Penentuan Bilangan Peroksida dan Titik Lebur dari Palm Stearic Oil Fatty Acid (PSOFA) PT. Socimas Medan

(1)

PENENTUAN BILANGAN PEROKSIDA DAN TITIK

LEBURDARI PALM STEARIC OIL FATTY ACID (PSOFA)

PT. SOCIMAS MEDAN

KARYA ILMIAH

OLEH

NICO VALENTINUS SEMBIRING

092401093

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KIMIA

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2012


(2)

PENENTUAN BILANGAN PEROKSIDA DAN TITIK

LEBURDARI PALM STEARIC OIL FATTY ACID (PSOFA)

PT. SOCIMAS MEDAN

KARYA ILMIAH

Diajukan untuk melengkapi tugas dan memenuhi syarat mencapai gelar Ahli Madya

NICO VALENTINUS SEMBIRING

092401093

PROGRAM STUDI DIPLOMA III KIMIA

DEPARTEMEN KIMIA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2012


(3)

PERSETUJUAN

Judul : PENENTUAN BILANGAN PEROKSIDA DAN TITIK LEBUR DARI PALM STEARIC OIL FATTY ACID(PSOFA) PT. SOCIMAS MEDAN

Kategori : KARYA ILMIAH

Nama : NICO VALENTINUS SEMBIRING Nomor Induk Mahasiswa : 092401093

Program Studi : DIPLOMA III KIMIA Departemen : KIMIA

Fakultas : MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM (MIPA) UNIVERSITAS SUMATERA UTARA Disetujui di

Medan, Juni 2012

Diketahui / disetujui oleh

Program Studi Diploma III Kimia

Ketua, Pembimbing

(Dra. Emma Zaidar, M.Si) (Drs. Firman Sebayang, MS) NIP. 195512181987012001 NIP. 195307041980031002

Departemen Kimia FMIPA USU Ketua,

(Dr. Rumondang Bulan, MS) NIP. 195408301985032001


(4)

PERNYATAAN

PENENTUAN BILANGAN PEROKSIDA DAN TITIK LEBURDARI PALM STEARIC OIL FATTY ACID (PSOFA)

PT. SOCIMAS MEDAN

KARYA ILMIAH

Saya mengakui bahwa karya ilmiah ini adalah hasil dari kerja saya sendiri, kecuali beberapa kutipan dari ringkasan masing-masing yang disebutkan sumbernya.

Medan, Juni 2012

NICO VALENTINUS SEMBIRING 092401093


(5)

PENGHARGAAN

Puji dan syukur penulis panjatkan terhadap Tuhan Yang Penuh Kasih, yang telah melimpahkan segala rahmat dan berkatNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik pada waktu yang telah ditetapkan.

Penyusunan karya ilmiah ini merupakan salah satu persyaratan dalam memenuhi untuk mendapatkan ijazah Ahli Madya pada program Studi Diploma III Kimia, Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara.

Dalam penyusunan karya ilmiah ini, penulis telah banyak mendapatkan bantuan dari berbagai pihak, sehingga dalam kesempatan ini dengan rendah hati penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada :

1. Kedua orang tua saya, A. Sembiring dan M. Br Tarigan yang selalu memberikan dukungan baik moril maupun material dalam menyelesaikan kuliah ini. Serta kedua adek saya Mikael Sembiring dan Januarius Sembiring yang juga selalu mendukung saya.

2. Bapak Dr. Sutarman, M.Sc, selaku Dekan Fakultas Matematika Dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sumatera Utara.

3. Ibu Dr. Rumondang Bulan, MS,selaku ketua jurusan kimia FMIPA USU yang telah memberikan arahan kepada penulis.

4. Ibu Dra. Emma Zaidar, Msi, selaku ketua jurusan program studi D3 kimia yang memberikan arahan dan bimbingan kepada penulis.

5. Bapak Drs. Firman Sebayang, MS, selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, pengarahan serta pengetahuan kepada penulis selama penulisan karya ilmiah ini sehingga dapat menyelesaikan karya ilmiah ini. 6. Bapak Drs. Mannius Sianipar, selaku pembimbing lapangan yang telah banyak

memberikan pengetahuan mengenai minyak khususnya dalam Industri Oleokimia. Selain bimbingan pengetahuan, penulis juga banyak mendapat bimbingan spiritual, mental serta pengalaman hidup dari beliau yang dapat dan telah menjadi inspirasi bagi penulis kedepannya sebagai generasi muda. 7. Buat kawan-kawan seperjuangan di Kimia Analis 2009

8. Buat rekan- rekan PKL Echa dan Maria yang selalu saling mendukung dan bersama dalam menyelesaikan segala permasalahan yang terjadi waktu masih PKL dan juga dalam pengerjaan karya ilmiah ini.

9. Terkhusus buat Sianipar Q, yang selalu bersama dalam menghadapi segala permasalahan baik yang terjadi pada perkuliahan maupun diluar perkuliahan. Kita punya visi dan misi yang harus lebih baik ke depan.


(6)

10.Segenap pihak yang membantu baik secara langsung maupun tidak langsung yang telah memberikan bantuan moril dan material yang tidak dapat saya sebutkan satu per satu.

Penulis menyadari, dalam menyelesaikan karya ilmiah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu penulis menghaarapkan saran dan masukan yang membangun untuk kesempurnaan karya ilmiah ini dari pembaca. Semoga hasil dari karya ilmiah ini dapat membawa manfaat yang besar bagi penulis dan kita semua amin.


(7)

ABSTRAK

PT.SOCIMAS Medan adalah salah satu industri oleokimia yang menghasilkan produk PSOFA. Salah satu parameter mutu untuk produk PSOFA adalah bilangan peroksida dan melting point. Bilangan peroksida yaitu banyaknya miliequivalen peroksida dalam 1000 gram lemak. Sedangkan melting point ialah temperatur dimana lemak menjadi cair seutuhnya atau temperatur dimana terjadi perubahan fase dari fase padat menjadi cair. Penentuan bilangan peroksida dilakukan dengan metode titrasi Iodometri. Penentuan melting point dilakukan dengan meggunakan pipa kapiler yang telah dicelupkan ke dalam sampel produk dan dipanaskan hingga mencair.

Dari hasil penelitian terhadap produk PSOFA diperoleh bilangan peroksida : 0,59 – 0,99 meq. Hasil ini masih memenuhi standar yang ditetapkan oleh PT.SOCIMAS Medan yakni maksimal 5 meq. Sedangkan dari melting point diperoleh suhu 51,6 – 51,8oC. Hasil ini juga memenuhi standar yang ditetapkan yakni 47 – 57oC.


(8)

DETERMINATION OF PEROXIDE VALUE AND MELTING

POINT PALM STEARIC OIL FATTY ACID (PSOFA)

BY PT. SOCIMAS MEDAN

ABSTRACT

PT. SOCIMAS Medan is one of the oleochemical industry to produce the PSOFA products. One of the parameters for PSOFA products quality are peroxide value and melting point. Peroxide value which number of milli equivalens peroxide in 1000 grams of fat. While the melting point is the temperature at which the fat becomes completely liquid or the temperature at which the phase change from solid to liquid phase. Determination of peroxide value performed by iodometric titration method. Determination of melting point made is by using a capillary tube was dipped into the sample and heated to melted the product.

From the results of a study of the PSOFA products obtained peroxide value : 0.59 to 0.99 meq. These results still meet the standards set field by PT.SOCIMAS Medan the maximum 5 meq. While the temperature of the melting point obtained from 51.6 to 51.8oC. This result also meets the standards set 47-57oC.


(9)

DAFTAR ISI

Halaman

PERSETUJUAN i

PERNYATAAN ii PENGHARGAAN iii

ABSTRAK v ABSTRACT vi

DAFTAR ISI vii DAFTAR TABEL ix

DAFTAR GAMBAR x

BAB I : PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang 1

1.2 Permasalahan 3

1.3 Tujuan 3

1.4 Manfaat 3

BAB II : TINJAUAN PUSTAKA 4

2.1. Sejarah Kelapa Sawit Indonesia 4

2.2. Minyak Dan Lemak 5

2.3. Sifat Fisiko-Kimia Lemak Dan Minyak 7

2.3.1. Sifat Fisik Lemak Dan Minyak 7

2.3.2. Sifat Kimia Lemak Dan Minyak 13

2.4. Klasifikasi Lemak Dan Minyak 15

2.4.1. Berdasarkan Sumbernya 15

2.4.2. Berdasarkan Kejenuhannya (Ikatan Rangkap) 16

2.4.3. Berdasarkan Kegunaannya 17

2.4.4. Berdasarkan Sifat Mengering 17


(10)

2.6. Kandungan Minyak Kelapa Sawit 21

2.6.1. Kandungan Asam Lemak Minyak Sawit 21

2.6.2. Kandungan Minor Minyak Sawit 23

2.7. Standar Mutu 24

2.8. Kerusakan Lemak 26

2.8.1. Absorpsi Bau (Odor) Oleh Lemak 26

2.8.2. Kerusakan Oleh Enzim 27

2.8.3. Oksidasi Lemak 28

2.9. Bilangan Peroksida 28

2.9.1. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecepatan Oksidasi 29

2.9.2. Faktor-Faktor yang Berpengaruh Pada Pemanasan. 31

2.9.3. Dampak Oksidasi Terhadap Kualitas Minyak 32

2.10. Dampak Peroksida Dalam Tubuh 34

BAB III : BAHAN DAN METODE 36 3.1. Alat dan Bahan 36

3.1.1. Alat-Alat 36

3.1.2. Bahan-Bahan 37

3.2. Proses Analisa 37

3.3. Prosedur Analisa 40

BAB IV : HASIL DAN PEMBAHASAN 42 4.1. Hasil 42

4.1.1. Perhitungan 43

4.2. Pembahasan 44

BAB V : KESIMPULAN DAN SARAN 49

5.1. Kesimpulan 49

5.2. Saran 49


(11)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Klasifikasi Lemak dan Minyak Berdasarkan Sumbernya 15

Tabel 2. Klasifikasi Lemak dan Minyak Berdasarkan Kejenuhannya 16

Tabel 3. Klasifikasi Lemak dan Minyak Berdasarkan Kegunaannya 17

Tabel 4. Klasifikasi Lemak dan Minyak Berdasarkan Sifat Mengering 17

Tabel 5. Komposisi Beberapa Asam Lemak Dalam Tiga Jenis Minyak Nabati 22

Tabel 6. Kandungan Minor (Komponen Non-trigliserida) Minyak Sawit 24

Tabel 7. Standar Mutu Minyak Sawit, Minyak Inti Sawit dan Inti Sawit 25

Tabel 8. Hasil Penentuan Bilangan Peroksida 43

Tabel 9. Hasil Penentuan Melting Point 44


(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Pelelehan dari Natrium Asetat 10

Gambar 2. Kenaikan Bilangan Peroksida 13


(13)

ABSTRAK

PT.SOCIMAS Medan adalah salah satu industri oleokimia yang menghasilkan produk PSOFA. Salah satu parameter mutu untuk produk PSOFA adalah bilangan peroksida dan melting point. Bilangan peroksida yaitu banyaknya miliequivalen peroksida dalam 1000 gram lemak. Sedangkan melting point ialah temperatur dimana lemak menjadi cair seutuhnya atau temperatur dimana terjadi perubahan fase dari fase padat menjadi cair. Penentuan bilangan peroksida dilakukan dengan metode titrasi Iodometri. Penentuan melting point dilakukan dengan meggunakan pipa kapiler yang telah dicelupkan ke dalam sampel produk dan dipanaskan hingga mencair.

