Perubahan Penutupan Lahan Dan Faktor Penyebabnya Di Cagar Alam Gunung Papandayan, Provinsi Jawa Barat

PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN DAN FAKTOR
PENYEBABNYA DI CAGAR ALAM
GUNUNG PAPANDAYAN

INEKE AYUN PRAMITALIA

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Perubahan Penutupan
Lahan dan Faktor Penyebabnya di Cagar Alam Gunung Papandayan adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, September 2015

Ineke Ayun
NIM E34090038

ABSTRAK
INEKE AYUN. Perubahan Penutupan Lahan dan Faktor Penyebabnya Di Cagar
Alam Gunung Papandayan, Provinsi Jawa Barat. Dibimbing oleh LILIK BUDI
PRASETYO dan DADAN MULYANA.
Gunung Papandayan telah ditetapkan sebagai Taman Wisata Alam (TWA)
yang semula bagian dari Cagar Alam (CA). Gunung ini telah meletus tahun 2002,
yang mengakibatkan perubahan struktur vegetasi. Selain ini dinamika perubahan
penutupan lahan juga sangat dipengaruhi aktivitas masyarakat di sekitar kawasan.
Teknologi penginderaan jauh dan Sistim Informasi Geografi (SIG) dapat
digunakan untuk pemantauan dan identifikasi perubahan secara reguler. Penelitian
ini bertujuan untuk mengetahui perubahan penutupan lahan dan faktor
penyebabnya pada periode tahun 1990, 2002 dan 2013. Hasil analisis

menunjukkan bahwa jenis tutupan lahan yang mengalami perubahan tertinggi
pada tahun 1990–2002 adalah hutan pegunungan menjadi semak belukar seluas
1019.29 ha. Adapun perubahan tutupan lahan terbesar yang terjadi pada tahun
2002-2013, yaitu semak belukar menjadi hutan pegunungan seluas 793.07 ha.
Fakta tersebut mengindikasikan bahwa kerusakan yang pernah terjadi pada tahun
2002, sebagian telah bersuksesi menjadi hutan kembali.
Kata kunci: Cagar alam Gunung Papandayan, perambahan hutan, perubahan
penutupan lahan.

ABSTRACT
INEKE AYUN. Landcover Change and Its Contributing Factors in Papandayan
Mountain Nature Reserve, West Java Province. Supervised by LILIK BUDI
PRASETYO and DADAN MULYANA.
Papandayan Mountain has been established as nature recreation area, as a
part of Nature Reserve. It is active volcano and the last explosion was recorded in
the year of 2002. The eruption has influenced the structure of natural vegetation.
Moreover, the land cover change also influenced by community surrounding the
park. Remote Sensing and Geographical Information System (GIS) can be applied
to monitor the changes and its major drivers. This research aim to built up basic
data of land cover, determine the amount of the change in land cover also the

factor that cause land cover changes in period 1990, 2002, and 2013. The type of
land cover which experience the most significant changes between 1990–2002
period, was mountain forest into grassland with area of about 1019.29 ha.
Meanwhile, the most vary change in the year of 2002-2013 was grassland into
mountain forest with area 793.07 ha. This facts indicated that forest that was
occupied in 2002, has been recovered.
Keywords: forest encroachment, landcover change, Papandayan Mountain Nature
Reserve

PERUBAHAN PENUTUPAN LAHAN DAN FAKTOR
PENYEBABNYA DI CAGAR ALAM
GUNUNG PAPANDAYAN

INEKE AYUN PRAMITALIA
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
di
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata


DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Juli ini ialah perubahan
lahan, dengan judul Perubahan Penutupan Lahan dan Faktor Penyebabnya di
Cagar Alam Gunung Papandayan, Provinsi Jawa Barat.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Ir Lilik Budi Prasetyo, MSc
dan Bapak Dadan Mulyana, SHut MSi selaku pembimbing. Selain itu,
penghargaan penulis sampaikan kepada Kepala Balai Cagar Alam Gunung
Papandayan, Abah Ipin, A’ Pian, A’ Iman, Kang Iya, dan Sindi Nursiamdini,
SHut yang telah membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih
juga disampaikan kepada Ibu Sulistyorini, Bapak Heru Prayitno, Arin, Tyas, dan
Nurussholehatul Amanah yang selalu mendoakan tiap langkah saya. Terimakasih
juga saya ucapkan pada Fauzia Khaerani, Rahmi Taufika, Ramayana, Sherly

Ridhowati yang telah menemani dan selalu memberi dukungan kepada saya, dan
untuk Dian pratiwi, Galang Badadung, Kak Putri Rahayu dan Kak Yunen yang
telah membantu saya selama proses pengolahan data spasial, serta keluarga besar
Pak De Ngadiyo, seluruh keluarga kosan Wisma Melati, atas segala doa, kasih
sayang, dan bantuannya. Keluarga besar RIMPALA, khususnya R-XIV, keluarga
KSHE 46, dan seluruh staff pengajar, Tata Usaha, Laboran, Mamang Bibi serta
keluarga besar Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata dan
Fakultas Kehutanan IPB yang telah membantu, memberikan dukungan, serta
memberikan ilmu pengetahuan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2015

Ineke Ayun

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vii


DAFTAR GAMBAR

vii

DAFTAR LAMPIRAN

vii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Perumusan Masalah

2


Tujuan

2

Manfaat

2

METODE

2

Lokasi dan Waktu

2

Alat dan Bahan

3


Jenis dan Teknik Pengumpulan Data

4

Analisis Penutupan Lahan

4

Metode Analisis Data

5

HASIL DAN PEMBAHASAN

7

Uji Akurasi

7


Kondisi Tutupan Lahan di Cagar Alam Gunung Papandayan

7

Faktor Penyebab Perubahan Lahan
SIMPULAN DAN SARAN

13
15

Simpulan

15

Saran

15

DAFTAR PUSTAKA


16

LAMPIRAN

16

DAFTAR TABEL

1
2
3
4
5
6

Jenis data berdasarkan sumber
Kondisi areal tutupan lahan CAGP Tahun 1990
Kondisi areal tutupan lahan CAGP Tahun 2001
Kondisi areal tutupan lahan CAGP Tahun 2013
Perubahan penutupan lahan tahun 1990 - 2013

