Interaksi Intensitas Naungan dan Dosis Pemupukan pada Pertumbuhan dan Hasil Pohpohan (Pilea trinervia Wight.)

INTERAKSI INTENSITAS NAUNGAN DAN DOSIS
PEMUPUKAN PADA PERTUMBUHAN DAN HASIL
POHPOHAN (Pilea trinervia Wight.)

AMELIA RAHMAWATI

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Interaksi Intensitas
Naungan dan Dosis Pemupukan pada Pertumbuhan dan Hasil Pohpohan (Pilea
trinervia Wight.) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian
akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya saya ini kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, Januari 2014

Amelia Rahmawati
NIM A24090002

ABSTRAK
AMELIA RAHMAWATI. Interaksi Intensitas Naungan dan Dosis Pemupukan
pada Pertumbuhan dan Hasil Pohpohan (Pilea trinervia Wight.). Dibimbing oleh
ANAS D. SUSILA.
Penelitian ini dilakukan untuk memperoleh tingkat naungan dan dosis pupuk
yang sesuai untuk pertumbuhan dan hasil pohpohan. Penelitian dilakukan di Pusat
Kajian Hortikultura Tropika IPB, Tajur dari Maret sampai Juli 2013. Penelitian ini
menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) 2 faktor. Faktor
pertama merupakan tingkat naungan, N0 (tanpa naungan), N1 (naungan 55%) dan
N2 (naungan 75%). Faktor kedua merupakan dosis pemupukan P1 (0 kg ha-1), P2
(50 kg ha-1), P3 (100 kg ha-1), P4 (150 kg ha-1) dan P5 (200 kg ha-1). Tanaman
pohpohan dipupuk pada umur 3, 6 dan 8 MST (Minggu Setelah Tanam) dengan

pupuk dosis NPK 15-15-15 (N 15%: P2O5 15%: K2O 15%). Hasil percobaan
menunjukkan bahwa naungan 55% mampu meningkatkan tinggi tanaman dan
diameter batang. Jumlah daun, jumlah cabang dan bobot layak pasar meningkat
secara kuadratik pada pemberian dosis optimum. Pohpohan lebih baik apabila
ditanam pada tingkat naungan 55% dengan dosis pupuk 88.3 to 104.5 kg ha-1.
Kata kunci: naungan, pertumbuhan, Pilea trinervia, pupuk, sayuran indigenous

ABSTRACT
AMELIA RAHMAWATI. Interaction of Shade Intensity and Fertilization Rate on
Growth and Harvest of Pohpohan (Pilea trinervia Wight). Supervised by ANAS
D. SUSILA.
The objective of this study was to find out the optimum percentage of
shading and fertilizer rate on pohpohan. The research was conducted at Center for
Tropical Horticulture Studies IPB, Tajur from March until July 2013. This
research was arranged in a Randomized Completely Block Design 2 factors. The
first factor was a level of shade, N0 (no shade), N1 (55% shade) and N2 (75%
shade). The second factor was rate of fertilizer, at rates of P1 (0 kg ha-1), P2 (50
kg ha-1), P3 (100 kg ha-1), P4 (150 kg ha-1) dan P5 (200 kg ha-1). Pohpohan were
fertilized in 3, 6 and 8 weeks after planting with NPK 15-15-15 (N 15%: P2O5
15%: K2O 15%). Result of the research showed that 55% shades increased the

plant height and diameter of stem. Number of leaves, number of branches and of
marketable yield were quadratically increased with fertilizer application. Pohpohan plants prefered growing at shade 55% with NPK fertilization 88.3 to 104.5
kg ha-1.
Key words: fertilizer, growth, indigenous vegetable, Pilea trinervia, shading

INTERAKSI INTENSITAS NAUNGAN DAN DOSIS
PEMUPUKAN PADA PERTUMBUHAN DAN HASIL
POHPOHAN (Pilea trinervia Wight.)

AMELIA RAHMAWATI

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2014

Judul Skripsi:
Nama
NIM

Interaksi Intensitas Naungan dan Dosis Pemupukan
Pertumbuhan dan Hasil Pohpohan (Pilea trinervia Wight.)
Amelia Rahmawati
A24090002

Disetujui oleh

Dr Ir Anas D Susila MSi
Pembimbing

Tanggal Lulus:

'2 0 .J Aセ@


?"' -.1

pada

Judul Skripsi : Interaksi Intensitas Naungan dan Dosis Pemupukan pada
Pertumbuhan dan Hasil Pohpohan (Pilea trinervia Wight.)
Nama
: Amelia Rahmawati
NIM
: A24090002

Disetujui oleh

Dr Ir Anas D Susila MSi
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr Ir Agus Purwito MSc Agr

Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala karuniNya sehingga laporan penelitian ini dapat diselesaikan. Tema yang dipilih dalam
penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2013 sampai Juli 2013 ini adalah
budidaya pohpohan, dengan judul Interaksi Intensitas Naungan dan Dosis
Pemupukan pada Pertumbuhan dan Hasil Pohpohan (Pilea trinervia Wight.).
Terima kasih penulis diucapkan kepada Dr Ir Anas D Susila MSi selaku
pembimbing skripsi, Juang Gema Kartika SP MSi selaku dosen penguji, Dr Ir
Darda Efendi selaku wakil urusan, Ibu Ade selaku asisten kebun dan Bapak Kardi
selaku teknisi lapangan. Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada papa,
mama, kakak- kakak serta seluruh keluarga, Nurul, Sasa, Fitri, Fita, Kiki, Suri,
Icang, Riana, Puspa, Ririt dan Ruby dan seluruh teman-teman Socrates 46, atas
do’a dan kasih sayangnya.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, Januari 2014


Amelia Rahmawati

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN

vi
vi
vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian


2

TINJAUAN PUSTAKA

2

Botani

2

Naungan

2

Pemupukan

3

METODE


4

Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian

5

Bahan dan Alat

5

Pelaksanaan Percobaan

5

Pengamatan

6

HASIL DAN PEMBAHASAN


7

Kondisi Umum Percobaan

7

Hasil

8

Pembahasan
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
DAFTAR PUSTAKA

20
22
22
22


DAFTAR TABEL
1 Rata-rata tinggi tanaman pohpohan pada beberapa tingkat naungan
dan dosis pupuk NPK 15-15-15
2 Rata-rata diameter batang pohpohan pada beberapa tingkat naungan
dan dosis pupuk NPK 15-15-15
3 Rata-rata panjang daun pohpohan pada beberapa tingkat naungan
dan dosis pupuk NPK 15-15-15
4 Rata-rata lebar daun pohpohan pada beberapa tingkat naungan
dan dosis pupuk NPK 15-15-15
5 Rata-rata pertambahan jumlah daun pohpohan pada beberapa
tingkat naungan dan dosis pupuk NPK 15-15-15
6 Rata-rata jumlah cabang pohpohan pada beberapa tingkat naungan
dan dosis pupuk NPK 15-15-15
7 Rata-rata bobot layak pasar pohpohan pada beberapa tingkat naungan
dan dosis pupuk NPK 15-15-15
8 Rata-rata bobot tidak layak pohpohan pada beberapa tingkat naungan
dan dosis pupuk NPK 15-15-15
9 Rata-rata jumlah daun panen pohpohan pada beberapa tingkat naungan
dan dosis pupuk NPK 15-15-15
10 Rata-rata jumlah cabang panen pada beberapa tingkat naungan
dan dosis pupuk NPK 15-15-15
11 Rata-rata bobot kering pohpohan pada beberapa tingkat naungan
dan dosis pupuk NPK 15-15-15
12 Rata-rata total klorofil pohpohan pada beberapa tingkat naungan
dan dosis pupuk NPK 15-15-15

8
9
10
11

12
13
14
15
16
18
19
20

DAFTAR GAMBAR
1 Pertumbuhan pohpohan N0P5 dan N2P4 saat umur 3MST
2 Interaksi naungan dan dosis pupuk terhadap pertambahan jumlah daun
pada 5 MST
3 Pengaruh dosis pemupukan terhadap bobot layak saat 10 MST
4 Interaksi naungan dan dosis pupuk terhadap jumlah daun panen 8 MST
5 Pengaruh dosis pemupukan terhadap jumlah daun 6, 8 dan 10 MST
6 Hasil panen pada pohpohan dengan perlakuan N1P5 dan N0P2
7 Pengaruh dosis pemupukan terhadap jumlah cabang s 6, 8 dan 10 MST

