya dari serangan predator. Hasil penelitian menunjukkan banyak dari senyawa kimia tersebut berpotensi menghambat pertumbuhan bakteri dan aktif menghambat pertumbuhan sel kanker serta bioaktivitas lainnya (Edrada et al. 2000). Senyawa kimia dengan bioaktivitas ini diduga dapat dimanfaatkan manusia sebagai bahan obat alami. Organisme laut yang sudah dimanfaatkan sebagai bahan obat alami diantaranya spons, rumput laut, cacing laut, teripang, dan moluska. Salah satu moluska yang telah dimanfaatkan selain sebagai bahan pangan juga digunakan sebagai obat alami adalah tambelo.

Tambelo (Teredinidae) merupakan salah satu jenis hewan penggerek kayu yang hidup di dalam batang kayu bakau yang sudah lapuk dan membusuk yang dikelompokkan ke dalam filum bivalvia, kelas Myoida, ordo Teredinidae. Berdasarkan literatur, tambelo dikonsumsi oleh sebagian masyarakat Bangka yang disebut temilok brubus (Syaputra et al. 2007). Di Papua, masyarakat

menyebutnya tambelo ”koo” (Hardinsyah et al. 2006). Di Philipina masyarakat menyebutnya tamilok (Betia 2011). Tambelo dipercaya dapat menyembuhkan

penyakit, seperti di Brasil Utara ”turu” (Teredinidae) sangat populer digunakan dalam pengobatan penyakit menular (Trindade-Silva et al. 2009). Di Papua, suku Kamoro Kabupaten Mimika berpendapat bahwa tambelo berkhasiat menyembuhkan penyakit, antara lain: sakit pinggang, rematik, batuk, flu,

malaria, serta meningkatkan air susu ibu, nafsu makan, dan vitalitas pria (Hardinsyah et al. 2006).


(16)

Masyarakat Kamoro menggunakan tambelo diberbagai acara pesta adat misalnya acara pesta perkawinan, proses mengantar mas kawin, acara peminangan dan lain – lain. Pada saat pesta adat dilaksanakan, tambelo disajikan sebagai makanan pembuka baik dalam keadaan mentah maupun dimasak/digoreng, karena merupakan suatu kebiasaan yang sudah turun temurun dilakukan sejak nenek moyang mereka (Hardinsyah et al. 2006).

Informasi yang dapat diperoleh dari penelitian terdahulu seperti Trindade-Silva et al. (2009) menunjukkan bahwa bakteri yang diisolasi dari insang tambelo Neo teredo reynei (Teredinidae) dapat menghambat bakteri Gram positif dan Gram negatif (Sphingomonas, Stenotrophomonas maltophilia, Bacillus cereus dan Staphylococcus sciuri). Griffin et al. (1994) melaporkan bahwa enzim protease yang diisolasi dari bakteri yang terdapat dalam kelenjar dari tambelo

Psiloteredo healdi (Teredinidae) bersifat sebagai deterjen pembersih lantai, piring maupun lensa kaca. Informasi mengenai aktivitas antioksidan pada tambelo sampai saat ini belum ada.

Organisme ini mempunyai potensi ekonomis yang perlu diteliti tentang keberadaan kandungan komponen bioaktif yang terdapat di dalamnya. Kenyataan bahwa tambelo mampu memberikan efek menyehatkan bila dikonsumsi, memberikan dugaan bahwa di dalam tubuh tambelo terdapat suatu komponen yang bersifat antioksidan.

Antioksidan adalah suatu zat yang dapat menangkal pengaruh radikal bebas yang bila masuk ke dalam tubuh dapat menyebabkan kerusakan. Kerusakan yang diakibatkan oleh radikal bebas di antaranya penuaan dini, jantung koroner, kanker (Muchtadi 2000).

1.2 Perumusan Masalah

Tambelo (Bactronophorus thoracites) termasuk di dalam famili Teredinidaedankelas bivalvia. Tambelo adalah salah satu obat tradisional yang telah lama digunakan oleh masyarakat Papua, namun komposisi kimia dan senyawa antioksidan dari tambelo belum banyak diketahui, sehingga perlu dilakukan penelitian senyawa antioksidan dari bahan tambelo (Bactronophorus thoracites).


(17)

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian bertujuan untuk memperoleh komposisi kimia tambelo segar dan kering, mendapatkan aktivitas antioksidan dan fitokimia ekstrak tambelo, serta mengidentifikasi fraksi aktif senyawa antioksidan.

1.4 Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi kandungan kimia dan bahan aktif yang dikandung dalam tubuh tambelo sebagai senyawa antioksidan sehingga dapat dimanfaatkan dalam bidang pangan fungsional atau

nutraceutical.

1.5 Kerangka Pemikiran

Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah dan tujuan penelitian maka kerangka pemikiran yang disajikan pada Gambar 1.

Gambar 1 Kerangka pemikiran.

Dikonsumsi oleh masyarakat Papua

Direbus

dimasak Makan mentah

Obat tradisional Sakit pinggang/rematik, batuk, flu malaria,

meningkatkan air susu ibu , nafsu makan, dan vitalis pria.

Pesta Adat

Tambelo (Bactronophorus thoracites)

Penelitian yg dilakukan oleh Hardinsyah et al. 2006 Analisis kimia :

-. analisis proksimat -. analisis asam amino -. analisis asam lemak -. analisis mineral

Ekstraksi tambelo

- Uji fitokimia

- Uji aktivitas antioksidan

- Fraksinasi ekstrak terpilih

- Uji antioksidan hasil fraksinasi

Identifikasi senyawa dengan LC-MS


(18)

(19)

2.1 Tambelo

Tambelo atau shipworm adalah hewan jenis moluska yang hidup di dalam pohon bakau yang telah membusuk. Keberadaan dan sifat tambelo sangat dipengaruhi oleh tipe habitat. Kepadatan tambelo tertinggi pada bulan Januari sampai April dan kepadatannya rendah pada bulan Juli (Filho et al. 2008). Tambelo dapat bertahan hidup antara satu hingga beberapa tahun, tergantung pada jenisnya. Tambelo berkembang normal di air dengan salinitas antara 10-30 ppm dan lebih banyak dijumpai di daerah tropis (Muslich et al. 1988).

Ciri-ciri fisik tambelo adalah tubuhnya lunak, memanjang seperti cacing, kepalanya berbentuk bulan sabit yang dilengkapi dengan parut dan kikir yang berguna untuk membuat lubang. Lubang pada kayu biasanya dibuat tegak lurus terhadap serat kayu, kemudian membelok sejajar dengan arah serat kayu. Dinding lubang pada kayu tersebut dilapisi dengan suatu subtansi yang mengandung kapur. Terbentuknya lapisan yang mengandung kapur dihasilkan dari mantel shipworm

(Ginuk 1987). Tambelo mampu menggali lubang sepanjang 18 cm hingga 2 m (Waterbury et al. 1983). Panjang tubuh tambelo berkisar antara 30 hingga 100

cm dengan diameter antara 1 sampai 1,5 cm. Apabila populasinya terlalu tinggi, perkembangan tubuhnya akan terbatas, sehingga panjangnya akan beberapa sentimeter saja dan diameternya kurang lebih dari 0,5 cm (Muslich et al. 1988). Bentuk morfologi tambelo disajikan pada Gambar 2. Klasifikasi tambelo (Turner 1971) adalah sebagai berikut :

Filum : Mollusca kelas : Bivalvia

Ordo : Myoida

Family : Teredinidae Genus : Bactronophorus


(20)

Gambar 2 Tambelo (Bactronophorus thoracites)

Hewan ini memanfaatkan serbuk kayu makanan. Perut tambelo terdiri dari dua bagian usus. Bagian pertama adalah usus besar yang berfungsi untuk menampung serbuk kayu. Bagian kedua adalah kelenjar pencernaan yang difungsikan untuk mencerna partikel-partikel kayu (Waterbury et al. 1983). Identifikasi tambelo didasarkan kepada bentuk cangkangnya yang berwarna putih (panjang ± 1 cm) digunakan untuk menutup mulut terowongan. Pallet yang terletak pada bagian tubuh depan yang digunakan untuk memarut kayu.

Menurut Mayabubun (2003), ada 4 spesies mangrove yang digunakan sebagai habitat dari tambelo yaitu 2 spesies dari genus Rhizophora, 1 spesies genus Sonneratia dan 1 spesies termasuk dalam genus Bruguiera. Tambelo yang tumbuh di mangrove Sonneratia sp dan Bruguiera sp. tidak dikonsumsi oleh masyarakat suku Kamoro, sebab rasanya pahit dan tidak enak untuk dimakan. 2.2 Potensi Tambelo Bagi Masyarakat

Tambelo yang dimakan mentah dipercaya oleh masyarakat Papua lebih berkhasiat daripada direbus atau digoreng. Cara masyarakat Papua mengkonsumsikan tambelo yaitu setelah tambelo diambil dari pohon bakau yang sudah membusuk, cangkang dan giginya dilepas dan langsung dimakan tanpa dibersihkan isi pencernaannya terlebih dahulu, seperti disajikan pada Gambar 3. Masyarakat Papua percaya bahwa sisa pencernaan dalam perut tambelo sangat berkhasiat untuk mengobati beberapa penyakit di antaranya sakit pinggang, batuk, rematik flu, malaria, meningkatkan air susu ibu, nafsu makan, dan kejantanan bagi kaum lelaki. Pada masyarakat Kamoro, tambelo dijadikan sebagai makanan utama di berbagai acara pesta adat seperti pesta budaya Karapao Suku Kamoro.


