Potensi Antimikroba Daun Tin (Ficus carica) terhadap Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa serta Aplikasinya pada Produk Bakso

ANTIMICROBIAL POTENTIAL OF FIG LEAF (Ficus carica) AGAINST
AND
AND ITS APPLICATION IN MEATBALL PRODUCT
!"#$ $%$&$' ()*) ! +$& $&#)' $ " ,
" +$& &- +
Department of Food Science and Technology, Faculty of Agricultural Technology, Bogor
Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO Box 220,
Bogor,West Java, Indonesia
Phone: +62 85 725275286, e4mail: a.ristapradana@yahoo.com

!"# $ %
!"# $ %

!!

$

!!

$
( &)


Staphylococcus aureus
& !'
Pseudomonas aeruginosa
* '!
+ ,'
Staphylococcus aureus

!

$

!" # $ %
Staphylococcus aureus
aureus
)
aureus
*" # $ %

0


1

#*"

( * !#"%
!"%

.

'/

Staphylococcus aureus Pseudomonas
aeruginosa

S.
S.

AYU ARIESTA PRADANA. F24080125.
, Di bawah bimbingan Dr. Ir. Joko Hermanianto dan Dr. Ir. Harsi D

Kusumaningrum. 2013

Pengawet merupakan bahan tambahan yang penting untuk memperpanjang umur simpan suatu
produk pangan. Pengawet yang berasal dari sumber alami dibutuhkan dalam dunia pangan saat ini dan
pada masa yang akan datang. Daun tin (
) telah banyak digunakan dalam dunia farmasi
karena daun tin memiliki kandungan komponen bioaktif. Penelitian tentang antimikroba daun tin telah
dilakukan terhadap bakteri yang berada pada mulut manusia (
). Penelitian ini bertujuan
untuk mempelajari aktivitas antimikroba ekstrak heksana dan etanol daun tin terhadap bakteri
patogen, yaitu
dan
serta aplikasinya pada bakso.
Penelitian ini terdiri dari beberapa tahap yaitu: (1) ekstraksi daun tin dengan pelarut heksana dan
etanol menggunakan metode maserasi, (2) menguji aktivitas antimikroba ekstrak daun tin dengan
metode difusi sumur dan metode
, dan (3) menguji aktivitas antimikroba ekstrak pada
bakso yang disimpan pada suhu ruang. Aplikasi ekstrak daun tin pada bakso terdiri dari beberapa uji,
yaitu
2

(TPC), total
, dan pengamatan fisik terhadap kerusakan
bakso.
Rendemen ekstrak daun tin etanol yang diperoleh dari metode maserasi adalah sebesar 23.06%
sedangkan rendemen ekstrak daun tin heksana sebesar 3.48%. Ekstrak daun tin heksana dan etanol
dengan konsentrasi 100 mg/ml (10%) menghasilkan diameter penghambatan pada
berturut4turut sebesar 3.86 dan 8.07 mm sedangkan pada
berturut4
turut sebesar 5.70 dan 4.97 mm. Berdasarkan hasil rendemen ekstraksi dengan metode maserasi dan
uji difusi sumur, ekstrak daun tin yang diperoleh dengan pelarut etanol digunakan untuk pengujian
selanjutnya karena ekstrak tersebut memiliki rendemen yang lebih tinggi dan zona penghambatan
yang lebih besar dibandingkan ektrak daun tin dengan pelarut heksana. Konsentrasi hambat minimal
(MIC) dari ekstrak daun tin etanol yang diperoleh dari metode maserasi terhadap
adalah sebesar 1% atau 10 mg/ml. Pada uji aplikasi ekstrak daun tin etanol pada bakso, ekstrak
diaplikasikan dengan dua perlakuan yaitu, pengadonan dan perebusan pada suhu 800C selama 10
menit. Konsentrasi ekstrak yang digunakan pada kedua perlakuan tersebut adalah sebesar 3, 5, dan
10% (b/b atau b/v). Berdasarkan uji total
pada bakso, konsentrasi ekstrak daun
tin etanol sebesar 5% dan 10% baik dari perlakuan perebusan dan pengadonan mampu menurunkan
jumlah bakteri

