Efektivitas Pemberian Probiotik Cair pada Taraf Berbeda terhadap Fermentasi dan Kecernaan in vitro Ransum Sapi Potong

EFEKTIVITAS PEMBERIAN PROBIOTIK CAIR PADA
TARAF BERBEDA TERHADAP FERMENTASI DAN
KECERNAAN in vitro RANSUM SAPI POTONG

ABDUL FICHAR MUZAKKI

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN
FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Efektivitas Pemberian
Probiotik Cair pada Taraf Berbeda terhadap Fermentasi dan Kecernaan in vitro
Ransum Sapi Potong adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2014
Abdul Fichar Muzakki
NIM D24090080

ABSTRAK
ABDUL FICHAR MUZAKKI. Efektivitas Pemberian Probiotik Cair pada Taraf
Berbeda terhadap Fermentasi dan Kecernaan in vitro Ransum Sapi Potong.
Dibimbing oleh ANITA SARDIANA TJAKRADIDJAJA dan JAJAT JACHJA
FA.
Tujuan penelitian ini adalah mempelajari pengaruh suplementasi probiotik
cair pada taraf yang berbeda terhadap fermentasi dan kecernaan in vitro ransum
sapi potong. Percobaan fermentabilitas menggunakan rancangan acak kelompok
berpola faktorial 3x4 dengan empat ulangan. Faktor A adalah ransum sapi potong
tanpa atau dengan suplementasi probiotik cair pada berbagai taraf: A1=ransum
kontrol, A2=A1 + probiotik cair 0.1% (vb-1), dan A3=A1 + probiotik cair 0.2%
(vb-1). Faktor B adalah waktu inkubasi: 0, 1, 2, dan 3 jam. Percobaan kecernaan
menggunakan rancangan acak kelompok dengan tiga perlakuan probiotik (A1, A2,
A3) dan empat ulangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa suplementasi

dengan probiotik cair pada berbagai taraf mempengaruhi konsentrasi NH3, VFA
total, populasi bakteri dan kecernaan. Waktu inkubasi mempengaruhi pH dan
peubah tersebut kecuali pada kecernaan, namun perlakuan ini tidak menghasilkan
efek signifikan terhadap degradabilitas, protozoa, dan sintesis protein mikroba.
Hasil uji ortogonal polinomial menunjukkan bahwa A3 adalah perlakuan yang
optimal.
Kata kunci: degradabilitas, fermentabilitas, kecernaan, probiotik cair

ABSTRACT
ABDUL FICHAR MUZAKKI. Effectivity of Liquid Probiotic Supplementation at
different levels on in vitro Fermentation and Digestibility of Beef Cattle Ration.
Supervised by ANITA SARDIANA TJAKRADIDJAJA and JAJAT JACHJA FA.
The aim of this experiment was to study the effect of liquid probiotic
supplementation at different levels on in vitro fermentation and digestibility of
beef cattle ration. The fermentability experiment used factorial randomized block
design 3x4 with four replicates. Factor A was beef cattle ration without or with
liquid probiotic supplementation at different levels: A1=control ration, A2=A1 +
0.1% (vw-1) liquid probiotic, and A3=A1 + 0.2% (vw-1) liquid probiotic. Factor B
was incubation periods: 0, 1, 2, and 3 hours. The digestibility experiment used
randomized block design with three probiotic treatments (A1, A2, A3) and four

replications. The result showed that NH3, total VFA concentrations, bacterial
population and digestibility were influenced by liquid probiotic supplementation
at different levels. Incubation time influenced pH and those variables except
digestibility; however, these treatments did not produce significant effect on
degradability, protozoa and microbial protein synthesis. The result of polynomial
orthogonal test showed that A3 is the optimal treatment.
Keywords: degradability, digestibility, fermentability, liquid probiotic

EFEKTIVITAS PEMBERIAN PROBIOTIK CAIR PADA
TARAF BERBEDA TERHADAP FERMENTASI DAN
KECERNAAN in vitro RANSUM SAPI POTONG

ABDUL FICHAR MUZAKKI
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Peternakan
pada
Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan

DEPARTEMEN ILMU NUTRISI DAN TEKNOLOGI PAKAN

FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi : Efektivitas Pemberian Probiotik Cair pada Taraf Berbeda terhadap
Fermentasi dan Kecernaan in vitro Ransum Sapi Potong
Nama
: Abdul Fichar Muzakki
NIM
: D24090080