(21)

Gambar 3 Masyarakat Kamoro mengkonsumsi tambelo mentah (Sumber: Muller 2004)

2.3 Komposisi Kimia

Zat gizi dibagi menjadi 5 kelas utama, yaitu protein, lemak, karbohidrat, mineral, dan air (Harper et al. 1988). Protein berfungsi sebagai zat pembangun dan pengatur. Protein adalah sumber asam-asam amino yang mengandung unsur-unsur C,H,O, dan N. Fungsi protein bagi tubuh adalah untuk membentuk jaringan baru dan mempertahankan jaringan yang telah ada, berperan sebagai enzim, alat pengangkut dan alat penyimpanan, pengatur pergerakan, penunjang mekanis, pertahanan tubuh atau imunisasi, media perambatan impuls syaraf, dan pengendalian pertumbuhan (Winarno 1992). Protein memiliki peranan penting dalam pembentukkan biomolekul daripada sebagai sumber energi. Protein akan dipakai sebagai sumber energi, bila organisme sedang kekurangan energi. Kandungan energi protein rata-rata 4 kkal/g atau setara dengan kandungan energi karbohidrat (Sudarmadji et al. 1989).

Kekurangan protein pada anak saat lahir (kwashiorkor), defisiensi energi protein (marasmus), atau gabungan keduanya dapat mengakibatkan kegagalan pertumbuhan ringan sampai sindrom klinis berat yang spesifik. Keadaan tersebut tidak hanya dipengaruhi oleh asupan makanan, tetapi juga oleh keadaan lingkungan, seperti pemukiman, sanitasi dan higiene, serta infeksi berulang yang pernah dialami tubuh (Effendi 2002).


(22)

Pembatasan konsumsi protein pada penderita hati dilakukan apabila pasien mengalami intoleransi protein. Kondisi ini biasanya ditemukan pada pasien koma hepatik. Konsumsi sumber protein selain daging, seperti sayuran dan produk susu, sangat dianjurkan. Sayuran dan produk susu mengandung metionin, dan asam amino aromatik (AAA) yang lebih rendah serta asam amino rantai cabang (BCAA) yang lebih tinggi dibandingkan dengan daging (Nelson et al. 1994).

Karbohidrat merupakan sumber kalori utama bagi hampir seluruh penduduk dunia, khususnya bagi penduduk negara yang sedang berkembang. Karbohidrat mempunyai peranan penting dalam menentukan karakteristik bahan makanan, misalnya rasa, warna, tekstur. Dalam tubuh, karbohidrat berguna untuk mencegah timbulnya ketosisi, pemecahan protein tubuh yang berlebihan, kehilangan mineral, dan beguna untuk membantu metabolisme lemak dan protein (Winarno 2008).

Karbohidrat merupakan sumber kalori yang murah, selain itu beberapa golongan karbohidrat menghasilkan serat (dietary fiber) yang berguna bagi pencernaan. Serat pangan atau dietary fiber adalah karbohidrat yang tidak dapat dihidrolisis (dicerna) oleh enzim pencernaan manusia, dan akan sampai di usus besar (kolon) dalam keadaan utuh sehigga akan menjadi subtrat untuk fermentasi bakteri yang hidup di kolon.

Serat pangan dapat diklasifikasikan berdasarkan struktur molekul dan kelarutannya. Kebanyakan jenis karbohidrat yang sampai ke kolon tanpa terhidrolisis, meliputi polisakarida yang bukan pati (non-starch polysacharides/NSP), pati yang resisten (resisten starch/RS), dan karbohidrat rantai pendek (short chain carbohydrates/SC). Serat pangan yang larut sangat mudah difermentasikan dan mempengaruhi metabolisme karbohidrat serta lipida, sedangkan serat pangan yang tidak larut akan memperbesar volume feses dan akan mengurangi waktu transitnya (bersifat laksatif lemah). Monomer dari serat pangan adalah gula netral dan gula asam. Gula yang membentuk serat pangan adalah glukosa, galaktosa, xylosa, mannose, arabinosa, rhamnosa, dan gula asam seperti mannurinat, galakturonat, glukoronat, serta 4-o-metil-glukoronat (Muir 1999).


(23)

Minyak atau lemak berfungsi sebagai sumber energi dan pelarut vitamin A,D,E, dan K serta merupakan sumber asam-asam lemak tak jenuh yang esensial, yaitu linoleat dan linolenat (Sudarmadji et al. 1989). Perubahan-perubahan kimia atau penguraian lemak dan minyak dapat mempengaruhi bau dan rasa suatu bahan makanan, baik yang menguntungkan maupun tidak. Pada umumnya penguraian lemak dan minyak menghasilkan zat-zat yang tidak dapat dimakan. Kerusakan lemak dan minyak menurunkan nilai gizi serta menyebabkan penyimpanan rasa dan bau yang bersangkutan.

Mineral digolongkan sebagai zat gizi anorganik atau disebut sebagai abu dalam pangan karena ternyata jika bahan pangan dibakar, unsur organik akan menghilang dan bahan anorganik (abu) yang tersisa terdiri dari unsur-unsur mineral (Harper et al. 1988). Abu adalah zat anorganik sisa hasil pembakaran suatu bahan organik. Kandungan abu dan komponennya tergantung pada macam bahan dan cara pengabuannya. Kadar abu ada hubungannya dengan mineral suatu bahan. Komponen mineral dalam suatu bahan sangat bervariasi baik macam dan jumlahnya (Sudarmadji et al. 1989).

2.3.1 Asam amino

Protein merupakan molekul yang sangat besar, terbentuk dari asam amino yang terikat bersama. Susunan kimia asam amino bervariasi, tetapi terdapat dua hal yang sama, yaitu setiap asam mempunyai sedikitnya satu kelompok amino dan satu kelompok karboksil (Sudarmadji et al. 1989).

Protein yang masuk dalam tubuh akan diubah menjadi asam amino. Asam amino tersebut akan diabsorpsi melalui dinding usus, kemudian dilanjutkan sampai ke dalam pembuluh darah. Proses absorpsi asam diamino lebih lambat dari pada asam amino netral (Poedjadi dan Supriyanti 2006). Tingkat penyerapan relatif masing-masing asam amino adalah asam amino rantai cabang (valin, leusin, isoleusin) dan metionin lebih mudah diserap dari asam amino esensial lainnya. Asam amino esensial lebih mudah diserap dari asam amino non esensial. Asam amino glutamat dan aspartat paling lambat terserap (Linder 2006).

Asam amino merupakan komponen utama penyusunan protein, dan dibagi dalam dua kelompok, yaitu asam amino esensial dan nonesensial. Asam amino esensial tidak dapat diproduksi dalam tubuh sehingga sering harus ditambahkan


(24)

dalam bentuk makanan, sedangkan asam amino nonesensial dapat diproduksi dalam tubuh. Asam amino umumnya berbentuk serbuk dan mudah larut dalam air, namun tidak larut dalam pelarut organik nonpolar (Sitompul 2004). Asam amino esensial merupakan pembangun protein tubuh yang harus berasal dari makanan atau tidak dapat dibentuk di dalam tubuh. Kelengkapan komposisi asam amino esensial merupakan parameter penting penciri kualitas protein (Astawan 2007).

Asam amino esensial yang dibutuhkan oleh tubuh manusia ialah histidin, isoleusin, leusin, lisin, metionin, arginin, fenilalanin, treonin, triptofan, valin. Kebutuhan asam amino esensial bagi anak-anak relatif besar daripada orang dewasa (Poedjiadi dan Supriyanti 2006). Kebutuhan metionin dapat disubtitusi dengan tirosin atau gabungan sistin dan fenilalanin (Linder 2006). Beberapa fungsi asam amino dalam tubuh disajikan pada Tabel 1.

Asam amino merupakan unit pembangun protein, di dalam tubuh, asam amino atau protein berfungsi sebagai zat pembangun, yaitu menyediakan bahan-bahan yang sangat berperan dalam proses pertumbuhan dan pemeliharaan jaringan tubuh. Protein bekerja sebagai pengatur semua proses yang berlangsung di dalam tubuh dan sebagai sumber energi jika karbohidrat dan lemak tidak dapat mencukupi keperluan tubuh. Selain fungsi tersebut hampir semua asam amino memiliki fungsi khusus, contohnya tirosin merupakan prekursor yang membentuk pigmen kulit dan rambut. Arginin terlibat dalam sintesis ureum dalam hati. Glutamin dan asparagin merupakan simpanan asam amino dalam tubuh. Metionin dan serin merupakan prekursor sintesis dan histidin yang diperlukan untuk sintesis histamin


(25)

Tabel 1 Beberapa fungsi asam amino dalam tubuh

Jenis asam amino Peranan

Triptofan Sebagai pemula vitamin niasin, dan serotonin-metionin donor gugus metil untuk sintesis beberapa senyawa seperti kolin dan kreatin

Fenilalanin Sebagai pemula tirosin dan keduanya membentuk tiroksin dan epinefrin, arginin, ornitin, sitrulin yang ikut berperan dalam sinstesis urea dalam hati serta berfungsi sebagai prekursor tirosin katekolamin, melanin dan tiroksin

Glisin Berperan pada sintesis profirin dari hemoglobin dan juga merupakan konstituen asam glikolat

Histidin Bagi manusia, histidin merupakan asam amino esesnsial bagi anak-anak.

Aspartat Berfungsi untuk biosintesis urea, prekursor glikogenik dan pirimidin

Glutamat Sebagai produk antara dalam reaksi interkonversi asam amino, prekusor prolin, ornitin, arginin,

poliamin, neurotransmiter α-aminobutirat (GABA), sumber NH3

Glisin Sebagai prekusor biosintesis purin dan

neurotransmiteri

Lisin Berfungsi untuk crosslinking protein (seperti dalam kolagen dan elastin) biosintesis karnitin

Metionin merupakan donor grup metil untuk banyak proses sintetik

Triptofan Sebagai prekusor serotonin dan nikotinamid (vitamin B)

Tirosin Sebagai prekusor tirosin katekolamin, melanin dan tiroksin.

Sumber: Poedjiadi dan Supriyanti (2006).

