Kemiripan Dan Potensi Produksi Aksesi Pohpohan (Pilea Trinervia Wight ) Dari Beberapa Lokasi Di Jawa Barat

1

KEMIRIPAN DAN POTENSI PRODUKSI AKSESI
POHPOHAN (Pilea trinervia Wight.) DARI BEBERAPA
LOKASI DI JAWA BARAT

SOPIANA

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Kemiripan dan Potensi
Produksi Aksesi Pohpohan (Pilea trinervia Wight.) dari Beberapa Lokasi di Jawa
Barat adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum
diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam

Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Agustus 2015
Sopiana
NIM A252120111

* Pelimpahan hak cipta atas karya tulis dari penelitian kerja sama dengan pihak
luar IPB harus didasarkan pada perjanjian kerja sama yang terkait

24

RINGKASAN
SOPIANA. Kemiripan dan Potensi Produksi Aksesi Pohpohan (Pilea trinervia
Wight.) dari Beberapa Lokasi di Jawa Barat. Dibimbing oleh ANAS
DINURROHMAN SUSILA dan MUHAMAD SYUKUR.
Saat ini peluang peningkatan produksi pohpohan masih terbuka. Selama
ini produksi yang telah dicapai masih dibawah potensi yang ada. Salah satu
alternatif dalam peningkatan produksi pohpohan adalah penggunaan bahan tanam
yang unggul.

Penelitian ini terdiri dari dua percobaan. Percobaan pertama adalah
eksplorasi dan kemiripan antar aksesi pohpohan (Pilea trinervia Wight.) dari
beberapa lokasi di Jawa Barat. Eksplorasi dilakukan dengan mengambil stek
pohpohan. Pengamatan dilakukan berdasarkan karakter morfologi tanaman
pohpohan dan untuk mengetahui ketidak-miripan antar aksesi pohpohan dilakukan
anlisis gerombol. Percobaan kedua adalah evaluasi potensi produksi berbagai
aksesi pohpohan (Pilea trinervia Wight.) dari beberapa lokasi di Jawa Barat.
Percobaan kedua menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT)
faktor tunggal yaitu 3 aksesi sebagai perlakuan.
Eksplorasi dilakukan di delapan kabupaten di Jawa Barat yaitu Bogor,
Bandung Barat, Subang, Majalengka, Kuningan, Garut, Sukabumi dan Bandung.
Berdasarkan hasil karakterisasi, 13 aksesi pohpohan memiliki kemiripan beberapa
karakter yaitu tipe tanaman, total tinggi tanaman, kerapatan tanaman, pewarnaan
antosianin batang, daun berbulu, bentuk helai daun, bentuk tulang daun, profil di
penampang helai daun, gelombang daun, tepi bergelombang helai daun, tepi
bergerigi helai daun, kedalaman gerigi tepi helai daun, bentuk ujung daun, bentuk
pangkal daun, panjang tangkai daun, panjang ruas rata-rata pada batang berbunga,
bentuk malai, warna daun mahkota bunga, dan waktu berbunga.
Tiga belas aksesi pohpohan hasil eksplorasi dikelompokkan menjadi tiga
gerombol pada koefisien ketidak-miripan delapan. Gerombol I terdiri dari aksesi

Bobojong. Gerombol II terdiri dari aksesi Curug Rendeng, Argalingga, dan
Linggarjati. Gerombol III terdiri dari aksesi Sukalilah, Lebaksiuh, Warung Loa,
Lebak Muncang, Situsari, Langensari, Kayu Ambon, Tugu Selatan, dan Palasari.
Karakter ketidak-miripan masing-masing gerombol yaitu intensitas
pewarnaan antosianin ujung batang, panjang helai daun, lebar helai daun, panjang
ujung daun, lebar ujung daun, dan kecerahan helai daun. Ciri utama gerombol I
yaitu memiliki panjang dan lebar daun sedang, ujung daun pendek, dan kecerahan
helai daun lemah. Ciri utama gerombol II yaitu memiliki intensitas pewarnaan
antosianin ujung batang kuat, panjang ujung daun sedang, dan kecerahan helai
daun kuat. Ciri utama gerombol III yaitu memiliki kecerahan helai daun sedang,
ujung daun panjang dan lebar.
Secara umum aksesi Bobojong, Linggarjati, dan Warung Loa memiliki
potensi untuk dikembangkan dalam upaya peningkatan produktivitas maupun
perakitan varietas tanaman pohpohan. Aksesi Warung Loa merupakan aksesi yang
paling unggul karena menunjukkan hasil yang terbaik pada tinggi tanaman,
jumlah cabang primer, lebar daun, hasil panen per petak, dan produktivitas
tanaman.
Kata kunci: Aksesi, karakterisasi, produktivitas

SUMMARY

SOPIANA. Similarities and Production Potential of Pohpohan Landraces (Pilea
trinervia Wight.) of Multiple Locations in West Java. Supervised by ANAS
DINURROHMAN SUSILA and MUHAMAD SYUKUR.
Currently pohpohan production improvement opportunities are still open.
During this time, production achievement is still below its potential yield. To
increase the yield of pohpohan the high yieldy plant material is needed.
This study consisted of two experiments. The first experiment was
exploration and similarities between pohpohan landraces (Pilea trinervia Wight.)
from several locations in West Java. Exploration was carried out by taking
cuttings of pohpohan. Observations were made based on morphological characters
of pohpohan plants and to determine the lack of resemblance between pohpohan
landraces. The second experiment was to evaluate the yield potential of various
pohpohan landraces (Pilea trinervia Wight.) from several locations in West Java.
The second experiment was arranged in Randomized Complete Block Design
(RCBD) with 3 selected conraced as treatments.
Exploration was conducted in eight districts in West Java, Bogor, West
Bandung, Subang, Majalengka, Kuningan, Garut, Sukabumi, and Bandung. Based
on the results of characterization, 13 pohpohan landraces had some resemblances
in characters which was the type of plant, total plant height, plant density, stem
anthocyanin colouration, hairy leaves, leaf shape, leaf bone shape, in cross-section

profiles of the leaves, leaf waves, wavy leaf edges, serrated leaf edge, edge
serration depth leaves, leaf tip shape, form the base of the leaf, petiole length, the
average segment length on flowering stem, panicle shape, color petals of flowers,
and flowering time.
Thirteen pohpohan landraces exploration results were grouped into three
group on the coefficient of non-resemblance eight. Group I composed of landraces
Bobojong. Group II consisted of landraces Curug Rendeng, Argalingga, and
Linggarjati. group III consisted of landraces Sukalilah, Lebaksiuh, Warung Loa,
Lebak Muncang, Situsari, Langensari, Kayu Ambon, Tugu Selatan, and Palasari.
The non-resemblances character to build each group were the intensity of
the anthocyanin, end of the stem, leaf length, leaf width, leaf tip length, leaf tip
width, and brightness of the leaves. The main features of the first group were that
they had length and width of the leaves, short leaves tip, and brightness of weak
leaves. The main characteristics of group II were an intensity of anthocyanin,
strong rod tip coloration, medium length leaves tip, and leaves a strong brightness.
The main characteristics of group III were leaves with a moderate brightness, leaf
tip length and width.
In general the Bobojong, Linggarjati, and Warung Loa landraces were the
potential to be developed in order to obtain the new variety of pohpohan. Warung
Loa landraces is the most superior because it shows the best results on plant

height, number of primary branches, wide leaves, yield per plot, and crop
productivity.
Keywords: Landraces, characterization, productivity

26

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2015
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