pada bakso yang disimpan pada suhu ruang selama 6 jam. Nilai
penghambatan ekstrak daun tin dengan etanol pada perlakuan pengadonan dengan konsentrasi ekstrak
5% dan 10% (b/b) secara berturut4turut sebesar 50.54% dan 72.66%. Nilai penghambatan ekstrak
daun tin dengan etanol pada perlakuan perebusan dengan konsentrasi 5% dan 10% (b/v) secara
berturut4turut sebesar 42.90% dan 71.39%. Berdasarkan hasil
2
dan pengamatan
kerusakan fisik, bakso perlakuan perebusan dengan konsentrasi ekstrak daun tin etanol sebesar 3, 5,
dan 10% (b/v) mampu bertahan terhadap kerusakan mikrobiologis dan fisik selama 6 jam
penyimpanan di suhu ruang sedangkan bakso kontrol selama 6 jam jumlah angka lempeng totalnya
sudah melebihi yang dipersyaratkan SNI, yaitu 1.0 x 105 koloni/gram. Hal tersebut mengindikasikan
bahwa ekstrak daun tin dengan etanol yang diaplikasikan pada bakso dengan perebusan mampu
menekan jumlah angka lempeng total bakso hingga 6 jam penyimpanan di suhu ruang. Bakso

perlakuan pengadonan dengan konsentrasi ekstrak daun tin etanol sebesar 3% dan 10% (b/b) mampu
memperpanjang umur simpan bakso selama 24 jam penyimpanan. Selama 6 jam penyimpanan di suhu
ruang bakso dengan penambahan ekstrak daun tin etanol sebesar 3, 5, maupun 10% baik dengan
perlakuan perebusan maupun pengadonan menghasilkan nilai TPC yang rendah, yaitu 8 mm pada metode difusi sumur dan MIC #7
2
%

Dihasilkan pengawet alternatif dari daun tin yang dapat memperpanjang umur simpan bakso
hingga 2 hari di suhu ruang.

,

1.
2.

Manfaat yang diperoleh dari hasil penelitian ini antara lain:
Memberikan solusi alternatif pengawet bagi bahan pengawet pangan yang dilarang
penggunaanya
Menemukan bahan tambahan pangan terutama pengawet yang aman dikonsumsi.

3

,

,

(


1

Pohon tin (
L) merupakan salah satu spesies
yang unik tersebar di daerah
tropis dan subtropis. Pohon tin menghasilkan buah yang mempunyai nilai komersil yang tinggi.
Daerah penghasil pohon ini antara lain California, Australia, atau Amerika Selatan yang merupakan
daerah beriklim Mediteranian. Turki merupakan daerah penghasil pohon tin terbesar di dunia, sekitar
65% pohon tin dihasilkan di daerah Aegean Barat (Irget
. 2008). Genus
(Moraceae) terdiri
dari 750 spesies, sebagian besar tumbuh di daerah tropis (Pige
. 2002). Di Indonesia tanaman tin
mulai dibudidayakan di daerah Bogor, Klaten, dan Malang serta berbagai daerah lainnya.
L. (Moraceae) telah diketahui manfaatnya dalam bidang kesehatan. Daun dan buah tin secara
tradisional digunakan sebagai obat laksatif, stimulan, obat penyakit tenggorokan, antitusif,
,
, serta sebagai bahan pelarut (Bellakhdar
. 1991 dan Guarrera

. 2003 diacu
. 2009). Daun tin yang telah dibuat jamu digunakan untuk
, sedangkan
dalam Jeong
buah tin yang dibuat infus secara aman dapat digunakan sebagai laksatif untuk anak4anak. Daun tin
segar dapat digunakan sebagai obat luka (Baytop, 1984). Menurut Konyalioglu
. (2003) daun tin
mengandung beberapa senyawa aktif antara lain α4tokoferol, flavonoid, dan fenol. Selain itu, daun tin
juga memiliki aktivitas antioksidan. Beberapa peneliti melaporkan daun tin memiliki sifat
hipoglikemik pada penderita diabetes tipe I dengan menggunakan ekstrak kloroform, daun tin juga
dapat menurunkan tingkat kolesterol pada tikus percobaan yang terkena diabetes (Perez
. 2003).
Beberapa komponen fenolik dari daun tin yang bersifat farmakologis telah diisolasi seperti
seperti
dan
, flavonoid seperti rutin, quercetin, dan luteolin, asam
fenolik seperti asam ferrulik, dan juga fitosterol seperti
(Ross
. 2003 dan Vaya
2006 diacu dalam Jeong

