Kajian Mutu Minuman Susu Jahe Merah Dengan Kemasan Botol PET Selama Penyimpanan

KAJIAN MUTU MINUMAN SUSU JAHE MERAH DENGAN
KEMASAN BOTOL PET SELAMA PENYIMPANAN

FARISA NURINTAN

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Kajian Mutu Minuman
Susu Jahe Merah Dengan Kemasan Botol PET Selama Penyimpanan adalah benar
karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang
berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari
penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di
bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, November 2014
Farisa Nurintan
NIM F24100103

ABSTRAK
FARISA NURINTAN. Kajian Mutu Minuman Susu Jahe Merah Dengan
Kemasan Botol PET Selama Penyimpanan. Dibimbing oleh SUKARNO.
Zingiber officinale Roscoe var. Rubrum atau sering disebut dengan jahe
merah adalah tanaman obat yang banyak digunakan sebagai herbal atau obatobatan. UMKM Narasa adalah usaha mikro yang menggunakan jahe merah
sebagai komposisi pada bahan pangan berupa minuman susu jahe merah.
Pengemasan menggunakan botol PET pada minuman susu jahe merah ini dapat
membantu memperpanjang umur simpan selama 9 hari. Mutu secara
mikrobiologis diketahui jumlah total mikroba pada minuman susu jahe merah
sebesar 6 x 102 koloni/ml. Analisis proksimat menunjukkan kadar air pada susu
jahe merah sebesar 84.73 %, kadar abu 0.46 %, kadar lemak 1.85 %, kadar protein
0.54 %, dan kadar karbohidrat 12.42 %. Uji aktivitas antioksidan menggunakan
metode DPPH menunjukkan minuman susu jahe merah masih memiliki aktivitas
antioksidan namun dalam konsentrasi yang cukup besar. Nilai IC50 pada minuman
susu jahe merah ini adalah

1142.08 mg/ml, nilai tersebut dapat
mengklasifikasikan aktivitas antioksidan pada minuman susu jahe merah ini
sebagai golongan yang sangat lemah.
Kata kunci: jahe merah, kemasan, botol PET

ABSTRACT
FARISA NURINTAN. The Quality Review of the Red Ginger Milk Beverage
with PET Bottle During Storage. Supervised by SUKARNO.
Zingiber officinale Roscoe var. Rubrum or commonly known as red ginger
is mostly used as herbal or medicinal products. UMKM Narasa is a home-based
industry which is using the red ginger as the main composition of food product,
that is red ginger milk beverage. The use of PET bottle for the packaging of red
ginger milk beverage can help in extending the shelf life for 9 days. The quality
microbiologically is determined in the total number of microbes for red ginger
milk beverage by 6 x 102 colonies/ml. Proximate analysis showed the red ginger
milk beverage consists of 84.73 % water, 0.46 % ash, 1.85 % fat, 0.54 % protein,
and 12.42 % carbohydrate. The antioxidant activity using DPPH method showed
the activity of antioxidant for red ginger milk beverage on its capabilty to reduce
the free radical but in the high concentration. IC50 values of the red ginger milk
beverage is 1142.08 mg/ml, this value can classify the activity of antioxidant in

red ginger milk beverage as a very weak activity.
Keywords: red ginger, packaging, PET bottle

KAJIAN MUTU MINUMAN SUSU JAHE MERAH DENGAN
KEMASAN BOTOL PET SELAMA PENYIMPANAN

FARISA NURINTAN

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Teknologi Pertanian
pada
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan

DEPARTEMEN ILMU DAN TEKNOLOGI PANGAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014


PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah Subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan April 2014 ini adalah
pengemasan produk pangan, dengan judul Kajian Mutu Minuman Susu Jahe
Merah Dengan Kemasan Botol PET Selama Penyimpanan.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr. Ir. Sukarno, M.Sc selaku
pembimbing, serta pihak UMKM Narasa yang telah bekerjasama dalam
pembuatan sampel penelitian. Di samping itu, ucapan terima kasih juga penulis
sampaikan kepada Mbak Arianti, Pak Taufik, Pak Yahya, serta teknisi
laboratorium SEAFAST dan Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan yang telah
membantu selama pengumpulan data. Ungkapan terima kasih juga disampaikan
kepada papa, mama, serta seluruh keluarga, sahabat, dan teman-teman dari
Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan angkatan 47 atas segala doa dan
dukungannya selama ini sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian dan
pendidikan sarjana teknologi pertanian di Institut Pertanian Bogor.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, November 2014
Farisa Nurintan


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang


1

Perumusan Masalah

3

Tujuan Penelitian

3

Manfaat Penelitian

4

Ruang Lingkup Penelitian

4

METODE


4

Bahan

5

Alat

5

Prosedur Analisis Data

5

HASIL DAN PEMBAHASAN

8

Pengamatan Umur Simpan


8

Uji Sanitasi Air dan Analisis Total Mikroba

12

Analisis Proksimat

14

Analisis Kapasitas Antioksidan

16

Simpulan

19

Saran


19

DAFTAR PUSTAKA

20

LAMPIRAN

22

RIWAYAT HIDUP

41

DAFTAR TABEL
Perubahan pH selama penyimpanan
Nilai MPN/ml pada uji sanitasi air
Total mikroba
Hasil analisis proksimat
Informasi nilai gizi pada krimer kental manis

Komposisi jahe segar (tiap 100 gram bahan) menurut Direktorat Gizi
Departemen Kesehatan RI (1972)
Informasi nilai gizi pada minuman jahe merah berkrim
Kapasitas antioksidan pada standar asam askorbat dan susu jahe merah
Klasifikasi aktivitas antioksidan berdasarkan nilai IC50 (Blois 2005)

10
12
13
14
14
15
16
17
18

DAFTAR GAMBAR
Kemasan yang digunakan dalam penelitian (K1. K2, dan K3)
Grafik penurunan pH susu jahe merah sebelum dikemas
Grafik penurunan pH pada suhu penyimpanan 6 °C

Grafik penurunan pH pada penyimpanan suhu ruang
Grafik pengaruh waktu dan suhu penyimpanan terhadap pH pada susu
pasteurisasi (Elrahman et al 2013)
Grafik kapasitas antioksidan pada standar asam askorbat
Grafik kapasitas antioksidan pada minuman jahe merah berkrim

6
9
9
11
11
17
18

DAFTAR LAMPIRAN
Karakteristik susu pasteurisasi menurut SNI 01-5951-1995 (BSN 1995)
Persyaratan air minum menurut SNI 01-3553-2006 (BSN 2006)
Tabulasi pH selama pengamatan umur simpan
Tabulasi data analisis total mikroba
Tabulasi data uji sanitasi air dengan media LB dan tabung Durham
Hasil analisis proksimat
Data analisis kapasitas antioksidan
Komposisi bahan baku pada minuman jahe merah berkrim per 5 liter air
Diagram alir proses pembuatan minuman jahe merah berkrim sebelum
perbaikan
Diagram alir pembuatan minuman jahe merah berkrim dalam kemasan
setelah perbaikan
Standard Operational Procedure (SOP) Pekerja
Standard Operational Procedure (SOP) Bahan Baku
Standard Operational Procedure (SOP) Peralatan Produksi
Standard Operational Procedure (SOP) Ruang Produksi
Standard Operational Procedure (SOP) Proses Produksi
Standard Operational Procedure (SOP) Produk
Rincian Harga Pokok Produksi K1 dan K3