KEMIRIPAN DAN POTENSI PRODUKSI AKSESI
POHPOHAN (Pilea trinervia Wight.) DARI BEBERAPA
LOKASI DI JAWA BARAT


SOPIANA

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Agronomi dan Hortikultura

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

28

Penguji luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Ir Darda Efendi, MS

210

PRAKATA

Alhamdulillahi rabbil’alamin. Puji dan syukur Penulis kepada Allah SWT
atas rahmat dan karunia-Nya sehingga tesis ini berhasil diselesaikan. Kemiripan
dan potensi produksi aksesi pohpohan (Pilea trinervia Wight.) dari beberapa
lokasi di Jawa Barat dilaksanakan sejak bulan Desember 2013 sampai Agustus
2014.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Dr Ir Anas Dinurrohman Susila,
MSi dan Prof Dr Muhamad Syukur, SP, MSi, selaku komisi pembimbing atas
segala bimbingan, arahan, kritik dan masukan hingga penulisan tesis. Sebagian
dari tulisan ini dipublikasikan di Jurnal Agronomi Indonesia (JAI) dengan judul
Kemiripan dan potensi produksi aksesi pohpohan (Pilea trinervia Wight.) dari
beberapa daerah di Jawa Barat (dalam PROSES). Terima kasih juga disampaikan
kepada Kemenristek yang telah mendanai penelitian ini melalui Hibah Insentif
Riset SINas Tahun 2014 No Kontrak 25/SEK/INSINAS/PPK/I/2014 an. Prof Dr
Ir Sobir, MSi. Pusat Kajian Hortikultura Tropika (PKHT). Ungkapan terima kasih
penulis sampaikan juga kepada ayah, ibu, suami serta seluruh anggota keluarga,
atas doa dan kasih sayangnya.
Semoga tesis ini bermanfaat.

Bogor, Agustus 2015
Sopiana

A252120111

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

xi

DAFTAR GAMBAR

xi

DAFTAR LAMPIRAN

xi

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian

Hipotesis
Ruang Lingkup Penelitian

1
1
2
2
2

2

TINJAUN PUSTAKA

4

3

EKSPLORASI DAN KEMIRIPAN ANTAR AKSESI POHPOHAN
(Pilea trinervia Wight.) DARI BEBERAPA LOKASI DI JAWA
BARAT

Pendahuluan
Bahan dan Metode
Hasil dan Pembahasan
Simpulan

6
7
7
11
14

EVALUASI POTENSI PRODUKSI AKSESI POHPOHAN
(Pilea trinervia Wight.) DARI BEBERAPA LOKASI DI JAWA
BARAT
Pendahuluan
Bahan dan Metode
Hasil dan Pembahasan
Simpulan

15
16
16
18
22

5

PEMBAHASAN UMUM

23

6

SIMPULAN UMUM DAN SARAN

27

4

DAFTAR PUSTAKA

28

LAMPIRAN

32

RIWAYAT HIDUP

42

212

DAFTAR TABEL
1.
2.
3.
4.
5.
6.

Hasil eksplorasi 13 aksesi pohpohan dari beberapa lokasi di
Jawa Barat
Perbedaan karakter morfologi masing-masing gerombol
Tinggi tanaman, diameter batang dan jumlah cabang primer
Panjang daun, lebar daun, dan umur mulai berbunga
Hasil panen, total produktivitas tanaman per 6 minggu, dan
total produktivitas tanaman per tahun
Rangkuman hasil pengelompokan karakter 3 aksesi pohpohan
yang diamati

11
14
18
19
19
21

DAFTAR GAMBAR
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.

Bagan alur penelitian
Tipe tanaman
Bentuk helai daun
Profil penampang helai daun
Bentuk tipe helai daun
Bentuk ujung daun
Bentuk tangkai daun
Dendogram hasil analisis 13 aksesi pohpohan
Intensitas pewarnaan ujung batang lemah dan kuat
Panjang daun pohpohan sedang dan panjang
Lebar daun pohpohan sedang dan lebar
Panjang ujung daun pendek, sedang, dan panjang
Lebar ujung daun sedang dan lebar
Kecerahan helai daun sedang, kuat dan lemah

3
8
9
9
10
10
10
13
23
24
24
25
25
26

DAFTAR LAMPIRAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.

Deskripsi aksesi Bobojong
Gambar aksesi Bobojong
Deskripsi aksesi Linggarjati
Gambar aksesi Linggarjati
Deskripsi aksesi Warung Loa
Gambar aksesi Warung Loa
Peta pengambilan 13 aksesi pohpohan
Tabel jarak Euclidean
Tabel karakterisasi 13 aksesi pohpohan hasil eksplorasi

32
33
34
35
36
37
38
39
40

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Sayuran merupakan komoditas penting dalam mendukung ketahanan
pangan nasional (Taufik 2012). Sayuran indigenous merupakan bagian
keanekaragaman hayati yang dimiliki Indonesia (Baihaki 2003) salah satunya
pohpohan (Pilea trinervia Wight.). Pohpohan merupakan sayuran indigenous
yang potensial untuk dikembangkan sebagai tanaman komersial.
Sayuran indigenous adalah sayuran asli Indonesia yang berasal dari
daerah/wilayah/ekosistem tertentu, termasuk spesies pendatang dari wilayah
geografis lain tetapi telah berevolusi dengan iklim dan geografis wilayah
Indonesia (Litbang Deptan 2013). Sayuran indigenous biasanya ditumbuhkan di
pekarangan rumah atau di kebun secara komersial dan dimanfaatkan untuk
kepentingan keluarga sendiri seperti dimasak menjadi sayur atau dimakan dalam
bentuk segar (Disperta Jabar 2012).
Pohpohan memiliki banyak jenis dan berpotensi untuk dikembangkan dan
dimanfaatkan, baik sebagai pangan maupun obat-obatan. Penelitian Andarwulan
et al. (2010) menunjukkan bahwa hasil ekstrak daun Pilea melastomoides yang
dianalisis menggunakan HPLC memiliki aktivitas antioksidan berupa flavonoid
sebesar 2.27 mg/100 g dry basis. Menurut Rahayuningsih (2015) ekstrak daun
pohpohan memiliki aktivitas antidiabetes.
Spesies pohpohan lainnya yang telah diketahui mempunyai banyak manfaat
yaitu Pilea microphylla. Menurut hasil penelitian Chahardehi et al. (2009) Pilea
microphylla memiliki antioksidan tinggi dan berpotensi sebagai sumber
antioksidan alami. Ibrahim et al. (2012) menyatakan bahwa Pilea microphylla
digunakan sebagai sumberdaya potensial untuk agen psikoterapi alami terhadap
depresi pada tikus.
Kajian tentang manfaat dan kandungan tanaman pohpohan banyak
dilakukan diberbagai Negara termasuk Indonesia, namun di Indonesia eksplorasi
dan karakterisasi aksesi pohpohan masih sedikit dilakukan. Hasil eksplorasi
Putrasamedja (2005) di Kabupaten Subang, Karawang, dan Purwakarta
memperoleh satu aksesi pohpohan namun aksesi tersebut belum terkarakterisasi
dengan baik.
Di Indonesia, pohpohan belum banyak dibudidayakan secara luas dan
sampai saat ini peluang peningkatan produksi pohpohan masih terbuka karena
produksi pohpohan yang telah dicapai masih dibawah potensi yang ada. Hal ini
ditunjukkan oleh hasil penelitian Ekawati (2010) yaitu produktivitas tanaman
pohpohan baru mencapai 360 kg ha1 per tahun. Salah satu alternatif dalam
peningkatan produksi pohpohan adalah penggunaan bahan tanam yang unggul.
Langkah awal yang dapat dilakukan untuk mendapatkan bahan tanam yang
unggul yaitu melalui eksplorasi dan karakterisasi aksesi pohpohan sehingga
diperoleh aksesi yang memiliki potensi produksi tinggi. Informasi mengenai
kemiripan dan produksi pohpohan berguna untuk pemanfaatan dan
mengembangan tanaman tersebut lebih lanjut menjadi verietas komersial.