Perubahan penutupan lahan tahun 2001-2013

4
7
8
8
12
12

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5

Peta lokasi penelitian
Diagram alir pengolahan data
Peta tutupan lahan tahun 1990
Peta tutupan lahan tahun 2002
Peta tutupan lahan tahun 2013

3
6
9
10
11

DAFTAR LAMPIRAN

1
2
3
4

Hasil uji akurasi
Rekapitulasi kejadian kebakaran hutan di ekosistem hutan Gunung
Papandayan
Lokasi rawan kebakaran pada kawasan Gunung Papandayan dan
upaya pencegahannya
Kunci Identifikasi

17
17
17
18

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hutan di Indonesia merupakan hutan tropis yang memiliki kekayaan
biodiversity yang sangat besar. Pulau Jawa memiliki hutan hujan tropis yang
merupakan gudang keanekaragaman hayati telah mengalami kerusakan yang
meluas sehingga sebagian besar hutan tersisa sekarang terkonsentrasi pada
wilayah pegunungan dengan lereng-lerengnya yang terjal (Whitten et al. 1996).
Mengingat fungsi ekologisnya yang sangat besar maka hampir seluruh gununggunung berhutan ini telah ditetapkan sebagai daerah yang dilindungi baik dalam
status kawasan pelestarian alam, suaka alam maupun hutan lindung.
Gunung Papandayan merupakan gunung berapi aktif yang terletak bagian
selatan Jawa Barat dengan ketinggian mencapai 2 675 meter dari permukaan laut
(Bakosurtanal 1999). Gunung Papandayan merupakan Taman Wisata Alam
(TWA) yang semula bagian dari Cagar Alam (CA) yang dimanfaatkan untuk
tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budaya dan rekreasi.
Dalam UU No. 5/1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan
Ekosistemnya, kawasan suaka alam adalah kawasan dengan ciri khas tertentu,
baik di darat maupun perairan yang mempunyai fungsi pokok sebagai kawasan
pengawetan keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya, yang juga
berfungsi sebagai wilayah sistem penyangga kehidupan. Perlindungan cagar alam
banyak mengalami hambatan yang disebabkan oleh pembatasan akses, sehingga
memicu konflik kepentingan antara pengelola kawasan dengan penduduk (Yunus,
2005). Pada tahun 2002 Gunung Papandayan yang masih berstatus gunung aktif
ini meletus. Letusan ini mengakibatkan terjadinya kerusakan pada struktur
vegetasi di Gunung Papandayan dan juga menyebabkan timbulnya perubahan
penutupan lahan pada Cagar Alam Gunung Papandayan. Faktor-faktor yang
berpengaruh terhadap perubahan lahan adalah jenis kegiatan yang dapat
mencirikan terjadinya perubahan lahan. Kegiatan tersebut dapat berupa gangguan
hutan, penyerobotan lahan dan perladangan berpindah (Khalil 2009). Gangguan
terhadap hutan dapat disebabkan oleh dua faktor yaitu faktor alam dan manusia.
Lillesand dan Kiefer (1993), menyatakan bahwa perubahan lahan terjadi karena
manusia yang mengubah lahan pada waktu yang berbeda. Menurut BKSDA
(2011), kegiatan perambahan hutan yang terjadi di Cagar Alam Gunung
Papandayan (CAGP) mencapai luasan 755 ha. Kegiatan perambahan hutan masih
sulit ditanggulangi secara optimal.
Perkembangan perubahan tutupan lahan yang terjadi di kawasan CAGP
sebagai salah satu dasar pengelolaan kawasan, dapat dilihat dengan menggunakan
teknologi sebagai alat monitor terhadap perubahan tutupan lahan. Teknologi yang
dapat digunakan adalah aplikasi Sistem Informasi Geografi (SIG). Menurut
Aronoff (1989), bahwa sistem informasi geografis adalah suatu sistem
berdasarkan komputer yang mempunyai kemampuan untuk menangani data yang
bereferensi geografi (georeference) dalam hal pemasukan data, memanipulasi dan
menganalisis serta pengembangan produk dan percetakan. Penggunaan SIG dapat
mempermudah mengetahui perubahan penutupan lahan. Berdasarkan hal tersebut
maka perlu dilakukan penelitian mengenai perubahan tutupan lahan sehingga

2
dapat menganalisis dinamika perubahan penutupan lahan yang terjadi dan
membantu pihak pengelola CAGP untuk mengambil langkah lanjutan dalam
penyelesaian permasalahan tersebut.
Perumusan Masalah
1. Bagaimana kondisi tutupan lahan di CAGP?
2. Tipe tutupan apa sajakah yang mengalami perubahan yang paling besar?
3. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya perubahan fungsi lahan di
kawasan CAGP?
4. Bagaimana upaya pencegahan perambahan yang dilakukan oleh CAGP?
5. Bagaimana cara mengatasi perubahan lahan tersebut?
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui kondisi tutupan lahan di CAGP
2. Perkembangan perubahan tutupan lahan di CAGP
3. Menganalisis faktor penyebab perubahan penutupan lahan di CAGP
Manfaat
Manfaat yang dihasilkan dari penelitian ini adalah sebagai informasi
mengenai perubahan penutupan lahan dan penyebab perubahan penutupan lahan
di CAGP, serta sebagai bahan pertimbangan bagi pihak pengelola CAGP dalam
manajemen kawasan.

METODE
Lokasi dan Waktu
Kegiatan penelitian ini dilakukan di CAGP. Letak geografis CAGP berada
pada 7º30’ Lintang Selatan dan 107º31’ – 180º Bujur Timur. Pengambilan data
lapang dilakukan pada bulan Juli - Agustus 2014, sedangkan untuk pengolahan
data lapang dan analisis citra dilakukan di Laboratorium Analisis Lingkungan dan
Pemodelan Spasial Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata
Fakultas Kehutanan IPB selama tiga bulan.
Kondisi umum lokasi
Berdasarkan fungsi pengelolaan, Gunung Papandayan terbagi menjadi
Kawasan Suaka Alam (Cagar Alam) dan Taman Wisata Alam. Berdasarkan Surat
Keputusan Menteri Kehutanan dan Perkebunan No. 247/Kpts-II/1999 tanggal 7
Mei 1999 sebagai kawasan telah ditetapkan Cagar Alam seluas 6 807 ha dan
Taman Wisata Alam seluas 225 ha.

