Kajian Proses Pasteurisasi Jelly Drink Cincau Hijau-Rosela Dalam Kaleng untuk Menghasilkan Daya Antioksidan Optimum.

i

KAJIAN PROSES PASTEURISASI JELLY DRINK CINCAU
HIJAU-ROSELA DALAM KALENG UNTUK
MENGHASILKAN DAYA ANTIOKSIDAN OPTIMUM

NABILA YUSRINA NUR ABIDAH

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

ii

iii

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kajian Proses

Pasteurisasi Jelly Drink Cincau Hijau-Rosela dalam Kaleng untuk Menghasilkan
Daya Antioksidan Optimum adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015
Nabila Yusrina Nur Abidah
NIM F24110125

i

ABSTRAK
NABILA YUSRINA NUR ABIDAH. Kajian Proses Pasteurisasi Jelly Drink
Cincau Hijau-Rosela Dalam Kaleng untuk Menghasilkan Daya Antioksidan
Optimum. Dibimbing oleh PUSPO EDI GIRIWONO dan EKO HARI
PURNOMO.
Cincau hijau (Premna oblongifolia Merr.) dan rosela (Hibiscus sabdariffa L.

Merr.) merupakan dua komoditas pangan lokal yang dapat dimanfaatkan untuk
mengatasi peningkatan prevalensi kasus metabolic syndrome, yakni sekumpulan
faktor risiko penyakit yang diasosiasikan dengan metabolic disorders. Tujuan
penelitian ini adalah mengkaji proses termal produk jelly drink cincau hijau-rosela
yang menghasilkan kerusakan kapasitas antioksidan minimum. Penelitian ini
terdiri dari beberapa tahap, yaitu tahap kajian proses termal dan karakterisasi
kapasitas antioksidan produk. Kajian proses termal dilakukan pada beberapa
kombinasi suhu dan waktu pasteurisasi untuk mencapai nilai pasteurisasi yang
setara dengan 6D85. Suhu 65 °C memerlukan waktu pasteurisasi selama 7.2 menit,
suhu 75 °C selama 5.25 menit, dan suhu 85 °C selama 4 menit. Karakterisasi
kapasitas antioksidan produk digunakan untuk mengetahui pengaruh proses termal
terhadap laju kerusakan kapasitas antioksidan produk. Produk yang dipasteurisasi
pada suhu 65 °C memiliki kandungan fenolik total tertinggi (58.19 mg GAE/g
sampel) dan nilai IC50tertinggi (0.38 g/mL). Sedangkan kandungan total klorofil
tertinggi dimiliki oleh produk yang dipasteurisasi pada suhu 85 °C (17.21 mg/100
g sampel). Kadar serat kasar masing-masing produk tidak menunjukkan
perbedaan nyata. Berdasarkan kapasitas antioksidannya, produk yang mengalami
proses pasteurisasi yang paling optimal adalah produk yang dipasteurisasi pada
suhu 65 °C selama 7.2 menit.
Kata kunci: gel cincau hijau, pasteurisasi, rosela, aktivitas antioksidan


ii

ii

ABSTRACT
NABILA YUSRINA NUR ABIDAH. Pasteurization Process Optimization of
Canned Green Grass Jelly-Roselle Jelly Drink to minimize decrease of antioxidant
capacity. Supervised by PUSPO EDI GIRIWONO and EKO HARI PURNOMO.
Green grass jelly (Premna oblongifolia Merr.) and roselle (Hibiscus
sabdariffa L. Merr.) are local food commodities that can be used to alleviate
increased prevalence of metabolic syndrome. The purpose of this research is to
study thermal process of green grass jelly-roselle jelly drink product with
minimum antioxidant capacity decrease. This research was done in two stages; (1)
thermal process treatment and (2) product’s antioxidant capacity characterization.
Thermal process treatment is carried out by treating the samples at different
combination of time and temperature to achieve pasteurization value equal to 6D85
(at 65 °C pasteurization requires 7.2 minutes, at 75 °C req. 5.25 minutes, and 85
°C req. 4 minutes). Antioxidant characterization of the product are used to
determine the effect of thermal processes on the functional character of the

