Komunitas Amfibi di beberapa Sungai pada Suaka Margasatwa Nantu Provinsi Gorontalo

KOMUNITAS AMFIBI DI BEBERAPA SUNGAI PADA
SUAKA MARGASATWA NANTU
PROVINSI GORONTALO

NOVI TRI AYUNINGRUM

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Komunitas Amfibi di
beberapa Sungai pada Suaka Margasatwa Nantu Provinsi Gorontalo adalah benar
karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam
bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal
atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain
telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir
skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, April 2015
Novi Tri Ayuningrum
NIM E34100038

ABSTRAK
NOVI TRI AYUNINGRUM. Komunitas Amfibi di Beberapa Sungai pada Suaka
Margasatwa Nantu Provinsi Gorontalo. Dibimbing oleh MIRZA DIKARI
KUSRINI dan AGUS PRIYONO KARTONO.
Amfibi merupakan salah satu satwa yang hidup tidak jauh dari sumber air.
Keberadaan amfibi sangat dipengaruhi oleh kondisi dan tipe habitat dimana
beberapa jenis dapat ditemukan di hutan rendah gangguan atau di hutan terganggu.
Penelitian ini dilakukan di beberapa sungai pada Suaka Margasatwa Nantu untuk
mengidentifikasi komposisi jenis amfibi, pemilihan mikrohabitat oleh amfibi, dan
pola penyebaran amfibi. Pengukuran mikrohabitat dilakukan untuk mendapatkan
data mengenai kecepatan arus, kedalaman sungai, tutupan kanopi, lebar sungai, dan
jenis substrat. Hasil penelitian menemukan 490 ekor katak dari 15 jenis amfibi
tergolong dalam empat famili. Limnonectes cf modestus merupakan jenis yang
selalu ditemukan di semua sungai dengan kelimpahan tertinggi (519 individu/ha) di

hutan sekunder. Habitat sungai di hutan primer dan hutan sekunder memiliki
kesamaan komunitas amfibi paling tinggi (86.6%), sedangkan komunitas amfibi
pada sungai di kebun tebu paling berbeda dengan sungai lainnya. Analisis
menunjukkan bahwa jenis amfibi cenderung memilih kondisi mikro habitat tertentu,
seperti Fejervarya limnocharis sangat erat hubungannya dengan kondisi sungai
yang sangat lebar dengan tutupan kanopi terbuka. Amfibi di sungai umumnya
menyebar secara mengelompok.
Kata kunci: komposisi jenis amfibi, mikrohabitat, pola penyebaran

ABSTRACT
NOVI TRI AYUNINGRUM. Stream Amphibian Community at Nantu Wildlife
Sanctuary. Supervised by MIRZA DIKARI KUSRINI and AGUS PRIYONO
KARTONO.
Amphibians can not be separated from water resource. They depend on the
condition and type of habitat, species might live in forest with minimum disturbance
but others might persist in disturbed forest. Research in streams of Nantu Wildlife
Santuary aimeds to identify amphibian composition, assessed the relationship
between microhabitat and amphibian species, and amphibian dispersal.
Microhabitat data was obtained by measuring water velocity, stream depth canopy
cover, stream width, and substrat materials. We found 490 individuals frogs from

15 species of four families. Limnonectes cf modestus were found in all streams with
highest abundance of 519 individuals/ha at secondary forest. The highest similarity
(86.6%) occurred between primary forest and secondary forest, whereas stream at
sugar cane plantation differed from others. Analysis showed Thar species tend to
prefer selected microhabitat, for instance, Fejervarya limnocharis tends to select
wide stream with open canopy cover. Amphibians in the stream usually distribute
in clustered mode.
Keywords: amphibian species composition, microhabitat, dispersion pettern

KOMUNITAS AMFIBI DI BEBERAPA SUNGAI PADA
SUAKA MARGASATWA NANTU
PROVINSI GORONTALO

NOVI TRI AYUNINGRUM

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata


DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

Judul Skripsi
Nama
NIM

: Komunitas Amfibi di beberapa Sungai pada Suaka Margasatwa
Nantu Provinsi Gorontalo
: Novi Tri Ayuningrum
: E34100038

Disetujui oleh

Dr Ir Mirza Dikari Kusrini, MSi
Pembimbing I


Dr Ir Agus Priyono Kartono, MSi
Pembimbing II

Diketahui oleh

Prof Dr Ir Sambas Basuni, MS
Ketua Departemen

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan pada bulan Mei sampai Juni 2014 ini
adalah Komunitas Amfibi di beberapa Sungai pada Suaka Margasatwa Nantu
Provinsi Gorontalo.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Dr Ir Mirza Dikari Kusrini, MSi dan
Dr Ir Agus Priyono Kartono, MSi selaku pembimbing, yang telah banyak
memberikan dorongan semangat, saran, nasihat dan bimbingan selama penelitian

dan penulisan karya ilmiah ini. Ungkapan terima kasih penulis sampaikan kepada
BOPTN DIKTI atas bantuan dan dana kepada penulis untuk melaksanakan
penelitian. Museum Zoologicum Bogoriense (MZB) LIPI yang telah membantu
dalam identifikasi spesies. Terima kasih kepada pihak BKSDA Manado, Bapak
Muchtar Maksus selaku Kepala Seksi Suaka Margasatwa Nantu yang telah
memberikan akses kepada penulis untuk melaksanakan penelitian di Suaka
Margasatwa Nantu. Ungkapan terima kasih penulis sampaikan kepada Fata
Habiburrahman Faz, Hendrik Abdul, Bapak Ridon Saleh yang telah membantu
penulis dalam pengumpulan data. Terima kasih kepada Ibu Elan Dado sekeluarga
yang telah memberikan fasilitas kepada penulis selama penelitian. Terima kasih
penulis sampaikan kepada ayah (Sunyoto), ibu (Sumiati), kakak tersayang (Andik
Eko Saputra, Bayu Dwi Romadhon, Suliyani) serta seluruh keluarga atas segala
doa, dukungan, dan kasih sayang kepada penulis. Tak lupa penulis sampaikan
terima kasih kepada Amalia Choirunnisa, SHut, Eko Hartanto, SHut, Nuning
Hamidah S, SHut, Mulyadi, SHut, teman-teman Nepenthes rafflesiana KSHE 47,
teman-teman dan senior di Laboratorium Katak, staf pengajar DKSHE, serta pihakpihak lain yang telah membantu dan memberikan dukungan dan masukan kepada
penulis sehingga karya ilmiah ini dapat terselesaikan. Semoga karya ilmiah ini
bermanfaat.