10
12
14
16
17
17
18

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4

Hasil analisis tanah Kebun PKHT, Tajur Bogor
Rekapitulasi sidik ragam hasil percobaan pada pertumbuhan pohpohan
Rekapitulasi sidik ragam hasil percobaan pada hasil pohpohan
Daftar riwayat hidup

24
25
26
27

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Tanaman pohpohan (Pilea trinervia Wight.) adalah salah satu jenis sayuran
indigenous. Sayuran indigenous adalah sayuran asli suatu daerah yang telah lama
dikonsumsi dan dikembangkan selama berabad-abad oleh masyarakat. Selain itu
sayuran indigenous juga merupakan sayuran introduksi yang telah berkembang
dan dikenal oleh masyarakat disuatu daerah (AVRDC 2009). Secara umum
konsumen relatif jarang mengkonsumsi sayuran indigenous karena alasan: rasa
sayuran yang kurang enak, variasi menu masakan yang terbatas dan kemudahan
dalam memperoleh sayuran tersebut di pasar (Soetiarso 2010).
Daun pohpohan biasanya dikonsumsi masyarakat sebagai lalapan karena
memiliki aroma yang khas dan berbau harum yang berasal dari kandungan
triterpenoid. Sayuran ini biasanya dapat diperoleh di pasar tradisional dan
supermarket. Namun pohpohan yang biasanya dikonsumsi hanya diperoleh dari
kebun rumah yang berskala kecil (Mahyar 1994). Penelitian perlu dilakukan untuk
mendapatkan budidaya yang sesuai sehingga mampu meningkatkan pertumbuhan
dan hasil panen pohpohan.
Menurut Mahyar (1994) pohpohan dapat tumbuh dengan baik di daerah
lembab, baik yang mengandung sedikit maupun banyak humusnya, di hutan-hutan
atau pinggir jalan. Ekawati et al. (2009) melaporkan bahwa perlakuan naungan
tegakan pohon dengan kisaran intensitas cahaya 90.23-272.85 Watt m-2 mampu
meningkatkan pertumbuhan tanaman pohpohan (tinggi tanaman, diameter batang,
panjang dan lebar daun, jumlah cabang dan panjang cabang). Selanjutnya,
perlakuan naungan juga mampu meningkatkan presentase edible part tanaman
pohpohan. Pohpohan memiliki berpotensi untuk dikembangkan pada lahan
dengan kondisi intensitas cahaya rendah (lahan ternaungi). Produktivitas
pohpohan mampu mencapai 360.50 kg ha-1 pada lingkungan yang ternaungi dan
66.80 kg ha-1 pada lingkungan tanpa naungan yang diperoleh dalam tiga kali
pemanenan yaitu pada 6, 8 dan 10 MST.
Perlakuan pemupukan dapat meningkatkan produktivitas beberapa sayuran
indigenous. Perlakuan pupuk 100 kg ha-1 N, 135 kg ha-1 P2O5 dan 135 kg ha-1 K2O
pada tanaman kenikir mampu meningkatkan bobot basah panen/bedeng sebanyak
9% dan pada tanaman kemangi bobot basahnya meningkat sebanyak 15%.
Perlakuan pupuk kandang ayam pedaging ditambah pupuk 100 kg ha-1 N, 135 kg
ha-1 P2O5 dan 135 kg ha-1 K2O dapat meningkatkan bobot basah panen/bedeng
sebanyak 13%. Pupuk 100 kg ha-1 N, 135 kg ha-1 P2O5 dan 135 kg ha-1 K2O
mampu memberikan respon yang paling baik terhadap produktivitas beluntas,
kenikir dan kemangi (Lestari 2008).
Penelitian yang dilakukan pada tanaman Pilea serpyllacea yang tumbuh
pada keadaan tanpa naungan membutuhkan tingkat pupuk (15N- 4P- 10K) yang
lebih tinggi 50% dibanding di bawah naungan 55% dan naungan 73%. Tanaman
Pilea serpyllacea yang berada di bawah naungan memiliki warna dan berat kering
yang paling tinggi pada tingkat pupuk 18 sampai 24 g pot-1. Selanjutnya, semakin
tinggi tingkat pupuk maka semakin menurunnya berat kering dan warna tanaman

2
(Broschat 2002). Penelitian mengenai intensitas cahaya dan pemupukan pada
pohpohan perlu untuk dilakukan. Hal itu dimaksudkan untuk meningkatkan
kualitas dan kuantitas pohpohan agar mudah diperoleh dipasaran.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan: (1) untuk mendapatkan tingkat naungan yang sesuai
sehingga meningkatkan pertumbuhan dan hasil pohpohan, (2) untuk mendapatkan
dosis pupuk yang sesuai sehingga meningkatkan pertumbuhan dan hasil pohpohan
dan (3) untuk mendapatkan interaksi pengaruh naungan dan dosis pupuk terhadap
pertumbuhan dan hasil tanaman pohpohan.

TINJAUAN PUSTAKA
Botani
Pohpohan memiliki Famili Urticaceae dengan spesies Pilea trinerva.
Pohpohan merupakan tanaman terna dan tumbuh tegak yang tingginya mampu
mencapai 2 m. Pohpohan merupakan tumbuh tegak, berupa herba monoecious
atau dioecious. Pohpohan memiliki luas daun 6-20 cm x 2-10 cm, panjang bunga
5-30 cm, dan panjang petiolnya 1-6 cm. Pohpohan sering ditanam sebagai
tanaman pagar atau hiasan. Pohpohan dapat dikembangbiakkan secara stek atau
menggunakan biji (Mahyar 1994).
Pohpohan berasal dari daerah Himalaya tropis timur dan Jawa. Tanaman
ini telah tersebar luas dari India, Srilanka sampai Taiwan, Jepang, Filipina dan
Indonesia. Daun Pohpohan biasanya dikonsumsi masyarakat sebagai lalapan
karena mempunyai aroma yang khas atau berbau harum (Mahyar 1994).
Pohpohan dapat tumbuh dengan subur di daerah pegunungan pada
ketinggian 500 sampai 2500 m dpl. Pohpohan juga dapat tumbuh dengan baik di
daerah lembab, baik yang mengandung sedikit maupun banyak humusnya, di
hutan-hutan atau pinggir jalan. Sementara itu, daun Pohpohan biasanya hanya
diperoleh dari kebun rumah yang berskala kecil. Sayuran ini biasanya dapat juga
diperoleh di pasar tradisional maupun supermarket (Mahyar 1994).
Naungan
Faktor cahaya lingkungan, suhu, air dan tanah sangat
mempengaruhi
pertumbuhan tanaman dan distribusi geografisnya. Faktor tersebut mampu
menentukan kesesuaian tanaman untuk lokasi tertentu, pola tanam, praktek
manajemen, dan tingkat input yang dibutuhkan. Tanaman mampu melakukan
pertumbuhan dan perkembangan yang maksimal jika tumbuh di bawah kondisi
lingkungan yang paling menguntungkan (AVRDC 2009).
Daun yang terkena naungan memiliki ukuran lebih besar tetapi lebih tipis
dibandingkan dengan daun yang terkena sinar matahari. Daun matahari menjadi
lebih tebal daripada daun naungan karena membentuk sel palisade yang lebih
panjang atau membentuk tambahan lapisan sel palisade (Salisbury dan Ross 1995).

