Isolasi dan sitotoksisitas ekstrak flavonoid daun tin (Ficus carica Linn.)

ISOLASI DAN SITOTOKSISITAS EKSTRAK FLAVONOID
DAUN TIN (Ficus carica Linn.)

ARIDO YUGOVELMAN AHADDIN

DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUANALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

2

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Isolasi dan
Sitotoksisitas Ekstrak Flavonoid Daun Tin (Ficus carica Linn.) adalah benar
karya saya dengan arahan pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun
kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip
dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah
disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir

skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2014
Arido Yugovelman Ahaddin
NIM G44090073

4

ABSTRAK
ARIDO YUGOVELMAN AHADDIN. Isolasi dan Sitotoksisitas Ekstrak
Flavonoid Daun Tin (Ficus carica Linn.). Dibimbing oleh GUSTINI
SYAHBIRIN dan KUSDIANTORO MOHAMAD.
Penggunaan daun tin (Ficus carica) sebagai obat mulai dikembangkan di
Indonesia sejak tahun 2011. Studi mengenai potensi bioaktif tanaman tin telah
banyak dilakukan di dunia, tetapi belum banyak dilakukan di Indonesia. Penelitian
ini dilakukan untuk menentukan sitotoksisitas ekstrak flavonoid daun tin
berdasarkan metode uji letalitas larva udang (BSLT) dan toksisitas embrio ikan
zebra (ZFET). Hasil penelitian menunjukkan rendemen ekstrak flavonoid pada
sampel sebesar 2.36% dengan nilai LC50 sebesar 422 ppm dengan metode BSLT

dan 181 ppm dengan metode ZFET. Hasil ini lebih tinggi dibandingkan dengan
ekstrak kasar metanol. Uji kualitatif terhadap ekstrak menunjukkan kandungan
flavonoid berupa flavon dan flavonol dalam fraksi etil asetat dari ekstrak metanol.
Pemberian ekstrak kasar flavonoid daun tin pada embrio ikan zebra menimbulkan
abnormalitas mayor pada sirkulasi darah. Berdasarkan hasil ini ekstrak kasar
flavonoid daun tin cukup toksik dan efek toksiknya diduga dominan pada sistem
sirkulasi darah makhluk hidup.
Kata kunci: daun tin, flavonoid, toksisitas embrio ikan zebra, uji letalitas larva
udang

ABSTRACT
ARIDO YUGOVELMAN AHADDIN. Isolation and Cytotoxicity of Theen
Leaves (Ficus carica Linn.) Flavonoid Extract. Supervised by GUSTINI
SYAHBIRIN and KUSDIANTORO MOHAMAD.
Theen leaves have been used as traditional medicine in Indonesia since
2011. The bioactivity potential of the leaves has been acknowledged in
international research, but lack of information in Indonesia so far. This study aims
to examine the cytotoxicity of theen leaves flavonoid extract against brine shrimp
(Artemia salina) and zebrafish (Danio rerio) embryo. The result showed that
flavonoid in the sample was 2.36% and the 50% lethal concentrations (LC50) were

422 and 181 ppm against brine shrimp and zebrafish embryo, respectively. The
qualitative assay for flavonoid class indicated the presence of flavones and
flavonols class. The zebrafish embryo test indicated a major malformation on
blood circulation. Based on these facts, the flavonoid extract is toxic and has
effect to blood circulation of living organism.
Key words: brine shrimp lethality test, flavonoid, theen leaves, zebra fish embryo
toxicity.

6

ISOLASI DAN SITOTOKSISITAS EKSTRAK FLAVONOID
DAUN TIN (Ficus carica Linn.)

ARIDO YUGOVELMAN AHADDIN

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Sains
pada
Departemen Kimia


DEPARTEMEN KIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUANALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

8

Judul skripsi : Isolasi dan Sitotoksisitas Ekstrak Flavonoid Daun Tin (Ficus carica
Linn.)
Nama
: Arido Yugovelman Ahaddin
NIM
: G44090073

Disetujui oleh

Dr Gustini Syahbirin, MS
Pembimbing I


drh Kusdiantoro Mohamad, MSi, PAVet
Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Dra Purwantiningsih Sugita, MS
Ketua Departemen Kimia

Tanggal lulus:

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena atas berkat rahmat
dan keridhoan-Nya, skripsi yang berjudul Isolasi dan Sitotoksisitas Ekstrak
Flavonoid Daun Tin (Ficus carica Linn.) ini dapat terselesaikan dengan baik.
Masih banyak kekurangan yang penulis rasakan dalam penyusunan skripsi ini,
baik pada teknis penulisan maupun materi yang disampaikan. Oleh karena itu,
saran dan masukan dari pembaca untuk karya selanjutnya yang lebih baik sangat
diharapkan.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Ibu Dr Gustini Syahbirin,

MS selaku pembimbing pertama dan Bapak drh Koesdiantoro Mohamad, MSi,
PAVet selaku pembimbing kedua yang telah dengan sabar memberikan arahan
dan bimbingannya serta membagi ilmunya kepada penulis. Tidak lupa ucapan
terima kasih juga penulis sampaikan kepada seluruh pihak yang turut membantu
dan mendukung kelancaran penulis dalam menyelesaikan penelitian dan penulisan
skripsi ini, termasuk seluruh dosen, laboran dan staf Departemen Kimia IPB,
teman-teman Departemen Kimia, juga seluruh keluarga. Ucapan terima kasih
penulis sampaikan kepada kedua orang tua yang selalu mendukung dan
mendoakan penulis.
Semoga skripsi ini dapat bermanfaat dan menjadi sumbangan pemikiran bagi
semua pihak yang membutuhkan. Aamiin.
Bogor, Agustus 2014

Arido Yugovelman Ahaddin

vi

DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
vii

DAFTAR TABEL
vii
DAFTAR LAMPIRAN
vii
PENDAHULUAN
1
BAHAN DAN METODE
2
Alat dan Bahan
2
Metode
2
HASIL DAN PEMBAHASAN
4
Kadar Air
4
Rendemen Ekstrak
4
Hasil Kualitatif Flavonoid
5

Toksisitas Akut terhadap Larva Udang
6
Toksisitas Akut dan Efek Teratogenik Ekstrak terhadap Embrio Ikan Zebra 7
SIMPULAN DAN SARAN
10
Simpulan
10
Saran
10
DAFTAR PUSTAKA
10
LAMPIRAN
13
RIWAYAT HIDUP
18

vii

DAFTAR GAMBAR
1

2
3
4

Hasil uji fitokimia ekstrak kasar flavonoid daun tin
Hasil uji kualitatif golongan flavonoid dalam fraksi etil asetat daun tin
Nilai LC50 hasil uji toksisitas ekstrak daun tin terhadap A.salina
Tingkat kematian embrio pada berbagai konsentrasi ekstrak kasar flavonoid
daun tin
5 Hasil pengamatan embrio ikan zebra