Bogor, April 2015

Novi Tri Ayuningrum

DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR

vii

DAFTAR ISI

vii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1

Tujuan Penelitian


1

METODE

2

Waktu dan Lokasi

2

Pengumpulan Data

2

Analisis Data

4

HASIL DAN PEMBAHASAN


5

Komposisi jenis amfibi

5

Pemilihan mikrohabitat oleh amfibi

9

Pola penyebaran jenis amfibi
SIMPULAN DAN SARAN

11
12

Simpulan

12


Saran

12

DAFTAR PUSTAKA

12

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4

Lokasi penelitian
Perbandingan jumlah individu setiap famili di semua sungai
Kesamaan komunitas amfibi di setiap sungai
Pemilihan mikrohabitat oleh amfibi


2
7
8
10

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Habitat merupakan suatu kesatuan dari faktor fisik dan biotik yang digunakan
untuk memenuhi semua kebutuhan hidup satwa (Alikodra 2002). Habitat digunakan
oleh satwa untuk tempat berkembangbiak, tempat mencari pakan, dan melakukan
aktivitas harian lainnya (Inger et al. 1986). Struktur komunitas dan penyebaran
spesies sangat tergantung pada faktor fisik, kimia, dan biologi lingkungan.
Keberadaan suatu spesies dapat mempengaruhi keberadaan spesies lainnya dalam
habitat tersebut.
Keberadaan amfibi sangat dipengaruhi oleh kondisi dan tipe habitatnya.
Beberapa jenis amfibi hanya ditemukan di hutan primer dan beberapa jenis lainnya
ditemukan di hutan sekunder serta hutan yang telah terdegradasi. Setiap habitat
mempunyai karakteristik yang berbeda, baik secara mikro maupun makro.
Perbedaan tersebut dapat mempengaruhi keberadaan jenis amfibi. Menurut
Iskandar (1998), beberapa jenis amfibi tidak dapat jauh dari sumber air. Terdapat,
beberapa jenis yang hanya dijumpai di perairan arus cepat hingga perairan tenang
seperti genangan air. Keberadaan amfibi di suatu habitat dapat tergambarkan dari
struktur komunitas amfibi yang ada di habitat tersebut. Penggunaan suatu habitat
oleh amfibi sangat dipengaruhi oleh struktur komunitasnya.
Beberapa penelitian mengenai amfibi pernah dilakukan di Sulawesi antara
lain di Sulawesi Tenggara yang menemukan 13 jenis amfibi dari empat famili
(Gillespie et al. 2005). Penelitian lain di Taman Nasional Lore Lindu Sulawesi
Tengah menemukan 25 jenis amfibi dari lima famili (Wanger et al. 2011). Daftar
jenis amfibi di Sulawesi dapat ditemukan dari tulisan Iskandar dan Tjan (1996) yang
menyatakan bahwa di Sulawesi terdapat 40 jenis amfibi dari empat famili. Salah
satu lokasi yang memiliki habitat unik dan menarik di Sulawesi adalah Suaka
Margasatwa (SM) Nantu. NFCF (2009), kawasan ini merupakan salah satu habitat
babi rusa (Babyrousa babyrussa) di Sulawesi. Penelitian mengenai amfibi di SM
Nantu telah dilakukan pada tahun 2014 oleh Khairunnisa (2014) yang menemukan
sebanyak 18 jenis amfibi dari empat famili, yakni Bufonidae, Dicroglossidae,
Ranidae, dan Rhacophoridae. Penelitian tersebut hanya melakukan eksplorasi
terhadap jenis-jenis amfibi yang ada tetapi tidak memperhatikan ekologi komunitas
dalam kaitannya dengan kondisi mikrohabitat. Berdasarkan hasil penelitian ini
maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut untuk menelaah komunitas amfibi di
habitat sungai.
Tujuan Penelitian
Penelitian tentang komunitas amfibi di beberapa sungai pada SM Nantu
Provinsi Gorontalo ini dilakukan dengan tujuan untuk mengidentifikasi:
1. Komposisi jenis amfibi di beberapa sungai.
2. Pemilihan mikrohabitat oleh jenis-jenis amfibi dominan di sungai.
3. Pola penyebaran amfibi di beberapa sungai.

2

METODE
Waktu dan Lokasi
Penelitian dilakukan pada bulan Mei sampai Juni 2014. Lokasi penelitian
berada di kawasan timur SM Nantu, Provinsi Gorontalo. Pengambilan data
dilakukan di luar kawasan SM Nantu di daerah perbatasan antara Desa Bontula
dengan Kawasan SM Nantu, serta areal di dalam kawasan SM Nantu. Luas kawasan
SM Nantu adalah 31215 ha, yang terdiri atas beberapa tipe ekosistem. Tipe
ekosistem tersebut adalah ekosistem hutan primer, hutan sekunder, dan areal
perkebunan. Pengamatan dilakukan di lima sungai yaitu sungai pada hutan primer,
sungai pada hutan sekunder, sungai daerah ekoton yang merupakan peralihan dari
kebun dan hutan, sungai pada kebun jagung, dan sungai pada kebun tebu. Pemilihan
lokasi pengamatan ini sama dengan lokasi pengamatan Khairunnisa (2014),
walaupun hanya difokuskan pada daerah sungai.

Gambar 1 Lokasi penelitian di sungai pada daerah sekitar dan dalam Suaka
Margasatwa Nantu
Pengumpulan Data
Jenis dan Jumlah Individu Amfibi
Pengumpulan data amfibi dilakukan dengan metode Visual Encounter Survey
(VES) yang dikombinasikan dengan line transect sepanjang 100 m (Heyer et al.
1994). Waktu pengamatan amfibi sesuai waktu aktif amfibi yaitu malam hari pukul
19:00-21:00 WITA. Penentuan jalur pengamatan dan pemasangan tanda di
sepanjang jalur pengamatan dilakukan sehari sebelumnya. Setiap lokasi
pengamatan dicatat dan di tandai dengan Global Positioning System (GPS).

