Studi Peningkatan Kualitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Habitat Penyu Melalui Pendekatan Skema Pembayaran Jasa Ekosistem (Studi Kasus Taman Pesisir Pantai Penyu Pangumbahan, Kabupaten Sukabumi)

STUDI PENINGKATAN KUALITAS PENGELOLAAN KAWASAN
KONSERVASI HABITAT PENYU MELALUI PENDEKATAN
SKEMA PEMBAYARAN JASA EKOSISTEM
(Studi Kasus Taman Pesisir Pantai Penyu Pangumbahan, Kabupaten Sukabumi)

LENY DWIHASTUTY

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul STUDI PENINGKATAN
KUALITAS PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI HABITAT PENYU
MELALUI PENDEKATAN SKEMA PEMBAYARAN JASA EKOSISTEM
(Studi Kasus: Taman Pesisir Pantai Penyu Pangumbahan, Kabupaten Sukabumi),
adalah benar merupakan hasil karya saya sendiri dan belum pernah diajukan
dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari

penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka
di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2016

Leny Dwihastuty
NIM C252130011

1

*

Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerjasama dengan pihak luar IPB
harus didasarkan pada perjanjian kerjasama yang terkait.

RINGKASAN
LENY DWIHASTUTY. Studi Peningkatan Kualitas Pengelolaan Kawasan
Konservasi Habitat Penyu Melalui Pendekatan Skema Pembayaran Jasa
Ekosistem (Studi Kasus : Taman Pesisir Pantai Penyu Pangumbahan, Kabupaten

Sukabumi). Dibimbing oleh LUKY ADRIANTO dan FREDINAN YULIANDA.
Salah satu fungsi penting Kawasan Konservasi Taman Pesisir Pantai Penyu
Pangumbahan, Sukabumi (KKTP4S) adalah sebagai penyedia jasa bagi
pendaratan penyu hijau (Chelonia mydas) yang merupakan daya tarik khusus bagi
kegiatan wisata di kawasan ini. Namun saat ini populasi penyu Indonesia
mengalami penurunan yang cukup mengkhawatirkan yakni sebesar 60% sejak
tahun 1989 (WWF Indonesia, 2005). Penurunan populasi penyu telah
menimbulkan perhatian di seluruh dunia selama dekade terakhir. Perubahan
kondisi habitat peneluran dan perilaku manusia (anthropogenik) merupakan faktor
utama penyebab penurunan populasi tersebut.
Beberapa cara telah dilakukan
untuk mengatasi kondisi ini diantaranya diperkuatnya peraturan baik di tingkat
pusat maupun daerah, pembentukan UPTD konservasi, pelibatan masyarakat
melalui pembentukan kelompok masyarakat pengawas (POKMASWAS), namun
belum memberikan hasil yang cukup berarti. Kurangnya SDM pengelola, fasilitas
penangkaran serta besarnya biaya operasional pengelolaan menjadi masalah
tersendiri, sehingga diperlukan adanya pengelolaan yang baik dan tepat guna
menjaga kelestarian dan berjalannya fungsi dari sumberdaya tersebut sehingga
mendukung kesejahteraan masyarakat dan pengelolaan kawasan yang
berkelanjutan. Salah satu metode konservasi baru yang diusulkan dengan melalui

pendekatan Pembayaran Jasa Ekosistem (PES). PES dianggap sebagai sebuah
pendekatan inovatif yang mencoba meraih dua tujuan yaitu konservasi
sumberdaya alam dan penanggulangan kemiskinan.
Penelitian ini dilaksanakan pada tanggal 20 Oktober sampai 20 Desember
2014. Tujuan penelitian ini dilakukan adalah: 1) Mengidentifikasi dan memetakan
jasa ekosistem yang dihasilkan oleh Kawasan Taman Pesisir Pantai Penyu
Pangumbahan, Kabupaten Sukabumi, 2) Mengestimasi nilai jasa ekosistem di
Kawasan Konservasi Taman Pesisir Pantai Penyu Pangumbahan dan 3) Menyusun
disain Pembayaran Jasa Ekosistem untuk peningkatan kualitas pengelolaan
kawasan konservasi perairan di Kabupaten Sukabumi.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa berdasarkan analisis status
ketersediaan jasa ekosistem (natural capital asset) diperoleh hasil bahwa
KKTP4S masih menunjang sebagai habitat penyu serta masih tetap dapat
menyediakan barang dan jasa (goods and service) untuk mendukung kehidupan
manusia.
Hasil analisis WTP diperoleh nilai surplus konsumen atau nilai WTP
wisatawan nusantara sebesar Rp 7.972.988 per individu per tahun. Dan nilai
WTP wisatawan mancanegara sebesar Rp 14.583.333 sehingga diperoleh nilai
manfaat KKTP4S sebesar Rp. 558.607.297.820/tahun. Nilai WTP ini dipengaruhi
oleh tingkat pengetahuan yang tinggi. Perhitungan nilai rata-rata WTP responden

wisatawan nusantara untuk pelepasan tukik adalah sebesar Rp 17.463/orang,
terhadap melihat penyu bertelur Rp. 47.537/orang. Sedangkan nilai WTP
responden wisatawan asing untuk pelepasan tukik sebesar Rp 27.000/orang,

melihat penyu bertelur sebesar Rp. 205.000/orang. Nilai rata-rata WTP responden
wisatawan tersebut dapat digunakan sebagai acuan atau bahan pertimbangan
dalam penetapan tarif masuk yang baru di KKTP4S. Hasil analisis prediksi
diperoleh bahwa biaya transaksi yang dikeluarkan oleh pemerintah setiap
tahunnya sekitar Rp 2.188.450.000. Jika dibandingkan dengan nilai WTP
potensialnya diperoleh hasil WTP potensial lebih besar dibandingkan biaya
transaksional yang dikeluarkan. Hal ini mengindikasikan bahwa pembayaran jasa
ekosistem dapat sebagai alternatif untuk memperoleh pendanaan bagi pengelolaan
KKTP4S dan sekaligus diharapkan dapat mempertahankan kelestarian lingkungan
yang ada.
Kebijakan utama yang diperlukan dalam implementasi pembayaran jasa
ekosistem di KKTP4S adalah menentukan pelaku utama yaitu pihak penyedia dan
pemanfaat jasa ekosistem.
Penentuan pelaku utama ini bertujuan untuk
mengetahui stakeholder yang memanfaatkan jasa jasa yang dihasilkan dari
KKTP4S, membangun keterkaitan ekosistem dengan pelaku utama bertujuan

untuk membentuk kesadaran para pelaku utama akan pentingnya KKTP4S untuk
terus menyediakan jasa, menentukan karakter dari struktur dan fungsi ekosistem,
bertujuan untuk mengetahui pola karakteristik lingkungan agar dalam melakukan
upaya konservasi dapat berjalan baik, menentukan nilai pembayaran jasa melalui
teknik valuasi ekonomi. Tujuan dilakukannya penilaian ini adalah untuk
mengetahui seberapa besar dana yang dapat dikumpulkan untuk membiayai
kegiatan konservasi. Penilaian ini dilakukan melalui teknik valuasi yaitu
kemampuan membayar (Willingness to Pay) serta menetapkan mekanisme
lembaga pengelola yang bertujuan agar pelaksanaan PES ini memiliki kekuatan
hukum. Pembentukan dasar hukum ini berupa undang undang maupun peraturan
daerah, membangun perekonomian daerah untuk meningkatkan perilaku
masyarakat dalam ikut menjaga KKTP4S, melakukan pemantauan dan monitoring
terhadap mekanisme PES. Kebijakan ini penting untuk dilaksanakan dengan
tujuan melakukan pemantauan semua kegiatan pelaksanaan PES yang sesuai
dengan rencana dan tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya dan melakukan
analisis keberhasilan pelaksanaan PES yang bertujuan untuk mengetahui seberapa
efektif pelaksanaan PES terhadap kelestarian KKTP4S.
Berdasarkan hasil analisis SMART didapatkan bahwa Pembayaran Jasa
Ekosistem dengan menggunakan mekanisme Badan Layanan Umum Daerah
(BLUD) adalah yang memungkinkan saat ini. Pola ini cukup efisien, hal ini