Disetujui oleh

Ir Anita S Tjakradidjaja, MRurSc
Pembimbing I

Dr Ir Jajat Jachja FA, MAgr
Pembimbing II


Diketahui oleh

Prof Dr Ir Panca Dewi MHKS, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya sehingga skripsi ini berhasil diselesaikan. Judul skripsi ini adalah Efektivitas
Pemberian Probiotik Cair pada Taraf Berbeda terhadap Fermentasi dan Kecernaan
in vitro Ransum Sapi Potong. Penelitian ini dilakukan di Laboratorium Biokimia
Fisiologi dan Mikrobiologi Nutrisi, Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi
Pakan, Fakultas Peternakan sejak Juli hingga September 2013.
Probiotik merupakan feed additive (imbuhan pakan) sebagai substrat
mikroorganisme, yang diberikan kepada manusia atau ternak lewat pakan dan
memberikan efek positif dengan cara memperbaiki keseimbangan
mikroorganisme alami di dalam saluran pencernaan sehingga dapat meningkatkan
produktivitas sapi potong.
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk kelulusan dan memperoleh
gelar Sarjana Peternakan di Departemen Ilmu Nutrisi dan Teknologi Pakan,

Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Maret 2014
Abdul Fichar Muzakki

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
METODE
Bahan
Alat
Lokasi dan Waktu Penelitian
Prosedur Percobaan
Pengambilan Cairan Rumen dan Pembuatan Larutan McDougall
Pencernaan Fermentatif
Pengukuran pH
Pengukuran NH3

Pengukuran VFA
Perhitungan Populasi Protozoa
Perhitungan Populasi Bakteri Total
Analisis Sintesis Protein Mikroba
Pengukuran Degradabilitas Bahan Kering dan Bahan Organik
Pengukuran Koefisien Cerna Bahan Kering dan Bahan Organik
Peubah yang Diamati
Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Probiotik Padat dan Cair
Derajat Keasaman (pH) Rumen
Konsentrasi NH3
Konsentrasi VFA
Populasi Protozoa Total
Populasi Bakteri Total
Sintesis Protein Mikroba
Degradabilitas Bahan Kering (DBK) dan Bahan Organik (DBO)
Koefisien Cerna Bahan Kering (KCBK) dan Bahan Organik (KCBO)
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan

Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

vi
vi
1
2
2
2
2
3
3
3
3
3
4
4
5

5
5
6
6
6
7
7
8
10
12
14
15
18
19
20
22
23
23
23
27

32

DAFTAR TABEL
1 Jenis dan jumlah mikroba dalam probiotik padat dan cair
7
2 Pengaruh penambahan probiotik cair dan waktu inkubasi terhadap rataan pH 9
3 Pengaruh penambahan probiotik cair dan waktu inkubasi terhadap rataan
konsentrasi NH3
10
4 Pengaruh penambahan probiotik cair dan waktu inkubasi terhadap rataan
konsentrasi VFA total
13
5 Pengaruh penambahan probiotik cair dan waktu inkubasi terhadap rataan
populasi protozoa
15
6 Pengaruh penambahan probiotik cair dan waktu inkubasi terhadap rataan
populasi bakteri total
16
7 Pengaruh penambahan probiotik cair dan waktu inkubasi terhadap rataan
sintesis protein mikroba

18
8 Pengaruh penambahan probiotik cair dan waktu inkubasi terhadap rataan
DBK dan DBO
19
9 Pengaruh penambahan probiotik cair terhadap rataan koefisien cerna
bahan kering (KCBK) dan bahan organik (KCBO)
20

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19

Hasil sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap derajat keasaman (pH)
Hasil uji ortogonal polinomial efek waktu inkubasi
Hasil sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap konsentrasi NH3
Hasil uji ortogonal polinomial pengaruh taraf probiotik cair
Hasil uji ortogonal polinomial efek waktu inkubasi
Hasil sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap konsentrasi VFA total
Hasil uji ortogonal polinomial pengaruh taraf probiotik cair
Hasil uji ortogonal polinomial efek waktu inkubasi
Hasil sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap populasi bakteri total
Hasil uji ortogonal polinomial pengaruh taraf probiotik cair
Hasil uji ortogonal polinomial efek waktu inkubasi
Hasil sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap populasi protozoa total
Hasil sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap sintesis protein mikroba
Hasil sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap DBK
Hasil sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap DBO
Hasil sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap KCBK
Hasil uji ortogonal polinomial pengaruh taraf probiotik cair
Hasil sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap KCBO
Hasil uji ortogonal polinomial pengaruh taraf probiotik cair