3
Ekawati et al. (2009) melaporkan bahwa perlakuan naungan tegakan pohon
pada beberapa tanaman indigenous dapat mempengaruhi pertumbuhan dan
perkembangan tanaman yang ada dibawahnya. Perlakuan naungan mampu
mempengaruhi pertumbuhan tanaman daun ginseng (tinggi, panjang daun, lebar
daun dan panjang cabang). Selanjutnya naungan mampu meningkatkan
pertumbuhan sambung nyawa (diameter batang, panjang daun, lebar daun dan
panjang tangkai daun). Selain itu perlakuan naungan juga dapat meningkatkan
jumlah daun kenikir, diameter batang tanaman kemangi dan pohpohan (tinggi
tanaman, diameter batang, panjang dan lebar daun, jumlah cabang dan panjang
cabang).
Ekawati et al. (2009) juga melaporkan bahwa perlakuan naungan juga
mampu meningkatkan produksi tanaman indigenous. Perlakuan tersebut mampu
meningkatkan persentase edible part (bagian yang dapat dikonsumsi) tanaman
kedondong cina, kenikir, kemangi dan pohpohan. Selain itu, pengaruh naungan
mampu meningkatkan bobot basah dan bobot kering total per tanaman daun
ginseng, bobot basah total per tanaman sambung nyawa dan pohpohan.
Produktivitas tanaman ginseng dan pohpohan di lahan ternaungi lebih tinggi
dibanding dengan tanpa naungan. Produktivitas tanaman ginseng dilahan
ternaungi dan tanpa naungan berturut-turut adalah 2 620.00 kg ha-1 dan 1 861.30
kg ha-1. Produktivitas pohpohan mampu mencapai 360.50 kg ha-1 pada lingkungan
yang ternaungi dan 66.80 kg ha-1 pada lingkungan tanpa naungan yang diperoleh
dalam tiga kali pemanenan yaitu pada 6, 8 dan 10 MST.
Menurut Erlangga (2008) naungan dapat meningkatkan tinggi tanaman,
panjang dan lebar daun tanaman kunyit (Curcuma domestica L.), tetapi tidak
mampu menambah jumlah anakan dan jumlah daun yang lebih banyak dalam
kondisi tidak ternaungi (lahan terbuka). Selain itu, menurut Muhuria et al. (2006)
pada tanaman kedelai yang memperoleh intensitas cahaya 50% mengalami
perubahan karakteristik daun yang meliputi : (1) meningkatnya luas daun spesifik,
luas daun trifoliat, kandungan klorofil a dan b, dan (2) berkurangnya kepadatan
trikoma, ketebalan daun, panjang lapisan palisade, dan nisbah klorofil a/b.
Perubahan yang terjadi merupakan mekanisme untuk efisiensi penangkapan
cahaya.
Pemupukan
Pupuk merupakan suatu bahan yang digunakan untuk memperbaiki
kesuburan tanah, sedang pemupukan adalah penambahan bahan tersebut ke tanah
agar tanah lebih subur. Pupuk dapat berasal dari alam atau buatan (pabrik). Pupuk
merupakan salah satu faktor yang sangat penting dalam budidaya tanaman
terutama tanaman sayuran. Secara umum berdasarkan asalnya pupuk dibagi
menjadi dua, yaitu pupuk anorganik dan pupuk organik. Pupuk anorganik terdiri
atas pupuk tunggal dan pupuk majemuk. Pupuk tunggal hanya mengandung satu
macam unsur hara, sedangkan pupuk majemuk mengandung dua atau lebih unsur
hara. Pupuk kandang termasuk pupuk organik, selain dapat menyediakan unsur
hara makro pupuk kandang juga dapat menyediakan unsur hara mikro. Pupuk
kandang dapat menambah unsur hara tanaman dan bahan organik tanah serta
dapat memperbaiki struktur tanah (Hardjowigeno 2010).

4
Pemupukan adalah nutrisi yang berasal dari sumber-sumber alam dan
berguna untuk mencapai target hasil panen. Pemupukan optimal tergantung pada
spesies, kondisi pertumbuhan, sumber nutrisi asli, sifat tanah, dan bagian tanaman
yang akan dipanen. Pupuk Fosfor, Nitrogen dan Kalium merupakan tiga elemen
dasar untuk sayuran indigenous. Sayuran membutuhkan Nitrogen lebih untuk
pertumbuhan daun, Fosfor untuk pembungaan, buah dan biji sedangkan Kalium
untuk penyimpanan akar dan batang (AVRDC 2009). Nitrogen berfungsi untuk
merangsang pertumbuhan tanaman dan memberikan warna hijau pada daun. Fosfor
merupakan bagian dari inti sel yang sangat berperan dalam pembelahan sel dan
perkembangan jaringan meristem. Secara umum kalium berperan dalam metabolisme
tanaman yang bertindak sebagai katalisator berbagai enzim dan juga berfungsi
mengimbangi serapan unsur hara lain.
Lestari (2010) melaporkan bahwa perlakuan pemupukan dapat
meningkatkan produktivitas beberapa sayuran indigenous. Pemupukan mampu
meningkatkan bobot basah panen per tanaman dan bobot basah panen per bedeng.
Perlakuan pupuk 100 kg ha-1 N, 135 kg ha-1 P2O5 dan 135 kg ha-1 K2O dan pupuk
kandang ayam pedaging ditambah pupuk 100 kg ha-1 N, 135 kg ha-1 P2O5 dan 135
kg ha-1 K2O dapat meningkatkan bobot basah panen per bedeng tanaman beluntas
berturut-turut menjadi 6 949.70 g dan 6 775.70 g. Selain itu, perlakuan
pemupukan 100 kg ha-1 N, 135 kg ha-1 P2O5 dan 135 kg ha-1 K2O pada tanaman
kenikir juga mampu meningkatkan bobot basah panen per bedeng menjadi 909.00
g. Perlakuan pemupukan pada tanaman kemangi mampu meningkatkan jumlah
cabang, panjang cabang, jumlah daun, bobot basah panen per tanaman dan bobot
basah panen per bedeng. Pemupukan 100 kg ha-1 N, 135 kg ha-1 P2O5 dan 135 kg
ha-1 K2O mampu memberikan pengaruh yang paling baik terhadap produktivitas
beluntas, kenikir dan kemangi.
Delyani (2012) melaporkan bahwa perlakuan dosis pemupukan 90 kg ha-1 N
juga mampu meningkatkan jumlah daun cabang sekunder tanaman kemangi pada
umur 3 MST. Selain itu, jumlah cabang primer meningkat pada tanaman kenikir
umur 3 MST dengan pemberian dosis 45 kg ha-1. Pemberian nitrogen juga mampu
meningkatkan produksi sayuran kenikir dan kemangi. Pemupukan nitrogen
mampu memberikan produksi paling baik pada dosis 92.73 kg ha-1 sedangkan
pada tanaman kemangi pada dosis 45 kg ha-1.

5

METODE

Lokasi Penelitian dan Waktu Penelitian
Penelitian ini telah dilakukan di Kebun Pusat Kajian Hortikultura Tropika
(PKHT) IPB Tajur Bogor, pada ketinggian β50 m dpl dengan koordinat 6° γ7’
54.4γ LS dan 106° 49’ γγ.8β” BT. Penelitian dilaksanakan mulai Maret sampai
Juli 2013.
Bahan dan Alat
Bahan tanaman yang digunakan dalam penelitian ini terdiri atas: stek batang
tanaman pohpohan (Pilea trinervia Wight) asal Ciapus Bogor, umur 5 minggu
yang telah dipangkas pada ketinggian yang sama. Bahan lain yang digunakan
adalah pupuk NPK (N 15% : P2O5 15% : K2O 15%), pupuk kandang sapi dengan
dosis 4 kg m-2 dan insektisida berbahan aktif karbofuran 3%. Alat-alat yang
digunakan dalam penelitian ini terdiri atas: paranet 55% dan 75%, polibag ukuran
15x15 cm, meteran, jangka sorong, kertas label, spidol, kantong plastik, kamera,
oven, light meter LI-250 A, termo-hygrometer, timbangan analitik, gunting dan
alat-alat pertanian standar.
Pelaksanaan Percobaan
Penelitian ini disusun menggunakan metode Rancangan Kelompok
Lengkap Teracak (RKLT) faktor Split plot dengan petak utama adalah naungan
dan anak petak adalah dosis pemupukan. Perlakuan naungan yang diberikan
adalah N0 (tanpa naungan), N1(naungan 55%), dan N2 (naungan 75%). Perlakuan
pemupukan yang diberikan adalah P1 (pupuk 0 kg ha-1), P2 (pupuk 50 kg ha-1) ,
P3 (pupuk 100 kg ha-1), P4 (pupuk 150 kg ha-1) dan P5 (pupuk 200 kg ha-1).
Pemupukan diaplikasikan pada 3, 6 dan 8 MST. Model rancangan yang digunakan
adalah:
Yijk
= µ + ρk + αi + j + ik + (α )ik + εijk
Yijk
= nilai pengamatan naungan ke –i, pemupukan ke j, dan kelompok
ke-k
µ
= rataan umum
ρk
= pengaruh aditif dari kelompok ke-k
αi
= pengaruh aditif taraf ke-i dari faktor naungan
j
= pengaruh aditif taraf ke-j dari faktor pemupukan
(α )ij = pengaruh aditif taraf ke-i dari faktor naungan dan taraf ke-j dari
faktor pemupukan
Γik
= galat petak utama (galat a)
Εijk
= galat anak petak (galat b)
Data yang diperoleh diuji dengan uji F, apabila menunjukkan pengaruh
nyata maka pengujian dilanjutkan dengan Duncan Multiple Range Test (DMRT)