disebabkan melalui penerapan pola BLUD ini diharapkan melalui pengawasan
oleh dewan pengawas BLUD berdasarkan peraturan menteri keuangan nomor
109/pmk.05/2007 tentang dewan pengawas badan layanan umum dana
pengelolaan sebagai pendapatan yang benar benar dapat dipergunakan sebagai
dana untuk pelestarian, pemeliharaan, kebersihan lingkungan dan pemberdayaan
ekonomi masyarakat khususnya disekitar lokasi obyek jasa ekosistem disekitar
KKTP4S.
Kata Kunci :

Pembayaran, Jasa Ekosistem, Pendanaan Konservasi, Taman
Pesisir Pantai Penyu Pangumbahan, Sukabumi

SUMMARY
LENY DWIHASTUTY. Improving The Management of Marine Turtle Habitat
Conservation Area Through Payment for Ecosystem Services Scheme (Case :
Turtle Conservation Coastal Park In Pangumbahan, Sukabumi). Guided by
LUKY ADRIANTO and FREDINAN YULIANDA.
Pangumbahan Turtle Conservation Coastal Park (KKTP4S) provides
important ecosystem services in forms of green turtle (Chelonia mydas) landing
area as well as tourism attraction in Sukabumi Regency. The turtle population rate

in Indonesia is experience an alarming rate of 60% decrease since 1989 (WWF
Indonesia, 2005). Turtle nesting habitat changes and human behaviour leads to
decline of turtle populations. Several ways have been made to overcome this
condition include the strengthening of regulations both at national and regional
levels. The establishment of UPTD conservation, community involvement
through the establishment of community groups supervisor (Pokmaswas), but it
did not provide significant results. Lack of human resources managers, breeding
facilities as well as operational costs management is becoming a problem in it self.
The goverment must immediately change the policy to save green turtle for
extinction. PES has been adopted in the world as a new initiative on conservation
and environment management. In Indonesia, there are also initiatives of PES on
watershed management. This study aims to figuring ecosystem services in
KKTP4S therefore the ecosystem services generated by KKTP4S could be
assessed by applying economic instruments for ecosystem services payments.
The research was conducted on October 20 until December 20, 2014. The
purpose of this study is: 1) Identify and mapping ecosystem services produced by
Turtle Conservation Coastal Park In Pangumbahan, Sukabumi. 2) Estimating the
value of ecosystem services in the Turtle Conservation Coastal Park In
Pangumbahan, Sukabumi and 3) Designing Payment for Ecosystem Services to
improve the quality Management of Turtle Conservation Coastal Park In

Pangumbahan, Sukabumi .
Based on the analysis of the availability status of ecosystem services
(natural capital assets), KKTP4S supports yet for being a turtle habitat and being
able to provide goods and services for human life.
WTP analysis showed consumer surplus value IDR 7.972.988 per person
per year for local tourists and IDR 14.583.333 per person per year for foreign
tourists, thus KKTP4S had a profit of IDR 558.607.297.820 per year. WTP value
is influenced by the high level of knowledge. The average WTP value of the
domestic tourist respondents is IDR 17.463 per person for releasing hatchlings
and IDR 47,537 per person for seeing turtles laying eggs. While, WTP values
average for foreign tourist respondents is IDR 27,000 per person for releasing
hatchlings and IDR 205,000 per person for seeing turtles laying eggs. The average
value of WTP for both respondents could be used as a reference to consider a new
tarif in KKTP4S. Predictive analysis resulted that the transaction costs paid by the
government annually about IDR 2.188.450.000. Comparing between WTP
potential values and expenses, WTP potential values was more than the expenses.
It indicates that the ecosystem services payment could be an alternative to gain

income for the management of KKTP4S and maintaining the existing
environment.

The main policy required for implementing ecosystem services payments in
KKTP4S is to determine the main actors, which are the ecosystem service
providers and the beneficiaries of ecosystem services. Determination of the main
actors aimed to find stakeholders who utilize the services of KKTP4S services
produced, build the ecosystem linkages with major actors, determining the value
of payment for ecosystem services through an economic valuation techniques.
The purpose of this study was to determine the money can be collected to finance
conservation activities. Through the assessment a valuation technique is the ability
to pay (Willingness to Pay) and to establish mechanisms management agency that
aims to make the implementation of this PES have the force of law.
The analysis revealed that the most suitable instutional arrangement of PES
in KKTP4S is to be managed by the Sukabumi district government through Badan
Layanan Unit Daerah (District Public Services Agency) scheme. It is quite
efficient because by applying BLUD pattern, the revenue can be used entirely for
preservation, maintenance, environmental hygiene, and community economic
empowerment around the location of ecosystem services objects in the region of
KKTP4S.
Key words :

payments, ecosystems services, conservation funding, Turtle Beach

Coastal Park in Pangumbahan, Sukabumi.

©Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

STUDI PENINGKATAN KUALITAS PENGELOLAAN KAWASAN
KONSERVASI HABITAT PENYU MELALUI PENDEKATAN
SKEMA PEMBAYARAN JASA EKOSISTEM
(Studi Kasus Taman Pesisir Pantai Penyu Pangumbahan, Kabupaten Sukabumi)

LENY DWIHASTUTY

Tesis

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Sumberdaya Pesisir dan Lautan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis : Dr.Ir. Achmad Fahrudin, M.Si