Dari hasil penelitian terhadap produk PSOFA diperoleh bilangan peroksida : 0,59 – 0,99 meq. Hasil ini masih memenuhi standar yang ditetapkan oleh PT.SOCIMAS Medan yakni maksimal 5 meq. Sedangkan dari melting point diperoleh suhu 51,6 – 51,8oC. Hasil ini juga memenuhi standar yang ditetapkan yakni 47 – 57oC.


(14)

DETERMINATION OF PEROXIDE VALUE AND MELTING

POINT PALM STEARIC OIL FATTY ACID (PSOFA)

BY PT. SOCIMAS MEDAN

ABSTRACT

PT. SOCIMAS Medan is one of the oleochemical industry to produce the PSOFA products. One of the parameters for PSOFA products quality are peroxide value and melting point. Peroxide value which number of milli equivalens peroxide in 1000 grams of fat. While the melting point is the temperature at which the fat becomes completely liquid or the temperature at which the phase change from solid to liquid phase. Determination of peroxide value performed by iodometric titration method. Determination of melting point made is by using a capillary tube was dipped into the sample and heated to melted the product.

From the results of a study of the PSOFA products obtained peroxide value : 0.59 to 0.99 meq. These results still meet the standards set field by PT.SOCIMAS Medan the maximum 5 meq. While the temperature of the melting point obtained from 51.6 to 51.8oC. This result also meets the standards set 47-57oC.


(15)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Bagi Indonesia, Tanaman Kelapa Sawit memiliki arti penting bagi pembangunan perkebunan nasional. Selain mampu menciptakan kesempatan kerja yang mengarah pada kesejahteraan masyarakat, juga sebagai sumber perolehan devisa negara. Indonesia merupakan salah satu produsen utama minyak sawit dari sekian banyak produsen minyak kelapa sawit dunia.

Selain dijadikan sebagai minyak goreng, minyak kelapa sawit dan inti sawit juga diolah menjadi fraksi-fraksinya atau asam lemak. Dalam pengolahan asam lemak ini juga menghasilkan produk samping yakni gliserol yang memiliki nilai jual.

Di Indonesia sendiri, terdapat 9 pabrik produsen oleokimia dasar yang memproduksi asam lemak dan gliserol. Salah satunya adalah PT.SOCIMAS Medan. Dimana berdasarkan data dari Kementrian Perindustrian Republik Indonesia pada tahun 2011 pabrik ini memproduksi asam lemak sebanyak 80.000/tahun dan gliserin 8.000/tahun. Raw material dari pabrik ini adalah Palm Kernel Oil (PKO) dan Refined Bleached Deodorized Palm Stearin (RBDPS).

Salah satu produk dari PT.SOCIMAS Medan adalah Palm Stearic Oil Fatty Acid (PSOFA). Dimana salah satu standar analisa mutu produk ini adalah Bilangan Peroksida. Dalam pengolahan RBDPS khususnya pada tahap Splitting(#100) untuk untuk menghasilkan produk PSOFA tidak terlepas dari adanya kerusakan terhadap


(16)

produk. Salah satunya adalah kerusakan akibat oksidasi. Kerusakan akibat oksidasi bahan pangan berlemak, terdiri dari dua tahap, yaitu tahap pertama; disebabkan oleh reaksi lemak dengan oksigen, tahap kedua; merupakan kelanjutan tahap pertama, prosesnya berupa proses oksidasi dan non oksidasi. Proses oksidasi ini hampir dapat terjadi pada setiap jenis lemak. Proses inilah yang menghasilkan senyawa peroksida karena itu penulis berniat untuk menganalisa kadar bilangan peroksida dari produk tersebut, karena bilangan peroksida tersebut dapat dijadikan sebagai indikator akan kerusakan terhadap produk tersebut, apakah memenuhi standar yang telah ditetapkan yakni 5 meq atau malah melewati ambang batas standar tersebut.

Selain di uji sifat kimia, produk ini juga di uji sifat fisiknya, salah satunya yakni Titik Lebur. Titik lebur ialah suhu dimana suatu senyawa yang berbentuk padat mengalami pelehan atau mencair. Titik lebur merupakan indeks temperatur tingkat kemurnian daripada suatu bahan. Dimana dari titik lebur tersebut dapat diketahui seberapa murni produk yang dihasilkan atau malah mempunyai zat pengotor dalam jumlah besar. Dalam hal ini, standar titik lebur untuk produk PSOFA adalah 47 – 57oC. Selain itu, dengan mengetahui titik leburnya, juga dapat dilakukan pencegahan pembekuan terhadap produk.

Berdasarkan uraian diatas, penulis tertarik untuk memilih judul PENENTUAN BILANGAN PEROKSIDA DAN TITIK LEBURDARI PALM STEARIC OIL FATTY ACID (PSOFA) PT.SOCIMAS MEDAN “


(17)

1.2. Permasalahan

Pembuatan PSOFA dilakukan berdasarkan proses splittingyakni dengan penambahan air yang diolah dari bahan baku RBDPS.

Dalam hal ini, permasalahannya adalah apakah PSOFA yang dihasilkan memiliki tingkat kerusakan atau oksidasi oleh oksigen yang masih memenuhi standar yang ditetapkan atau malah sebaliknya. Serta apakah titik leburnya masih memenuhi standar yakni 47oC – 57oC atau tidak.

1.3. Tujuan

• Untuk mengetahui bilangan peroksida dari PSOFA dari hasil proses splitting.

• Untuk mengetahui faktor – faktor yangyang mempercepat proses oksidasi

• Untuk mengetahui suhu titik lebur dari PSOFA tersebut.

1.4. Manfaat

Dengan mengetahui bilangan peroksida dari PSOFA tersebut dapat diketahui kualitas dari asam lemaktersebut.

Dengan mengetahui titik leburnya dapat diketahui kemurnian dari produk tersebut.


(18)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1.Sejarah Kelapa Sawit Indonesia

Kelapa sawit pertama kali diperkenalkan di Indonesia oleh pemerintah kolonial Belanda pada tahun 1848. Ketika itu ada empat batang bibir kelapa sawit yang dibawa dari Mauritius dan Amsterdam dan ditanam di Kebun Raya Bogor. Tanaman kelapa sawit mulai diusahakan dan dibudidayakan secara komersial pada tahun 1911. Perintis usaha perkebunan kelapa sawit di Indonesia adalah Adrien Hallet, seorang Belgia yang telah belajar banyak tentang kelapa sawit di Afrika. Budi daya yang dilakukannya diikuti oleh K. Schadt yang menandai lahirnya perkebunan kelapa sawit di Indonesia. Sejak saat itu perkebunan kelapa sawit pertama berlokasi di Pantai Timur Sumatera (Deli) dan Aceh. Luas areal perkebunannya mencapai 5.123 ha. Indonesia mulai mengekspor minyak sawitpada tahun 1919 sebesar 576 ton ke negara-negara Eropa, kemudian tahun 1923 mulai mengekspor minyak inti sawit sebesar 850 ton.

Pada masa pendudukan Belanda, perkebunan kelapa sawit mengalami perkembangan yang cukup pesat. Indonesia menggeser dominasi ekspor negara Afrika pada waktu itu. Namun, kemajuan pesat yang dialami oleh Indonesia tidak diikuti dengan peningkatan perekonomian nasional. Hasil perolehan ekspor minyak sawit hanya meningkatkan perekonomian negara asing termasuk Belanda.

Memasuki masa pendudukan Jepang, perkembangan kelapa sawit mengalami kemunduran. Secara keseluruhan produksi perkebunan kelapa sawit terhenti. Lahan


(19)

perkebunan mengalami penyusutan sebesar 16% dari total luas lahan yang ada sehingga produksi minyak sawit Indonesia pun hanya mencapai 56.000 ton pada tahun 1948/1949. Padahal pada tahun 1940 Indonesia mengekspor 250.000 ton minyak sawit.

Memasuki pemerintahan Orde Baru, pembangunan perkebunan diarahkan dalam rangka menciptakan kesempatan kerja, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan sebagai sektor penghasil devisa negara. Pemerintah terus mendorong pembukaan lahan baru untuk perkebunan. Sampai dengan tahun 1980 luas lahan mencapai 294.560 ha dengan produksi CPO sebesar 721.172 ton. Sejak saat itu lahan perkebunan kelapa sawit Indonesia berkembang pesat terutama perkebunan rakyat. Hal ini didukung oleh kebijakan pemerintah yang melaksanakan program perkebunan inti rakyat (PIR-bun). Dalam pelaksanaannya, perkebunan besar sebagai inti membina dan menampung hasil perkebunan rakyat di sekitarnya yang menjadi plasma. Perkembangan perkebunan semakin pesat lagi setelah pemerintah mengembangkan program lanjutan yaitu PIR-Transmigrasi sejak tahun 1986. Program tersebut berhasil menambah luas lahan dan produksi kelapa sawit. (Fauzi, 2004)

2.2. Minyak Dan Lemak

Minyak dan lemak tidak berbeda dalam bentuk umum trigliseridanya, tetapi hanya berbeda dalam bentuk (wujud). Perbedaan ini didasarkan pada perbedaan titik leburnya. Pada suhu kamar lemak berwujud padat, sedangkan minyak berwujud cair. Titik lebur minyak dan lemak tergantung pada strukturnya, biasanya meningkat dengan bertambahnya jumlah karbon. Banyaknya ikatan ganda dua karbon juga


(20)

berpengaruh. Trigliserida yang kaya akan asam lemak tak jenuh, seperti asam oleat dan linoleat, biasanya berwujud minyak sedangkan trigliserida yang kaya akan lemak jenuh seperti asam stearat dan palmitat, biasanya adalah lemak. Semua jenis lemak tersusun dari asam-asam lemak yang terikat oleh gliserol. Asam-asam lemak yang berbeda disusun oleh jumlah atom karbon maupun hidrogen yang berbeda pula. Atom karbon, yang juga terikat oleh dua atom karbon lainnya, membentuk rantai yang zigzag. Asam lemak dengan rantai molekul yang lebih panjang lebih rentan terhadap gaya tarik menarik intermolekul (dalam hal ini yaitu gaya Van der waals) sehingga titik leburnya juga akan naik.

Trigliserida alami ialah triester dari asam lemak berantai panjang dan gliserol merupakan penyusun utama lemak hewani dan nabati. Trigliserida termasuk lipid sederhana dan juga merupakan bentuk cadangan lemak dalam tubuh manusia.

Keragaman jenis trigliserida bersumber dari kedudukan dan jati diri asam lemak. Trigliserida sederhana adalah triester yang terbuat dari gliserol dan tiga molekul asam lemak yang sama. Contohnya, dari gliserol dan tiga molekul asam stearat akan diperoleh trigliserida sederhana yang disebut gliseril tristearat atau tristearin.

Trigliserida sederhana jarang ditemukan. Kebanyakan trigliserida alami adalah trigliserida campuran, yaitu triester dengan komponen asam lemak yang berbeda. Lemak hewan dan minyak nabati merupakan campuran beberapa trigliserida.

Asam – asam lemak yang menyusun lemak juga dapat dibedakan berdasarkan jumlah atom hidrogen yang terikat kepada atom karbon. Berdasarkan jumlah atom hidrogen yang terikat kepada atom karbon, maka asam lemak dapat dibedakan atas:


(21)

1. Asam Lemak Jenuh

Asam lemak jenuh merupakan asam lemak dimana dua atom hidrogen terikat pada satu asam karbon. Dikatakan jenuh karena atom karbon telah mengikat hidrogen secara maksimal

2. Asam Lemak Tak Jenuh

Asam lemak tak jenuh merupakan asam lemak yang memiliki ikatan rangkap. Dalam hal ini, atom karbon belum mengikat atom hidrogen secara maksimal karena adanya ikatan rangkap. (Tambun, 2006).