3
Letak CA dan TWA Gunung Papandayan secara administratif ada di
Kabupaten Garut meliputi Kecamatan Cisurupan, Pakenjeng, Samarang dan
Kabupaten Bandung meliputi Kecamatan Kertasari. Sedangkan wilayah
pengelolaannya masuk ke dalam BKSDA Jabar II Sub Seksi wilayah Konservasi
Sumedang Resort KSDA Papandayan.
Jenis material tanah di Gunung Papandayan ialah tanah pegunungan.
Menurut klasifikasi Schmidt dan Ferguson, kawasan ini termasuk tipe iklim B
dengan curah hujan rata-rata per tahun 3 000 mm, kelembaban udara berkisar
antara 70-80 % dan temperatur rata-rata 10°C (BBKSDA 2011). Suhu tertinggi
terjadi pada bulan Mei dan November, sedangkan suhu rendah terjadi pada bulan
Juli atau Agustus.

Gambar 1 Peta lokasi penelitian
Alat dan Bahan
Alat digunakan dalam pengambilan dan pengukuran data di lapang, yaitu
alat tulis, kalkulator, Global Positioning System (GPS), kamera digital, kompas,
peta kawasan, pita ukur, laptop, dan blangko pengukuran atau tally sheet. Bahan
yang digunakan dalam pengolahan dan analisis data, yaitu software ArcGis 9.3,

4
software ERDAS imagine 9.1, software Microsoft Office 2013, EDraw, XTools
Pro, peta Rupa Bumi Indonesia, Peta batas CAGP, dan Citra Landsat.
Jenis dan Teknik Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan meliputi data primer dan data sekunder. Data
primer adalah data yang diperoleh melalui pengumpulan data secara langsung di
lapangan. Penelitian ini dilakukan dengan mengumpulkan data sekunder seperti
tercantum pada Tabel 1.
Tabel 1 Jenis data berdasarkan sumber
No

1.

Jenis data
Raster:
Citra landsat 5 TM
tahun 1990 (akusisi
.
4September 1990)
Citra landsat 7 ETM+
tahun 2002 (akuisisi 15
.
Oktober 2002)
Citra landsat 8 OLI
tahun 2013 (akuisisi 6
.
November 2013)
Vektor:
Rupa Bumi Indonesia
. (RBI)
.

2

.
.

3

Sumber

Teknik pengumpulan data

Earthexplorer.usgs.gov

Mengunduh

Earthexplorer.usgs.gov

Mengunduh

Earthexplorer.usgs.gov

Mengunduh

CAGP

-

Batas kawasan CAGP

CAGP

-

Batas administrasi

CAGP

-

Groundcheck

Observasi lapang

Marking dengan GPS dan
pengambilan foto lokasi

Atribut:
Wawancara

Observasi lapang

Wawancara langsung

Buku, jurnal ilmiah,
skripsi, tesis, CAGP

Mencari literatur terkait
penelitian

Studi literature

Data sosial ekonomi
Data sosial ekonomi diperoleh dari hasil wawancara masyarakat sekitar
cagar alam, dan beberapa informan lainnya yang dapat memeberikan informasi
terkait adanya perubahan lahan di CAGP.
Analisis Penutupan Lahan
Klasifikasi penggunaan lahan dilakukan dengan klasifikasi terbimbing
(supervised classification) degan menggunakan citra landsat TM 5, ETM+ 7 dan
landsat 8 pada citra dengan path/row 121/65. Proses klasifikasi dilakukan dengan
pemilihan kategori informasi yang diinginkan dan memilih training area untuk
tiap kategori penutup lahan yang mewakili sebagai kunci interpretasi. Training

5
area yang dipilih tersebut berdasar hasil groundcheck lapangan. Tiap piksel pada
training area data citra dibandingkan terhadap tiap kategori. Perbandingan
tersebut dikerjakan secara numerik menggunakan satu diantara berbagai strategi
yang berbeda-beda untuk memudahkan dalam memisahkan piksel yang memiliki
nilai kategori tutupan lahan yang berbeda. Piksel tersebut kemudian diberi nama
sesuai kategori yang mewakilinya (Suheri 2003). Secara umum penutupan lahan
di CAGP dikelompokkan menjadi lima kelas klasifikasi. Kelas klasifikasi tersebut
diantaranya hutan pegunungan, semak belukar, pertanian lahan kering, lahan
terbuka dan pertanian lahan kering campur.
Metode Analisis Data
Penelitian dilakukan dengan melalui beberapa proses kegiatan diantaranya
tahapan persiapan, tahapan pengolahan data, tahap analisis, dan tahap akhir.
Tahap persiapan diawali dengan identifikasi masalah. Tahapan awal, yaitu
penentuan masalah yang berhubungan dengan rencana pekerjaan dan penetapan
tujuan. Selanjutnya studi literatur yaitu mempelajari dan mengumpulkan bukubuku referensi dan hasil penelitian sejenis sebelumnya yang pernah dilakukan oleh
orang lain yang berkaitan. Tujuannya ialah untuk mendapatkan landasan teori
mengenai masalah yang akan diteliti. Tahap persiapan diakhiri dengan
pengumpulan data. Baja (2012), menyatakan bahwa SIG dapat digunakan untuk
perencanan tata guna lahan. Diagram alir untuk pengolahan data dapat dilihat pada
Gambar 2.
Koreksi geometrik
Data citra yang diperoleh harus dikoreksi terlebih dahulu sebelum diolah
lebih lanjut. Koreksi data citra yang dilakukan adalah koreksi geometrik.
Koordinat geometris dilakukan karena adanya pergeseran koordinat, sehingga
perlu dilakukan pembetulan data citra. Koreksi geometris bertujuan agar posisi
titik-titik (pixel) pada citra sesuai dengan posisi titik-titik geografi di permukaan
bumi. Posisi ini adalah kedudukan geografis daerah yang terekam pada citra.
Kegiatan yang pertama dilakukan saat melakukan koreksi geometri adalah
penentuan tipe proyeksi dan koordinat yang digunakan. Tipe proyeksi yang
digunakan dalam penelitian ini adalah Universal Transverse Mercator (UTM) dan
sistem koordinat geografis. Tahap selanjutnya adalah koreksi distrosi yang
dilakukan melalui penentuan titik ikat medan yang ditempatkan sesuai dengan
koordinat citra dan koordinat peta.
Pengolahan data spasial
Setelah dilakukan koreksi geografi, dilakukan pengolahan data citra pada
selang waktu tahun 1991-2013 diawali dengan memotong citra dan penajaman
citra, lalu dilakukan metode supervised atau klasifikasi terbimbing. Selanjutnya
dilakukan filtering untuk menghaluskan hasil klasifikasi. Tahap analisis dilakukan
analisis data dan uji statistik hasil pengolahan data atau mendapatkan nilai
accuracy assessment. Selanjutnya hasil analisis citra tersebut diperoleh kondisi
tutupan lahan dengan mengkaitkan kejadian atau content analysis pada masingmasing tahun, sedangkan pada tahap akhir dilakukan pembuatan laporan tugas
akhir yang berisi dokumentasi dari pelaksanaan tugas akhir. Analisis perubahan