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karunia-Nya
sehingga sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan tesis yang
berjudul “Studi Peningkatan Kualitas Pengelolaan Kawasan Konservasi Habitat
Penyu Melalui Pendekatan Skema Pembayaran Jasa Ekosistem (Studi Kasus:
Taman Pesisir Pantai Penyu Pangumbahan, Kabupaten Sukabumi)”.
Penghargaan dan ucapan terima kasih yang tak terhingga penulis sampaikan
kepada :
1.
Dr.Ir. Luky Adrianto,M.Sc dan Dr.Ir. Fredinan Yulianda, M.Sc selaku komisi
pembimbing atas segala bimbingan, masukan dan arahannya selama pelaksanaan
penelitian dan penyusunan sehingga tesis ini dapat diselesaikan.
2.
Dr.Ir. Achmad Fahrudin, M.Si selaku dosen penguji tamu serta Zulhamsyah
Imran,S.Pi.,M.Si.,PhD selaku Sekretaris Program Studi yang telah banyak
memberikan saran dan masukan dalam penyusunan tesis ini.
3.
Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Sukabumi Bapak Ir. Abdul
Kodir,M.Si, Kepala UPTD Taman Pesisir Pantai Penyu Pangumbahan Bapak
Ahman Kurniawan, S.Pi beserta staf Agung Rahman, S.Pi atas bantuan
penyediaan data dan fasilitas lainnya demi kelancaran penelitian ini.
4.
Para narasumber di lapangan, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah, Badan
Lingkungan Hidup Kabupaten Sukabumi, Dinas Kehutanan Kabupaten Sukabumi,
Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam Jawa Barat serta Dinas Kepariwisataan,
Kebudayaan, Kepemudaan dan Olahraga Kabupaten Sukabumi.
5.
PUSDIK BPSDMKP Kementerian Kelautan dan Perikanan yang telah membiayai
studi ini.
6.
Direktur Konservasi Kawasan dan Jenis Ikan, Kementerian Kelautan dan
Perikanan Bapak Ir. Agus Dermawan, M.Si yang telah memberikan kesempatan
kepada penulis untuk menempuh studi S2 di Institut Pertanian Bogor.
7.
Bapak Direktur Pelabuhan Perikanan Bapak Dr.Ir. Toni Ruchimat,MSc yang telah
memberikan dukungan dan semangat kepada penulis dalam menempuh studi S2
di Institut Pertanian Bogor.
8.
Ibunda tercinta Hj. Siti Mrihasih,S.Pd,Ayah mertua H.Sutarmin dan Ibunda Hj
Supiyah. Kakanda Eko Yuswani Dewi,S.Pd.,MPd., Adinda Triwahyu Diharyanto,
ST dan Fajar Lukito, ST yang telah memberikan dukungan dan doa yang tulus
kepada penulis.
9.
Suamiku tercinta Priyo Mulyantoro, SE dan anak anakku (Qaisara Feby PM,
Khansa Fakhira SPM, Raffan Abizard PM) atas cinta, pengertian, kasih sayang,
dan dukungan doa kepada penulis. Terima kasih telah menjadi bagian terpenting
dalam kehidupan dan keberhasilan penulis.
10. Teman teman SPL angkatan 2013 atas segala doa dan kebersamaannya, serta
kepada semua pihak yang telah banyak memberikan kontribusi baik langsung
maupun tidak langsung dalam proses penyusunan tesis ini.
Semoga segala bantuan dan dukungan yang diberikan mendapatkan ganjaran dari
Allah SWT. Amin. Semoga tesis ini dapat bermanfaat.
Bogor, Januari 2016
Leny Dwihastuty

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vii

DAFTAR GAMBAR

viii

DAFTAR LAMPIRAN

ix

1. PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang lingkup Penelitian

1
1
3
6
6
6

2. TINJAUAN PUSAKA
Karakteristik Fisik Pantai Peneluran Penyu Hijau
Kawasan Konservasi Laut
Pengelolaan Kawasan Konservasi dan Ekowisata
Jasa Ekosistem
Pemetaan Jasa Ekosistem Taman Pesisir Pantai Penyu Pangumbahan
Konsep Nilai Sumberdaya Alam
Metode Biaya Perjalanan
Metode Penilaian Kontingensi
Pembayaran Jasa Ekosistem

7
7
7
8
9
10
11
12
13
14

3. METODE PENELITIAN
Kerangka Pemikiran
Tempat dan Waktu Penelitian
Jenis dan Sumber Data
Alat dan Bahan
Tahapan Penelitian dan Penentuan Jumlah Responden
Metode pengumpulan Data
Analisis Data
Analisis Pemetaan Jasa Ekosistem
Analisis Persepsi Masyarakat
Analisis Nilai Ekonomi Jasa Ekosistem KKTP4S
Analisis Pemangku Kepentingan
Analisis Kelembagaan
Analisis Biaya Transaksi
Analisis Perbandingan antara Nilai Potensial WTP dengan Nilai
Biaya Transaksi
Analisis Alternatif Pengambilan Keputusan

16
16
18
18
19
21
23
23
23
26
26
31
33
34

4. HASIL DAN PEMBAHASAN
Sistem Sosial Ekologi KKTP4S
Karakteristik Habitat Peneluran dan Kelimpahan Populasi Penyu
Karakteristik Masyarakat, Pengelola dan Wisatawan di KKTP4S
Persepsi Masyarakat dan Pengunjung Terhadap Pengelolaan KKTP4S
Valuasi Ekonomi KKTP4S
Peran dan Kepentingan Pemangku Kepentingan

37
37
43
48
56
65
76

35
35

DAFTAR ISI (lanjutan)
Analisis Kelembagaan dan Biaya Transaksi
Kebijakan Pengelolaan KKTP4S

84
90

5.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran

100
100
101

6.

DAFTAR PUSTAKA

102

DAFTAR TABEL
1 Jumlah Wisatawan di Taman Pesisir Pantai Penyu Pangumbahan Tahun
2008-2014
2 Daftar Penggunaan Lahan Integritas Ekologi dan Komponen Jasa Ekosistem
Taman Pesisir Pantai Penyu Pangumbahan, Sukabumi
3 Alat dan Bahan yang Dgunakan dalam Penelitian
4 Matriks Jenis Data,Sumber Data dan Analisis Data
5 Matriks Penilaian Kapasitas KKTP4S
6 Matriks penilaian Permintaan KKTP4S
7 Matriks Penilaian Keseimbangan KKTP4S
8 Penilaian Tingkat Kepentingan
9 Penilaian Tingkat Pengaruh
10 Ukuran Kuantitatif Terhadap Identifikasi dan Pemetaan Stakeholder
11 Dimensi dan Atribut yang Digunakan dalam Pengambilan Keputusan
Multi Kriteria
12 Suplai Jasa Ekosistem di KKTP4S
13 Permintaan Jasa Ekosistem di KKTP4S
14 Status ketersediaan Jasa Ekosistem di KKTP4S
15 Karakteristik Habitat Pantai Peneluran Penyu
16 Karakteristik Masyarakat KKTP4S
17 Karakteristik Nelayan KKTP4S
18 Karakteristik Pengelola KKTP4S
19 Sebaran Responden Wisatawan KKTP4S Menurut Tingkat Pendidikan
20 Besarnya Tarif Retribusi Memasuki KKTP4S
21 Besarnya Tarif Retribusi Melihat Ritual Penyu Bertelur di KKTP4S
22 Parameter Tingkat kerusakan Ekosistem di KKTP4S
23 Tingkat Kunjungan Wisatawan KKTP4S
24 Fungsi Permintaan Rekreasi KKTP4S dengan Metode Biaya Perjalanan
Wisatawan Nusantara
25 Perhitungan Nilai Ekonomi KKTP4S Wisatawan Nusantara
26 Fungsi Permintaan Rekreasi KKTP4S dengan Metode Biaya Perjalanan
Wisatawan Mancanegara
27 Perhitungan Nilai Ekonomi KKTP4S Wisatawan Mancanegara
28 Distribusi Nilai Rata-rata WTP responden Winus Pelepasan Tukik
29 Distribusi Nilai Rata-rata WTP Responden Winus Melihat Penyu bertelur
30 Distribusi Nilai Rata-rata WTP Responden Wisman Melihat Pelepasan Tukik
31 Distribusi Nilai Rata-rata WTP Responden Wisman Melihat Penyu Bertelur
32 Nilai HTM, WTP dan TCM
33 Dugaan Rata-rata WTP Responden
34 Identifikasi Stakeholder dan Kepentingannya
35 Tingkat Kepentingan dan Pengaruh Stakeholder
36 Aktor Yang terlibat dalam Pengelolaan KKTP4S
37 Aspek Pengelolaan Aturan Formal dalam Pengelolaan KKTP4S
38 Biaya Transaksi Pemerintah dalam Pengelolaan KKTP4S
39 Indikator dan Kriteria terhadap Alternatif Kelembagaan PNBP,BLUD,IMP
40 Pembobotan Nilai terhadap Alternatif Kelembagaan

9
10
19
21
24
25
25
31
32
33
36
38
40
42
45
49
49
50
54
55
55
59
66
66
69
69
71
72
72
73
73
74
76
76
80
82
87
89
98
99