2

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi kemiripan dan
potensi produksi antar aksesi pohpohan, serta membangun deskripsi aksesi
pohpohan yang mempunyai potensi untuk dikembangkan dari beberapa lokasi di
Jawa Barat.
Hipotesis
1.
2.

Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah:
Aksesi pohpohan yang terdapat di beberapa lokasi di Jawa Barat memiliki
kemiripan satu sama lain.
Aksesi pohpohan yang terdapat di beberapa lokasi di Jawa Barat memiliki
perbedaan potensi produksi.
Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian dimulai dengan melakukan eksplorasi tanaman pohpohan.
Eksplorasi bertujuan untuk mengkoleksi dan mengumpulkan aksesi pohpohan
yang telah di budidayakan oleh petani maupun tumbuh liar di hutan. Eksplorasi
dilakukan di delapan kabupaten Jawa Barat yaitu Bogor, Bandung Barat, Subang,
Majalengka, Kuningan, Garut, Sukabumi, dan Bandung. Hasil dari eksplorasi
diperoleh 13 aksesi pohpohan yang berupa stek batang dengan panjang 10 cm.
Stek hasil eksplorasi di semai dalam polibag 10x10 cm.
Penanaman dilakukan di Kebun Percobaan Institut Pertanian Bogor (IPB)
Tajur. Teknik budidaya tanaman pohpohan berdasarkan Standar Operasional
Prosedur (SOP) tanaman pohpohan (Susila 2013). Penanaman pertama dilakukan
sebanyak 13 aksesi, kemudian dilakukan pengamatan dengan mengamati
kemiripan antar aksesi dengan merujuk pada buku morfologi tumbuhan
(Tjitrosoepomo 1987). Hasil pengamatan morfologi pohpohan diperoleh informasi
tentang kemiripan antar aksesi yang berasal dari beberapa lokasi di Jawa Barat.
Tiga belas aksesi pohpohan diseleksi menjadi 3 aksesi, kemudian ditanam
untuk percobaan 2. Percobaan 2 bertujuan untuk mendapatkan informasi potensi
produksi beberapa aksesi pohpohan hasil eksplorasi di beberapa lokasi di Jawa
Barat. Hasil pengamatan diperoleh aksesi yang mempunyai potensi untuk
dikembangkan menjadi aksesi yang berproduksi tinggi (Gambar 1).

3

Eksplorasi

13 aksesi
pohpohan asal
Jawa Barat

Koleksi

Percobaan 1: Kemiripan antar
aksesi pohpohan

Karakterisasi dan deskripsi aksesi
pohpohan

Pemilihan 3 aksesi

Percobaan 2: potensi produksi berbagai aksesi
pohpohan terpilih

Informasi kemiripan dan potensi produksi serta deskripsi
beberapa aksesi pohpohan dari beberapa lokasi di Jawa Barat
Gambar 1. Bagan alur penelitian

4

2 TINJAUAN PUSTAKA
Botani dan Morfologi Pohpohan
Pohpohan termasuk kedalam tipe tanaman semak tegak berupa herba
monocious yang tingginya mencapai 1 hingga 2 m. Pohpohan berasal dari daerah
Himalaya tropis timur dan Jawa. Tanaman ini tersebar dari India, Srilanka sampai
Taiwan, Jepang, Filipina dan Indonesia (Mahyar 1994). Pohpohan
diklasifikasikan dalam Kingdom Plantae, Divisi Magnoliophyta, Kelas
Magnoliopsida, Ordo Urticales, Famili Urticaceae, Genus Pilea, dan spesies
Pilea trinervia Wight.
Pohpohan banyak tumbuh di daerah pegunungan Jawa Barat , khususnya di
Bogor (Dwiyani 2008). Pohpohan dapat tumbuh dengan subur di daerah
pegunungan pada ketinggian 500-2500 m dpl. Pohpohan juga dapat tumbuh
dengan baik di daerah lembab, baik yang mengandung sedikit maupun banyak
humus di hutan-hutan atau pinggir jalan dan sampai saat ini budidaya pohpohan
belum optimal.
Pohpohan memiliki luas daun 6-20x2-10 cm dan panjang tangkai daunnya
1-5 cm. Daun pohpohan berbentuk bulat telur (ovate) atau lebar memanjang dan
memiliki tepi daun bergerigi. Permukaan atas daun berbulu halus menyerupai urat
yang sejajar yang sangat jelas. Bunga bewarna putih yang berkedudukan di nodus
batang dengan panjang bunga 5-30 cm dan panjang petiolnya 1-6 cm. Pohpohan
dapat berbunga dan berbuah sepanjang tahun dan dapat diperbanyak dengan biji
maupun stek (Mahyar 1994).
Manfaat Pohpohan
Umumnya sebagian besar masyarakat Indonesia memanfaatkan tanaman
sayuran indigenous sebagai tanaman pagar, tanaman penghias pekarangan, dan
obat suatu penyakit karena beberapa sayuran indigenous mengandung bahan aktif
yang baik untuk kesehatan. Pohpohan memiliki aroma daun yang khas seperti
aroma mint, hal ini yang menjadikan pohpohan sebagai salah satu sayuran favorit
untuk lalapan khususnya di Jawa Barat dan terbukti dengan banyaknya restoranrestoran yang menyediakan pohpohan sebagai menu pelengkap. Selain itu,
pohpohan juga dengan mudah ditemukan di swalayan-swalayan.
Pohpohan merupakan tanaman yang memiliki kandungan air tinggi.
Menurut Handayani (2007) sayuran yang baik adalah sayuran yang memiliki
kandungan air tinggi. Bagian daun pohpohan yang digunakan sebagai lalapan
biasanya adalah daun muda karena bagian tersebut memiliki aktivitas antioksidan
paling besar. Miller et al. (2000) melaporkan bahwa antioksidan dalam buah dan
sayuran dapat mencegah beberapa penyakit kronis, hati dan kanker. Antioksidan
merupakan suatu substansi yang pada konsentrasi kecil secara signifikan mampu
menghambat atau mencegah oksidasi pada substrat (Isnindar et al. 2011).
Hasil penelitian Desminarti (2001) menunjukkan bahwa daun pohpohan
mengandung senyawa asam askorbat, fenol, α-tokoferol, dan β-karoten yang dapat
berperan sebagai antioksidan. Amalia et al. (2006) menyatakan bahwa daun
pohpohan mengandung golongan senyawa alkanoid, flavanoid, dan
steroid/triterpenoid. Batari (2007) menyatakan bahwa daun pohpohan
mengandung senyawa luteolin, kuersetin, fenol, flavonol, dan flavon yang