. 2009). Ekstrak metanol daun tin telah diteliti memiliki aktivitas
antimikroba yang dapat menghambat pertumbuhan beberapa bakteri antara lain
,
,
, 8
, and
(MIC, 0.156 hingga 0.625
mg/ml; MBC, 0.313 hingga 0.625 mg/ml) (Jeong
. 2009). Penelitian tersebut menguji efek
sinergis penghambatan dari campuran ekstrak metanol dengan ampisilin atau gentamisin terhadap
bakteri oral yang terdapat pada mulut manusia. Beberapa komponen fenolik dari daun tin yang telah
diisolasi menunjukkan aktivitas penghambatannya baik dengan cara penghambatan melawan
mutan atau dengan penghambatan glukosiltransferase (Hada 1989). Bentuk morfologi
tanaman tin dapat dilihat pada Gambar 1.

4

Gambar 1. Bentuk morfologi tanaman tin (Sumber:http://embunflorist.blogspot.com/2010/07/pesanan4
pohon4tin.html)


,

4

Antimikroba adalah zat yang dapat mengganggu pertumbuhan atau bahkan mematikan mikroba
dengan cara mengganggu metabolisme mikroba yang merugikan (Madigan 2005). Mikroorganisme
dapat menyebabkan bahaya karena kemampuan menginfeksi dan menimbulkan penyakit serta
merusak bahan pangan. Antibakteri termasuk ke dalam antimikroba yang digunakan untuk
. 1990). Senyawa antibakteri hanya dapat
menghambat pertumbuhan bakteri (Schunack
digunakan jika mempunyai sifat toksik selektif artinya dapat membunuh bakteri yang menyebabkan
penyakit tetapi tidak beracun bagi penderitanya (Madigan 2005). Mekanisme kerja dari senyawa
antibakteri antara lain dengan cara menghambat sintesis dinding sel, menghambat keutuhan
permeabilitas dinding sel bakteri, menghambat kerja enzim, dan menghambat sintesis asam nukleat
dan protein (Jawetz 1996 dan Madigan 2005). Aktivitas senyawa antibakteri dipengaruhi oleh pH,
suhu stabilitas senyawa tersebut, jumlah bakteri yang ada, waktu inkubasi, dan aktivitas metabolisme
bakteri (Madigan 2005). Berdasarkan aktivitasnya zat antibakteri dibedakan menjadi dua jenis, yaitu
bakteriostatik dan bakterisida. Bakteriostatik adalah zat antibakteri yang memiliki aktivitas
1990 dan Madigan 2005).
menghambat pertumbuhan bakteri namun tidak mematikan (Schunack

Bakterisida adalah zat antibakteri yang memiliki aktivitas membunuh bakteri (Madigan 2005).
Namun, ada beberapa zat antibakteri yang bersifat bakteriostatik pada konsentrasi rendah dan bersifat
. 1987). Daun tin telah dilaporkan memiliki aktivitas
bakterisida pada konsentrasi tinggi (Fardiaz
antimikroba terhadap beberapa bakteri. Menurut penelitian Jeong
. (2008), ekstrak metanol dari
daun tin menjukkan aktivitas yang kuat menghambat pertumbuhan bakteri
dan
8
. Senyawa antimikroba yang berkontribusi dalam menghambat
pertumbuhan bakteri tersebut adalah beberapa komponen flavonoid yang terkandung dalam daun tin
(Jeong
. 2008 dan Cha
. 2007). Flavonoid adalah salah satu kelompok senyawa fenolik yang
mempunyai kerangka dasar karbon terdiri dari 15 atom karbon, dimana dua buah cincin benzena
terikat pada suatu rantai propan membentuk susunan C64C34C6, dan merupakan senyawa yang cukup
banyak terdapat pada tumbuhan
(Musthapa dan Dwiyanti 2004).

