Triterpenoid Biji Alpukat (Persea Americana) Dan Aktivitas Sitotoksiknya Terhadap Sel Kanker Payudara Mcf-7 Dan Hati Hepg2

TRITERPENOID BIJI ALPUKAT (Persea americana) DAN
AKTIVITAS SITOTOKSIKNYA TERHADAP SEL KANKER
PAYUDARA MCF-7 DAN HATI HepG2

ANDI NUR FITRIANI ABUBAKAR

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul “Triterpenoid Biji
Alpukat (Persea americana) dan Aktivitas Sitotoksiknya Terhadap Sel Kanker
Payudara MCF-7 dan Hati HepG2” adalah benar karya saya dari arahan komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun di perguruan tinggi mana
pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.

Bogor, September 2016

Andi Nur Fitriani Abubakar
NIM G451140111

RINGKASAN
ANDI NUR FITRIANI ABUBAKAR. Triterpenoid Biji Alpukat (Persea
americana) dan Aktivitas Sitotoksiknya Terhadap Sel Kanker Payudara MCF-7
dan Hati HepG2. Dibimbing oleh SUMINAR SETIATI ACHMADI dan IRMA
HERAWATI SUPARTO.
Biji alpukat (Persea americana) dikenal sebagai salah satu tanaman obat
dan memiliki kandungan senyawa metabolit sekunder, yang memiliki aktivitas
antioksidan, sitotoksik, dan antibakteri. Akan tetapi, upaya untuk mengidentifikasi
senyawa aktif yang berpotensi sebagai antikanker dalam biji alpukat masih
kurang. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan mengidentifikasi senyawa
triterpenoid dari biji tersebut serta menentukan efektivitasnya dalam menghambat
proliferasi sel kanker MCF-7 dan HepG2.
Simplisia diekstraksi dengan metode maserasi menggunakan pelarut etanol

(14.45%). Selanjutnya ekstrak etanol dipartisi dengan n-heksana untuk
menghilangkan kandungan senyawa nonpolar. Pemisahan ekstrak etanol bebaslemak dengan kromatografi kolom gravitasi menggunakan eluen terbaik nheksana:etil asetat (3:7) dan sistem elusi isokratik menghasilkan 8 kelompok
fraksi (F1-F8). Fraksi 3 (F3) menunjukkan senyawa tunggal dan berwujud kristal
yang merupakan ciri khas triterpenoid. Rekristalisasi F3 dengan n-heksana
diperoleh 124 mg (4.13% dari ekstrak etanol) serbuk putih. Dari hasil identifikasi
dengan pelat kromatografi lapis tipis menggunakan pereaksi Lieberman Burchard
terbentuk bercak hijau di bawah sinar ultraviolet (365 nm) yang menunjukkan
positif terhadap triterpenoid. Identifikasi menggunakan spektrofotometri
ultraviolet, spektrofotometer inframerah transformasi fourier, dan kromatografi
cair spektroskopi massa menunjukkan bahwa isolat triterpenoid memiliki serapan
maksimum pada panjang gelombang 217 nm, memiliki gugus hidroksi, karbon
ikatan rangkap (C=C) yang tidak terkonjugasi, gugus C=O karboksilat, gugus
metilena (-CH2), gugus metil (-CH3) dan gem dimetil dengan bobot molekul 505
g/mol dan diduga triterpenoid sikloartana. Hasil uji 3-(4,5-dimetiltiazol-2-il)2,5difeniltetrazolium bromida menunjukkan bahwa isolat triterpenoid dapat
menghambat proliferasi sel kanker MCF-7 dan HepG2 dengan nilai IC50 berturutturut 62.43 g/mL dan 12.03 g/mL serta aman terhadap sel normal. Hasil penelitian
ini menunjukkan bahwa triterpenoid dari biji alpukat memiliki potensi untuk
dikembangkan lebih lanjut sebagai agen antikanker.
Kata kunci: HepG2, MCF-7, Persea americana, triterpenoid, sikloartana

SUMMARY

ANDI NUR FITRIANI ABUBAKAR. Triterpenoid of Avocado (Persea
americana) Seed and Its Cytotoxic Activity toward Breast MCF-7 and Liver
HepG2 Cancer Cells. Supervised by SUMINAR SETIATI ACHMADI and IRMA
HERAWATI SUPARTO.
Avocado (Persea americana) seed is recognized as one of medicinal plants.
It contains several secondary metabolites, which has antioxidant, cytotoxic, and
antibacterial activities. However, efforts to identify its potential active compounds
as anticancer are still relatively rare. Therefore, the purpose of this study was to
determine the structure of triterpenoid isolated from avocado seeds and the
cytotoxic effect on MCF-7 and HepG2 cells.
Extraction was carried out by maceration technique using ethanol, giving
14.45% yield. The crude extract was partitioned using n-hexane to eliminate the
lipid constituents. The ethanol extract was further fractionated by column
chromatography with n-hexane:ethyl acetate (3:7) and isocratic elution system
yielded 8 main fractions (F1 to F8). Fraction 3 (F3) showed a single spot indicating
triterpenoids characteristics. Repeated purification of F3 gave 124 mg (4.13%
from ethanol extract) white solid. Identification on thin layer chromatography
under Lieberman-Burchard reagent detection produced a green spot under
ultraviolet light (365 nm), which was positive for triterpenoid. Identification of
the isolate using ultraviolet-visible, Fourier infrared spectrophotometers, and

liquid chromatography-mass spectrometer showed that the isolate has a maximum
absorption at wavelength of 217 nm, a hydroxyl group, an unconjugated carboncarbon double bond (C=C), carboxylate group (C=O), methylene group (-CH2), a
methyl group (-CH3), and gem-dimethyl with a molecular weight of 505 g/mole.
The isolated compound was suspected as cycloarthane triterpenoid. The result of a
3-(4,5-dimethylthiazol-2-yl)-2,5-diphenyltetrazolium bromide assay showed that
the triterpenoid isolate inhibited cell proliferation of MCF-7 and HepG2 cell lines
with IC50 values of 62 g/mL and 12 g/mL, respectively, meaning its potential
for further development as an anticancer agent.
Keywords: cycloarthane, HepG2, MCF-7, Persea americana, triterpenoids