5

merupakan golongan senyawa flavonoid. Hasil Penelitian Kurniasih (2010)
menunjukkan bahwa kandungan per 100 g dry basis sampel sayuran pohpohan
memiliki total fenol 831.62 mg, total flavonol dan flavon 26.98 mg, total
antosianin 5.52 mg dan total flavonoid 32.50 mg. Dwiyani (2008) menyatakan
bahwa kemungkinan golongan senyawa yang aktif sebagai antioksidan pada daun
pohpohan adalah golonganan steroid/triterpenoid.
Beberapa hasil penelitian juga menunjukkan bahwa ekstrak daun pohpohan
memiliki kemampuan menghambat radikal bebas (Dwiyani 2008) dan mampu
menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococus aureus (Khudry 2014). Selain
itu, pohpohan merupakan sumber pendapatan utama bagi petani khususnya petani
Desa Tamansari Kecamatan Tamansari Kabupaten Bogor (Priana 2004), oleh
karena itu pohpohan termasuk salah satu jenis sayuran indigenous yang potensial
untuk dikembangkan di Indonesia.
Keragaman Spesies Pohpohan
Asia Tenggara diyakini menjadi pusat keanekaragaman morfologi dan
filogenetik untuk famili Urticaceae (Monro 2006). Pohpohan merupakan salah
satu famili Urticaceae yang memiliki keanekaragaman spesies terbesar dan telah
menyebar di beberapa Negara baik tropis maupun subtropis.
Negara-negara yang telah berhasil mengkoleksi berbagai aksesi pohpohan
anatara lain China telah berhasil mengkoleksi 408 spesies (Chen dan Monro 2003;
Chen dan Monro 2007; Monro 2012; Tsai-Wen 2014) namun baru terkarakterisasi
80 spesies dan 3 diantaranya endemik. Selain Negara-negara tersebut, India telah
mengkoleksi 33 spesies (Subramanian et al. 1998), Jamaica 50 spesies (Fawcet
dan Rendle 1941; Adam 1970), Mesoamerican 80 spesies (Monro 2001).
Taiwan juga telah mengkoleksi 13 spesies yaitu Pilea angulata, Pilea
aquarum, Pilea elliptifolia, Pilea funkikensis, Pilea japonica, Pilea matsudai,
Pilea melastomoides, Pilea microphylla, Pilea peploides, Pilea plataniflora, Pilea
pumila, Pilea rotundunicula, Pilea somai dan semuanya telah teridentifikasi (Shih
et al. 1995). Indonesia telah mengkoleksi 9 spesies pohpohan yaitu Pilea
peploides, Pilea microphylla, Pilea serpyllifolia, Pilea glaberrima, Pilea
melastomoides, Pilea subpuber, Pilea leucophaea, Pilea angulata, dan Pilea
hygrophila (Backer dan Brink 1965). Pohpohan juga tersebar disepanjang
pegunungan Andes (Argentina, Bolivia, Chili, Colombia, Ekuador, Peru, dan
Venezuela) yaitu sebanyak 115 spesies (Killip 1936; Door dan Stergios 2014) dan
di benua Afrika sebanyak 27 spesies (Adam 1970).

6

3 ESKPLORASI DAN KEMIRIPAN ANTAR AKSESI POHPOHAN (Pilea
trinervia Wight.) DARI BEBERAPA LOKASI DI JAWA BARAT

Abstrak
Eksplorasi tanaman pohpohan bertujuan untuk mengetahui penyebaran,
dan memperluas keragaman sumber genetik serta melestarikan plasma nutfah
yang ada di beberapa daerah di Jawa Barat agar tidak punah. Penelitian ini
bertujuan untuk mendapatkan informasi kemiripan masing-masing aksesi
pohpohan (Pilea trinervia Wight.) dari beberapa lokasi di Jawa Barat. Hasil
eksplorasi di Kabupaten Bogor, Bandung Barat, Subang, Majalengka, Kuningan,
Garut, sukabumi, dan Bandung diperoleh 13 aksesi pohpohan. Berdasarkan hasil
karakterisasi, 13 aksesi pohpohan memiliki kemiripan beberapa karakter yaitu
tipe tanaman, total tinggi tanaman, kerapatan tanaman, pewarnaan antosianin
batang, daun berbulu, bentuk helai daun, bentuk tulang daun, profil di
penampang helai daun, gelombang daun, tepi bergelombang helai daun, tepi
bergerigi helai daun, kedalaman gerigi tepi helai daun, bentuk ujung daun,
bentuk pangkal daun, panjang tangkai daun, panjang ruas rata-rata pada batang
berbunga, bentuk malai, warna daun mahkota bunga, dan waktu berbunga. Tiga
belas aksesi pohpohan hasil eksplorasi dikelompokkan menjadi tiga gerombol
pada koefisien ketidak-miripan delapan. Gerombol I terdiri dari aksesi Bobojong.
Gerombol II terdiri dari aksesi Curug Rendeng, Argalingga, dan Linggarjati.
Gerombol III terdiri dari aksesi Sukalilah, Lebaksiuh, Warung Loa, Lebak
Muncang, Situsari, Langensari, Kayu Ambon, Tugu Selatan, dan Palasari.
Kata Kunci: Aksesi, eksplorasi, karakterisasi
Abstract
Pohpohan exploration objective to determine the spread, and expand the
diversity of genetic resources and preserve germplasm in several areas in West
Java to avoid extinction. This study objective to obtain information about the
similarities of each pohpohan landraces (Pilea trinervia Wight.) from several
locations in West Java. Exploration conducted in the Bogor regency, Bandung
Barat, Subang, Majalengka, Kuningan, Garut, Sukabumi and Bandung gained 13
pohpohan landraces. Based on the characterization, 13 pohpohan landraces had
some characters which was the type of plant, total plant height, plant density,
stem anthocyanin colouration, hairy leaves, leaf shape, leaf bone shape, in crosssection profiles of the leaves, leaf waves, wavy leaf edges, serrated leaf edge, edge
serration depth leaves, leaf tip shape, the base form of the leaf, petiole length, the
average segment length on flowering stem, panicle shape, color petals of flowers,
and flowering time. Thirteen pohpohan landraces exploration conducted were
grouped into three group on the eight coefficient of non-resemblances. Group I
composed of landraces Bobojong. Group II consisted of landraces Curug
Rendeng, Argalingga, and Linggarjati. Group III consisted of landraces
Sukalilah, Lebaksiuh, Warung Loa, Lebak Muncang, Situsari, Langensari, Ambon
Wood, Tugu Selatan, and Palasari.
Keyword: Characterization, exploration, landraces

7

PENDAHULUAN
Pohpohan merupakan sayuran indigenous yang berasal dari daerah
Himalaya tropis timur termasuk Jawa. Tanaman ini tersebar dari India, Srilanka
sampai Taiwan, Jepang, Filipina dan Indonesia (Mahyar 1994). Pohpohan
ditemukan di daerah tropis dan subtropis diseluruh dunia kecuali di Australia,
Selandia Baru dan Eropa (Monro et al. 2012). Pohpohan termasuk famili
Urticaceae, dan merupakan genus terbesar Pilea yang memiliki 600-715 spesies
(Monro 2004).
Menurut Opabode dan Adebooye (2005) permasalahan utama pada
sayuran indigenous adalah plasma nutfah yang tidak terkarakterisasi dan tidak
terkoleksi dengan baik. Sampai saat ini eksplorasi dan karakterisasi aksesi
pohpohan masih sedikit dilakukan di Indonesia. Eksplorasi Putrasamedja (2005)
di kabupaten Subang, Karawang, dan Purwakarta memperoleh satu aksesi
pohpohan namun aksesi tersebut belum terkarakterisasi dengan baik. Selain itu,
bahan tanam sebagai sumber pengembangan tanaman pohpohan juga belum jelas
identitasnya. Oleh karena itu, perlu dilakukan eksplorasi dan karakterisasi
tanaman pohpohan di beberapa lokasi di Jawa Barat agar mendapatkan aksesi
yang unggul untuk perbaikan tanaman.
Menurut Somantri et al. (2005) sayuran indigenous yang dikoleksi harus
diberdayakan dengan cara dikarakterisasi sehingga karakter morfologinya dapat
diketahui dengan jelas. Kegiatan karakterisasi diharapkan dapat mengungkapkan
potensi unggulan tanaman pohpohan dan informasi yang didapatkan digunakan
sebagai acuan untuk mengenalkan aksesi-aksesi pohpohan yang ada di Jawa Barat
dalam ruang lingkup yang lebih luas. Tujuan penelitian ini untuk mendapatkan
informasi kemiripan aksesi pohpohan dari beberapa lokasi di Jawa Barat.