6
lahan dilakukan dengan membandingkan peta tutupan lahan tahun 1990-2013
dengan cara melakukan overlay pada peta tersebut. Overlay ini akan
menghasilkan adanya penutupan lahan yang mengalami perubahan selama kurun
waktu tersebut. Perubahan yang terjadi di analisis dan dikonversikan ke dalam
bentuk tabel serta grafik dalam mempermudah dalam melihat perubahan lahan
yang terjadi di CAGP.
Pengolahan data atribut
Data spasial dianalisis secara deskriptif menurut data atributnya pada kurun
waktu 1990-2002 dan 2002-2013. Data spasial yang telah diolah kemudian
dijelaskan secara deskriptif faktor penyebab terjadinya perubahan lahan per kurun
waktu 1990, 2002, dan 2013. Data atribut diolah agar memudahkan analisis faktor
penyebab terjadinya perubahan lahan.
Pengolahan data spasial dengan data sosial ekonomi
Data spasial pada tahun 1990-2013 yang dilakukan analisis data atribut
secara deskriptif untuk mengetahui penyebab adanya perubahan lahan dalam
kurun waktu tersebut. Data atribut diolah agar memudahkan analisis faktor
penyebab terjadinya perubahan lahan.
Citra Landsat
5TM

Citra Landsat
7 ETM+

Citra Landsat
8 OLI

Koreksi Geometrik

Landsat 5
terkoreksi

Landsat 8
terkoreksi

Landsat 7
terkoreksi

Pemotongan Citra

Interpretasi Citra (Supervised Classification)

Groundcheck

Uji akurasi

Peta tutupan
lahan tahun 1990

Peta tutupan
lahan tahun 2002

Peta tutupan
lahan tahun 2013

Analisis dengan pivot tabel

Luas Perubahan Tutupan
Lahan Tahun 1990-2002

Luas Perubahan Tutupan
Lahan Tahun 2002-2013

Gambar 2 Diagram alir pengolahan data

7

HASIL DAN PEMBAHASAN
Uji Akurasi
Akurasi merupakan langkah yang diambil dalam menentukan tingkat
kesesuaian citra hasil klasifikasi dengan kondisi aktual di lapangan. Hasil analisis
akurasi yang dilakukan terhadap tiga citra yang telah diklasifikasikan sebagai
berikut. Secara keseluruhan hasil klasifikasi citra mengalami akurasi total sebesar
90.98% artinya hasil tersebut memiliki nilai akurasi yang tinggi karena titik yang
diperoleh dari hasil groundcheck tersebar merata. Beberapa tutupan lahan seperti
hutan pertanian lahan kering campur, pertanian lahan kering, dan semak belukar.
Kondisi Tutupan Lahan di Cagar Alam Gunung Papandayan
Tutupan lahan CAGP tahun 1990
Keberadaan hutan, khususnya hutan pengunungan, sampai saat ini masih
bisa dikatan bertahan dikarenakan tempatnya yang terpencil dan
ketidakpraktisannya untuk pembangunan pertanian (Lavigne dan Gunnel 2006).
Gunung Papandayan mulai menunjukan adanya indikasi terjadi gangguan hutan.
Hal ini dapat dilihat pada hasil penelitian yaitu adanya kelas tutupan lahan kering
campuran, dimana dalam kawasan cagar alam seharusnya tidak diperbolehkan
membuka lahan. Tabel 2 menunjukkan bahwa hutan pegunungan memiliki luasan
tertiggi dengan luas areal sebesar 5487.58 ha (71.80%) dari total luasan CAGP.
Semak belukar menjadi dominansi kedua yaitu dengan luasan 1310.29 ha
(17.14%). Pada tahun 1990 sudah terjadi perambahan di area CAGP seluas 730.82
( 9.56%) dari luasan CAGP telah dirambah yang menjadi pertanian lahan kering
campur. Lahan terbuka yang yang ada di CAGP seluas 113.88 ha yaitu termasuk
kawah vulkan, lahan terbuka bekas kebakaran, jalan berpasir dekat kawah. Peta
tutupan lahan tahun 1990 disajikan pada Gambar 3.
Tabel 2 Kondisi areal tutupan lahan CAGP tahun 1990
No

Jenis penggunaan lahan

1

Hutan pegunungan
Pertanian lahan kering
campur
Semak belukar
Lahan terbuka
Total

2
3
4

1990
Luas (Ha)
5487.58

%
71.80

730.82

9.56

1310.29
113.88
7642.59

17.14
1.49
100

Tutupan lahan CAGP tahun 2002
Tahun 1997-1998 adalah titik balik bagi negara Indonesia dimana pada
tahun ini terjadi krisis ekonomi. Reformasi yang terjadi pada tahun ini,
menempatkan negara dalam kondisi sosial, ekonomi dan politik yang tidak stabil.
Pembukaan hutan adalah fenomena lokal pada awal tahun 1990, namun setelah

8
tahun 1997, pembukaan lahan meningkat secara signifikan di seluruh kawasan
Indonesia, termasuk daerah lereng hutan pegunungan (Lavigne dan Gunnel
2006).
Tahun 2002 kelas tutupan lahan hutan pegunungan mengalami penurunan
meskipun luasannya masih yang terbesar di kawasan CAGP. Hutan pegunungan
memiliki luasan tertinggi dengan luas areal sebesar 3871.89 ha (50.66%) dari
luasan CAGP. Luas semak belukar yaitu 1789.90 ha (23.42%) dari luas
keseluruhan. Luas area pertanian lahan kering campuradalah sebesar 863.09 ha
(11.29%). Lahan terbuka seluas 309.37 ha ( 4.05%). Kelas tutupan lahan baru di
tahun 2002 adalah pertanian lahan kering seluas 808.35 ha (10.58%). Kelas
tutupan lahan tahun 2002 disajikan pada Tabel 3 dan peta tutupan lahannya
disajikan pada Gambar 4.