product. Pasteurized product at 65 °C has the highest total phenolic content (58.19
mg GAE/ g sample) and antioxidant activity (IC50 0.38 g/mL). The highest total
chlorophyll content is pasteurized product at 85 °C (17.21 mg/ 100 g sample).
Each product doesn’t show any significant difference in crude fiber content.
Based on it functional characteristic, pasteurized product at 65 °C is product that
undergo optimal pasteurization process.
Keyword: antioxidant capacity, green grass jelly, pasteurization, roselle

ii

iii

KAJIAN PROSES PASTEURISASI JELLY DRINK CINCAU
HIJAU-ROSELA DALAM KALENG UNTUK
MENGHASILKAN DAYA ANTIOKSIDAN OPTIMUM

NABILA YUSRINA NUR ABIDAH

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PANGAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

iv

ii

PRAKATA
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala karuniaNya yang telah dilimpahkan, sehingga tugas akhir yang berjudul Kajian Proses
Pasteurisasi Jelly Drink Cincau Hijau-Rosela dalam Kaleng untuk Menghasilkan
Nilai Daya Antioksidan Optimum dapat diselesaikan dengan baik.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr. Puspo Edi Giriwono, S.TP, M.Agr
selaku dosen pembimbing pertama, Dr. Eko Hari Purnomo, S.TP, M.Sc selaku

dosen pembimbing kedua, serta Dias Indrasti, S.TP, M.Sc selaku dosen penguji
sidang yang senantiasa memberikan bimbingan, masukan, dan semangat kepada
penulis hingga tugas akhir ini dapat terselesaikan dengan baik. Di samping itu,
ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada seluruh laboran dan teknisi
laboratorium Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan dan laboratorium PAU
yang senantiasa membantu dan membimbing penulis dalam mengoperasikan
instrumen laboraorium selama penelitian. Ucapan terima kasih juga penulis
sampaikan kepada staf UPT dan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan yang
telah membantu penulis dalam menyelesaikan urusan administrasi.
Terima kasih penulis ucapkan kepada kedua orang tua, adik, serta seluruh
keluarga besar yang tiada hentinya memberikan dorongan, semangat, dan
perhatian kepada penulis. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada
sahabat-sahabat yang telah memberikan dukungan dalam penyelesaian tugas akhir
dan juga telah mewarnai hari-hari penulis menjadi tidak terlupakan. Terima kasih
penulis ucapkan juga kepada teman-teman satu bimbingan yang saling membantu
dalam penelitian. Ucapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada temanteman seperjuangan Ilmu dan Teknologi Pangan 48 atas kekompakan dan
keriangan yang dilalui selama kuliah.
Penulis menyadari banyaknya kekurangan dalam penulisan tugas akhir ini,
sehingga penulis sangat mengharapkan kritik tugas akhir ini dan saran yang
membangun untuk tugas akhir ini. Semoga tugas akhir ini dapat bermanfaat.


Bogor, Agustus 2015
Nabila Yusrina Nur Abidah

ii

vii

DAFTAR ISI
ABSTRAK ............................................................................................ i
ABSTRACT ......................................................................................... ii
PRAKATA .......................................................................................... vi
DAFTAR ISI ...................................................................................... vii
DAFTAR TABEL ............................................................................ viii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................ viii
DAFTAR LAMPIRAN ...................................................................... ix
PENDAHULUAN................................................................................ 1
Latar Belakang .................................................................................................... 1
Perumusan Masalah ............................................................................................. 2
Tujuan Penelitian ................................................................................................. 2

Manfaat Penelitian ............................................................................................... 3

TINJAUAN PUSTAKA ...................................................................... 4
Gel Cincau Hijau (Premna oblongifolia Merr.) .................................................. 4
Ekstrak Rosela (Hibiscus sabdariffa L. Merr.) ................................................... 6
Pasteurisasi dan Kecukupan Proses Termal ........................................................ 7
Staphylococcus aureus ........................................................................................ 9

METODE PENELITIAN ................................................................. 10
Bahan ................................................................................................................. 10
Alat .................................................................................................................... 10
Metode Percobaan ............................................................................................. 11