27
27
27
28
28
28
28
29
29
29
29
30
30
30
30
31
31
31
31

PENDAHULUAN
Kebutuhan masyarakat terhadap hasil ternak mengalami peningkatan
setiap tahunnya. Data dari Kementerian Pertanian dari tahun 2008 hingga 2011
menunjukkan konsumsi daging nasional hasil peternakan terus meningkat setiap
tahunnya. Pada tahun 2008, konsumsi daging adalah 4.17 kg kapita-1 tahun-1, pada
tahun 2010 meningkat menjadi 4.53 kg kapita-1 tahun-1, dan pada tahun 2011 terus
meningkat menjadi 4.69 kg kapita-1 tahun-1 (Kementerian Pertanian Republik
Indonesia 2012). Permintaan yang terus meningkat ini harus diimbangi dengan
produksi yang tinggi pula agar dapat memenuhi permintaan konsumen. Usaha
peningkatan produksi ternak seringkali menghadapi kendala dengan semakin
menurunnya daya dukung lingkungan untuk menyediakan pasokan pakan yang
berkualitas. Ketersediaan pakan yang fluktuatif baik kualitas ataupun kuantitasnya
menyebabkan produktivitas ternak belum dapat dicapai secara optimal.
Permasalahan tentang ketersediaan pakan merupakan salah satu faktor
penting dalam peternakan. Salah satu pakan sapi potong adalah hijauan, namun di
Indonesia ketesediaan hijauan berfluktuasi mengikuti musim sehingga tidak setiap
waktu tersedia. Permasalahan ini juga dikemukan oleh Danirih (2004) bahwa
ketersediaan bahan pakan sangat fluktuatif sehingga tidak menjamin
kesinambungan produksi ternak. Salah satu upaya untuk mengatasi permasalahan
tersebut yaitu dengan penggunaan imbuhan pakan yang dapat diberikan dalam
pakan. Upaya ini dapat dilakukan untuk meningkatkan nilai guna dari pakan yang
dikonsumsi ternak. Penggunaan imbuhan pakan yang mengandung mikroba hidup
probiotik dan hasil metabolisnya untuk meningkatkan produksi ternak cenderung
terus meningkat. Hal ini terjadi karena meningkatnya permintaan masyarakat
terhadap produk peternakan yang lebih alami dan tidak mengandung residu yang
berbahaya bagi kesehatan. Adanya residu akan menyebabkan turunnya tingkat
kesehatan masyarakat karena dapat menyebabkan resistensi, alergi atau keracunan
(Murdiarti 1997). Pemberian imbuhan pakan dapat berupa antibiotik, probiotik,
prebiotik, enzim, dan hormon atau suplemen pakan seperti mineral, asam amino,
dan vitamin. Pemberian imbuhan pakan selain untuk meningkatkan nilai guna
pakan (dapat memacu proses metabolisme dalam tubuh ternak), juga untuk
merangsang kekebalan tubuh ternak dan untuk meningkatkan keseimbangan zat
makanan (karbohidrat, protein, mineral dan vitamin) (Leeson dan Summers 2001).
Penggunaan probiotik untuk memperbaiki produktivitas ternak pada saat
ini semakin banyak menarik perhatian para peneliti maupun praktisi peternakan.
Probiotik didefinisikan sebagai substrat mikroorganisme, yang diberikan kepada
manusia atau ternak lewat pakan dan memberikan efek positif dengan cara
memperbaiki keseimbangan mikroorganisme alami di dalam saluran pencernaan.
Pemberian probiotik pada ternak dalam periode pertumbuhan juga lebih
berdampak nyata (Estrada 1997). Manfaat lain dari probiotik yaitu mampu
memperbaiki ekosistem rumen, meningkatkan efisiensi pakan akibat
meningkatnya populasi bakteri rumen selulolitik dan meningkatkan status
kesehatan ternak dengan terhambatnya bakteri patogen (FAO/WHO 2000).
Bagi ternak ruminansia di Indonesia, probiotik dibutuhkan dalam jumlah
tinggi agar dapat meningkatkan manfaat hijauan atau limbah pertanian seefisien
mungkin mengingat karakter bahan pakan di Indonesia yang kualitasnya masih