5
6
7
8
9

DAFTAR TABEL
1
2

3
4

Hasil uji fitokimia ekstrak kasar metanol dan flavonoid daun tin
Hasil uji kualitatif golongan flavonoid dalam fraksi etil asetat daun tin
Pengaruh ekstrak kasar flavonoid daun tin terhadap embrio ikan zebra
Hasil pengamatan abnormalitas embrio ikan zebra

5
6
7
10

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6


Kadar air daun tin
14
Rendemen ekstrak daun tin
14
Toksisitas ekstrak kasar metanol daun tin dengan metode BSLT
14
Toksisitas ekstrak kasar etanol daun tin dengan metode BSLT
15
Toksisitas ekstrak kasar flavonoid daun tin dengan metode BSLT
15
Toksisitas ekstrak kasar flavonoid daun tin dengan metode ZFET pada 24 jam
pasca-fertilisasi
16
7 Toksisitas ekstrak kasar flavonoid daun tin dengan metode ZFET 48 jam pascafertilisasi
16
8 Hasil pengamatan pengaruh pemberian ekstrak kasar flavonoid pada kematian,
abnormalitas, dan penetasan embrio ikan zebra pada 24, 48, 72, dan 96 jam
pasca-fertilisasi
17

PENDAHULUAN
Tin merupakan salah satu tanaman famili Moraceae yang banyak tersebar
luas di daerah tropis maupun subtropis (Patil VV dan Patil VR 2011a). Di
Indonesia, daun tin digunakan sebagai obat untuk mengatasi penyakit hipertensi,
batu ginjal, dan diabetes. Aktivitas daun tin yang telah dilaporkan ialah sebagai
antioksidan (Konyahoglu et al. 2005; Patil VV dan Patil VR 2011a; Raj dan
Joseph 2011; Ghazi et al. 2012), hepatoprotektan (Krishna et al. 2007),
antimikrob (Jeong et al. 2009), antibakteri (Lee dan Cha 2010), antipiretik (Patil
et al. 2010a), imunomodulator (Patil et al. 2010b) antidiabetes (El-Shobaki et al.
2010), antiradang (Patil VV dan Patil VR 2011b), dan antikanker (Refli 2012).
Tin memiliki beragam metabolit sekunder, tetapi yang terbesar adalah
flavonoid. Kandungan flavonoid dalam daun tin menurut Konyahoglu et al.
(2005) kira-kira 1.15% dengan pelarut metanol. Beberapa kandungan flavonoid
yang telah teridentifikasi oleh Oliveira et al. (2009) dan Sirisha et al. (2010)
adalah kuersetin-3-O-glukosida dan kuersetin-3-O-rutinosida. Refli (2012)
melaporkan kandungan flavon, flavonol, isoflavon, flavanon, dihidroflavonol,
kalkon, auron, antosianin, dan antosianidin, serta melaporkan bahwa ekstrak
flavonoid daun tin berdasarkan uji hayati memiliki nilai konsentrasi letal 50%
(LC50) sebesar 191 ppm.
Nilai LC50 tersebut tergolong toksik dan sejalan dengan hasil penelitian
mengenai berbagai aktivitas yang dimiliki. Ekstrak flavonoid daun tin memiliki
aktivitas antioksidan dengan kapasitas total 17.1 ± 1.5 mM -tokoferil asetat/g
massa kering (Konyahoglu et al. 2005) dan konsentrasi penghambatan 50% (IC50)
sebesar 150 mg/L (Refli 2012). Efek antiglikemik dilaporkan dengan pemberian
ekstrak sebesar 8% (b/b) (El-Shobaki et al. 2010). Chon et al. (2008) melaporkan
bahwa pemberian ekstrak flavonoid daun tin dapat menghambat pertumbuhan
Tetranychus urticae hingga 92% dengan penanaman di luar ruangan. Aktivitas
antibakteri dilaporkan oleh Lee dan Cha (2010) dengan nilai konsentrasi hambat
minimum 2.5 ̶ 20 mg/mL dan konsentrasi bunuh minimum 5 ̶ 20 mg/mL.
Penelitian terakhir menunjukkan adanya aktivitas antikanker dari ekstrak
flavonoid daun tin dengan nilai IC50 800 ppm dan besar penghambatan 57.18%
(Refli 2012).
Uji toksisitas merupakan salah satu syarat agar suatu bahan dapat digunakan
sebagai obat. Uji toksisitas yang paling umum digunakan adalah uji letalitas larva
udang (BSLT). Penggunaan larva udang (Artemia salina) sebagai hewan uji
menurut Colegate dan Molyneux (2008) memiliki kelebihan, seperti mudah
dikerjakan, murah, cepat, dan cukup akurat. Uji toksisitas juga dapat dilakukan
menggunakan embrio ikan zebra (Danio rerio). Ikan zebra merupakan organisme
bertulang belakang yang banyak dikembangkan sebagai hewan uji dalam
pengembangan obat (Rubinstein 2006). Penggunaan ikan zebra sebagai hewan uji
menurut Zhu et al. (2007) tidak hanya mendapatkan nilai toksisitas, tetapi juga
dapat menentukan organ-organ yang terkena efek toksik dari bahan uji. Hal ini
dapat dilakukan karena embrio maupun larva ikan zebra memiliki lapisan kulit
yang transparan sehingga organ-organ di dalamnya dapat terlihat secara jelas
(Chakraborty et al. 2009). Penelitian ini bertujuan mengisolasi flavonoid dari

2
daun tin serta menentukan sitotoksisitasnya menggunakan metode BSLT dan
ZFET.

BAHAN DAN METODE
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan adalah alat kaca yang umum di laboratorium,
mikropipet, neraca analitik, filter 20 mikron, oven, penguap putar, multiwell, dan
mikroskop cahaya (inverted) yang dilengkapi dengan kamera.
Bahan-bahan yang digunakan adalah daun tin, metanol, etanol, n-heksana,
dan etil asetat teknis, HCl 2 N, dimetil sulfoksida (DMSO), larva A. salina,
embrio ikan zebra, air sumur, air laut, Pb(CH3COO)2, NaOH 0.1 N, H2SO4 pekat,
FeCl3 5%, amil alkohol, serbuk Mg, dan HCl pekat.