HASIL DAN PEMBAHASAN ......................................................... 15
Optimasi Proses Pasteurisasi ............................................................................. 15
Sifat Fungsional Produk Jelly Drink Cincau Hijau-Rosela ............................... 16
Pemilihan Proses Pasteurisasi Terbaik .............................................................. 24

SIMPULAN DAN SARAN ............................................................... 25
Simpulan ............................................................................................................ 25

Saran .................................................................................................................. 25

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................ 26

ii

viii

DAFTAR TABEL
1 Kandungan gizi cincau hijau per 100 gram bahan
2 Kandungan gizi kelopak bunga rosela per 100 gram bahan
3 Karakteristik fungsional produk jelly drink cincau hijau-rosela dalam
kaleng

5
7
24

DAFTAR GAMBAR
1

2
3
4
5
6
7
8
9

Daun cincau hijau perdu (Premna oblongifolia Merr.)
Kelopak bunga rosela (Hibiscus sabdariffa L. Merr.)
Diagram alir pembuatan gel cincau hijau
Diagram alir pembuatan ekstrak rosela
Kurva uji penetrasi panas terhadap produk jelly drink cincau hijaurosela dalam kaleng
Kandungan fenolik total produk jelly drink cincau hijau-rosela dalam
kaleng
Kandungan total klorofil produk jelly drink cincau hijau-rosela dalam
kaleng
Aktivitas antioksidan produk jelly drink cincau hijau-rosela dalam
kaleng yang digambarkan dengan nilai IC50

Kadar serat kasar produk jelly drink cincau hijau-rosela dalam kaleng

4
6
11
12
16
18
20
21
23

ii

ix

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13

Hasil perhitungan uji penetrasi panas suhu 65 °C
Hasil perhitungan uji penetrasi panas suhu 75 °C
Hasil perhitungan uji penetrasi panas suhu 85 °C
Kurva standar asam galat
Hasil analisis kandungan fenolik total
Hasil analisis sidik ragam kandungan fenolik total
Hasil analisis kandungan total klorofil
Hasil analisis sidik ragam kandungan total klorofil
Kurva standar asam askorbat
Hasil analisis aktivitas antioksidan berdasarkan nilai IC50
Hasil analisis sidik ragam nilai IC50
Hasil analisis kadar serat kasar
Hasil analisis sidik ragam kadar serat kasar