22
23
24
26
27
28
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Usaha Mikro Kecil dan Menengah atau UMKM merupakan suatu bentuk
usaha kecil masyarakat yang dibentuk berdasarkan inisiatif seseorang atau suatu
kelompok masyarakat yang memiliki ide untuk berwirausaha sekaligus
memanfaatkan sumber daya yang tersedia. Sesuai dengan Undang-Undang Nomor
20 tahun 2008 tentang UMKM, pengertian usaha mikro adalah usaha produktif
milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria
usaha mikro. Sebagaimana diatur dalam undang-undang tersebut, kriteria usaha
mikro dapat dilihat dari asset dan omsetnya, yaitu memiliki asset maksimal 50
juta rupiah dan omset maksimal 300 juta rupiah.
Berdasarkan riset dari Badan Pusat Statistik pada tahun 2011, UMKM
mampu berkontribusi besar terhadap penerimaan negara dengan menyumbang
61.9 % pemasukan produk domestik bruto (PDB) melalui pembayaran pajak. Dari
jumlah tersebut, sektor usaha mikro menyumbang 36.28 % PDB, sedangkan
sektor usaha kecil menyumbang 10.9 % PDB dan sektor usaha menengah
menyumbang 14.7 % PDB dari pajak pembayaran pajak tersebut. Sementara itu,
sektor usaha besar hanya menyumbang 38.1 % PDB (BPS 2011).
Menurut Kementerian Koperasi dan Usaha Kecil dan Menengah, di
Indonesia jumlah UMKM sampai tahun 2012 mencapai lebih dari 56 juta usaha
dengan jumlah tenaga kerja mencapai lebih dari 107 juta orang. UMKM sangat
berperan dalam mengurangi tingkat pengangguran karena dapat memberdayakan
tenaga kerja dengan meningkatkan keterampilan masyarakat dalam berwirausaha.
Selain itu, UMKM juga membantu meningkatkan pendapatan daerah maupun
pendapatan negara.
Peran lain dari UMKM adalah memanfaatkan sumber daya alam yang cukup
berlimpah dan meningkatkan nilai jual pada sumber daya alam tersebut. Salah
satu sumber daya yang dapat dimanfaatkan adalah jahe merah dan rempah-rempah
yang menjadi komoditas unggulan di Indonesia. Jahe merah (Zingiber officinale
Roscoe var. Rubrum) merupakan tanaman yang biasanya digunakan sebagai
herbal atau obat-obatan. Komposisi kimia jahe merah terdiri dari minyak atsiri 2 –
4 % yang menyebabkan aroma harum, dimana komponen utamanya adalah
zingiberen (35 %), kurkumin (188 %), farnese (10 %), serta bisabolene dan βsesquiphellandrene dalam jumlah kecil (Govindarajan 1982).
Di samping itu, rimpang jahe merah juga mengandung lemak, lilin,
karbohidrat, vitamin A, vitamin B, vitamin C, mineral, senyawa-senyawa
flavonoid, enzim proteolitik, minyak damar, pati, asam malat, dan asam oksalat.
Rimpang jahe merah juga mengandung minyak tidak menguap yaitu oleoresin
sampai 3 % yang merupakan senyawa fenolik. Komponen ini merupakan
pembentuk rasa pedas yang tidak menguap pada jahe. Komponen dalam oleoresin
jahe terdiri atas gingerol, gingerdiols, gingerdiones, dihidrogingerdiones, shagaol,
paradols, dan zingerone (Govindarajan 1982). Rimpang jahe merah biasa
digunakan sebagai obat masuk angin, bumbu masak, penghangat tubuh,
menghilangkan flu, mengatasi keracunan, dan mengatasi gangguan pencernaan.
Jahe merah memiliki kadar antioksidan yang tinggi, bisa juga digunakan sebagai

2
antitusif, analgesik, antipiretik, antiinflamasi, menurunkan kadar kolesterol, dan
lain-lain (Hapsoh et al 2010).
Selain jahe merah, rempah-rempah juga sumber daya alam yang
produksinya cukup banyak di Indonesia dan perlu dimanfaatkan karena memiliki
banyak keunggulan. Berdasarkan definisi dari International Organization for
Standardization (ISO), rempah-rempah diartikan sebagai produk sayuran atau
campuran produk sayuran yang bebas dari benda asing, yang digunakan untuk
memberikan flavor, membumbui, dan memberikan aroma yang spesifik dalam
makanan. Rempah-rempah pada umumnya digunakan masyarakat hanya sebagai
penambah cita rasa. Namun di samping fungsinya sebagai penambah cita rasa,
rempah-rempah dapat digunakan sebagi pengawet alami pada makanan.
Rempah-rempah memiliki kandungan berbagai jenis senyawa seperti
minyak volatil, oleoresin, pigmen, dan senyawa flavor. Karakteristik lain dari
rempah-rempah yang diketahui adalah sifatnya sebagai antioksidan dan
antimikroba. Rempah-rempah diketahui memiliki kemampuan sebagai fungistatik
atau bakteriostatik. Kemampuan tersebut bergantung pada jenis dan jumlah
komponen bioaktif pada rempah atau ekstrak tanaman tersebut. Komponen
minyak atsiri pada rempah-rempah memiliki aktivitas antimikroba yang dapat
menghambat atau membunuh mikroba patogen atau pembusuk (Wijaya et al
2011). Aplikasi rempah-rempah sebagai antioksidan dan antimikroba banyak
dilakukan pada produk pangan terutama untuk menghambat kerusakan produk dan
memperpanjang umur simpan.
Salah satu usaha mikro yang menggabungkan semua komposisi bermanfaat
tersebut adalah Usaha Mikro Susu Jahe Merah dengan merk dagang Narasa.
Usaha ini didirikan pada tanggal 27 Agustus 2011 oleh Bapak Heru Mulyana.
Proses produksi susu jahe merah ini masih menggunakan peralatan tradisional dan
sederhana serta beberapa proses masih dilakukan secara manual oleh tenaga kerja
manusia. Distribusi susu jahe merah ini biasanya dijual langsung setelah
diproduksi dengan menggunakan gerobak dorong dan dijajakan di perumahan
Dian Asri Cibinong pada pukul 19.00 – 21.00 dan di jalan Pabuaran pada pukul
21.00 – 23.00. Susu jahe merah yang dijual harus habis setelah masa produksi
karena umur simpannya hanya bertahan 1 hari dan tidak dikemas. Dengan
pengemasan yang benar diharapkan umur simpan susu jahe merah ini dapat lebih
lama dan dapat didistribusikan lebih luas serta dapat meningkatkan pendapatan
usaha mikro tersebut.
Kemasan pada produk pangan dapat mencegah atau mengurangi kerusakan,
melindungi bahan yang ada di dalamnya dari kontaminasi serta gangguan fisik
seperti gesekan, benturan, dan getaran (Triyanto et al 2013). Oleh karena itu,
pengemasan dapat memperpanjang umur simpan dan mempertahankan kualitas
bahan pangan lebih lama. Pada umumnya terdapat dua jenis kemasan plastik yang
sering digunakan sebagai kemasan pangan yaitu plastik polipropilena (PP) dan
polietilena tereptalat (PET). Kedua jenis plastik ini sering digunakan karena
murah dan mudah ditemui (Yanti et al 2008).
Karakteristik dari kemasan PP antara lain tembus pandang dan jernih dalam
bentuk film, namun tidak transparan dalam bentuk kemasan kaku; tahan terhadap
suhu tinggi sampai dengan 150 °C; permeabilitas atau daya tembus terhadap uap
air rendah dan terhadap gas sedang; tahan lemak, asam kuat, dan basa sehingga
baik untuk kemasan minyak dan sari buah. Sedangkan karakteristik dari kemasan