No
1
2
3
4
5

Tabel 3 Kondisi areal tutupan lahan CAGP tahun 2001
2002
Jenis penggunaan lahan
Luas (Ha)
%
Hutan pegunungan
3871.89
50.66
Pertanian lahan kering
808.35
10.58
Pertanian lahan kering campur
863.09
11.29
Semak belukar
1789.90
23.42
Lahan terbuka
309.37
4.05
Total
100
7642.59

Tutupan lahan CAGP tahun 2013
Tahun 2013 keadaan ekonomi di Indonesia telah mengalami kemajuan.
Masyarakat yang awalnya membuka lahan di hutan secara ilegal pada masa
reformasi, telah beralih mencari pekerjaan selain berladang sehingga ladang yang
ditinggalkan perlahan berubah menjadi semak belukar. Penutupan lahan tahun
2013 hutan pegunungan mengalami penambahan dengan luasan sebesar 4785.32
ha (62.61%) dari luasan CAGP. Semak belukar tahun 2013 yaitu 1384.18 ha
(18.11%) dari total luasan CAGP. Luasan pertanian lahan kering campur sebesar
939.05 ha ( 12.29%), sedangkan luas pertanian lahan kering adalah 212.37 ha
(2.78%) dari total luasan CAGP. Lahan terbuka memiliki luasan sebesar 321.67 ha
(4.21%). Luas tutupan lahan tahun 2013 disajikan pada Tabel 4 dan peta tutupan
lahannya disajikan pada Gambar 4.
Tabel 4 Kondisi areal tutupan lahan CAGP tahun 2013
No

Jenis penggunaan lahan

1

Hutan pegunungan

2
3
4
5

Pertanian lahan kering
Pertanian lahan kering campur
Semak belukar
Lahan terbuka
Total

2013
Luas (Ha)
4785.32
212.37
939.05
1384.18
321.67
7642.59

%
62.61
2.78
12.29
18.11
4.21
100

9

Gambar 3 Peta tutupan lahan tahun 1990

10

Gambar 4 Peta tutupan lahan tahun 2002

11

Gambar 5 Peta tutupan lahan tahun 2013

12
Analisis perubahan prubahan penutupan lahan 1900 - 2002
Berdasarkan hasil klasifikasi citra satelit tahun 1990-2013, kondisi kawasan
CAGP dengan masing-masing tutupan lahan memiliki luasan yang berbeda. Hal
ini dapat dilihat dari adanya perbedaan luas dari beberapa jenis penutupan lahan.
Konversi lahan yang dianalisis mencakup perubahan hutan pegunungan, semak
belukar, pertanian lahan kering, lahan terbuka, dan pertanian lahan kering campur.
Tabel 5 Perubahan penutupan lahan tahun 1990-2013
Hutan
pegunungan
(ha)

1990-2002
Hutan
pegunungan (ha)
Pertanian lahan
kering campur
(ha)
Semak belukar
(ha)
Lahan terbuka
(ha)

Pertanian
lahan
kering (ha)

Pertanian
lahan kering
campur (ha)

Semak
belukar
(ha)

Lahan
terbuka
(ha)

3684.95

124.77

546.77

1019.29

111.80

75.13

325.27

143.65

127.06

59.70

102.05

338.59

165.55

639.04

65.08

9.76

19.72

7.12

4.51

72.77

Tabel 5 menunjukkan perubahan penutupan lahan pada tahun 1990-2002.
Perubahan penutupan lahan terbesar terjadi pada area hutan pegunungan menjadi
semak belukar seluas 1019.29 ha. Perubahan tutupan lahan terbesar kedua terjadi
pada area hutan pegunungan menjadi pertanian lahan kering campur seluas 546.77
ha. Adapun perubahan terbesar ketiga terjadi pada areal semak belukar menjadi
pertanian lahan kering seluas 338.59 ha.
Analisis perubahan prubahan penutupan lahan 2002-2013
Tabel 6 menunjukan perubahan penutupan lahan pada tahun 2002 ke tahun
2013. Perubahan penutupan lahan terbesar terjadi pada area semak belukar
menjadi hutan pegunungan seluas 793.07 ha. Perubahan tutupan lahan terbesar
kedua terjadi pada area pertanian lahan kering campur menjadi hutan pegunungan
seluas 542.08 ha. Dan perubahan terbesar ketiga terjadi pada area pertanian lahan
kering menjadi pertanian lahan kering campur seluas 341.18 ha.
Tabel 6 Perubahan penutupan lahan tahun 2001-2013
2002-2013
Hutan pegunungan (ha)
Pertanian lahan
kering(ha)
Pertanian lahan kering
campur (ha)
Semak belukar(ha)
Lahan terbuka (ha)

3314.77

Pertanian
lahan
kering
(ha)
2.82

74.08

143.95

341.18

183.27

65.86

542.08

11.67

142.53

156.70

10.11

793.07
61.31

11.37
42.55

144.69
92.24

758.92
17.28

81.85
95.98

Hutan
pegunungan
(ha)

Pertanian
lahan kering
campur (ha)

Semak
belukar
(ha)

terbuka

218.42

268.01

67.86

Lahan
(ha)