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


TRITERPENOID BIJI ALPUKAT (Persea americana) DAN
AKTIVITAS SITOTOKSIKNYA TERHADAP SEL KANKER
PAYUDARA MCF-7 DAN HATI HepG2

ANDI NUR FITRIANI ABUBAKAR

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Kimia

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: Dr Dra Gustini Syahbirin, MS

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2015 ini ialah
Triterpenoid Biji Alpukat (Persea americana) dan Aktivitas Sitotoksiknya
Terhadap Sel Kanker Payudara MCF-7 dan Hati HepG2.
Terima kasih penulis ucapkan kepada Prof Ir Suminar S Achmadi, PhD dan
Dr dr Irma H Suparto, MS selaku pembimbing, bapak Sabur, semua rekan calon
peneliti di Laboratorium Kimia Organik, serta rekan-rekan mahasiswa Program
Studi S-2 Kimia yang telah banyak membantu dalam menyelesaikan penelitian
ini. Terima kasih penulis ucapkan kepada Etta, Ibu, saudara-saudariku dan temanteman atas segala doa dan kasih sayangnya. Sebagian dana riset ini didukung oleh
Lembaga Pengelola Dana Pendidikan dan untuk itu penulis mengucapkan
penghargaan.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Bogor, September 2016
Andi Nur Fitriani Abubakar

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL


ix

DAFTAR GAMBAR

ix

DAFTAR LAMPIRAN

ix

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
2 METODE PENELITIAN
Bahan dan Alat
Waktu dan Tempat Penelitian
Prosedur
3 HASIL DAN PEMBAHASAN

Identitas dan Kadar Air Simplisia
Kandungan Triterpenoid
Kandungan Fitokimia Ekstrak Etanol
Isolat Triterpenoid
Ciri Senyawa Triterpenoid
Sitotoksisitas terhadap Sel Vero, Sel MCF-7, dan Sel HepG2
4 SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA

1
1
2
2
2
2
2
3
3

5
5
5
6
6
7
11
12
12
12
13

LAMPIRAN

16

RIWAYAT HIDUP

24


DAFTAR TABEL
1 Kandungan fitokimia ektrak etanol biji alpukat
2 Hasil KKG ekstrak etanol dengan eluen n-heksana:etil asetat (3:7) di
bawah sinar UV pada λ 365 nm setelah disemprot pereaksi LB
3 Perbandingan hasil spektrum FTIR senyawa isolat biji alpukat dengan
senyawa triterpenoid
4 Nilai IC50 bahan uji terhadap sel MCF-7 dan HepG2

6
7
10
12

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5


Hasil uji fitokimia triterpenoid pada serbuk biji dan ekstrak etanol
Spektrum UV isolat dari ekstrak etanol biji alpukat dalam metanol
Spektrum FTIR isolat dari ekstrak etanol biji alpukat
Struktur kimia sikloartana
(a) Kromatogram isolat dari ekstrak etanol biji alpukat, (b) spektrum
massa isolat dengan waktu retensi 19.00 menit

6
8
9
9
10

DAFTAR LAMPIRAN
1.
2.
3.
4.
6

7
8
9
10
11

Bagan kerja penelitian
Hasil determinasi tanaman alpukat
Kadar air simplisia
Rendemen ekstrak etanol biji alpukat
KLT 8 kelompok fraksi hasil KKG ekstrak etanol dengan eluen nheksana:etil asetat (3:7) di bawah sinar UV pada λ 365 nm setelah
disemprot pereaksi LB
Profil KLT isolat C dengan eluen n-heksana:etil asetat (5:5): (a) UV λ
254 nm, (b) UV λ 365 nm, (c) UV λ 365 nm setelah disemprot LB
Data hasil uji penghambatan ekstrak etanol, farksi C, dan isolat
triterpenoid terhadap sel Vero
Perhitungan IC50 untuk sel kanker payudara MCF-7
Perhitungan IC50 untuk sel kanker hati HepG2
Morfologi sel MCF-7 dan HepG2: sel MCF-7 normal (a), sel MCF-7
dengan tambahan ekstrak 150 µg/mL (b), sel MCF-7 dengan tambahan
fraksi C 25 µg/mL (c), sel MCF-7 dengan tambahan isolat triterpenoid
25 µg/mL (d), sel HepG2 normal (e), sel HepG2 dengan tambahan
isolat triterpenoid 25 µg/mL (f) (pembesaran 10x100)