3
Pada setiap sungai yang diamati, dibuat tiga transek pengamatan sepanjang
100 m dengan jarak transek 100 m. Pencarian amfibi dilakukan secara sistematis
dengan menyusuri sungai jalur pada jalur pengamatan, difokuskan di kanan dan kiri
sungai dengan jumlah pengamat empat orang. Pengamatan setiap transek dilakukan
selama tiga hari.
Amfibi yang ditemukan dicatat posisi geografisnya dengan menggunakan
GPS. Pengamatan dibantu dengan senter sebagai sumber cahaya. Amfibi yang
ditangkap dicatat informasinya dan dimasukkan dalam kantung plastik sebagai
voucher spesimen. Data yang dicatat adalah jenis amfibi yang ditemukan, jumlah
amfibi yang ditemukan, waktu perjumpaan amfibi, lokasi penemuan amfibi, dan
aktivitas amfibi saat pertama kali ditemukan. Identifikasi jenis amfibi dilakukan
dengan menggunakan bantuan buku identifikasi atau literatur mengenai amfibi di
kawasan Wallaceae dan Sulawesi dengan Guide to the frog and reptiles of Sulawesi
Tenggara off shore islands (Gillespie 2009). Dokumentasi amfibi dilakukan dengan
kamera digital setelah selesai identifikasi. Beberapa individu amfibi yang
ditemukan diawetkan menggunakan alkohol 70% untuk identifikasi lebih lanjut di
Laboratorium Herpetologi Badan Penelitian dan Pengembangan (Balitbang)
Zoologi, Pusat penelitian dan pembangunan (Puslitbang) Biologi- LIPI Cibinong.
Analisis genetik untuk membedakan jenis dari beberapa individu genus
Limnonectes dilakukan oleh Kusrini et al. (2015) berdasarkan spesimen yang
diperoleh dari penelitian ini. Data tersebut selanjutnya digunakan sebagai dasar
dalam identifikasi jenis. Pengambilan spesimen tidak dilakukan untuk semua
spesies. Hal ini menyebabkan semua spesies Limnonectes yang ditemukan di sungai,
tidak dapat diidentifikasi dengan baik sebagai jenis tertentu. Oleh karena itu
individu yang tidak dapat diidentifikasi secara meyakinkan tersebut selanjutnya
dikelompokkan sebagai Limnonectes cf modestus (cf = common form).
Karakterstik Mikrohabitat
Data karakteristik mikrohabitat digunakan untuk menduga tipe-tipe habitat
yang dimanfaatkan oleh amfibi di semua sungai. Data mikrohabitat yang dicatat
meliputi kecepatan arus, kedalaman sungai, lebar sungai, tutupan kanopi, dan jenis
substrat. Mikrohabitat yang diukur saling memiliki hubungan, yaitu kecepatan arus
dipengaruhi oleh kedalaman sungai, lebar sungai, dan kekasaran dasar sungai
(Odum 1993). Pengambilan data kecepatan arus, kedalaman sungai, lebar sungai,
dan tutupan kanopi diukur pada titik 0 m, 50 m, dan 100 m pada setiap jalur
pengamatan di kanan, tengah dan kiri sungai. Data jenis substrat sungai diambil
pada titik dimana katak ditemukan. Klasifikasi peubah mikrohabitat yang diukur
adalah sebagai berikut :
a.
Kecepatan arus sungai
Kecepatan arus sungai diukur menggunakan tutup botol yang dihanyutkan.
Kecepatan arus sungai dikategorikan sebagai berikut: sangat cepat (>1.00
m/detik), cepat (0.51-1.00 m/detik), sedang (0.25-0.50 m/detik), lambat (0.10.24 m/detik) dan sangat lambat (25 cm),
dalam (19-24 cm), agak dangkal (13-18 cm), dangkal (7-12 cm), dan sangat
dangkal (0-6 cm).

4
c.

d.

e.

Lebar sungai
Lebar sungai diukur dengan membentangkan meteran (30 m) dari tepi di sisi
yang satu secara tegak lurus terhadap aliran air ke sisi yang lain di
seberangnya. Lebar sungai diklasifikasikan sebagai berikut: sangat lebar (>20
m), lebar (16-20 m), agak sempit (11-15 m), sempit (6-10 m), dan sangat
sempit (0-5 m).
Tutupan kanopi
Tutupan kanopi diukur menggunakan densiometer. Tutupan kanopi
diklasifikasikan sebagai berikut: sangat rapat (81-100 %), rapat (61-80 %),
agak terbuka (41-60 %), terbuka (21-40 %), dan sangat terbuka (0-20 %).
Substrat sungai
Substrat sungai digunakan amfibi sebagai pijakan untuk beraktivitas, substrat
sungai dikategorikan sebagai berikut: batu besar (>250 mm), batu kecil (50250 mm), batu kerikil (15-50 mm), kerikil (2-15 mm), pasir (0.06-2 mm),
lumpur dan tanah liat ( 1 maka menunjukkan pola
sebaran mengelompok. Selanjutnya untuk menguji indeks dispersi dengan ukuran
N < 30 digunakan uji chi-square dengan persamaan sebagai berikut:
χ2 = ID (N-1)
Keterangan:
χ2
ID
N