2

rendah. Nilai nutrisi bahan pakan dinyatakan baik apabila memberikan nilai hayati
tinggi yang dapat dilihat dari respon produksi ternak terhadap bahan pakan
tersebut. Upaya menciptakan lingkungan rumen yang ideal untuk proses degradasi
dan fermentasi mikroba terhadap bahan organik pakan merupakan strategi yang
tepat untuk meningkatkan efisiensi pemanfaatan pakan dengan tingkat
produktivitas ternak yang lebih tinggi. Kinerja fermentasi rumen dapat
ditingkatkan melalui berbagai pendekatan, antara lain dengan pemberian
suplemen mikroorganisme (probiotik) dan faktor pertumbuhan mikroba. Namun,
sampai saat ini taraf pemberian probiotik dalam pakan belum pasti diketahui
dengan jelas walaupun Simon (2005) menjelaskan bahwa konsentrasi yang
direkomendasikan untuk hampir semua probiotik yaitu kira-kira 108 cfu kg-1
pakan. Metode in vitro merupakan metode yang menggambarkan model biologis
dengan menirukan proses pencernaan in vivo dengan tingkat kompleksitas yang
berbeda. Metode ini biasa digunakan untuk mengevaluasi pakan, meneliti
mekanisme fermentasi mikroba, dan mempelajari aksi terhadap faktor antinutrisi,
suplemen pakan, dan aditif (Lopez 2000).
Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas
pemberian probiotik cair pada taraf yang berbeda terhadap fermentasi dan
kecernaan in vitro ransum sapi potong.

METODE

Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah cairan rumen segar sapi
potong, ransum berbasis jerami padi dan konsentrat (rasio 60% : 40%), probiotik
cair, plastik kemasan, label, larutan McDougall pH 6.5-6.9, larutan pepsin HCl
0.2%, aquadest, larutan HgCl2 jenuh, larutan Na2CO3 jenuh, larutan H2SO4
0.005N, larutan asam borat berindikator, larutan HCl 0.5N, larutan H2SO4 15%,
larutan NaOH 0.5N, indikator Phenolpthalin (PP) 0.1%, larutan indikator merah
metil dan hijau bromo kresol, larutan garam formalin, media brain heart infusion
(BHI), gas CO2, tricloro acetic acid (TCA), dan sulfo salicylic acid (SSA).

Alat
Peralatan yang digunakan adalah seperangkat alat-alat percobaan
fermentasi dan kecernaan in vitro yang meliputi timbangan digital, tabung
fermentor, tutup karet berventilasi, shaker waterbath, tabung gas CO2, cawan
porselen, oven 105 °C, tanur listrik 600 °C, kertas saring Whatman No. 41, cawan
Conway, labu Erlenmeyer, alat-alat destilasi, alat-alat titrasi, counting chamber,
tabung Hungate, autoclave dan sentrifuge.

3

Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan dari bulan Juli 2013 sampai September 2013 di
Laboratorium Biokimia, Fisiologi, dan Mikrobiologi Nutrisi, Departemen Ilmu
Nutrisi dan Teknologi Pakan, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor.

Prosedur Percobaan
Pengambilan Cairan Rumen dan Pembuatan Larutan McDougall
Pengambilan cairan rumen dilakukan dengan cara termos diisi dengan air
panas terlebih dahulu. Isi rumen diambil dari sapi potong jenis BX yang baru
dipotong di Rumah Potong Hewan Bubulak Bogor, disaring menggunakan kain
penyaring dan dimasukkan ke dalam termos yang air panasnya sudah dibuang.
Cairan rumen tersebut lalu dibawa ke Laboratorium Biokimia, Fisiologi, dan
Mikrobiologi Nutrisi, Fakultas Peternakan IPB, Bogor.
Sebanyak 1 liter air destilasi dimasukkan ke dalam labu takar, lalu
dimasukkan bahan-bahan sebagai berikut: NaHCO3 (9.8 g); Na2HPO4.7H2O
(3.708 g); KCl (0.97 g); NaCl (0.47 g); MgSO4.7H2O (0.12 g); CaCl2.2H2O
(0.053 g). CaCl2.2H2O ditambahkan paling akhir setelah bahan lainnya larut
sempurna. Selanjutnya dialiri dengan gas CO2 perlahan-lahan dengan
melewatkannya untuk menurunkan pH hingga mencapai pH 6.8.
Pencernaan Fermentatif
Percobaan fermentasi in vitro dilakukan dengan menggunakan metode
Tilley dan Terry (1963) yang dimodifikasi oleh Sutardi (1979). Metode Sutardi
(1979) menggunakan fermentor berupa tabung polyetilen 50 ml yang diisi dengan
ransum 1 g yang diberi probiotik pada berbagai taraf persentase probiotik, 12 ml
larutan buffer McDougall dan 8 ml cairan rumen segar. Tabung dikocok dan
dialiri CO2 selama 30 detik dan ditutup dengan karet berventilasi. Tabung
dimasukkan ke dalam shaker waterbath pada suhu 39 ºC untuk menciptakan
suasana seperti kondisi di dalam rumen dan diinkubasi selama 24 jam. Pada
penelitian ini, waktu inkubasi yang digunakan yaitu 0, 1, 2 dan 3 jam. Proses
fermentasi dihentikan dengan meneteskan larutan HgCl2 jenuh sebanyak 2 tetes.
Tabung fermentor disentrifugasi pada kecepatan 3 000 rpm selama 15 menit.
Supernatan diambil untuk analisis konsentrasi VFA dan NH3, sedangkan residu
diambil untuk analisis degradasi bahan kering (DBK), dan degradasi bahan
organik (DBO).
Pengukuran pH
Pengukuran pH dilakukan pada setiap akhir masa inkubasi dengan
menggunakan pH meter. Alat pH meter yang akan digunakan dikalibrasi terlebih
dahulu dengan larutan pH standar (buffer), kemudian katoda dimasukkan ke
dalam cairan rumen dan dilihat nilainya di layar monitor.
Pengukuran NH3
Pengukuran konsentrasi NH3 menggunakan metode Mikrodifusi Conway
(General Laboratory Procedure, Department of Dairy Science, University of