5

3,
Ekstraksi adalah suatu proses penarikan komponen yang diinginkan dari suatu bahan dengan
cara pemisahan satu atau lebih komponen dari suatu bahan yang merupakan sumber komponennya.
Menurut Harborne (1987), ekstraksi adalah proses penarikan komponen komponen atau zat aktif suatu
contoh menggunakan pelarut tertentu. Ekstraksi dibedakan menjadi tiga cara menurut
pengoperasiannya, yaitu ekstraksi dengan penekanan yang sering disebut penekanan mekanik,
ekstraksi dengan mengggunakan pelarut (
), dan ekstraksi dengan pemanasan
). Ekstraksi komponen bioaktif dari tanaman dapat dilakukan secara in vitro maupun in
(
vivo. Pemilihan pelarut yang tepat untuk ekstraksi merupakan faktor yang menentukan efisiensi
proses pengekstrakan. Menurut Ghisalberti (1993) terdapat beberapa teknik untuk mengisolasi
antimikroba aktif komponen dari tanaman. Tanaman yang telah kering dapat diekstraksi dengan
beragam pelarut. Pengekstrakan biasanya dilakukan dengan menggunakan beberapa pelarut secara
berurutan dari polaritas yang rendah hingga tinggi. Pelarut polar yang sering digunakan adalah etil
asetat atau metanol. Secara teoritis etil asetat mengekstrak senyawa bioaktif dengan cara pencucian
sampel sedangkan alkohol dengan cara pemecahan struktur sel (membran) atau intraseluler bahan.
Campuran pelarut dikloro4metanmetanol tepat digunakan untuk ektraksi bahan tanaman segar dengan
kadar air tinggi. Pemisahan dan partisi sampel dengan metanol diikuti ekstraksi dengan etil asetat dan
butanol dapat memisahkan senyawa lipofilik dari bahan. Komponen bioaktif yang memiliki aktivitas
antimikroba sering ditemukan pada tanaman herbal maupun rempah4rempah antara lain komponen
. 2005).
fenolik, terpen, alifatik alkohol, aldehid, keton, asam, dan isoflavonoid (Davidson
Teknik ekstraksi yang tepat akan berbeda untuk masing4masing bahan. Hal ini dipengaruhi oleh
tekstur, kandungan bahan dan jenis senyawa lain yang diinginkan (Nielsen 2003). Pemilihan metode
ekstraksi senyawa ditentukan oleh beberapa faktor, yaitu sifat jaringan tanaman, sifat kandungan zat
aktif, dan kelarutan dalam pelarut yang digunakan. Penelitian ini menggunakan metode maserasi.
Menurut Hamdani (2012) maserasi adalah salah satu jenis metode ekstraksi dengan sistem tanpa
pemanasan atau dikenal dengan istilah ekstraksi dingin, dalam metode ini pelarut dan sampel tidak
mengalami pemanasan. Oleh karena itu, maserasi merupakan teknik ekstraksi yang dapat digunakan
untuk senyawa yang tidak tahan panas ataupun tahan panas. Namun, biasanya maserasi digunakan
untuk mengekstrak senyawa yang tidak tahan panas (termolabil) atau senyawa yang belum diketahui
sifatnya. Metode ini membutuhkan pelarut yang banyak dan waktu yang lama. Maserasi sering disebut
dengan metode perendaman karena proses ekstraksi dilakukan dengan hanya merendam sampel tanpa
mengalami proses lain kecuali pengocokan apabila memang diperlukan. Prinsip ekstraksi senyawa
dari sampel adalah adanya gerak kinetik dari pelarut. Metode maserasi ini dilakukan dengan cara
merendam bahan dengan pelarut tertentu. Hal4hal yang perlu diperhatikan mengenai pelarut adalah:
(1) pelarut polar akan melarutkan senyawa polar, (2) pelarut organik akan cenderung melarutkan
senyawa organik, dan (3) pelarut air cenderung melarutkan senyawa anorganik dan garam dari asam
ataupun basa (Achmadi 1992). Penelitian ini menggunakan pelarut nonpolar yaitu heksana dan pelarut
polar yaitu etanol. Pembuatan ekstrak dilakukan dengan melarutkan serbuk daun tin dengan
perbandingan 1:4 (b/v) ke dalam pelarut etanol dan heksana kemudian di 4 di suhu ruang selama
24 jam dengan kecepatan 35 rpm. Setelah 24 jam ekstrak disaring dengan kertas saring kemudian
diuapkan untuk menghilangkan pelarutnya dengan rotavapor pada suhu 450C.