: Nilai chi-square
: Indeks dispersi
: Jumlah transek

Jika komunitas komunitas menyebar seragam χ2 < χ20.975 ; jika menyebar
mengelompok maka nilai χ2 > χ20.025 dan jika menyebar acak maka χ20.975 < χ2 <
χ20.975.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Komposisi Jenis Amfibi
Kekayaan jenis dan kelimpahan amfibi
Ditemukan 15 jenis amfibi dari empat famili dengan jumlah total individu
490 ekor. Beberapa jenis yang ditemukan merupakan endemik Sulawesi yaitu
Limnonectes heinrichi, Limnonectes cf modestus, Limnonectes larvaepartus,
Occidozyga celebensis, Hylarana celebensis, Hylarana mocquardii, Hylarana
macrops, Polypedates iskandari, Rhacophorus georgii, Rhacophorus monticola,
dan Ingerophrynus celebensis (Tabel 1).
Hasil penelitian ini lebih rendah dibandingkan Khairunnisa (2014) yang
menemukan 18 jenis amfibi dari empat famili. Perbedaan ini diperkirakan karena
Khairunnisa (2014) melakukan penelitian di habitat terestrial dan akuatik,
sedangkan penelitian ini difokuskan pada habitat akuatik. Terdapat tiga spesies
yang tidak ditemukan oleh Khairunnisa (2014), yaitu Occidozyga semipalmata, P.
iskandari, dan R. georgii. Selain itu terdapat enam spesies yang telah ditemukan
oleh Khairunnisa (2014) namun tidak ditemukan pada penelitian ini yaitu
Limnonectes cf grunniens, Limnonectes sp2, Limnonectes sp3, Limnonectes sp4,
Limnonectes sp5, dan Rhacophorus sp. Hal ini menunjukkan masih ada
kemungkinan ditemukannya jenis lain di SM Nantu. Perbedaan ini diduga karena
beberapa spesies Limnonectes yang ditemukan pada penelitian ini tidak tertangkap,
yang memungkinkan bahwa spesies tersebut termasuk dalam jenis-jenis

6
Limnonectes yang ditemukan oleh Khairunnisa (2014). Kelimpahan jenis amfibi
disajikan dalam Tabel 1.
Tabel 1 Kelimpahan jenis amfibi di setiap sungai
Nama jenis
Kelimpahan (individu/ha)
KT
KJ
DE
HS
HP
Fejervarya limnocharis
40
10
56
Fejervarya cancrivora
4
5
11
Limnonectes heinrichi*
24
50
33
30
Limnonectes cf modestus*
12
176
344
519
270
Limnonectes larvaepartus*
1
5
Occidozyga semipalmata
6
Occidozyga celebensis*
6
5
10
Hylarana celebensis*
6
Hylarana mocquardii*
67
61
233
240
Hylarana macrops*
14
6
86
10
Polypedates iskandari*
1
17
Rhacophorus georgii*
57
Rhacophorus monticola*
10
Duttaphrynus melanostictus
8
Ingerophrynus celebensis*
4
33
11
62
70
Keterangan :

KT = Sungai pada kebun tebu, KJ = Sungai pada kebun jagung, DE = Sungai
daerah ekoton, HS = Sungai pada hutan sekunder, HP = Sungai pada hutan primer,
(-) = Amfibi tidak ditemukan, (*) = Endemik Sulawesi

Jenis Limnonectes yang belum teridentifikasi sampai tingkat spesies termasuk
dalam jenis endemik Sulawesi. Pada penelitian ini paling tidak genus Limnonectes
di SM Nantu terdiri dari tiga jenis yaitu L. cf modestus, L. heinrichi, dan L.
larvaepartus. Iskandar dan Tjan (1996) menyatakan bahwa herpetofauna di
Sulawesi menarik karena tingkat endemisitas yang tinggi dan beberapa spesies
memiliki reproduksi yang unik. Amfibi pada umumnya mengeluarkan telur dan
berudunya berkembang di sungai atau genangan; namun Kusrini et la. (2015)
menemukan bahwa L. larvaepartus memiliki reproduksi unik dengan menyimpan
berudu di dalam perutnya. Jenis-jenis endemik Limnonectes umumnya memiliki
kesamaan morfologi yang tinggi sehingga harus dilakukan analisis genetik untuk
membedakan antar spesies (Iskandar et al. 2014, Kusrini et al. 2015).
Jenis yang memiliki kelimpahan tergolong rendah (1 individu/ha) adalah L.
larvaepartus dan P. iskandari (Tabel 1). Penilaian kelimpahan individu ini
kemungkinan besar bias karena L. larvaepartus yang dianalisis merupakan
spesimen yang telah dianalisis secara genetik (Kusrini et al. 2014). Terdapat
kemungkinan Limnonectes jenis lain yang dilaporkan pada penelitian ini termasuk
pada L. larvaepartus sehingga nilai kelimpahan jenis ini sebenarnya lebih besar dari
hasil penelitian. Rendahnya kelimpahan P. iskandari pada penelitian ini diduga
karena kondisi sungai pada kebun tebu merupakan habitat yang terganggu karena
dekat dengan pemukiman dan aktivitas manusia serta memiliki tutupan kanopi yang
tergolong agak terbuka (39.3%). P. iskandari merupakan jenis amfibi yang baru
diidentifikasi dan dipublikasikan nama ilmiahnya sehingga belum ada penelitian

7
mengenai habitat jenis tersebut. Penelitian yang telah ada, hanyalah mengenai
jumlah kromosom P. iskandari oleh Riyanto et al. (2011).
Jenis H. mocquardii ditemukan paling melimpah (240 individu/ha) di sungai
pada hutan primer. Hal ini diduga dipengaruhi oleh tutupan kanopi vegetasi di tepi
sungai yang sangat rapat (81.7%). Menurut Wanger et al. (2009), tutupan kanopi
termasuk dalam faktor yang mempengaruhi kekayaan dan kelimpahan jenis amfibi.
Penemuan ini sama dengan penemuan Khairunnisa (2014) yang menemukan di
habitat hutan rendah gangguan dan tanpa gangguan didominasi jenis H. mocquardii.
Penelitian Gillespie et al. (2005) di Buton menunjukkan bahwa amfibi yang
ditemukan di habitat yang telah terganggu biasanya adalah jenis-jenis yang umum
di hunian manusia, sedangkan di habitat yang masih utuh ditemukan jenis endemik
dan jenis yang khas menurut habitatnya. Selain itu diantara habitat hutan yang
mengalami sedikit gangguan dan yang mendapat gangguan sedang tidak ditemukan
perbedaan nyata pada jenis maupun endemisme. Hal ini dapat dibuktikan oleh
beberapa jenis endemik Sulawesi seperti R. monticola yang hanya ditemukan di
sungai pada hutan primer (10 individu/ha) dan R. georgii yang hanya ditemukan di
sungai pada hutan sekunder (57 individu/ha). Khairunnisa (2014) juga menemukan
R. monticola di hutan tanpa gangguan. Jenis yang dapat ditemukan di sekitar
pemukiman manusia adalah D. melanostictus (8 individu/ha) di sungai pada kebun
tebu. Jenis ini merupakan jenis yang biasa ditemukan di daerah terganggu dekat
dengan pemukiman manusia (Iskandar 1998). Perbandingan jumlah individu setiap
famili di semua sungai ditunjukkan pada Gambar 2.
117
85
67