31
38
50
59
60
61
63
64
66
67
71
73
74

x

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Peningkatan prevalensi kasus metabolic syndrome di masyarakat diakibatkan
oleh perubahan gaya hidup menjadi kurang sehat. Peningkatan prevalensi kasus
ini dapat berdampak pada perubahan pola konsumsi pangan menjadi lebih sehat
dan peningkatan pengembangan produk yang berpotensi sebagai anti metabolic
syndrome. Metabolic syndrome merupakan sekelompok faktor risiko penyakit
yang berhubungan dengan gangguan metabolisme seperti cardiovascular disease
(CVD), chronic kidney disease (CKD), tipe 2 diabetes melitus dan hipertensi
(Wang et. al 2007). Prevalensi metabolic syndrome bervariasi terhadap lokasi
geografis, karakter populasi, dan kriteria sindrom tersebut. Salah satu bahan
pangan yang dapat dikembangkan adalah cincau hijau (Premna oblongifolia
Merr.) dan rosela (Hibiscus sabdariffa L. Merr.). Tanaman cincau termasuk
tanaman asli Indonesia. Tanaman ini tumbuh menyebar di daerah Jawa Barat (
Gunung Salak, Batujajar, Ciampea, dan Ciomas), Jawa Tengah ( Gunung Ungaran
dan Gunung Ijen), Sulawesi, Lomobok, dan Sumbawa (Rahayu et. al 2013).
Sedangkan tanaman rosela dapat berkembang dengan baik di Jawa Timur (Kediri
dan Blitar). Keduanya merupakan komoditas pangan lokal, sehingga
ketersediaannya cukup banyak dan harganya terjangkau. Sehinga pasokan kedua
bahan baku tersebut dapat terjamin.
Daun cincau hijau mengandung karbohidrat, polifenol, saponin, flavonoid,
lemak, kalsium, fosfor, serta vitamin A dan B (Mardiah et. al 2007). Kandungan
fitokimia pada daun cincau menurut Ananta (2000) dapat mencegah kanker. Hal
ini sesuai dengan beberapa penelitian yang telah dilakukan sebelumnya bahwa
kandungan fitokimia daun cincau hijau dapat meningkatkan jumlah limfosit
(Pandoyo 2000), menurunkan jumlah radikal bebas (Handayani 2000),
meningkatkan kapasitas antioksidan limfosit (Koessitoresmi 2002), dan tidak
bersifat toksik bagi tubuh (Arisudana 2003).
Bunga rosela mengandung fitokimia berupa antosianin, asam protokatekat,
flavonoid (gosipetin, hibiscetin, dan sabdaretin), pigmen dafnifilin. selain itu
terdapat pigmen mirtilin, krisantenin dan delfinidin dalam jumlah yang sedikit
(Mohamed et. al 2012). Komponen-komponen fitokimia tersebut telah diteliti
dapat berfungsi sebagai zat anti hipertensi (Suryani 2004).
Faktor khasiat dan kemudahan untuk mendapatkan bahan baku adalah alasan
utama pengembangan produk jelly drink cincau hijau-rosela. Proses pengawetan
diperlukan dalam pengembangan produk karena umur simpan gel cincau hijau
sangat singkat (1-2 hari) dan mudah terkontaminasi secara mikrobiologis. Proses
pengawetan yang dilakukan adalah pasteurisasi dalam kaleng. Aplikasi
pasteurisasi dapat mereduksi jumlah mikroba, namun dapat pula merusak
komponen bioaktif seperti flavonoid (Irina dan Mohamed 2012; Mourtzinos 2008)
serta menurunkan mutu fisik dan fungsional produk (Firlieyanti dan Pramitasari
2012; Prangdimurti et. al 2012).
Maka dari itu, diperlukan suatu teknik untuk mengurangi
dampak
pasteurisasi terhadap produk tanpa mengurangi kecukupan panas yang diperlukan
produk. Kombinasi proses pengawetan diperlukan untuk tujuan tersebut. Setiap

2

faktor yang berperan dalam proses pengawetan di sebut hurdle. Teknologi hurdle
(hurdle concept) tidak hanya sekedar mengkombinasikan berbagai metode
pengawetan, namun juga dapat digunakan untuk mengoptimalkan efek
pengawetan yang diingikan tanpa memberikan perlakuan pengawetan yang
berlebihan. Hurdle yang berpotensi dalam pengawetan dikelompokkan ke dalam
fisik, fisiko-kimia dan mikrobiologis. Hurdle yang paling penting adalah hurdle
proses dan aditif, sperti suhu tinggi, suhu rendah, aktivitas air (Aw), keasaman
(pH), potensi redoks (Eh), mikroorganisme kompetitor, dan pengawet (Nuraida
2011). Pada penelitian ini, hurdle yang dapat dikombinasikan adalah tingkat
keasaman produk dengan proses suhu tinggi, yakni pasteurisasi.
Mukaromah et. al (2010) menyatakan bahwa kelopak rosela segar memiliki
tingkat keasaman yang rendah (pH 2.0) dan proses ekstraksi tidak berpengaruh
terhadap pH ekstrak rosela. Minuman ekstrak rosela memiliki tingkat keasaman
yang tinggi (pH 2.0) sehingga dapat menurunkan resiko bahaya mikrobiologis
serta meminimalkan aplikasi termal yang dibutuhkan. Stabilitas optimum gel
cincau hijau tercapai pada pH rendah (Ginanjar 2013) setara dengan pH alami
ekstraki rosela. Kombinasi tingkat keasaman minuman rosela dan stabilitas
optimum gel cincau hijau diharapkan mampu mengatasi penurunan mutu gel dari
cincau hijau akibat proses pasteurisasi. Akibatnya proses pasteurisasi dapat
dioptimalkan tanpa panas yang berlebihan sehingga dapat merusak mutu
fungsional produk. Kondisi optimum proses pasteurisasi produk adalah kondisi
yang dapat meminimalkan kerusakan kapasitas antioksidannya. Hal ini berkaitan
dengan produk yang dikembangkan merupakan produk dengan kemampuan anti
metabolic syndrome yang berasal dari kapasitas antioksidan di dalamnya.