4

Wisconsin 1966). Sebelum digunakan bibir cawan Conway diolesi dengan
vaselin. Supernatan yang dihasilkan dari fermentasi diambil 1 ml, kemudian
ditempatkan pada salah satu ujung alur cawan Conway, pada ujung satunya
dimasukkan 1 ml Na2CO3 jenuh. Antara supernatan dan Na2CO3 tidak boleh
bercampur. Larutan asam borat berindikator merah metil dan hijau bromo kresol
sebanyak 1 ml ditempatkan dalam cawan kecil yang terletak di tengah cawan
Conway, kemudian cawan Conway langsung ditutup rapat hingga kedap udara.
Setelah itu cawan Conway digoyang-goyangkan hingga supernatan dan Na2CO3
tercampur rata, dan dibiarkan dalam suhu ruang selama 24 jam. Setelah 24 jam
asam borat berindikator dititrasi dengan H2SO4 0.005 N sampai terjadi perubahan
warna dari biru menjadi merah. Konsentrasi NH3 dihitung berdasarkan rumus:

Pengukuran VFA
Pengukuran konsentrasi VFA dengan menggunakan metode steam
destilation (General Laboratory Procedure, Department of Dairy Science,
University of Wisconsin 1966). Prosedur pengukuran VFA, pertama dipersiapkan
alat destilasi yaitu dengan mendidihkan air dan mengalirkan air ke kondensor
atau pendingin. Kemudian 5 ml sampel dan 1 ml H2SO4 15% dimasukkan ke
dalam alat destilasi. VFA yang dihasilkan ditangkap dengan 5 ml NaOH 0.5 N
yang dimasukkan ke dalam labu Erlenmeyer. Cairan ditampung hingga mencapai
250-300 ml, setelah itu indikator ditambahkan sebanyak 2-3 tetes dan dititrasi
dengan larutan HCl 0.5 N sampai warna titrat berubah dari merah jambu menjadi
tidak berwarna. Rumus berikut digunakan untuk menghitung konsentrasi VFA:
-

Keterangan :
a = volume titran blangko

-

b = volume titran contoh

Perhitungan Populasi Protozoa
Perhitungan populasi protozoa dilaksanakan dengan menggunakan metode
Ogimoto dan Imai (1981). Sebanyak 1 ml cairan hasil inkubasi ditambah 1 ml
larutan garam formalin (formal saline). Larutan garam formalin 4% dibuat dari
larutan formalin yang ditambah dengan larutan NaCl fisiologis 0.9% dalam 100
ml larutan. Sebanyak ± 2 tetes campuran tersebut lalu ditempatkan pada counting
chamber dengan ketebalan 0.1 mm, luas kotak terkecil 0.0625 mm2 sebanyak 16
kotak dan jumlah kotak yang dibaca sebanyak 5 kotak. Perhitungan populasi
protozoa dilakukan dengan menggunakan mikroskop pada pembesaran 100 kali.
Populasi protozoa dapat dihitung dengan rumus:
-

Keterangan
C = Jumlah protozoa terhitung

FP = Faktor pengenceran

5

Perhitungan Populasi Bakteri Total
Metode Ogimoto dan Imai (1981) digunakan untuk menghitung populasi
bakteri total. Medium tumbuh yang digunakan adalah medium BHI, yaitu
campuran dari tepung BHI 3.7 g, glukosa 0.05 g, CMC 1% 1 ml, pati (starch) 0.05
g, cystein-HCl 0.05 g, hemin 0.5 ml, resazurin 0.05 ml, dan aquades sampai 100
ml. Campuran medium tersebut dipanaskan perlahan-lahan sambil dialiri gas CO2
sampai terjadi perubahan warna dari kekuningan menjadi merah dan berubah lagi
menjadi kuning bening, lalu didinginkan. Selanjutnya medium dimasukkan ke
dalam tabung Hungate sebanyak 5 ml yang sebelumnya telah diisi agar Bacto
sebanyak 0.15 g. Medium disterilkan dalam autoclave pada suhu 121 ºC selama
15 menit dengan tekanan 1.2 Kgf cm-3. Populasi bakteri dapat dihitung dengan
rumus:
-