BAHAN DAN METODE
Eksplorasi Aksesi Pohpohan di Beberapa Lokasi di Jawa Barat
Eksplorasi dilaksanakan di beberapa lokasi di Jawa Barat yaitu di
Kabupaten Bogor (3 lokasi), Bandung Barat (2 lokasi), Subang (2 lokasi),
Majalengka (1 lokasi), Kuningan (1 lokasi), Garut (2 lokasi), Sukabumi (1 lokasi),
dan Bandung (1 lokasi). Peta lokasi pengambilan aksesi dapat dilihat pada
Lampiran 2. Eksplorasi dilaksanakan mulai Desember 2013-Februari 2014.
Eksplorasi dimulai dengan mencari informasi lokasi dibudidayakannya
pohpohan oleh masyarakat atau petani. Pencarian informasi juga dilakukan di
pasar tradisional dengan melakukan wawancara kepada pedagang yang menjual
pohpohan dan Petugas Penyuluh Lapangan (PPL). Selain itu, pencarian informasi
juga dilakukan melalui media elektronik. Informasi yang diperoleh dari berbagai
sumber tersebut dijadikan acuan untuk mencari penyebaran pohpohan baik yang
tumbuh liar maupun yang dibudidayakan oleh petani dan masyarakat.
Aksesi pohpohan yang diperoleh dibeberapa lokasi di Jawa diambil berupa
stek. Stek yang diambil dari beberapa lokasi dibalut menggunakan koran basah
dan selanjutnya dimasukan kedalam box plastik dengan tujuan untuk menjaga
kesegaran stek sampai ke lokasi penelitian.

8

Karakterisasi dan Kemiripan Aksesi Pohpohan Hasil Eksplorasi
Teknik budidaya pohpohan hasil eksplorasi dilakukan berdasarkan Standar
Operasional Prosedur (SOP) tanaman pohpohan (Susila 2013). Penanaman
dilaksanakan mulai Februari-April 2014 di Kebun Percobaan IPB Tajur. Masingmasing aksesi terdiri dari 20 tanaman.
Sebelum dilakukan penanaman dilapangan terlebih dahulu dilakukan
pembibitan stek pohpohan hasil eksplorasi. Stek pohpohan yang disemai berupa
stek batang dengan panjang 10 cm. Stek ditanam dalam polybag 10x10 cm dengan
media pembibitan arang sekam dan pupuk kandang sapi dengan perbandingan 1:1.
Penyiraman pembibitan dilakukan setiap hari yaitu pada pagi hari sampai media
tanam lembab. Pemupukan bibit menggunakan pupuk daun N, P2O5, K2O, Mg
(20-15-15-1) dengan konsentrasi 2 g L-1. Bibit dipindah tanam ke bedengan umur
6 minggu setelah semai (MSS). Ukuran bedengan 5x1 m2 dengan tinggi bedengan
20 cm. Jarak antar bedengan 60 cm dan jarak tanam double row 50x50 cm.
Penyiraman tanaman dilakukan setiap hari yaitu pada pagi dan sore hari sebanyak
1 liter air per tanaman. Naungan yang digunakan yaitu paranet 75% dengan
intensitas cahaya 220 µmol m-2s-1 (PPF = Photosynthesis Photon Flux).
Pemupukan tanaman pohpohan menggunakan NPK (15-15-15) dengan
konsentrasi 90 g L-1 dan pupuk daun yang digunakan N, P2O5, K2O, Mg (20-1515-1) dengan konsentrasi 1 g L-1. Pupuk NPK dan pupuk daun diberikan 4 minggu
setelah tanam (MST) dan selanjutnya diberikan seminggu sekali.
Pengamatan karakter morfologi pohpohan merujuk pada buku morfologi
tumbuhan (Tjitrosoepomo, 1987). Skoring untuk karakter kemiripan yang diamati
adalah:
1. Tipe tanaman : Tegak (erect) (1), Semi tegak (semi erect) (2), dan Menyebar
(Spreading) (3).

Tegak

Semi tegak

Menyebar

Gambar 2. Tipe tanaman
2.
3.
4.
5.
6.

Total tinggi tanaman : Pendek (3), Sedang (5) dan Tinggi (7).
Kerapatan tanaman : Longgar (3), Sedang (5) dan Padat/Rapat (7).
Pewarnaan antosianin batang: Tidak ada (1) dan Ada (9).
Intensitas pewarnaan antosianin ujung batang : Lemah (3), Sedang (5) dan
Kuat (7).
Daun berbulu : Tidak ada (1) dan Ada (9).

9

7.

Bentuk helai daun : Bulat telur (ovalis) (1), Bulat panjang (ellipticus) (2),
lanset (lanceolatus) (3) Memanjang (oblongus) (4).

Bulat telur

Bulat panjang

Lanset

Memanjang

Gambar 3. Bentuk helai daun
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.

Panjang helai daun : Pendek (3), Sedang (5) dan Panjang (7).
Lebar helai daun : Kecil (3), Sedang (5) dan Lebar (7).
Panjang ujung daun : Pendek (3), Sedang (5) dan Panjang (7)
Lebar ujung daun : Kecil (3), Sedang (5) dan Lebar (7).
Bentuk tulang daun : Melengkung (1), dan Menjari (2).
Kecerahan helai daun : Sangat lemah (1), Lemah (3), Sedang (5), Kuat (7).
Profil di penampang helai daun : Cembung (convex) (1), Datar (flat) (2),
Cekung (concave) (3), dan berbentuk V (V-shape) (4).

Cembung

Datar

Cekung

Berbentuk v

Gambar 4. Profil di penampang helai daun
15. Gelombang daun : Tidak ada (1) dan ada (9).
16. Tepi bergelombang helai daun : Sangat lemah (1), Lemah (3), Sedang (5) dan
Kuat (7).
17. Tepi bergerigi helai daun : Tidak ada (1) dan Ada (9).
18. Tepi helai daun : Rata (1), Bergerigi dangkal (2), Bergerigi sedang (3) dan
bergerigi dalam (7).

10

Rata

Bergerigi dangkal

Bergerigi sedang

Bergerigi dalam

Gambar 5. Bentuk tepi helai daun
19.

Bentuk ujung daun : Runcing (1), Meruncing (2), Tumpul (3), dan
Membulat (4).

RuncingRuncing

Meruncing

Tumpul

Membulat
Membulat

Gambar 6. Bentuk ujung daun
20.

Bentuk pangkal daun : Runcing (1), berlekuk (2), Tumpul (3), dan
Membulat (4).

Runcing

Berlekuk

Tumpul

Membulat

Gambar 7. Bentuk tangkai daun
21.
22.
23.
24.

Panjang tangkai daun : Pendek (3), Sedang (5) dan Panjang (7).
Panjang ruas rata-rata pada batang berbunga: Pendek (3), Sedang (5)
Panjang (7) dan Sangat kuat (9).
Bentuk malai : Panicle (1), Raceme (2), Cyme (3), dan Umbel (4).
Warna daun mahkota pada bunga : Putih (1), Putih kekuningan (2) dan Putih
keungguan (3), Pink (4).

11

25.