17
18
19
19

19
20
20
21
22

23

1

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tanaman alpukat (Persea americana) merupakan salah satu anggota
Lauraceae yang banyak tumbuh di Indonesia. Hampir semua bagian tanaman ini
banyak dimanfaatkan masyarakat dalam pengobatan tradisional. Salah satu bagian
yang menarik dari tanaman alpukat adalah bijinya. Masyarakat Malino Sulawesi
Selatan memanfaatkan biji alpukat sebagai obat herbal seperti sakit maag, sakit
gigi, dan mengatasi diabetes mellitus. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa
biji alpukat mengandung senyawa metabolit sekunder yang termasuk ke dalam
kelas alkaloid, triterpenoid, tanin, flavonoid, saponin (Marlinda et al. 2012), dan
polifenol (Kosinska et al. 2012) yang umumnya memiliki efek farmakologis.
Soong et al. (2004) melaporkan bahwa ekstrak etanol biji alpukat memiliki
aktivitas antioksidan secara in vitro. Kristanty et al. (2014) mengungkap ada
aktivitas sitotoksik ekstrak etanol biji alpukat terhadap sel kanker payudara T47D.
Pada penelitian lain juga dilaporkan bahwa ekstrak biji alpukat dapat menurunkan
jumlah bakteri Mycobacterium tuberculosis (Jimenez et al. 2013), Proteus
mirabilis, dan Aerobacter aerogenes (Dewi dan Sulistyowati 2013). Aktivitas
antioksidan, sitotoksik, dan antibakteri tersebut mengindikasikan senyawa
metabolit sekunder pada biji alpukat berpotensi sebagai antikanker.
Triterpenoid merupakan golongan senyawa yang banyak dilaporkan
memiliki aktivitas antikanker. Berbagai penelitian in vitro terhadap aktivitas
sitotoksik triterpenoid telah dilakukan. Seperti yang dilaporkan Hu et al. (2014),
Liang et al. (2010), dan Ding et al. (2009), senyawa golongan triterpenoid
mempunyai aktivitas sitotoksik dalam melawan sel kanker paru-paru A549, kolon
HCT15, leukemia HL-60, hati HepG2, payudara MCF-7, HeLa, getah lambung
SGC-7901, dan kulit SK-MEL-2. Adapun mekanisme kerja triterpenoid adalah
dengan cara merusak permeabilitas membran mitokondria pada sel atau
menyebabkan sel mengalami nekrosis dan kematian (Zakaria et al. 2011).
Hasil penelitian Abubakar (2013) menunjukkan bahwa golongan
triterpenoid dari fraksi etil asetat ekstrak etanol biji alpukat menyebabkan
kematian larva udang dengan nilai LC50 8.128 g/mL. Penelitian tersebut
menunjukkan bahwa fraksi etil asetat ekstrak etanol simplisia tersebut berpotensi
sebagai antikanker karena bersifat toksik (Meyer et al. 1982). Namun, penelitian
terhadap biji alpukat baru difokuskan pada ekstrak dan fraksi. Oleh karena
terbatasnya penelitian hanya pada uji fitokimia, maka sebagian besar senyawa
bioaktif dari biji alpukat belum terungkap, terutama kajian senyawa kimianya
yang berpotensi sebagai antikanker. Mengingat potensi dari senyawa triterpenoid
dan banyaknya manfaat dari biji alpukat, perlu ditelusuri lebih lanjut tentang
aktivitas senyawa triterpenoid pada sel kanker sehingga dapat dikembangkan
sebagai obat antikanker yang efektif dan aman.

2

2

Perumusan Masalah
Beberapa penelitian melaporkan bahwa biji alpukat memiliki aktivitas
sebagai antioksidan, sitotoksik, dan antibakteri. Penelitian sebelumnya juga
menunjukkan bahwa fraksi etil asetat dari ekstrak etanolnya mengandung
triterpenoid yang bersifat toksik. Mengingat aktivitasnya tersebut maka biji
alpukat berpotensi pula sebagai antikanker. Akan tetapi, penelitian terkait biji
alpukat lebih sering dilaporkan menggunakan ekstrak kasar atau fraksinya
sehingga sebagian besar senyawa bioaktif dari biji alpukat belum diketahui.
Informasi tentang potensi kandungan triterpenoid diharapkan dapat dijadikan
bahan kajian lebih lanjut untuk pemanfaatan senyawa-senyawa kimia sebagai
agen antikanker. Sehubungan dengan itu, perlu diidentifikasi senyawa triterpenoid
biji alpukat serta ditentukan sitotoksisitasnya terhadap sel kanker yang dominan
terjadi.

Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan mengidentifikasi senyawa triterpenoid dari biji
alpukat serta menentukan sitotoksisitasnya terhadap sel kanker payudara MCF-7
dan sel kanker hati HepG2.

Manfaat Penelitian
Hasil kajian ini diharapkan berkontribusi pada pengembangan biji alpukat
sebagai agen antikanker dan landasan yang lebih kuat mengenai khasiat ekstrak
etanolnya.

2 METODE PENELITIAN
Bahan dan Alat
Simplisia yang digunakan adalah biji alpukat yang dikumpulkan dari
Malino, kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan. Reagen kimia meliputi 3-(4,5dimetiltiazol-2-il)2,5-difeniltetrazolium bromida (MTT) (Sigma), Dulbecco’s
Modified Eagle’s Medium (DMEM) (Gibco), Rosewell Park Memorial Institute
(RPMI) (Gibco), dan doksorubisin. Sel uji berupa sel Vero (ATCC CCL -81), sel
MCF-7 (ATCC HTB-22), dan sel HepG2 (ATCC HB- 8065). Ketiga jenis sel
tersebut adalah koleksi Pusat Studi Satwa Primata (PSSP) Lembaga Penelitian dan
Pengabdian Masyarakat IPB.
Alat yang digunakan meliputi ELISA microplate reader (BIO RAD i-Mark
11421), inkubator CO2 (Thermo Forma), melting point Apparatus,
spektrofotometer ultraviolet-tampak (UV-Vis) Pharmaspec 1700 Shimadzu,
spektrofotometer inframerah Fourier (FTIR) Bruker tensor 37, kromatografi

3

kolom gravitasi (KKG), kromatografi cair-spektromerti massa (LC-MS) merek
Waters Acquity.

Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan mulai September 2015 sampai April 2016 di
Laboratorium Kimia Organik Departemen Kimia Institut Pertanian Bogor (IPB),
Laboratorium Bersama Departemen Kimia IPB, Laboratorium Pusat Studi Satwa
Primata IPB, Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka IPB, dan Laboratorium
Kesehatan Daerah DKI Jakarta.

Prosedur
Penyiapan simplisia
Sampel biji alpukat yang digunakan dideterminasi terlebih dahulu di
Laboratorium Herbarium Bogoriens, Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi,
LIPI, Bogor. Sampel dibersihkan, diiris tipis, dan dikeringkan pada suhu ruang.
Biji alpukat digiling menjadi ukuran 60 mesh yang selanjutnya disebut simplisia.
Penentuan kadar air
Cawan porselin dipanaskan di dalam oven pada suhu 105 °C selama 2 jam,
kemudian dinginkan dalam eksikator dan ditimbang bobotnya. Sebanyak 1 g
simplisia dimasukkan ke dalam cawan tersebut kemudian dipanaskan di dalam
oven pada suhu 105 ºC. Cawan yang berisi sampel didinginkan dalam eksikator
selama 30 menit, kemudian ditimbang. Pemanasan dan penimbangan simplisia
dilakukan secara berulang hingga diperoleh bobot tetap (AOAC 2006). Persentase
kadar air dihitung berdasarkan persamaan berikut:

Keterangan:
A = bobot sampel basah (g)
B = bobot sampel kering (g)
Isolasi triterpenoid
Simplisia (2.5 kg) dimaserasi dengan etanol selama 5  24 jam. Maserat
kemudian disaring sehingga diperoleh filtrat dan residu. Seluruh filtrat yang
diperoleh lalu dipekatkan menggunakan penguap putar untuk memperoleh ekstrak
pekat etanol dan ditentukan rendemennya. Uji fitokimia dilakukan pada ekstrak
etanol yang diperoleh. Selanjutnya 174 g ekstrak etanol dipartisi cair-cair dengan
pelarut n-heksana menggunakan corong pisah untuk menghilangkan kandungan
lemak.

4

4

Eluen terbaik ditentukan dengan teknik kromatografi lapis tipis (KLT)
menggunakan berbagai pelarut, yaitu n-heksana, kloroform, etil asetat, etanol, dan
metanol. Eluen dikombinasikan untuk memperoleh eluen terbaik sehingga
menghasilkan noda terbanyak dengan pola pemisahan yang terbaik
(Moghadamtousi et al. 2014). Noda hasil elusi diamati di bawah lampu UV pada
panjang gelombang 254 dan 365 nm. Keberadaan senyawa triterpenoid dalam
ekstrak dideteksi dengan cara menyemprotkan reagen Liebermant-Buchard (LB)
pada pelat KLT kemudian dipanaskan pada suhu 110 oC selama 10 menit (Nikam
et al. 2013). Golongan senyawa triterpenoid pada pelat KLT setelah disemprot
dengan reagen LB ditunjukkan dengan terbentuknya noda berwarna biru
kehijauan di bawah lampu UV 365 nm (Khilf et al. 2015).
Ekstrak etanol (3 g) hasil partisi difraksionasi menggunakan kromatografi
kolom gravitasi (KKG) dengan eluen terbaik. Fraksionasi dilakukan
menggunakan kromatografi kolom dengan diameter 2 cm dan tinggi 30 cm
dengan fase diam berupa silika gel Merck 60 (0,063-0,2 mm) dan fase gerak nheksana:etil asetat (3:7) dengan sistem elusi isokratik. Eluat ditampung setiap 10
mL dalam vial dan pola pemisahannya dipantau menggunakan KLT. Eluat yang
menghasilkan jumlah dan pola noda yang sama digabungkan menjadi satu fraksi
Selanjutnya eluat diuapkan pada suhu kamar. Fraksi yang memperlihatkan tandatanda kristal kemudian dicuci dengan n-heksana. Senyawa yang diperoleh diuji
tingkat kemurniannya dengan uji kelarutan, KLT sistem eluen. Kristal selanjutnya
ditentukan titik lelehnya.
Pencirian Triterpenoid
Isolat triterpenoid dicirikan dengan pembacaan spektrum UV, spektrum
inframerah, dan LC-MS.
Uji Sitotoksisitas Terhadap Sel Vero, MCF-7, dan HepG2
Kultur Sel. Kultur sel yang digunakan dalam uji ini terdiri atas 3 jenis,
yaitu sel Vero, MCF-7, dan HepG2. Sel Vero dan MCF-7 ditumbuhkan terlebih
dahulu pada media tumbuh DMEM untuk sel Vero dan HepG2, sedangkan sel
MCF-7 ditumbuhkan pada media tumbuh RPMI. Setelah sel tumbuh, medianya
dibuang dan dibilas dengan larutan PBS. Ditambahkan 5 mL tripsin, lalu materi
uji diinkubasi selama 5 menit dan ditambah 4 mL media. Suspensi tersebut
disentrifugasi pada kecepatan 150 rpm selama 5 menit. Supernatan yang diperoleh
dibuang dan pelet (sel) ditambah dengan 5 mL media. Setelah itu, dilakukan
perhitungan jumlah sel menggunakan hemasitometer. Sel dihitung hingga tiap
sumur ditumbuhkan 5000 sel dalam 100 L kultur sel tiap sumur sebanyak λ6
sumur. Kultur sel diinkubasi selama 24 jam dalam inkubator CO2 5% pada suhu
37 oC (ATCC 2014).
Perlakuan Sampel. Setelah kultur sel Vero, MCF-7, dan HepG2 diinkubasi
selama 24 jam medianya dibuang, kemudian dilanjutkan dengan perlakuan
sampel. Tahap awal perlakuan sampel adalah membuat larutan stok dengan
konsentrasi 5.000 g/mL yang dibuat dengan cara melarutkan 5 g sampel dalam
media hingga volumenya 1 mL. Larutan sampel kemudian diencerkan dengan
konsentrasi 250, 150, 100, 50, 25, dan 12.5 g/mL. Sebanyak 100 L larutan