DAFTAR GAMBAR
1 Trend Pendaratan Penyu di KKTP4S 1997-2014
2 Pendekatan DPSIR sebagai Indikator Keberlanjutan Kawasan Taman
Pesisir Pantai Penyu Pangumbahan
3 Prinsip Pembayaran Jasa Ekosistem
4 Mekanisme Pembayaran Jasa Ekosistem
5 Kerangka Umum Pendekatan Studi
6 Kawasan Konservasi Taman Pesisir Pantai Penyu Pangumbahan
7 Tahapan Pengumpulan Responden Penelitian
8 Matriks Hasil Analisis Stakeholder
9 Framework IAD dalam Analisis Kelembagaan (Ostrom 2011)
10 Populasi Penyu Bertelur dan Mendarat di KKTP4S
11 Persepsi Kondisi Lingkungan KKTP4S dan sekitarnya
12 Kisaran Pendapatan dan Tambahan Biaya dalam Operasi Penangkapan
13 Tingkat Pengetahuan,Pemahaman dan Manfaat serta Kesediaan
untuk Kontribusi terhadap Fungsi Vegetasi
14 Jumlah Wisatawan
15 Persentase Tingkat Pengetahuan Wisatawan
16 Jumlah Pengunjung Selama Tahun 2014
17 Karakteristik Wisatawan KKTP4S
18 Dampak KKTP4S terhadap Lingkungan
19 Tingkat Pengetahuan Masyarakat Terhadap Tujuan Kawasan
Konservasi Penyu
20 Dampak KKTP4S terhadap Hasil Tangkapan
21 Persepsi Masyarakat terhadap Manfaat KKTP4S
22 Persepsi Masyarakat terhadap Keberadaan KKTP4S
23 Persentase Kesediaan Masyarakat Berkontribusi dalam Pelestarian
Kawasan
24 Ketersediaan Kontribusi Biaya yang Dapat Dikeluarkan Masyarakat
Terhadap Ekosistem
25 Persentase Nilai Valuasi/Tahun untuk KKTP4S
26 Persepsi Masyarakat terhadap Manfaat Ekonomi Kegiatan Pariwisata di
KKTP4S
27 Keterkaitan Pariwisata di KKTP4S dengan Peningkatan Sapras
28 Diagram Informasi Kunjungan Responden
29 Diagram Motivasi Wisata Responden
30 Diagram Aksesibilitas Lokasi Wisata
31 Persepsi Terhadap Kondisi Aksesibilitas Menuju KKTP4S
32 Persepsi Terhadap Karcis Masuk Pelepasan Tukik dan melihat
Penyu Bertelur di KKTP4S
33 Perbandingan Total HTM dengan WTP
34 Perbandingan Total HTM,WTP dan TCM
35 Pemetaan Stakeholder Pengelolaan KKTP4S
36 Pendekatan Kelembagaan Pengelolaan Sumberdaya Alam
37 Biaya Transaksi Pemerintah dalam Pengelolaan di KKTP4S
38 Mekanisme PES antar Pihak Terkait
39 Alur Operasional Program yang terkait dalam Mekanisme PES

2
5
15
15
17
18
20
32
34
47
48
50
51
52
52
53
56
57
57
58
58
59
60
60
61
61
62
63
63
64
64
64
74
75
79
84
88
91
92

DAFTAR GAMBAR (lanjutan)
40 Mekanisme Pembayaran Jasa Ekosistem Melalui Lembaga Pemerintah
41 Mekanisme Pembayaran Jasa Ekosistem Melalui BLUD
42 Mekanisme Pembayaran Jasa Ekosistem Melalui IMP

95
97
98

DAFTAR LAMPIRAN
1 Hasil Analisis Regresi Fungsi Permintaan (TCM) Wisatawan
Nusantara dengan menggunakan Excel
2 Hasil Perhitungan Nilai Surplus Konsumen Wisatawan Nusantara
3 Hasil Analisis Regresi Fungsi Permintaan (TCM) Wisatawan
Mancanegara dengan menggunakan Excel
4 Hasil Perhitungan Nilai Surplus Konsumen Wisatawan Nusantara
5 Nilai Penting dan Pengaruh Stakeholders Pengelolaan KKTP4S
6 Uji Statistika Pendaratan Penyu
7 Uji Statistika Untuk Wisatawan
8 Pemetaan Jasa Ekosistem KKTP4S
9 Kantor Pengelola KKTP4S, Home Stay dan Kegiatan Penangkaran
di dalamnya
10 Kawasan Konservasi Taman Pesisir Pantai penyu Pangumbahan,
Kabupaten Sukabumi (KKTP4S)
11 Vegetasi Dominan di KKTP4S
12 Aksesibilitas Menuju Lokasi dan Salah Satu Kegiatan Wawancara
13 Pertanian Pesisir, Perkebunan, Pemukiman Penduduk di KKTP4S
14 Wisatawan Nusantara dan Wisatawan Asing di KKTP4S
15 Beberapa Responden Masyarakat dan Nelayan di KKTP4S
16 Riwayat Hidup

107
111
114
116
117
119
121
128
129
130
131
132
133
134
135

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penyu menjadi salah satu indikator penting untuk kesehatan ekosistem laut
dan pesisir dunia (Juni 2005). Penurunan populasi penyu telah menimbulkan
perhatian di seluruh dunia selama dekade terakhir. Perhatian ini terfokus pada
penyu akibat kegiatan manusia yang dianggap sebagai salah satu faktor utama
yang menyebabkan masalah ini (NOAA 2005).
Pantai Pangumbahan merupakan salah satu habitat terestrial yang disukai
sebagai wilayah pendaratan tujuh spesies penyu di dunia, termasuk penyu hijau
(Chelonia mydas). Insting pendaratan penyu yang tinggi di pantai Pangumbahan
karena aksesibilitas yang mudah bagi penyu untuk mendarat serta jarak tubir
pantai sangat dekat dan langsung berhadapan dengan Samudera Hindia.
Karakteristik pantai tempat bertelur penyu hijau umumnya adalah pantai landai
dengan jenis pasir berdiameter halus dan sedang serta kaya akan nutrient sebagai
tempat untuk menetaskan telurnya (KKJI 2009).
Faktor biologi dan fisik kawasan berpengaruh terhadap keberlanjutan penyu
hijau baik proses pendaratan, peneluran, ataupun penetasan. Faktor-faktor
tersebut ditandai dengan tingkat keseimbangan rantai makanan. Mulai dari
adanya padang lamun sebagai penyedia makanan kemudian detritus, sampai
penyu hijau sebagai konsumen utama. Meskipun letak padang lamun di pantai
pangumbahan tidak berdekatan karena kontur pantai yang curam tetapi suplai
makanan untuk penyu tetap terpenuhi.
Kondisi geomorfologi pantai
pangumbahan berupa pantai terjal dengan batuan sedimen tua yang menjadikan
pantai ini relatif tidak berpotensi terjadinya abrasi pantai (Wahyudin 2011). Hal
ini terbukti dengan masih adanya penyu hijau yang melakukan peneluran di
daerah ini, dan adanya vegetasi pandan sebagai ciri kawasan yang menarik untuk
tempat bertelurnya penyu.
Dalam rangka menjaga kelestarian kondisi kawasan tersebut maka
Pemerintah Daerah Kabupaten Sukabumi tengah mengembangkan model
pengelolaan sumberdaya pesisir dan laut yang lestari melalui pembentukan
Kawasan Konservasi dengan nama Taman Pesisir Pantai Penyu Pangumbahan.
Kawasan Konservasi Taman Pesisir Pantai Penyu Pangumbahan, Sukabumi
Provinsi Jawa Barat (KKTP4S) merupakan salah satu dari 76 lokasi kawasan
konservasi dengan total luasan yang telah tercapai mencapai 15,76 juta hektar di
Indonesia (KKP 2013). Adapun dasar hukum penetapan tersebut adalah SK
Bupati Sukabumi Nomor 523/Kep.639-Dislutkan/2008 yang dikeluarkan pada
tanggal 31 Desember 2008. Luas Kawasan Konservasi mencapai 1.771 hektar,
yang terdiri dari daratan 115 hektar dengan panjang pantai 2.300 meter dan
kawasan perairan laut seluas 1.656 hektar.
Berdasarkan data UPTD konservasi Taman Pesisir Pantai Penyu
Pangumbahan jumlah penyu yang mendarat dikawasan ini berfluktuatif tetapi
cenderung menunjukkan penurunan. Hal ini disajikan pada Gambar 1.