6
pada taraf 5%. Pengujian akan dilanjutkan dengan regresi dan optimasi pupuk
dengan regresi linier dan polinomial.
Analisis tanah diperoleh dari pengambilan 5 sampel tanah pada lapisan olah
tanah sedalam 20 cm secara zigzag dengan bobot sampel tanah 2 kg. Selanjutnya,
pembibitan dilakukan dari stek batang pohpohan. Panjang stek batang yang
digunakan 15 sampai 25 cm. Stek tanaman tersebut ditanam didalam polibag
ukuran 15 cm x 15 cm dengan menggunakan media tanam berupa campuran tanah,
pupuk kandang sapi dan sekam dengan perbandingan bobot/volume 1:1:1.
Sebaiknya, media tanam dalam polibag yang digunakan disiram dahulu dengan air.
Pemeliharaan tanaman di tempat pembibitan dapat dilakukan dengan melakukan
penyiraman setiap hari.
Persiapan lahan yang dilakukan terdiri atas: pengolahan lahan, pembuatan
petakan dan pemupukan lahan. Selanjutnya, persiapan lahan dilakukan dengan
pembuatan petakan berukuran 1 m x 1 m dengan jarak tanam 50 cm x 50 cm
sehingga pada satu petak terdapat 4 tanaman. Setelah seminggu, pupuk kandang
sapi dapat diaplikasikan ke lahan dengan dosis 4 kg m-2. Akhirnya, penanaman
dilakukan setelah bibit berumur 5 minggu.
Pemupukan yang digunakan adalah pupuk NPK 15-15-15 yang dilarutkan
kedalam air dan diaplikasikan pada tanaman saat umur 3, 6 dan 8 MST. Pupuk
dilarutkan pada air dengan beberapa konsentrasi pupuk yang dilakukan pada satu
kali aplikasi pemupukan yang terdiri atas: 0 g 5L-1, 50 g 10L-1, 100 g 10L-1, 150 g
10L-1dan 200 g 10L-1 (0 kg ha-1, 50 kg ha-1, 100 kg ha-1, 150 kg ha-1 dan 200 kg
ha-1) lalu diaplikasikan ke tanaman dengan dosis pupuk 250 mL per tanaman.
Selanjutnya, kegiatan pemeliharaan lainnya meliputi penyiraman dan penyiangan
gulma secara manual.
Pengamatan
Pengamatan yang dilakukan meliputi pengamatan pertumbuhan dan
produktivitas tanaman yang terdiri atas: tinggi tanaman, diameter batang, panjang
dan lebar daun, jumlah cabang primer, jumah daun, jumlah cabang yang dipanen,
jumlah daun yang dipanen, bobot tanaman layak pasar dan tidak layak pasar per
tanaman, nilai klorofil total, bobot kering per tanaman. Selain itu pengamatan
faktor lingkungan terdiri atas: suhu, kelembaban dan intensitas cahaya.
Parameter pertumbuhan tanaman diperoleh dari pengamatan dan
pengukuran yang dilakukan setiap minggu pada umur 4 dan 5 MST. Peubah tinggi
tanaman pohpohan diperoleh dengan mengukur bagian tanaman dari permukaan
tanah hingga titik tumbuh tertinggi. Selanjutnya peubah diameter batang diperoleh
dengan mengukur diameter pada batang utama setinggi 10 cm dari permukaan
tanah. Selain itu panjang dan lebar daun diperoleh dari pengukuran bagian daun
yang terpanjang dan terlebar sebanyak satu daun per tanaman. Peubah lainnya
yaitu jumlah cabang primer yang peroleh dari perhitungan jumlah cabang yang
keluar dari batang utama. Selanjutnya peubah pertumbuhan jumlah daun diperoleh
dari perhitungan jumlah daun yang telah membuka sempurna.
Pengamatan hasil pohpohan yang diperoleh dari pemanenan sebanyak tiga
kali. Pemanenan dilakukan pada umur 6, 8 dan 10 MST. Peubah jumlah daun
yang dipanen diperoleh dari perhitungan jumlah daun yang diperoleh dari cabang

7
pohpohan yang dipanen sedangkan jumlah cabang yang dipanen diperoleh dari
perhitungan jumlah cabang pohpohan yang dipanen. Selanjutnya bobot tanaman
layak pasar per tanaman diperoleh dari pengukuran bobot cabang pohpohan yang
dipanen sesuai dengan kriteria panen yang diinginkan yaitu berwarna hijau, segar,
rasanya renyah dan memiliki panjang tangkai 20 sampai 30 cm. Bobot tanaman
tidak layak pasar per tanaman diperoleh dari perhitungan bobot yang tidak sesuai
dengan hasil yang diinginkan.
Peubah nilai total klorofil diperoleh dari pengamatan yang dilakukan pada
10 MST. Analisis kandungan klorofil diperoleh dengan alat spektrofotometer UV
yaitu menggunakan metode Sims dan Gamon (2002). Bobot kering per tanaman
dilakukan setelah tanaman dikeringkan dengan oven pada suhu 105ºC selama 24
jam kemudian ditimbang. Pengukuran kondisi lingkungan yaitu suhu dan
kelembaban yang dilakukan pada pukul 07.30, 13.30, dan 17.30, sedangkan
pengukuran intensitas cahaya dilakukan pada pukul 09.00 WIB.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Kondisi Umum Percobaan
Daya tumbuh bibit pohpohan mencapai 92% pada umur 2 MST. Namun
daya tumbuh pohpohan pada umur 3 MST mengalami penurunan sebesar 16%
pada lahan tanpa naungan. Hal ini disebabkan kondisi lingkungan yang kurang
sesuai yaitu tidak adanya naungan.
Pengamatan pertumbuhan hanya dilakukan pada umur 4 dan 5 MST.
Pengamatan pertumbuhan pada umur 2 dan 3 MST tidak dilakukan. Hal tersebut
dilakukan untuk menghilangkan efek dari percobaan sebelumnya terhadap
tanaman. Percobaan sebelumnya dilakukan pada lahan dan perlakuan yang sama.
Hama penyakit tanaman (HPT) yang menyerang tanaman pohpohan adalah
rayap (Coptotermes curvignathus), hama ulat daun dan belalang hijau.
Pemberantasan hama rayap dilakukan dengan pemberian insektisida berbahan
aktif karbofuran 3%. Selama penelitian ini dilakukan pemberian insektisida
sebanyak tiga kali. Bagian tanaman yang diserang adalah batang bagian bawah.
Secara umum, suhu rata-rata lingkungan pada bulan April sampai Juni
berturut-turut mencapai 26.4, 26.2 dan 26.30 C. Selanjutnya kelembaban pada
bulan April sampai bulan Juni berturut-turut mencapai 85, 85 dan 82%. Selain itu,
tingkat curah hujan rata-rata yang terjadi pada bulan April sampai Juni berturutturut adalah 216, 399.3 dan 62.3 mm (BMKG 2013). Suhu pada keadaan tanpa
naungan, naungan 55% dan naungan 75% yaitu sebesar 30.1 0C, 27.7 0C dan 26.6
0
C. Kelembaban pada keadaan tanpa naungan, naungan 55% dan naungan 75%
yaitu sebesar 79.3%, 82.1% dan 83.2%. Selanjutnya, tingkat PPF (Photosynthetic
Photon Flux) pada lahan tanpa naungan mencapai 877 μmol m2s-1 sedangkan pada
lahan 55% dan 75% berturut-turut adalah 366 dan 220 μmol m2s-1. Pengukuran
intensitas cahaya dilakukan pada pagi hari yaitu pada pukul 09.00 WIB.

