Pengembangan Sistem Traceability Rantai Produksi Ayam Broiler.

PENGEMBANGAN SISTEM TRACEABILITY
RANTAI PRODUKSI AYAM BROILER

DEDI TRIYANTO

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA

Dengan ini saya menyatakan bahwa Tesis berjudul Pengembangan Sistem
Traceability Rantai Produksi Ayam Broiler adalah benar karya saya dengan
arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada
perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya
yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam
teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, September 2016

Dedi Triyanto
NRP G651140501

RINGKASAN
DEDI TRIYANTO. Pengembangan Sistem Traceability Rantai Produksi Ayam
Broiler. Dibimbing oleh KUDANG BORO SEMINAR dan RUDI AFNAN.
Produksi ayam broiler di Indonesia semakin meningkat setiap tahunnya
seiring dengan berkembangnya hotel, restoran dan kafe (Horeka) yang
menyajikan makanan berbahan dasar daging ayam. Peningkatan kebutuhan daging
ayam tersebut tentunya mempengaruhi produksi ayam broiler. Produksi ayam
broiler yang semakin meningkat menyebabkan peluang ancaman keamanan
makanan dari daging ayam semakin terbuka.
Salah satu cara untuk mengurangi ancaman keamanan makanan produk
ayam broiler tersebut adalah dengan menyampaikan informasi detail dari setiap
produk yang dibelinya. Konsumen dapat mengetahui bagaimana produk tersebut
mengalir mulai dari farm hingga ditangan konsumen sehingga konsumen dapat
menyimpulkan sendiri apakah produk tersebut layak dibeli atau tidak. Jika daging
ayam yang dikonsumsinya tidak sehat, maka konsumen dapat menelusuri

asalmula produk tersebut.
Sekarang ini konsumen tidak dapat melakukan penelusuran makanan (food
traceability) secara detail atas produk yang dibelinya seperti mengetahui riwayat
proses produksi, asal peternak (farm origin), distribusi dan rantai makanan hingga
akhirnya di meja konsumen. Jika membeli produk daging ayam di retailer,
konsumen hanya mendapatkan beberapa informasi seperti tanggal kadaluarsa,
harga dan tanggal produksi sementara informasi asal farm, produksi dan
distribusinya tidak didapatkan secara detail. Untuk mengetahui semua informasi
tersebut, perlu dibangun sistem informasi untuk mencatat semua pergerakan
produk di semua stakeholder yang terlibat mulai dari farm hingga ke retailer,
proses produksi dan distribusi.
Penelitian ini dilakukan di tiga perusahaan integrator ayam broiller mulai
dari farm, slaughterhouse (RPA), processor hingga retailer dengan melakukan
observasi langsung, interview dan menganalisis dokumen di wilayah Jabodetabek.
Hasil dari penelitian tersebut menghasilkan 3 model rantai produksi dan 5
stakeholder utama yang terlibat yaitu farm, slaughterhouse (RPA), processor,
wholesaler dan retailer. Pengepul dan transporter adalah stakeholder eksternal
sebagai stakeholder pendukung yang membantu proses produksi dan rantai
produksi.
Pada setiap stakeholder utama terdapat sistem informasi administrasi

untuk kebutuhan transaksi internal stakeholder dan satu sama lain tidak
terintegrasi sehingga informasi dari farm ke retailer terputus. Broiler-trace
merupakan prototipe sistem informasi berbasis web yang terintegrasi mulai dari
farm hingga ke retailer dengan pendekatan CBIS (Computer-based Information
System) dengan menggunakan teknologi identifikasi barcode EAN13 standar
GS1. Diharapkan broiler-trace ini dapat membantu konsumen dan stakeholder
melakukan fungsi penelusuran produk (traceability) dari farm hingga ke retailer.
Kata Kunci: Broiler-trace, CBIS, Rantai produksi, slaughterhouse, Traceability
system