3
PET antara lain tembus pandang atau transparan dalam berbagai bentuk, bersih,
dan jernih; tahan terhadap suhu tinggi sampai dengan 300 °C; permeabilitas
terhadap uap air dan gas rendah; serta tahan terhadap pelarut organik dari buahbuahan sehingga dapat digunakan untuk mengemas sari buah atau minuman
bersoda (Mujiarto 2005)
Penelitian mengenai mutu pada minuman susu jahe merah ini belum pernah
dilakukan sebelumnya, begitu pula pada penelitian susu jahe yang lainnya.
Sehingga pustaka yang digunakan mengacu pada penelitian mengenai susu
pasteurisasi dan mengenai kualitas rempah-rempah dan jahe, khususnya jahe
merah. Penelitian mengenai susu pasteurisasi dilakukan oleh Elrahman et al pada
tahun 2013 yang menunjukkan bahwa umur simpan susu pasteurisasi adalah 9
hari dengan penyimpanan suhu dingin. Menurut Hernani dan Winarti (2010),
senyawa antioksidan alami dalam jahe cukup tinggi dan sangat efisien dalam
menghambat radikal bebas superoksida dan hidroksil yang dihasilkan oleh sel-sel
kanker, dan bersifat sebagai antikarsinogenik, non-toksik dan non-mutagenik pada
konsentrasi tinggi.

Perumusan Masalah
Selama ini susu jahe merah yang diproduksi tidak dikemas secara tertutup
sehingga umur simpannya hanya beberapa jam saja. Melalui penelitian ini, akan
dicari kemasan apakah yang memberikan umur simpan paling lama dari ketiga
kemasan yang tersedia pada pasar serta berapa lama umur simpan dari kemasan
yang terpilih. Selain itu, pada bahan baku sebelumnya digunakan gula merah dan
garam yang dapat meningkatkan jumlah karbohidrat dan mineral terutama
komponen natrium pada minuman susu jahe merah. Setelah gula dan garam
tersebut dihilangkan, bagaimanakah mutu dalam minuman susu jahe merah
tersebut dari sisi mikrobiologis maupun kimia dan apakah sudah sesuai dengan
SNI susu pasteurisasi atau masih memerlukan perbaikan dalam bahan baku yang
digunakan. Komposisi yang paling banyak selain air dalam minuman susu jahe
merah ini adalah jahe merah, dimana jahe merah tersebut memiliki kandungan
senyawa-senyawa antioksidan yang tinggi. Dengan adanya proses pasteurisasi,
apakah masih terdapat aktivitas antioksidan dan bagaimanakah kapasitas
antioksidan tersebut dalam meredam radikal bebas pada konsentrasi tertentu.

Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian ini adalah menentukan aspek-aspek mutu pada minuman
susu jahe merah yang meliputi penentuan umur simpan susu jahe merah dengan
menggunakan kemasan plastik jenis polipropilena (PP) dan polietilena tereptalat
(PET) yang sesuai dan tersedia di pasaran untuk masa penyimpanan dan
pendistribusian tanpa penambahan pengawet dan stabilizer, serta mengevaluasi
kandungan yang terdapat dalam susu jahe merah dalam kemasan yang terpilih,
yaitu kemasan dengan masa simpan paling lama sebagai nilai tambah pada produk
tersebut.

4
Manfaat Penelitian
Manfaat utama dari penelitian ini adalah membantu usaha mikro Susu jahe
Merah Narasa dalam meningkatkan kualitas susu jahe merah yang meliputi
pengurangan penggunaan garam dan gula pada bahan baku, perbaikan proses
produksi, dan penetapan rasio bahan baku. Selain itu, melalui penelitian ini
diharapkan dapat dipilih kemasan yang dapat memperpanjang umur simpan.

Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan April 2014 hingga Oktober 2014
bertempat di laboratorium SEAFAST dan Laboratorium Departemen Ilmu dan
Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian IPB. Pengambilan sampel dan
pengemasan susu jahe merah dilakukan di Perumahan Dian Asri Cibinong, yaitu
rumah produksi dari susu jahe merah.

METODE
Susu jahe merah produksi UKM Narasa ini merupakan susu pasteurisasi
yang memiliki umur simpan kurang dari tiga bulan. Oleh karena itu, pengamatan
umur simpan pada penelitian ini menggunakan metode Extended Storage Studies
(ESS), yaitu metode penyimpanan tanpa pengkondisian atau penyimpanan pada
kondisi biasa sehari-hari dan melakukan pengamatan serta analisa terhadap
perubahan yang terjadi (Rahayu dan Arpah 2003). Parameter perubahan mutu
pada pengamatan umur simpan ini adalah penurunan pH pada susu yang
merupakan indikator adanya asam hasil fermentasi bakteri asam laktat pada susu.
Susu pasteurisasi yang sudah mengalami kerusakan biasanya ditandai dengan
adanya pengendapan pada sistem emulsi dan perubahan aroma yang dominan
asam.
Mutu minuman susu jahe merah dapat diketahui dari aspek-aspek lainnya,
yaitu secara mikrobiologi, kimia, ataupun komponen bioaktif pada jahe merah
yang menjadi bahan kunci pada susu jahe merah. Secara mikrobiologi dapat
dilakukan uji sanitasi air dan analisis total mikroba. Air yang digunakan untuk
memasak susu jahe merah adalah air sumur, dimana air sumur pada umumnya
mengandung cemaran mikroba koliform yang cukup tinggi. Jumlah mikroba yang
cukup tinggi dapat mempengaruhi umur simpan susu jahe merah menjadi lebih
pendek. Secara kimia dilakukan analisis proksimat untuk mengetahui kadar air,
kadar abu, kadar lemak, kadar protein, dan kadar karbohidrat. Sedangkan untuk
nilai tambah pada susu jahe merah dilakukan analisis kapasitas antioksidan
dengan metode DPPH.

5
Bahan
Bahan yang digunakan untuk pengamatan umur simpan adalah air destilata
dan susu jahe merah yang telah diproduksi oleh UKM Narasa dan telah
dimasukkan ke dalam tiga jenis kemasan berbeda. Bahan yang digunakan untuk
uji sanitasi air dan anlisis total mikroba adalah air keran, air matang, susu jahe
merah, air destilata, Plate Count Agar (PCA), Lactose Broth (LB), Eosin
Methylene Blue Agar (EMBA), K2HPO4, larutan pengencer, kapas, dan
alumunium foil. Bahan yang digunakan untuk analisis proksimat adalah HCl 25%,
air destilata, kertas saring, kapas, heksana, K2SO4, HgO, H2SO4, batu didih,
larutan 60% NaOH – 5% Na2S2O3, larutan H3BO3, indikator metilen merah dan
metilen biru, HCl 0.02 N, larutan NaOH, dan fenolftalein. Bahan yang digunakan
untuk analisis kapasitas antioksidan adalah susu jahe merah, metanol pa, larutan
buffer asetat pH 5.3, pereaksi DPPH (1,1 Diphenyl-2-picrylhidrazyl), dan akuades.
Alat
Alat yang digunakan untuk pengamatan umur simpan adalah pH meter,
gelas piala, cup plastik PP, botol plastik PET, refrigerator, dan cup sealer. Alat
yang digunakan untuk uji sanitasi air dan analisis total mikroba adalah cawan
petri, tabung reaksi bertutup, rak tabung reaksi, erlenmeyer 500 ml, erlenmeyer
300 ml, pipet volumetrik 10 ml, pipet mikro, gelas pengaduk, gelas ukur 1 liter,
sudip, timbangan analitik, jarum ose, bunsen, autoklaf, dan inkubator. Alat yang
digunakan untuk analisis proksimat adalah cawan alumunium, oven vakum, oven
pengering, timbangan analitik, cawan porselen, tanur, soxhlet, desikator, penjepit
cawan, gelas piala, kaca arloji, penangas, ruang asam, pH meter, labu lemak, labu
Kjeldahl, buret, dan labu erlenmeyer. Alat yang digunakan untuk analisis
kapasitas antioksidan adalah spektrofotometer, sentrifuse, tabung reaksi bertutup,
gelas ukur, tabung sentrifuse, labu takar 100 ml, pipet mohr, timbangan, pipet
mikro, gelas piala, dan stopwatch.