Keterangan : n = jumlah koloni yang terdapat pada tabung seri pengenceran ke-x.
Analisis Sintesis Protein Mikroba
Metode Shultz dan Shultz (1969) digunakan untuk menganalisis sintesis
protein mikroba. Perhitungan protein yang berupa non protein nitrogen (NPN)
diukur dengan menggunakan TCA dan SSA (campuran dari larutan TCA 20% dan
SSA 2% dengan rasio 50% : 50%). Sebanyak 1 ml cairan sampel hasil inkubasi
dicampur dengan 5 ml larutan TCA-SSA, kemudian larutan ini dihomogenkan
dengan vortex selama 2 menit. Larutan tersebut lalu disentrifugasi dengan
kecepatan 3 000 rpm selama 15 menit. Supernatan dibuang dan endapan ditambah
dengan aquades (3 ml), kemudian ditambahkan 6 ml campuran TCA-SSA.
Campuran ini dihomogenkan lagi dengan vortex selama 2 menit, kemudian
disentrifugasi pada kecepatan 3 000 rpm selama 15 menit. Supernatannya dibuang
dan endapannya dianalisis dengan metode Kjehldal mikro.
Pengukuran Degradabilitas Bahan Kering dan Bahan Organik
Pengukuran degradabilitas bahan kering dan bahan organik (DBK dan
DBO) dilakukan dengan metode Tilley dan Terry (1963) yang dimodifikasi oleh
Sutardi (1979). Setelah hasil fermentasi disentrifugasi, residu yang diperoleh
masing-masing setelah 0, 1, 2 dan 3 jam waktu inkubasi, dikeringkan di dalam
oven 105 ºC selama 24 jam untuk mengetahui bobot bahan kering residu. Setelah
ditimbang, sampel residu yang dihasilkan dari pengeringan oven 105 ºC,
kemudian diabukan di dalam tanur 600 ºC selama 6 jam. Hal ini dilakukan untuk
mendapatkan bobot abu dan bobot bahan organik sampel residu. Degradabilitas
bahan kering (DBK) dan bahan organik (DBO) dapat dihitung dengan rumus:
-

-

-

-

6

Pengukuran Koefisien Cerna Bahan Kering dan Bahan Organik
Menghitung koefisien cerna bahan kering (KCBK) dan bahan organik
(KCBO) pada percobaan in vitro dilakukan dengan menggunakan metode Tilley
dan Terry (1963) yang dimodifikasi oleh Sutardi (1979). Metode terdiri dari dua
tahap, yaitu tahap fermentasi dan tahap kecernaan. Proses fermentasi sebagai
tahap awal dilakukan sama seperti prosedur pencernaan fermentatif, hanya waktu
inkubasi dilakukan selama 24 jam. Tabung fermentor lalu disentrifugasi pada
kecepatan 3 000 rpm (15 menit); supernatan dibuang dan residu digunakan untuk
proses kecernaan pada tahap kedua. Pada tahap kedua, residu lalu ditambah
dengan larutan pepsin-HCl 0.2% (20 ml). Campuran ini diinkubasi lagi secara
aerob selama 24 jam, hasil pencernaan disaring dengan kertas saring Whatman
No. 41 (yang sudah diketahui bobotnya) dengan menggunakan pompa vacuum.
Residu lalu dimasukkan ke dalam cawan porselen dan dikeringkan di dalam oven
105 °C (24 jam). Setelah mendapatkan bobot kering, sampel lalu diabukan di
dalam tanur (600 ºC; 6 jam); pasca pengabuan, bobot abu dan bobot bahan
organik dapat diketahui. Untuk menentukan KCBK dan KCBO dapat dihitung
dengan rumus :
-

-

-

-

Peubah yang Diamati
Peubah yang diamati dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : derajat
keasaman (pH), konsentrasi NH3 (ammonia) dan VFA, degradabilitas BK (DBK)
dan degradabilitas BO (DBO), populasi bakteri total, populasi protozoa, dan
sintesis protein mikroba, serta koefisien cerna BK (KCBK) dan BO (KCBO).