Metode
Identifikasi dan Preparasi Sampel
Tanaman tin yang diperoleh dari diidentifikasi di Pusat Penelitian Biologi,
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (Puslit Biologi LIPI). Daun tin
dikeringudarakan selama 7 hari, lalu dihaluskan hingga berukran 40 mesh.
Penentuan Kadar Air (AOAC 2005)
Cawan porselen dikeringkan di dalam oven dengan suhu 105 °C selama 60
menit. Kemudian cawan didinginkan dalam eksikator selama 30 menit dan
ditimbang bobot kosongnya. Sampel sebanyak 5 g dimasukkan ke dalam cawan
dan dikeringkan di dalam oven bersuhu 105 °C selama 24 jam. Setelah itu, cawan
tersebut didinginkan kembali dalam eksikator selama 30 menit, lalu ditimbang
sampai diperoleh bobot konstan. Penentuan kadar air dilakukan sebanyak 3 kali
ulangan (triplo).

×
%
Kadar Air (%) =
A = Bobot sampel sebelum dikeringkan (gram)
B = Bobot sampel setelah dikeringkan (gram)
Isolasi Flavonoid Daun Tin (Markham 1988)
Sebanyak 50 g sampel kering dimaserasi dengan metanol dan etanol selama
3×24 jam pada suhu ruang. Ekstrak metanol yang didapat diekstraksi cair-cair
dengan n-heksana dan diambil fraksi metanolnya. Fraksi metanol yang didapat
dikumpulkan kemudian dihidrolisis dengan HCl 2 N selama 1 jam pada suhu 100
ºC. Hidrolisat yang terbentuk diekstraksi dengan 50 mL etil asetat sebanyak 2
kali. Fraksi etil asetat dikumpulkan dan dipekatkan dengan penguap putar. Ekstrak
pekat yang didapat ditimbang bobotnya dan dicatat sebagai bobot ekstrak kasar
flavonoid.

3

Uji Fitokimia (Harborne 1987)
Uji Senyawa Fenolik. Sebanyak 0.1 g sampel (ekstrak kasar metanol dan
flavonoid) dilarutkan dalam kloroform ̶ air (1:1) dan dipisahkan lapisan airnya.
Lapisan air dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambahkan FeCl3 5%. Hasil
positif uji senyawa fenolik berupa warna hijau, biru, atau ungu.
Uji Flavonoid. Sebanyak 0.1 g sampel dilarutkan dalam kloroform:air (1:1)
dan dipisahkan lapisan airnya. Lapisan air dimasukkan ke dalam tabung reaksi
dan ditambahkan serbuk Mg, 1 mL HCl pekat, dan 1 mL amil alkohol. Hasil
positif berupa warna kuning atau jingga.
Uji Kualitatif Flavonoid (Markham 1988)
Sampel dimasukkan ke dalam 3 buah tabung reaksi masing-masing
sebanyak 1 mL. Tabung pertama ditambahkan 3 tetes larutan Pb(CH3COO)2,
tabung kedua ditambahkan 3 tetes NaOH 0.1 N, dan tabung ketiga ditambahkan 3
tetes H2SO4 pekat. Perubahan warna yang terjadi pada setiap tabung diamati.
Uji Toksisitas Metode BSLT (Krishnaraju et al. 2005)
Larutan sampel dibuat dengan konsentrasi 2000 µg/mL kemudian
diencerkan dengan air laut hingga diperoleh konsentrasi 50, 100, 250, 500, 750,
dan 1000 µg/mL. Apabila ekstrak tidak larut, ditambahkan DMSO. Ke dalam
multiwell dimasukkan 1000 L air laut, 10 ekor larva udang dalam 1000 L air
laut dan 2 mL ekstrak, lalu diinkubasi selama 24 jam. Ulangan dilakukan
sebanyak 3 kali. Nilai LC50 ditentukan dengan menggunakan kurva hubungan
antara logaritma konsentrasi ekstrak (sumbu x) dan rerata persen probit larva
udang (sumbu y).
Uji Toksisitas Metode ZFET (Wei et al. 2010; Coelho et al. 2011)
Larutan ekstrak kasar flavonoid dibuat dalam konsentrasi 2000 g/mL,
kemudian diencerkan hingga diperoleh konsentrasi akhir 50, 100, 250, 500, dan
750 g/mL. DMSO ditambahkan apabila ekstrak tidak larut. Sebanyak 36 telur
ikan zebra dalam 150 µL air tawar dan 150 L ekstrak dimasukkan ke dalam
multiwell dengan jumlah 1 embrio per sumur. Embrio diinkubasi dalam suhu
kamar selama 96 jam. Embrio diamati pada 24, 48, 72, dan 96 jam pascafertilisasi (jpf) menggunakan mikroskop cahaya. Kelainan yang diamati meliputi
pigmentasi, jantung, kuning telur, mata, kepala, sumbu tubuh, ekor, trunk, dan
sirkulasi darah. Nilai LC50 ditentukan dengan menggunakan kurva hubungan
logaritma konsentrasi ekstrak (sumbu x) dengan rerata persen kematian embrio
(sumbu y).

4

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kadar Air
Lama penyimpanan suatu bahan sangat ditentukan oleh banyaknya air yang
terdapat di dalamnya. Untuk penyimpanan bahan dalam jangka waktu lama, kadar
air maksimum yang dianjurkan menurut Winarno (1995) adalah 10%. Selain
menentukan lama masa simpan, kadar air juga dapat digunakan sebagai faktor
koreksi dalam penentuan rendemen. Kadar air ditentukan dengan memanaskan
sampel pada suhu 105 ºC yang bertujuan menghilangkan air bebas maupun yang
terikat secara fisis pada sampel (Harjadi 1987). Kadar air sampel daun tin
diperoleh sebesar 6.04% (Lampiran 1). Kadar air di bawah 10% ini menunjukkan
bahwa sampel tersebut dapat disimpan dalam jangka waktu yang cukup lama
tanpa mengalami kerusakan.

Rendemen Ekstrak
Daun tin diekstraksi dengan metode maserasi dalam pelarut metanol. Cara
maserasi digunakan karena stabilitas bahan terhadap kalor belum diketahui.
Harborne (1987) menyatakan bahwa alkohol merupakan pelarut serbaguna yang
dapat dijadikan sebagai bahan pengekstrak awal karena dapat melarutkan senyawa
polar maupun nonpolar. Pelarut yang digunakan pada penelitian ini adalah
metanol. Alkohol (metanol dan etanol) telah banyak digunakan sebelumnya untuk
mengekstraksi berbagai komponen aktif dalam daun tin, seperti yang dilakukan
oleh Konyahoglu et al. (2005), Krishna et al. (2007), Cheng et al. (2008),
Khalaskar et al. (2010), dan Lee dan Cha (2010).
Ekstrak metanol kemudian diekstraksi lebih lanjut dengan etil asetat setelah
sebelumnya dihilangkan komponen nonpolarnya dengan n-heksana untuk
mengurangi efek matriks dalam ekstrak kasar. Ekstrak metanol yang telah
dipisahkan komponen nonpolarnya dihidrolisis dengan HCl 2 N untuk
melepaskan gugus gula (glikon) yang menempel pada flavonoid (aglikon).
Flavonoid di dalam tanaman menurut Andersen dan Markham (2006) terdapat
dalam keadaan bebas maupun berikatan dengan gula sebagai flavonoid glikosida.
Etil asetat selanjutnya digunakan untuk mengekstraksi senyawa flavonoid dan
polifenol yang terdapat di dalam ekstrak sampel (Harborne 1987). Didapatkan
rendemen ekstrak kasar flavonoid sebesar 2.4% (Lampiran 2), 2 kali lebih besar
jika dibandingkan dengan hasil penelitian Konyahoglu et al. (2005) yang
mendapatkan kadar flavonoid pada ekstrak metanol sebesar 1.2%. Perbedaan
dimungkinkan karena ekstrak kasar flavonoid yang didapat masih mengandung
berbagai pengotor. Ekstrak kasar flavonoid yang didapat kemudian diuji BSLT
dan ZFET untuk mengetahui toksisitasnya.