2.3. Sifat Fisiko-Kimia Lemak Dan Minyak

2.3.1. Sifat Fisik Lemak dan Minyak Meliputi :

Warna

Zat warna dalam minyak terdiri dari 2 golongan, yaitu zat warna alamiah dan warna dari hasil degradasi zat warna alamiah.

Zat warna yang termasuk golongan zat warna alamiah adalah terdapat secara alamiah di dalam bahan yang mengandung minyak ikut terekstrak bersama minyak pada proses ekstraksi. Zat warna tersebutantara lain terdiri dari α dan β karoten, xantofil, klorofil, dan anthosyanin. Zat warna ini menyebabkan minyak berwarna kuning, kuning kecoklatan, kehijau-hijauan dan kemerah-merahan. Warna gelap disebabkan oleh proses oksidasi terhadap tokoferol (vitamin E). Jika minyak bersumber dari tanaman hijau, maka zat klorofil tersebut sulit dipisahkan dari minyak. Pigmen coklat biasanya hanya terdapat pada minyak atau lemak yang berasal dari bahan yang telah busuk atau memar. Hubungan yang erat antara proses absorpsi dan


(22)

timbulnya warna kuning dalam minyak terutama terjadi dalam minyak atau lemak tidak jenuh. Warna ini timbul selama penyimpanan dan intensitas warna bervariasi dari kuning sampai ungu kemerah-merahan.

Bau Amis

Lemak atau bahan pangan berlemak, seperti lemak mentega, krim, susu bubuk, hati dan bubuk kuning telur dapat menghasilkan bau tidak enak yang mirip dengan bau ikan yang sudah basi (stalefish products). Bau amis juga dapat disebabkan oleh interaksi trimetilamin oksida dengan ikatan rangkap dari lemak tidak jenuh.

Odor dan Flavor

Odor dan flavor pada minyak atau lemak selain terdapat secara alami, juga terjadi karena pembentukan asam-asam yang berantai sangat pendek sehingga hasil penguraian pada kerusakan minyak atau lemak. Pada umumnya odor dan flavor disebabkan oleh komponen bukan minyak. Sebagai contoh, bau khas dari minyak kelapa sawit dikarenakan terdapatnya beta ionone, sedangkan bau khas dari minyak kelapa ditimbulkan oleh nonyl methylketon.

Kelarutan

Minyak atau lemak tidak larut dalam air kecuali minyak jarak (castor oil). Minyak dan lemak hanya sedikit larut dalam alkohol, tetapi akan melarut sempurna dalam etil eter, karbon disulfida dan pelarut-pelarut halogen. Ketiga jenis pelarut ini memiliki sifat non polar sebagaimana halnya dalam minyak dan lemak netral. Kelarutan dari minyak dan lemak ini dipergunakan sebagai dasar untuk mengekstraksi minyak atau lemak dari bahan yang diduga mengandung minyak.


(23)

Pengukuran titik cair minyak atau lemak, suatu cara yang lazim digunakan dalam penentuan atau pengenalan komponen-komponen organik yang murni, tidak mungkin diterapkan disini, karena minyak atau lemak tidak mencair dengan tepat pada suatu nilai temperatur tertentu.

Asam lemak tidak memperlihatkan kemaikan titik didih yang linear dengan bertambahnya panjang rantai atom karbon. Asam lemak dengan ikatan trans mempunyai titik cair yang lebih tinggi daripada isomer asam lemak yang berikatan cis.

Titik Didih

Titik didih dari asam-asam lemak akan semakin meningkat dengan bertambah panjangnya rantai karbon asam lemak tersebut.

Titik Lebur

Titik lunak dari minyak lemak ditetapkan dengan maksud untuk mengidentifikasi minyak atau lemak tersebut. Cara penetapannya yaitu dengan mempergunakan tabung kapiler yang diisi dengan minyak. Kemudian dimasukkan ke dalam lemari es selama satu malam, sehingga minyak akan membeku atau menjadi padat. Setelah satu malam dalam lemari es, tabung kapiler tadi diikat bersama-sama dengan termometer yang dilakukan dalam lemari es, selanjutnya dicelupkan ke dalam gelas piala yang berisi air. Temperatur akan naik dengan lambat. Temperatur pada saat permukaan dari minyak atau lemak dalam tabung kapiler mulai naik, disebut titik lunak atau softening point.

Tidak hanya adalah atom, molekul, atau ion padat dalam padat, mereka juga memiliki posisi tetap dan partikel sebelahnya yang tetap. Ini tidak berarti bahwa


(24)

mereka melengkapi dalam bentuk diamnya,namun mereka goncang dan bergetar mengenai posisi tetapnya. Tetapi dalam bentuk padatan kekuatan tarik antara partikel terlalu kuat untuk memperoleh gerakan yang terjadi pada cairan atau gas. Keseimbangan padat-cair ada pada titik lebur karena suhu padat yang meningkat, getaran dari partikel individu menjadi lebih dan lebih intens. Akhirnya partikel bersebelahan menyerang satu sama lain cukup kuat untuk mengatasi kekuatan di tarik tersebut. Sekarang padatan melewati ke dalam keadaan cair, meleleh. Jika suhu sistem dengan cermat dikendalikan, tingkat di mana partikel meninggalkan bentuknya yang padat dan bergerak sebagai cair dapat dibuat sama dengan tingkat di mana mereka kembali dan mengambil posisi tetap dalam padat lagi. Dengan kata lain, pada suhu yang tepat, kesetimbangan berikut akan adalah:

Lemak + Panas Cair

suhu di mana kesetimbangan ada antara padat dan cair dari molekul yang bersatu disebut melting point (titik lebur). Perubahan ke depan dalam kesetimbangan ini adalah endotermik, jadi jika kita menempatkan penekanan pada keseimbangan dengan penambahan panas - dengan menaikkan suhu maka kesetimbangan akan bergeser ke kanan. (Lawson, 1985)

Contoh pelelehan dari Natrium Asetat ialah sebagai berikut

(Holum, 1990)

CH3C02

Na+ Na+ CH3C02 CH3C02 Na+

peleburan

CH3C02

CH3C02 CH3C02

Na+ Na+


(25)

Slipping Point

Penetapan slipping point dipergunakan untuk pengenalan minyak dan lemak alam serta pengaruh kehadiran komponen-komponennya. Cara penetapannya yaitu dengan mempergunakan suatu silinder kuningan yang kecil, yang diisi dengan lemak padat, kemudian disimpan dalam bak yang tertutup dan dihubungkan dengan termometer. Bila bak tadi digoyangkan, temperatur akan naik perlahan-lahan. Temperatur pada saat lemak dalam silinder mulai naik atau temperatur pada saat lemak mulai melincir disebut slipping point.

Bobot Jenis

Bobot jenis dari minyak dan lemak biasanya ditentukan pada temperatur 25oC, akan tetapi dalam hal ini dianggap penting juga untuk diukur pada temperatur 40oC atau 60oC untuk lemak yang titik cairnya tinggi.

Shot Melting Point

Shot melting point adalah temperatur pada saat terjadi tetesan pertama dari minyak dan lemak. Pada umumnya minyak atau lemak mengandung komponen-komponen yang berpengaruh terhadap titik cairnya. Minyak dan lemak yang umumnya mengandung asam lemak tidak jenuh dalam jumlah yang relatif besar, biasanya berwujud cair pada temperatur kamar. Bila mengandung asam lemak jenuh yang relatif besar, maka minyak tersenut akan memiliki titik cair yang tinggi.

Titik Kekeruhan

Titik kekeruhan ini ditetapkan dengan cara mendinginkan campuran minyak atau lemak dengan pelarut lemak. Seperti diketahui, minyak atau lemak


(26)

kelarutannyaterbatas. Campuran tersebut kemudian dipanaskan sampai terbentuk larutan yang sempurna. Kemudian didinginkan dengan perlahan-lahan sampai minyak atau lemak dengan pelarutnya mulai terpisah dan mulai menjadi keruh. Temperatur pada waktu mulai terjadi kekeruhan, dikenal sebagai titik kekeruhan (turbidity point).

Indeks Bias

Indeks bias adalah derajat penyimpangan dari cahaya yang dilewatkan pada suatu medium yang cerah. Indeks bias tersebut pada minyak dan lemak dipakai pada pengenalan unsur kimia dan untuk pengujian kemurnian minyak.

Abbe Refractometer mempergunakan alat pengontrol temperatur yang dipertahankan pada 25oC. Untuk pengukuran indeks bias lemak yang bertitik cair tinggi, dilakukan pada temperatur 40oC atau 60oC. Selama pengukuran temperatur harus dikontrol dan dicatat. Indeks bias ini akan meningkat pada minyak atau lemak dengan rantai karbon yang panjang dan juga dengan terdapatnya sejumlah ikatan rangkap. Nilai indeks bias dari asam lemak juga akan bertambah dengan meningkatnya bobot molekul, selain dengan naiknya derajat ketidakjenuhan dari asam lemak tersebut.

Titik Asap, Titik Nyala dan Titik Api

Apabila minyak atau lemak dipanaskan dapat dilakukan dengan penetapan titik asap, titik nyala, dan titik api. Titik asap adalah temperatur pada saat minyak atau lemak menghasilkan asam tipis yang kebiru-biruan pada pemanasan tersebut. Titik nyala adalah temperatur pada saat campuran uap dari minyak dengan udaar mulai terbakar. Sedangkan titik api adalah temperatur pada saat dihasilkan pembakaran yang terus-menerus, sampai habisnya contoh uji.


(27)

2.3.2. Sifat Kimia Lemak dan Minyak Meliputi :

Hidrolisa

Dalam reaksi hidrolisa minyak atau lemak akan diubah menjadi asam-asam lemak bebas dan gliserol. Reaksi hidrolisa yang dapat mengakibatkan kerusakan minyak atau lemak terjadi karena terdapatnya sejumlah air dalam minyak atau lemak tersebut. Reaksi ini akan mengakibatkan ketengikan hidrolisa yang menghasilkan flavor dan bau tengik pada minyak.

Oksidasi

Proses oksidasi dapat berlangsung bila terjadi kontak antara sejumlah oksigen dengan minyak atau lemak. Terjadinya reaksi oksidasi ini akan mengakibatkan bau tengik pada minyak dan lemak. Oksidasi biasanya dimulai dengan pembentukan peroksida dan hidroperoksida. Tingkat selanjutnya adalah terurainya asam-asam lemak disertai dengan konversi hidroperoksida menjadi aldehid dan keton serta asam-asam lemak bebas. Rancidity terbentuk oleh aldehida bukan oleh peroksida. Jadi kenaikan Peroxide Value (PV) merupakan indikator dan peringatan bahwa minyak akan berbau tengik.

PV aldehida

PV (turun) karena terurai waktu


(28)

mekanisme oksidasi yang umum dari minyak atau lemak adalah sebagai berikut: RH + O2 radikal bebas

ROOH (antara lain

ROOH)2 R, RO, RO2 dan HO)

Perambatan (propagation)

R + O2 RO2

RO2 + RH R + ROOH

Penghentian (termination) R + R

R + RO2 Hasil akhir yang stabil (nonradical)

RO2 + RO2

Hidrogenasi

Proses hidrogenasi sebagai suatu proses industri bertujuan untuk menjenuhkan ikatan rangkap dari rantai karbon asam lemak pada minyak atau lemak.