2

2500

Jumlah Penyu (ekor)

2000
1500
1000
500
0

Tahun

Gambar 1 Trend Pendaratan Penyu di KKTP4S 1997-2014
Potensi ancaman kelestarian penyu disebabkan beberapa faktor, yaitu faktor
alam, faktor sosial dan manajemen pengelolaan. Menurut Ackerman (1997)
faktor alam diantaranya dampak dari perubahan lingkungan di daratan maupun
di laut, penangkapan penyu tidak sengaja (by catch), kerusakan habitat, serangan
penyakit dan predator, kematian penyu karena teknik penangkapan ikan dengan
menggunakan drift netting, shrimp trawling, dynamite fishing, dan long lining,
pembangunan gedung daerah pantai, penambangan pasir dan abrasi pantai. Faktor
sosial antara lain pencurian telur penyu, perburuan penyu dan pengambilan
sumberdaya alam yang menjadi makanan penyu. Mortimer (1995) menyoroti
bahwa ancaman kepunahan penyu yang terbesar adalah eksploitasi yang dilakukan
oleh manusia secara berlebihan (anthropogenik). Penangkapan induk dan
pemanenan telur penyu secara berlebihan dan terus menerus selama beberapa
dekade dapat berakibat kepunahan populasi penyu. Banyak cara telah dilakukan
untuk mengatasi kondisi ini diantaranya (1) dukungan Undang-undang Nomor
31/2004 jo UU No. 45/2009 tentang perikanan serta UU No 5/1990 tentang
Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya. Undang undang
tersebut telah melarang siapapun untuk mengambil, merusak, memusnahkan,
menyimpan atau memiliki telur penyu. (2) Pembentukan UPTD konservasi, (3)
pelibatan masyarakat melalui pembentukan Kelompok Masyarakat Pengawas.
Namun cara tersebut belum memberikan hasil yang cukup berarti. Hal ini
memperkuat pengakuan yang berkembang dalam beberapa dekade terakhir bahwa
faktor-faktor ekonomi berada di belakang banyak kegiatan manusia yang
menyebabkan terjadinya penurunan habitat dan jumlah spesies.
Kondisi Pantai Pangumbahan juga sudah tidak lagi ideal sebagai tempat
penangkaran penyu. Secara alamiah, penyu menyukai pantai yang sepi, gelap,
dan tidak ada bunyi-bunyian (Zavaleta et al. 2013). Kurangnya fasilitas
penangkaran dan besarnya biaya operasional kegiatan penangkaran di
Pangumbahan juga menjadi masalah tersendiri. Setiap tahun ada dana dari
Pemerintah Daerah Kabupaten Sukabumi tetapi masih jauh dari cukup,
diharapkan kedepannya UPTD bisa mandiri dalam pembiayaan. Hal ini menuntut
adanya pola pengelolaan yang baik dan tepat guna menjaga kelestarian dan
berjalannya fungsi dari sumberdaya tersebut sehingga mendukung kesejahteraan
masyarakat dan pengelolaan kawasan yang berkelanjutan.

3

Pengelolaan lingkungan yang memberikan jaminan kelestarian memerlukan
insentif ekonomi baik kepada penyedia (seller) jasa lingkungan maupun pemakai
(buyer). Sistem insentif ekonomi untuk mengelola lingkungan dapat diberikan
dalam bentuk insentif fiskal, insentif pendanaan dan insentif pengembangan pasar
jasa lingkungan (INDEF 2006). Salah satu metode konservasi baru yang
diusulkan dengan melalui pendekatan Pembayaran Jasa Ekosistem atau Payment
for Ecosystem Services (PES). PES merupakan salah satu jalan untuk mendorong
kegiatan konservasi di tingkat komunitas. PES adalah satu tren yang berkembang
di penggiat lingkungan. PES dianggap sebagai sebuah pendekatan inovatif yang
mencoba meraih dua tujuan yaitu konservasi sumberdaya alam dan
penanggulangan kemiskinan diberbagai negara berkembang termasuk Indonesia.
Studi tentang mekanisme pembiayaan kawasan konservasi melalui skema
PES untuk kawasan konservasi perairan masih relatif sedikit dilakukan. Dalam
kasus Taman Pesisir Pantai Penyu Pangumbahan, skema ini diduga sesuai untuk
menentukan nilai kawasan sekaligus melestarikan penyu sebagai hewan langka
dan ikon kabupaten Sukabumi. Dari penjelasan latar belakang tersebut maka studi
ini dilakukan.
Perumusan Masalah
Kawasan Konservasi Taman Pesisir Pantai Penyu Pangumbahan, Kabupaten
Sukabumi Provinsi Jawa Barat (KKTP4S) merupakan salah satu tujuan wisata
dengan jumlah kunjungan wisatawan yang relatif tinggi. Kawasan ini memiliki
banyak potensi sumberdaya alam pesisir, salah satunya komoditi penyu sebagai
objek yang diunggulkan. Pantai Penyu Pangumbahan memiliki pemandangan
alam yang indah, ombak yang cocok untuk surfing, pasir putih yang menghampar
luas,vegetasi pantai yang lebat, dan kondisi perairan yang jernih serta aktivitas
pendaratan penyu menjadi daya tarik khusus bagi kegiatan wisata di kawasan ini.
Untuk meningkatkan kualitas pengelolaan, maka saat ini telah dibangun
turtle center yang diresmikan pada tanggal 22 Desember 2009 sebagai Pusat
Informasi Penyu Taman Pesisir Pantai Penyu Pangumbahan. Turtle centre yang
dijadikan ikon Sukabumi ini ditargetkan untuk pemanfaatan berbagai kegiatan
bisnis pariwisata, pengembangan ilmu pengetahuan dan penelitian, pendidikan
dan pelatihan, pemberdayaan ekonomi masyarakat serta pemanfaatan jasa
ekosistem. Namun pengelolaan tersebut masih belum memadai. Kurangnya
SDM dan sistem yang masih lemah menjadi kendala utama dalam pengelolaan
kawasan tersebut. Jumlah SDM yang ada disana masih kurang, selain itu
pendidikan yang relatif rendah dan pengetahuan mengenai penyu juga masih
kurang. Oleh karena itu sistem yang berjalan disana masih kurang optimal.
Hukuman bagi pengambil telur illegal pun masih kurang tegas.
Sesuai yang tertuang dalam Permen 17/MEN/2008 tentang Kawasan
Konservasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (KKP3K), strategi dalam
penguatan pengelolaan KKP3K diantaranya adalah perlindungan dan pelestarian
KKP3K, pemeliharaan batas kawasan dan batas zonasi, monitoring sumberdaya,
rehabilitasi habitat dan populasi, pengawasan, pembangunan infrastruktur/sarana
dan prasarana, penelitian, pendidikan, pariwisata dan rekreasi atau perikanan
berkelanjutan.