SUMMARY
DEDI TRIYANTO. The Development of a Traceability System in Broiler
Production Chains. Supervised by KUDANG BORO SEMINAR and
RUDI AFNAN.
Broiler production in Indonesia is increasing every year due towith the
development of hotel, restaurant and café (Horeca) which present a meat food
from chicken. Enhancement of chicken meat is centainly influence broiler
production. Broiler production increasing food security threats caused chance of
chicken more wide open.
One way to reduce the threat of food security broiler products knows

detailed information on each product in purchasing. Consumers can find out how
the product flows from the farm, the production process, distribution and the
hands of consumers. With the detailed information of the purchased product,
consumers may conclude for themselves whether the product is worth buying or
not. If there is a health threat on the chicken meat products in consumption, so
consumers can browse the history of the product.
Now, consumers can not perform a search of food in detail on the
purchased product such as knowing the history of the production process, as long
as farmers (farm origin), distribution and end up in the food chain to the consumer
table. If you buy chicken products at retailers, consumers just get some
information such as expiration dates, price and date of production while detailed
information on where the farm, production and distribution details are not
obtained in detail. To find out all the information necessary to build an
information system to record all movements in all the stakeholders involved
products ranging from the farm to the retailer, production and distribution process.
This research was conducted in three companies‟ integrator broiller
ranging from farm chickens, Slaughterhouse (RPA), the processor to the retailer
by direct observation, interviews and analyze documents in the Greater Jakarta
area. Results from these studies can be three models in the production chain and
the 5 major stakeholders involved, that farm, slaughterhouse (RPA), processors,

wholesalers and retailers. Collectors and transporters are external stakeholders as
stakeholder support that helps the production process and production chain.
At every major stakeholders are the administrative information system for
the needs of stakeholders and internal transactions are not integrated with each
other so that information from the farm to the retailer disconnected. Broiler-trace
of a prototype web-based information system that is integrated from farm to the
retailer with the approach of CBIS (Computer-based Information System)
technology using GS1 standards EAN13 barcode identification. Expected broilertrace can help consumers and stakeholders conduct a search function product
(traceability) from the farm to the retailer.
Keywords: Broiler-trace, CBIS, Production chain, slaughterhouse, Traceability
system

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2016
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini

dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

PENGEMBANGAN SISTEM TRACEABILITY RANTAI
PRODUKSI AYAM BROILER

DEDI TRIYANTO

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Komputer
pada
Program Studi Ilmu Komputer

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2016

Penguji Luar Komisi pada Ujian Tesis: DrEng Heru Sukoco, ST MT


Judul Tesis : Pengembangan Sistem Traceability Rantai Produksi Ayam Broiler
Nama
: Dedi Triyanto
NRP
: G651140501

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Prof Dr Kudang Boro Seminar, MSc
Ketua

Dr Rudi Afnan,Spt MScAgr
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Ilmu Komputer


Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Sri Wahjuni, MT

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 26 September 2016

Tanggal Lulus:

PRAKATA

Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan September 2015 ini ialah
Traceability System, dengan judul Pengembangan Sistem Traceability Rantai
Produksi Ayam Broiler.
Ungkapan terima kasih dan penghargaan penulis ucapkan kepada :
1. Prof Dr Kudang Boro Seminar, MSc dan Dr Rudi Afnan selaku komisi
pembimbing yang telah meluangkan waktu, tenaga dan pikiran sehingga

tesis ini dapat diselesaikan.
2. DrEng Heru Sukoco, ST MT selaku penguji yang telah banyak memberi
saran dan masukan untuk perbaikan tesis ini.
3. Orang tua tercinta serta seluruh keluarga, atas segala doa dan kasih
sayangnya.
4. Istri tercinta Dini Hidayanti, dan putra-putriku tersayang Noura Afia
Zulfa dan Ahza Andrea Hanan yang telah menjadi inspirasi hidup,
sumber kekuatan, motivasi dalam menyelesaikan tesis ini.
5. Direktorat Pendidik dan Tenaga Kependidikan DIKTI yang telah
membantu pembiayaan studi ini.
6. Seluruh sivitas akademik Departemen Ilmu Komputer IPB.
7. Teman-teman angkatan 16 pascasarjana Ilmu Komputer IPB atas
kebersamaan dan bantuannya selama penyelesian tesis ini.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat. Kritik dan saran sangat penulis
harapkan demi kesempurnaan karya ini di kemudian hari.