Reaksi hidrogenasi ini dilakukan dengan menggunakan hidrogen murni dan ditambahkan serbuk Nikel sebagai katalisator. Setelah proses hidrogenasi selesai, minyak didinginkan dan katalisator dipisahkan dengan cara penyaringan. Hasilnya adalah minyak yang bersifat plastis atau keras, tergantung pada derajat kejenuhannya.

Esterifikasi


(29)

trigliserida dalam bentuk ester. Reaksi esterifikasi dapat dilakukan melalui reaksi kimia yang disebut interesterifikasi atau pertukaran ester yang didasarkan pada prinsip transesterifikasi friedel-craft. Dengan menggunakan prinsip reaksi ini, hidrokarbon rantai pendek dalam asam lemak seperti asam butirat dan asam kaproat yang menyebabkan bau tidak enak, dapat ditukar dengan rantai panjang yang bersifat tidak menguap. (Ketaren, 2008)

2.4. Klasifikasi Lemak dan Minyak

Lemak dan minyak dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

2.4.1. Berdasarkan Sumbernya

Tabel Klasifikasi lemak dan minyak berdasarkan sumbernya

Sumber Keterangan

Berasal dari tanaman (minyak nabati) • Biji-biji palawija,Contoh : minyak jagung, biji kapas

• Kulit buah tanaman tahunan, Contoh : minyak zaitun, minyak kelapa sawit

• Biji-biji tanaman tahunan, Contoh : kelapa, coklat, inti sawit


(30)

Berasal dari hewan (minyak hewani) • Susu hewan peliharaan, Contoh :lemak susu

• Daging hewan peliharaan, Contoh :lemak sapi oleostearin

• Hasil laut, Contoh : minyak ikan

2.4.2. Berdasarkan Kejenuhannya (Ikatan Rangkap)

a. Asam Lemak Tak Jenuh

Tabel contoh-contoh dari asam lemak tidak jenuh, antara lain :

Nama Asam Struktur Sumber

Palmitoleat CH3(CH2)5CH=CH(CH2)7CO2H Lemak hewan dan

nabati

Oleat CH3(CH2)7CH=CH(CH2)7CO2H Lemak hewan dan

nabati

Linoleat CH3(CH2)4CH=CHCH2CH=CH(CH2)7CO2H Minyak nabati

Linolenat CH3CH2CH=CHCH2CH=CHCH2=

CH(CH2)7CO2H


(31)

b. Asam Lemak Jenuh

Tabel contoh-contoh dari asam lemak jenuh, antara lain :

Nama Asam Struktur Sumber Butirat CH3(CH2)2CO2H Lemak susu

Palmitat CH3(CH2)14CO2H Lemak hewani dan nabati

Stearat CH3(CH2)16CO2H Lemak hewani dan nabati

2.4.3. Berdasarkan Kegunaannya

Tabel Klasifikasi lemak dan minyak berdasarkan kegunaannya

Nama Kegunaan

Minyak mineral (minyak bumi) Sebagai bahan bakar Minyak nabati/hewan (minyak/lemak) Bahan makan bagi manusia Minyak atsiri Untuk obat-obatan

2.4.4. Berdasarkan Sifat Mengering

Tabel klasifikasi lemak dan minyak berdasarkan sifat mengering

Sifat Keterangan

Minyak tidak mengering (non-drying-oil) • Tipe minyak zaitun, contoh : minyak zaitun, minyak buah persik, minyak kacang


(32)

minyak biji rape, minyak mustard

• Tipe minyak hewani, contoh : minyak sapi

Minyak setengah mengering (semi-drying-oil)

Minyak yang mempunyai daya mengering lebih lambat. Contoh : minyak biji kapas, minyak bunga matahari

Minyak nabati mengering (drying oil) Minyak yang mempunyai sifat mengering jika teroksidasi dan akan berubah menjadi lapisan tebal, bersifat kental dan membentuk sejenis selaput jika dibiarkan dalam udara terbuka. Contoh : minyak kacang kedelai, minyak biji karet.

(Poedjiadi, 1994)

2.5.Oleokimia

Oleokimia merupakan bahan kimia yang berasal dari minyak/lemak alami, baik tumbuhan maupun hewani. Bidang keahlian teknologi oleokimia merupakan salah satu bidang keahlian yang mempunyai prospek yang baik dan penting dalam ilmu kimia. Pada saat ini dan pada waktu yang akan datang, produk oleokimia diperkirakan akan semakin banyak berperan menggantikan produk-produk turunan minyak bumi (petrokimia).

Pada saat ini, permintaan akan produk oleokimia semakin meningkat. Hal ini dapat dimaklumi karena produk oleokimia mempunyai beberapa keunggulan


(33)

dibandingkan dengan produk petrokimia, seperti harga, sumber yang dapat diperbaharui dan produk yang ramah lingkungan.

Pada saat ini industri oleokimia masih berbasis kepada minyak/trigliserida sebagai bahan bakunya. Hal ini terjadi karena secara umum, para pengusaha masih ragu untuk terjun secara langsung ke industri oleokimia. Masih sangat jarang dijumpai sebuah industri yang mengolah bahan baku langsung menjadi bahan kimia tanpa melalui trigliserida. Padahal secara ekonomi dan teknik, banyak produk dari bahan alami yang bisa diolah langsung dari bahan nabati tanpa melalui trigliserida. Contohnya adalah pengolahan secara langsung buah kelapa sawit menjadi asam lemak. Selama ini asam lemak dari kelapa sawit selalu diolah dari minyak/trigliserida. Padahal dari segi teknik dan ekonomi akan lebih efisien untuk mengolah secara langsung buah sawit menjadi asam lemak melalui pengaktifan enzim lipase yang terkandung pada buah sawit. Hal ini juga bisa ditemukan oada bahan baku nabati lainnya. (Tambun, 2006)

Di skema berikut akan diberikan beberapa penggunaan oleokimia dalam berbagai industri. Penghasil oleokemikal dasar Asam lemak Lemak alkohol Asam lemak Metil ester gliserin Penghasil derivatif Industri : - Tekstil - Kertas - Kulit - Kosmetik

- Pelengkap bangunan

- Pestisida

- Insektisida

- Detergen, sabun

- Bahan pembersih

- Minyak mineral

- Polimerisasi

- Cat

- Lilin


(34)

Produksi utama minyak yang digolongkan dalam oleokimia adalah asam lemak, lemak alkohol, asam amino, metil ester, dan gliserin. Bahan-bahan tersebut mempunyai spesifikasi penggunaan sebagai bahan baku industri yang lainnya.

Asam Lemak

Asam lemak minyak sawit dihasilkan dari proses hidrolisis, baik secara kimiawi maupun enzimatik. Proses hidrolisis menggunakan enzim lipase dari jamur

Aspergillus nigerdinilai lebih menghemat energi karena dapat berlangsung pada suhu

10-25oC. Selain itu, proses ini juga dapat dilakukan pada fase padat. Namun, hidrolisis enzimatik mempunyai kekurangan pada kelambatan prosesnya yang berlangsung 2-3 hari. Asam lemak yang dihasilkan dihidrogenasi, lalu didestilasi, dan selanjutnya difraksinasi sehingga menghasilkan asam-asam lemak murni. Asam-asam lemak tersebut digunakan sebagai bahan untuk detergen, bahan softener (pelunak) untuk produk makanan, tinta, tekstil, aspal, dan perekat.

Lemak Alkohol

Lemak alkohol merupakan hasil lanjut dari pengolahan asam lemak. Lemak alkohol merupakan dasar pembuatan detergen, yang umumnya berasal dari metil ester asam laurat. Minyak inti sawit yang kaya akan laurat merupakan bahan dasar pembuatan lemak alkohol.

Lemak Amina

Lemak amina digunakan sebagai bahan dalam industri plastik, sebagai pelumas dan pemantap. Selain itu, digunakan sebagai salah satu bahan baku dalam industri tekstil, surfaktan, dan lain-lain.


(35)

Metil Ester

Metil ester dihasilkan melalui proses waterifikasi pada lemak yang diberi metanol atau etanol, dengan katalisator Nametoksi. Unsur ini merupakan hasil antara asam lemak pada pembuatan alkohol. Metil ester dapat digunakan sebagai bahan pembuatan sabun.

Gliserin

Glisein merupakan hasil pemisahan asam lemak. Gliserin terutama digunakan dalam industri kosmetika, antara lain sebagai bahan pelarut dan pengatur kekentalan shampoo, pomade, obat kumur dan pasta gigi. Selain itu, gliserin berfungsi sebagai hemaktan pada industri rokok, permen karet, minyak pelincir, cat, adesif, plester, dan sabun. (Fauzi, 2004)

2.6.Kandungan Minyak Kelapa Sawit

2.6.1. Kandungan Asam Lemak Minyak Sawit

Seperti jenis minyak yang lain, minyak sawit tersusun dari unsur-unsur C, H, dan O. Minyak sawit ini terdiri dari fraksi padat dan fraksi cair dengan perbandingan yang seimbang. Penyusun fraksi padat terdiri dari asam lemak jenuh, antara lain asam miristat (1%), asam palmitat (45%), dan asam stearat. Sedangkan fraksi cair tersusun dari asam lemak tidak jenuh yang terdiri dari asam oleat (39%) dan asam linoleat (11%). Komposisi tersebut ternyata agak berbeda jika dibandingkan dengan minyak inti sawit dan minyak kelapa. Secara lebih terperinci, komposisi asam lemak jenuh


(36)

dan asam lemak tidak jenuh yang terdapat dalam ketiga jenis minyak nabati tersebut, akan disajikan dalam tabel berikut.

TABEL KOMPOSISI BEBERAPA ASAM LEMAK DALAM TIGA JENIS MINYAK NABATI

Asam Lemak Jumlah

Atom C

Minyak Sawit (%)

Minyak Inti Sawit (%)

Minyak Kelapa (%) Asam lemak jenuh

Oktanoat 8 - 2 – 4 8

Dekanoat 10 - 3 – 7 7

Laurat 12 1 41 – 55 48

Miristat 14 1 – 2 14 – 19 17

Palmitat 16 32 – 47 6 – 10 9

stearat 18 4 – 10 1 – 4 2

Asam lemak tak jenuh

Oleat 18 38 – 50 10 – 20 6

Linoleat 18 5 – 14 1 – 5 3

linolenat 18 1 1 - 5 -

Perbedaan jenis asam lemak penyusunannya dan jumlah rantai asam lemak yang membentuk trigliserida dalam minyak sawit dan minyak inti sawit menyebabkan kedua jenis minyak tersebut mempunyai sifat yang berbeda dalam kepadatan. Minyak sawit dalam suhu kamar bersifat setengah padat, sedangkan pada suhu yang sama minyak inti sawit berbentuk cair.

Jika terjadi penguraian minyak sawit, misalnya dalam proses pengolahan, maka akan didapatkan berbagai jenis asam lemak seperti yang tertera di atas dan


(37)

bahan kimia gliserol yang jumlahnya sekitar 10% dari bahan baku minyak sawit yang dipergunakan. Masing-masing bahan kimia tersebut mempunyai ruang lingkup penggunaan yang tidak sama, sehingga dari bahan tersebut dapat dikembangkan lebih lanjut menjadi produk yang siap pakai atau bahan setengah jadi.