4

Pencadangan kawasan konservasi perairan khususnya di KKTP4S ini
pastinya mempunyai dampak bagi masyarakat dan lingkungan laut (ekologi) yang
berada di kawasan Taman Pesisir karena kawasan ini dianggap sebagai kawasan
wisata yang telah berkembang dan telah dikelola selama hampir 6 (enam) tahun.
Dampak yang dapat ditimbulkan bisa positif dan juga bisa negatif. Berdampak
positif jika pengelolaan selama ini telah mensejahterakan masyarakat dan
melindungi lingkungan laut (ekologi) dalam hal ini penyu yang menjadi salah satu
objek wisata terbesar serta potensi lain yang berasosiasi dengannya dan memiliki
daya tarik bagi wisatawan. Dan sebaliknya akan berdampak negatif jika tidak
adanya perbaikan terhadap lingkungan laut (ekologi) dan peningkatan
kesejahteraan masyarakat. Kedua hal tersebut merupakan satu kesatuan yang tak
dapat dipisahkan, sehingga dalam pengelolaan wilayah pesisir khususnya di
kawasan konservasi perairan perlu memperhatikan keseimbangan dari kedua
aspek tersebut (Bato et al. 2013).
Kawasan ekosistem KKTP4S merupakan kawasan yang memiliki fungsi
sebagai penyedia jasa ekosistem penting di kabupaten Sukabumi provinsi Jawa
Barat dan kawasan ini adalah salah satu kawasan area konservasi perairan di Jawa
Barat yang berpotensi tinggi menjadi salah satu tujuan wisata. Jasa ekosistem
adalah potensi sumberdaya kawasan yang dapat dimanfaatkan di suatu kawasan.
Jasa ekosistem yang umum dilakukan adalah nilai ekonomi dan ekologi dari
fungsi kawasan dalam hal ini di KKTP4S sebagai areal ekowisata, sumberdaya
genetik (tempat bertelurnya penyu) serta sumberdaya perairan yang mendukung
program perikanan berkelanjutan.
Nilai ekonomi adalah ukuran jumlah maksimum barang dan jasa yang ingin
dikorbankan oleh seseorang untuk memperoleh barang dan jasa lainnya. Nilai
ekonomi juga dapat diartikan sebagai keinginan membayar (willingness to pay)
seseorang terhadap barang dan jasa yang dihasilkan oleh sumberdaya alam dan
lingkunganm (Turmudi 2005 dalam Tuwo A 2011). Dengan menggunakan
ukuran tersebut, nilai ekologis dari suatu ekosistem pesisir dan laut dapat
diterjemahkan dalam bahasa ekonomi dengan mengukur nilai dari barang dan
jasa. Jika ekosistem pesisir dan laut mengalami kerusakan akibat polusi maka nilai
yang hilang akibat degradasi lingkungan bisa diukur dari keinginan seseorang
untuk membayar agar lingkungan pesisir tersebut kembali atau mendekati aslinya.
Dalam valuasi sumberdaya perlu pula diukur seberapa besar masyarakat
sumberdaya harus diberikan kompensasi untuk menerima pengorbanan atas
hilangnya barang dan jasa dari sumberdaya dan lingkungan.
Permasalahan yang terjadi saat ini adalah belum diketahuinya potensipotensi tersebut sebagai penghasil jasa ekosistem serta nilai ekonomi yang tidak
dapat secara langsung diterjemahkan kedalam rupiah dari hasil pengelolaan
kawasan dan jasa ekosistemnya sehingga sampai saat ini belum diapresiasi secara
baik oleh publik, bahkan kegiatan konservasi masih dianggap sebagai cost center.
Akibat dari tidak dipahaminya nilai ekonomi total yang dihasilkan dari kawasan
tersebut muncul kekhawatiran berbagai pihak akan menurunnya kualitas
ekosistem kawasan tersebut, sebagai salah satu indikator keseimbangan ekologi
dimuka bumi. Hal ini terbukti dampak anthropogenik dari perusakan habitat
maupun pencurian telur masih terjadi. Pengambilan tersebut didasari oleh
rendahnya pendapatan dan pendidikan masyarakat sekitar, sehingga masyarakat
kurang sadar akan pentingnya kelestarian penyu.

5

Kegiatan ekowisata pada prinsipnya merupakan kegiatan rekreasi di alam
bebas atau terbuka (Yulianda 2007), didalamnya terdapat juga kegiatan
konservasi yang diharapkan dapat menjadi alternatif solusi bagi beberapa
permasalahan seperti ancaman berupa gangguan habitat peneluran penyu ataupun
pengambilan telur-telur penyu secara illegal tersebut.Selain itu manfaat ekonomi
dari keberadaan KKTP4S haruslah dapat dibuktikan sehingga dapat dipandang
sebagai suatu upaya untuk mewujudkan suatu pemanfaatan sumberdaya yang
berkelanjutan, yang mensyaratkan adanya keuntungan ekonomi maupun sosial
bagi masyarakat.
Salah satu alasan mengapa apresiasi publik terhadap jasa ekosistem ini
masih rendah adalah karena jasa ekosistem yang dihasilkan dari kawasan tersebut
belum memiliki transaksi pasarnya disebabkan karena jasa jasa lingkungan
tersebut merupakan barang publik dan memiliki eksternalitas dimana semua pihak
yang memanfaatkan jasa ekosistem tersebut tidak harus melakukan pembayaran
kepada pengelola kawasan. Membayar atau tidak membayar, semua pihak tetap
dapat memanfaatkan jasa ekosisitem tersebut sebagai produk sektor perikanan dan
kelautan karena memang belum ada mekanisme yang mengatur pembayaran
terhadap jasa ekosistem sebagai barang publik sehingga diperlukan analisis untuk
pemanfaatan yang optimal terutama pada kawasan konservasi yang baru saja
dicadangkan. Hal ini dapat digambarkan dalam diagram DPSIR (DriversPressures-States-Impact-Responses) pada Gambar 2.
Drivers
(D)

Pressure
(P)

 Populasi



penduduk
KKTP4S

 Aktivitas

ekonomi
(kegiatan
wisata,
Perburuan
penyu
dan
pencurian
telur,by
catch)

Menimbulkan




Perusakan
habitat
(pembangunan
villa,
penambangan, Menimbulkan
aksi pencurian
telur

Perubahan
iklim
Sampah
domestik
dipantai




Impact
(I)

Perubahan
luasan
vegetasi

Perubahan
fisik
lingkungan
Perubahan
kondisi
kualitas
perairan


Menyebabkan





Kehilangan
habitat
Menurunnya
populasi
penyu
Menurunnya
kualitas
lingkungan
Menurunkan
tingkat
pendapatan

Response (R)

Peningkatan Kualitas Pengelolaan
Kawasan Konservasi Taman Pesisir
Pantai Penyu Pangumbahan Sukabumi

Gambar 2 Pendekatan DPSIR sebagai Indikator Keberlanjutan Kawasan
Taman Pesisir Pantai Penyu Pangumbahan
Dalam pembentukan kawasan konservasi akan berdampak pada peningkatan
kebutuhan biaya untuk kegiatan konservasi, pengelolaan dan pengawasannya.
Penerapan pembayaran jasa ekosistem atau Payment for Ecosystem Services

Kebutuhan

Pengurangan

Pengurangan



State
(S)