8
Hasil
Tinggi tanaman
Data tinggi tanaman pada Tabel 1 menunjukkan bahwa perlakuan naungan
berpengaruh terhadap tinggi tanaman pada umur 4 dan 5 MST. Pohpohan yang
berada dalam naungan 55% memiliki nilai rata-rata tertinggi pada umur 4 dan 5
MST dibanding dengan naungan 0% dan 75%. Sebaliknya, perlakuan dosis
pemupukan tidak berbeda nyata terhadap tinggi pohpohan. Data yang diperoleh
tidak menunjukkan adanya interaksi antara intensitas naungan dan dosis pupuk
terhadap peubah tinggi tanaman (Lampiran 2).
Tabel 1

Rata-rata tinggi tanaman pohpohan pada beberapa tingkat
naungan dan dosis pupuk NPK 15-15-15
Tinggi tanaman per tanaman (cm)
Perlakuan
4 MST
5 MST
Naungan
0%
12.72c
15.85c
55%
20.96a
22.62a
75%
18.05b
19.51b
Uji F
**
**
Pupuk
0 kg.ha-1
17.35
20.98
50 kg.ha-1

17.20

20.06

-1

17.44

19.49

150 kg.ha-1

16.88

18.10

-1

17.87
tn
tn
13.64

20.52
tn
tn
15.71

100 kg.ha
200 kg.ha
Uji F
Interaksi
KK
a

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda
nyata pada taraf uji 5 % (uji selang berganda Duncan), MST: Minggu Setelah Tanam.

Diameter batang
Data diameter batang pada Tabel 2 menunjukkan bahwa perlakuan naungan
berpengaruh terhadap diameter batang pada umur 4 dan 5 MST. Pohpohan yang
berada dalam naungan 55% memiliki nilai rata-rata diameter batang tertinggi pada
umur 4 dan 5 MST dibanding dengan perlakuan 0% dan naungan 75%.
Sebaliknya, perlakuan dosis pemupukan tidak berbeda nyata terhadap tinggi
pohpohan. Data yang diperoleh menunjukkan tidak adanya interaksi antara
intensitas naungan dan dosis pupuk terhadap peubah diameter batang tanaman
(Lampiran 2).

9
Tabel 2 Rata-rata diameter batang pohpohan pada beberapa tingkat naungan
dan dosis pupuk NPK 15-15-15
Diameter batang per tanaman (cm)
Perlakuan
4 MST
5 MST
Naungan
0%
0.56b
0.68b
55%
0.69a
0.72a
75%
0.58b
0.63b
Uji F
**
**
Pupuk
0 kg.ha-1
50 kg.ha

-1

0.63

0.69

0.64

0.69

100 kg.ha

-1

0.61

0.66

150 kg.ha

-1

0.61

0.69

200 kg.ha
Uji F
Interaksi
KK

-1

0.59
tn
tn
14.32

0.67
tn
tn
8.83

a

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda
nyata pada taraf uji 5 % (uji selang berganda Duncan), MST: Minggu Setelah Tanam.

Panjang daun
Data panjang daun pada Tabel 3 menunjukkan bahwa perlakuan naungan
berpengaruh sangat nyata terhadap panjang daun pada umur 4 sampai 5 MST.
Pohpohan yang berada dalam naungan 55% memiliki nilai rata-rata yang tidak
berbeda nyata dengan perlakuan 75%. Sebaliknya, perlakuan dosis pemupukan
tidak berbeda nyata terhadap panjang daun pohpohan. Data yang diperoleh tidak
menunjukkan adanya interaksi antara intensitas naungan dan dosis pupuk terhadap
peubah panjang daun tanaman (Lampiran 2).

10
Tabel 3 Rata-rata panjang daun pohpohan pada beberapa tingkat naungan
dan dosis pupuk NPK 15-15-15
Panjang daun per tanaman (cm)
Perlakuan
4 MST
5 MST
Naungan
0%
3.69b
4.77b
55%
6.73a
7.19a
75%
6.91a
7.48a
Uji F
**
**
Pupuk
0 kg.ha-1
50 kg.ha

-1

5.47

6.06

5.74

7.06

100 kg.ha

-1

6.08

7.02

150 kg.ha

-1

5.85

6.51

200 kg.ha
Uji F
Interaksi
KK

-1

5.95
tn
tn
19.38

6.79
tn
tn
17.58

a

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda
nyata pada taraf uji 5 % (uji selang berganda Duncan), MST: Minggu Setelah Tanam.

Pertumbuhan pohpohan pada perlakuan naungan 0% dan dosis pupuk 200
kg ha-1 (A) terlihat tumbuh lebih lambat dibanding dengan perlakuan naungan
75% dan dosis pupuk 150 kg ha-1 (B). Hal ini terlihat dari tinggi tanaman, panjang
dan lebar daun pada perlakuan naungan 75% dan dosis pupuk 150 kg ha-1 lebih
tinggi dibandingkan naungan 0% dan dosis pupuk 200 kg ha-1 (Gambar 1).

A

B

Gambar 1 Pertumbuhan pohpohan berturut-turut pada (A) perlakuan naungan 0%
dan dosis pupuk 200 kg ha-1 dan (B) perlakuan naungan 75% dan
pupuk 150 kg ha-1 saat umur 3MST

11
Lebar daun
Data lebar daun pada Tabel 4 menunjukkan bahwa perlakuan naungan
berpengaruh terhadap lebar daun pada umur 4 dan 5 MST. Pohpohan yang berada
dalam naungan 55% memiliki nilai rata-rata yang tidak berbeda nyata dengan
perlakuan naungan 75%. Namun, perlakuan dosis pemupukan tidak berpengaruh
terhadap lebar daun pohpohan. Data yang diperoleh menunjukkan tidak adanya
interaksi antara intensitas naungan dan dosis pupuk terhadap pertumbuhan lebar
daun pada tanaman (Lampiran 2).
Tabel 4 Rata-rata lebar daun pohpohan pada beberapa tingkat naungan dan
dosis pupuk NPK 15-15-15
Lebar daun per tanaman (cm)
Perlakuan
4 MST
5 MST
Naungan
0%
2.78b
3.39b
55%
4.82a
5.02a
75%
4.84a
5.21a
Uji F
**
**
Pupuk
0 kg.ha-1
50 kg.ha

-1

3.94

4.39

4.17

4.79

100 kg.ha

-1

4.26

4.92

150 kg.ha

-1

4.21

4.63

200 kg.ha
Uji F
Interaksi
KK

-1

4.27
tn
tn
16.41

4.69
tn
tn
14.89

a

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda
nyata pada taraf uji 5 % (uji selang berganda Duncan), MST: Minggu Setelah Tanam.

Pertambahan jumlah daun
Data pertambahan jumlah daun pada Tabel 5 menunjukkan bahwa perlakuan
naungan berpengaruh terhadap jumlah daun pada umur 4 sampai 5 MST.
Perlakuan tanpa naungan memiliki pertambahan jumlah daun yang tinggi
dibanding naungan lainnya. Hal tersebut diduga jumlah daun bertambah setelah
dilakukan pemupukan pada 3 MST. Akan tetapi kembali menurun pada 5 MST
akibat lingkungan yang kurang mendukung yaitu tidak adanya naungan. Rata-rata
pertambahan jumlah daun pada perlakuan naungan 55% tidak berbeda nyata
dengan naungan 75% pada umur 5 MST. Selain itu, perlakuan dosis pemupukan
berpengaruh nyata terhadap pertambahan jumlah daun pohpohan pada umur 5
MST (Lampiran 2). Data yang diperoleh menunjukkan adanya interaksi antara
intensitas cahaya dan dosis pupuk terhadap jumlah daun (Gambar 2).

12
Tabel 5 Rata-rata pertambahan jumlah daun per tanaman pohpohan pada
beberapa tingkat naungan dan dosis pupuk NPK 15-15-15
Pertambahan jumlah daun per tanaman
4 MST
5 MST

Perlakuan
Naungan
0%
55%
75%
Uji F
Pupuk

4.19a
1.96b
1.68b
*
1.69

2.95b
6.69a
6.21a
**

2.25

4.29

2.31

3.82

100 kg.ha-1

2.86

8.00

150 kg.ha

-1

2.60

5.53

200 kg.ha
Uji F
Interaksi
KK

-1

2.57
tn
tn
82.64

6.025
Q*
*
42.76

0 kg.ha-1
50 kg.ha

-1

a

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda
nyata pada taraf uji 5 % (uji selang berganda Duncan), MST: Minggu Setelah Tanam.