2.3.2 Asam lemak

Asam lemak merupakan komponen unit pembangunan yang sifatnya khas untuk setiap lipid. Asam lemak adalah asam organik berantai panjang yang mempunyai 4-24atom. Asam lemak memiliki gugus karboksil tunggal dan ujung hidrokarbon nonpolar yang panjang, sehingga hampir semua lipid bersifat tidak larut di dalam air dan tampak berminyak atau berlemak. Asam lemak tidak terdapat secara bebas atau berbentuk tunggal di dalam sel atau jaringan, tetapi terdapat dalam bentuk terikat secara kovalen pada berbagai kelas lipid berbeda, yang dapat dibebaskan dari ikatan tersebut melalui hidrolisis kimia atau enzimatik.


(26)

Asam lemak dibedakan menurut jumlah karbon yang dikandungnya, yaitu asam lemak rantai pendek (6 atom karbon atau kurang), rantai sedang (8 hingga 12 karbon), rantai panjang (14-18 karbon), dan rantai sangat panjang (20 atom karbon atau lebih). Semua lemak bahan makanan hewani dan sebagian besar minyak nabati mengandung asam lemak rantai panjang, asam lemak rantai sangat panjang terdapat dalam minyak ikan. Titik cair asam lemak meningkat dengan bertambah panjangnya rantai karbon.

Asam lemak yang terdiri dari rantai karbon yang mengikat semua hidrogen yang dapat diikatnya dinamakan asam lemak jenuh. Asam lemak yang mengandung satu atau lebih ikatan rangkap di mana sebetulnya dapat diikat tambahan atom hidrogen dinamakan asam lemak tidak jenuh. Asam lemak tidak jenuh tunggal mengandung satu ikatan rangkap pada rantai karbonnya (monounsaturates fatty acid=MUFA), sedangkan asam lemak tidak jenuh ganda mengandung dua atau lebih ikatan rangkap (polyunsaturated fatty acid=PUFA). Lemak yang tersusun oleh asam lemak tidak jenuh akan bersifat cair pada suhu kamar, sedangkan yang tersusun oleh lemak jenuh berbentuk padat (Almatsier 2009).

Asam lemak tak jenuh tunggal (MUFA) tergolong dalam asam lemak rantai panjang, yang kebanyakan ditemukan dalam minyak zaitun, minyak kedelai, minyak kacang tanah, minyak biji kapas, dan canola. Secara umum, lemak tak jenuh tunggal memiliki efek yang mengutungkan terhadap kolesterol dalam darah, terutama bila digunakan sebagai pengganti asam lemak jenuh. Dalam hal penurunan kadar kolesterol darah, asam lemak tak jenuh (MUFA) lebih efektif bila dibandingkan dengan asam lemak tak jenuh jamak (PUFA) sehingga pemanfaatan asam oleat untuk formulasi makanan olahan menjadi populer.

Salah satu jenis MUFA adalah omega-9 (oleat) yang memilki sifat lebih stabil dan lebih perannya dibandingkan PUFA. Polysaturated fatty acid (PUFA) dapat menurunkan low density lipoprotein (LDL) dan juga menurunkan high density lipoprotein (HDL). Sementara itu, MUFA mampu menurunkan LDL dan meningkatkan HDL. Penelitian yang dilakukan Mensink (1987) menyatakan bahwa MUFA dapat menurunkan LDL,dan meningkatkan K-HDL yang lebih besar dibandingkan dengan omega-3 dan omega-6.


(27)

Polyunsaturated fatty acid (PUFA) adalah asam lemak yang mengandung dua atau lebih ikatan rangkap, bersifat cair pada suhu kamar, bahkan tetap cair pada suhu dingin karena titik lelehnya lebih rendah dibandingkan dengan MUFA. Asam lemak ini banyak ditemukan pada ikan dan bahan nabati, seperti bunga matahari, jagung, dan biji matahari. Sumber alami PUFA yang penting bagi kesehatan adalah kacang-kacangan dan biji-bijian. Contoh PUFA adalah asam linoleat (omega-6), dan omega-3, tergolong dalam asam lemak rantai panjang (LCFA) yang banyak ditemukan pada minyak nabati atau sayur dan minyak ikan.

Manfaat PUFA (asam lemak arakhidonat, linoleat, dan linolenat) antara lain berperan dalam transpor dan metabolisme lemak, fungsi imun, mempertahankan fungsi dan integritas membran sel. Asam lemak omega-3 dapat membersihkan plasma dari lipoprotein kilomikron serta menurunkan produksi

trigliserida dan poliprotein β (beta) di dalam hati. Selain peranannya dalam

pencegahan penyakit jantung koroner dan artritis, asam lemak omega-3 penting untuk berfungsinya otak dan retina dengan baik.

Asam lemak esensial adalah asam lemak yang dibutuhkan oleh tubuh untuk pertumbuhan dan fungsi normal semua jaringan, sedangkan tubuh tidak dapat mensintesisnya. Kelompok asam lemak yang termasuk dalam jenis ini adalah asam alfa linoleat (omega-6) dan asam alfa linolenat (omega-3). Turunan asam lemak arakidonat dari asam linoleat, eikosapentaenoat (EPA), dan dokosaheksaenoat (DHA) dari asam linolenat. Asam lemak esensial merupakan prekursor sekelompok senyawa eikosanoid yang mirip hormon, yaitu prostaglandin, prostasiklin, tromboksan, dan leukotien. Senyawa-senyawa ini mengatur tekanan darah, denyut jantung, fungsi kekebalan, rangsangan sistem saraf, kontraksi otot serta penyembuhan luka (Achadi 2010).

2.3.3 Mineral

Mineral termasuk ke dalam golongan nutrisi mikro dalam tubuh yang diperlukan dalam jumlah kecil, tetapi ketersediaan mineral harus tercukupi setiap harinya. Berdasarkan jumlahnya dalam tubuh manusia dibedakan menjadi dua, yaitu makromineral dan mikromineral. Mineral yang terdapat dalam tubuh dalam jumlah yang cukup banyak, sedikitnya 0,05% dari bobot tubuh dikenal sebagai makromineral. Makromineral terdiri dari kalsium, klorin, magnesium, fosfor,


(28)

kalium, natrium, dan belerang. Mineral yang diketahui dibutuhkan oleh tubuh dan terdapat dalam jumlah yang lebih sedikit dari 0,05% dari bobot tubuh disebut sebagai mikromineral, yang terdiri dari kobalt, tembaga, flourin, besi, iodin, mangan, dan seng (Harper et al. 1988; Winarno 1992).

Secara umum fungsi mineral bagi tubuh adalah sebagai berikut: 1) mempertahankan keseimbangan asam – basa dalam tubuh, 2) sebagai katalis

untuk reaksi biologis, 3) komponen senyawa tubuh yang esensial adalah hormon, enzim, hemoglobin, asam lambung, 4) memelihara keseimbangan air dalam tubuh, 5) transmisi impuls saraf, 6) mengatur kontraktilitas otot, dan 7). pertumbuhan jaringan tubuh.

a) Kalsium (Ca)

Kalsium diperlukan untuk pembentukan dan perkembangan tulang dan gigi. Kalsium merupakan salah satu faktor yang terpenting dalam pembekuan darah. Kalsium diperlukan untuk memelihara otot dan syaraf dalam tubuh agar berfungsi normal dan membantu penyerapan vitamin B12 (Harper et al. 1988; Gaman dan Sherrington 1992).

Kalsium berfungsi untuk mengatur transpor ion-ion menembus membran seluler dan diperlukan untuk aktivitas aktomiosin dan miosin ATP-ase, lipase, kolinesterase, dan suksinildehidrogenase. Kalsium juga berperan dalam pembentukan tulang dan gigi, serta mengaktifkan reaksi enzim dan sekresi hormon termasuk insulin oleh pankreas. Kalsium bersama dengan natrium, kalium, dan magnesium berperan dalam transmisi impuls-impuls serta kontraksi dan relaksasi otot (Muchtadi 1989).

b) Kalium (K)

Hampir seluruh kegiatan di dalam tubuh dipengaruhi oleh perubahan kosentrasi kalium di dalam plasma. Kalium adalah basa utama yang terdapat di dalam jaringan dan sel-sel darah yang memegang peranan penting dalam pengaturan keseimbangan asam basa tubuh. Kalium juga berperan dalam penyampaian impuls-impuls saraf ke serat-serat otot dan juga dalam kemampuan otot untuk berkontraksi (Fregly 1988). Sebanyak 98% kalium dalam tubuh berada di dalam intraseluler. Sekitar 270 mg kalium berada di dalam sel yang


(29)

merupakan cairan kation yang mendominasi di dalam intrseluler (Groff dan Gropper 1990).

c) Fosfor (P)

Fosfor dan kalsium secara bersama-sama adalah penyusun tulang dan gigi yang sangat penting. Fosfor juga terdapat dalam semua sel hidup dan diperlukan untuk pelepasan energi. Fosfor terdapat dalam kebanyakan makanan

dan defisiensi fosfor dalam susunan makanan belum pernah terjadi (Gaman dan Sherrington 1992).

d) Besi (Fe)

Sebagian besar besi terdapat dalam hemoglobin (pigmen darah merah yang terdapat dalam sel darah merah). Bila sel-sel darah merah melepaskan besi, besi tidak hilang dari tubuh, tetapi digunakan lagi untuk membuat sel-sel darah merah yang baru, di dalam sumsum tulang. Beberapa besi juga disimpan di dalam tubuh seperti dalam sumsum tulang, hati, dan limpa sebagai senyawa

kompleks dengan protein yang dikenal sebagai feritin (Harper et al. 1988; Gaman dan Sherrington 1992).

e) Seng (Zn)

Seng memegang peranan esensial dalam banyak fungsi tubuh, sebagai bagian dari enzim atau sebagai kofaktor pada kegiatan lebih dari dua ratus enzim. Enzim superoksida dismutase di dalam sitosol semua sel, terutama eritrosit diduga berperan dalam memusnahkan anion superoksida yang merusak. Seng juga berperan dalam pengembangan fungsi reproduksi laki-laki dan pembentukkan sperma serta berperan dalam fungsi kekebalan, yaitu dalam fungsi sel T dan dalam pembentukan antibodi oleh sel B (Almatsier 2009).

f) Tembaga (Cu)

Fungsi tembaga dalam tubuh antara lain mencegah terjadinya anemia, dengan cara membantu penyerapan Fe, menstimulir sintesis fraksi heme atau globin, serta melepaskan Fe simpanan dari ferritin dan hati. Diperlukan untuk sintesis fosfolipida untuk pembentukan myelin yang menyelimuti serat syaraf. Sebagai bagian dari enzim-enzim pernafasan misalnya sitokrom oksidase, dan untuk proses pelepasan energi. Bersama vitamin C dapat mempertahankan aktivitas enzim-enzim yang tersangkut dalam sintesis elastin (protein dinding


(30)

aorta) dan kolagen, sebagai bagian dari enzim tirosinase yang mengkatalisis konversi tirosin menjadi melanin.