Dari beberapa studi menunjukkan minyak dengan kadar asam lemak tidak jenuh yang tinggi mampu menekan kolesterol dalam serum darah. Sebaliknya, kadar asam lemak jenuh yang tinggi pada suatu minyak akan meningkatkan kadar kolesterol dalam darah, meskipun minyak dalam tersebut kandungan kolesterolnya sangat rendah. Hal itulah rupanya yang menimbulkan isu negatif tentang penggunaan minyak kelapa sawit sebagai produk pangan. Memang, jenis minyak yang mengandung asam lemak jenuh dalam konsentrasi tinggi dapat menimbulkan gangguan kesehatan, terutama gejala penebalan pembuluh darah arteri dan pengentalan darah dalam pembuluh darah.

Walaupun kadar asam lemak jenuh dalam minyak sawit mencapai 50%, tetapi kenyataan menunjukkan bahwa minyak sawit merupakan minyak yang istimewa sebab penggunaannya tidak menimbulkan gangguan arteri. Dari hasil serangkaian percobaan membuktikan bahwa asam-asam lemak jenuh yang berantai panjang (mengandung atom C lebih dari 20), lebih besar kemungkinannya menyebabkan penggumpalan darah, dibandingkan yang berantai pendek.

2.6.2. Kandungan Minor Minyak Sawit

Kandungan minor dalam minyak sawit berjumlah kurang lebih 1%, antara lain terdiri dari karoten, tokoferol, sterol, alkohol, triterpen, fosfolipida. Dua unsur yang disebut pertama, yaitu karoten dan tokoferol mempunyai nilai lebih dibandingkan


(38)

unsur yang lain karena kedua unsur itu diketahui meningkatkan kemantapan minyak terhadap oksidasi. Dengan kata lain, keberadaan kedua unsur itu dalam suatu minyak menyebabkan minyak relatif tidak mudah tengik. Selain itu, karoten mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai bahan obat anti kanker. Sedangkan tokoferol dimanfaatkan sebagai sumber vitamin E. Berikut ini adalah tabel kandungan minor (komponen non-trigliserida) minyak sawit.

TABEL KANDUNGAN MINOR (KOMPONEN NON-TRIGLISERIDA) MINYAK SAWIT

Komponen Ppm Karoten 500 – 700 Tokoferol 400 – 600 Sterol Mendekati 300 Phospatida 500

Besi (Fe) 10 Tembaga (Cu) 0,5

Air 0,07 – 0,18 Kotoran – kotoran 0,01

2.7.Standar Mutu

Minyak sawit memegang peranan penting dalam perdagangan dunia. Oleh karena itu, syarat mutu harus menjadi perhatian utama dalam perdagangannya. Istilah mutu minyak sawit dapat dibedakan menjadi dua arti. Pertama, benar-benar murni dan tidak bercampur dengan minyak nabati lain. Mutu minyak sawit tersebut dapat ditentukan


(39)

dengan menilai sifat-sifat fisiknya, yaitu dengan mengukur nilai titik lebur, angka penyabunan dan bilangan iodium. Kedua, pengertian mutu sawit berdasarkan ukuran. Dalam hal ini syarat mutu diukur berdasarkan spesifikasi standar mutu internasional yang meliputi kadar ALB, air, kotoran, logam besi, logam tembaga, peroksida, dan ukuran pemucatan.

Kebutuhan mutu minyak sawit yang digunakan sebagai bahan baku industri pangan dan nonpangan masing-masing berbeda. Oleh karena itu keaslian, kemurnian, kesegaran, maupun aspek higienisnya harus lebih diperhatikan. Rendahnya mutu minyak sawit sangat ditentukan oleh banyak faktor. Faktor-faktor tersebut dapat langsung dari sifat pohon induknya, penanganan pascapanen, atau kesalahan selama proses dan pengangkutan. Selain itu, ada beberapa faktor yang secara langsung berkaitan dengan standar mutu minyak seperti tabel berikut.

TABEL STANDAR MUTU MINYAK SAWIT, MINYAK INTI SAWIT DAN INTI SAWIT

Karakteristik Minyak

sawit

Inti Sawit Minyak Inti Sawit

Keterangan

Asam Lemak Bebas 5% 3,5% 3.5% Maksimal Kadar Kotoran 0,5% 0,02% 0,02% Maksimal Kadar Zat Menguap 0,5% 7,5% 0,2% Maksimal Bilangan Peroksida 6 meq - 2,2 meq Maksimal Bilangan Iodin 44-58 mg/gr - 10,5 – 18,5

mg/gr

-


(40)

(Fe,Cu)

Lovibond 3 – 4 R - - -

Kadar Minyak - 47% - Minimal Kontaminasi - 6% - Maksimal Kadar Pecah - 15% - Maksimal

(Tim Penulis, 1997)

2.8.Kerusakan Lemak

Ketengikan (rancidity) merupakan kerusakan atau perubahan rasa dan flavour dalam lemak atau bahan pangan berlemak. Kerusakan atau ketengikan dalam lemak, dapat disebabkan oleh 4 faktor yaitu : 1) absorpsi bau oleh lemak, 2) aksi oleh enzim dalam jaringan bahan mengandunglemak, 3) aksi mikroba dan 4) oksidasi oleh oksigen udara, atau kombinasi dari dua atau lebih dari penyebab kerusakan tersebut di atas.

2.8.1. Absorpsi Bau (Odor) Oleh Lemak

Salah satu kesulitan dalam penanganan dan penyimpanan bahan pangan adalah usaha untuk mencegah pencemaran oleh bau yang berasal dari bahan pembungkus, cat, bahan bakar, atau pencemaran bau yang berasal dari bahan pangan lain yang disimpan dalam wadah yang sama, terutama terjadi pada bahan pangan berkadar lemak tinggi. Hal ini kemungkinan disebabkan karena lemak dapat mengabsorpsi zat menguap yang dihasilkan dari bahan lain. Sebagai contoh, pencemaran bau dalam lemak mentega, kuning telur dan lemak daging oleh bau buah-buahan yang disimpan dalam ruangan yang sama.

Absorpsi bau oleh mentega selama penyimpanan, terutama berasal dari bau bahan pengepak (packaging) yang terbuat dari kayu atau timber, yang mengandung


(41)

zat terpene menguap (volatile terpene), terutama jika peti-peti tersebut terbuat dari kayu yang kurang baik.

Untuk mengurangi pencemaran bau ini, biasanya peti kayu tersebut sebelum digunakan terlebih dahulu disemprot dengan casein-borax atau formaldehida. Berfungsi untuk melapisi permukaan peti sehingga tidak bersifat permiabel. Cara lain dapat dilakukan dengan melapisi peti menggunakan kertas permanen (parchment) yang dikombinasikan dengan kertas timah.

2.8.2. Kerusakan Oleh Enzim

Lemak hewani dan nabati yang masih berada dalam jaringan, biasanya mengandung enzim yang dapat menghidrolisa lemak. Semua enzim, yang termasuk lipase, mampu menghidrolisa lemak netral (trigliserida). Sehingga menghasilkan asam lemak bebas dan gliserol, namun enzim tersebut inaktif oleh panas.

Dalam organisme hidup, enzim pada umumnya berada dalam bentuk zimogen inaktif, sehingga lemak yang terdapat dalam jaringan lemak tetap bersifat netral dan masih utuh. Dalam organ tertentu, misalnya hati dan pankreas, kegiatan proses metabolisme cukup tinggi, sehingga menghasilkan sejumlah asam lemak bebas.

Jika organisme telah mati, koordinasi mekanisme sel-sel akan rusak. Enzim lipase mulai bekerja dan merusak molekul lemak. Kecepatan hidrolisa oleh enzim lipase yang terdapat dalam jaringan relatif lambat pada suhu rendah, sedangkan pada kondisi yang cocok, proses hidrolisa oleh enzim lipase akan lebih intensif daripada enzim lipolitik yang dihasilkan oleh bakteri.

Indikasi dari aktivitas enzim lipase dalam organ yang mati dapat diketahui dengan mengukur kenaikan bilangan asam. Sebagai contoh, lemak daging ayam yang


(42)

mengandung lipase menunjukkan kenaikan bilangan asam yang cepat, setelah hewan tersebut dipotong.

Minyak nabati hasil ekstraksi dari biji-bijian atau buah yang disimpan dalam jangka panjang dan terhindar dari proses oksidasi, ternyata mengandung bilangan asam yang tinggi. Hal ini terutama disebabkan akibat kontaminasi kerja enzim lipase dalam jaringan dan enzim yang dihasilkan oleh kontaminasi mikroba.

2.8.3. Oksidasi Lemak

Bentuk kerusakan, terutama ketengikan yang paling penting disebabkan oleh aksi oksigen udara terhadap lemak. Dekomposisi lemak oleh mikroba hanya dapat terjadi jika terdapat air, senyawa nitrogen, dan garam mineral, oksidasi oleh oksigen udara terjadi secara spontan jika bahan yang mengandung lemak dibiarkan kontak dengan udara. Kecepatan proses oksidasinya tergantung dari tipe lemak dan kondisi penyimpanan.

Oksidasi spontan ini tidak hanya terjadi pada bahan pangan berlemak, akan tetapi dapat terjadi pada persenyawaan lain yang memegang peranan penting dalam kegiatan biologis dan industri. Contoh-contoh persenyawaan selain lemak yang dapat dioksidasi, antara lain hidrokarbon, aldehida, eter, senyawa sulfidril, fenol, amine, dan senyawa sulfit.

2.9. Bilangan Peroksida

Bilangan peroksida adalah nilai terpenting untuk menentukan derajat kerusakan pada minyak atau lemak. Asam lemak tidak jenuh dapat mengikat oksigen pada ikatan


(43)

rangkapnya sehingga membentuk peroksida. Peroksida ini dapat ditentukan dengan metode iodometri.

Peroksida akan berkembang sampai batas tertentu selama penggunaan penyimpanan, dengan kuantitas tergantung pada waktu, suhu eksposur, dan terhadap cahaya dan udara. Selama oksidasi, nilai peroksida meningkat perlahan dalam suatu periode induksi, kemudian dengan cepat, mencapai puncaknya. Nilai peroksida yang tinggi menunjukkan oksidasi yang tinggi, tetapi nilai peroksida yang rendah bukan berarti bebas dari proses oksidasi. Pada suhu penggorengan, peroksida akan berkembang, namun mereka juga menguap dan meninggalkan sistem penggorengan pada suhu tinggi.

Seperti halnya reaksi hidrogenasi, reaksi oksidasi ini juga terjadi pada ikatan rangkap atau titik jenuh.

HHH sinar, panas HHH

R −− C == C −− C −− H + O2R−−C−−C−−C−−H

H waktu O−−OH Asam Lemak + Oksigen Peroksida

Cara yang sering digunakan untuk menentukan bilangan peroksida, berdasarkan pada reaksi antara alkali iodida dalam larutan asam dengan ikatan peroksida. Iod yang dibebaskan pada reaksi ini kemudian dititrasi dengan natrium thiosulfat. Penentuan peroksida ini kurang baik dengan cara iodometri biasa, meskipun peroksida bereaksi sempurna dengan alkali iod. Hal ini disebabkan karena


(44)

peroksida jenis lainnya hanya bereaksi sebagian. Di samping itu dapat terjadi kesalahan yang disebabkan oleh reaksi antara alkali iodida dengan oksigen dari udara.