Bogor, September 2016

Dedi Triyanto


DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL

vi

DAFTAR GAMBAR

vi

DAFTAR LAMPIRAN

vi

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
2 TINJAUAN PUSTAKA

Rantai Produksi
Rantai Produksi Ayam Broiler
Definisi Traceability
Centralized Traceability System
Product Coding dan Data Interchange
Computer-based Information System (CBIS)
Metode Pengembangan Sistem
Penelitian Dahulu yang Terkait
3 METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Bahan dan Alat Penelitian
Tahapan Penelitian
4 HASIL DAN PEMBAHASAN
Persiapan dan Pengumpulan Data
Rantai Produksi Ayam Broiler
Traceability System yang Diusulkan
Pendekatan CBIS
Analisis Hasil Penelitian
Desain Interface Sistem Traceability Broiler
Implementasi Sistem Traceability
Evaluasi Sistem Traceability

1

1
3
3
3
3
4

4
5
6
8
9
12
15
16
16

16
17
17
19

19
22
30
31
33
42
46
50

5 SIMPULAN DAN SARAN

51

Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA

51
51

LAMPIRAN

55

RIWAYAT HIDUP

68

52

DAFTAR TABEL
1
2
3

Penelitian terkait broiler traceability
Modul - modul sistem traceability pada broiler-trace
Evaluasi SUS untuk broiler-trace

16
46
50

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
28
29
30
31
32
33
34
35
36
37
38
39
40

Pola aliran material (Arnold et al. 2004)
Model rantai produksi di Bangladesh (Shamsuddoha, 2013)
Informasi flow of tracking & tracing rantai produksi (Schwägele 2005)
Traceability across rantai produksi (GS1 2007)
Contoh jenis barcode
EAN 13 barcode (gs1.id.org)
Kartu RFID dan alat pembacanya
GS1 data matrix
Contoh QR code
CBIS untuk transparansi makanan (Seminar 2016)
Grade Skala Sistem Usability
Tahapan SDLC (Satzinger 2010)
Tahapan penelitian
Rantai produksi breeder PT X
Model rantai produksi ayam broiler PT XYZ
Rantai produksi ayam broiler PT XYZ
Standar atribut stakeholder
Stakeholder role
Sistem informasi broiler
Sistem rantai produksi broiler saat ini
Centralize traceability system
Traceability system terpusat
Penerapan CBIS pada sistem traceability
Traceability flow system
Model traceability rantai produksi broiler
Diagram konteks
DFD level 1 traceability system
DFD Level 2 proses manajemen
DFD Level 2 proses transaksi pada sistem traceability
DFD Level 2 proses traceability
DFD Level 3 proses transaksi di farm
DFD Level 3 proses transaksi di slaughterhouse (RPA)
DFD Level 3 proses transaksi di wholesaler
DFD Level 3 proses transasksi di Processor
DFD Level 3 proses tansaksi di retailer
ER-Diagram traceability system
Model database traceability system
User public interface
User stakeholder interface
Broiler form

4
5
7
7
10
10
11
12
12
14
14
15
17
21
22
23
26
28
29
30
30
31
32
34
34
35
36
36
37
37
38
38
39
39
39
40
41
42
43
44

41
42
43
44
45
46

Incoming form order
Trace and track product
Halaman umum (front end)
Halaman stakeholder (back end)
Pencatatan proses produksi broiler
Contoh hasil proses traceability

45
45
47
47
48
49

DAFTAR LAMPIRAN
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12

Form customer, frontend dan backend user
Data master, daftar process, employee dan tipe tujuan
Data master ingredients, farm dan slaughterhouse
Product, daftar tipe kendaraan dan transporter
Form broiler, treatment dan incoming order di slaughterhouse
Birds arrivals, slaughter dan final product
Order detail, sales dan distribution
Order ke RPA, incoming order dan direct sales
Form order, incoming meat dan processing food
Sales food, retailer, order dan form add user
Role user, news dan message
Traceabiality dan form SUS