Tembaga bersifat toksik bila terdapat sebagai ion bebas. Konsumsi garam Cu dalam jumlah sepuluh kali lebih besar daripada yang terdapat dalam bahan pangan secara normal, dapat menyebabkan pusing dan muntah (Muchtadi 2009). g) Selenium (Se)

Selenium adalah mineral penting yang sangat dibutuhkan oleh tubuh sebagai antioksidan untuk meredam aktivitas radikal bebas. Selenium tidak diproduksi oleh tubuh, tetapi diperoleh dari konsumsi makanan sehari-hari. Orang dewasa dianjurkan untuk mengkonsumsi sebanyak 55 µg per berat badan selenium setiap hari, namun perempuan dewasa yang sedang hamil dianjurkan meningkatkan asupan selenium menjadi 60 µg per berat badan setiap hari. Kebutuhan tersebut akan meningkat saat seorang ibu harus menyusui, yaitu 70 µg per berat badan setiap hari.

Tubuh setiap orang memiliki kemampuan untuk melawan radikal bebas yang bisa menghancurkan sel dan menimbulkan berbagai penyakit kronis, seperti kanker, penyakit jantung, dan penuaan dini. Di dalam tubuh, selenium bekerja sama dengan vitamin E sebagai zat antioksidan untuk memperlambat oksidasi asam lemak tak jenuh. Selenium diketahui memperbaiki sistem imunitas (kekebalan tubuh) dan fungsi kelenjar tiroid. Hasil penelitian belakangan ini yang memastikan bahwa selenium dapat mencegah kanker (termasuk kanker kulit akibat paparan matahari), menambah pamornya sebagai mineral yang bermanfaat besar untuk meningkatkan fungsi kekebalan tubuh manusia. Bersama vitamin E, selenium berfungsi mempertahankan elastisitas jaringan dan bila kadar selenium berkurang maka tubuh akan mengalami penuaan dini, yaitu kondisi sel yang rusak sebelum waktunya. Sumber utama selenium adalah tumbuh-tumbuhan dan makanan laut (Conectique 2011).

2.4 Komponen Bioaktif dari Moluska

Invertebrata laut merupakan produsen senyawa bioaktif terbesar di antara biota lainnya. Beberapa metabolit sekunder yang diproduksi oleh invertebrata laut dan mikroorganisme simbion, mempunyai prospek sebagai zat aktif dalam obat


(31)

untuk pengobatan penyakit, seperti infeksi, neurologi (parkinson, alzheimer’s), penyakit jantung, immunologi, anti-inflammatory, antivirus, dan antikanker.

Moluska merupakan salah satu dari invertebrata laut yang diketahui menghasilkan metabolit sekunder dan sekaligus mempunyai peranan penting dalam ekologinya sehingga menjadi target bagi sumber senyawa bioaktif yang bermanfaat dalam dunia farmasi bahari. Penelitian mengenai metabolit sekunder dari moluska telah banyak dilakukan. Hamman et al. (1996) melaporkan telah mengisolasi kahalaide F dari kerang jenis Elysia rubefescens yang memiliki aktivitas sebagai antikanker usus dan prostat. Hasil penelitian Salamah et al. (2008) diketahui bahwa ekstrak metanol kijing Taiwan yang berpotensi sebagai antioksidan, yaitu nilai IC50 sebesar 201,52 ppm. Senyawa aktif yang terkandung dalam ekstrak kijing Taiwan adalah kelompok alkaloid dan flavonoid.

2.5 Antioksidan dan Metode Pengukurannya

Senyawa antioksidan secara umum didefinisikan oleh Schuler (1990) sebagai suatu senyawa kimia yang dapat menunda, memperlambat atau mencegah terjadinya proses oksidasi. Proses oksidasi tersebut biasanya terjadi dalam produk terutama yang berlemak dengan kandungan asam lemak tidak jenuh sehingga dapat menyebabkan kerusakan produk atau ketengikan.

Mekanisme oksidasi asam lemak tidak jenuh menurut Hamilton (1983) dan Gordon (1990) terdiri dari 3 tahap, yaitu : a) inisiasi, b) propagasi dan c) terminasi. Pada tahap inisiasi terjadi pembentukan radikal bebas (R●) akibat reaksi antara asam lemak (RH) dengan beberapa katalisator, misalnya oksigen, panas, ion logam, dan cahaya. Tahap propagasi terjadi akibat reaksi antara radikal bebas (R●) yang terbentuk pada tahap inisiasi dengan oksigen menghasilkan radikal peroksida (ROO●). Radikal peroksida yang terbentuk akan mengikat ion hidrogen dari molekul lemak yang lain membentuk hidroperoksida (ROOH) dan radikal lemak lain (R1), selanjutnya tahap terakhir adalah tahap terminasi ditandai dengan terbentuknya produk-produk non radikal seperti aldehida, keton, alkohol dan asam-asam dengan karakteristik dan cita rasa tengik (Winarno 1984).

Ranney (1979) mengklasifikasikan antioksidan atas tiga golongan berdasarkan prinsip kerjanya dalam mencegah terjadinya proses oksidasi. Pertama adalah antioksidan yang mempunyai gugus fenol dan amina aromatik


(32)

seperti butylated hydroxyanisole (BHA), butylated hydroxytoluene (BHT), metilen bisfenol dan difenilamin. Antioksidan-antioksidan tersebut bekerja dengan cara berinteraksi dengan radikal bebas yang terdapat di dalam sistem dan membentuk produk subtrat non radikal dan suatu radikal antioksidan. Jika radikal antioksidan yang dihasilkan cukup stabil mencegah reaksi berikutnya, maka radikal antioksidan tersebut tidak akan berperan sebagai inisiator dari berikutnya. Kedua produk yang dihasilkan pada kenyataannya mungkin bereaksi dengan radikal bebas kedua dalam sistem

Mekanisme reaksi oksidasi lemak dapat dilihat sebagai berikut : Tahap inisiasi : ROOH ROO● + H●

ROOH RO● + OH

2ROOH RO● + OH Tahap propagasi : R● + O2 ROO●

ROO● + R1 H R1● + ROOH Tahap terminasi : ROO● + R1 OO● ROOH1 + O2

R● + RO● ROR1

Gambar 4 Mekanisme reaksi oksidasi lemak (Gordon 1990).

Kedua adalah antioksidan yang berfungsi dengan cara menghilangkan molekul-molekul hidroperoksida dari sistem, tetapi tanpa melibatkan radikal bebas. Contoh antioksidan ini adalah dilauril tiodipropionat (DLTP). Molekul ini mengandung atom sulfur teroksidasi yang mampu bereaksi dengan molekul hidroperoksida berikutnya. Ketiga adalah antioksidan yang dapat menginaktivasi logam yang bisa mempercepat terjadinya oksidasi. Penggolongan ketiga ini sama dengan antioksidan sekunder menurut Winarno (1984) dan Gordon (1990).

Jenis penggolongan antioksidan yang lain berdasarkan sumber diperolehnya senyawa tersebut. Penggolongan ini terdiri atas dua yaitu antioksidan sintetik dan antioksidan alami. Beberapa antioksidan sintetik yang sering digunakan dalam industri pangan antara lain butylated hydroxytoluene

(BHT), butylated hydroxyanisole (BHA), Propil galat, tertiarybutyl hydroquinon

(TBHQ) dan tokoferol (Buck 1991). Antioksidan sintetik sangat efektif dalam menghambat reaksi oksidasi lemak akan, tetapi penggunaan antioksidan sintetik banyak menimbulkan kekuatiran akan efek sampingnya karena telah banyak


(33)

penelitian tentang efek patologis yang ditimbulkannya. Antioksidan alami diperoleh dari hasil ekstrak bahan alami. Antioksidan alami dalam bahan pangan diperoleh dari: a) antioksidan berupa senyawa endogen yang terdiri dari satu atau lebih senyawa yang terdapat dalam bahan pangan, b) antioksidan yang terbentuk akibat reaksi selama pengolahan, c) antioksidan yang merupakan senyawa eksogen yaitu dengan penambahan antioksidan yang diisolasi dari sumber alami (Pratt 1992). Adapun antioksidan yang terdapat di dalam bahan alami meliputi golongan senyawa turunan fenolat, turunan senyawa hidroksinat, kumarin, tokoferol (Sidik 1997). Penggunaan bahan antioksidan baik alami maupun sintetik dalam bahan pangan, harus memenuhi persyaratan tertentu yaitu: a) tidak beracun dan tidak mempunyai efek fisiologis, b) tidak menimbulkan flavor yang tidak enak, rasa dan warna pada lemak atau bahan pangan, c) larut sempurna dalam lemak dan minyak, d) efektif dalam jumlah yang relatif kecil menurut rekomendasi Food and Drug Administration dosis yang diizinkan dalam bahan pangan adalah 0,01-0,1% dan e) tidak mahal serta selalu tersedia (Coppen 1983; Ketaren 1986).