46

100

41

36

80
17

60
40
20

7
1

0

7

13

2

12

3

0

15

13
7
1

0
Sungai
dalam
kebun
tebu

Sungai
dalam
kebun
jagung

Sungai
daerah
ekoton

Sungai
dalam
hutan
sekunder

Dicroglossidae
Ranidae
Bufonidae
Rhacophoridae

Famili

Jumlah individu

120

Sungai
dalam
hutan
primer

Lokasi sungai
Rhacophoridae

Bufonidae

Ranidae

Dicroglossidae

Gambar 2 Perbandingan jumlah individu setiap famili di semua sungai
Famili Dicroglossidae selalu mendominasi di semua sungai, L. cf modestus
dan F. limnocharis dapat ditemukan di semua sungai. L. cf modestus melimpah di
sungai pada hutan sekunder (519 individu/ha) dan F. limnocharis merupakan jenis
yang di sungai daerah ekoton (56 individu/ha) (Tabel 1). Melimpahnya jenis yang
diidentifikasi sebagai L. cf modestus bisa jadi bias karena tidak ada penelaahan
mendalam atas karakter morfologi dan kemungkinan terdiri dari beberapa spesies.
L. cf modestus termasuk pada jenis yang selalu ditemukan di semua sungai di

8
Sulawesi. Gillespie et al. (2004) di Sulawesi Tenggara menemukan 184 individu L.
cf modestus dan dianggap cukup melimpah meskipun tidak diketahui nilai
kelimpahan per hektar. Selain genus Limnonectes dan Fejervarya ditemukan jenis
dari genus Occidozyga yaitu O. Celebensis dan O. semipalmata yang ditemukan di
genangan air. Iskandar (1998) menyatakan marga Occidozyga sepenuhnya hidup di
akuatik atau di air.
Famili Ranidae terdiri dari tiga jenis yaitu H. mocquardii, H. macrops, dan H.
celebensis. Famili ini lebih banyak ditemukan dibanding famili Bufonidae dan
Rhacophoridae, karena famili Ranidae termasuk kelompok katak yang hidup di
habitat akuatik atau sekitar air mulai dari aliran tenang sampai aliran cepat (Iskandar
1998). Famili Bufonidae terdiri dari dua jenis yaitu I. celebensis dan D.
melanostictus. Jenis yang dapat ditemukan di semua sungai adalah I. celebensis.
Gillespie et al. (2004) menemukan telur I. celebensis di sungai, diduga jenis ini
menggunakan sungai untuk berbiak. D. melanostictus hanya ditemukan di sungai
pada kebun tebu karena habitat jenis ini di daerah terganggu (Iskandar 1998).
Kesamaan komunitas amfibi
Amfibi di sungai pada hutan primer dan hutan sekunder membentuk satu
komunitas dan memiliki kesamaan komunitas amfibi paling tinggi (86.6%).
Dendrogram kesamaan komunitas amfibi disajikan pada Gambar 3. Tingginya
kesamaan tersebut karena karakteristik kedua sungai hampir sama yaitu memiliki
tingkat gangguan rendah, jauh dari pemukiman dan aktivitas manusia, di tepi kanan
dan kiri sungai terdapat pepohonan, tumbuhan bawah, serta serasah yang hampir
menutupi tanah di tepi sungai, dengan tutupan kanopi tergolong sangat rapat (81%).
Hal ini menyebabkan hampir semua jenis amfibi yang ditemukan di sungai pada
hutan primer dapat ditemukan di sungai pada hutan sekunder, kecuali jenis R.
monticola yang hanya ditemukan di sungai pada hutan primer. Hasil ini sama
dengan Wanger et al. (2009) yang menemukan komposisi jenis amfibi di hutan
sekunder sama dengan komposisi amfibi di hutan primer.

Kesamaan

29,96

53,31

76,65

100,00
KT

KJ

DE

HS

HP

Nama sungai

Gambar 3 Kesamaan komunitas amfibi di setiap sungai
Keterangan: KT = Sungai pada kebun tebu, KJ = Sungai pada kebun jagung, DE = Sungai daerah
ekoton, HS = Sungai pada hutan sekunder, HP = Sungai pada hutan primer