6

,

termasuk ke dalam: Divisi Protophyta, Kelas Schizomycetes, Ordo
Eubacterials, Famili Micrococcaceaee dan Genus
(Salle 1961).
termasuk ke dalam bakteri patogen yang bersifat Gram positif.
merupakan bakteri
berbentuk bulat yang terdapat dalam bentuk tunggal, berpasangan, tetrad, atau berkelompok seperti
buah anggur. Nama bakteri ini berasal dari bahasa Latin “staphele” yang berarti anggur. Bentuk
morfologi dari
dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Bentuk morfologi sel
phil.cdc.gov)

(Sumber:

Beberapa spesies memproduksi pigmen berwarna kuning sampai oranye misalnya
.
Bakteri ini membutuhkan nitrogen organik (asam amino) untuk pertumbuhannya dan bersifat
anaerobik fakultatif. Kebanyakan galur
bersifat patogen dan memproduksi enterotoksin
yang tahan panas, di mana ketahanan panasnya melebihi sel vegetatifnya. Beberapa galur, terutama
yang bersifat patogenik, memproduksi koagulase (menggumpalkan plasma), bersifat proteolitik,
lipolitik, dan betahemolitik (Fardiaz 1992).
dapat tumbuh dengan suhu
optimum antara 304370C (Baird Parker, 2000).
dapat menghasilkan senyawa
beracun. Senyawa beracun yang diproduksi
disebut enterotoksin dan dapat
terbentuk dalam makanan karena pertumbuhan bakteri tersebut. Disebut enterotoksin karena
menyebabkan
. Enterotoksin sangat stabil terhadap panas dan yang paling tahan panas
ialah enterotoksin tipe B. Pemanasan yang dilakukan oleh proses pemasakan normal tidak akan
mampu menginaktifkan toksin tersebut dan tetap dapat menyebabkan keracunan. Stafilokokus adalah
organism yang biasanya terdapat di berbagai bagian tubuh manusia, termasuk hidung, tenggorokan,
kulit, dan karenanya mudah memasuki makanan. Gejala segera terlihat setelah makan makanan yang
tercemar. Jumlah enterotoksin yang termakan menentukan waktu timbulnya gejala serta parah
tidaknya infeksi tersebut. Pada umumnya gejala4gejala mual, pusing, muntah, dan diare muncul 2
sampai 6 jam setelah makan makanan tercemar itu (Pelczar dan Chan 2009).

7

termasuk dalam kategori bakteri Gram negatif, aerobik, kokobasil,
dan serta memiliki kemampuan motil yang unipolar. Bakteri ini termasuk bakteri patogen (Ryan dan
Ray 2004). Walaupun diklasifikasikan ke dalam organisme yang anaerobik,
juga dapat hidup dengan baik sebagai organisme anaerob fakultatif. Hal tersebut karena
kemampuannya dalam berpoliferase dalam lingkungan sedikit maupun tidak ada oksigen.
merupakan bakteri yang dapat menyebabkan beberapa penyakit pada hewan
maupun manusia. Bakteri ini biasanya ditemukan pada tanah, air, maupun tanaman. Bakteri ini dapat
tumbuh dengan baik tidak hanya pada kondisi atmosfer yang normal tetap juga pada kondisi atmosfer
yang
.
dapat membentuk koloni yang banyak pada lingkungan alami
maupun buatan. Bakteri ini menggunakan material organik sebagai sumber makanan untuk hidupnya.
Pada hewan keberadaan bakteri ini dapat merusak jaringan sehingga dapat menurunkan sistem imun
pada hewan. Jika bakteri ini menyerang organ vital dalam tubuh seperti paru4paru, saluran urin, dan
ginjal maka akan berakibat fatal bagi kesehatan. Gejala yang umum ditimbulkan adanya infeksi dari
bakteri ini adalah adanya peradangan. Morfologi dari bakteri ini dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Bentuk morfologi sel
(Sumber: Pseudomonas Genome Database)

,

(

5

*# 6 #$" &# + * )0$ %!&-$&

7 "