Ada beberapa metode pengukuran aktivitas antioksidan yang dapat digunakan salah satunya adalah metode 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazil (DPPH). Senyawa DPPH dalam metode ini digunakan sebagai model radikal bebas, yang memiliki rumus molekul C18H12N5O6 dan Mr=394,33 (Molyneux 2004; Vattem dan Shetty 2006). Jika senyawa ini masuk dalam tubuh manusia dan tidak terkendalikan dapat menyebabkan kerusakan fungsi sel. Pada uji ini metanol digunakan sebagai pelarut, dan inkubasi pada suhu kamar dimaksudkan untuk mengoptimumkan aktivitas DPPH. Radial bebas DPPH merupakan radikal sintetik yang stabil pada suhu kamar dan larut dalam pelarut seperti metanol atau etanol (Molyneux 2004; Suratmo 2009). Ketika sebuah antioksidan mampu mendonorkan hidrogen yang beraksi dengan radikal DPPH, reaksi ini akan memberikan peningkatan kompleks non radikal dan menurunkan radikal DPPH yang ditandai dengan terbentuknya warna kuning. Penurunan pada absorbsi dapat diukur secara spektrofotometrikal dan dibandingkan dengan sebuah kontrol etanol atau metanol untuk mengkakulasikan aktivitas scavenging radikal DPPH (Vattem dan Shetty 2006).


(34)

Ketika DPPH menerima elektron atau radikal hidrogen, maka akan terbentuk molekul diamagnetik yang stabil. Interaksi antioksidan dengan DPPH baik secara transfer elektron atau radikal hidrogen, akan menetralkan karakter radikal bebas dari DPPH, jika semua elektron pada radikal bebas DPPH berpasangan, maka warna larutan berubah dari ungu tua menjadi kuning terang dan absorbansi pada panjang gelombang 517 nm akan hilang. Reaksi pengujian aktivitas antioksidan dengan DPPH disajikan pada Gambar 5.

DPPH* + AH DPPH-H + A*

Free radical antioksidan neutral new radical

Puplish color Yellowish color

Gambar 5 Reaksi pengujian aktivitas antioksidan dengan DPPH (Munifah 2007). Parameter yang digunakan untuk menginterpretasikan hasil pengujian dengan metode DPPH adalah EC50 (efficient concentration) atau biasa disebut IC50 (inhibition concentration). Inhibition concentration (IC50) dapat didefinisikan sebagai kosentrasi larutan sampel yang akan menyebabkan reduksi terhadap aktivitas DPPH sebesar 50%. Semakin kecil nilai IC50 berarti aktivitas antioksidannya semakin tinggi. Suatu senyawa dikatakan sebagai antioksidan sangat kuat apabila nilai IC50 kurang dari 0,05 mg/mL, kuat apabila nilai IC50

antara 0,05-0,10 mg/mL, sedang apabila nilai IC50 berkisar antara 0,10-0,15 mg/mL, dan lemah apabila nilai IC50 berkisar antara 0,15-0,20 mg/mL (Blois 1958 diacu dalam Molyneux 2004).


(35)

3 METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Waktu dan Tempat Penelitian

Sampel diambil dari perairan Andai, Kabupaten Manokwari, Provinsi Papua Barat. Ekstraksi dan uji aktivitas antioksidan dilakukan di Laboratorium Bioteknologi Hasil Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Laboratorium Kimia Analitik, FMIPA, Institut Pertanian Bogor, dan Pusat Laboratorium Terpadu IPB-Bogor. Identifikasi senyawa antioksidan dilakukan di Balai Pengkajian Bioteknologi (Biotech Center-BPPT), Serpong. Penelitian dilaksanakan dari bulan Agustus 2010 – Maret 2011. Gambar 6 menunjukkan diagram alir penelitian komposisi kimia dan senyawa antiokksidan dari ekstrak tambelo (Bactronophorus thoracites).

Gambar 6 Diagram alir penelitian komposisi kimia dan senyawa antioksidan dari ekstrak tambelo (Bactronophorus thoracites).

Tambelo kering

Maserasi dengan MeOH

Ekstraksi dengan MeOH

Partisi dengan pelarut n-heksan, dan etil asetat

Ekstrak n-heksan, ekstrak etil asetat, dan ekstrak metanol

Uji antioksidan Ekstrak terplilih KLT

Eluen terbaik Kromatografi kolom

Uji Fitokima Uji antioksidan

Fraksi terpilih

Identifikasi dengan LC-MC Uji Fitokima

Analisis kimia : - uji proksimat - uji asam amino - uji asam lemak - uji mineral


(36)

3.2 Bahan dan Alat

Bahan baku yang digunakan dalam penelitian ini adalah tambelo yang berasal dari perairan Andai, Kabupaten Manokwari, Propinsi Papua Barat. Tambelo diperoleh dari batang pohon mangrove Rhizopora yang sudah lapuk. Tambelo dibersihkan dengan melepaskan cangkang dan pallet kemudian dikeringkan dengan menggunakan freezer dry. Tambelo kering selanjutnya digiling dengan menggunakan mortar dan disimpan pada suhu rendah (5-10 oC) sampai siap untuk dianalisis.

Bahan kimia yang digunakan untuk ekstraksi adalah n-heksana, etil asetat, metanol, dan kertas saring Whatman 40. Bahan kimia yang digunakan untuk uji antioksidan adalah DPPH (1,1-diphenyl-2-picrlhylhydrazyl), BHT dan vitamin super ester C sebagai standar. Bahan untuk uji fitokimia adalah H2SO4, akuades, kloroform p.a (pengenceran), anhidra asetat, asam sulfat pekat, HCl 2N, pereaksi

Dregendorff, pereaksi Wagner, pereaksi Meyer, serbuk magnesium, alkohol, HCl 37%, etanol 70%, FeCl3 5%, pereaksi Molish, pereaksi benedict, pereaksi

biuret, dan larutan ninhidrin 0,1%.

Peralatan utama yang digunakan adalah kromatografi lapis tipis (KLT), kromatografi kolom (KK), spektrofotometer UV-Vis JENWAY 6305, kromatografi cair (LC-MS) AGILENT TECHNOLOGIES, vacum rotary evaporator Buchi Rotavapor R-205, dan Spektrofotometer serapan atom (SSA) Shimazu-7000.

3.3 Prosedur Penelitian

Penelitian ini terbagi atas dua tahap, yaitu 1) analisis komponen kimia tambelo, dan 2) Ekstraksi bahan aktif tambelo. Penelitian tahap pertama meliputi analisis rendemen, uji proksimat, asam lemak, asam amino, dan mineral. Tahap kedua meliputi ekstraksi bahan aktif dengan metode maserasi, partisi cair-cair, uji fitokimia, uji antioksidan dengan metode DPPH, dan identifikasi senyawa antioksidan dari bahan aktif yang dihasilkan.

3.3.1 Penelitian tahap pertama

Penelitian tahap pertama ini bertujuan untuk mendapatkan presentase bagian tubuh yang dapat dimanfaatkan dan memperoleh nilai kandungan gizi atau komposisi kimia dari tambelo. Analisis kandungan gizi terdiri dari analisis


(37)

proksimat yang meliputi kadar air, kadar abu, kadar protein, kadar lemak, dan karbohidrat, analisis asam amino, serta asam lemak.

3.3.1.1 Rendemen (Hustiany 2005)

Tambelo dikeluarkan dari freezer, dicairkan kemudian ditimbang beratnya selanjutnya dikeringkan dengan menggunakan freezer dry. Daging tembelo yang sudah kering ditimbang kembali untuk mengetahui penurunan berat setelah dikeringkan. Rendemen merupakan presentase perbandingan antara bagian yang digunakan dengan berat utuh tambelo segar, dengan rumus :

3.3.1.2 Uji proksimat (AOAC 2005)

Analisis proksimat yang dilakukan meliputi uji kadar air dan abu dengan metode oven, uji kadar lemak menggunakan metode sokhlet, dan uji kadar protein menggunakan metode kjedahl.

a) Analisis kadar air (AOAC 2005)

Tahap pertama yang dilakukan untuk menganalisis kadar air adalah

mengeringkan cawan porselen dalam oven pada suhu 102-105 oC selama 30 menit. Cawan tersebut diletakkan dalam desikator (kurang lebih 30 menit)

hingga dingin kemudian ditimbang hingga beratnya konstan (A). Tambelo ditimbang sebanyak 1-2 g (B), kemudian dimasukan kedalam cawan. Cawan tersebut dimasukkan ke dalam oven dengan suhu 102-105 oC selama 6 jam. Cawan tersebut kemudian didinginkan dalam desikator dan ditimbang bobotnya (C). Kadar air ditentukan dengan rumus:

Keterangan:

A = berat cawan kosong (gram)

B = berat sampel sebelum dioven (gram)

C = berat cawan berisi sampel setelah dioven (gram) b) Analisis kadar abu (AOAC 2005)

Analisis kadar abu dilakukan menggunakan metode oven. Prinsipnya adalah pembakaran atau pengabuan bahan-bahan organik yang diuraikan menjadi


(38)

air (H2O) dan karbondioksida (CO2) tetapi zat anorganik tidak terbakar. Zat anorganik ini disebut abu. Prosedur analisis kadar abu dalam bahan pangan adalah sebagai berikut: cawan abu porselin yang kosong dimasukkan ke dalam oven. Cawan abu porselin dikeluarkan dan didinginkan dalam desikator selama 30 menit, kemudian cawan abu porselin kosong ditimbang untuk mengetahui bobot cawan kosong (A). Sampel yang telah dihomogenkan ditimbang 2 gram dan dimasukan ke dalam cawan abu porselin ditimbang (B), kemudian masukan ke dalam oven bersuhu 550-600 oC selama 24 jam atau sampai pengabuan sempurna, sehingga diperoleh abu berwarna putih, setelah selesai, suhu tungku pengabuan diturunkan hingga suhu 40 oC. Cawan porselin dikeluarkan dengan menggunakan penjepit dan masukan ke dalam desikator selama 30 menit.