9
Komunitas amfibi yang menempati sungai pada kebun jagung dan sungai
daerah ekoton mengelompok dan membentuk komunitas dengan nilai kesamaan
komunitas amfibi sebesar 67.1%. Kesamaan komunitas ini terbentuk karena
karakteristik sungai pada kebun jagung yang hampir sama dengan sungai pada
daerah ekoton yaitu lokasi kedua sungai berdekat dengan ladang dan kebun tetapi
jauh dari pemukiman, memiliki bentuk habitat dan penyusun vegetasi yang hampir
sama. Meskipun berada di kebun jagung namun di tepi kanan dan kiri sungai
terdapat pepohonan dan tumbuhan bawah yang rapat dengan serasah yang hampir
menutupi tanah. Selain itu lokasi sungai pada daerah ekoton lebih dekat dengan
sungai pada kebun jagung menyebabkan komposisi jenis amfibi di kedua lokasi
hampir sama. Hasil tersebut sama dengan Khairunnisa (2014) yang menemukan
habitat yang jauh dari pemukiman tetapi dekat dengan kebun dan ladang memiliki
kesamaan sebesar 78.39%. Hal ini karena kedua lokasi memiliki bentuk habitat dan
penyusun vegetasi yang sama.
Komunitas amfibi yang menempati sungai pada kebun jagung dan daerah
ekoton mengelompok dan membentuk komunitas dengan amfibi yang menempati
sungai pada kebun tebu sebesar 54.3%. Hal ini dikarenakan kondisi sungai pada
kebun tebu hampir sama dengan sungai pada kebun jagung yaitu berada di daerah
perkebunan, terdapat batuan besar dan kecil di tepi kanan dan kiri sungai. Oleh
karena itu komposisi jenis amfibi di kedua sungai memiliki kemiripan. Komunitas
amfibi tersebut kemudian mengelompok dengan komunitas amfibi di sungai pada
hutan primer dan sungai pada hutan sekunder dengan nilai kesamaan sebesar 29.9%.
Hal ini dikarenakan kondisi sungai pada kebun tebu memiliki tutupan kanopi agak
terbuka (39.3%), di tepi kanan dan kiri sungai hampir tidak ada vegetasi hanya
terdapat batuan. Selain itu sungai memiliki gangguan yang tinggi karena berdekatan
dengan pemukiman dan aktivitas manusia. Hal ini menyebabkan komunitas amfibi
di sungai pada kebun tebu berbeda dengan komunitas amfibi di daerah berhutan
yang jauh dari pemukiman dan aktivitas manusia. Hasil penelitian ini sesuai dengan
pernyataan Wanger et al. (2009) bahwa komposisi jenis amfibi di daerah terganggu
berbeda dengan komposisi di hutan yang masih alami.
Pemilihan Mikrohabitat oleh Jenis-jenis Amfibi
Jenis R. monticola, H. celebensis, dan O. semipalmata tidak dimasukkan
dalam analisis pemilihan mikrohabitat karena jumlah individu yang ditemukan
masing-masing hanya satu individu. L. larvaepartus, F. cancrivora, dan D.
melanostictus merupakan amfibi yang cenderung memilih sungai dengan arus
lambat, substrat tanah liat dan lumpur. Iskandar (1998) menyatakan bahwa habitat
F. cancrivora berada di daerah terganggu yaitu sawah. Mikrohabitat yang dipilih F.
cancrivora hampir sama dengan kondisi sawah yang memiliki substrat berupa
lumpur dengan aliran air yang lambat bahkan cenderung tidak mengalir. Jenis D.
melanostictus termasuk dalam famili Bufonidae yang hidupnya cenderung terestrial,
namun beberapa tahapan hidupnya setengah akuatik (Iskandar 1998), sehingga
cenderung memilih sungai dengan kecepatan arus lambat dan substrat tanah. Jenis
L. larvaepartu merupakan jenis yang baru teridentifikasi, sehingga dapat dipastikan
kondisi mikrohabitat yang disukainya. Kecenderungan pemilihan mikrohabitat oleh
amfibi disajikan pada Gambar 4.

1.0

10
O.sem
H.cel

P.isk
SPT

DKL
RAN
RPT

R.geo
BTG
CPT

H.mac
L.hein

D.mel
TLL

ADKL

H.moc
SRPT

L.mod

I.cel SDLM

ATBK

SDG

R.mon

BKE DLM

SDKL

F.can
LMBT
L.larv

TBK
SLBR

F.lim

O.cel

SSPT

-0.6

0.8

Gambar 4 Pemilihan mikrohabitat amfibi
Spesies

Habitat

: Rgeo = Rhacophorus georgii, Rmon = Rhacophorus monticola, Pisk = Polypedates
iskandari, Hmoc =Hylarana mozquardii, Hmac = Hylarana macrops, Hcel=
Hylarana celebensis, Flim = Fejervarya limnocharis, Fcan = Fejervarya cancrivora,
Llarv = Limnonectes spV, Lhein = Limnonectes heinrichi, Lmod = Limnonectes cf
modestus, Ocel = Occidozyga celebensis, Osem = Occidozyga semipalmata, Icel =
Ingerophrynus celebensis, Dmel = Duttaphrynus melanostictus.
: RAN = Ranting, BKE = Batu kecil, BTG = Batang pohon, TLL =Tanah liat dan
lumpur, SCPT = sangat cepat, CPT = cepat, SDG = sedang, LMBT = lambat,
SLMBT = sangat lambat, SDLM = sangat dalam, DLM = dalam, ADLK = agak
dangkal, DKL = dangkal, SDKL = sangat dangkal, SRPT = sangat rapat, RPT =
rapat, ATBK = agak terbuka, TBK = terbuka, STBK = sangat terbuka, SLBR =
sangat lebar, LBR = lebar, ASPT = agak sempit, SPT = sempit, SSPT = sangat
sempit.

F. limnocharis cenderung memilih habitat yang memiliki tutupan kanopi
terbuka pada sungai yang sangat lebar. Menurut Iskandar (1998), F. limnocharis
termasuk jenis katak yang menyukai daerah sawah dan padang rumput. Kondisi
mikrohabitat yang dipilih F. limnocharis hampir sama dengan kondisi sawah dan
padang rumput yaitu memiliki tutupan kanopi tergolong terbuka. O. celebensis
cenderung memilih sungai dengan arus sedang pada sungai yang sangat sempit.
Pemilihan mikrohabitat diduga dipengaruhi oleh perilaku O. celebensis yang
termasuk dalam marga Occidozyga, dimana hidupnya selalu berada di dalam air.
Menurut Iskandar (1998), marga Occidozyga terdiri atas jenis-jenis yang berukuran
kecil sehingga memerlukan kecepatan arus yang tergolong sedang agar tidak
terbawa oleh aliran air.
R. georgii cenderung memilih substrat batang pohon dan ranting. Hal ini
berhubungan dengan peletakan busa telur R. georgii, dimana saat pengamatan
ditemukan busa telur R. georgii menggantung di batang pohon yang dibawahnya