-$

Metode difusi agar (Acar dan Goldstein 1986; Piddock 1990, NCCLS 1999, 2002 diacu dalam
Davidson
2005) merupakan metode yang paling banyak digunakan untuk penentuan aktivitas
antimikroba. Dalam uji ini, senyawa antimikroba ditambahkan pada cakram kertas atau sumur yang
berada dalam cawan agar yang telah ditumbuhkan bakteri uji. Senyawa antimikroba tersebut berdifusi
melalui agar. Derajat penghambatan ditunjukkan dengan zona tidak ada pertumbuhan bakteri di
sekitar cakram kertas maupun sumur. Besarnya zona tersebut tergantung pada tingkat difusi senyawa
dan pertumbuhan sel bakteri (Barry 1986). Oleh karena itu, senyawa antimikroba yang diuji bukan
termasuk senyawa hidrofobik karena senyawa tersebut tidak akan menyebar dan menghasilkan
penghambatan sedikit atau tidak ada akan terdeteksi sama sekali. Mikroorganisme uji yang dipilih
harus dapat tumbuh dengan cepat dan seragam.
dapat menghasilkan zona
penghambatan besar, sedangkan
menghasilkan zona penghambatan yang kecil
(Piddock 1990). Metode ini tidak boleh digunakan untuk mikroorganisme anaerob. Untuk melakukan
uji ini, cawan petri diisi dengan media nonselektif pada kedalaman sekitar 4 mm. Media ini

8

sebelumnya telah diinokulasi dengan suspensi bakteri uji sekitar log 6,0 CFU/ml (Piddock 1990).
Sumur kemudian dibuat dalam cawan tersebut. Antimikroba yang diuji dimasukkan ke dalam sumur
tersebut dengan aseptik. Cawan diinkubasi dalam kondisi optimum bagi mikroorganisme uji selama
16 sampai 24 jam (NCCLS 1999, 2002). Setelah diinkubasi, zona penghambatan di sekitar sumur
diamati. Selain senyawa antimikroba yang diuji, senyawa antibiotik juga harus diujikan sebagai
kontrol positif. Hasil dari uji difusi agar umumnya kualitatif. Namun, kerentanan mikroorganisme uji
terhadap suatu senyawa antimikroba dapat diukur karena zona penghambatan pada agar berbentuk
lingkaran. Mikroorganisme yang tergolong rentan jika zona yang dihasilkan adalah >30 sampai 35
mm,
dengan zona 20 sampai 30 mm, dan tahan dengan zona

Dokumen yang terkait

Formulasi Sediaan Krim Yang Mengandung Ekstrak Etanol Daun Jarak Pagar (Jatropha curcas L.) Dan Aktivitasnya terhadap Staphylococcus aureus, Staphylococcus epidermidis Dan Pseudomonas aeruginosa

36 195 107

Uji Aktivitas Antimikroba Ekstrak Herba Kemangi (Ocimum americanum L) terhadap Staphylococcus aureus dan Candida albicans

8 47 73

Potensi Ekstrak Daun Tin (Ficus carica L.) sebagai Antioksidan dan Aktivitas Hambatannya terhadap Proliferasi Sel Kanker HeLa

0 12 66

Potensi Antimikroba Kayu Siwak (Salvadora persica Wall.) terhadap Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa serta Aplikasi pada Bakso Daging

1 8 57

AKTIVITAS ANTIBAKTERI EKSTRAK DAUN UNGU (Graptophyllum pictum L.) TERHADAP Staphylococcus aureus DAN Pseudomonas aeruginosa.

0 3 17

AKTIVITAS ANTIBAKTERI GLUKOSA TERHADAP BAKTERI Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa, Aktivitas Antibakteri Glukosa Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa, Bacillus subtilis, Dan Escherichia coli.

0 1 12

AKTIVITAS ANTIBAKTERI GLUKOSA TERHADAP BAKTERI Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa, Aktivitas Antibakteri Glukosa Terhadap Bakteri Staphylococcus aureus, Pseudomonas aeruginosa, Bacillus subtilis, Dan Escherichia coli.

0 0 15

Efek Antimikroba Ekstrak Etanol Daun Salam (Syzygium polyanthum) terhadap Staphylococcus aureus dan Pseudomonas aeruginosa secara In Vitro.

0 1 17

POTENSI EKSTRAK DAUN MAHONI (Swietenia mahagoni (L) Jacq) SEBAGAI ANTIBAKTERI TERHADAP Staphylococcus aureus DAN Pseudomonas aeruginosa

0 0 15

POTENSI EKSTRAK DAUN MAHONI (Swietenia mahagoni (L) Jacq) SEBAGAI ANTIBAKTERI TERHADAP Staphylococcus aureus DAN Pseudomonas aeruginosa - repository perpustakaan

0 2 6