5
Hasil Kualitatif Flavonoid
Ekstrak kasar metanol dan flavonoid (etil asetat) diuji lebih lanjut
keberadaan flavonoidnya melalui uji fitokimia. Hasil uji (Tabel 1) menunjukkan
kandungan senyawa fenolik dan flavonoid pada ekstrak kasar metanol, dengan
kandungan senyawa fenolik lebih besar. Fraksi etil asetat juga ditunjukkan
mengandung senyawa fenolik dan flavonoid (Gambar 1). Namun, kandungan
senyawa flavonoid di dalam fraksi ini cukup rendah. Hasil uji hanya memberikan
warna kuning pudar pada lapisan atas untuk uji flavonoid (Gambar 1b).

A
B
Gambar 1 Hasil uji fitokimia ekstrak kasar flavonoid daun tin: senyawa fenolik
(A), flavonoid (B)
Hasil fitokimia ini jika dibandingkan dengan Refli (2012) menunjukkan
perbedaan kandungan berupa adanya senyawa fenolik di dalam kedua ekstrak.
Perbedaan tersebut diduga karena perbedaan varietas dan vegetasi dari sampel
yang digunakan, yang dapat memengaruhi kandungan metabolit sekunder dalam
sampel.
Tabel 1 Hasil uji fitokimia ekstrak kasar metanol dan flavonoid daun tin
Uji
Ekstrak kasar metanol Ekstrak kasar flavonoid Refli (2012)
Fenolik
+++
+++
̶
Flavonoid
++
+
+++
Keterangan: (+): terdeteksi (jumlah (+) menunjukkan intensitas warna atau endapan yang
terbentuk); ( ̶ ): tidak terdeteksi

Pada uji senyawa fenolik, sampel direaksikan dengan larutan FeCl3 5% dan
menghasilkan warna hijau agak hitam. Perubahan warna tersebut disebabkan oleh
reaksi pembentukan kompleks antara gugus fenol dan FeCl3 membentuk
kompleks fenol-FeCl2 (Miroslav 1971). Kandungan flavonoid dapat diuji dengan
uji Shinoda (Mg/HCl) atau Pew (Zn/HCl) yang menghasilkan hasil positif berupa
perubahan warna kuning-merah (Markham 1988). Pembentukan warna pada uji
Shinoda didasarkan pada reaksi reduksi flavonoid oleh HCl yang menghasilkan
garam flavilium. Pembentukan garam flavilium tersebut mengakibatkan
pergeseran ke panjang gelombang yang lebih besar (Miroslav 1971). Uji
flavonoid yang dilakukan menunjukkan perubahan warna larutan menjadi warna
kuning pada lapisan atas tabung (Gambar 1B).
Selain uji fitokimia, dilakukan pula uji golongan flavonoid menggunakan
pereaksi seperti timbel(II) asetat, NaOH, dan asam sulfat. Hasil uji (Gambar 2)
menunjukkan bahwa flavonoid yang terkandung di dalam fraksi etil asetat berupa
flavon dan flavonol. Hasil ini didasarkan pada warna yang terbentuk pada saat
pengujian (Tabel 2).

6

Tabel 2 Hasil uji kualitatif golongan flavonoid dalam fraksi etil asetat daun tin
Pereaksi
Warna
Dugaan golongan
Pb(CH3COO)2
Jingga
Flavon
NaOH 0.1 N
Kuning
Flavon dan flavonol
H2SO4
Kuning-jingga
Flavon dan flavonol
Pada uji menggunakan timbel(II) asetat, larutan berubah warna menjadi
jingga. Hal ini diakibatkan terjadinya reaksi timbel(II) asetat dengan 2 buah gugus
hidroksil dalam flavonoid (Lysiuk dan Antonyuk 2011). Reaksi flavonoid dengan
basa (NaOH) akan mengionkan gugus fenolik bebas pada flavonoid sehingga
terjadi pergeseran batokromik yang mengubah warna (Markham 1988). Pada
reaksi dengan H2SO4, flavonoid terprotonasi dengan adanya asam dan terbentuk
garam flavilium yang memberikan warna kuning-jingga (Miroslav 1971).

A
C
B
Gambar 2 Hasil uji kualitatif golongan flavonoid dalam fraksi etil asetat daun tin
dengan Pb(CH3COO)2 (A), NaOH 0.1N (B), dan H2SO4 (C)

Toksisitas Akut terhadap Larva Udang
Uji letalitas larva udang (BSLT) dilakukan untuk mengetahui potensi
tingkat toksisitas dari suatu bahan. Larva udang yang digunakan berumur 48 jam
karena memiliki daya tahan yang paling rendah terhadap kondisi lingkungan.
Kematian larva dapat disebabkan oleh 2 hal, yaitu inhalasi dan difusi. Pada proses
inhalasi, toksikan masuk ke tubuh melalui saluran pernapasan, sedangkan pada
proses difusi, toksikan akan masuk melalui kulit larva yang tipis. Melalui kedua
proses tersebut, toksikan dapat menyebar ke jaringan lain dan memberikan efek
letal (Sukardiman et al. 2004).
Hasil uji BSLT menunjukkan nilai LC50 ekstrak kasar flavonoid yang lebih
rendah daripada ekstrak kasar etanol maupun metanol (Gambar 3). Menurut
Meyer et al. (1982), suatu bahan dikatakan sangat toksik jika memiliki nilai LC50
di bawah 30 ppm, toksik jika berada pada kisaran 30 ̶ 1000 ppm, dan tidak toksik
jika lebih dari 1000 ppm. Nilai LC50 ekstrak kasar metanol didapatkan sebesar
1796 ppm (r2= 0.90) (Lampiran 3) dan ekstrak kasar etanol sebesar 1528 ppm
(r2= 0.97) (Lampiran 4). Hasil ini menunjukkan bahwa ekstrak kasar metanol
maupun etanol tidak bersifat toksik. Ekstrak kasar flavonoid memiliki nilai LC50
lebih rendah, yaitu 433 ppm (r2 = 0.96) (Lampran 5), yang berarti bahwa ekstrak
ini lebih toksik daripada ekstrak awalnya. Ekstrak kasar metanol diuji karena
metanol merupakan pelarut awal yang digunakan dalam mengisolasi sampel.
Sementar ekstrak kasar etanol digunakan sebagai pembanding karena merujuk
aturan BPOM (2011), bahan obat hanya boleh dilarutkan dengan etanol dan air.