Apabila abu belum putih benar harus dilakukan pengabuan kembali. Abu dibasahi (dilembabkan) dengan akuades secara bertahap, kemudian dikeringkan menggunakan hot plate dan diabukan kembali pada suhu 550-600 oC sampai diperoleh berat yang konstan. Suhu pengabuan diturunkan sampai ± 40 oC lalu dipindahkan cawan abu porselin ke dalam desikator selama 30 menit kemudian ditimbang bobotnya (C) segera setelah dingin. Kadar abu dalam bahan pangan dapat dihitung berdasarkan persamaan berikut :

Keterangan:

A = Berat cawan kosong (gram)

B = Berat sampel sebelum pengabuan (gram)

C = Berat cawan berisi sample setelah pengabuan (gram) c) Analisis kadar protein (AOAC 2005)

Penentuan kadar protein dilakukan dengan metode total nitrogen yang didasarkan pada reaksi penetralan asam basa. Kadar protein dihitung berdasarkan kesetimbangan reaksi kimia. Tahap-tahap yang dilakukan dalam analisis protein terdiri dari tiga tahap, yaitu destruksi, destilasi, dan titrasi.

Tahapan destruksi adalah sebagai berikut: sampel dilumatkan dengan blender hingga partikelnya dapat melewati saringan 20 mesh. Sampel dimasukan dalam kantong plastik atau gelas yang bersih dan bertutup. Homogenat sampel ditimbang 2 gram pada kertas timbang, kemudian dimasukan ke dalam labu


(39)

destruksi. Sampel tersebut selanjutnya ditambahkan dua tablet katalis serta

beberapa butir batu didih. Sampel ditambahkan 15 mL asam sulfat pekat (95-97%) dan 3 mL hidrogen peroksida secara perlahan dan didiamkan 10 menit

dalam ruang asam. Destruksi dilakukan pada suhu 410 oC selama 2 jam atau sampai larutan jernih. Sampel hasil destruksi didiamkan hingga mencapai suhu kamar dan tambahkan 50-75 mL akuades.

Tahap kedua adalah distilasi, posedur tahapan ini sebagai berikut: sebanyak 25 mL larutan H3BO3 4% yang mengandung indikator sebagai penampung destilat dimasukan dalam erlenmeyer. Labu yang berisi hasil

destruksi dipasang pada rangkaian alat destilasi uap, kemudian ditambahkan 50-75 mL larutan natrium hidroksida dan natrium thiosulfat dan dilakukan

destilasi, selanjutnya destilat ditampung ke dalam erlenmeyer tersebut hingga volume mencapai minimal 150 mL (hasil destilasi akan berubah menjadi kuning).

Tahap ketiga adalah titrasi hasil destilat dengan HCl 0.2 N, yang sudah dibakukan sampai warna berubah dari hijau menjadi abu-abu netral. Analisis standar blanko dilakukan seperti tahapan sampel. Kadar protein dapat dihitung dengan persamaan berikut :

Keterangan : KP = Kadar Protein

Va = mL HCl untuk titrasi sampel Vb = mL HCl untuk titrasi blanko N = Normalitas HCl yang digunakan W = berat sampel

c) Analisis kadar lemak (AOAC 2005).

Prinsip analisis kadar lemak diawali dengan melakukan pengekstrakan sampel dengan pelarut organik untuk mengeluarkan lemak dengan bantuan pemanasan pada suhu titik didih pelarut selama 8 jam. Pelarut organik yang mengikat lemak selanjutnya dipisahkan dengan proses penguapan (evaporasi), sehingga hasil lemak tertinggal dalam labu. Penetapan bobot lemak dihitung secara gravimetri.

Sampel dilumatkan hingga homogen dan dimasukan ke dalam wadah plastik atau gelas yang bersih dan bertutup. Apabila sampel tidak langsung


(40)

dianalisis, maka disimpan dalam refrigerator sampai saatnya akan dianalisis. Sampel dikondisikan pada suhu ruang dan pastikan sampel masih homogen sebelum ditimbang. Apabila terjadi pemisahan cairan dan sampel, maka dilakukan pengadukan ulangan dengan blender sebelum dilakukan pengamatan. Prosedur analisis lemak adalah sebagai berikut : labu alas bulat ditimbang dalam keadaan kosong (A). Homogenat sampel ditimbang sebanyak 2 gram (B) dan masukan ke dalam selongsong lemak (ekstraction timbles). Berturut-turut dimasukan 150 mL n-heksana ke dalam labu alas bulat, selongsong lemak ke dalam ekstractor soxhlet, dan pasang rangkaian sokhlet dipasang dengan benar. Ekstraksi dilakukan pada suhu 60 oC selama 8 jam. Campuran lemak dan heksana dalam labu alas bulat dievaporasi sampai kering. Labu alas bulat yang berisi lemak dimasukan ke dalam oven bersuhu 105 oC selama ± 2 jam untuk menghilangkan

sisa n-heksana dan air. Labu dan lemak didinginkan dalam desikator selama 30 menit. Labu alas bulat yang berisi lemak ditimbang (C) sampai berat konstan.

Kadar lemak dalam bahan pangan dapat dihitung berdasarkan persamaan berikut :

Keterangan: KL = kadar lemak A = bobot contoh

B = bobot labu lemak dan labu didih C = bobot labu lemak, batu didih dan lemak d) Analisis kadar karbohidrat (AOAC 2005)

Perhitungan kadar karbohidrat dilakukan menggunakan metode by difference yaitu pengurangan 100 % dengan jumlah dari hasil empat komponen yaitu kadar air, protein, lemak dan abu. Perhitungannya sebagai berikut:

% Karbohidrat = 100 % - ( % air + % lemak + % protein + % abu ) 3.3.1.3Analisis asam amino (AOAC 1994)

Komposisi asam amino ditentukan dengan High Performance Liquid Chromatography (HPLC). Perangkat HPLC sebelum digunakan harus dibilas dengan eluen yang akan digunakan selama 2-3 jam. Begitu pula dengan syringe


(41)

amino menggunakan HPLC disajikan Gambar 7. Kondisi alat HPLC saat berlangsungnya analisis asam amino:

Temperatur : 27 oC (suhu ruang) Jenis kolom : pico tag 3,9x150 μm Kecepatan alir eluen : 1 ml/menit

Tekanan : 3000 psi

Fasa gerak : - Asetoniril 60% - Buffer fosfat 0,1 M

Detektor : UV

Panjang gelombang : 256 nm

Derivatisasi : derivatisasi pre-kolom

Tipe injeksi : on column injection tanpa septum

Program : isokratik (kecepatan aliran eluen konstan)

Kandungan masing-masing asam amino pada bahan dapat dihitung dengan rumus:

Keterangan : C = konsentrasi standar asam amino (2,5 μg) FB = faktor pengenceran ( 133,1 mL)

BM = bobot molekul dari masing-masing asam amino (g/mol) 3.3.1.4 Analisis asam lemak (AOAC 1984)

Kandungan asam lemak dapat ditentukan dengan metode gas kromatografi didasarkan pada partisi komponen-komponen dari suatu cairan di antara fasa gerak berupa gas dan fasa diam berupa zat padat atau cairan yang tidak mudah menguap yang melekat pada bahan pendukung inert. Komponen-komponen yang dipisahkan harus mudah menguap pada suhu pemisahan yang dilakukan, sehingga suhu operasi biasanya lebih tinggi dari suhu kamar dan biasanya dilakukan derivatisasi untuk contoh yang sulit menguap. Tahapan analisis asam lemak diawali dengan menghidrolisis lemak/minyak dalam sampel menjadi asam lemak, kemudian ditransformasi menjadi bentuk esternya yang bersifat lebih mudah menguap. Transformasi dilakukan dengan cara metilasi sehingga diperoleh metil ester asam lemak (FAME). Metil ester asam lemak (FAME) ini dianalisis dengan alat kromatografi gas. Identifikasi tiap komponen dilakukan dengan


(42)

membandingkan waktu retensinya dengan standar pada kondisi analisis yang sama. Waktu retensi dihitung pada kertas rekorder sebagai jarak dari garis pada saat muncul puncak pelarut sampai ke tengah puncak komponen yang dipertimbangkan.

Gambar 7 Prosedur analisis asam amino menggunakan HPLC. Tambelo kering 0,75

g

Penambahan 5-10 ml HCl 6N Pemanasan dalam oven pada suhu 100 oC selama 24 jam

Hidrolisat Protein Penyaringan dengan milipore

berukuran 45 mikron

Filtrat hidrolisat

Penambahan 30 μL larutan pengering

(campuran antara metanol, natrium asetat, dan trietilamim dengan perbandingan 2:2:1)

Pengeringan dengan gas N2

Hidrolisat protein kering

Penambahan 30 μL larutan derivatisasi

( campuran antara metanol, pikoiotisianat, dan trietilamin dengan perbandingan 3:3:4)

Pengenceran dengan buffer asetat sebanyak

200 μL lalu dibiarkan selama 20 menit

Penyaringan dengan milipore berukuran 0,45 mikron

Injeksi ke alat HPLC


(43)

a. Preparasi contohd (hidrolisis dan esterifikasi)

Contoh lemak ditimbang sebanyak 20-30 mg, kemudia ditambahkan 1 mL larutan NaOH 0,5 N ke dalam metanol dan dipanaskan dalam penangas air selama 20 menit. Sebanyak 2 mL BF3 16% dan 5 mg/mL standar internal ditambahkan pada sampel tersebut, lalu dipanaskan lagi selama 20 menit dan selanjutnya

didinginkan. Sampel kemudian ditambahkan 2 mL NaCl jenuh dan 1 mL n-heksana, lalu dikocok dengan baik. Lapisan heksana dipindahkan dengan

bantuan pipet tetes ke dalam tabung yang berisi 0,1 gram Na2SO4 anhidrat, dibiarkan 15 menit. Fasa cair dipisahkan dan selanjutnya diinjeksikan ke kromatografi gas.