2.9.1. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kecepatan Oksidasi

Beberapa faktor yang mempercepat proses oksidasi (akselerator) adalah sebagai berikut:

1. Pengaruh Suhu

Kecepatan oksidasi lemak yang dibiarkan (expose) di udara akan bertambah dengan kenaikan suhu dan akan berkurang dengan penurunan suhu. Kecepatan akumulasi peroksida selama proses aerasi minyak pada suhu 100-115oC adalah dua kali lebih besar dibandingkan pada suhu 10oC.

Untuk mengurangi kerusakan bahan pangan berlemak dan agar tahan dalam waktu lebih lama, dapat dilakukan dengan cara menyimpan lemak dalam ruang dingin.

2. Pengaruh Cahaya

Cahaya merupakan akselerator terhadap timbulnya ketengikan. Kombinasi dari oksigen dan cahaya dapat mempercepat proses oksidasi. Sebagai contoh, lemak yang disimpan tanpa udara (O2), tetapi dikenai cahaya sehingga menjadi tengik. Hal ini

karena dekomposisi peroksida yang secara alamiah telah terdapat dalam lemak. Cahaya berpengaruh sebagai akselerator pada oksidasi konstituen tidak jenuh dalam lemak.Radiasi ionisasi juga merupakan salah satu akselerator, sedangkan sinar ultra violet dan sinar-sinar gelombang pendek berfungsi sebagai fotolisis persenyawaan aldehida, sehingga menghasilkan radikal bebas.


(45)

3. Bahan Pengoksidasi

Bahan-bahan kimia yang dapat mempercepat oksidasi atau sebagai bahan pengoksidasi adalah peroksida, ozon, kalium permanganat, asam perasetat dan perbenzoat, logam dan enzim oksidasi. Hasil oksidasi berpengaruh dan dapat mempersingkat periode induktif dari lemak segar, serta dapat merusak zat inhibitor. Konstituen yang aktif dari hasil oksidasi lemak, berupa peroksida lemak atau penambahan peroksida selain yang dihasilkan dalam proses oksidasi lemak, misalnya hidrogen peroksida dan asam perasid dapat mempercepat terjadinya proses reaksi oksidasi tersebut.

2.9.2 Faktor - Faktor Yang Berpengaruh Pada Pemanasan

Perubahan kimia yang terjadi di dalam molekul minyak akibat pemanasan, tergantung dari beberapa faktor :

• Lamanya pemanasan

Pemanasan selama 10 – 12 jam pertama, bilangan iod akan berkurang dengan kecepatan konstan, sedangkan jumlah oksigen dalam lemak bertambah dan selanjutnya menurun setelah pemanasan 4 jam kedua. Kandungan persenyawaan karbonil bertambah dalam minyak selama proses pemanasan kemudian berkurang sesuai dengan berkurangnya jumlah oksigen.

• Suhu

Pengaruh suhu terhadap kerusakan minyak telah diselidiki dimana minyak yang dipanaskan pada suhu 160oC dan 200oC, menghasilkan bilangan peroksida lebih rendah dibandingkan dengan pemanasan 120oC. Hal


(46)

inimerupakan suatu indikasi bahwa persenyawaan peroksida bersifat tidak stabil terhadap panas.

• Akselerator oksidasi

Kecepatan aerasi juga memegang peranan penting dalam menentukan perubahan - perubahan selama oksidasi thermal, dimana bilangan iod semakin menurun dengan bertambahnya kecepatan aerasi. Senyawa karbonil dalam lemak – lemak yang telah dipanaskan dapat berfungsi sebagai pro oksidan atau akselerator pada proses oksidasi.

• Komposisi Campuran Asam Lemak dan Posisi Dari Asam Lemak Dalam Molekul Trigliserida

Asam lemak jenuh yang murni dan berbagai macam trigliserida sintesis, jika diserang oleh oksigen pada suhu tinggi mengakibatkan dehidrogenasi dan terbentuknya persenyawaan tidak jenuh. Serangan oksigen dalam suhu tinggi menghasilkan hidroperoksida dan hasil antara yang mengandung gugusan hidroksil, karbonil dan karboksil. Dalam molekul trigliserida yang mengandung asam oleat, serangan oksigen terjadi terhadap ikatan rangkap.

2.9.3. Dampak Oksidasi Terhadap Kualitas Minyak

Adapun dampak dari tingginya bilangan oksidasi (peroksida) yang dihasilkan adalah kerusakan pada kualitas minyak, yang mana pada bahan pangan berlemak ini akan menimbulkan bau dan rasa yang tidak enak (ketengikan), sehingga dapat menurunkan mutu dan nilai gizi minyak. Tipe penyebab ketengikan dalam lemak dibagi atas tiga golongan, yaitu :


(47)

1. Ketengikan Oleh Oksidasi ( rancidity)

Ketengikan ini terjadi pada proses oksidasi oleh oksigen udara terhadap asam lemak tak jenuh dalam lemak. Proses ini dapat terjadi pada suhu kamar, dan selama proses pengolahan menggunakan suhu tinggi. Hasil oksidasi ini tidak hanya mengakibatkan rasa dan bau yang tidak enak tetapi juga menurunkan nilai gizi, karena kerusakan vitamin (karoten dan tokoferol) dan asam lemak essensial dalam lemak.

Oksidasi terjadi pada ikatan tak jenuh dalam asam lemak. Pada suhu kamar sampai suhu 100oC, setiap 1 ikatan tak jenuh dapat mengabsorpi 2 atom oksigen, sehingga terbentuk persenyawaan peroksida yang bersifat labil.

−− CH = CH + O2−−− CH − CH −−− CH − CH −

O O−−O

O −− Peroksida labil

Peroksida ini dapat menguraikan radikal tidak jenuh yang masih utuh, sehingga terbentuk 2 molekul persenyawaan oksida dengan reaksi sebagai berikut :

−− CH − CH −− + −− CH −− CH −−−− CH − CH −−

O −− O O

Peroksida labil persenyawaan oksida

Proses pembentukan peroksida dipercepat oleh adanya cahaya, suasana asam, kelembapan udara dan katalis.


(48)

2. Ketengikan Oleh Enzim

Bahan pangan berlemak dengan kadar air dan kelembapan udara tertentu, merupakan medium yang baik bagi pertumbuhan jamur. Jamur tersebut mengeluarkan enzim, misalnya enzim lipo elastic, dapat menguraikan trigliserida menjadi asam lemak bebas dan gliserol. Enzim peroksida dapat mengoksidasi asam lemak tak jenuh sehingga terbentuk peroksida. Disamping itu, enzim peroksida dapat mengoksidasi asam lemak jenuh pada ikatan karbon atom beta, sehingga membentuk asam keton dan akhirnya metil keton, dengan reaksi sebagai berikut :

βα Enzim peroksida

−− CH2.CH2.COOH −− CO.CH2.COOH

(asam keton)

−− CO.CH3 (Metil keton)

3. Ketengikan Oleh Hidrolisa (Hidrolitic Rancidity)

Komponen zat berbau tengik dalam minyak selain dihasilkan dari proses oksidasi oleh enzimatis, juga disebabkan oleh hasil hidrolisa lemak yang mengandung asam lemak jenuh berantai pendek. Asam lemak tersebut mudah menguap dan berbau misalnya asam butirat, asam kaproat.

2.10. Dampak Peroksida Dalam Tubuh

Pada umumnya senyawa peroksida mengalami dekomposisi oleh panas, sehingga lemak yang telah dipanaskan hanya mengandung sejumlah kecil peroksida.


(49)

Dalam jangka waktu yang cukup lama peroksida dapat mengakibatkan destruksi beberapa macam vitamin dalam bahan pangan berlemak (misalnya vitamin A, C, D, E, K dan sejumlah kecil vitamin B).

Peroksida juga dapat mempercepat proses timbulnya bau tengik dan flavor yang tidak dikehendaki dalam bahan pangan. Jika jumlah peroksida dalam bahan pangan (lebih dari 100) akan bersifat sangat beracun dan tidak dapat dimakan, di samping bahan pangan tersebut mempunyai bau yang tidak enak.

Bergabungnya peroksida dalam sistem peredaran darah, mengakibatkan kebutuhan vitamin E yang lebih besar. Berdasarkan percobaan terhadap ayam, kekurangannya vitamin E dalam lemak mengakibatkan timbulnya gejala

encephalomalacia dan jika hidroperoksida diinjeksikan ke dalam aliran darah

menimbulkan gejala celebellar.

Peroksida akan membentuk persenyawaan lipoperoksida secara nonenzimatis dalam otot usus dan mitochondria. Lipoperoksida dalam aliran darah mengakibatkan denaturasi lipoprotein yang mempunyai kerapatan rendah. Lipoprotein dalam keadaan normal mempunyai fungsi aktif sebagai alat transportasi trigliserida; dan jika lipoprotein mengalami denaturasi, akan mengakibatkan dekomposisi lemak dalam pembuluh darah (aorta) menimbulkan gejala atherosclerosis.(Ketaren, 2008)


(50)

BAB III

BAHAN DAN METODE

3.1. Alat dan Bahan

3.1.1. Alat - Alat

- Erlenmeyer Flask 300 ml - Gas Nitrogen 99,999% - Neraca Analitik

- Pipet

- Pipet Volume - Botol Aquadest - Statif dan Klem - Buret 25 ml - Bola Karet - Pipa Kapiler - Termometer 100oC - Beaker Glass 500 ml - Hot Plate Stirer


(51)

- Magnetic Stirer - Refrigerator - Waterbath - Kertas Saring - Tabung Uji 3.1.2. Bahan – Bahan

- Asam lemak PSOFA

- Pelarut Asam Asetat : Kloroform (3:2) - Larutan KI Jenuh

- Larutan Standar Na2S2O3 0,1 N

- Indikator Amilum 1% - Aquadest

3.2. Proses Analisa

• Pembuatan Larutan Standar Na2S2O3 0,1N

− Ditimbang 1,24 gr kristal Na2S2O3.5H2O, dimasukkan ke dalam beaker

glass 100 ml lalu dilarutkan dengan aquadest.

− Diencerkan dengan labu takar 1000 ml sampai garis tanda, lalu dihomogenkan dengan magnetic stirer.


(52)

− Ditimbang 0,016 gr kristal K2Cr2O7 dalam beaker glass 50 ml dan

dilarutkan dengan aquadest

− Kemudian dimasukkan ke dalam labu takar 250 ml dan diencerkan dengan aquadest sampai garis tanda.

− Dihomogenkan dengan stirer

− Dipipet 25 ml dari larutan tersebut dan dimasukkan dalam erlenmeyer bertutup 250 ml

− Ditambahkan 5 ml HCl pekat, 20 ml KI 15%, homogenkan

− Didiamkan selama 5 menit dan kemudian tambahkan 100 ml aquadest

− Dititrasi dengan larutan standar Na2S2O3 0,1N hingga terjadi perubahan

warna dari ungu menjadi hijau

− Tambahkan 1 ml indikator amilum 1% (larutan berwarna biru tua)

− Dititrasi kembali hingga warna biru tepat hilang

− Dicatat volume larutan Na2S2O3 0,1N yang terpakai

Perhitungan :

N. Na-thiosulfat = 20,394 x gr K2Cr2O7

V. Na-thiosulfat N. Na-thiosulfat = 20,394 x 0,016

32,96 ml N. Na-thiosulfat = 0,0099 N


(53)

• Pembuatan Larutan KI 15%

− Ditimbang 15 gram kristal KI, kemudian dimasukkan ke dalam beaker glass 50 ml ( dengan menggunakan spatula)

− Dilarutkan dengan menggunakan aquadest

− Dipindahkan ke dalam labu takar 100 ml, kemudian diencerkan dengan menggunakan aquadest sampai garis tanda.