Pertambahan jumlah daun

12
y = -0.0004x2 + 0.0891x + 3.0857
R² = 0.8157
naungan 0%

10
8

naungan 55%

6

naungan 75%

4

y = -0.0003x2 + 0.0603x + 4.5622
R² = 0.2645 y = 0.0172x + 0.254
R² = 0.7472

2

Linear (naungan 0%)
Poly. (naungan 55%)
Poly. (naungan 75%)

0
0

50

100

150

Dosis pupuk (kg

200

250

ha-1)

Gambar 2 Interaksi naungan dan dosis pemupukan terhadap pertambahan
jumlah daun saat 5 MST

13
Jumlah cabang primer per tanaman
Data jumlah cabang primer pada Tabel 6 menunjukkan bahwa perlakuan
naungan tidak berpengaruh terhadap jumlah cabang pada umur 4 dan 5 MST.
Perlakuan dosis pemupukan tidak berpengaruh terhadap jumlah cabang pohpohan.
Data yang diperoleh menunjukkan tidak adanya interaksi antara intensitas
naungan dan dosis pupuk terhadap peubah jumlah cabang (Lampiran 2).
Tabel 6 Rata-rata jumlah cabang primer per tanaman pohpohan pada
beberapa tingkat naungan dan dosis pupuk NPK 15-15-15
Perlakuan
Naungan
0%
55%
75%
Uji F
Pupuk
0 kg.ha-1
50 kg.ha-1

Jumlah cabang primer per tanaman
4 MST
5 MST
2.18a
2.54a
2.57a
tn

2.73a
3.21a
3.01a
tn

2.41

2.90

2.02

2.42

100 kg.ha

-1

2.63

3.53

150 kg.ha

-1

2.62

3.00

2.49
tn
tn
30.30

3.22
tn
tn
30.17

200 kg.ha-1
Uji F
Interaksi
KK
a

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda
nyata pada taraf uji 5 % (uji selang berganda Duncan), MST: Minggu Setelah Tanam.

Bobot layak pasar per tanaman
Data bobot layak pasar pada Tabel 7 menunjukkan bahwa perlakuan
naungan berpengaruh sangat nyata terhadap bobot layak pasar pada umur panen 6,
10 MST dan total panen. Rata-rata bobot layak pasar pada perlakuan naungan
55% tidak berbeda nyata dengan naungan 75% pada umur 6, 10 dan total panen.
Selain itu, perlakuan dosis pemupukan memiliki pengaruh yang nyata terhadap
bobot layak pasar pertanaman saat 10 MST. Data yang diperoleh tidak
menunjukkan adanya interaksi intensitas naungan dan dosis pemupukan terhadap
bobot layak (Lampiran 3).

14
Tabel 7 Rata-rata bobot layak pasar per tanaman pohpohan pada beberapa
tingkat naungan dan dosis pupuk NPK 15-15-15
Perlakuan

Bobot layak pasar per tanaman (g)
8 MST
10 MST Bobot total (6+8+10)

6 MST

Naungan
0%
55%
75%
Uji F
Pupuk
0 kg.ha-1
50 kg.ha-1

0.54b
9.55a
10.02a
**

0.00a
1.92a
2.07a
tn

0.33b
5.21a
7.01a
**

0.87b
18.37a
17.30a
**

3.54

0.54

2.52

6.59

6.88

1.46

7.22

15.57

100 kg.ha

-1

8.56

1.56

4.70

14.82

150 kg.ha

-1

6.29

0.00

3.18

9.47

8.08
tn
tn
72.32

3.09
tn
tn
274.80

3.29
Q*
tn
81.28

14.46
tn
tn
60.78

200 kg.ha-1
Uji F
Interaksi
KK
a

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada
taraf uji 5 % (uji selang berganda Duncan), MST: Minggu Setelah Tanam.

Bobot layak per tanaman (g)

Aplikasi pupuk NPK 15-15-15 sampai 200 kg ha-1 memberikan pengaruh
kuadratik pada bobot layak per tanaman saat umur panen 10 MST. Persamaan
garis bobot layak pasar adalah y = - 0.0002x2 + 0.0418x + 3.5137 (Gambar 3).
Berdasarkan persamaan tersebut didapatkan dosis optimum untuk pohpohan
sebesar 104.5 kg ha-1.
8
7
6
5

Bobot layak pasar

4
3

y = -0.0002x2 + 0.0418x + 3.5137
R² = 0.3844

2

Poly. (Bobot layak
pasar)

1
0
0

50

100
150
Dosis pupuk (kg ha-1)

200

250

Gambar 3 Pengaruh dosis pemupukan terhadap bobot layak per tanaman
pohpohan saat umur panen 10 MST

15
Bobot tidak layak pasar per tanaman
Data bobot tidak layak pasar pada Tabel 8 menunjukkan bahwa perlakuan
naungan berpengaruh nyata terhadap bobot tidak layak pasar pada umur panen 8
MST. Pohpohan yang berada dalam naungan 55% memiliki bobot tidak layak
tertinggi dibanding tanpa naungan dan naungan 75%. Perlakuan dosis pemupukan
tidak berpengaruh nyata terhadap bobot tidak layak pasar pada pohpohan. Selain
itu, tidak terdapat interaksi antara intensitas naungan dan dosis pupuk terhadap
peubah bobot tidak layak pasar pada pohpohan (Lampiran 3).
Tabel 8 Rata-rata bobot panen tidak layak pasar per tanaman pada
beberapa tingkat naungan dan dosis pupuk NPK 15-15-15
Perlakuan
Naungan
0%
55%
75%
Uji F
Pupuk

Bobot tidak layak pasar per tanaman (g)
6 MST
8 MST
10 MST
Bobot total (6+8+10)
0.98a
0.98a
1.89a
tn

0.00b
2.05a
0.00b
*

0.76a
1.11a
2.85a
tn

1.75a
4.15a
4.74a
tn

1.02

0.45

1.64

3.11

1.17

1.41

1.17

3.76

100 kg.ha-1

1.63

0.81

2.39

4.83

150 kg.ha

-1

1.08

0.74

1.64

3.38

200 kg.ha
Uji F
Interaksi
KK

-1

1.60
tn
tn
203.43

0.45
tn
tn
355.31

1.05
tn
tn
169.65

2.65
tn
tn
126.63

0 kg.ha-1
50 kg.ha

-1

a

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada
taraf uji 5 % (uji selang berganda Duncan), MST: Minggu Setelah Tanam.

Jumlah daun yang dipanen per tanaman
Data jumlah daun panen pada Tabel 9 menunjukkan bahwa perlakuan
naungan berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah daun yang dipanen pada umur
panen 6 sampai 10 MST. Pohpohan yang berada dalam naungan 75% memiliki
nilai rata-rata jumlah daun panen tidak berbeda nyata dengan perlakuan naungan
55%. Perlakuan pemupukan menunjukkan pengaruh yang sangat nyata terhadap
jumlah daun saat 8 MST (Lampiran 3). Data yang diperoleh menunjukkan adanya
pengaruh yang nyata antara intensitas naungan dan dosis pemupukan terhadap
jumlah daun yang dipanen pada umur panen 8 MST dan total panen (Gambar 4).

16
Tabel 9 Rata-rata jumlah daun per tanaman pohpohan pada beberapa tingkat
naungan dan dosis pupuk NPK 15-15-15
Jumlah daun panen per tanaman
Perlakuan
Naungan
0%
55%
75%
Uji F
Pupuk
0 kg.ha-1
50 kg.ha-1

6 MST

8 MST

10 MST

Total daun
(6+8+10)

3.13b
12.32a
15.16a
**

0.00b
9.46a
11.33a
**

3.47b
14.50a
13.44a
**

6.60b
36.27a
39.93a
**

7.47

3.76

7.59

18.82

11.61

13.11

15.16

39.88

100 kg.ha

-1

12.57

9.49

12.52

34.58

150 kg.ha

-1

9.21

4.81

9.16

23.18

10.14
tn
tn
60.29

3.48
Q**
*
81.18

7.93
tn
tn
63.82

21.55
Q*
tn
51.61

200 kg.ha-1
Uji F
Interaksi
KK
a

Jumlah daun panen per tanaman

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda
nyata pada taraf uji 5 % (uji selang berganda Duncan), MST: Minggu Setelah Tanam.
30
25
20

y = -0.0006x2 + 0.0736x + 13.131
R² = 0.3535

naungan 0%
naungan 55%

15

naungan 75%

10

Poly. (naungan 55%)
5 y = -0.0013x2 + 0.2575x + 3.3668
R² = 0.8659
0
0
50
100
150
200

Poly. (naungan 75%)
250

Dosis pupuk (kg ha-1)

Gambar 4 Interaksi naungan dan dosis pemupukan terhadap jumlah daun
panen per tanaman saat 8 MST
Aplikasi pupuk sampai 200 kg ha-1 juga memberikan pengaruh kuadratik
pada jumlah total daun selama panen dari 6 sampai 10 MST. Berdasarkan
persamaan tersebut didapatkan dosis pupuk optimum yaitu sebesar 90.6 kg ha-1
dengan persamaan garis y = - 0.0015x2 + 0.2717x + 22.499 (Gambar 5).