5

sampel dengan deret konsentrasi tertentu dimasukkan ke dalam masing-masing
sumur, kemudian diinkubasi selama 48 jam dalam inkubator CO2 5% pada suhu
37 °C (CCRC 2009). Kontrol positif yang digunakan adalah deoksorubisin.
Uji MTT. Setelah diinkubasi selama 48 jam, ke dalam materi uji
dimasukkan garam tetrazolium (MTT) 5 mg/mL sebanyak 10 L dalam tiap
sumur sehingga warna campuran menjadi kuning. Tahap berikutnya ialah inkubasi
selama 4 jam dalam inkubator CO2 5% pada suhu 37 oC. Setelah diinkubasi dan
telah terbentuk kristal formazan, larutan ekstrak dibuang. Kristal formazan yang
terbentuk dilarutkan dengan 100 L etanol λ6% pada tiap sumur, digoyang secara
stabil selama 10 menit. Warna larutan menjadi ungu. Nilai absorbans dari
formazan yang terbentuk diukur dengan microplate reader pada panjang
gelombang 595 nm (CCRC 2009).
Data yang diperoleh dari uji sitotoksisitas MTT berupa nilai absorbans pada
tiap sumur, kemudian nilai tersebut dikonversi menjadi nilai persen inhibisi
dengan menggunakan rumus:
% nhibisi

bsorban kontrol
bsorban sampel
bsorban kontrol

100%

3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Identitas dan Kadar Air Simplisia
Determinasi sampel di Herbarium Bogoriense menunjukkan bahwa biji
alpukat adalah Persea americana Mill (Lampiran 2). Sampel yang sudah
dijadikan serbuk 60 mesh memiliki kadar air 9.46% (Lampiran 3). Data kadar air
ini selanjutnya digunakan untuk faktor koreksi bobot dalam perhitngan rendemen.

Kandungan Triterpenoid
Kandungan triterpenoid ditentukan dalam 2 tahap, yaitu pada simplisia
serbuk dan ekstrak etanol. Berdasarkan uji triterpenoid dengan pengujian
mengikuti prosedur standar dari Harborne (1987) dengan uji fitokimia secara
kualitatif, serbuk dan ekstrak etanol positif mengandung triterpenoid. Hal ini
dibuktikan dengan terbentuknya warna ungu setelah serbuk dan ekstrak etanol
tersebut direaksikan dengan pereaksi LB (Gambar 1). Hal ini menunjukkan bahwa
pelarut etanol efektif dalam mengekstraksi triterpenoid dari simplisia.

6

6

A
B
Gambar 1 Hasil uji fitokimia triterpenoid pada simplisia (A) dan ekstrak etanol
(B).

Kandungan Fitokimia Ekstrak Etanol
Ekstrak etanol biji alpukat positif mengandung golongan senyawa metabolit
sekunder seperti alkaloid, flavanoid, fenol, saponin, tanin, dan triterpenoid (Tabel
1). Hasil ini sesuai dengan uji fitokimia yang dilakukan Torres et al. (2014) dan
Zuhrotun (2007). Namun, ini berbeda dengan uji fitokimia yang dilakukan oleh
Kristanty et al. (2014) yang melaporkan bahwa ekstrak etanol biji alpukat
mengandung golongan senyawa metabolit sekunder seperti alkaloid, flavanoid,
saponin, dan polifenol sedangkan triterpenoid tidak terdeteksi dalam ekstrak.
Faktor umum yang dapat mempengaruhi uji fitokimia antara lain perbedaan
tempat tumbuh dan iklim yang menyebabkan proses metabolisme berbeda (Sari
2013).
Tabel 1 Kandungan fitokimia ekstrak etanol biji alpukat
Golongan
Warna
Hijau
pekat
Fenolik
Kuning
Flavonoid
Saponin
Muncul busa
Tanin
Hitam kehijauan
Triterpenoid
Ungu pekat
Steroid
Alkaloid
Cokelat (pereaksi Wagner)
Kuning (pereaksi Dragendroff)
Keterangan: + = Hasil positif
- = Hasil negatif