11
terdapat aliran air. Penemuan tersebut sama dengan hasil penelitian Gillespie et al.
(2007) yang menemukan busa telur R. georgii melekat secara vertikal pada
permukaan batang pohon dengan jarak 1-3 m di atas permukaan air. L. heinrichi, L.
cf modestus, H. mocquardii, H. macrops dan I. celebensis menunjukkan posisi
jenis-jenis tersebut mendekati titik pusat, menandakan jenis tersebut semakin tidak
selektif. Hasil analisis tersebut sesuai dengan Gillespie et al. (2004) yang
menemukan beberapa individu I. celebensis di berbagai jenis substrat seperti
tumbuhan, batang pohon, log kayu, bebatuan, dan tanah atau pasir di pinggir sungai.
Menurut Iskandar dan Mumpuni (2004) di dalam IUCN Red List L. heinrichi hidup
di aliran berarus sedang sampai cepat di sungai dalam hutan.
Pola Penyebaran Jenis Amfibi Di Sungai
Pola penyebaran amfibi di lokasi penelitian umumnya bersifat mengelompok.
Hal ini terjadi karena adanya keseragaman habitat sehingga satwa cenderung
mengelompok di tempat yang terdapat banyak pakan (Tarumingkeng 1994). Pakan
amfibi adalah serangga, cacing, dan larva serangga yang berukuran kecil, semua
amfibi termasuk dalam kelompok karnivora (Iskandar 1998). Keragaman serangga
di hutan dipengaruhi oleh kerapatan pohon, tumbuhan bawah, dan tutupan kanopi.
Umumnya keragaman serangga di hutan primer lebih tinggi karena hutan primer
memiliki kerapatan tajuk dan vegetasi yang tinggi (Haneda 2004). Hal ini sesuai
dengan kondisi sungai di SM Nantu yang memiliki tutupan kanopi rata-rata
tergolong rapat (72.2%) dengan tepi kanan dan kiri sungai terdapat vegetasi serta
serasah yang hampir menutupi tanah dan batuan di tepi sungai. Kondisi ini
membuat amfibi cenderung mengelompok di daerah bervegetasi yang terdapat
serangga sebagai pakan.
Penyebaran acak ditemukan pada jenis F. limnocharis di sungai pada kebun
jagung. Hal ini sesuai dengan pendapat Odum (1971) yang menyatakan bahwa
penyebaran acak paling jarang ditemukan. Penyebaran seragam ditemukan pada
beberapa jenis yaitu F. limnocharis di sungai pada kebun tebu, L. heinrichi di sungai
pada kebun jagung, dan L. cf modestus di sungai pada hutan primer. Terdapat
keseragaman dalam lingkungan hidup spesies tersebut (Tarumingkeng 1994).
Selain itu Tarumingkeng (1994) menyatakan bahwa keseragaman terjadi karena
adanya pengaruh negatif dari persaingan pakan atau sumberdaya lainnya.
Keseragaman lingkungan hidup terlihat dari kondisi sungai pada kebun jagung di
tepi kanan dan kiri sungai terdapat pepohonan, tumbuhan bawah, serasah, dan
tutupan kanopi yang rapat (79.7%). Hal ini menyebabkan F. limnocharis memencar
secara acak untuk mencari daerah yang terbuka, sesuai dengan habitat F.
limnocharis hidup di daerah terbuka (Iskandar 1998).
Sungai di kebun tebu memiliki tutupan kanopi agak terbuka (39.3%) kondisi
tersebut sesuai dengan habitat F. limnocharis. Kesamaan kebutuhan ruang yang
terbuka ini menyebabkan persaingan antar individu F. limnocharis sehingga
tersebar seragam (Odum 1993). L. heinrichi menyebar seragam di sungai pada
kebun jagung diduga karena kondisi vegetasi di sungai ini tidak serapat di sungai
yang berada di hutan. Hal ini dapat berpengaruh pada keberadaan serangga sebagai
pakan amfibi yang menyukai daerah yang memiliki kerapatan pohon tinggi
(Haneda 2004), diduga serangga di sungai pada kebun jagung menyebar merata

12
sesuai kondisi vegetasi sehingga L. heinrichi menyebar seragam untuk
mendapatkan pakan.
L. cf modestus menyebar seragam di sungai pada hutan primer diduga karena
kondisi sungai pada hutan primer didominasi oleh substrat pasir, menyebabkan L.
cf modestus bersaing untuk mendapatkan daerah yang lebih tinggi dari permukaan
air. Hal ini didukung dengan Gillespie et al. (2004) menemukan L. cf modestus di
substrat batu yang berjarak 15 cm dari permukaan tanah tidak berada di dalam air.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
1.

2.
3.

Ditemukan 15 jenis dari empat famili dengan total individu 490 ekor. L. cf
modestus jenis yang paling melimpah (519 individu/ha) di sungai pada hutan
sekunder. Komunitas amfibi di sungai pada hutan primer dengan sungai pada
hutan sekunder memiliki kesamaan komunitas amfibi paling tinggi (86.6%),
sedangkan komunitas amfibi di sungai pada kebun tebu dengan komunitas
amfibi yang menempati sungai pada hutan primer dan sungai pada hutan
sekunder memiliki kesamaan komunitas amfibi paling rendah (29.9%).
Amfibi memerlukan habitat yang spesifik, keberadaan mikrohabitat tertentu
bisa menjadi indikator untuk menemukan jenis tertentu.
Pola penyebaran amfibi di sungai didominasi oleh penyebaran mengelompok.
Saran

Selama pengamatan ditemukan kebun-kebun yang berada di dalam kawasan
Suaka Margasatwa yang berpotensi merusak habitat amfibi dan satwaliar lainnya.
Pihak pengelola SM Nantu harus melakukan penyuluhan dari pihak pengelola
kepada masyarakat agar membuka lahan di luar kawasan SM Nantu dan menindak
masyarakat yang telah merambah kawasan lindung. Dari penelitian terlihat bahwa
sempadan sungai yang rimbun memiliki jumlah jenis dan kelimpahan amfibi yang
lebih tinggi dari pada sempadan sungai yang terbuka. Oleh karena itu perlindungan
daerah riparian sangat penting bukan saja untuk melindungi tanah namun juga
sebagai habitat amfibi.

DAFTAR PUSTAKA
Alikodra HS. 2002. Pengelolaan Satwaliar Jilid I. Bogor (ID): Yayasan Penerbit
Fakultas Kehutanan IPB.
Brower JE, Zar JH. 1989. Field and Laboratory Methods For General Ecology.
Washington DC (US): Brown Company Publishers.