Jumlah daun per tanaman

17

45
40
35
30
25
20 y = -0.0015x2 + 0.2717x + 22.499
R² = 0.607
15
10
5
0
0
50
100
150
200

Jumlah daun
Poly. (Jumlah daun)

250

Dosis pupuk (kg ha-1)

Gambar 5 Pengaruh dosis pemupukan terhadap jumlah daun total panen per
tanaman selama umur panen 6, 8 dan 10 MST
Hasil panen pohpohan pada perlakuan naungan 55% dan dosis pupuk 200
kg ha (A) terlihat tumbuh lebih baik dibanding dengan perlakuan naungan 0%
dan dosis pupuk 0 kg ha-1 (B). Hal ini terlihat dari jumlah daun panen pada
perlakuan naungan 55% dan dosis pupuk 150 kg ha-1 lebih tinggi dibandingkan
naungan 0% dan dosis pupuk 0 kg ha-1 (Gambar 6).
-1

A

B

Gambar 6 Hasil panen pohpohan pada (A) perlakuan N1P5 (naungan 55% dan
dosis pupuk 200 kg ha-1) dan gambar (B) perlakuan N0P2 (tanpa
naungan dan pupuk 0 kg ha-1)
Jumlah cabang yang dipanen per tanaman
Data jumlah cabang panen pada Tabel 10 menunjukkan bahwa perlakuan
naungan berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah cabang yang dipanen pada
umur panen 6 dan 10 MST. Pohpohan yang berada dalam naungan 55% memiliki
nilai rata-rata jumlah cabang panen yang tidak berbeda nyata dengan perlakuan
naungan 75% saat 6 dan 10 MST. Selain itu, perlakuan dosis pemupukan tidak
berpengaruh terhadap jumlah cabang yang dipanen. Data yang diperoleh tidak

18
menunjukkan adanya interaksi antara intensitas naungan dan dosis pupuk terhadap
jumlah cabang (Lampiran 3).
Tabel 10 Rata-rata jumlah cabang per tanaman pohpohan pada beberapa tingkat
naungan dan dosis pupuk NPK 15-15-15
Perlakuan

6 MST

Naungan
0%
55%
75%
Uji F
Pupuk
0 kg.ha-1
50 kg.ha

-1

Jumlah cabang panen per tanaman
8 MST
10 MST
Total cabang (6+8+10)

0.40b
2.05a
2.51a
**

0.00a
1.23a
0.93a
tn

0.63b
2.52a
2.19a
**

1.03b
5.81a
5.63a
**

1.31

0.17

1.23

2.07

1.56

1.22

2.56

5.34

100 kg.ha

-1

2.31

0.89

2.15

5.35

150 kg.ha

-1

1.39

0.22

1.75

3.36

1.69
tn
tn
57.02

1.11
tn
tn
223.09

1.21
tn
tn
69.67

4.02
Q*
tn

200 kg.ha-1
Uji F
Interaksi
KK

48.11

a

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata pada
taraf uji 5 % (uji selang berganda Duncan), MST: Minggu Setelah Tanam.

Jumlah cabang panen per
tanaman

6
5
4

y = -0.0002x2 + 0.0353x + 3.1747
R² = 0.461

3

Jumlah cabang

2

Poly. (Jumlah cabang)

1
0
0

50

100

150

Dosis pupuk (kg

200

250

ha-1)

Gambar 7 Pengaruh dosis pemupukan terhadap jumlah total cabang panen saat
umur panen 6, 8 dan 10 MST
Aplikasi pupuk NPK 15-15-15 sampai 200 kg ha-1 memberikan pengaruh
kuadratik pada jumlah total daun selama panen dari 6, 8 dan 10 MST.
Berdasarkan persamaan y = - 0.0002x2 + 0.0353x + 3.1747 didapatkan dosis
pupuk optimum yaitu sebesar 88.3 kg ha-1 (Gambar 7).

19
Bobot kering per tanaman
Data bobot kering pada Tabel 11 menunjukkan bahwa perlakuan naungan
berpengaruh sangat nyata terhadap bobot kering yang dipanen pada umur 10 MST.
Pohpohan yang berada dalam naungan 75% memiliki bobot kering tidak berbeda
nyata dengan naungan 55%. Perlakuan dosis pemupukan tidak berpengaruh
terhadap bobot kering per tanaman. Data yang diperoleh menunjukan bahwa
perlakuan pupuk dan interaksi antara intensitas naungan dan dosis pupuk tidak
berpengaruh nyata terhadap bobot kering tanaman (Lampiran 3).
Tabel 11 Rata-rata bobot kering per tanaman pada beberapa
tingkat naungan dan dosis pupuk NPK 15-15-15
Perlakuan

Bobot kering per tanaman pada 10 MST
Bobot kering (g-1)

Naungan
0%
55%
75%
Uji F
Pupuk

0.24b
3.24a
3.66a
**

0 kg.ha-1
50 kg.ha

1.55

-1

2.79

-1

2.90

150 kg.ha-1

2.52

100 kg.ha
200 kg.ha
Respon
Interaksi
KK

-1

2.14
tn
tn
57.58

a

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak
berbeda nyata pada taraf uji 5 % (uji selang berganda Duncan), MST: Minggu
Setelah Tanam

Total klorofil
Data total klorofil pada Tabel 12 menunjukkan bahwa perlakuan naungan
berpengaruh sangat nyata terhadap nilai total yang dipanen pada umur 10 MST.
Pohpohan yang berada dalam naungan 55% memiliki nilai total klorofil yang
tidak berbeda nyata dengan naungan 75%. Namun perlakuan pupuk dan interaksi
antara intensitas naungan dan dosis pupuk tidak berpengaruh nyata terhadap nilai
total klorofil (Lampiran 3).

20
Tabel 12 Nilai total klorofil pohpohan yang dipanen pada
beberapa tingkat naungan dan dosis pupuk NPK 15-15-15
Nilai total klorofil dipanen
Perlakuan
umur 10 MST
Total klorofil (mg g-1)
Naungan
0%
55%
75%
Uji F
Pupuk

0.50b
1.64a
1.62a
**

0 kg.ha-1
50 kg.ha

1.02

-1

1.39

100 kg.ha-1

1.34

150 kg.ha

-1

1.26

200 kg.ha
Respon
Interaksi
KK

-1

1.25
tn
tn
37.65

a

Angka-angka pada kolom yang sama yang diikuti oleh huruf yang sama tidak
berbeda nyata pada taraf uji 5 % (uji selang berganda Duncan), MST: Minggu
Setelah Tanam.

Pembahasan
Perlakuan naungan mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman yang
terdiri atas: tinggi tanaman, diameter batang, panjang daun, lebar daun dan
jumlah. Berdasarkan data yang diperoleh perlakuan naungan 55% memiliki ratarata tinggi tanaman dan diameter batang tertinggi dibanding tanpa naungan dan
naungan 75%. Perlakuan naungan berpengaruh sangat nyata terhadap
pertumbuhan tinggi tanaman. Pertumbuhan rata-rata tinggi tanaman dan diameter
batang pada lahan ternaungi lebih tinggi dibanding lahan tanpa naungan dan
naungan 55%. Hal tersebut disebabkan rendahnya intensitas cahaya di bawah
naungan 55% sehingga mampu merangsang etiolasi (pemanjangan batang atau
ruas) dan meningkatkan panjang tangkai daun. Menurut Gardner et al. (1991)
etiolasi terjadi karena adanya peningkatan sintesis auksin pada kondisi intensitas
cahaya rendah karena penyinaran cahaya yang kuat akan menurunkan auksin dan
mengurangi tinggi tanaman.
Perlakuan naungan berpengaruh sangat nyata terhadap panjang dan lebar
daun. Daun pohpohan pada lahan dengan naungan memiliki ukuran daun yang
lebih panjang, lebar dan tipis dibanding peubah yang sama di lahan tanpa
naungan. Stanton et al. (2010) melaporkan bahwa Spireae alba memiliki bentuk
daun yang lebih besar 1.5 kali di bawah naungan 80% dibanding lahan tanpa