Prosedur Analisis Data
Pengamatan Umur Simpan
Susu jahe merah yang telah selesai diproduksi kemudian dikemas dengan
tiga jenis kemasan berbeda dengan sistem penyegelan yang berbeda pada
ketiganya, yaitu kemasan cup PP ketebalan 0.060 mm dengan cup sealing sebagai
K1, kemasan cup PP keteblana 0.085 mm dengan penutup gelas sebagai K2, dan
kemasan botol PET ketebalan 0.075 mm dengan bottle sealing sebagai K3.
Kemasan-kemasan tersebut dapat dilihat pada gambar 1.

6

Gambar 1 Kemasan yang digunakan dalam penelitian (K1. K2, dan K3)
Ketiga jenis kemasan ini kemudian disimpan pada suhu ruang atau tidak
dimasukkan ke dalam refrigerator (S1) dan suhu 6 °C atau suhu refrigerator (S2).
Kemudian susu diamati setiap hari dan pH pada masing-masing kemasan diukur
menggunakan pH meter. Pengamatan secara organoleptik dilakukan secara
kualitatif dengan melihat perubahan fisik pada susu yang terdiri atas warna,
aroma, dan stabilitas emulsi. Dari pengamatan ini, dapat dilihat pada kemasan
mana susu jahe mengalami penurunan pH paling cepat dan paling lama.
Uji Sanitasi Air dan Analisis Total Mikroba
Uji sanitasi air dilakukan untuk membandingkan apakah air sebelum
dimasak dan setelah dimasak total mikrobanya memenuhi persyaratan air minum
menurut SNI 01-3553-2006. Untuk menghitung APM koliform secara sensitif di
dalam air, menggunakan metode MPN 5 seri tabung. Pengenceran dilakukan dari
100 hingga 10-3. Media yang digunakan adalah Lactose Broth (LB) yang telah
disisipkan tabung Durham. Masing-masing pengenceran dipipet sebanyak 1 ml ke
dalam setiap tabung reaksi bertutup. Kemudian tabung diinkubasi pada suhu 37
°C selama 24 jam. Tabung dinyatakan positif jika terbentuk gas sebanyak 10 %
atau lebih dari volume dalam tabung Durham. Tabung yang tidak menunjukkan
pembentukan gas diperpanjang lagi inkubasinya sampai 48 jam. Jika tetap tidak
terbentuk gas, dihitung sebagai tabung negatif. Jumlah tabung positif dihitung
pada masing-masing seri pengenceran. Untuk memastikan bahwa terdapat bakteri
koliform pada tabung yang positif, dilakukan uji penguat dengan media padat
EMBA. Hasil pada tabung pertama yang positif pada setiap pengenceran
diinokulasikan dengan jarum Ose dan digoreskan dengan goresan kuadran. Semua
cawan diinkubasi pada suhu 37 °C selama 24 jam. Adanya koloni berwarna hijau
metalik menunjukkan adanya bakteri koliform Escherichia coli.
Analisis total mikroba dilakukan pada air sebelum dan sesudah dimasak,
serta pada susu jahe merah dengan kemasan yang memiliki umur simpan paling
lama. Analisis total mikroba dilakukan dengan memipet 1 ml sampel pada
pengenceran 100, 10-1, 10-2, dan 10-3 ke cawan petri steril. Kemudian sebanyak 12
– 15 ml media PCA dituangkan ke dalam cawan petri dan cawan petri digerakkan
seperti membentuk angka delapan secara hati-hati untuk menyebarkan sel-sel
mikroba secara merata. Setelah agar membeku, cawan diinkubasikan dengan
posisi terbalik pada suhu 37 °C selama 24 jam. Setelah inkubasi, jumlah koloni
yang tumbuh dihitung dengan ketentuan: (1) cawan yang normal berisi 25 – 250
koloni, semua koloni dihitung termasuk titik yang berukuran kecil, serta
perhitungan setiap cawan mempertimbangkan pengenceran dan jumlah koloni;
dan (2) cawan yang berisi lebih dari 250 koloni dicatat sebagai terlalu banyak

7
untuk dihitung (TBUD) dan jika tidak ada koloni yang tumbuh ditulis kurang dari
satu kali pengenceran terendah.
Analisis Proksimat
Analisis kadar air menggunakan metode oven vakum menurut AOAC
925.45 tahun 1999. Cawan alumunium kosong yang telah dikeringkan selama 15
menit didinginkan kemudian ditimbang. Sebanyak 10 – 11 gram susu jahe merah
ditimbang dalam cawan tersebut, kemudian dikeringkan pada oven vakum dengan
suhu 70 °C dan tekanan 25 mmHg selama 2 jam. Setelah selesai cawan
didinginkan dalam desikator dan ditimbang hingga diperoleh bobot tetap.
Analisis kadar abu menggunakan metode pengabuan kering menurut SNI
01-2891-1992. Cawan porselin kosong beserta tutupnya yang sudah dikeringkan
dalam oven 105 °C selama 15 menit didinginkan dalam desikator dan kemudian
ditimbang serta dicatat bobotnya. Sebanyak 4 – 5 gram susu jahe merah ditimbang
ke dalam cawan porselin tersebut lalu susu diuapkan terlebih dahulu di atas
penangas air sampai kering. Kemudian cawan porselin beserta susu jahe merah
yang telah diuapkan dimasukkan ke dalam tanur listrik dengan suhu maksimum
550 °C. Setelah pengabuan selesai, cawan porselin didinginkan dalam desikator
kemudian ditimbang hingga bobot tetap.
Analisis kadar lemak menggunakan metode soxhlet dengan hidrolisis
menurut SNI 01-2891-1992. Analisis ini terdiri dari tahap hidrolisis sampel dan
tahap analisis kadar lemak. Pada tahap hidrolisis sampel, sebanyak 3 gram susu
jahe merah ditimbang ke dalam gelas piala lalu ditambahkan 30 ml HCl 25 % dan
20 ml air destilata. Gelas piala ditutup dengan kaca arloji dan dididihkan selama
15 menit dalam ruang asam. Kemudian sampel disaring menggunakan kertas
saring dalam keadaan panas dan dicuci dengan air panas hingga tidak asam lagi
dengan mengukur sampel menggunakan pH meter. Kertas saring beserta isinya
dikeringkan pada suhu 105 °C, setelah kering kertas saring tersebut dilipat dan
dilanjutkan ke tahap analisis kadar lemak. Pada tahap analisis kadar lemak, labu
lemak yang telah dikeringkan dari oven bersuhu 105 °C selama sekitar 15 menit,
didinginkan dalam desikator dan ditimbang bobotnya. Kertas saring berisi sampel
yang telah dihidrolisis dimasukkan ke dalam selongsong kertas saring yang dialasi
dengan kapas. Selongsong kertas tersebut disumbat dengan kapas dan dimasukkan
ke dalam soxhlet yang telah dihubungkan dengan labu lemak. Sebanyak 150 ml
pelarut heksana dimasukkan ke dalam labu lemak dan proses ekstraksi lemak
dilakukan selama kurang lebih 6 jam. Kemudian heksana yang tersisa disuling dan
ekstrak lemak dikeringkan dalam oven pada suhu 105 °C. Setelah dikeringkan,
didinginkan dalam desikator dan ditimbang hingga bobot tetap.
Analisis kadar protein menggunakan metode Kjeldahl menurut AOAC
960.52 tahun 1999. Tahap pertama pada analisis ini adalah tahap penghancuran.
Sekitar 400 – 500 mg susu jahe merah ditimbang ke dalam labu Kjeldahl lalu
ditambahkan dengan 1 gram K2SO4, 40 mg HgO, dan 2 ml H2SO4. Kemudian
ditambahkan 2 – 3 butir batu didih dan sampel dididihkan selama 1 – 1.5 jam
dengan kenaikan suhu secara bertahap sampai cairan menjadi jernih, lalu
dididinginkan. Tahap selanjutnya adalah tahap destilasi. Labu tersebut kemudian
ditambahkan sejumlah kecil air destilata secara perlahan melalui dinding labu
erlenmeyer dan digoyangkan secara perlahan agar kristal yang terbentuk larut
kembali. Isi labu dipindahkan ke dalam alat destilasi dan labu dibilas dengan 1 – 2