Analisis Data
Rancangan untuk percobaan fermentabilitas adalah rancangan acak
kelompok (RAK) pola faktorial 3 x 4 dengan 4 ulangan. Faktor A adalah ransum
kontrol dengan penambahan tiga taraf probiotik cair: A1 = ransum kontrol + 0%
probiotik cair (vb-1), A2 = ransum kontrol + 0.1% probiotik cair (vb-1), A3 =
ransum kontrol + 0.2% probiotik cair (vb-1). Faktor B adalah waktu inkubasi
fermentasi in vitro 0; 1; 2; 3 jam. Data yang diperoleh dianalisis menggunakan
analisa sidik ragam (ANOVA) dan uji ortogonal polinomial digunakan untuk
mengetahui taraf probiotik cair atau waktu inkubasi yang terbaik (Steel dan Torrie
1993). Model matematik dari rancangan yang digunakan adalah:
Yijk μ + τi + αj + ßk + αjßk + εijk
Keterangan :
Yijk
= nilai pengamatan pada perlakuan faktor A ke-j dan faktor B ke-k pada
ulangan ke-i
µ
= rataan umum
τi
= pengaruh kelompok (cairan rumen) ke-i
αj
= pengaruh faktor A (level probiotik yang diberikan) ke-j

7

ßk
αjßk
ijk

= pengaruh faktor B (lama waktu inkubasi) ke-k
= pengaruh interaksi faktor A ke-j dan faktor B ke-k
= galat penelitian untuk kelompok ke-i, faktor A ke-j, dan faktor B
ke-k
Rancangan percobaan yang digunakan untuk percobaan kecernaan adalah
rancangan acak kelompok (RAK) dengan 3 perlakuan dan 4 ulangan. Model
matematika dari rancangan adalah:
Yij μ + αi + ßj+ εij
Keterangan :
Yij
= nilai pengamatan pada perlakuan ke-i dan ulangan ke-j
μ
= rataan umum
αi
= efek perlakuan ke-i
ßj
= efek kelompok ke-j
εij
= eror perlakuan ke-i dan ulangan ke-j

HASIL DAN PEMBAHASAN
Karakteristik Probiotik Padat dan Cair
Lactobacillus (L.) acidophilus, Bifidobacterium sp., Streptococcus (S.)
thermophilus dan Bacillus sp. merupakan jenis Bakteri Asam Laktat (BAL) yang
digunakan sebagai probiotik secara komersial dalam bentuk padat dan cair. BAL
termasuk kelompok bakteri baik bagi manusia dan umumnya memenuhi status
Generally Recognize as Safe (GRASS), yaitu aman bagi manusia. Kelompok
bakteri ini tidak membusukkan protein dan dapat memetabolisme berbagai jenis
karbohidrat secara fermentatif menjadi asam laktat sehingga disebut bakteri asam
laktat. Klasifikasi terbaru menggolongkan BAL ke dalam 20 genus, namun dari
sudut pandang teknologi pangan hanya terdapat 12 genus BAL yang utama,
yaitu : Aerococcus, Carnobacterium, Enterococcus, Lactobacillus, Lactococcus,
Leuconostoc, Pediococcus, Streptococcus, Tetragenococcus, Oenococcus,
Weisella dan Vagococcus (Axelsson 2004). Ditinjau dari hasil metabolisme
glukosa, BAL terbagi menjadi dua golongan, yaitu homofermentatif dan
heterofermentatif (Surono 2004). Menurut Salminen et al. (2004), asam organik
(asam laktat dan asam asetat) menyebabkan penurunan pH sitoplasma yang dapat
menghambat pertumbuhan mikroba patogen. Kandungan BAL yang terdapat pada
probiotik yang digunakan disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1 Jenis dan jumlah bakteri dalam probiotik padat dan cair
Hasil Pengujian Probiotik
Jenis
Padat (cfu g-1)
Cair (cfu ml-1)
Total plate count
3.9 x 108
1.5 x 1010
9
Lactobacillus acidophilus
7.2 x 10
1.1 x 1010
Bifidobacterium sp.
4.9 x 109
7.0 x 105
7
Streptococcus thermophilus
5.6 x 10
1.0 x 1010
Bacillus sp.
4.0 x 105
Sumber: Suryahadi dan Tjakradidjaja (2012)