6

(PES) kepada setiap pemanfaat jasa ekosistem merupakan terobosan baru dalam
memenuhi kebutuhan pendanaan dalam pengelolaan suatu Kawasan Konservasi.
Selama ini kebutuhan pendanaan KKTP4S masih berasal dari pemerintah maupun
pemerintah Kabupaten Sukabumi, serta dari beberapa pendonor yang berasal dari
LSM. Berdasarkan hal tersebut, yang menjadi masalah dalam kelangsungan dari
KKTP4S adalah ;
1. Belum diketahuinya manfaat ekologi terhadap kelestarian lingkungan di
KKTP4S.
2. Belum diketahuinya nilai jasa ekosistem yang ada di KKTP4S.
3. Belum diketahuinya faktor-faktor yang mempengaruhi nilai jasa ekosistem di
KKTP4S.
4. Belum adanya kelembagaan pengelola yang sesuai untuk menjalankan
mekanisme pembayaran jasa ekosistem di KKTP4S.
Tujuan Penelitian
Tujuan dari Penelitian ini adalah ;
1. Mengidentifikasi dan memetakan jasa ekosistem yang dihasilkan oleh
KKTP4S,
2. Mengestimasi nilai jasa ekosistem di KKTP4S.
3. Menyusun disain Pembayaran Jasa Ekosistem untuk peningkatan kualitas
pengelolaan KKTP4S.
Manfaat Penelitian
Manfaat dari Penelitian ini adalah ;
1. Diketahuinya Peta Jasa Ekosistem yang dapat digunakan untuk
pengembangan ekowisata.
2. Tersusunnya desain Pembayaran Jasa Ekosistem yang dapat diaplikasi bagi
pengelola KKTP4S khususnya dan Pemerintah Daerah (Pemda) pada
umumnya.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini berupaya untuk mendeskripsikan potensi jasa ekosistem yang ada
di KKTP4S, menghitung nilai ekonomi kawasan melalui pendekatan Travel Cost
Method dan Contingent Valuation Method (CVM), serta memformulasikan desain
kebijakan melalui pendekatan Pembayaran Jasa Ekosistem atau Payment for
Ecosystem Services (PES) dalam rangka peningkatan kualitas pengelolaan yang
berkelanjutan di KKTP4S.

7

2

TINJAUAN PUSTAKA

Karakteristik Fisik Pantai Peneluran Penyu Hijau
Penyu hijau (Chelonia mydas) merupakan spesies penyu yang paling umum
dijumpai diseluruh wilayah perairan Indonesia. Daerah peneluran penyu hijau di
Pulau Jawa yang masih potensial populasinya antara lain di Pantai PangumbahanSukabumi, Jawa Barat. Penyu cenderung memilih pantai berpasir tebal dengan
latar belakang hutan lebat sebagai tempat bertelurnya.
Pantai tempat habitat untuk bertelur penyu memiliki persyaratan umum
antara lain pantai mudah dijangkau dari laut, posisinya harus cukup tinggi agar
dapat mencegah telur terendam oleh air pasang tertinggi, pasir relatif lepas (loose)
serta berukuran sedang untuk mencegah runtuhnya lubang sarang pada saat
pembentukannya. Keadaan lingkungan bersalinitas rendah,lembab dan substrat
yang baik sehingga telur telur penyu tidak tergenang air selama masa inkubasi.
Kondisi pantai yang cukup panjang dan luas yang sangat cocok untuk habitat
penyu dan lebih memudahkan penyu untuk memilih tempat bertelur. Panjang
pantai 9.893 meter dengan cara mengelilingi pantai tersebut. Hal ini berkaitan
dengan kebiasaan penyu yang memilih lokasi sebagai habitat dan bertelurnya
ditempat luas dan lapang (Nuitja 1992). Menurut Nuitja (1992) pantai yang
landai berkisaran (3–8%) dan miring berkisaran (8-16%) sesuai dengan habitat
dan peneluran penyukarena kondisi landai tersebut dapat memudahkan penyu
untuk mencapai tempat peneluran.
Vegetasi pada pantai mempunyai peran yang sangat penting bagi penyu
untuk melindungi telurnya dari terkena langsung sinar matahari,mencegah
perubahan suhu yang tajam disekitarnya dan melindungi sarang dari gangguan
predator serta memberikan pengaruh terhadap kelembaban,suhu,kestabilan pada
pasir yang memberikan keamanan saat penggalian lubang sarang (Bustard 1972).
Sedangkan menurut Nuitja (1992), vegetasi pantai sangat berpengaruh terhadap
lingkungan penelurannya dikarenakan akar vegetasi yang dapat mengikat butiran
pasir dan menghindar terjadinya keruntuhan pasir sehingga akan dapat
mempermudah penyu dalam melakukan penggalian dan proses penelurannya.
Kawasan Konservasi Laut
Kawasan Konservasi Laut atau Marine Protected Area (MPA) adalah
instrumen (tools) manajemen berbasis ekosistem penting untuk konservasi dan
pemanfaatan secara berkelanjutan keanekaragaman hayati. Disamping itu, MPA
juga dapat membantu mempertahankan fungsi ekosistem dan menyediakan jasa
ekosistem. Kawasan Konservasi Laut ditujukan untuk mengatasi beberapa
ancaman utama pada ekosistem laut seperti eksploitasi berlebihan, degradasi
habitat dan tingkat polusi lebih rendah bahkan invasi spesies asing (Guarderas et
al. 2008)
Pembentukan sebuah kawasan konservasi harus dapat dirasakan masyarakat
manfaatnya sehingga partisipasi masyarakat dalam pengelolaan MPA dapat
diharapkan. Manajemen ekosistem laut tidak mengelola sumberdaya alam saja,
tetapi interaksi manusia dengan sumberdaya. Kawasan Konservasi Laut adalah
salah satu alat untuk mengelola kegiatan manusia secara komprehensif diwilayah