13
Faktor Penyebab Perubahan Lahan
Tutupan lahan di kawasan CAGP yang mengalami perubahan paling besar
adalah hutan pegunungan menjadi semak belukar terjadi pada tahun 1990-2002.
Luas area yang berubah adalah sebesar 1019.29 ha. Perubahan tutupan lahan
terbesar pada tahun 2002-2013 adalah dari semak belukar menjadi hutan
pegunungan seluas 793.07 ha.
Berdasarkan dari penelitian yang dilakukan dapat diketahui bahwa terdapat
beberapa faktor penyebab terjadinya perubahan lahan di ekosistem hutan Cagar
Alam Gunung Papandayan. Faktor-faktor tersebut dapat dikelompokan menjadi
dua kategori, yaitu faktor alam, faktor manusia.
Faktor alam
Perubahan penutupan lahan yang disebabkan oleh faktor alam diantaranya
adalah letusan gunung dan kebakaran hutan. Gunung Papandayan merupakan
salah satu gunung berapi aktif di Pulau Jawa yang pertama kali meletus pada
tahun 1772. Gunung Papandayan sudah meletus 11 kali pada 1772, 1882, 1923,
1924, 1925, 1926, 1927, 1942, 1993, 1998, dan terakhir pada 2002 (BKSDA
2011). Kondisi ini mengakibatkan kerusakan kondisi lingkungan maupun
ekosistem yang berujung pada perubahan penutupan lahan di kawasan CAGP.
Dampak letusan yang terjadi di daerah dekat dengan sumber letusan CAGP
mengakibatkan seluruh vegetasi mati terbakar dan meninggalkan sisa batangbatang pohon. Jenis yang mendominasi di daerah bekas letusan ini adalah suwagi
(Vaccinium lucidum) karena jenis ini biasanya hidup pada tempat terbuka
terutama dekat kawah. Hal inilah yang menyebabkan daerah yang terkena
langsung dampak dari letusan kawahnya sebagian besar adalah lahan terbuka.
Kebakaran yang terjadi dapat diakibatkan oleh ulah manusia maupun faktor
alam. Kebakaran hutan merupakan salah satu faktor penyebab perubahan lahan
yang terjadi di ekosistem Gunung Papandayan. Area bekas kebakaran yang
mengalami suksesi lambat hanya mampu ditumbuhi semak belukar. Upaya
pencegahan yang dilakukan pihak pengelola adalah patroli rutin pada kawasan
yang dianggap rawan kebakaran. Berdasarkan hasil wawancara, kebakaran hutan
terjadi hampir setiap tahunnya pada blok-blok tertentu. Kebakaran hutan
umumnya terjadi pada saat bulan kemarau. Namun kebakaran tersebut tidak
tercatat dengan baik oleh BKSDA. Data yang dimiliki BKSDA menunjukkan
bahwa hanya terjadi beberapa kasus kebakaran dan tidak tercatat disetiap
tahunnya. Kebakaran pernah terjadi pada Blok Cipanas yang memiliki ketinggian
2100 mdpl, terjadi pada bulan Agustus tahun 2012 ini membakar lahan pada Blok
Cipanas seluas 68 ha.
Faktor manusia
Masyarakat sekitar Gunung Papandayan sangat bergantung terhadap
keberadaan CAGP. Berdasarkan wawancara yang dilakukan kepada seluruh
responden, diketahui masyarakat sekitar hutan Gunung Papandayan menggunakan
beberapa sumberdaya dari dalam kawasan. Masyarakat membutuhkan sumber air
dari dalam kawasan untuk kegiatan pertanian dan perladangan. Sebagian besar
masyarakat sekitar kawasan CAGP menggunakan sumber air baik untuk kegiatan
perladangan maupun untuk kegiatan sehari-hari. Pemanfaatan sumber air di

14
dalam kawasan CAGP untuk kegiatan pertanian, disebabkan oleh keterbatasan
sumber air di luar kawasan. Meski belum diketahui secara pasti dampak dari
pengambilan air terhadap hidrologi kawasan, namun kegiatan tersebut dapat
mengakibatkan adanya interaksi antara masyarakat denga kawasan CAGP, karena
masyarakat memasuki kawasan hutan untuk pemeliharaan pipa air.
Pada penelitian ini telah dijelaskan perubahan lahan terbesar terjadi di
tahun 1990–2002 yaitu dari semak belukar menjadi hutan pegunungan dilanjutkan
perubahan tutupan hutan pegunungan menjadi pertanian lahan kering campur, dan
semak belukar menjadi pertanian lahan kering campur. Perubahan penutupan
lahan ini terjadi akibat adanya perambahan lahan CAGP oleh masyarakat sekitar
untuk dijadikan lahan bagi pertanian mereka. Pada awalnya mereka membuka
lahan di kawasan hutan untuk dijadikan pertanian lahan kering campuran.
Kegiatan bercocok tanam sayuran dilakukan pada lahan milik Perhutani dan PT.
Perkebunan Nusantara VIII (PTPN VIII) yang letaknya berdampingan dengan
CAGP (Zuhri dan Sulistyawati, 2007). Pada areal ini dikelola oleh masyarakat
sekitar dengan sistem Pengelolaan Hutan Bersama Masyarakat (PHBM).
Pemanfaatan lahan yang berbatasan dengan cagar alam sebagai areal pertanian
berpotensi mengancam kelestarian CAGP melalui penggunaan bahan kimia.
Selain itu juga mempermudah akses manusia masuk ke dalam CAGP serta
mengganggu distribusi flora dan fauna dan mendorong masyarakat sekitar
merambah kawasan hutan CAGP. Tindakan petugas CAGP yang kurang tegas
terhadap para perambah, menyebabkan perubahan fungsi lahan dari semak belukar
menjadi pertanian lahan kering, yang didominasi oleh tanaman pertanian. Lokasi
perambahan ditanami oleh jenis sayuran seperti kentang, wortel, kol, dan lain-lain.
Penyebab terjadinya perambahan diakibatkan karena adanya krisis moneter, yang
menimbulkan banyak Pemutusan Hubungan Kerja (PHK), sehingga pertanian
dengan sistem tumpangsari di hutan produksi menjadi alternative mata
pencaharian. Menurut Samsudin (2006), bahwa motivasi dari para perambah
adalah untuk memenuhi kebutuhan hidup dasar, yaitu kebutuhan sehari-hari dan
pendidikan anak.
Penurunan luasan kawasan CAGP salah satunya dikarenakan adanya
kegiatan penebangan liar (illegal logging). Menurut UU No. 41 tahun 1999 pada
pasal 50 ayat 3e, illegal logging adalah menebang pohon atau memanen atau
memungut hasil hutan di dalam hutan tanpa memiliki hak atau ijin dari pejabat
yang berwenang. Penebangan liar ini dilakukan oleh pihak masyarakat sekitar
hutan. Penebangan liar terjadi sejak lama di kawasan hutan pengunungan Gunung
Papandayan. Berdasarkan hasil survey lapangan, di Gunung Papandayan
teridentifikasi bahwa ada kegiatan penebangan liar untuk pengumpulan kayu
kabar, pembuatan arang dan pembuatan balok kayu.
Zuhri dan Sulistyawati (2007) menyebutkan bahwa keberadaan CAGP yang
dikelilingi oleh pedesaan menyebabkan keberadaan CAGP seperti pulau yang
dikelilingi oleh habitat terbangun. Bentuk kawasan CAGP yang tidak kompak
(memanjang dan berlekuk) kurang mendukung bagi pengelolaan yang efektif.
Tindakan Pencegahan perubahan penutupan lahan di CAGP
Pada tahun 2002-2013 perubahan tutupan lahan terbesar terjadi pada area
semak belukar menjadi hutan pegunungan seluas 793.07 ha. Perubahan tutupan
lahan terbesar selanjutnya terjadi pada area pertanian lahan kering campur