− Dihomogenkan dengan magnetic stirer.

− Dimasukkan ke dalam botol gelap dan diberi label

• Pembuatan Indikator Amilum 1%

− Timbang 1 gram amilum, larutkan terlebih dahulu dengan aquadest dingin dan tambahkan 1,25 gram asam salisilat.

− Diencerkan dengan aquadest mendidih hingga tepat 1 liter, biarkan dingan

− Tempatkan dalam botol dan diberi label

• Pembuatan KI Jenuh

− Tambahkan kristal KI ke dalam beaker glass yang berisi aquadest

− Diaduk hingga kristal KI tidak dapat larut lagi

− Perlakuan dilakukan pada saat analisa

• Pembuatan Larutan Asam Asetat : Kloroform (3:2)

− Campurkan asam asetat glasial dan kloroform dengan perbandingan volume (3:2)


(54)

3.3.Prosedur Analisa

Penentuan Bilangan Peroksida

− Timbang sampel asam lemak 10 +

− Tambahkan 30 ml pelarut asam asetat glasial : kloroform(3:2), aduk hingga sampel larut

0,05 gr dan dimasukkan ke dalam erlenmeyer flask 300 ml

− Alirkan gas Nitrogen pada erlenmeyer selama 2 menit untuk mengubah udara pada erlenmeyer

− Tambahkan 1 ml larutan KI jenuh, tutup dan kocok selama 1 menit. Kemudian didiamkan selama 5 menit dalam ruangan gelap.

− Tambahkan 30 ml aquadest, kocok kembali selama 1 menit

− Ditambahkan 3 tetes indikator amilum 1%

− Dititrasi dengan Na2S2O3 0,1N hingga warna biru tepat hilang.

− Catat volume Na2S2O3 0,1N yang terpakai.

Perhitungan :

POV (g O2 / 100 gr) = V x N x 1000

gr sampel

Dimana : V = ml titrasi Na2S2O3

N = Normalitas Na2S2O3


(55)

Penentuan Titik Lebur

− Cairkan sampel diatas waterbath kemudian saring dengan kertas saring untuk memisahkan kotoran-kotoran dan selanjutnya hilangkan kandungan airnya

− Celupkan pipa kapiler yang bersih sebanyak 3 buah ke dalam sampel yang telah mencair tersebut dengan tinggi sampel kira-kira 10 mm dari pipa

− Dinginkan sampel secara bersamaan dengan memegang ujung pipa yang mengandung sampel tersebut

− Letakkan pipa pada tempatnya dan masukkan ke dalam refrigerator pada suhu 0oC selama 1 jam

− Setelah 1 jam, pipa tersebut dikeluarkan dari refrtigerator dan ketiga pipa kapiler diikat dengan karet ke termometer skala, hingga ujung bawah pipa kapiler sejajar dengan air raksa pada bagian bawah termometer serta pipa kapiler sejajar dengan termometer

− Termometer tersebut diletakkan ke dalam tabung uji dimana atur jarak antara ujung termometer dengan bagian bawah tabung kira-kira 25 mm

− Tabung uji tersebut dimasukkan ke dalam beaker glass yang telah berisi aquadest dan magnetic stirer

− Dipanaskan beaker glass sambil di stirer hingga asam lemak yang terdapat pada pipa kapiler bergerak naik ke atas

− Amati suhu pada masing-masing pipa kapiler ketika asam lemak bergerak naik ke atas yang pertama kali


(56)

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1.Hasil

Hasil yang diperoleh adalah sebagai berikut: A. Bilangan Peroksida

Data hasil penentuan bilangan peroksida dari produk PSOFA yakni :

No Sampel

Berat Sampel (gr)

Vol. Titran

(ml)

Bilangan peroksida (meq)

N. Na2S2O3

1

PSOFA

10.12 0.10 0.98

0.1 N 2 10.07 0.10 0.99

3 10.04 0.10 0.99 4 10.05 0.09 0.89 5 10.07 0.09 0.89 6 10.04 0.09 0.89 7 10.05 0.09 0.89 8 10.11 0.07 0.69 9 10.08 0.06 0.59 10 10.03 0.08 0.79


(57)

B. Melting Point

Data hasil penentuan melting point dari produk PSOFA ialah : No Sampel Pipa

Kapiler I (oC)

Pipa Kapiler II

(oC)

Pipa Kapiler III

(oC)

Melting Point ( x oC) 1

PSOFA

51.6 51.8 51.7 51.7 2 51.6 51.6 51.9 51.7 3 51.7 51.6 51.8 51.7 4 51.6 51.9 51.6 51.7 5 51.6 51.8 51.4 51.6 6 51.6 51.6 51.9 51.7 7 51.8 51.6 51.7 51.7 8 51.7 51.8 51.9 51.8 9 51.7 51.8 51.9 51.8 10 51.6 51.9 51.9 51.8

4.1.1. Perhitungan Bilangan Peroksida :

POV (g O2 / 100 gr) = V x N x 1000


(58)

Contoh perhitungan :

POV (g O2 / 100 gr) = 0,10 x 0,1 x 1000

10,12 = 0,98 meq

4.2. Pembahasan

PSOFA merupakan salah satu produk dari PT.SOCIMAS Medan. Produk ini berbahan baku RBDPS.Bahan baku ini kemudian dimasukkan ke dalam section 100 (#100) yang dinamakan proses Splitting. Dalam proses ini terjadi reaksi hidrolisa dengan penambahan air sehingga menghasilkan asam lemak. Produk ini merupakan produk setengah jadi.

PSOFA ini memiliki beberapa standar mutu sebelum akhirnya dijual kepada konsumen. Salah satunya adalah bilangan peroksida dan melting point. Bilangan peroksida ini sangat penting karena dari indikator ini kita dapat mengetahui kualitas dari produk tersebut. Dimana apabila angkanya semakin tinggi, maka kerusakan minyak ini juga semakin tinggi. Selain kerusakan minyak, peroksida tersebut juga tidak diinginkan karena sifatnya yang radikal bebas. Dalam hal ini, produk PSOFA ini biasanya diolah kembali oleh pabrik pembeli menjadi produk-produk perawatan tubuh atau kulit. Apabila bilangan peroksidanya tinggi, maka produk yang dihasilkan dapat membahayakan penggunanya karena sifat peroksida yang radikal bebas dapat merusak permukaan kulit sehingga menjadi salah satu pemicu karsinogenik (penyebab kanker).


(59)

Oleh karena itu, penyebab terjadinya peroksida harus diminimalkan dalam memproduksi produk tersebut.

Peroksida yang dapat mempercepat proses timbulnya bau tengik dan flavor yang tidak dikehendaki dalam bahan pangan. Jika jumlah peroksida dalam bahan pangan (lebih besar dari 100) akan bersifat sangat beracun dan tidak dapat dimakan, disamping bahan pangan tersebut mempunyai bau yang tidak enak.

Bergabungnya peroksida dalam sistem peredaran darah, mengakibatkan kebutuhan vitamin E yang lebih besar. Dimana kekurangan vitamin E dalam lemak mengakibatkan timbulnya gejala encephalomalacia dan jika hidroperoksida diinjeksikan ke dalam aliran darah menimbulakn gejala celebellar. Oleh karena itu, analisa bilangan peroksida ini diperlukan ketelitian yang sangat tinggi dalam proses pengerjaannya.(Ketaren, 2008)

Berdasarkan standar mutu yang ditetapkan di PT. SOCIMAS Medan, bilangan peroksida dari produk PSOFA ialah 5.0 meq. Dari data di atas, dapat diketahui bahwa produk yang dihasilkan oleh pabrik tersebut masih memenuhi standar yang ditetapkan. Selain bilangan peroksida, produk ini juga diukur titik leburnya yakni suhu dimana suatu senyawa yang berbentuk padatan mengalami pelelehan atau perubahan wujud dari padat menjadi cair. Titik lebur tersebut dapat mengindikasikan kemurnian akan suatu produk yang dihasilkan. Apabila titik leburnya, diatas atau dibawah standar yang ditetapkan, maka produk tersebut memiliki banyak kandungan zat pengotor atau kontaminasi senyawa lain yang bukan PSOFA. Oleh karena itu, perlu dilakukan analisa titik lebur untuk mengetahui kemurnian produknya. Ini karena bahkan dalam jumlah kecil adanya kotoran akan mengubah titik lebur, atau setidaknya jelas


(60)

memperbesar jangkauan lelehnya. Tes ini masih merupakan teknik yang penting untuk mengukur kemurnian senyawa organik dan farmasi. Penentuan titik lebur adalah salah satu tertua dan metode uji untuk zat organik.Cara penetapannya yaitu dengan mempergunakan tabung kapiler yang diisi dengan minyak. Kemudian dimasukkan ke dalam lemari es selama satu malam, sehingga minyak akan membeku atau menjadi padat. Setelah selama satu malam di dalam lemari es, tabung kapiler tadi diikat bersama-sama dengan termometer yang dilakukan di dalam lemari es, selanjutnya dicelupkan ke dalam gelas piala yang berisi air, temperatur akan naik dengan lambat. Temperatur pada saat permukaan dari minyak atau lemak dalam tabung kapiler mulai naik, disebut titik lebur. Suatu zat murni biasanya memiliki rentang titik lebur tidak lebih besar dari 1-1,5oC. (Ketaren, 2008).

Meskipun banyak zat mencair bersih dan dapat dicairkan, mengkristal, dan melebur berulang kali tanpa dekomposisi kimia, senyawa kimia lain terurai sebelum mereka meleleh, membentuk zat dengan berat molekul lebih rendah. Temperatur dekomposisi sama gunanya sebagai titik lebur dalam karakteristik fisik suatu zat. Dekomposisi biasanya ditandai dengan perubahan warna, misalnya, zat putih selalu mulai berubah menjadi cokelat dekat pada suhu dekomposisi. Suhu di mana perubahan warna pertama diamati merupakan sinyal bahwa bahan tersebut mendekati suhu dekomposisinya. Pada suhu agak lebih tinggi, cairan mungkin akan terbentuk. Pada suhu ini atau pada suhu bahkan agak lebih tinggi, gelembung gas dapat dilihat jika produk dekomposisi gas terbentuk. Semua bantuan suhu dalam menggambarkan suatu zat, sehingga semua harus dicatat dan dilaporkan.Selama proses peleburan, semua energi ditambahuntuk zat dikonsumsi sebagai panas fusi, dan suhu tetapkonstan.Secara teori, titik lebur padatan harus sama dengan titik beku cairan.


(61)

Dalam prakteknya, perbedaan kecil antara jumlah ini dapat diamati.Untuk memanaskan padatan di atas titik lebur panas yang memasuki padatan pada titik lebur digunakan untuk mengubah zat padat menjadi cairan. Hal ini dimungkinkan, namun, untuk mendinginkan beberapa cairan pada suhu di bawah titik beku maka tak akan membentuk sebuah padatan. Bila ini dilakukan, cairan ini dikatakan atau mengalami kondisi yang sangat dingin. Pada tabel berikut ini dimuat titik cair dari beberapa asam lemak.