8
ml air destilata sebanyak 5 – 6 kali. Air cucian tersebut dipindahkan ke labu
destilasi kemudian ditambahkan 8 -10 ml larutan 60 % NaOH – 5 % Na2S2O3.
Sebuah Erlenmeyer 250 ml yang berisi 5 ml larutan H3BO3 dan 2 – 4 tetes
indikator metilen merah-metilen biru diletakkan di bawah kondensor dengan
kondisi ujung kondensor harus terendam larutan H3BO3. Destilasi dilakukan
hingga diperoleh destilat sekitar 15 ml. Tahap terakhir yaitu titrasi destilat dengan
HCl 0.02 N terstandar. Sebelum titrasi destilat, larutan HCl harus distandardisasi
dengan menitrasi HCl menggunakan indikator fenolftalein dan larutan NaOH
untuk memperoleh normalitas HCl. Setelah standardisasi HCl, destilat dititrasi
hingga terjadi perubahan warna menjadi abu-abu dan volume HCl terstandar yang
terpakai dicatat.
Kadar karbohidrat diperoleh dengan menjumlahkan kadar air, kadar abu,
kadar lemak, dan kadar protein kemudian mengurangi 100% dengan hasil dari
penjumlahan semua kadar komponen makro yang telah diperoleh (by different).
Analisis Kapasitas Antioksidan
Analisis kapasitas antioksidan menggunakan metode DPPH. Sebelum
dianalisis, sampel disentrifuse selama 15 menit pada kecepatan 3000 rpm.
Kemudian sampel dibuat dalam berbagai konsentrasi (mg/ml) yaitu 100, 150, 250,
500, dan 1000. Ke dalam tabung reaksi bertutup masing-masing ditambahkan 2
ml buffer asetat, 3.75 ml metanol pa, 200 µl DPPH, dan 50 µl larutan sampel
dengan berbagai konsentrasi. Tabung reaksi ditutup dan divortex hingga larutan
bercampur. Kemudian larutan diinkubasikan selama 20 menit pada suhu ruang.
Setelah itu larutan diukur absorbansinya dengan spektrofotometer pada panjang
gelombang 517 nm. Sebagai pembanding digunakan kurva standar asam askorbat.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Pengamatan Umur Simpan
Salah satu fungsi kemasan adalah memperlambat proses deteriorasi, yaitu
dengan mempertahankan stabilitas, kesegaran, dan penerimaan konsumen dari
suatu produk pangan, atau untuk memperpanjang umur simpan. Penyimpangan
suatu produk dari mutu awalnya disebut deteriorasi. Reaksi deteriorasi dimulai
dengan persentuhan produk terhadap udara, oksigen, uap air, cahaya,
mikroorganisme, atau akibat perubahan suhu (Arpah 2001).
Pada susu jahe merah yang belum dikemas penurunan pH sangat cepat.
Kurang dari 12 jam susu jahe merah sudah mencapai pH 5, dimana pada pH
tersebut kualitas minuman sudah tidak layak untuk dikonsumsi dan sudah terlalu
lama mengalami reaksi deteriorasi. Pada susu jahe merah yang dikemas,
pengamatan umur simpan tahap awal pada susu jahe merah dilakukan sejak hari
produksi hingga susu jahe merah mendekati akhir masa simpan, yaitu dengan
adanya aroma asam dan penurunan pH hingga mencapai pH kurang dari 5.5.

9
7
6

pH

5
4
3
2
1
0
0

6

12

18

24

Jam

Gambar 2 Grafik penurunan pH susu jahe merah sebelum dikemas
Berdasarkan hasil pengamatan umur simpan terhadap pH yang diamati pada
suhu 6 °C selama 8 hari, penurunan pH yang paling cepat terjadi pada K2. Dapat
dilihat pada hari ke-6, pH sudah mencapai 5.66 dimana pada pH tersebut reaksi
deteriorasi telah dapat dirasakan dari aroma asam yang dihasilkan dari hasil
fermentasi pada susu jahe merah. Sementara itu, penurunan pH pada suhu 6 °C
yang relatif lambat dan tidak terlalu signifikan setiap harinya terdapat pada K3.
Hal ini ditunjukkan bahwa sampai pada hari ke-8 pH susu jahe merah dalam
kemasan botol PET tersebut masih sebesar 6.21. Kemudian pada K3 pengamatan
pH dilanjutkan hingga terjadi perubahan aroma dan rasa asam yang mulai muncul.
Pada hari ke-10 pH pada K3 mencapai 5.91 dimana rasa dan aroma asam sudah
mulai dapat dirasakan sehingga sudah tidak layak untuk dikonsumsi. Nilai pH
pada pengamatan umur simpan dapat dilihat pada tabel 1.
7
6

pH

5
4
K1
3
K2
2
K3
1
0
0

1

2

3

4

5

6

7

8

Hari

Gambar 3 Grafik penurunan pH pada suhu penyimpanan 6 °C
PET atau polietilena tereptalat memiliki sifat tahan terhadap suhu tinggi
(300 °C) serta permeabilitasnya terhadap uap air dan gas rendah. Sementara itu,
sifat dari propilena (PP) salah satunya adalah tahan terhadap suhu tinggi (150 °C)
serta daya tembus (permeabilitas) terhadap uap air sangat rendah, permeabilitas
terhadap gas sedang, dan tidak baik untuk bahan pangan yang mudah rusak oleh

10
oksigen (Mujiarto 2005). Dengan demikian, PET dapat mempertahankan makanan
lebih lama dari PP karena perbedaan permeabilitas tersebut.
Migrasi oksigen, uap air,serta gas lainnya dari lingkungan mempengaruhi
perubahan mutu produk. Seperti reaksi oksidasi yang didukung adanya oksigen
bebas serta peningkatan air bebas yang disebabkan adanya migrasi uap air dan
mendukung terjadinya proses mikrobiologi, kimiawi, ataupun enzimatik
(Sudarmadji et al 2003). Migrasi gas lainnya dari lingkungan juga dapat
meningkatkan kontaminasi mikroba dari udara di sekitar tempat penyimpanan
yang terbawa masuk ke dalam kemasan (Dwijoseputro 2005).
Tabel 1 Perubahan pH selama penyimpanan
Hari
0
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