Perumusan Masalah
Cincau hijau dan rosela memiliki potensi besar sebagai bahan baku produk
pangan fungsional karena mudah didapatkan dan khasiat anti metabolic syndrome
yang berasal dari komponen fitokimia kedua bahan baku tersebut. Pengembangan
produk gel cincau hijau tergolong sedikit, bahkan belum ada produk kombinasi
antara gel cincau hijau dengan ekstrak rosela di pasaran. Proses pasteurisasi perlu
diaplikasikan pada produk agar umur simpan produk lebih panjang. Proses
pasteurisasi juga dapat meningkatkan nilai tambah produk karena produk menjadi
lebih awet pada suhu rendah sehingga memudahkan proses distribusi produk.
Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
1. Kombinasi suhu dan waktu beberapa tingkat pasteurisasi yang dapat mencapai
nilai pasteurisasi yang setara dengan 6D85
2. Efek proses pasteurisasi sebagai proses pengawetan produk jelly drink cincau
hijau-rosela dalam kaleng terhadap kapasitas antioksidan

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengoptimasi proses pasteurisasi yang
dilakukan sebagai proses pengawetan produk jelly drink cincau hijau-rosela dalam

3

kaleng agar kerusakan kapasitas antioksidan dapat diminimalkan. Proses termal
yang optimal diharapkan dapat menghasilkan produk dengan kapasitas
antioksidan yang maksimal.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat menjadi salah satu bentuk penerapan
teknologi dalam meningkatkan nilai tambah komoditas cincau hijau dan rosela
sehingga meningkatkan nilai tambah kedua komoditas tersebut. Produk jelly drink
cincau hijau-rosela dalam kaleng juga dapat dikembangkan lebih jauh lagi untuk
menjadi pangan fungsional yang berkhasiat untuk menurunkan prevalensi kasus
metabolic syndrome melalui penanganan stress oksidatif.

4

TINJAUAN PUSTAKA
Gel Cincau Hijau (Premna oblongifolia Merr.)
Jenis cincau yang umumnya dikenal di Indonesia ada dua jenis, yaitu
cincau hijau dan cincau hitam. Kedua jenis cincau berbeda dalam hal warna, cita
rasa, penampakan, dan proses pembuatan menjadi gel cincau. Gel cincau hitam
dibuat dari bagian batang dan daun tanaman janggelan kering dengan penambahan
pati dan abu Qi. Abu Qi merupakan hasil pembakaran sekam padi yang
mengandung mineral seperti Ca, K, dan lain-lain. Gel cincau hitam berwarna
cokelat kehitaman akibat ikatan klorofil yang rusak, beraroma spesifik dan lemah,
memiliki sifat thermoreversible, dan memiliki umur simpan selama empat hari.
Sedangkan gel cincau hijau dibuat dari bagian daun tanaman cincau hijau perdu

Gambar 1 Daun cincau hijau perdu (Premna oblongifolia Merr.)
Sumber : http://www.plantamor.com/index.php?album=1502
atau rambat segar dengan atau tanpa pemanasan. Gel cincau hijau berwarna hijau
khas klorofil dengan aroma spesifik yang kuat, bersifat irreversible, dan memiliki
umur simpan dua hari (Pitojo dan Zumiati 2005).Tanaman cincau hijau
diklasifikasikan menjadi dua varietas, yaitu cincau hijau pohon atau perdu
(Premna oblongifolia Merr.) dan cincau hijau rambat (Cyclea barbata L. Miers).
Varietas yang digunakan dalam penelitian ini adalah cincau hijau perdu (Premna
oblongifolia Merr.) karena lebih mudah didapatkan. Daun cincau hijau perdu
disajikan dalam Gambar 1.
Cincau hijau umumnya dikonsumsi sebagai makanan pencuci mulut
maupun healthy dessert. Kandungan gizi dalam daun cincau hijau disajikan pada
Tabel 1.