15
menjadi hutan pegunungan seluas 542.08 ha dan area pertanian lahan kering
menjadi pertanian lahan kering campur seluas 341.18 ha. Pada kurun waktu 20022013 terjadi perubahan yang signifikan, kawasan CAGP yang di rambah mulai
kembali menjadi ekosistem awal. Hal ini tidak lepas dari partisipasi masyarakat
sekitar yang telah sadar akan pentingnya ekosistem di kawasan CAGP ini untuk
kehidupan mereka. Pihak pengelola dan masyarakat sekitar mulai melakukan
upaya-upaya konservasi untuk mengembalikan kawasan CAGP yang dirambah
menjadi kawasan hutan pegunungan.
Beberapa hal yang dilakukan pihak pengelola Cagar Alam Gunung
Papandayan sebagai upaya pencegahan terjadinya perubahan lahan diantaranya
dengan sosialisasi dan penyuluhan terhadap masyarakat sekitar hutan terkait
dengan penggunaan lahan serta tata batas kawasan, pemeliharaan tata batas
kawasan, penegakkan hukum terhadap masyarakat perambah hutan, melakukan
restorasi lahan dengan penduduk sekitar CAGP dengan penanaman jenis pohon
asli, pembinaan daerah penyangga, membuat papan peringatan.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
1. Klasifikasi tutupan lahan yang ada di CAGP adalah hutan pegunungan, semak
belukar, pertanian lahan kering, lahan terbuka, dan pertanian lahan kering
campur.
2. Tahun 1990-2002 jenis kelas tutupan lahan yang mengalami perubahan
tertinggi, yaitu hutan pegunungan menjadi semak belukar dengan luas areal
yang berubah sebesar 1019.7 ha. Tahun 2002-2013 kelas tutupan lahan yang
mengalami perubahan tertinggi yaitu area semak belukar menjadi hutan
pegunungan seluas 793.43 ha.
3. Faktor-faktor penyebab terjadinya perubahan lahan diduga disebabkan oleh
faktor alam dan faktor manusia (anthropogenic). Faktor alam yaitu berupa
letusan Gunung Papandayan. Faktor manusia adalah perambahan lahan,
kebakaran yang disebabkan oleh manusia, penebangan liar, serta kurang
tegasnya pengelola dalam melakukan tindakan pencegahan perusakan hutan di
CAGP.
Saran
1. Perlu diadakan tindakan konservasi, yaitu perlindungan kawasan CAGP.
Tindakan perlindungan kawasan CAGP yaitu dengan melakukan penyuluhan
mengajak penduduk sekitar untuk turut berpartisipasi menjaga kasawan CAGP
dan pada akhirnya diharapkan kegiatan perlindungan dilakukan oleh penduduk
sendiri.
2. Pengelola CAGP melakukan pendekatan kolaboratif terhadap masyarakat
sekitar. Dengan pendakatan kolaboratif pihak CAGP diharapkan dapat
memfasilitasi kepentingan masyarakat dan pihak CAGP agar usaha konservasi
terhadap kawasan CAGP dapat terus berkelanjutan.

16

DAFTAR PUSTAKA
Aronoff S. 1989. Geographic Information System a Management Perspective.
Ottawa(US):WDL Publication.
Baja S. 2012. Perencanaan Tata Guna Lahan dalam Pengembangan Wilayah.
Yogyakarta (ID):Penerbit ANDI.
Bakosurtanal, 1999. Peta Rupa Bumi Digital Lembar 1208-614, Badan Koordinasi
Survey danPemetaanNasional (Bakosurtanal), Cibinong.
Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam Jawa Barat.2011. Buku Informasi
Kawasan Konservasi Propinsi Jawa Barat 2011. Direktorat Jenderal
Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam. Balai Besar Konservasi
Sumber Daya Alam Jawa Barat.Bandung.
Direktorat Jendral Penataan Ruang. 2007. Gambaran Tutupan Lahan Bervegatasi
Dalam Satu Wilayah Daerah Aliran Sungai Maupun Wilayah Provinsi.
Departemen Pekerjaan Umum. 09: 01.
Khalil B. 2009. Analisis Perubahan Penutupan Lahan di Hutan Adat Kasepuhan
Citorek, Taman Nasional Gunung Halimun-Salak. Skripsi. Departemen
Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan, Institut
Pertanian Bogor. Tidak dipublikasikan.
Lavigne F, Gunnel Y. 2006. Land cover change and abrupt environmental impacts
on Javan volcanoes, Indonesia: long-term perspective on recent events.
Reg Environ Change. 6: 86-100.doi:10.1007/s10113-005-0009-2.
Lillesand TM, Kiefer RW. 1990. Penginderaan jauh dan interpretasi citra;
diterjemahkan oleh Dulbahri et al. Yogyakarta: Gajah Mada University Pr.
Lillesand TM, Kiefer RW. 1993. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra.
Dulbahri, penerjemah. Yogyakarta: Gajah Mada University Press.
Terjemahan dari: Remote Sensing and Image Interpretation.
Samsudin. 2006. Karakteristik dan pola perambahan kawasan Taman Nasional
Gunung Gede Pangrango [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor
Suheri. 2003. Studi perubahan penutupan lahan di daerah penyangga Taman
Nasional Gunung Gede Pangrango menggunakan sistem infomasi
geografis. [Skripsi]. Bogor (ID): Fakultas Kehutanan IPB
Undang-undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati
dan Ekosistemnya.
Whitten T, Soeriaatmadja RE, Afiff SA. 1996. The Ecology of Java and Bali,
Periplus Editions Ltd., Singapore (SG).
Yunus L. 2005.Simbiosis Mutualisme: Masyarakat dan Kawasan Cagar Alam.
Prosiding Seminar Nasional Membangun Teluk Bintuni Berbasis
Sumberdaya Alam (2005): pp 75-85.
Zuhri M, Sulistyawati E. 2007. Pengelolaan Perlindungan Cagar Alam Gunung
Papandayan. Makalah disampaikan dalam Seminar Nasional Penelitian
Lingkungan di Perguruan Tinggi. Jakarta (ID): Universitas Indonesia.