K1
6.73
6.70
6.64
6.60
6.53
6.36
6.20
6.03
5.85
-

Suhu 6 °C
K2
6.73
6.67
6.55
6.46
6.44
5.97
5.66
5.45
5.25
-

K3
6.73
6.72
6.70
6.66
6.66
6.52
6.41
6.32
6.22
6.08
5.92

K1
6.74
5.19
-

Suhu ruang
K2
6.74
5.06
-

K3
6.74
5.28
4.55
-

Sistem penyegelan yang berbeda juga mempengaruhi umur simpan pada
susu jahe merah. Pada K1 dan K2 adalah kemasan dengan jenis plastik yang sama
(PP) dengan ketebalan dan penyegelan yang berbeda. K2 memiliki ketebalan
0.085 mm, sedangkan K1 0.060 mm. Namun K2 mengalami penurunan pH lebih
cepat karena sistem penyegelan K1 yang lebih rapat sehingga oksigen atau gas
lainnya dapat lebih mudah masuk ke dalam kemasan K2 dan berinteraksi dengan
susu jahe merah .
Reaksi deteriorasi dapat disebabkan oleh faktor intrinsik maupun ekstrinsik
yang akan memicu reaksi ini di dalam produk berupa reaksi kimia, reaksi
enzimatis, atau proses fisik yaitu penyerapan uap air atau gas dari sekelilingnya.
Hal ini menyebabkan perubahan terhadap produk meliputi perubahan tekstur,
flavor, warna, penampakan fisik, nilai gizi, maupun mikrobiologis (Arpah 2001).
Perubahan tekstur yang terjadi pada susu jahe merah ini adalah terjadinya
pengendapan pada pH ≤ 5.48. Pada pH yang sama juga terjadi perubahan rasa dan
aroma asam yang mulai mendominasi susu jahe merah ketika kemasan baru
dibuka. Perubahan warna belum terjadi pada pH yang sama, namun setelah
diamati lebih lanjut perubahan warna menjadi cokelat keruh terjadi setelah susu
mengalami kerusakan.

11
7
6

pH

5
4

K3

3
K2

2

K1

1
0
0

1

2

3

Hari

Gambar 4 Grafik penurunan pH pada penyimpanan suhu ruang
Menurut penelitian Elrahman et al (2013), umur simpan susu pasteurisasi
adalah 9 hari dengan suhu penyimpanan rendah yaitu 5 °C dan 10 °C. Dan pada
penelitian tersebut, suhu yang lebih rendah atau suhu 5 °C mengalami penurunan
pH yang lebih lambat dibanding pada suhu penyimpanan 10 °C. Hal ini
menunjukkan bahwa pada umumnya susu pasteurisasi memiliki umur simpan
sekitar 9 hari dengan penyimpanan suhu dingin sekitar 5 °C. Pasteurisasi secara
tepat, proses yang higienis, dan kondisi penyimpanan yang baik mempengaruhi
umur simpan susu pasteurisasi (Elrahman et al 2013).
7,12

Temperature

7,10

5

pH meters

7,08

10

7,06
7,04
7,02
7,00
6,98
6,96
1

3

5

7

9

Storage days

Gambar 5 Grafik pengaruh waktu dan suhu penyimpanan terhadap pH pada susu
pasteurisasi (Elrahman et al 2013)
Menurut Rahayu (2000), rempah-rempah yang digunakan dalam kegiatan
pengolahan makanan sehari-hari dengan konsentrasi biasa tidak dapat
mengawetkan makanan tetapi pada konsentrasi tersebut rempah-rempah dapat
membantu bahan-bahan lain yang dapat mencegah pertumbuhan mikroba pada
makanan. Oleh sebab itu, meskipun dalam hal ini susu pasteurisasi ditambahkan
oleh jahe merah dan rempah-rempah, fungsi jahe merah ataupun rempah-rempah
tersebut belum terbukti dapat menjadi pengawet alami untuk memperpanjang

12
umur simpan. Sementara itu, bisa dikatakan bahwa jahe dan rempah-rempah
dalam produk ini berperan sebagai flavor atau penambah cita rasa.
Pada pengamatan umur simpan dapat kita peroleh umur simpan dari K1
adalah 7 hari, K2 selama 5 hari, dan K3 selama 9 hari dengan penyimpanan suhu
dingin. Dari perpanjangan shelf life tersebut, K1 dapat dipertimbangkan untuk
digunakan sebagai kemasan pada minuman susu jahe merah. Umur simpan selama
7 hari cukup untuk pendistribusian dengan jarak yang dapat ditempuh dalam
waktu 2 – 3 jam namun tetap dalam kondisi penyimpanan suhu dingin. Dari segi
harga, K1 juga akan memiliki nilai jual yang lebih rendah atau bisa dijual dengan
harga yang lebih murah dibandingkan dengan K3.
Sementara itu pada K3, umur simpan 9 hari dapat dimanfaatkan untuk
pendistribusian yang membutuhkan waktu satu hari dengan jarak yang lebih
panjang, namun juga perlu diperhatikan suhu selama distribusi agar selalu rendah
sekitar 6 °C atau lebih rendah. Dalam hal ini, dibutuhkan biaya lebih besar untuk
media penyimpanan selama pendistribusian dan biaya transportasi yang lebih
besar, sehingga harga jual dari K3 juga bisa lebih mahal jika dibandingkan dengan
K1. Baik K1 maupun K3, keduanya dapat digunakan oleh usaha mikro Narasa
untuk meningkatkan produktivitas dan penjualan namun kedua kemasan tersebut
memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing yang harus dipertimbangkan
terlebih dahulu sebelum digunakan.

Uji Sanitasi Air dan Analisis Total Mikroba
Uji sanitasi air pada bahan baku susu jahe merah mempengaruhi umur
simpan. Semakin banyak jumlah mikroba pada bahan baku, semakin cepat pula
reaksi deteriorasi yang disebabkan oleh mikroba. Air yang digunakan untuk
memasak dan mengekstrak jahe merah menggunakan air sumur, dimana air sumur
biasanya mengandung cemaran bakteri koliform yang sangat banyak. Nilai
MPN/ml pada air matang dan air keran dapat dilihat pada tabel 2. Selain nilai
MPN, dilakukan uji lanjut untuk melihat apakah masih ada Escherichia coli pada
air matang dan air keran menggunakan media EMBA. Indikator adanya E. coli
tersebut ditunjukkan dengan adanya koloni berwarna hijau metalik akibat
fermentasi laktosa oleh E. coli yang menghasilkan produk akhir bersifat asam
kuat (Bhaskara et al. 2012). Namun berdasarkan hasil pengamatan, semua cawan
tidak menunjukkan adanya koloni hijau metalik.
Tabel 2 Nilai MPN/ml pada uji sanitasi air
Sampel uji
Air Matang
Air Keran

MPN/ml
6.4 x 101
2.3 x 103

Analisis total mikroba dilakukan pada air matang, air keran, dan susu jahe
merah. Total mikroba pada air matang dan air keran dibandingkan dan
disesuaikan dengan SNI air minum. Standar total mikroba awal untuk air minum
adalah maksimum 1 x 102 koloni/ml dan total mikroba akhir adalah maksimum 1
x 105 koloni/ml (BSN 2006). Total mikroba yang terhitung pada air matang