5

Tabel 1 Kandungan gizi cincau hijau per 100 gram bahan
Komponen Zat Gizi
Kalori (kal)
Protein (g)
Lemak (g)
Karbohidrat (g)
Kalsium (mg)
Fosfor (mg)
Besi (mg)
Vitamin A (SI)
Vitamin B1 (mg)
Vitamin C (g)
Air (g)
Bahan yang dapat dicerna (%)

Jumlah
122.00
6.00
1.00
26.00
100.00
100.00
3.30
107.50
80.00
17.00
66.00
40.00

Sumber : Direktorat Gizi Depkes Indonesia dalam Pitojo dan Zumiyanti 2005
Cincau hijau secara tradisional dimanfaatkan oleh masyarakat sebagai obat
penurun panas, obat radang lambung, menghilangkan rasa mual, hingga penurun
tekanan darah (Ruhayat 2002). Beberapa penelitian sebelumnya telah dilakukan
dan menunjukkan bahwa cincau hijau memiliki kandungan senyawa bioaktif yang
memiliki khasiat baik bagi tubuh. Kandungan senyawa bioaktif pada cincau hijau
antara lain klorofil, β-karoten, alkaloid, saponin, tanin, steroid, dan glikosida
(Kusharto 2009). Tasia dan Widyaningsih (2013) menyatakan bahwa kandungan
polifenol pada cincau dapat berfungsi sebagai zat antikanker. Ananta (2000) juga
mengatakan bahwa daun cincau hijau dapat mencegah kanker. Selain itu,
kandungan senyawa bioaktif pada cincau hijau berfungsi sebagai antioksidan,
antimutagenik, antihipertensi, antidiabetes, serta imunomodulator (Septian dan
Widyaningsih 2014). Kandungan fenolik pada cincau berpengaruh secara
signifikan terhadap aktivitas antioksidan dan memiliki efek scavenging pada
radikal bebas, penurunan kolesterol darah (Dhesti dan Widyaningsih 2014), serta
menurunkan konsentrasi MDA darah (Li et. al 2010).
Cincau hijau memiliki kandungan serat yang tinggi. Komponen serat
utama pada ekstrak cincau adalah pektin. Pektin termasuk serat pangan larut air
dan salah satu bahan pembentuk gel (Willat et. al 2006). Komponen pembentuk
gel pada cincau hijau adalah pektin bermetoksi rendah (Nurdin et. al 2008).
Umumnya, ekstraksi daun cincau menjadi gel menggunakan air bersuhu 100
°Csehingga terbentuk gel. Gel cincau hijau dapat terbentuk pada suhu kamar,
yaitu 25-30 °C, berwarna hijau karena mengandung klorofil, bersifat tidak tembus
cahaya, dan irreversibel atau tidak dapat dibuat gel lagi setelah dihancurkan
(Setyaningtyas 2000). Pembentukan gel cincau secara konvensional menghasilkan
gel yang tidak kokoh dan cepat mengalami sineresis, yaitu peristiwa keluarnya air
dari gel cincau hijau. Selain itu, gel cincau hijau mudah terkontaminasi oleh
mikroorganisme.
Senyawa pembentuk gel yang terdapat dalam cincau hijau, yaitu pektin
memiliki nilai pH 5.55 (Untoro 1985). Semakin tinggi kadar daun cincau hijau,
daya tahan gel meningkat. Tingginya suhu air membuat pembentukan gel menjadi
lambat dan daya tahan pecah menurun. Gel tidak akan terbentuk pada suhu 80 oC
atau lebih. Rendahnya pH air akan membuat waktu pembentukan gel menjadi

6

lambat dengan daya tahan gel yang tinggi (Ginanjar 2013). Penambahan
hidrokoloid dalam proses pembuatan gel cincau hijau dapat mempercepat proses
pembentukan gel serta meningkatkan mutu fisik dari gel tersebut. Hidrokoloid
yang digunakan dalam penelitian ini adalah karagenan. Karagenan merupakan
hasil ekstraksi dari ganggang merah (Rhodophyceae), biasanya Chondrus crispus,
Euchema cotonii, dan Euchema spinosum (Imeson 2000). Karagenan berfungsi
sebagai bahan penstabil, pengental, pengemulsi, dan bahan pembuat kapsul.
Karagenan mudah dijangkau, selain itu juga dapat meningkatkan kandungan serat
produk akhir karena karagenan terbuat dari rumput laut. Pengolahan gel cincau
diproduksi dalam bentuk minuman, baik segar maupun dalam kemasan komersil.