13
Dayton GH. 2005. Community assembly of xeric-adapted anurans at multiple
spatial scales [thesis]. Texas (US): Department of Wildlife and Fisheries
Sciences. Texas A&M University.
Gillespie GR, Lockie D, Scroggie MP, Iskandar DT. 2004. Habitat use by streambreeding frogs in South-east Sulawesi, with some premilinary observations
on community organization. Journal of Tropical Ecology. 20:439-448.
Gillespie GR, Howard S, Lockie D, Scroggie MP, Boadi L. 2005. Herpetofaunal
richness and community structure of off-shore Island of Sulawesi, Indonesia.
Biotropica. 37: 279-290.
Gillespie GR, Anstis M, Howard SD, Lockie D. 2007. Description of the tadpole of
the Rhacophorid frog Rhacophorus georgii Rroux (Rhacophoridae) from
Sulawesi, Indonesia. Jurnal of Herpetology. 41 (1): 150-153.
Gillespie GR. 2009. Guide to the frogs and reptiles of Sulawesi Tenggara offshore
islands. Victoria (AU): Wildlife conservations and science.
Haneda NF. 2004. Insect communities in the three different forest habitats of Sungai
Lalang forest reserve with emphasis on selected order of insect [tesis].
Selangor (MY): Universiti Putra Malaysia.
Heyer WR, Donnelly MA, McDiarmid RW, Hayek LC, Foster MS. 1994.
Measuring and Monitoring Biological Diversity: Standard Methods for
Amphibians. Washington DC (US): Smitsonian Institution Press.
Inger FR, Voris HK, Frogner KJ. 1986. Organization of a community of tadpoles
in rain forest streams in Borneo. Journal of Tropical Ecology. 2:193-205.
Iskandar DT. 1998. Amfibi Jawa dan Bali–Seri Panduan Lapangan. Bogor (ID):
Puslitbang LIPI.
Iskandar DT, Tjan KN. 1996. The amphibians and reptiles of Sulawesi, with notes
on the distribution and chromosomal number of frogs. In: Kitchener DJ.
Suyanto A (eds). Proceedings of the First International Conference on
Eastern Indonesian-Australian Vertebrate Fauna. Manado, Indonesia. pp.
39-46.
Iskandar DT, Evans BJ, McGuire JA. 2014. A novel reproductive mode in frog: A
new species of frog with internal fertilization and birth of tadpoles. PLoS
ONE. 9(12): e115884. DOI: 10.1371/journal.pone. 0115884.
[IUCN] International Union for Conservation of Nature and Natural Resources.
2014. The IUCN Red List of Threatened Species [Internet]. [diunduh 2014
Des 12]. Tersedia pada: http://www.iucnredlist.org/ details/58360/0.
Khairunnisa LR. 2014. Keanekaragaman jenis dan sebaran spasial amfibi di Suaka
Margasatwa Nantu Gorontalo [skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Kusrini MD, Rowley JJL, Khairunnisa LR, Shea GM, Altig R. 2015. The
reproductive biology and Larvae of the first tadpole-bearing frog,
Limnonectes larvaepartus. PLoS ONE. 10(1): e116154. DOI:
10.1371/journal.pone.0116154.
Ludwig JA, Reynolds JF. 1988. Statistical Ecology: A primer on methods and
computing. California (CA): John wiley and Sons.
[NFCF] Nantu Forest Conservations Found. 2009. Nantu Forest Conservations
Found Feasibility Report. Sanur (ID): PT. Starling Asia.
Ningsih WD. 2011. Struktur komunitas berudu anura di sungai Cibeureum Taman
Nasional Gunung Gede Pangrango, Jawa Barat [skripsi]. Bogor (ID): Institut
Pertanian Bogor.

14
Odum EP. 1993. Dasar-dasar Ekologi Edisi ketiga. Yogyakarta (ID): Gajah Mada
University Press.
Odum EP. 1971. Fundamentals of Ecology. Philadelphia (US): Saunders.
Riyanto A, Mumpuni, McGuire JA. 2011. Morphometry of striped tree frogs,
Polypedates leucomystax (Gravenhorst, 1829) from Indonesia with
description of a new species. Russian Journal of Herpetology. 18 (1): 29-35.
Tarumingkeng RC. 1994. Dinamika Populasi Kajian Ekologi Kuantitatif. Jakarta
(ID): Pustaka Sinar Harapan.
Wanger TC, Iskandar DT, Motzke I, Brook BW, Sodhi NS, Clough Y, Tscharntke
T. 2009. Effect of land-use change on community composition of tripical
amphibians and reptiles in Sulawesi. Indonesia. Conservation Biology. DOI:
10.1111/j.1523-1739.2009.01434.
Wanger TC, Motzke I, Saleh S, Iskandar DT. 2011. The amphibians and reptiles of
the Lore Lindu National Park area, Central Sulawesi, Indonesia. Salamandra.
47 (1): 17-29.

15

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Magetan pada tanggal 10 November 1991. Penulis
merupakan anak ketiga dari pasangan Sunyoto dan Sumiati. Penulis menempuh
pendidikan di SDN Sumbersawit II (1998-2004), SMPN 1 Plaosan (2004-2007),
SMAN 3 Magetan (2007-2010). Tahun 2010 penulis diterima di Institut Pertanian
Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Mahasiswa IPB (USMI) pada Mayor
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (DKSHE). Selama
masa perkuliahan penulis aktif mengikuti organisasi kemahasiswaan sebagai
anggota biro Pengembangan Sumberdaya Manusia Himpunan Mahasiswa
Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata (Himakova) pada kepengurusan
2011-2013 dan bergabung dalam Kelompok Pemerhati Herpetofauna (KPH)
Himakova (2012-sekarang).
Penulis mengikuti Praktek Pengenalan Ekosistem Hutan (PPEH) di Cagar
Alam (CA) Pangandaran dan Gunung Sawal (2012), Praktek Pengelolaan Hutan
(PPH) di Hutan Pendidikan Gunung Walat (HPGW) (2013), Praktek Kerja Lapang
Profesi (PKLP) di Taman Nasional (TN) Meru Betiri (2014). Penulis juga
mengikuti kegiatan Eksplorasi Flora dan Fauna Indonesia (RAFFLESIA) di CA
Tangkuban Perahu, CA Sukawayana dan Taman Wisata Alam (TWA) Sukawayana
(2012), RAFFLESIA di CA Bojonglarang Jayanti (2013), Studi Konservasi
Lingkunga (SURILI) di TN Manusela (2013).
Untuk memperoleh gelar Sarjana Kehutanan IPB, penulis melaksanakan
penelitian di Suaka Margasatwa (SM) Nantu, Gorontalo dengan judul Komunitas
Amfibi di Beberapa Sungai pada Suaka Margasatwa Nantu Provinsi Gorontalo di
bawah bimbingan Dr Ir Mirza Dikari Kusrini, MSi dan Dr Ir Agus Priyono Kartono,
MSi.