Waktu berbunga : Sangat genjah (1), Genjah (3), Sedang (5), Dalam (7) dan
Sangat Dalam (9).

Untuk mengetahui ketidak-miripan antar aksesi pohpohan dilakukan
analisis gerombol. Analisis ini menggunakan software IBM SPSS Statistic 20.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Eksplorasi Aksesi Pohpohan di Beberapa Lokasi di Jawa Barat
Eksplorasi di beberapa lokasi di Jawa Barat berhasil mengkoleksi 13
aksesi pohpohan (Tabel 1). Hasil eksplorasi di beberapa lokasi di Jawa Barat
pohpohan ditemukan pada ketinggian 631-1288 m dpl.
Aksesi pohpohan yang di peroleh kebanyakan berasal dari hasil budidaya
petani seperti aksesi Kabupaten Bogor, Bandung Barat, Subang tepatnya Desa
Palasari, Garut, Sukabumi dan Bandung. Sedangkan aksesi Kabupaten Subang
tepatnya Desa Curug Rendeng berasal dari tanaman pohpohan yang tumbuh liar
ditepi aliran sungai. Aksesi dari Kabupaten Majalengka dan Kuningan juga
berasal dari tanaman pohpohan yang tumbuh liar di hutan gunung Ciremai.
Berdasarkan informasi dari lokasi eksplorasi sebagian besar pohpohan
dimanfaatkan sebagai lalapan dan obat sakit perut.
Tabel 1. Hasil eksplorasi 13 aksesi pohpohan dari beberapa lokasi di Jawa Barat
No Kabupaten

Lokasi

Asal

1

Warung Loa

2
3
4

Bogor

Subang

5
6

Bandung
Barat

7

Budidaya

Elevasi
(m dpl)
712

S : 06o32'54''

T : 106o38'30''

Bobojong

Budidaya

707

S : 06o39'51''

T : 106o44'46''

Tugu Selatan

Budidaya

936

S : 06o41'17''

T : 106o57'00''

Palasari

Budidaya

822

S : 06o43'50''

T : 107o40'20''

Curug
Rendeng
Langensari

Liar

631

S : 06o41'29''

T : 107o39'34''

Budidaya

1253

S : 06o49'36''

T : 107o38'14''

Kayu Ambon

Budidaya

1247

S : 06o49'31''

T : 107o38'14''

Budidaya

639

S : 06o51'59''

T : 106o55'03''

Liar

1288

S : 06o53'48''

T : 108o21'28''

Posisi geografis

8

Bandung

9

Majalengka

Lebak
Muncang
Argalingga

10

Kuningan

Linggarjati

Liar

818

S : 06o53'05''

T : 108o28'04''

11

Garut

Situsari

Budidaya

687

S : 07o15'26''

T : 107o47'13''

Sukalilah

Budidaya

1198

S : 07o15'04''

T : 107o47'04

Lebaksiuh

Budidaya

703

S : 06o51'59''

T : 106o55'03''

12
13

Sukabumi

Karakterisasi dan Kemiripan Aksesi Pohpohan Hasil Eksplorasi
Karakterisi bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai karakter
morfologi aksesi pohpohan sehingga bermanfaat dimasa yang akan datang.
Menurut Ram et al. (2008) karakterisasi dapat membantu dalam mengidentifikasi

12

keunikan suatu genotipe untuk perbaikan tanaman. Menurut Sarutayophat et al.
(2007) karakterisasi merupakan langkah awal yang diperlukan dalam memilih
tetua yang tepat untuk memfasilitasi upaya pemuliaan.
Karakterisasi morfologi 13 aksesi pohpohan hasil eksplorasi merujuk pada
buku morfologi tumbuhan (Tjitrosoepomo 1987). Aksesi yang dikarakterisasi
antara lain aksesi Warung Loa (PA1), aksesi Bobojong (PA2), aksesi Tugu
Selatan (PA3), aksesi Palasari (PA4), aksesi Curug Rendeng (PA5), aksesi
Langensari (PA6), aksesi Kayu Ambon (PA7), aksesi Lebak Muncang (PA8),
aksesi Argalingga (PA9), aksesi Linggarjati (PA10), aksesi Situsari (PA11),
aksesi Sukalilah (PA12), dan aksesi Lebaksiuh (PA13).
Berdasarkan hasil karakterisasi, 13 aksesi pohpohan memiliki kemiripan
beberapa karakter yaitu tipe tanaman, total tinggi tanaman, kerapatan tanaman,
pewarnaan antosianin batang, daun berbulu, bentuk helai daun, bentuk tulang
daun, profil di penampang helai daun, gelombang daun, tepi bergelombang helai
daun, tepi bergerigi helai daun, kedalaman gerigi tepi helai daun, bentuk ujung
daun, bentuk pangkal daun, panjang tangkai daun, panjang ruas rata-rata pada
batang berbunga, bentuk malai, warna daun mahkota bunga, dan waktu berbunga.
Selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 4. Tigabelas aksesi pohpohan hasil
eksplorasi memiliki kemiripan yang tinggi, ini menunjukkan bahwa tiga belas
aksesi pohpohan memiliki hubungan kekerabatan yang dekat.
Tingginya kemiripan aksesi pohpohan disebabkan oleh aksesi yang
ditanam merupakan spesies yang sama yang berasal dari satu wilayah dengan
perbanyakan yang sama yaitu secara vegetatif (stek). Indriani et al. (2008)
menyatakan bahwa aksesi yang berasal dari satu negara atau letak georafis yang
sama cenderung memiliki jarak genetik yang dekat.
Basha dan Sujatha (2007) juga menyatakan bahwa tanaman yang
diperbanyak secara vegetatif memiliki sifat yang sama dengan induknya. Hal ini
sejalan dengan pendapat Hartmann dan Kester (2002), bahwa perbanyakan yang
dilakukan dengan cara setek akan terbentuk individu baru dengan genotipe sama
dengan induknya. Menurut Susantidiana et al. (2009) kemiripan antar aksesi yang
besar menunjukkan bahwa aksesi-aksesi tersebut mempunyai hubungan
kekerabatan yang dekat. Hubungan kekerabatan tumbuhan bukan hanya berperan
penting untuk kepentingan klasifikasi, akan tetapi juga penting dalam bidangbidang terapan, misalnya dalam upaya pemuliaan tanaman, pencarian sumbersumber tumbuhan alternatif untuk bahan pangan, dan tumbuhan yang berkhasiat
obat.
Analisis Gerombol
Analisis ini bertujuan untuk mengelompokkan aksesi ke dalam beberapa
gerombol sehingga aksesi di dalam satu gerombol memiliki kesamaan karakter
dibandingkan dengan aksesi di dalam gerombol lainnya. Ariawan et al. (2013)
menyatakan bahwa kesamaan karakter diukur menggunakan ukuran kedekatan
antar objek berupa ukuran kemiripan atau ketidak-miripan. Mengukur kemiripan
antar objek umumnya menggunakan jarak euclidean (akar ciri). Menurut Yunianti
et al. (2007) semakin kecil jarak euclidean antar dua genotipe maka semakin
mirip genotipe tersebut. Jarak euclidean antar aksesi pohpohan hasil eksplorasi
dapat dilihat pada Lampiran 3.