b. Analisis komponen asam lemak dengan kromatografi gas

Pelarut sebanyak 1 µL diinjeksikan ke dalam kolom. Bila aliran gas pembawa dan sistem pemanasan sempurna, puncak pelarut akan nampak dalam kurang dari 1 menit. Sebanyak 5 µL campuran standar FAME diinjeksikan setelah pena kembali ke nol (baseline). Jika semua puncak sudah keluar, diinjeksikan 5 µL sampel yang telah dipreparasi (A). Waktu retensi dan puncak masing-masing komponen tersebut kemudian diukur. Jika rekorder dilengkapi dengan integrator, waktu retensi dan luas puncak langsung diperoleh dari integrator dan membandingkan waktu retensinya dengan standar untuk mendapatkan informasi mengenai jenis dari komponen-komponen dalam contoh. Jumlah dari masing-masing komponen dalam sampel dihitung menggunakan metode internal standar, dengan cara sebagai berikut :

Keterangan :

Cx = kosentrasi komponen x Cs = kosentrasi standar internal Ax = luas puncak komponen x As = luas puncak standar internal


(44)

Kondisi alat kromatografi gas pada saat dilakukan analisis :

1. Kolom : cyanopropil methylsil (kolom kapiler)

2. Dimensi kolom : p=60m,ø dalam = 0.25 mm, 025 µm film tickness

3. Laju alir n2 : 20 ml/menit 4. Laju alir h2 : 30 ml/menit

5. Laju alir udara : 200 – 250 ml/menit 6. Suhu injektor : 200 oc

7. Suhu detektor : 230 oc

8. Suhu kolom : program temperatur

- Kolom temperatur : awal 190 oC diam 15 menit akhir 230 oC diam 20 menit 9. Ratio : 1 : 8

10.Injeksi volum : 1 µl 11.Linier velocity : 20 cm.sec 3.3.1.5 Analisis mineral

Mineral yang dianalisis pada sampel tambelo meliputi mineral kalsium (Ca), kalium (K), magnesium (Mg), besi, (Fe), natrium (Na), mangan (Mn), klorida (Cl), seng (Zn), fospat, dan tembaga (Cu), dianalisis dengan metode spektrofotometer serapan atom (SSA).

a. Analisis mineral kalsium (Ca), kalium (K), dan seng (Zn) (Yosida et al. 1972). Prinsip penentuan kadar kalsium, kalium dan seng adalah proses pelarutan sampel dengan asam klorida, kemudian absorbansinya diukur dengan menggunakan SSA. Prosedur analisis mineral kalsium, kalium dan seng adalah sebagai berikut: Sampel yang telah kering ditimbang sebanyak 1-2 gram, kemudian dihancurkan dan dimasukkan ke dalam gelas piala yang telah dibilas dengan HCl 1 N. Sampel ditambahkan dengan 25 mL HCl 1 N dan disimpan selama 24 jam. Setelah penyimpanan, sampel dikocok dengan shaker dan disaring dengan kertas Whatman No.1.

1). Analisis mineral kalsium (Ca)

Ekstrak sampel dipipet sebanyak 1 mL, ditambahkan 2 mL larutan lantanum oksida dan ditambahkan HCl 1 N sampai volume menjadi 10 mL, kemudian ditera dengan penambahan akuades sampai volume menjadi 50 mL.


(45)

Larutan diukur absorbansi dengan SSA pada panjang gelombang 285,2 nm untuk magnesium dan 422,7 nm untuk kalsium.

2). Analisis mineral kalium (K) dan seng (Zn)

Ekstrak sampel dipipet sebanyak 2 mL dan ditambahkan HCl 1 N sampai volume menjadi 40 mL, kemudian ditera dengan penambahan akuades sampai volume menjadi 50 mL. Larutan diukur absorbansi dengan AAS pada panjang gelombang 766,5 nm untuk kalium dan 213,9 nm untuk seng.

b. Analisis mineral besi (Fe)

Prinsip penentuan kadar besi adalah proses pelarutan bahan dengan larutan asam campur yang terdiri dari asam nitrat, asam sulfat dan asam perklorat, kemudian dilanjutkan dengan proses pemanasan. Prosedur analisis mineral besi adalah sebagai berikut: sampel yang telah kering ditimbang sebanyak 1-2 gram, kemudian dihancurkan. Larutan asam campuran disiapkan yang dibuat dari HNO3, H2SO4, dan HClO4 dengan perbandingan 5:1:2. Sampel yang telah hancur ditambah 10 mL larutan asam campur lalu dipanaskan di dalam ruang asam menggunakan api kecil selama 2 jam. Api dibesarkan sampai larutan menjadi jernih. Kemudian didinginkan. Larutan ditambahkan akuades sampai volume 50 mL dan disaring dengan kertas saring pencucian asam Whatman No.1 (acid-washed filter paper whatman No.1).

Sebanyak 10 mL ekstrak sampel ditambahkan 1 mL hidroquinon dan 1 mL orto-fenantrolin, kemudian ditambahkan sodium sitrat sampai pH menjadi 3,5. Larutan diencerkan dengan akuades sampai volume 50 mL dan dipanaskan dalam

water bath selama 1 jam. Larutan deret standar diperlakukan dengan pereaksi yang sama dengan ekstrak sampel. Absorbansi diukur dengan SSA pada panjang gelombang 248,3 nm.

c. Analisis mineral tembaga (Cu) dan mangan (Mn) (SNI 01-2362-1991)

Prinsip dari penentuan kadar tembaga dan mangan adalah proses pengabuan dengan suhu 450 oC dengan penambahan asam nitrat (HNO3). Prosedur analisis sebagai berikut: sampel ditimbang sebanyak 25 gram dalam gelas piala 250 mL yang terdahulu dicuci dengan HNO3 6N. Sampel dikeringkan di dalam oven pengering pada suhu 110-125 oC selama 8-24 jam. Sample kering kemudian dipindahkan ke dalam tungku, dan atur suhu pada 250 oC. Suhu tunggu


(46)

dinaikkan secara bertahap hingga mencapai 350 oC selama periode 1-2 jam. Hal ini bertujuan untuk mencegah terjadinya proses pembakaran secara cepat yang menyebabkan contoh dapat terhambur keluar. Kondisi pada suhu ini dibiarkan sesaat untuk memberikan kesempatan sebagian besar lemak terbakar habis. Kenaikkan suhu kemudian dilanjutkan hingga 450 oC, dan dibiarkan selama semalam (16-24 jam). Jika proses sampel abu belum putih sempurna, sampel dikeluarkan dari tungku dan dinginkan. Sampel tersebut kemudian ditambahkan 0,25-1 mL HNO3 pekat. Sampel diletakkan diatas hot plate untuk menguapkan HNO3. Sampel kemudian dipanaskan kembali pada suhu 450 oC di dalam tungku selama 30-60 menit. Abu yang dihasilkan harus benar-benar putih, apabila tidak proses penambahan asam nitrat harus diulangi.

Abu dilarutkan ke dalam 2 mL HNO3 pekat, kemudian diencerkan dengan akuades hingga 25 mL dan didihkan di atas hot plate. Larutan disaring dengan kertas saring Whatman No.42 yang sebelumnya telah dicuci dengan HNO3 10% dan akuades. Filtrat yang diperoleh kemudian diencerkan dengan akuades hingga 50 mL. Larutan standar, blanko dan contoh dialirkan ke dalam SSA. Absorbansi mineral Cu dan Mn masing-masing diukur dengan SSA pada panjang gelombang 324,7 nm dan Mn 285,2 nm.

3.3.2 Penelitian tahap kedua

Penelitian yang dilakukan pada penelitian tahap kedua adalah ekstraksi bahan aktif, uji fitokimia, uji aktivitas antioksidan, serta uji fraksinasi dan identifikasi senyawa antioksidan.

3.3.2.1 Ekstraksi bahan aktif

Pelarut yang digunakan untuk ekstraksi tambelo yaitu tiga macam

pelarut berdasarkan tingkat kepolarannya, yaitu heksana (non polar), etil asetat (semi polar), dan metanol (polar). Tahapan proses ekstraksi tambelo meliputi

penghancuran sampel, maserasi, partisi, dan evaporasi. Sampel kering ditimbang sebanyak 500 gram, kemudian dimaserasi dengan pelarut metanol (MeOH) sebanyak 2500 mL, perbandingan 1:5 pada suhu ruang selama 3x24 jam. Setiap 1 x 24 jam dilakukan penyaringan, kemudian filtrat yang dihasilkan digabungkan dan dipekat dengan menggunakan rotary evaporator. Ekstrak MeOH pekat dipartisi dengan n-heksana menggunakan corong pisah diulang sebanyak 3 kali.


(47)

Sampel (500 g)

Fase n-heksana dikumpulkan dan dipekatkan dan dihitung rendemennya. Ekstrak MeOH setelah partisi n-heksana dipartisi kembali dengan etil asetat, diulang sebanyak 3 kali. Fase etil asetat dikumpulkan dan dipekatkan, lalu dihitung rendemennya. Ekstrak metanol sisa partisi dipekatkan kembali dan dihitung

rendemen. Semua ekstrak diuji fitokimia dan uji antioksidan (Miyaoka et al. 1998; Ebada et al. 2008). Diagram alir proses ekstraksi bahan

aktif tambelo disajikan pada Gambar 8.

Gambar 8 Diagram alir proses ekstraksi bahan aktif tambelo (Ebada et al. 2008).