TABEL TITIK CAIR BEBERAPA ASAM LEMAK

Jenis Asam Titik Cair (oC) Asetat -16,6

n-Butirat -7,6 Isovalerat -37,6 n-Kaproat -1,5 n-Kaprilat 1,6 Kaprat 31,5

Laurat 44

Miristat 58 Palmitat 64 Stearat 69,4 Arachidat 76,3

Oleat 14

Behenat 80,7 Lignoserat 81


(62)

Erukat 31-32

Di samping itu, dengan mengetahui titik leburnya dapat dilakukan pencegahan terjadinya pembekuan terhadap produk PSOFA tersebut. Dimana produk harus dijaga agar tetap cair hingga sampai ke tangan industri pembeli produk tersebut. Apabila memadat, maka akan memperlambat proses pemindahan dari kapal ke kontainer pembeli karena perlu dilakukan pemanasan agar produknya mencair.

Berdasarkan standar mutu yang ditetapkan di PT. SOCIMAS Medan, titik lebur dari PSOFA ialah 47oC – 57oC. Dari data yang diperoleh, dapat diketahui bahwa PSOFA tersebut masih memenuhi standar yang ditetapkan.


(63)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

• Diperoleh hasil Bilangan Peroksida dari PSOFA ialah0,59 – 0,99 meq. Dimana hasil ini masih sesuai dengan standar yang ditetapkan yakni maksimum 5 meq.

• Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan oksidasi ialah pengaruh suhu, cahaya, dan bahan pengoksidasi.

• Diperoleh hasil titik lebur dari PSOFA ialah 51,6o – 51,8oC. Dimana hasil ini masih sesuai dengan standar yang ditetapkan yakni antara 47-57oC.

5.2. Saran

• Pada saat analisa bilangan peroksida diharapkan kontak erlenmeyer dengan udara bebas diminimalkan karena oksigen di udara bebas dapat mempengaruhi hasil.

• Pada penentuan titik lebur, disarankan agar lebih teliti dalam melihat pergerakan asam lemak yang pertama kali sehingga data yang dihasilkan lebih akurat.


(64)

DAFTAR PUSTAKA

Fauzi, Y. 2004. Kelapa Sawit : Budidaya, Pemanfaatan Hasil dan Limbah, Analisis

Usaha dan Pemasaran. Jakarta : Penerbit Swadaya

Holum, J. 1990. Fundamental of General, Organic, and Biological Chemistry. New York : John Wiley & Sons

http://chemed.chem.purdue.edu/genchem/topicreview/bp/ch14/melting.php http://www.thinksrs.com/downloads/PDFs/ApplicationNotes/MPProcedure.pdf http://www.wpi.edu/Academics/Depts/Chemistry/Courses/General/meltingpoint.html Ketaren, S. 2008. Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta : Penerbit UI Press

Lawson, H. 1985. Standards For Fats & Oils. Connecticut : Avi Publishing Company Poedjiadi, A. 1994. Dasar – Dasar Biokimia. Jakarta : UI Press

Tambun, R. 2006. Buku Ajar Teknologi Oleokimia. Medan : USU

Tim Penulis PS. 1997. Kelapa Sawit Usaha Budidaya Pemanfaatan Hasil dan Aspek


(65)

SPESIFIKASI PSOFA

Keterangan: BA : Bilangan Asam BP : Bilangan Penyabunan BI : Bilangan Iodin TL : Titik Lebur

BPO : Bilangan Peroksida

No

PARAMETER BA BP Hidrolisa

(%) BI TL

Warna (Gardner)

Kelembapan

(%) BPO

Ko C12 C14 C1

190.0-216.0

198.0-218.0 97.0% min

32.0-48.0 47-57 5 max 1 max

5

max 0.2 1.4

1 202.6 206.5 98.10 35.8 51.7 4- 0.6 1.0 0.2 1.2 59. 2 202.9 206.8 98.10 34.8 51.7 4 0.7 1.0 0.2 1.2 59. 3 202.9 206.9 98.10 34.7 51.7 4 0.7 1.0 0.2 1.2 59. 4 202.8 206.8 98.10 35.0 51.7 4 0.7 0.9 0.2 1.2 59. 5 202.8 206.9 98.01 34.9 51.7 4 0.7 0.9 0.2 1.2 58. 6 202.5 206.6 98.02 34.9 51.7 4 0.8 0.9 0.2 1.2 59. 7 202.8 206.6 98.16 34.7 51.7 3+ 0.9 0.9 0.2 1.1 58. 8 202.6 206.7 98.02 34.7 51.8 4+ 0.9 0.7 0.2 1.2 59. 9 202.4 206.5 98.02 35.0 51.8 4 1.0 0.6 0.3 1.3 59. 10 202.3 206.4 98.00 35.1 51.8 4+ 0.9 0.8 0.2 1.2 59.


(1)

memperbesar jangkauan lelehnya. Tes ini masih merupakan teknik yang penting untuk mengukur kemurnian senyawa organik dan farmasi. Penentuan titik lebur adalah salah satu tertua dan metode uji untuk zat organik.Cara penetapannya yaitu dengan mempergunakan tabung kapiler yang diisi dengan minyak. Kemudian dimasukkan ke dalam lemari es selama satu malam, sehingga minyak akan membeku atau menjadi padat. Setelah selama satu malam di dalam lemari es, tabung kapiler tadi diikat bersama-sama dengan termometer yang dilakukan di dalam lemari es, selanjutnya dicelupkan ke dalam gelas piala yang berisi air, temperatur akan naik dengan lambat. Temperatur pada saat permukaan dari minyak atau lemak dalam tabung kapiler mulai naik, disebut titik lebur. Suatu zat murni biasanya memiliki rentang titik lebur tidak lebih besar dari 1-1,5oC. (Ketaren, 2008).

Meskipun banyak zat mencair bersih dan dapat dicairkan, mengkristal, dan melebur berulang kali tanpa dekomposisi kimia, senyawa kimia lain terurai sebelum mereka meleleh, membentuk zat dengan berat molekul lebih rendah. Temperatur dekomposisi sama gunanya sebagai titik lebur dalam karakteristik fisik suatu zat. Dekomposisi biasanya ditandai dengan perubahan warna, misalnya, zat putih selalu mulai berubah menjadi cokelat dekat pada suhu dekomposisi. Suhu di mana perubahan warna pertama diamati merupakan sinyal bahwa bahan tersebut mendekati suhu dekomposisinya. Pada suhu agak lebih tinggi, cairan mungkin akan terbentuk. Pada suhu ini atau pada suhu bahkan agak lebih tinggi, gelembung gas dapat dilihat jika produk dekomposisi gas terbentuk. Semua bantuan suhu dalam menggambarkan suatu zat, sehingga semua harus dicatat dan dilaporkan.Selama proses peleburan, semua energi ditambahuntuk zat dikonsumsi sebagai panas fusi, dan suhu tetapkonstan.Secara teori, titik lebur padatan harus sama dengan titik beku cairan.


(2)

Dalam prakteknya, perbedaan kecil antara jumlah ini dapat diamati.Untuk memanaskan padatan di atas titik lebur panas yang memasuki padatan pada titik lebur digunakan untuk mengubah zat padat menjadi cairan. Hal ini dimungkinkan, namun, untuk mendinginkan beberapa cairan pada suhu di bawah titik beku maka tak akan membentuk sebuah padatan. Bila ini dilakukan, cairan ini dikatakan atau mengalami kondisi yang sangat dingin. Pada tabel berikut ini dimuat titik cair dari beberapa asam lemak.

TABEL TITIK CAIR BEBERAPA ASAM LEMAK

Jenis Asam Titik Cair (oC)

Asetat -16,6

n-Butirat -7,6

Isovalerat -37,6

n-Kaproat -1,5

n-Kaprilat 1,6

Kaprat 31,5

Laurat 44

Miristat 58


(3)

Erukat 31-32

Di samping itu, dengan mengetahui titik leburnya dapat dilakukan pencegahan terjadinya pembekuan terhadap produk PSOFA tersebut. Dimana produk harus dijaga agar tetap cair hingga sampai ke tangan industri pembeli produk tersebut. Apabila memadat, maka akan memperlambat proses pemindahan dari kapal ke kontainer pembeli karena perlu dilakukan pemanasan agar produknya mencair.

Berdasarkan standar mutu yang ditetapkan di PT. SOCIMAS Medan, titik lebur dari PSOFA ialah 47oC – 57oC. Dari data yang diperoleh, dapat diketahui bahwa PSOFA tersebut masih memenuhi standar yang ditetapkan.


(4)

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1. Kesimpulan

• Diperoleh hasil Bilangan Peroksida dari PSOFA ialah0,59 – 0,99 meq. Dimana hasil ini masih sesuai dengan standar yang ditetapkan yakni maksimum 5 meq.

• Faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan oksidasi ialah pengaruh suhu, cahaya, dan bahan pengoksidasi.

• Diperoleh hasil titik lebur dari PSOFA ialah 51,6o – 51,8oC. Dimana hasil ini masih sesuai dengan standar yang ditetapkan yakni antara 47-57oC.

5.2. Saran

• Pada saat analisa bilangan peroksida diharapkan kontak erlenmeyer dengan udara bebas diminimalkan karena oksigen di udara bebas dapat mempengaruhi hasil.


(5)

DAFTAR PUSTAKA

Fauzi, Y. 2004. Kelapa Sawit : Budidaya, Pemanfaatan Hasil dan Limbah, Analisis Usaha dan Pemasaran. Jakarta : Penerbit Swadaya

Holum, J. 1990. Fundamental of General, Organic, and Biological Chemistry. New York : John Wiley & Sons

http://chemed.chem.purdue.edu/genchem/topicreview/bp/ch14/melting.php

http://www.thinksrs.com/downloads/PDFs/ApplicationNotes/MPProcedure.pdf

http://www.wpi.edu/Academics/Depts/Chemistry/Courses/General/meltingpoint.html

Ketaren, S. 2008. Minyak dan Lemak Pangan. Jakarta : Penerbit UI Press

Lawson, H. 1985. Standards For Fats & Oils. Connecticut : Avi Publishing Company

Poedjiadi, A. 1994. Dasar – Dasar Biokimia. Jakarta : UI Press

Tambun, R. 2006. Buku Ajar Teknologi Oleokimia. Medan : USU

Tim Penulis PS. 1997. Kelapa Sawit Usaha Budidaya Pemanfaatan Hasil dan Aspek Pemasaran. Jakarta : Penerbit Swadaya


(6)

SPESIFIKASI PSOFA

Keterangan: BA : Bilangan Asam BP : Bilangan Penyabunan BI : Bilangan Iodin TL : Titik Lebur

BPO : Bilangan Peroksida

No

PARAMETER

BA BP Hidrolisa

(%) BI TL

Warna (Gardner)

Kelembapan

(%) BPO

Ko

C12 C14 C1

190.0-216.0

198.0-218.0 97.0% min

32.0-48.0 47-57 5 max 1 max

5

max 0.2 1.4

1 202.6 206.5 98.10 35.8 51.7 4- 0.6 1.0 0.2 1.2 59.

2 202.9 206.8 98.10 34.8 51.7 4 0.7 1.0 0.2 1.2 59.

3 202.9 206.9 98.10 34.7 51.7 4 0.7 1.0 0.2 1.2 59.

4 202.8 206.8 98.10 35.0 51.7 4 0.7 0.9 0.2 1.2 59.

5 202.8 206.9 98.01 34.9 51.7 4 0.7 0.9 0.2 1.2 58.

6 202.5 206.6 98.02 34.9 51.7 4 0.8 0.9 0.2 1.2 59.

7 202.8 206.6 98.16 34.7 51.7 3+ 0.9 0.9 0.2 1.1 58.

8 202.6 206.7 98.02 34.7 51.8 4+ 0.9 0.7 0.2 1.2 59.

9 202.4 206.5 98.02 35.0 51.8 4 1.0 0.6 0.3 1.3 59.