7

LC50 (ppm)

2200
1700
1200
700
200
Ekstrak kasar
metanol

Ekstrak kasar
etanol

Ekstrak kasar
flavonoid

Gambar 3 Nilai LC50 hasil uji toksisitas ekstrak daun tin terhadap A.salina
Nilai LC50 ekstrak kasar flavonoid hasil penelitian ini masih lebih tinggi
dibandingkan dengan yang dilaporkan oleh Refli (2012), yaitu 191 ppm.
Perbedaan nilai toksisitas tersebut mungkin diakibatkan perbedaan letak
pengambilan sampel maupun perbedaan jenis daun yang digunakan. Selain itu,
perbedaan prosedur isolasi juga dapat memengaruhi banyaknya komponen aktif
yang terekstraksi sehingga nilai toksisitas menjadi lebih rendah.

Toksisitas Akut dan Efek Teratogenik Ekstrak terhadap Embrio Ikan Zebra
Penggunaan ikan zebra untuk uji toksisitas telah banyak dilakukan, seperti
pada penelitian Hill et al. (2005) mengenai toksisitas bahan kimia, Zon dan
Peterson (2005) mengenai uji in vivo dari obat, Zhu et al. (2007) mengenai limbah
buckminsterfulerena dan fulerol, Bar-Ilan et al. (2009) mengenai toksisitas
nanopartikel emas dan perak, serta Bai et al. (2010) mengenai studi fisikokimia
mekanisme toksisitas nanopartikel zink oksida. Berbagai kesamaan sistem organ
yang dimiliki oleh ikan zebra dengan manusia menyebabkan pengembangan
toksisitas obat melalui hewan ini semakin meningkat (Rubinstein 2006).
Pengamatan terhadap embrio ikan zebra menunjukkan bahwa pemberian
ekstrak kasar flavonoid dari daun tin dapat menimbulkan berbagai abnormalitas
maupun kematian. Semakin lama waktu pemaparan bahan, semakin banyak
jumlah embrio yang mengalami abnormalitas atau kematian. Pemberian ekstrak
juga memengaruhi tingkat penetasan embrio. Pada saat pengamatan 48 jpf, embrio
yang tidak mengalami koagulasi (kematian) tidak seluruhnya dapat menetas,
seperti pada konsentrasi 50 ppm yang hanya menetas sebanyak 83% (Tabel 3).
Tabel 3 Pengaruh ekstrak kasar flavonoid daun tin terhadap embrio ikan zebra
Kontrol 50 ppm
48 96 48 96
Hidup normal
6
6
0
0
Hidup abnormal 0
0
6
6
Kematian
0
0
0
6
Menetas
6
6
5
5

100 ppm
48 96
0
0
4
4
2
6
5
5

250 ppm
48 96
0
0
2
2
4
6
0
0

500 ppm
48 96
1
0
0
0
5
6
0
0

750 ppm
48
96
0
0
0
0
6
6
0
0

8

Pemberian konsentrasi yang semakin tinggi juga meningkatkan tingkat
kematian. Gambar 4 memperlihatkan bahwa tingkat kematian ikan zebra pada 96
jpf telah mencapai 100%, yang menunjukkan bahwa semua hewan uji telah
mengalami kematian pada waktu tersebut. Penentuan nilai LC50 umumnya
dilakukan pada pengamatan 96 jpf (Grush et al. 2004; D’Amico et al. 2012).
Namun, beberapa penelitian menggunakan pengamatan pada 24 maupun 48 jpf
(Sisinno et al. 2000; Selderslaghs et al. 2009; Hagner et al. 2010). Pada penelitian
ini, nilai LC50 untuk 96 jpf tidak dapat ditentukan karena semua hewan uji telah
mati, sehingga digunakan nilai LC50 pada 24 dan 48 jpf. Nilai LC50 pada 24 dan
48 jpf didapatkan berturut-turut sebesar 235 ppm (r2= 0.93) dan 181 ppm (r2=
0.96) (Lampiran 6–7).

% kematian

100%
80%
60%
40%
20%
0%
24

48

72

96

Waktu pengamatan (jpf)

Gambar 4 Tingkat kematian embrio pada berbagai konsentrasi ekstrak kasar
flavonoid daun tin selama 24, 72, 48, dan 96 jam pasca fertilisasi
Keterangan:

= kontrol,

= 50 ppm,

= 100 ppm,

= 250 ppm,

= 500 ppm,

= 750 ppm

Pengamatan terhadap embrio ikan zebra dengan mikroskop cahaya
(inverted) menunjukkan bahwa pemberian ekstrak kasar flavonoid dapat
menyebabkan berbagai macam kelainan. Kelainan ini dikarenakan embrio ikan
zebra sangat peka sehingga bahan uji mudah untuk berdifusi dan menginfeksi
organ (Chakraborty et al. 2009). Pada pemberian ekstrak dengan konsentrasi 50
ppm, embrio belum mengalami kelainan maupun kematian, tetapi pada
konsentrasi 750 ppm, tingkat kematian embrio telah mencapai 100%. Embrio
yang tidak mati mengalami kelainan seperti pembengkakan kantung kuning telur
pada pemberian ekstrak dengan konsentrasi 500 ppm. Pada Gambar 5B, terlihat
bahwa kantung kuning telur memiliki ukuran yang lebih besar dan bentuk yang
tidak lagi simetris jika dibandingkan dengan kontrol.
Pemberian ekstrak selama 48 jpf menghambat penetasan embrio (Lampiran
8). Pada tahap inkubasi ini, berbagai kelainan mulai muncul seperti tidak
terbentuknya sirkulasi darah, pembengkakan kantung kuning telur, penggumpalan
darah, pemendekan tubuh, pembengkokan sumbu tubuh, pigmentasi sedikit,
malformasi bentuk kepala, jantung tidak terbentuk, mata membesar, dan
koagulasi. Morfologi embrio normal dan beberapa jenis kelainan akibat paparan
ekstrak ditunjukkan pada Gambar 5. Pada inkubasi selama 48 jpf kerusakan yang
banyak terjadi adalah pembengkakan kuning telur dan tidak terbentuknya sirkulasi
darah. Namun, abnormalitas sirkulasi tidak tampak karena aliran sirkulasi hanya
dapat diamati langsung di bawah mikroskop. Pada tahap inkubasi ini kematian

9
embrio meningkat jika dibandingkan dengan 24 jpf. Namun, nilai LC 50 masih
dapat ditentukan.