8

Kandungan total bakteri fungsional dari probiotik cair dapat dilihat pada
Tabel 1. Total bakteri (Total Plate Count, TPC) sangat tinggi mencapai 3.9 x 108
cfu g-1 probiotik padat dan 1.5 x 1010 cfu ml-1 probiotik cair. Seleksi mikroba
khususnya BAL sangat diperlukan untuk mendapatkan strain-strain probiotik yang
unggul. Hal tersebut dikarenakan tidak semua BAL berpotensi sebagai probiotik.
L. acidophilus memiliki sifat homofermentatif dan memiliki ketahanan yang kuat
terhadap pH rendah mulai dari pH 2 sampai pH 4 dan terhadap garam empedu
sampai 14 jam inkubasi. BAL lainnya yang digunakan adalah Bifidobacterium sp.
Menurut Tamime et al. (2005), terdapat interaksi positif antara beberapa strain
probiotik seperti Bifidobacterium sp. dan L. acidophilus. Selain itu, Kaplan dan
Hutkins (2000) menyatakan bahwa seluruh strain L. acidophilus dan
Bifidobacterium sp. dapat memfermentasi fruktosaoligosakarida (FOS). Bakteri
asam laktat lainnya yang digunakan yaitu S. thermophilus memiliki sifat
homofermentatif yaitu hanya menghasilkan asam laktat dan dapat menghasilkan
asam folat yang tinggi yang merupakan senyawa penting dalam memperbaiki sifat
DNA (Cho dan Finocchiaro 2010). Salah satu syarat agar probiotik mampu
memberikan efek positif bagi kesehatan inangnya dapat dilihat dari jumlah sel
hidup dalam probiotik tersebut. Tamime et al. (2005) menyatakan bahwa
organisme probiotik harus terdapat dalam makanan pada konsentrasi minimum
106 cfu g-1 atau konsumsi harian sebaiknya sekitar 109 cfu g-1. Nousiainen et al.
(2004) dalam Salminen et al. (2004) merekomendasikan dosis probiotik berkisar
antara 106-107 cfu-1 untuk dapat memberikan efek yang diinginkan. International
Dairy Federation (IDF) memberikan standar jumlah minimum probiotik hidup
sebagai acuan adalah 106 cfu ml-1 pada produk akhir (Indratingsih et al. 2004).
Namun demikian, jumlah ini bukanlah nilai mutlak karena dosis efektif dari
probiotik bersifat spesifik tergantung pada kemampuan probiotik untuk bertahan
dan berpenetrasi pada saluran pencernaan inang (Nousiainen et al. 2004 di dalam
Salminen et al. 2004). Tabel 1 menunjukkan bahwa jumlah sel hidup lebih dari
107-1010 cfu ml-1 sehingga probiotik ini memenuhi syarat sebagai produk
probiotik. Jenis bakteri pada probiotik padat maupun cair hampir sama, akan
tetapi jumlahnya saja yang berbeda. Adapun pemberian probiotik cair yaitu 0.1%
dan 0.2% (vb-1) agar kisaran populasi bakteri total sekitar 1.5 x 107 – 3 x 107 cfu
g-1.

Derajat Keasaman (pH) Rumen
Organ pencernaan ruminansia terdiri dari rumen, retikulum, omasum dan
abomasum. Kondisi di dalam rumen adalah anaerob dengan tekanan osmosis
mirip dengan tekanan aliran darah dan suhunya 38-42 °C. Di dalam rumen
terdapat empat jenis mikroba yang terdiri dari populasi bakteri, protozoa, jamur
dan virus yang pada umumnya bersifat anaerob. Di dalam rumen populasi
berbagai mikroba saling berinteraksi melalui hubungan simbiosis dan
menghasilkan produk-produk khas dari proses fermentatif. Rumen tidak
menghasilkan enzim pencernaan (enzim selulase), karena tidak terdapat sel-sel
kelenjar pada jaringan epitel selaput mukosa, tetapi rumen selalu menerima saliva
yang bersifat alkalis dengan karbonat sebagai komposisi utamanya. Saliva yang
masuk ke dalam rumen berfungsi sebagai buffer dan membantu mempertahankan

9

pH tetap 6.8 (Arora 1995). Tabel 2 memperlihatkan taraf penambahan probiotik
cair dan waktu inkubasi terhadap kondisi pH rumen.
Tabel 2 Pengaruh penambahan probiotik cair dan waktu inkubasi terhadap rataan
derajat keasaman (pH)
Waktu
Inkubasi
0 jam
1 jam
2 jam
3 jam
Rataan ±
SD

Taraf Penambahan Probiotik Cair ke dalam Ransum
(% vb-1)
0

0.1

0.2

Rataan ±
SD

6.78 ± 0.05
6.71 ± 0.05
6.52 ± 0.09
6.47 ± 0.12

6.52 ± 0.09
6.51 ± 0.12
6.43 ± 0.12
6.49 ± 0.03

6.50 ± 0.11
6.47 ± 0.07
6.37 ± 0.12
6.41 ± 0.05

6.60 ± 0.08
6.56 ± 0.08
6.44 ± 0.11
6.46 ± 0.07

6.62 ± 0.08

6.49 ± 0.09

6.44 ± 0.09

6.51 ± 0.08

Signifikansi
Waktu Inkubasi

Linear*

Keterangan : Signifikansi : * (P