Ekstrak Rosela (Hibiscus sabdariffa L. Merr.)
Pemanfaatan rosela (Hibiscus sabdariffa L. Merr.) di Indonesia tergolong
belum banyak padahal budidayanya memiliki peluang yang sangat baik. Selain
dimanfaatkan sebagai pangan, rosela juga bermanfaat sebagai pangan fungsional
(Maryani dan Kristiana 2008). Bagian yang dimanfaatkan dari tanaman rosela
adalah kelopak bunganya. Kelopak bunga rosela disajikan dalam Gambar 2.

Gambar 2 Kelopak bunga rosela (Hibiscus sabdariffa L. Merr.)
Sumber: http://www.tropicalfloridagardens.com/tag/pinkKandungan gizi kelopak bunga rosela disajikan pada Tabel 2. Bunga rosela
mengandung fitokimia berupa antosianin, asam protokatekat, flavonoid (gosipetin,
hibiscetin, dan sabdaretin), pigmen dafnifilin, serta mirtilin, krisantenin dan
delfinidin dalam jumlah yang sedikit (Mohamed et. al 2012). Beberapa penelitian
sebelumnya menyebutkan bahwa kandungan senyawa bioaktif ekstrak kelopak
bunga rosela memiliki banyak khasiat bagi tubuh. Kandungan antosianin,
gosipetin, dan hibisetin memiliki khasiat diuretik (Maryani 2008). Kandungan
antioksidan pada kelopak bunga rosela terdiri atas senyawa gosipetin, antosianin,
dan hibisetin. Antosianin selain pigmen alami pada rosela juga bersifat
antioksidan yang tinggi (Putra 2013). Kandungan flavonoid bunga rosela dapat
mencegah hipertensi (Kwon et. al 2010).

7

Tabel 2 Kandungan gizi kelopak bunga rosela per 100 gram bahan
Komponen Zat Gizi
Kalori (kal)
Air (%)
Protein (g)
Lemak (g)
Karbohidrat (g)
Serat (g)
Abu (g)
Kalsium (mg)
Fosfor (mg)
Besi (mg)
Betakaroten (mg)
Vitamin C (mg)
Tiamin (mg)
Riboflavin (mg)
Niasin (mg)

Jumlah
44.00
86.20
1.60
0.10
11.10
2.50
1.00
160.00
60.00
3.80
285.00
14.00
0.04
0.60
0.50

Sumber : Maryani (2008)
Bunga rosela dapat dimanfaatkan sebagai pangan, antara lain bahan
seduhan seperti teh, sirup, selai, dan pangan lain. Teh rosela memiliki warna
merah dari pigmen antosianin. Warna dari ekstrak rosela dipengaruhi oleh tingkat
keasamaan. Pengaruh pH pada antosianin sangat besar terutama pada penentuan
warnanya, pada pH rendah antosianin akan berarna merah (Mukaromah et. al
2010). Proses ekstraksi rosela dilakukan dengan pemanasan dan penambahan gula
untuk mengurangi rasa asam dari ekstrak akhir. Mukaromah et. al (2010)
mengatakan bahwa proses pengolahan rosela tidak berpengaruh terhadap pH
rosela segar, yaitu 2.0. Tingkat keasamaan yang tinggi ekstrak rosela dapat
dimanfaatkan sebagai teknik pengawetan pangan.

Pasteurisasi dan Kecukupan Proses Termal
Umur simpan suatu produk dapat diperpanjang dengan proses pengawetan
yang bertujuan untuk menjadikan produk lebih awet. Salah satu metode
pengawetan adalah dengan proses termal. Proses termal yang dilakukan dalam
penelitian ini adalah pasteurisasi. Proses pasteurisasi dapat dilakukan pada suhu di
bawah 100 °C dengan tujuan untuk inaktivasi mikroba pembusuk, mikroba
patogendan enzim yang tidak diinginkan. Pasteurisasi dilakukan karena sifat
produk yang relatif asam (pH