Gambar 5 Hasil pengamatan embrio ikan zebra: kontrol 24 jpf (A), 500 ppm 24
jpf (B), 750 ppm 24 jpf (embrio koagulasi/ mati) (C), kontrol 48 jpf
(D), 50 ppm 48 jpf (E), 100 ppm 48 jpf (F), 250 ppm 48 jpf (embrio
tidak menetas) (G), kontrol 72 jpf (H), dan 50 ppm 72 jpf (I).
Keterangan kelainan: ek = edema kuning telur, kd = koagulasi darah,
ep = edema perikardium.
Pada pengamatan 72 jpf setelah pemaparan, embrio ikan zebra hampir
seluruhnya mengalami kematian, yang ditunjukkan dengan koagulasi embrio.
Pengamatan hanya dapat dilakukan pada konsentrasi 50 ppm yang menunjukkan
terjadinya kelainan meliputi pembengkakan kuning telur, tidak terbentuknya
sirkulasi darah, edema pada jantung, dan ukuran tubuh yang cenderung lebih
pendek dibandingkan dengan embrio normal (Gambar 5H–I). Pada inkubasi 96
jpf, semua embrio telah mati mulai pemberian ekstrak dengan konsentrasi 50
hingga 750 ppm.
Abnormalitas yang terjadi pada embrio selama pengamatan diringkaskan
pada Lampiran 8. Secara umum, kelainan yang paling utama adalah pada bagian
sirkulasi. Penentuan ini didasarkan pada persentase kelainan yang teramati selama
penelitian. Jika persentasenya lebih dari atau sama dengan 50%, maka kelainan
tersebut digolongkan sebagai kelainan utama (Hill et al. 2010). Tingginya
persentase kelainan sirkulasi, yaitu sebesar 54% (Tabel 4), memberikan dugaan
bahwa ekstrak kasar flavonoid daun tin memiliki efek toksik dominan pada
sirkulasi darah makhluk hidup.

10
Tabel 4 Hasil pengamatan abnormalitas embrio ikan zebra
Abnormalitas
Sumbu tubuh
Otak
Sirkulasi
Mata
Jantung
Pigmentasi
Trunk
Kuning telur
Ekor

Jenis abnormalitas
Bengkok
Kelainan bentuk, nekrosis
Tidak ada sirkulasi, penggumpalan darah
Kelainan bentuk, tidak terbentuk,
membesar, mengecil
Kelainan bentuk, edema
Kurang, lebih
Pendek, tidak terbentuk, kelainan bentuk
Edema, besar
Tidak tersambung

Jumlah
2
1
7
1

Persentase (%)*
15
8
54
8

4
1
3
6
2

31
8
23
46
15

*Jumlah kelainan yang diamati /jumlah embrio abnormal pada seluruh dosis dan waktu pengamatan

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Ekstrak kasar flavonoid telah diisolasi dari daun tin asal Bogor dengan
rendemen 2.36%. Ekstrak ini tergolong toksik dengan nilai LC50 berturut-turut
sebesar 433 dan 181 ppm dengan uji pada larva udang dan embrio ikan zebra.
Hasil uji kualitatif menunjukkan kandungan flavonoid berupa flavon dan flavonol.
Semua embrio ikan zebra mati pada perlakuan ekstrak dengan konsentrasi 750
ppm. Dosis yang lebih rendah menimbulkan berbagai kelainan embrio dengan
kelainan utama (54%) pada sirkulasi darah.
Saran
Perlu dilakukan pemisahan lebih lanjut pada ekstrak kasar flavonoid serta
uji toksisitas pada fraksi-fraksi yang diperoleh untuk mengetahui komponen
flavonoid teraktif dalam daun tin. Komponen lain dari sampel juga perlu
dipisahkan untuk mengetahui komponen teraktif dalam sampel, selain flavonoid.

DAFTAR PUSTAKA
[AOAC] Association of Official Analytical Chemist. 2005. Official Method of
Analysis of The Association of Official Analytical of Chemist Ed ke-5.
Arlington (US):AOAC.
Andersen ØM, Markham KR. 2006. Flavonoids Chemistry, Biochemistry, and
Application. New York (US): Taylor & Francis.
[BPOM] Badan Pengawas Obat dan Makanan. 2011. Peraturan Kepala Badan
Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK 03.1.23.06.11.5629 Tahun 2011

11
tentang Persyaratan Teknis Cara Pembuatan Obat Tradisional yang Baik.
Jakarta (ID): BPOM.
Bai W, Zhang Z, Tian W, He X, Ma Y, Zhao Y, Chai Z. 2010. Toxicity of zinc
oxide nanoparticles to zebrafish embryo: a physicochemical study of
toxicity mechanism. J Nanopart Res. 12:1645-1654. doi: 10.1007/s11051009-9740-9.
Bar-Ilan O, Albrecht RM, Fako VE, Furgeson DY. 2009. Toxicity assessments of
multisized gold and silver nanoparticles in zebrafish embryos. Small.
5(16):1897-1910.
Chakraborty C, Hsu CH, Wen ZH, Lin CS, Agoramoorthy G. 2009. Zebrafish: a
complete animal model for in vivo drug discovery and development. Curr
Drug Metab. 10(2):116-124.
Cheng NAL, Masakuni T, Isao H, Hajime T. 2008. Antioxidant flavonoid
glycosides from the leaves of Ficus pumila L. Food Chem. 109:415-420.
doi: 10.1016/j.foodchem.2007.12.069.
Chon SU, Kim DI, Kang KS. 2008. Insecticidal potential of methanol extract and
its fraction from fig (Ficus carica Linn.) leaves. J Microbiol Biotechnol. 17:
858-864.
Coelho S, Oliveira R, Pereira S, Musso C, Domingues I, Bhujel RC, Soares
AMVM, Nogueira AJA. 2011. Assessing lethal and sub-lethal effects of
trichlorfon on different trophic levels. Aqua Toxicol. 103:191-198.
Colegate SM, Molyneux RJ. 2008. Bioactive Natural Products: Detection,
Isolation, and Sturtural Determination. California (US): CRC Pr.
D’Amico l, Li C, Wen LS, McGrath P. Zebrafish: A Predictive Model for
Assessing Development Neurotoxicity. Massachusetts (US): Phylonix
Pharmaceutical.
El-Shobaki, El-Bahay AM, Esmail RSA, El Megeid AAA, Esmail NS. 2010.
Effect of fig fruit (Ficus carica L.) and its leaves on hyperglycemia in
alloxan diabetics rats. World J Dairy & Food Sci. 5(1):47-57.
Ghazi F, Rahmat A, Yassin Z, Ramli NS, Buslima NA. 2012. Determination of
total polyphenol and nutritional composition of two different types of Ficus
carica leaves cultivated in Saudi Arabia. Pak J Nutr. 11(11):1061-1065.
Grush J, Noakes DLG, Moccia RD. 2004. The efficacy of clove oil as an
anesthetic for the zebrafish, Danio rerio (Hamilton). Zebrafish. 1(1):46-53.
Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia: Penentuan Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan. Pandawinata K, Sudiro I, penerjemah. Bandung (ID): ITB Pr.
Terjemahan dari: Phytochemical Methods.
Harjadi W. 1993. Ilmu Kimia Analitik Dasar. Jakarta (ID): Gramedia.
Hagner M, Olli-Pekka P, Pasanen T, Tiilikkala K, Setala H. 2010. Acute toxicity
of birch tar oil on aquatic organism. J Agric Food Sci. 19: 24-33.
Hill AJ, Teraoka H, Heideman W, Peterson RE. 2005. Zebrafih as a model
vertebrate for investigating chemical toxicity. Toxicol Sci. 86(1):6-19.
Hill DS, Wlodarczyk BJ, Palacios AM, Finnell RH. 2010. Teratogenic effect of
antiepileptic drugs. Expert Rev Neurother. 10(6):943-959. doi:
10.1093/toxsci/kfi110.
Jeong MR, Kim HY, Cha JD. 2009. Antimicrobial activity of methanol extract
from Ficus carica leaves against oral bacteria. J Bacteriol Virol. 39(2):97102. doi: 10.4167/jbv/2009.39.2.97