13
sebesar 1 x 103 koloni/ml, jumlah tersebut masih melebihi batas awal pada SNI
namun kurang dari batas akhir. Total mikroba awal dan akhir pada SNI tersebut
adalah syarat total mikroba pada awal penyimpanan dan total mikroba pada saat
air minum sudah mendekati tidak layak untuk dikonsumsi. Dengan demikian, air
yang telah dimasak pada bahan baku pembuatan minuman susu jahe merah masih
layak untuk digunakan.
Penurunan total mikroba pada saat sebelum dimasak dan setelah dimasak
tidak terlalu signifikan. Total mikroba awal pada air keran juga termasuk rendah
yaitu 3 x 103 koloni/ml, sehingga air matang yang digunakan sesuai dengan SNI.
Total mikroba pada air matang, air keran, dan susu jahe merah dapat dilihat pada
tabel 3.
Tabel 3 Total mikroba
Sampel uji
Air matang
Air keran
Susu jahe merah

Total mikroba
(koloni/ml)
1x 103
3 x 103
6 x 102

Sementara itu, total mikroba pada susu jahe merah adalah 6 x 102 koloni/ml.
Jumlah ini lebih rendah dari total mikroba yang disyaratkan dalam SNI susu
pasteurisasi, yaitu maksimal 3 x 104 koloni/ml (BSN 1995). Total mikroba pada
susu jahe merah jauh lebih rendah dari SNI karena selain susu jahe merah dikemas
dengan baik, komponen-komponen antimikroba pada jahe dan rempah-rempah
seperti flavonoid, fenol, glikosida, minyak atsiri, triterpenoid, dan tanin,
membantu menghambat bahkan mematikan sebagian mikroba di dalamnya
(Hapsoh et al 2010).
Selain jumlah mikroba yang terdapat dalam bahan pangan itu sendiri, total
mikroba pada suatu produk pangan juga dapat disebabkan oleh kemasan atau
wadah yang kontak langsung dengan bahan pangan tersebut. Kontaminasi awal
pada kemasan yang sebelumnya tidak tersterilisasi juga dapat mempengaruhi nilai
total mikroba pada susu jahe merah. Disamping terdapat komponen antimikroba
pada jahe dan rempah-rempah yang dapat mengurangi pertumbuhan mikroba di
dalamnya, juga terdapat bakteri atau jenis mikroorganisme lainnya yang resisten
terhadap komponen antimikroba pada jahe dan rempah-rempah.
Sebaiknya perlu dilakukan analisis total mikroba juga terhadap kemasan
yang digunakan dengan metode swab, sehingga dapat diketahui kontribusi
kemasan sebagai sumber kontaminasi pada susu jahe merah dan pengaruhnya
terhadap total mikroba pada susu jahe merah. Menurut Supardi dan Sukamto
(1999), jumlah dan jenis bakteri yang dominan pada bahan pangan juga
dipengaruhi oleh proses pengolahan. Pada proses pengolahan susu jahe merah ini,
pasteurisasi dilakukan pada saat sebelum dikemas atau pada tahap pengolahan.
Namun diperlukan juga pasteurisasi setelah dikemas untuk mengurangi
keberagaman total mikroba yang terdapat dalam produk yang sudah dikemas.

14
Analisis Proksimat
Analisis proksimat lengkap digunakan sebagai informasi tambahan
mengenai kandungan komponen makro pada susu jahe merah dalam satu kemasan
botol PET yang digunakan. Hasil analisis proksimat pada susu jahe merah dapat
dilihat pada tabel 4. Hasil analisis proksimat ini kemudian disesuaikan dengan
karakteristik susu pasteurisasi menurut SNI 01-5951-1995. Karakteristik susu jahe
merah menurut SNI ini termasuk ke dalam syarat B, yaitu susu pasteurisasi
dengan penambahan cita rasa.
Tabel 4 Hasil analisis proksimat
Komponen
Air
Abu
Lemak
Protein
Karbohidrat

Kadar basis basah (%) Kadar basis kering (%)
84.73
0.46
3.01
1.85
12.11
0.54
3.54
12.42
81.33

Tabel 5 Informasi nilai gizi pada krimer kental manis
Takaran saji 4 sendok makan (40 g)
Jumlah Sajian per Kemasan: ± 9

JUMLAH PER SAJIAN
Energi Total 130 kkal
Lemak Total
Lemak Jenuh
Kolesterol
Protein
Karbohidrat Total
Gula
Sukrosa
Natrium
Kalium

Energi dari lemak
40 kkal
4g
1.5 g
0 mg
1g
23 g
22 g
19 g
25 mg
90 mg

%AKG*
7%
10 %
0%
2%
8%

1%
2%
Vitamin A
15 %
Vitamin D3
15 %
Vitamin E
8%
Vitamin B1
30 %
Vitamin B3
10 %
Vitamin B6
6%
Kalsium
6%
Mangan
8%
*Persen AKG berdasarkan kebutuhan energi 2000
kkal. Kebutuhan energi Anda mungkin lebih tinggi
atau lebih rendah
Mengandung 3 mg Kolin per sajian

15
Menurut SNI, kadar lemak minimum untuk susu pasteurisasi adalah 1.50 %
(b/b). Sedangkan berdasarkan hasil analisis, kadar lemak yang diperoleh adalah
1.85 % (b/b). Sementara itu, kadar protein minimum menurut SNI adalah 2.50 %
(b/b) dan kadar protein yang diperoleh adalah 0.54 % (b/b). Dalam hal ini kadar
protein pada susu jahe merah tidak sesuai dengan ketentuan SNI karena tidak
memenuhi syarat minimum. Hal ini disebabkan susu yang digunakan dalam
pembuatan minuman susu jahe merah ini adalah krimer kental manis dengan
jumlah protein 1 gram dan lemak total 4 gram yang dapat dilihat pada tabel 5.
Menurut Direktorat Gizi Departemen Kesehatan Republik Indonesia (1972),
komponen protein pada jahe segar hanya 1.5 gram per 100 gram bahan.
Sedangkan komponen lemak pada jahe segar sebesar 1 gram per 100 gram bahan.
Sementara itu komponen utama yang paling banyak pada jahe segar adalah air,
sebesar 86.2 gram per 100 gram bahan. Oleh sebab itu, sumber protein dan lemak
pada susu jahe merah ini hanya disumbangkan oleh krimer kental manis yang
digunakan dan jahe merah tersebut.
Tabel 6 Komposisi jahe segar (tiap 100 gram bahan) menurut Direktorat
Gizi Departemen Kesehatan RI (1972)
Spesifikasi
Protein
Lemak
Hidrat arang
Kalsium
Fosfor
Besi
Vitamin A
Vitamin B1
Vitamin C
Bahan dapat dimakan
Kalori
Air

Satuan
Gram
Gram
Gram
Miligram
Miligram
Miligram
IU
Miligram
Miligram
Persen
Kalori
Gram

Jumlah
1.5
1.0
10.1
21
39
1.6
30
0.02
4
97
51
86.2

Menurut BPOM tahun 2006, definisi krimer kental manis adalah produk
susu yang berbentuk cairan kental, yang diperoleh dari susu yang telah
ditambahkan gula dan lemak nabati yang kemudian sebagian air dihilangkan
hingga mencapai kepekatan tertentu, atau merupakan hasil rekonstitusi susu
bubuk dengan penambahan gula dan lemak nabati/minyak nabati dan bahan lain.
Gula yang ditambahkan harus dapat mencegah pembusukan. Sehingga kadar gula
dalam krimer sangat tinggi dan mengandung lebih banyak karbohidrat.
Dari bahan baku krimer kental manis yang digunakan, sebenarnya tidak
sesuai apabila produk dinamakan “Minuman Susu Jahe Merah”. Akan tetapi lebih
sesuai jika produk dijual dengan nama “Minuman Jahe Merah Berkrim” atau
“Minuman Krim Jahe Merah”. Masyarakat pada umumnya mengenal bahwa
krimer kental manis yang dijual di kemasan adalah susu kental manis. Namun
tidak semua produk adalah susu kental manis melainkan susu yang telah
ditambahkan lebih banyak gula dan lemak sehingga kurang cocok untuk
mengkonsumsi krimer kental manis sebagai pengganti susu. Dalam hal ini masih