Pengamatan
+
+
+
+
+
+
-

Isolat Triterpenoid
Rendemen ekstrak kasar etanol yang diperoleh setelah dikoreksi kadar air
adalah 14.45% (Lampiran 4). Nilai rendemen yang diperoleh lebih tinggi
dibandingkan laporan Zuhrotun (2007), yaitu 11.52%. Banyaknya rendemen
bergantung pada sifat kelarutan komponen bioaktifnya (Prabowo 2009).
Ekstrak kasar etanol (3 g) difraksionasi menggunakan kromatografi kolom
gravitasi (KKG) sistem isokratik dengan fase gerak eluen terbaik yang diperoleh,
yaitu n-heksana:etil asetat (3:7). Pemilihan eluen tersebut adalah karena jarak dan

7

pola noda triterpenoid yang menunjukkan pemisahan yang baik. Dari hasil
fraksionasi tersebut diperoleh eluat dalam 51 vial. Pola pemisahan eluat tersebut
diamati menggunakan KLT. Eluat yang memiliki pola pemisahan yang sama
digabungkan dalam 1 fraksi, sehingga diperoleh 8 kelompok fraksi (Lampiran 5).
Setiap kelompok fraksi yang diperoleh diuji kandungan triterpenoidnya
menggunakan pereaksi LB (Tabel 2).
Tabel 2 Hasil KKG ekstrak etanol dengan eluen n-heksana:etil asetat (3:7) di
bawah sinar UV pada λ 365 nm setelah disemprot pereaksi LB.
Bobot
Rendemen
Fraksi
Rf
Warna noda
fraksi (g)
(%)
A
0.0148
0.49
0.95
Cokelat
B
0.0242
0.81
0.84, 0.95 Kuning, cokelat
C
0.1240
4.13
0.71
Biru
D
1.2165
40.55
0.68, 0.79 Hijau, hijau
E
0.2404
8.01
0.50, 0.68 Ungu, hijau
F
0.1151
3.84
0.45, 0.50 Ungu, ungu tua
G
0.0752
2.51
0.45, 0.50 Ungu, ungu tua
H
0.5237
17.46
0.45
Ungu
Hasil KKG menunjukkan bahwa fraksi C sampai H positif mengandung
senyawa golongan triterpenoid. Golongan senyawa triterpenoid pada pelat KLT
setelah disemprot dengan pereaksi LB ditunjukkan dengan terbentuknya noda
berwarna biru kehijauan (Wagner dan Bladt 1996), hijau tua sampai ungu tua
(Bawa 2009), merah ungu dan ungu (Rita 2010) di bawah lampu UV 365 nm.
Namun fraksi yang dianalisis lebih lanjut adalah fraksi C, karena hanya
menunjukkan 1 noda senyawa, terbentuk padatan putih kekuningan yang
merupakan ciri khas triterpenoid, dan memiliki nilai Rf yang mirip dengan
penelitian Abubakar (2013). Oleh karena itu fraksi C direkristalisasi dengan
pelarut n-heksana dan diperoleh serbuk putih sebanyak 124 mg (4.13% dari
ekstrak etanol) yang larut baik dalam pelarut etanol.
Identifikasi dengan pelat KLT menggunakan pereaksi LB membentuk
bercak biru kehijauan (Lampiran 6). Hal ini menunjukkan bahwa isolat
merupakan golongan triterpenoid (Wagner dan Bladt 1996). Uji kemurnian isolat
dianalisis dengan KLT menggunakan sistem eluen n-heksana:etil asetat (5:5), etil
asetat:diklorometana (5:5), dan diklorometana:etanol (5:5). Hasil uji menunjukkan
isolat telah murni karena menghasilkan noda tunggal dengan Rf dari masingmasing eluen adalah 0.57, 0.52, dan 0.83. Titik leleh serbuk putih yang diperoleh
adalah 58–60 oC dengan trayek titik leleh tidak lebih dari 2 oC yang
mengindikasikan bahwa senyawa relatif telah murni. Uji kelarutan menunjukkan
bahwa isolat tidak larut dalam n-heksana, sedikit larut dalam etil asetat, dan larut
baik dalam etanol.

Ciri Senyawa Triterpenoid
Analisis isolat C dalam metanol menggunakan spektrofotometri UV diamati
dari panjang gelombang 200 nm sampai 400 nm. Pada spektrum UV terdeteksi

8

8

Absorbans

serapan maksimum pada panjang gelombang 217 nm dengan nilai absorbans
0.568 (Gambar 2). Serapan maksimum pada 217 nm menandakan ada eksitasi
elektron dari π ke π*. Puncak serapan pada spektrum UV ini khas untuk senyawa
triterpenoid yang memiliki kromofor berupa ikatan rangkap (C=C) yang tidak
terkonjugasi (Zetra dan Prasetya 2007). Menurut Xe (2010), serapan maksimum
pada panjang gelombang 210 nm sampai 230 nm diduga termasuk triterpenoid
sikloartana.