12
Khalaskar MG, Shah DR, Raja NM, Surana SJ, Gond NY. 2010. Pharmacognistic
and phytochemical investigation of Ficus carica Linn. Ethnobotan Leaflets.
14:599-609.
Konyahoglu S, Saglam H, Kivcak B. 2005. -Tocopherol, flavonoid, and phenol
contents and antioxidant activity of Ficus carica leaves. Pharmaceut Biol.
43(8):683-686. doi: 10.1080/13880200500383538.
Krishna MG, Pallavi E, Kumar RB, Ramesh M, Venkatesh S. 2007.
Hepatoprotective activity of Ficus carica Linn. leaf extract against carbon
tetrachloride-induced hepatoxicity in rats. DARU. 15(3):162-166.
Krishnaraju AV, Rao TVN, Sundararaju D, Venisree M, Tsay HS, Subbaraju GV.
2005. Assessment of bioactivity of Indian medicinal plants using brine
shrimp (A. salina) lethality assay. Int J Appl Sci Eng. 3:125-134.
Lee YS, Cha JD. 2010. Synergistic antibacterial activity of fig (Ficus carica)
leaves extract against clinical isolates of methicillin-resitant Staphylococcus
aureus. Kor J Microbiol Biotechnol. 38(4):405-413.
Lysiuk RM, Antonyuk VO. 2011. A Textbook of Pharmacognosy. Lviv (UA):
Danylo Halytskyi Lviv National Medical University.
Markham KR. 1988. Cara Mengidentifikasi Flavonoid. Padmawinata K,
penerjemah. Bandung (ID): ITB Pr. Terjemahan dari: Techniques of
Flavonoid Identification.
Meyer BN, Ferrigni NR, Putnam JE, Jacobsen LB, Nichols DE, McLaughlin JL.
1982. Brine shrimps: a convenient general bioassay for active plant
constituent. Planta Med. 45:31-34.
Miroslav V. 1971. Detection and Identification of Organic Compounds. New
York (US): STNL.
Oliveira AP, Valentao P, Pereira JA, Silva BM, Tavares F, Andrade PB. 2009.
Ficus carica L.: metabolic and biological screening. Food & Chem Toxicol.
47(11):2841-2846. doi: 10.1016/j.fct.2009.09.004.
Patil VV, Bhangale SC, Patil VR. 2010a. Evaluation of anti-pyretic potential of
Ficus carica leaves. Int J Pharmaceut Sci Rev & Res. 2(2):48-50.
Patil VV, Bhangale SC, Patil VR. 2010b. Studies on immunomudulatory activity
of Ficus carica. Int J Pharmaceut Sci. 2(4):97-99.
Patil VV, Patil VR. 2011a. Ficus carica Linn.-an overview. Res J Med Plants.
5(3):246-253. doi: 10.3923/rjmp.2011.246.253.
Patil VV, Patil VR. 2011b. Evaluation of anti-inflammatory activity of Ficus
carica Linn. leaves. Ind J Nat Prod & Resour. 2(2):151-155.
Raj SJ, Joseph B. 2011. Pharmacognistic and phytochemical properties of Ficus
carica Linn.- an overview. Int J Pharm Tech Res. 3(1):8-12.
Refli R. 2012. Potensi ekstrak daun Tin (Ficus carica L.) sebagai antioksidan dan
aktivitas hambatannya terhadap proliferasi sel kanker HeLa [skripsi]. Bogor
(ID): Institut Pertanian Bogor.
Rubinstein AL. 2006. Zebrafish assay forr drug toxicity screening. Expert Opin.
Drug Metab Toxicol. 2(2):231-240.
Selderslaghs IWT, van Rompay AR, de Coen W, Witters HE. 2009. Development
of a screening assay to identify teratogenic and embryotoxic chemicals
using the zebrafish embryo. Reproductive Toxicol. 28:308-320. doi:
10.1016/j.reprotox/2009.05.004.

13
Sirisha N, Sreenivasulu M, Sangeeta K, Chetty CM. 2010. Antioxidant properties
of Ficus spesies-a review. Int J Pharm Tech Res. 2(4):2174-2182.
Sisinno CLS, Oliveira-Filho EC, Dufrayer MC, Moreira JC, Paumgartten FJR.
2000. Toxicity evaluation of municipal dump leachate using zebrafish acute
test. Bull Environ Contam Toxicol. 64:107-113.
Sukardiman, Rahman A, Pratiwi FN. 2004. Uji praskrining aktivitas antikanker
ekstrak eter dan ekstrak metanol Marchantia cf planiloba Steph. dengan
metode uji kematian larva udang dan profil densitometri ekstrak aktif.
Airlangga J Pharm. 4(3):7-10.
Wei X, Bugni TS, Harper MK, Sandoval IT, Manos EJ, Swift J, Wagoner RMV,
Jones DA, Ireland CM. 2010. Evaluation of pyridoacridine alkaloids in a
zebrafish phenotypic assay. Mar Drugs. 8:1769-1778.
Winarno FG. 1995. Kimia Pangan dan Gizi. Jakarta (ID): Gramedia.
Zhu X, Zhu L, Li Y, Duan Z, Chen W, Alvarez PJJ. 2007. Developmental toxicity
in zebrafish (Danio rerio) embryos after exposure to manufactured
nanomaterials: buckminsterfullerene aggregates (nC60) and fullerol. Environ
Toxicol & Chem. 26(5):976-979.
Zon LI, Peterson RT. 2005. In vivo drug discovery in the zebrafish. Nature Rev.
4:35-44. doi: 10.1038/nrd1606.