16
perlu edukasi dan pemberian informasi lebih banyak kepada masyarakat terhadap
variasi produk pangan dan fungsinya jika dikonsumsi.
Dari hasil analisis proksimat tersebut dapat dijadikan informasi nilai gizi
yang dapat dilihat pada tabel 7. Menurut ketentuan BPOM, komponen bahan
pangan yang wajib dicantumkan pada label informasi nilai gizi adalah takaran saji,
jumlah sajian per kemasan, energi total, lemak total, protein, karbohidrat total, dan
kadar natrium. Namun dalam penelitian ini belum dilakukan analisis kadar
natrium secara spesifik sehingga kadar natrium belum dapat dicantumkan pada
informasi nilai gizi.
Tabel 7 Informasi nilai gizi pada minuman jahe merah berkrim
Takaran saji 1 botol (270 ml)
Jumlah Sajian per Kemasan: 1

JUMLAH PER SAJIAN
Energi Total 181 kkal
Lemak Total
Protein
Karbohidrat Total
Natrium

5g
1g
33 g

%AKG*
6%
2%
20 %

*Persen AKG berdasarkan kebutuhan energi 2000
kkal. Kebutuhan energi Anda mungkin lebih tinggi
atau lebih rendah

Dengan demikian, analisis proksimat yang dilakukan dapat berfungsi untuk
memberikan informasi mengenai kadar lemak dan kadar protein yang dikonsumsi
yaitu lemak sebanyak 5 gram, protein sebanyak 1 gram, dan karbohidrat sebanyak
33 gram dalam satu kemasan botol PET 240 ml dengan total energi 181 kkal per
kemasan. Perlu analisis lebih lanjut untuk kadar natrium dan mineral lainnya agar
dapat dicantumkan dalam label informasi nilai gizi tersebut.

Analisis Kapasitas Antioksidan
Salah satu nilai tambah pada minuman jahe merah berkrim ini adalah bahan
bakunya yang terdiri dari jahe merah dan rempah-rempah, dimana jahe merah dan
rempah-rempah memiliki kandungan antioksidan yang tinggi. Namun demikian
antioksidan termasuk komponen yang tidak tahan panas sehingga keberadaannya
mudah hilang dengan adanya pasteurisasi. Sebagai pembanding digunakan kurva
standar asam askorbat yang dapat dilihat pada gambar 6.
Hasil analisis kapasitas antioksidan menunjukkan penangkalan radikal bebas
yang tidak terlalu signifikan oleh antioksidan yang terdapat dalam minuman jahe
merah berkrim. Dengan konsentrasi yang lebih besar (mg/ml), kapasitas
antioksidan pada minuman jahe merah berkrim masih belum mencapai 50 % pada
konsentrasi 1000 mg/ml. Pada konsentrasi 1000 mg/ml atau 1 g/ml tersebut,
minuman jahe merah berkrim hanya mampu menangkal radikal bebas sebesar
43.69 %. Sehingga masih dibutuhkan minuman jahe merah berkrim dalam
konsentrasi yang lebih tinggi untuk menangkal radikal bebas sebanyak 50 %.

17
Penangkalan radikal sebesar 50 % tersebut dapat ditentukan dari nilai IC50.
Nilai IC50 tersebut dapat dihitung dari persamaan regresi pada kurva kapasitas
antioksidan susu jahe merah dalam gambar 7. Persamaan regresi yang diperoleh
adalah y = 0.0387x + 5.8013 dimana y adalah kapasitas antioksidan sebesar 50
(dalam persen) dan x adalah konsentrasi minuman jahe merah berkrim pada
kapasitas antioksidan 50% (dalam mg/ml).
Kapasitas Antioksidan (%)

100
80
60
y = 0,1847x + 11,537
R² = 0,9954

40
20
0
0

100

200

300

400

Konsentrasi Asam Askorbat (µg/ml)

Gambar 6 Grafik kapasitas antioksidan pada standar asam askorbat
Tabel 8 Kapasitas antioksidan pada standar asam askorbat dan susu jahe merah
Standar asam askorbat
Konsentrasi
Kapasitas antioksidan
(µg/ml)
(%)
25
13.40
50
21.31
100
31.79
200
50.02
400
84.30

Minuman jahe merah berkrim
Konsentrasi
Kapasitas antioksidan
(mg/ml)
(%)
100
7.72
150
11.89
250
16.59
500
26.50
1000
43.69

Dengan demikian nilai IC50 pada minuman jahe merah berkrim adalah
1142.08 mg/ml. Nilai IC50 ini juga menunjukkan bahwa minuman jahe merah
berkrim memiliki aktivitas antioksidan namun tidak terlalu kuat jika dibandingkan
dengan aktivitas antioksidan asam askorbat yang memiliki nilai IC50 sebesar
208.25 µg/ml. Artinya dibutuhkan 1142.08 mg dalam 1 ml minuman jahe merah
berkrim untuk menangkal radikal bebas sebanyak 50%, sedangkan pada asam
askorbat hanya membutuhkan 208.25 µg dalam 1 ml untuk menangkal radikal
bebas sebanyak 50 %

Kapasitas Antioksidan (%)

18
50
40
30

y = 0,0387x + 5,8013
R² = 0,9908

20
10
0
0

250

500

750

1000

Konsentrasi minuman jahe merah berkrim (mg/ml)

Gambar 7 Grafik kapasitas antioksidan pada minuman jahe merah berkrim

.
Kapasitas antioksidan pada minuman jahe merah berkrim dengan standar
asam askorbat sangat jauh. Hal ini disebabkan senyawa antioksidan banyak hilang
karena proses pasteurisasi, struktur kimianya yang sudah berubah akibat berikatan
dengan air, krimer, dan komposisi lainnya, serta konsentrasinya yang berbedabeda pada setiap batch produksi.
Tabel 9 Klasifikasi aktivitas antioksidan berdasarkan nilai IC50 (Blois 2005)
Nilai IC50 (ppm)
< 50
50 – 100
100 – 150
151 – 200

Klasifikasi
Sangat kuat
Kuat
Sedang
Lemah

Berdasarkan tabel 9, klasifikasi aktivitas antioksidan pada minuman jahe
merah berkrim ini yaitu sangat lemah. Karena nilai IC50 yang diperoleh
konsentrasinya di atas 200 ppm, yaitu 1142.08 mg/ml. Sehingga produk ini tidak
dapat diklaim sebagai tinggi antioksidan karena radikal bebas tidak bisa diredam
oleh minuman jahe merah berkrim dalam jumlah yang sedikit.

19
SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan
Kemasan yang memiliki umur simpan paling lama adalah kemasan botol
dengan bahan polietilena tereptalat (PET) dengan umur simpan 9 hari pada suhu
penyimpanan dingin sekitar 6 °C. Bahan baku paling kritis yang menentukan
jumlah mikroba pada minuman jahe merah berkrim, yaitu air memiliki total
mikroba sebesar 1 x 103 koloni/ml yang sesuai dengan standar kelayakan dan
keamanan air minum menurut SNI. Jumlah total mikroba pada minuman jahe
merah berkrim sebesar 6 x