21
naungan. Ekawati et al. (2009) juga melaporkan bahwa pohpohan memiliki
bentuk daun yang lebih panjang dan lebar di bawah naungan tegakan pohon
dibanding lahan tanpa naungan
Perlakuan naungan memiliki pengaruh yang sangat nyata terhadap jumlah
daun pada pohpohan. Jumlah daun pada lahan dengan naungan memiliki jumlah
daun yang lebih banyak dibanding perlakuan tanpa naungan. Menurut Ekawati et
al. (2009) perlakuan naungan tegakan pohon memiliki pengaruh yang sangat
nyata terhadap jumlah daun kenikir dan jumlah cabang pada pohpohan dibanding
tanpa naungan. Perlakuan naungan juga mampu meningkatkan bobot layak pasar
pohpohan dibanding perlakuan tanpa naungan. Menurut Ekawati et al. (2009)
hasil bobot basah panen per tanaman atau bobot bagian yang dapat dikonsumsi
tanaman pohpohan pada lahan ternaungi lebih tinggi daripada di lahan tanpa
naungan. Hal tersebut diduga karena bobot basah di lahan ternaungi lebih banyak
mengandung air dibanding tanpa naungan.
Perlakuan dosis pemupukan hanya berpengaruh nyata terhadap
pertambahan jumlah daun saat 5 MST. Perlakuan dosis pemupukan tidak
berpengaruh nyata terhadap tinggi tanaman, diameter batang, panjang daun, lebar
daun dan jumlah cabang primer. Hal ini menunjukan bahwa pemberian dosis
pupuk pada tanaman belum menunjukkan pertumbuhan vegetatif yang optimum
pada peubah lainnya. Menurut Alviana dan Susila (2009) perlakuan dosis
pemupukan tidak akan terlihat pengaruhnya terhadap tanaman apabila kandungan
hara yang tersimpan dalam tanah dapat menjamin kebutuhan hara selama masa
pertumbuhan tanaman.
Perlakuan dosis juga pemupukan memiliki pengaruh nyata terhadap bobot
layak pasar pohpohan meskipun berat kering tanaman tidak memiliki pengaruh
yang nyata. Bobot layak pasar sudah mencapai optimum pada 10 MST dengan
dosis pemupukan 104.5 kg ha-1. Selain itu, perlakuan dosis pemupukan juga
memberikan pengaruh kuadratik terhadap jumlah total yang dapat dipanen,
dengan dosis optimum 90.6 kg ha-1. Menurut Gardner et al. (1991), jumlah daun
dipengaruhi oleh genotipe yaitu laju pertumbuhan daun dan kapasitas tanaman dalam
merespon kondisi lingkungan, seperti ketersediaan air. Banyaknya jumlah daun
berbanding lurus dengan jumlah cabang. Perlakuan pemupukan memberikan respon
kuadratik terhadap jumlah total cabang panen pada dosis optimum sebesar 88.3 kg
ha-1. Menurut Gardner et al. (1991) pertumbuhan jumlah cabang dipengaruhi oleh
faktor nitrogen dan kelembaban. Sifat kimia tanah menunjukkan nilai kandungan
yang sangat tinggi pada P2O5 sebesar 92.5 ppm kemudian pada N% dan K2O (mg
100g -1) memiliki nilai kandungan yang sedang pada tanah berturut-turut sebesar
0.21 % dan 22 mg 100g -1.
Pohpohan yang ditanam pada lahan dengan perlakuan memiliki rata-rata
bobot kering tertinggi dibanding dengan tanpa naungan. Namun perlakuan dosis
pupuk tidak memiliki pengaruh nyata terhadap rata-rata bobot kering tanaman.
Menurut Broschat (2002) Pilea serpyllacea yang ditanam di bawah naungan 55%
dan 73% memiliki bobot kering dan peringkat warna tanaman tertinggi pada dosis
pupuk 18 sampai dengan 24 g pot-1. Selain itu Pilea serpyllacea yang ditanam
pada perlakuan tanpa naungan membutuhkan dosis pupuk 50% lebih tinggi untuk
mencapai hasil berat kering dan peringkat warna yang optimum dibanding Pilea
dengan naungan 55% dan 73%

22
Perlakuan naungan memberikan pengaruh yang sangat nyata terhadap nilai
total klorofil dibanding pohpohan yang ditanam pada lahan tanpa naungan.
Perlakuan dosis pemupukan tidak berbeda nyata terhadap nilai total klorofil.
Menurut Xiao et al. (2010) konsentrasi klorofil tertinggi pada tanaman
Anoetochilus formosanus yaitu pada PPF (Photosynthetic Photon Flux) terendah
dari 10 μmol m2s-1 dibanding γ0, 60 dan 90 μmol m2s-1. Karena itu, konsentrasi
klorofil secara signifikan dipengaruhi perbedaan intensitas cahaya. Jadi, intensitas
cahaya yang rendah secara signifikan meningkatkan konsentrasi klorofil, dan
konsentrasi menurun saat intensitas cahaya meningkat. Menurut Salisbury dan
Ross (1995) berdasarkan bobot, daun yang ternaungi mempunyai klorofil lebih
banyak dibanding daun tanpa naungan. Daun yang ternaungi menggunakan lebih
banyak energi untuk menghasilkan pigmen pemanen cahaya. Menurut Lakitan
(1993) lebih banyaknya pigmen pada daun ternaungi merupakan bentuk adaptasi
dari daun dalam menyerap cahaya dengan lebih efektif.
Tanaman pohpohan merupakan salah satu jenis sayur indigenous yang
memiliki keunikan. Pohpohan mampu tumbuh ditempat yang berada di bawah
naungan (intensitas cahaya rendah). Menurut Lakitan (1993) tanaman yang cocok
dengan lingkungan ternaungi mampu beradaptasi dengan menyerap cahaya
denga

Dokumen yang terkait

Respon Pertumbuhan Stek Batang Secara In Vivo Dan Perbanyakan Mikro Pre Existing Meristem Tanaman Pohpohan (Pilea Trinervia Wight.) Dengan Berbagai Perlakuan Konsentrasi Zpt

2 50 58

Kemiripan Dan Potensi Produksi Aksesi Pohpohan (Pilea Trinervia Wight ) Dari Beberapa Lokasi Di Jawa Barat

0 15 54

Pertumbuhan Setek Batang Pohpohan (Pilea trinervia Wight.) pada Umur Tanaman, Bagian Batang, dan Media Tanam yang Berbeda

0 12 37

Hama dan Penyakit Tanaman Pohpohan (Pilea Trinervia Wight) di Kecamatan Taman Sari, Kabupaten Bogor

0 7 47

PENGARUH KINETIN DAN ASAM 2,4 DIKLOROFENOKSIASETAT TERHADAP KANDUNGAN METABOLIT SEKUNDER KALUS DAUN POHPOHAN (Pilea trinervia Wight).

0 3 15

SKRIPSI PENGARUH KINETIN DAN ASAM 2,4 DIKLOROFENOKSIASETAT TERHADAP KANDUNGAN METABOLIT SEKUNDER KALUS DAUN POHPOHAN (Pilea trinervia Wight).

0 4 14

I. PENDAHULUAN PENGARUH KINETIN DAN ASAM 2,4 DIKLOROFENOKSIASETAT TERHADAP KANDUNGAN METABOLIT SEKUNDER KALUS DAUN POHPOHAN (Pilea trinervia Wight).

0 2 7

II. TINJAUAN PUSTAKA PENGARUH KINETIN DAN ASAM 2,4 DIKLOROFENOKSIASETAT TERHADAP KANDUNGAN METABOLIT SEKUNDER KALUS DAUN POHPOHAN (Pilea trinervia Wight).

1 25 17

V. SIMPULAN DAN SARAN PENGARUH KINETIN DAN ASAM 2,4 DIKLOROFENOKSIASETAT TERHADAP KANDUNGAN METABOLIT SEKUNDER KALUS DAUN POHPOHAN (Pilea trinervia Wight).

0 3 13

Kemiripan dan Potensi Produksi Aksesi Pohpohan (Pilea trinervia Wight.) dari Beberapa Daerah di Jawa Barat Similarity and Production Potential of Pohpohan (Pilea trinervia Wight.) Landraces from Several Areas in West Java

0 0 8