17
Lampiran 1 Hasil uji akurasi
Kelas Penutupan
Lahan
Unclassified
Hutan pegunungan
Semak belukar
Pertanian lahan
kering campur
Lahan terbuka
Pertanian lahan
kering
Total

Reference

Classified

Number

totals

totals

correct

0
31
27

4
32
27

0
31
27

100
100

96.88
100

39

40

34

87.18

85

31

30

29

93.55

96.67

43

38

38

88.37

100

171

171

159

Overall Classification Accuracy =
Lampiran 2

Producers
Accuracy
(%)

Users
Accuracy
(%)

90.98%

Rekapitulasi kejadian kebakaran hutan di ekosistem hutan Gunung
Papandayan

Bulan/Tahun
Agustus 2002

Kawasan
CA Papandayan

Blok
Garogol

Luas (ha)
1

Oktober 2002

CA dan TWA
Papandayan

Cipanas

50

Oktober 2002

CA Papandayan

Cahaya

Tidak
diketahui

2012

CA Papandayan

Leter S

30

2012

CA Papandayan

Sorog
Teko

7

Tindak lanjut lapangan
Pemadaman
langsung
oleh 2 orang petugas dan
10 orang sukarelawan
Pemadaman
langsung
oleh 12 orang petugas
dan
27
orang
sukarelawan
Pemadaman
langsung
oleh
petugas
dan
sukarelawan
Pemadaman
langsung
oleh
petugas
dan
sukarelawan
Pemadaman
langsung
oleh
petugas
dan
sukarelawan

Sumber : Balai Besar Konservasi Sumberdaya Alam Bandung

Lampiran 3 Lokasi rawan kebakaran pada kawasan Gunung Papandayan dan
upaya pencegahannya
Blok
Sioplet Darajat
Nangklak
Tegal Paku
Tegal Bungbrun
Cagak Gunting
Lutung

Luas (ha)
30
50
70
300
60
60

Upaya Pencegahan
Patroli rutin dan pengawasan
Patroli rutin
Patroli rutin
Patroli rutin
Patroli rutin
Patroli rutin

Sumber : Rencana Pengelolaan Cagar Alam Gunung Papandayan 2005-2030

18
Lampiran 4 Kunci Identifikasi
No
1

Objek
Hutan
Pegunungan

2

Pertanian
Lahan Kering
campur

3

Pertanian
Lahan Kering

4

Semak
belukar

Landsat

Foto lapangan

19
Lampiran 4 Kunci identifikasi (lanjutan)
No
5

Objek
Lahan
Terbuka

Landsat

Foto lapangan

20

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Jember Jawa Timur pada tanggal 29Agustus 1990 dari
Ayah Heru Prayitno dan Ibu Sulistyorini. Penulis adalah puteri pertama dari tiga
bersaudara. Pendidikan penulis dimulai dengan masuk Taman Kanak-Kanak di TK
Bhayangkara 1996-1997. Dilanjutkan pada pendidikan di Sekolah Dasar Negeri
Jember Lor I dari tahun 1997-2003.
Penulis melanjutkan pendidikan Sekolah Menengah Pertama ditempuh di SMP
Negeri 2 Jember dari tahun 2003-2006. SMP 2 Jember merupakan salah satu sekolah
berstandar nasional di Jember. Pendidikan Sekolah Menengah Atas ditempuh di SMA
Negeri 1 Jember dari tahun 2006-2009. SMA Negeri 1 Jember merupakan SMA
berstandart nasional. Saat SMA, penulis aktif sebagai anggota MPK periode 20062007. Penulis juga aktif dalam kegiatan PASKIBRA SMA 1 Jember, sebagai anggota
divisi publikasi dan dekorasi. Penulis juga aktif dalam kegiatan TaeKwonDo sebagai
ketua umum periode 2007-2008. Tahun 2009 penulis lulus dari SMA Negeri 1
Jember dan pada tahun yang sama, penulis diterima di Departemen Konservasi
Sumberdaya Hutan dan Ekowisata, Fakultas Kehutanan IPB melalui jalur USMI
(Undangan Seleksi Masuk IPB).
Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif sebagai anggota aktif Rimbawan
Pecinta Alam (RIMPALA) Fakultas Kehutanan IPB periode 2010-2015, Ketua
Divisi Logistik RIMPALA periode 2011-2012, anggota Panjat Pohon RIMPALA
periode 2011-2015, anggota Himpunan Mahasiswa Konservasi Sumberdaya
Hutan dan Ekowisata (HIMAKOVA), dan anggota Kelompok Pemerhati Flora
(KPF).
Penulis melakukan kegiatan Praktek Pengenalan Ekosistem Hutam (PPEH)
di Sancang Barat dan Kamojang Jawa Barat tahun 2011, Praktek Pengelolaan
Hutan (PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) Sukabumi dan KPH
Cianjur Jawa Barat pada tahun 2012, dan Praktek Kerja Lapang Profesi (PKLP)
di Taman Wisata Alam Telaga Warna Telaga Pengilon pada tahun 2014.