13

Pengelompokan ketidak-kemiripan karakter antar aksesi popohan dapat
dilihat berdasarkan analisis gerombol. Analisis gerombol dilakukan berdasarkan
karakter morfologi pohpohan. Hasil analisis gerombol pada koefisien ketidakkemiripan 8 menunjukkan bahwa 13 aksesi pohpohan hasil eksplorasi
dikelompokkan menjadi 3 gerombol (Gambar 8). Gerombol I berjumlah 1 aksesi
yaitu aksesi Bobojong. Gerombol II berjumlah 3 aksesi terdiri dari aksesi
Argalingga, Linggarjati, dan Curug Rendeng. Gerombol III berjumlah 9 aksesi
terdiri dari aksesi Sukalilah, Lebaksiuh, Warung Loa, Lebak Muncang, Situsari,
Langensari, Kayu Ambon, Tugu Selatan, dan Palasari. Aksesi-aksesi yang berada
pada gerombol yang sama memiliki kemiripan yang tinggi.
Ciri utama gerombol I yaitu memiliki panjang dan lebar daun sedang, daun
terminal pendek, dan kecerahan helai daun lemah. Ciri utama gerombol II yaitu
memiliki intensitas pewarnaan antosianin ujung batang kuat, panjang daun
terminal sedang, dan kecerahan helai daun kuat. Ciri utama gerombol III yaitu
memiliki kecerahan helai daun sedang, daun terminal panjang dan lebar.

Aksesi

Koefisien ketidak-miripan

Gambar 8. Dendrogram hasil analisis 13 aksesi pohpohan
Karakter ketidak-miripan yang ditunjukkan masing-masing gerombol yaitu
intensitas pewarnaan antosianin ujung batang, panjang helai daun, lebar helai

14

daun, panjang ujung daun, lebar ujung daun, dan kecerahan helai daun. Perbedaan
karakter pada gerombol terlepas dari asal aksesi diperoleh. Hal ini ditunjukkan
oleh aksesi Bobojong dan Warung Loa, walaupun berasal dari Kabupaten yang
sama namun memiliki beberapa karakter yang berbeda. Perbedaan karakter
morfologi masing-masing gerombol selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Perbedaan karakter morfologi masing-masing gerombol
Panjang
Gerombol helai
daun

Lebar
helai
daun

Daun
Panjang
ujung
daun

I
II
II

Sedang
Lebar
Lebar

Pendek
Sedang
Panjang

Sedang
Panjang
Panjang

Batang
Kecerahan Intensitas
helai daun pewarnaan
anthosianin
ujung batang
Sedang Lemah
Lemah
Lebar
Kuat
Kuat
Lebar
Sedang
Lemah
Lebar
ujung
daun

Hasil dari analisis gerombol dipilih masing-masing 1 aksesi untuk ditanam
pada percobaan 2. Aksesi yang mewakili dari masing-masing gerombol yaitu
untuk gerombol I aksesi Bobojong, gerombol II aksesi Linggarjati, dan gerombol
III aksesi Warung Loa.
SIMPULAN
1.
2.

3.

4.

5.

Hasil eksplorasi di Kabupaten Bogor, Bandung Barat, Subang, Majalengka,
Kuningan, Garut, sukabumi, dan Bandung diperoleh 13 aksesi pohpohan.
Berdasarkan hasil karakterisasi, 13 aksesi pohpohan memiliki kemiripan
beberapa karakter yaitu tipe tanaman, total tinggi tanaman, kerapatan
tanaman, pewarnaan antosianin batang, daun berbulu, bentuk helai daun,
bentuk tulang daun, profil di penampang helai daun, gelombang daun, tepi
bergelombang helai daun, tepi bergerigi helai daun, kedalaman gerigi tepi
helai daun, bentuk ujung daun, bentuk pangkal daun, panjang tangkai daun,
panjang ruas rata-rata pada batang berbunga, bentuk malai, warna daun
mahkota bunga, dan waktu berbunga.
Tiga belas aksesi pohpohan hasil eksplorasi dikelompokkan menjadi tiga
gerombol pada koefisien ketidak-miripan delapan. Gerombol I terdiri dari
aksesi Bobojong. Gerombol II terdiri dari aksesi Curug Rendeng, Argalingga,
dan Linggarjati. Gerombol III terdiri dari aksesi Sukalilah, Lebaksiuh,
Warung Loa, Lebak Muncang, Situsari, Langensari, Kayu Ambon, Tugu
Selatan, dan Palasari.
Karakter ketidak-miripan masing-masing gerombol yaitu intensitas
pewarnaan antosianin ujung batang, panjang helai daun, lebar helai daun,
panjang ujung daun, lebar ujung daun, dan kecerahan helai daun.
Ciri utama gerombol I yaitu memiliki panjang dan lebar daun sedang, ujung
daun pendek, dan kecerahan helai daun lemah. Ciri utama gerombol II yaitu
memiliki intensitas pewarnaan antosianin ujung batang kuat, panjang ujung
daun sedang, dan kecerahan helai daun kuat. Ciri utama gerombol III yaitu
memiliki kecerahan helai daun sedang, ujung daun panjang dan lebar.

15

4 EVALUASI POTENSI PRODUKSI AKSESI POHPOHAN (Pilea trinervia
Wight.) DARI BEBERAPA LOKASI DI JAWA BARAT

Abstrak
Sayuran indigenous adalah bagian keanekaragaman hayati yang dimiliki
Indonesia salah satunya adalah pohpohan. Pohpohan merupakan sayuran
indigenous yang potensial dikembangkan sebagai tanaman komersial. Pohpohan
ditemukan di daerah tropis dan subtropis termasuk Indonesia dan salah satu
tempat penyebarannya di Indonesia yaitu di Provinsi Jawa Barat. Bagian
tanaman pohpohan yang dikonsumsi yaitu daun mudanya. Tingginya konsumsi
pohpohan di Jawa Barat tidak diikuti dengan produksi yang tinggi. Salah satu
cara untuk meningkatkan produksi pohpohan yaitu dengan pemilihan bahan
tanam yang unggul. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi
potensi produksi beberapa aksesi pohpohan (Pilea trinervia Wight.) yang
berpotensi untuk dikembangkan dari beberapa lokasi di Jawa Barat. Secara
umum aksesi Bobojong, Linggarjati, dan Warung Loa memiliki potensi untuk
dikembangkan dalam upaya peningkatan produktivitas maupun perakitan varietas
tanaman pohpohan. Aksesi Warung Loa merupakan aksesi yang paling unggul
karena menunjukkan hasil yang terbaik pada tinggi tanaman, jumlah cabang
primer, lebar daun, hasil panen perpetak, dan produktivitas tanaman.
Kata Kunci: Jawa Barat, pohpohan (Pilea trinervia Wight.), produktivitas
Abstract
Indigenous vegetables are a part of Indonesia biodiversites. Pohpohan is
an indigenous vegetable with a potential to be developed as a commercial crop.
Pohpohan is found in tropical and subtropical regions, including Indonesia and
one of its spreads in Indonesia is in West Java. Pohpohan parts that are
consumed are their young leaves. The high consumption of pohpohan in West
Java has not been followed by high production. One way to increase the
production of pohpohan was selection of superior planting material. This study
objective to obtain information on yield potential of some pohpohan landraces
(Pilea trinervia Wight.) to be developed from several locations in West Java. In
general, the Bobojong, Linggarjati, and Warung Loa landraces were potential to
be developed in order to obtain the new variety of pohpohan. Warung Loa
landraces was the most superior because it shows the best results on plant height,
number of primary branches, wide leaves, crop per plot and crop productivity.
Keyword: Pilea (Pilea trinervia Wight.), productivity, West Java