� (nm)

Gambar 2 Spektrum ultraviolet isolat dari ekstrak etanol biji alpukat dalam
metanol
Identifikasi gugus fungsi pada isolat dengan FTIR dilakukan menggunakan
pelet KBr pada bilangan gelombang 400-4000 cm-1 (Gambar 3). Spektrum FTIR
menunjukkan ada pita serapan pada bilangan gelombang 3428.9 cm-1; 2920.3 cm1
; 2851.0 cm-1; 1710.8 cm-1; 1641.3 cm-1; 1468.4 cm-1; dan 1382.3 cm-1. Pita
serapan pada bilangan gelombang 3428.9 cm-1 menunjukkan vibrasi ulur gugus
hidroksi (OH). Munculnya vibrasi ulur C-H alifatik pada 2920.3 cm-1 dan 2851.0
cm-1 memberi petunjuk kemungkinan keberadaan gugus metil (-CH3) dan
metilena (-CH2). Data ini diperkuat dengan keberadaan vibrasi tekuk C-H pada
bilangan gelombang 1468.4 cm-1 dan 1382.3 cm-1 yang mengidikasikan adanya
gugus gem dimetil sebagai ciri khas senyawa triterpenoid (Mathias et al. 2000).
Serapan kuat pada panjang gelombang 1710.8 cm-1 menunjukkan adanya gugus
karbonil C=O dari karboksilat. Keberadaan karbon berikatan rangkap (C=C) yang
tidak terkonjugasi seperti ditunjukkan oleh spektrum UV diperkuat oleh data
spektrum IR dengan vibrasi ulur (C=C) pada bilangan gelombang 1641.3 cm-1.
Berdasarkan spektrum UV dan FTIR isolat diindikasikan sebagai triterpenoid
yang memiliki gugus hidroksi yang terikat pada atom karbon, karbon ikatan
rangkap (C=C) yang tidak terkonjugasi, gugus C=O karboksilat, gugus metilena (CH2), gugus metil (-CH3) dan gem-dimetil. Hasil ini memiliki kemiripan

9

spektrum FTIR triterpenoid sikloartana yang diisolasi dari Abies recurvata (Li et
al. 2012) (Tabel 3). Struktur dasar triterpenoid sikloartana dapat dilihat pada
Gambar 4.

Gambar 3 Spektrum spektrofotometer inframerah Fourier isolat dari ekstrak
etanol biji alpukat

H 3C
CH 3
H

CH 3

H
H 3C

CH 3
HO

H
H3C CH3

Gambar 4 Struktur kimia sikloartana

10

10

Tabel 3 Perbandingan hasil spektrum FTIR senyawa isolat dari biji alpukat
dengan senyawa triterpenoid
Daerah serapan (cm-1)
Gugus Fungsi
Senyawa Isolat
Triterpenoida
3428.95
3434
-OH
2920.32
2962
C-H alifatik
2851.04
2854
C-H alifatik
1710.88
1710
C=O karboksilat
1641.35
1637
C=C
1468.47
1461
C-H pada CH2
1382.38
1367
C-H pada CH3
a
Li et al. 2012
Bobot molekul dari isolat dianalisis dengan rangkaian alat LCMS dengan
kondisi operasional sebagai berikut: detektor photodiede-array yang dihubungkan
ke detektor tandem quadrupole, kolom pemisahan menggunakan Water AccQ Tag
Ultra (2.1 mm 100 mm, 1.7 m), mode ionisasi elektrospray (ESI), sumber ESI
dioperasikan menggunakan mode ionisasi positif (+1) pada 150 oC, fase gerak
(A) campuran akuabides + asam formiat dan (B) asetonitril, volume injeksi 1 L,
suhu kolom 55 oC, laju alir 0.7 mL/menit, dan waktu analisis 45 menit. Analisis
data dan kuantisasi dilakukan menggunakan peranti lunak Waters MassLynx dan
QuanLynx.
Pemisahan menggunakan kromatografi cair menunjukkan satu puncak
dengan intensitas tinggi dengan waktu retensi 19.00 menit (Gambar 5a). Namun,
terlihat masih ada sedikit pengotor sehingga dapat dikatakan isolat belum murni.
Puncak dominan tersebut selanjutnya dianalisis menggunakan spektrometri massa.
Pada spektrum massa tampak bahwa puncak tersebut mempunyai massa 506
[M+H]+ (Gambar 5b). Secara umum, spektrum puncak ion molekul triterpenoid
berada pada m/z 420 sampai m/z 700 (Mpetga et al. 2014; Zhang et al. 2014;
Mandal et al. 2015).
Sample
Isolat C

1: Scan ES+
BPI
9.59e7

19.00

%

Intensitas (%)

100

16.16

16.66

11.97

15.49

0

Time
5.00

10.00

15.00

20.00

25.00

30.00

Waktu retensi (menit)
(a)

35.00

40.00

11

Sample
Isolat C 114 (19.004)

%

Intensitas (%)

1: Scan ES+
9.59e7

347.2884

100

348.2372

344.2523

506.4326

0

m/z
100

200

300

400

500

600

700

800

900

1000

1100

m/z
(b)
Gambar 5 (a) Kromatogram isolat dari ekstrak etanol biji alpukat, (b) Spektrum
massa isolat dengan waktu retensi 19.00 menit