8

laut. MPA terdiri dari sebagian laut, termasuk kolom air dan sedimen, dimana
beberapa mekanisme hukum atau peraturan membatasi atau melarang kegiatan
manusia untuk melindungi sumberdaya alam didalamnya (IUCN 2003).
Pembatasan atau pelarangan bervariasi tergantung pada tujuan spesifik
pengelolaan MPA.
Kawasan Konservasi Laut memiliki nilai ekonomi yang tinggi yang tidak
hanya bersifat terukur (tangible) namun juga manfaat ekonomi yang tidak terukur
(intangible). Manfaat yang terukur biasanya digolongkan ke dalam manfaat
bernilai guna baik yang dikonsumsi maupun tidak, sementara manfaat yang tidak
terukur berupa manfaat non-bernilai guna yang lebih bersifat pemeliharaan
ekosistem dalam jangka panjang, jika kita analisis secara ekonomi, pembangunan
kawasan konservasi laut dapat dianggap sebagai investasi sumberdaya di masa
mendatang. Nilai ekonomi tentu saja sangat berarti dibanding dengan manfaat
ekonomi sesaat dari penangkapan ikan baik yang konvensional maupun dengan
teknik yang destruktif seperti bom dan sianida.
Selain manfaat biologi dan ekonomi, kawasan konservasi laut juga
memberikan manfaat sosial yang tidak bisa diabaikan. Beberapa hasil studi
menunjukkan bahwa penetapan suatu kawasan menjadi kawasan konservasi dapat
meningkatkan kepedulian masyarakat sekitar terhadap masalah lingkungan. MPA
dapat dijadikan ajang untuk meningkatkan pendidikan lingkungan diantara
masyarakat sekitar. Di Apo Island, Phillipines penerimaan yang diperoleh dari
MPA bahkan dapat dijadikan sebagai beasiswa bagi penduduk di sekitar kawasan
untuk menempuh pendidikan formal tingkat lanjut.
Penilaian barang non market untuk kawasan lindung dapat membantu
memberikan langkah kearah pengambilan keputusan yang lebih baik. Hal ini
membutuhkan evaluasi sumberdaya alam dalam hal moneter.
Pengelolaan Kawasan Konservasi dan Ekowisata
Konsep wisata bahari yang berkelanjutan adalah pembangunan sumberdaya
wisata bahari yang bertujuan untuk memberi keuntungan bagi pemangku
kepentingan, keuntungan bagi alam dan nilai kepuasan optimal bagi wisatawan.
Wisata bahari konvensional cenderung mengancam kelestarian sumberdaya itu
sendiri terutama kelestarian objek dan tujuan wisata.
Adanya kegiatan wisata bahari sangat tergantung pada sumberdaya alam,
diantaranya habitat tempat suatu hewan langka dilestarikan dan apabila terjadi
kerusakan akan menurunkan mutu daya tarik pariwisata. Tingginya jumlah
wisatawan dapat menjadi ancaman potensial terhadap daya tarik dari suatu obyek
wisata dan berdampak terhadap degradasi ekosistem (Yulianda 2007). Langkah
yang tepat untuk mengurangi ancaman ini sangat diperlukan. Permasalahan
utama yang telah diketahui antara lain polusi yang disebabkan oleh limbah dan
sampah yang dihasilkan oleh wisatawan.
Munculnya minat wisatawan mengunjungi wilayah tersebut disebabkan
tersedianya potensi daya tarik wisata. Wisata bahari yang dikembangkan
dikawasan ini merupakan wisata minat khusus yakni turtle watching (melihat
penyu bertelur), pelepasan tukik dan kolam sentuh. Di kawasan ini juga telah
dibangun pusat informasi yang bisa dijadikan sebagai tempat wisata pendidikan
dalam rangka memperkenalkan konservasi penyu kepada para pelajar/mahasiswa.

9

Tabel 1 Jumlah Wisatawan di Taman Pesisir Pantai Penyu Pangumbahan
Tahun 2008-2014
No Tahun
Wisatawan
Jumlah
1
2008
1,451
1,451
2
2009
13,176
13,176
3
2010
16,962
16,962
4
2011
21,759
21,759
5
2012
20,984
20,984
6
2013
24,765
24,765
Sumber: UPTD Konservasi Taman Pesisir Pantai Penyu Pangumbahan (2014)

Ekowisata merupakan wisata berorientasi pada lingkungan untuk
menjembatani kepentingan perlindungan sumberdaya alam/lingkungan dan
industri kepariwisataan (Yulianda 2007). Menurut Budowski dalam Dietrich
(2007) menyatakan bahwa ekowisata yang sukses akan memanifestasikan dirinya
sebagai hubungan “simbiosis” antara konservasi dan pariwisata. Dua rintangan
penting yang dapat menghalangi hubungan saling menguntungkan ini adalah:
Pertama, ekowisata yang sukses dan adanya dukungan terhadap upaya konservasi
sering dikaitkan dengan bertambahnya manfaat lokal dari pariwisata. Misalnya
dukungan lokal untuk Daerah Perlindungan Laut Hol Chan di Belize diduga hasil
peningkatan income dari pariwisata berbasis alam (Lindberg et al. 1996). Jika
persepsi lokal terhadap biaya pariwisata lebih besar daripada manfaat, maka
kemungkinan kesadaran dan dukungan konservasi tersebut akan berkurang.
Pariwisata terencana dengan baik akan menghasilkan manfaat sosial,
ekonomi dan lingkungan kepada masyarakat sekitar.
Pariwisata bisa
menimbulkan konflik dan kebencian terhadap upaya konservasi dari masyarakat
lokal yang merasa kehilangan kendali dan akses ke sumberdaya alam yang biasa
mereka gunakan.Apabila manfaat wisata ini dapat dirasakan masyarakat maka
dapat meningkatkan kesadaran dan dukungan masyarakat lokal terhadap hal hal
yang terkait dengan upaya konservasi terutama dalam melestarikan sumberdaya
alam untuk para wisatawan.
Pendapatan alternatif akan mengurangi tekanan terhadap sumberdaya
kawasan konservasi. Dengan mensurvei jumlah penduduk yang terlibat kegiatan
wisata, apakah ada perubahan mata pencaharian atau peningkatan pendapatan
sehingga mengurangi perilaku yang merusak sumberdaya.
Jasa Ekosistem
Jasa Ekosistem adalah manfaat yang didapatkan oleh seseorang dan
masyarakat baik secara langsung maupun tidak langsung dari ekosistem.
Pengelolaan lahan, air, dan sumber daya hayati secara terpadu yang mendorong
konservasi dan pemanfaatan yang berkelanjutan menjadi dasar untuk menjaga jasa
ekosistem, termasuk jasa-jasa yang berperan dalam pengurangan risiko bencana
(Millennium Ecosystem Assessment 2013). MEA menggolongkan jasa ekosistem
dalam empat kelompok yaitu jasa produksi, jasa pengaturan,jasa budaya dan jasa

10

pendukung. Menurut Wunder (2005), ekosistem menyediakan jasa lingkungan
yang terdiri dari;
1.
Jasa penyediaan (provisioning services) yaitu jasa lingkungan dalam
menyediakan seperti sumber bahan makanan dan obat obatan alamiah.
2.
Jasa pengaturan (regulating services) yaitu jasa lingkungan dalam
mengatur dan menjaga seperti kualitas udara, pengaturan iklim, pengaturan
air dan kontrol erosi.
3.
Jasa kultural (cultural services) yaitu jasa lingkungan yang terkait dengan
identitas dan keragaman budaya, nilai-nilai religius dan spiritual,
pengetahuan (tradisional dan formal), inspirasi dan nilai estetika,
hubungan sosial, nilai peninggalan pustaka, rekreasi dll.
4.
Jasa Pendukung (supporting services) yaitu jasa lingkungan dalam
mendukung produksi produk utama seperti unsur hara.
Pemetaan Jasa Ekosistem Taman Pesisir Pantai Penyu Pangumbahan
Pemetaan jasa ekosistem (Mapping Ecosystem Services) Taman Pesisir
Pantai Pangumbahan dilakukan dengan menggunakan pendekatan yang
dikembangkan oleh Burkhard et al. (2012). Pendekatan Burkhard et al. (2012)
menyatakan bahwa suplai barang dan jasa ekosistem secara langsung ditentukan
oleh integritas ekologi yang dipengaruhi oleh aktivitas dan keputusan manusia,
seperti perubahan tutupan lahan dan penggunaan lahan. Penggunaan lahan di
wilayah pesisir dapat berpengaruh terhadap adanya suplai jasa ekosistem dan pada
gilirannya dapat berpengaruh terhadap manfaat manusia atas ekosistem itu sendiri.
Tabel 2

Daftar Penggunaan Lahan Integritas Ekologi dan Komponen Jasa
Ekosistem Taman Pesisir Pantai Penyu Pangumbahan, Sukabumi
No
Kategori
No
Komponen
1 Pemukiman
A
Penggunaan Lahan
2 Pantai dan pasir
3 Konservasi Laut
4 Habitat penyu
5 Vegetasi
6 Perikanan Tangkap
7 Pertanian Pesisir
1 Keberagaman abiotik
B Integritas Ekologi
2 Biodiversitas
3 Aliran perairan biotik
4 Penyerapan karbon
5 Penyerapan energi
C Jasa E