16

PENDAHULUAN
Jawa Barat merupakan daerah penghasil sayuran yang cukup berperan
penting di Indonesia. Salah satunya sayuran yang terdapat di Jawa Barat yaitu
pohpohan. Pohpohan (Pilea trinervia Wight.) merupakan sayuran indigenous
yang potensial dikembangkan sebagai tanaman komersial. Sayuran indigenous
adalah sayuran asli Indonesia yang berasal dari daerah/wilayah/ekosistem tertentu,
termasuk spesies pendatang dari wilayah geografis lain tetapi telah berevolusi
dengan iklim dan geografis wilayah Indonesia (Litbang Deptan 2013).
Umumnya di Jawa Barat konsumsi lalapan pohpohan cenderung lebih tinggi
di bandingkan dengan daerah lain. Hal ini disebabkan oleh tingginya kegemaran
makan sayuran indigenous tersebut dan ketersediaan sayuran yang melimpah di
Jawa Barat.
Bagian tanaman pohpohan yang dikonsumsi sebagai lalapan yaitu daun
mudanya karena bagian ini memiliki aroma yang khas dan berbau harum seperti
aroma mint. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa daun pohpohan
memiliki aktivitas antioksidan (Andarwulan et al. 2010; Endrini 2011) dan
antidiabetes (Rahayuningsih 2015).
Tingginya konsumsi pohpohan tersebut tidak diikuti dengan produksi yang
tinggi. Hasil penelitian Ekawati et al. (2010) menunjukkan produktivitas tanaman
pohpohan baru mencapai 360.50 kg ha-1 per tahun. Hal ini dapat ditingkatkan
dengan cara pemilihan bahan tanam yang unggul. Penelitian ini bertujuan untuk
mendapatkan informasi potensi produksi beberapa aksesi pohpohan (Pilea
trinervia Wight.) yang berpotensi untuk dikembangkan dari beberapa lokasi di
Jawa Barat.
BAHAN DAN METODE
Percobaan 2 dilaksanakan mulai Mei-Agustus 2014 di Kebun Percobaan
IPB Tajur, menggunakan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) faktor
tunggal, yaitu 3 aksesi sebagai perlakuan, dengan 4 ulangan sebagai kelompok,
sehingga diperoleh 12 satuan percobaan. Masing-masing satuan percobaan terdiri
dari 20 tanaman.
Teknik budidaya pohpohan pada percobaan 2 berdasarkan Standar
Operasional Prosedur (SOP) tanaman pohpohan (Susila 2013). Bahan yang
digunakan pada percobaan 2 adalah stek pohpohan hasil seleksi percobaan 1 (3
aksesi) berdasarkan hasil analisis gerombol. Aksesi tersebut antara lain Bobojong,
Linggarjati, dan Warung Loa. Aksesi Bobojong dipilih karena pada gerombol I
hanya ada 1 aksesi saja dan tidak ada pembandingnya. Sedangkan aksesi
Linggarjati dipilih karena merupakan aksesi dengan persentasi pertumbuhan yang
paling tinggi dibanding aksesi Curug Rendeng dan Majalengka. Aksesi Warung
Loa dipilih karena merupakan aksesi komersial yang banyak dijual baik dipasar
tradisional maupun swalayan.
Pelaksanaan percobaan dimulai dengan pembibitan stek pohpohan yang
berupa stek batang dengan panjang 10 cm. Stek ditanam dalam polybag 10x10 cm
dengan media pembibitan arang sekam dan pupuk kandang sapi dengan
perbandingan 1:1. Penyiraman pembibitan dilakukan setiap hari yaitu pada pagi
hari sampai media tanam lembab. Pemupukan bibit menggunakan pupuk daun N,

17

P2O5, K2O, Mg (20-15-15-1) dengan konsentrasi 2 g L-1. Bibit dipindah tanam ke
bedengan umur 6 minggu setelah semai (MSS). Ukuran bedengan 5x1 m2 dengan
tinggi bedengan 20 cm. Jarak antar bedengan 60 cm dan jarak tanam double row
50x50 cm. Penyiraman tanaman dilakukan setiap hari yaitu pada pagi dan sore
hari sebanyak 1 liter air per tanaman. Naungan yang digunakan yaitu paranet 75%
dengan intensitas cahaya 220 µmol m-2s-1 (PPF = Photosynthesis Photon Flux).
Pemupukan tanaman pohpohan menggunakan NPK (15-15-15) dengan
konsentrasi 90 g L-1 dan pupuk daun yang digunakan N, P2O5, K2O, Mg (20-1515-1) dengan konsentrasi 1 g L-1. Pupuk NPK dan pupuk daun diberikan 4 minggu
setelah tanam (MST) dan selanjutnya diberikan seminggu sekali. Pemanenan
pohpohan dilakukan saat tanaman berumur 6, 8, dan 10 MST. Panen dilakukan
dengan pemotongan pucuk tanaman dengan panjang 15 cm.
Peubah yang diamati adalah:
1. Tinggi tanaman (cm). Tinggi tanaman diukur dengan cara mengukur tinggi
tanaman mulai dari permukaan tanah sampai dengan titik tumbuh tertinggi.
Pengukuran dilakukan dengan menggunakan meteran. Pengukuran ini
dilakukan sebelum panen.
2. Diameter batang (cm). Diameter batang diukur pada cabang batang pertama.
Pengukuran dilakukan dengan menggunakan jangka sorong. Pengukuran ini
dilakukan sebelum panen.
3. Jumlah cabang primer. Jumlah cabang primer diperoleh dari perhitungan
jumlah cabang yang keluar dari batang utama. Pengukuran ini dilakukan
sebelum panen.
4. Panjang Daun (cm). Panjang daun di ukur mulai dari pangkal daun hingga
ujung daun, dengan meggunakan penggaris. Pengukuran ini dilakukan
sebelum panen pada daun ke empat di cabang batang pertama.
5. Lebar Daun (cm). Lebar daun di ukur mulai dari tepi kiri hingga ke tepi
kanan dengan menggunakan penggaris. Pengukuran dilakukan sebelum panen
pada daun keempat di cabang batang pertama.
6. Umur mulai berbunga (HST). Umur mulai berbunga dihitung setelah tanaman
ditanam hingga tanaman berbunga dan diamati setiap hari.
7. Hasil panen per petak (g). Hasil panen dihitung dengan mengumpulkan hasil
pucuk yang dapat dipanen per bedeng tanam dengan kriteria panjang pucuk
15 cm, daun hijau segar, tidak menggulung dan tidak ada bercak daun,
memiliki 6-10 helai daun, batang yang dipetik masih getas, mudah patah dan
tidak berkayu. Hasil panen ditimbang menggunakan timbangan. Pengukuran
dilakukan setiap kali panen.
8. Produktivitas tanaman per 6 minggu (kg ha-1). Produktivitas tanaman dapat
diketahui melalui perhitungan setiap kali panen dalam 6 minggu.
Produktivitas tanaman dalam satuan kg ha-1dihitung berdasarkan rumus :
Produktivitas = Bobot basah per bedeng (kg) x 1 ha
Luas bedeng (m2)
9.

Produktivitas tanaman (kg ha-1 per tahun). Produktivitas tanaman per tahun
dapat diketahui melalui perhitungan setiap kali panen dalam satu tahun.
Produktivitas tanaman dalam satuan kg ha-1 per tahun dihitung berdasarkan
rumus :
Produktivitas = Bobot basah (kg ha-1) x Banyaknya panen dalam satu tahun

18

Data diolah dengan Analisis varian pada taraf 5% jika terdapat perbedaan
yang nyata maka dilakukan uji lanjut Least Significant Difference (LSD).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tinggi Tanaman, Diameter Batang, dan Jumlah Cabang Primer
Berdasarkan hasil analisis aksesi berpengaruh sangat nyata terhadap tinggi
tanaman (Tabel 3). Akse