Sitotoksisitas terhadap Sel Vero, Sel MCF-7, dan Sel HepG2
Sitotoksisitas bahan uji (ekstrak etanol, fraksi C, isolat) dalam penelitian ini
diujikan terhadap sel Vero dan sel MCF-7. Sel Vero digunakan untuk
mengevaluasi berapa tinggi aktivitas toksisitasnya terhadap sel normal guna
menentukan tingkat keamanan penggunaaan bahan uji sebagai obat dari bahan
alam. Konsentrasi setiap bahan uji diujikan dengan deret konsentrasi 200, 150,
100, 50, 25, dan 12.5 g/mL menggunakan uji MTT terhadap sel Vero. Hasil uji
toksisitas ketiga bahan uji menunjukkan bahwa batas konsentrasi yang aman
untuk ekstrak etanol biji alpukat terhadap sel normal adalah 100 g/mL,
sedangkan fraksi dan isolat adalah 12.5 g/mL (Lampiran 7). Konsentrasi yang
lebih tinggi dapat menghasilkan nilai penghambatan di atas 50% yang memiliki
toksisitas tinggi terhadap sel normal sehingga tidak digunakan untuk pengujian
terhadap sel kanker (Senthilraja et al. 2015). Hal ini karena meski nilai
penghambatannya tinggi terhadap sel kanker tetapi bersifat toksik dan dapat
merusak sel normal.
Bahan uji dengan konsentrasi yang aman terhadap sel normal selanjutnya
diujikan terhadap sel kanker payudara MCF-7. Hasil uji ekstrak etanol, fraksi C,
dan isolat terhadap sel MCF-7 yang dinyatakan dengan nilai IC50 secara berurut
adalah 99.74 µg/mL, 80.05 µg/mL, dan 62.43 µg/mL dengan kontrol positif
doksorubisin 4.2 x 10-4 g/mL. Nilai IC50 kurang dari 100 µg/mL menunjukkan
adanya potensi bahan uji sebagai agen kemoprevensi (Meiyanto et al. 2008).
Walaupun demikian hasil yang diperoleh belum sebaik kontrol positif
doksorubisin pada sel kanker payudara MCF-7. Berdasarkan nilai IC50, ketiga
bahan uji meningkat aktivitas sitotoksiknya terhadap sel kanker MCF-7, artinya
pemurnian komponen senyawa akan meningkatkan keaktifan molekulnya sebagai
antikanker terhadap sel MCF-7. Dengan demikian, isolat lebih berpotensi untuk

12

12

dikembangkan sebagai agen kemoterapi untuk menghambat pertumbuhan tumor
dan kanker. Dari uji isolat terhadap sel kanker lain, yaitu sel HepG2, diperoleh
nilai IC50 12.03 µg/mL. Nilai IC50 isolat tersebut sesuai dengan standar National
Cancer Institute (NCI) Amerika yang menyatakan bahwa standar efektivitas
komponen bioaktif untuk melawan sel kanker harus lebih rendah dari 30 µg/mL.
Dengan nilai IC50 yang sangat rendah, isolat triterpenoid dari biji alpukat memiliki
potensi untuk dikembangkan lebih lanjut sebagai agen antikanker hati. Hasil
penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan Hu et al. (2014), melaporkan
enam senyawa triterpenoid bersifat toksik pada sel MCF-7 dengan nilai IC50
berkisar antara 78.7 dan 85.8 µg/mL dan mampu menghambat pertumbuhan sel
yang lebih tinggi pada sel HepG2 dengan nilai IC50 berkisar antara 7.5 dan 9.5
µg/mL.
Tabel 4 Nilai IC50 bahan uji terhadap sel MCF-7 dan HepG2
Bahan uji
IC50
NCI*
( g/mL)
Ekstrak
Fraksi C
Isolat
MCF-7
99.74
80.05
62.43
Moderat aktif
HepG2
0
0
12.03
Aktif
*
Keterangan: Potensi antikanker berdasarkan National Cancer Institute (NCI)
Amerika, Aktif (IC50

Dokumen yang terkait

Pemanfaatan Tepung Buah Alpukat (Persea americana Mill.) dalam Pembuatan Bolu Terhadap Daya Terima dan Kandungan Gizinya

36 349 79

Pemanfaatan Karbon Aktif dari Biji Alpukat (Persea americana Mill.) sebagai Adsorben Logam Besi dan Tembaga dalam Limbah Cair Sawit

13 135 96

Aktivitas Antimikroba Ekstrak Biji Alpukat (Persea americana Mill). Terhadap Beberapa Mikroba Patogen Secara In Vitro

11 95 60

Formulasi Sediaan Gel Ekstrak Buah Alpukat (Persea americana Mill.) dan Uji Aktivitasnya terhadap Pertumbuhan Rambut Tikus Putih

16 123 80

Karakteristik Ekstraksi Minyak dari Biji Alpukat (Persea Americana Mill) Menggunakan Pelarut N-heptana

12 125 84

Uji toksisitas akut ekstrak etanol 96% biji buah alpukat (persea americana mill.) terhadap larva artemia salina leach dengan metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT)

0 10 64

Uji Toksisitas Akut Ekstrak Etanol 96% Biji Buah Alpukat (Persea americana Mill.) Terhadap Larva Artemia salina Leach dengan Metode Brine Shrimp Lethality Test (BSLT). 2014

2 34 64

Aktivitas antiproliferasi ekstrak daun jambu biji (psidium guajava) terhadap sel kanker payudara MCF-7

0 6 37

UJI AKTIVITAS ANTIDIABETES EKSTRAK ETANOL BIJI ALPUKAT (Persea americana Mill.) TERHADAP TIKUS Uji Aktivitas Antidiabetes Ekstrak Etanol Biji Alpukat (Persea americana Mill.) Terhadap Tikus Galur Wistar Yang Diinduksi Aloksan.

0 1 10

UJI AKTIVITAS ANTIDIABETES EKSTRAK ETANOL BIJI ALPUKAT (Persea americana Mill.) TERHADAP TIKUS Uji Aktivitas Antidiabetes Ekstrak Etanol Biji Alpukat (Persea americana Mill.) Terhadap Tikus Galur Wistar Yang Diinduksi Aloksan.

0 4 16