Ekstrak MeOH

Fase n-heksana

Ekstrak n-Heksana

Dipartisi dengan n-Heksana

Fase MeOH

Fase MeOH Maserasi 3x24 jam dengan MeOH perbandingan 1:5

Penyaringan

Residu Filtrat

Evaporasi

Ekstrak MeOH

Dipartisi dengan etil asetat

Fase etil asetat

Evaporasi Evaporasi

Ekstrak etil asetat


(48)

3.3.2.2 Uji fitokimia (Departemen Kesehatan RI 1995) a) Uji alkaloid

Sampel sebanyak 1 gram ekstrak ditambahkan 10 mL metanol dan beberapa tetes amoniak. Fraksi metanol dipisahkan dan diasamkan dengan 10 tetes H2SO4 2M. Fraksi asam diambil kemudian ditambahkan pereaksi Dragendrof, Meyer, dan Wagner.

b) Uji saponin

Sebanyak 50 mg sampel ditambah dietil eter. Residu yang tidak larut dalam dietil eter diambil, dipisahkan dan ditambahkan 5 ml air kemudian dikocok sampai timbul busa yang stabil.

c) Uji steroid/Triterpenoid

Sampel sebanyak 1 gram ditambahkan 25 mL etanol 30% dipanaskan (50 oC) dan disaring. Filtratnya diuapkan kemudian ditambahkan eter. Lapisan eter yang terbentuk dipipet dan diletakkan papan uji (spot plate) dengan menambahkan pereaksi Liebermen Buchard (3 tetes asam asetat anhidrin dan 1 tetes H2SO4 pekat), selanjutnya diamati warna yang terbentuk, jika terbentuk warna hijau adalah steroid dan warna merah adalah triterpenoid.

d) Uji Flavonoid

Sebanyak 1 gram sampel ditambah metanol 30% sampai terendam kemudian dipanaskan. Filtratnya ditaruh ke dalam spot plate (papan uji) kemudian ditambahkan H2SO4 pekat, adanya flavonoid ditunjukkan oleh terbentuknya warna merah akibat penambahan H2SO4.

e) Uji Tanin

Sebanyak 50 mg sampel dilarutkan dalam 5 ml etanol ditambah dengan beberapa tetes pereaksi FeCl3 1 %. Adanya tannin ditunjukan dengan terbentuknya warna hijau, biru atau ungu.

f) Fenol hidrokuinon (pereaksi FeCl3)

Sebanyak 1 g sampel diekstrak dengan 20 ml etanol 70%. Larutan yang

dihasilkan diambil sebanyak 1 ml kemudian ditambahkan 2 tetes larutan FeCl3 5%. Terbentuknya warna hijau atau hijau biru menunjukkan adanya


(49)

3.3.2.3 Uji aktivitas antioksidan (Yeh dan Cen 1995)

Pengujian aktivitas antioksidan dilakukan dengan menggunakan metode

perendaman radikal bebas DPPH (1,1-diphenyl-2-picrlhylhydrazyl) (Yeh dan Cen 1995). Prinsip kerjanya pada sampel (mengandung senyawa

bersifat antioksidan) yang dapat meredam radikal bebas DPPH. Uji ini dilakukan terhadap ekstrak tambelo. Ekstrak dilarutkan dalam metanol dan dibuat dalam berbagai konsentrasi ( 20, 40, 60, dan 80 ppm), kemudian dimasukkan ke dalam tabung reaksi. Ekstrak tersebut masing-masing ditambahkan 200 μl larutan DPPH 1mM dalam metanol. Volume dicukupkan sampai 5 mL, kemudian diinkubasi pada suhu kamar selama 30 menit. Serapan sampel tersebut diukur pada panjang gelombang 515 nm. Butylated hydroxytoluene (BHT) dan vitamin super ester C digunakan sebagai kontrol positif, dan untuk pembanding dengan masing-masing kosentrasi 4, 6, 8, dan 10 ppm. Hambatan dihitung dengan rumus.

Nilai absorbansi sampel diperoleh persentase penghambatan aktivitas radikal bebas. Persamaan regresi diperoleh dari hubungan antara kosentrasi sampel dan persentase penghambatan aktivitas radikal bebas. Nilai kosentrasi dan hambatan ekstrak diplotkan masing-masing pada sumbu x dan y. Persamaan regresi yang diperoleh dalam bentuk y = bx + a. Persamaan ini digunakan untuk mencari Inhibition Concentration 50 % (IC50) dengan memasukkan angka 50 sebagai y sehingga didapatkan nilai x sebagai IC50. Pengujian ini dilakukan sebanyak tiga kali ulangan.

3.3.2.4 Fraksinasi senyawa antioksidan

Fraksinasi terhadap ekstrak kasar tambelo dilakukan pada ekstrak yang memiliki aktivitas antioksidan tertinggi (ekstrak terpilih). Metode yang digunakan ada dua macam, yaitu kromatografi lapis tipis (KLT) dan kromatografi kolom (KK).

a) Kromatografi lapis tipis (KLT)

Pada penelitian ini, pemilihan pelarut untuk fraksinasi dilakukan dengan mencoba beberapa kombinasi untuk mengembangkan spot ekstrak terpilih pada


(1)

c.

Persen inhibisi dan IC

50

pada ekstrak etil asetat

Ulangan Kosent Absorb %

inhibisi

Pers. Regresi linear

IC50 (ppm

Rataan IC50 (ppm

Standar deviasi

Blanko 0,432

y=0,604x + 43,51 10,75

15,00

4,211

1

20 0,205 52,55

40 0,119 72,45

60 0,089 79,40

80 0,041 90,51

2

20 0,231 46,53

y=0,64x + 37,73 19,17

40 0,142 67,13

60 0,084 80,56

80

0,066

84,72

3

20 0,225 47,92

y=0,660x + 40,04 15,09

40 0,123 71,53

60 0,062 85,65

80 0,055 87,27

y = 0,201x - 8,449 R² = 0,919

-6 -4 -2 0 2 4 6 8 10

0 20 40 60 80 100

%

inh

ibi

si

Kosentrasi (ppm) ulangan 3

y = 0,604x + 43,51 R² = 0,955

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

0 20 40 60 80 100

%

inh

ibi

si


(2)

d.

Persen inhibisi dan IC

50

pada ekstrak metanol

Ulangan Kosent Absorb % inhib Pers. Regresi linear

IC50 (ppm

Rataan IC50 (ppm

Standar deviasi

Blanko 0,432

y=0,641x + 2,777 82,34

84,01

3,829

1

20 0,371 14,12

40 0,347 19,68

60 0,303 29,86

80 0,201 53,47

2

20 0,391 9,49

y=0,689x – 6,018 81,30

40 0,337 21,99

60 0,305 29,40

80 0,203 53,01

3

20 0,392 9,30

y=0,656x – 7,986 88,39

40 0,372 13,89

60 0,312 27,78

80 0,223 48,38

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90

0 20 40 60 80 100

%

inh

ibi

si

Kosentrasi (ppm) ulangan 2

y = 0,660x + 40,04 R² = 0,878

0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100

0 20 40 60 80 100

%

Inh

ibi

si


(3)

y = 0,641x - 2,777 R² = 0,905

0 10 20 30 40 50 60

0 20 40 60 80 100

%

Inh

ibi

si

Kosentrasi (ppm)

y = 0,689x - 6,018 R² = 0,946

0 10 20 30 40 50 60

0 20 40 60 80 100

%

Inh

ibi

si

Kosentrasi (ppm)

y = 0,656x - 7,986 R² = 0,930

0 10 20 30 40 50 60

0 20 40 60 80 100

%

Inh

ibi

si


(4)

Ekstrak

Ulangan

Rata-rata

Standart

devisiasi

I

II

III

n-Heksana

231,93 265,58

290,79

788,3

29,53

Etil asetat

10,75

19,17

15,09

45,01

4,21

Metanol

82,34

81,30

88,39

252,03

3,83

Lampiran 9

Profil pola pemisahan senyawa

a.

Profil pola pemisahan ekstrak etil esetat tambelo pada berbagai eluen

1 2 3 4 5

Keterangan : Ekstrak Etil asetat

1.

n-Heksana : Etil asetat

= 1:1

2.

n-Heksana : Etil asetat

= 8:2

3.

Kloroform : Metanol

= 9:1

4.

Kloroform : Metanol

= 17:3

5.

N-Heksana : Kloroform

= 3:2


(5)

b.

Profil Spesifikasi dan pola pemisahan hasil kromatografi

Lampiran 10 Rendamen fraksi tambelo

No

Nama Fraksi

Rendamen (%)

1

Fraksi 1

0,15748

2

Fraksi 2

0,03492

3

Fraksi 3

0,00732

4

Fraksi 4

0,00506

5

Fraksi 5

0,00710

6

Fraksi 6

0,00156

7

Fraksi 7

0,0028

8

Fraksi 8

0,0152

9

Fraksi 9

0,00482

10

Fraksi 10

0,0025

Lampiran 11 Perhitungan persen inhibisi (IC

50

) hasil fraksinasi tambelo

a.

Nilai standart deviasi hasil fraksinasi

Fraksi

Ulangan

Rata-rata

Standart

deviasi

I

II

III

Fraksi 1

108,76

100,03

101,74

103,51

4,63

Fraksi 2

60,78

64,27

65,46

63,50

2,43

Fraksi 3

58,37

62,86

63,14

61,46

2,68

Fraksi 4

73,41

73,47

83,72

76,87

5,94

Fraksi 5

91,36

80,95

85,82

86,04

5,21

Fraksi 6

70,83

75,07

77,56

74,49

3,40

Fraksi 7

62,85

57,80

54,32

174,97

4,29

Fraksi 8

44,97

43,61

40,92

129,5

2,06

Fraksi 9

8,77

7,03

10,82

26,62

1,90


(6)

Sampel Ulangan Kosentrasi Abs % Inhibisi

Pers. regresi linear

IC50 (ppm)

Rataan IC50 (ppm) Blanko

0,425 0

1,90

Fraksi

9

1

20 0,193 54,59

y=0,497x + 45,64 8,77

8,87 40 0,149 64,94

60 0,086 79,76 80 0,073 82.82

2

20 0,179 57,88

y=0,536x + 46,23

7,03 40 0,148 65,18

60 0,082 80,71 80 0,049 88,47

3

20 0,187 56

y=0,62x + 43,29 10,82 40 0,136 68

60 0,086 79,76 80 0,028 93,41

Fraksi 10

1

20 0,255 40,00

4,69

40 0,127 70,12 y=0,647x + 34,23 24,37

60 0.108 74,59 80 0,078 81,65

2

20 0,277 34,82

40 0,164 61,41 y=0,689x + 27,17 33,13 27,78 60 0,112 73,65

80 0,099 76,71

3

20 0.246 42.12

40 0.155 63.53 y=0,651x + 33,17 25,85 60 0.102 76.00

80 0.079 81.41