14

LAMPIRAN

Lampiran 1 Kadar air daun tin
Ulangan Bobot sampel
Bobot cawan
(g)
kosong (g)
1
3.0070
41.7050
2
3.0087
39.2084
3
3.0033
39.1764
B

Kadar air =

.

=
.
= 6.02%
.

+ .

Rerata =
= 6.04%

w



.

+i i − B
B

e

×

%

w

B

B

g

×

Kadar air
(%)
6.02
6.15
5.95
6.04

%

+ .

Lampiran 2 Rendemen ekstrak daun tin
Bobot
Bahan
sampel (g)
Ekstrak kasar metanol
300.02
Ekstrak kasar etanol
300.02
Ekstrak kasar flavonoid
300.02
Rendemen =

Bobot cawan
+ sampel (g)
44.5309
42.0320
42.0011
Rerata

.

e

=
= 17.39%



.

e

×
.

%

×

Bobot wadah
kosong (g)
203.1452
172.4713
366.0216

Bobot
wadah+isi (g)
255.3062
202.8696
373.1139

%

Lampiran 3 Toksisitas ekstrak kasar metanol daun tin dengan metode BSLT
9
y = 18,8470x - 56,3330
r² = 0,9010

8

% probit

7
6
5
4
3
2
3.15

3.2

3.25

3.3
log konsentrasi

3.35

3.4

3.45

Rendemen
(%)
17.39
10.13
2.36

15
− /
LC50 =
− −
=
= 1795.80

.

/

.

Lampiran 4 Toksisitas ekstrak kasar etanol daun tin dengan metode BSLT
7
6

y = 6,9548x - 17,1449
r² = 0,9654

% probit

5
4
3
2
1
0
2.95

3

3.05

3.1

3.15

3.2

3.25

3.3

3.35

log konsentrasi
− /
LC50 =
− − .
=
= 1527.98 ppm

/ .

Lampiran 5 Toksisitas ekstrak kasar flavonoid daun tin dengan metode BSLT
9
8
y = 6,4170x - 11,8488
r² = 0,9582

7

% Probit

6
5
4
3
2
1
0
1.6000 1.8000 2.0000 2.2000 2.4000 2.6000 2.8000 3.0000 3.2000
log konsentrasi
− /
LC50 =
− − .
=
= 422.33 ppm

/ .

16

% Kematian

Lampiran 6 Toksisitas ekstrak kasar flavonoid daun tin dengan metode ZFET
pada 24 jam pasca fertilisasi
100%
90%
80%
70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%

y = 0,8577x - 1,5354
r² = 0,9337

1.5

1.7

1.9

2.1

2.3

2.5

2.7

2.9

3.1

log konsentrasi
. − /
LC50 =
. − − .
=
= 234.83 ppm

/ .

Lampiran 7 Toksisitas ekstrak kasar flavonoid daun tin dengan metode ZFET
pada 48 jam pasca fertilisasi

100%
y = 0,8743x - 1,4742
r² = 0,9560

90%
80%

%kematian

70%
60%
50%
40%
30%
20%
10%
0%
1.5

1.7

1.9

2.1

2.3

2.5

log konsentrasi
. − /
LC50 =
. − − .
=
= 181.15 ppm

/ .

2.7

2.9

3.1

17

Lampiran 8 Hasil pengamatan pengaruh pemberian ekstrak kasar flavonoid pada kematian, abnormalitas, dan penetasan embrio ikan zebra
pada 24, 48, 72, dan 96 jam pasca fertilisasi
Kontrol

Hidup normal
Hidup abnormal
Menetas
Kematian
Abnormalitas
Sumbu tubuh: bengkok,
patah
Otak: kelainan bentuk,
nekrosis
Sirkulasi: tidak ada
sirkulasi, koagulasi darah
Mata: kelainan bentuk,
tidak terbentuk, lebih besar,
lebih kecil
Jantung: kelainan bentuk,
edema
Pigmentasi: kurang, lebih
Trunk: pendek, kelainan
bentuktidak terbentuk
Kuning telur: edema,
membengkak
Ekor tidak menempel

50 ppm

100 ppm

250 ppm

500 ppm

750 ppm

24

48

72

96

24

48

72

96

24

48

72

96

24

48

72

96

24

48

72

96

24

48

72

96

6
0
0
0

6
0
6
0

6
0
6
0

6
0
6
0

6
0
0
0

1
5
5
0

0
6
6
5

0
6
6
6

5
0
0
1

0
4
5
2

0
4
5
6

0
4
5
6

4
0
0
2

0
2
0
6

0
2
0
6

0
2
0
6

1
0
0
5

0
0
0
6

0
0
0
6

0
0
0
6

0
0
0
6

0
0
0
6

0
0
0
6

0
0
0
6

0

0

0

0

0

0

0

0

0

2

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

1

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

3

1

0

0

3

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

1

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

1

0

0

0

0

0

0

3

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

1

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

2

1

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

1

1

0

0

3

0

0

0

0

0

0

1

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

2

0

0

0

0

0

0

0

0

0

0

17

18

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 15 Desember 1990 sebagai anak
kedua dari 3 bersaudara dari pasangan Koestoto dan Sri Sundari. Tahun 2009,
penulis lulus dari SMA Negeri 2 Bogor dan pada tahun yang sama lulus seleksi
masuk Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui USMI pada Departemen Kimia,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, IPB. Tahun 2012, penulis
mengikuti kegiatan praktik lapangan di Balai Penelitian Bioteknologi Perkebunan
Indonesia (BPBPI), Bogor dengan judul Efek Pemupukan Terhadap
Perkembangan dan Kandungan Mineral Pada Tanaman Model Jagung. Selama
mengikuti perkuliahan, penulis pernah menjadi asisten praktikum Kimia Organik
Layanan tahun ajaran 2011/2012, Kimia Organik Diploma tahun ajaran
2011/2012 dan 2012/2013, Kimia Pangan Diploma tahun ajaran 2012/2013,
Kimia B tahun 2012 ̶2014, Kimia Bahan Alam tahun ajaran 2013/2014, dan Kimia
Dasar 1 tahun ajaran 2013/2014.