56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
67

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Rantai produksi hasil pertanian dimulai dari petani (hulu) dan berakhir di
konsumen (hilir) yang melewati beberapa proses produksi dan distribusi belum
terdata dengan baik. Informasi detail rantai produksi suatu produk makanan
menjadi hal yang sangat penting untuk menumbuhkan rasa kepercayaan
konsumen untuk membeli dan mengkonsumsi makanan tersebut. Konsumen akan
ragu jika membeli produk makanan tertentu tanpa adanya informasi yang
dibutuhkan khusunya menyangkut keamanan dan kualitas dari produk tersebut.
Informasi detail suatu produk makan diperoleh dengan menelusuri sumber dari
makanan tersebut, proses produksi dan distribusinya. Kemampuan untuk
mengikuti pergerakan makanan mulai dari tahap produksi, pengolahan dan
distribusi dinamakan teknik traceability (Hal 2010; Hobs et al, 2005).
Menurut Bosona dan Grebesenbet (2013), traceability adalah bagian dari
manajemen logistik yang menangkap, menyimpan dan mentransmit informasi
yang cocok untuk suatu makanan, pakan, produksi makanan atau semua stage
rantai produksi makanan yang produknya dapat diperiksa untuk keperluan safety,
quality control, trace up/downward disetiap saat. Penelitian Pizzuti dan Mirabelli
(2015) menyatakan suatu traceability system diperlukan sebagai alat untuk
mengontrol safety food dan quality food.
Pemanfaatan jaringan internet untuk traceability system (TS) sangat
dibutuhkan karena TS dibangun secara terintegrasi yang dapat melacak suatu
produk makanan tertentu dari beberapa stakeholder yang terlibat dengan jaringan
secara realtime kapan saja dan dimana saja melalui komputer pribadi atau
smartphone. Stakeholder adalah organisasi atau instansi yang terlibat dalam rantai
produksi. Informasi detail seperti asal produk, proses produksi, pengolahan dan
distribusi suatu produk dapat diperoleh secara cepat dengan penggunaan teknologi
identifikasi seperti barcode, RFID (Radio Frekuensi Identification) dan teknologi
identifikasi lainnya. Saat ini food traceability dari „farm to tables’ menjadi realitas
pasar, tuntutan pemakai dan regulasi pemerintah (Aung and Chang 2014).
Traceability produksi ayam broiler di Indonesia belum diterapkan secara
terintegrasi sehingga jika terjadi kasus penyebaran penyakit, salah produksi dan
kasus lainnya akan sulit di deteksi. Konsumen yang menjadi korban paling
dirugikan. Kesulitan mendapatkan informasi detail suatu produk daging ayam
broiler misalnya asal farm, riwayat pembesaran di farm, proses pemotongan
hingga menjadi produk tertentu, penyimpanan dan distribusinya adalah keadaan
saat ini. Data Direktorat Jenderal Peternakan (2015) dari tahun 2011 – 2015
menunjukan produksi daging ayam mengalami peningkatan sebesar 5.36% dan
provinsi Jawa Barat merupakan produsen daging ayam terbesar. Badan Pusat
Statistik (2015) juga menunjukkan populasi ayam broiler dari tahun 2011 - 2015
cenderung mengalami peningkatan. Produk makanan yang berasal dari daging
ayam mudah didapatkan dan terjangkau harganya sehingga setiap tahunnya
produksi daging ayam terus meningkat.
Rantai produksi broiler tentunya berbeda dengan rantai produksi buahbuahan, sayuran atau jenis makanan lainnya. Proses rantai produksi broiler mulai
dari pembibitan, pembesaran ayam, pengangkutan, pemotongan, pengepakan,

2

distribusi dan sampai ke pemakai melibatkan beberapa stakeholder diantaranya
produsen/peternak,
pengangkut
(transporter),
rumah
potong
ayam
(slaughterhouse), processor, retailer dan konsumen. Rantai produksi ayam di
pengaruhi faktor pasar, budaya dan mekanisme pemerintah (Trienekens et al.
2012). Produsen atau petani yang melakukan pembesaran ayam broiler terdiri atas
dua jenis yaitu petani kontrak dan non kontrak. Ayam broiler didapatkan langsung
dari farm dan pengepul melalui proses pengiriman ke rumah potong ayam (RPA)
yang diolah menjadi produk berupa karkas ayam utuh (whole chicken karkas),
segar (fresh), beku (frozen), potongan daging ayam (parting), daging ayam tanpa
tulang (boneless), produk olahan lanjutan (further process) dan produk sampingan
(by product) (Micah 2011). Identifikasi dan registrasi informasi ayam komersil
dilakukan per batch dengan status data kemiripan ayam yang sama, kecuali untuk
tujuan breeding stock dilakukan per individu (Fallon 2001).
Penerapan TS di Indonesia masih kurang diperhatikan karena mayoritas
konsumen dalam membeli produk baik makanan maupun bukan makanan
sebagian besar hanya memperhatikan merk, nilai beli, expire date dan
manfaatnya. Karena penerapan standar TS belum diterapkan, maka akan
membuka akses impor produk asing tanpa jaminan keamanan, kualitas dan
kesehatan. Salah satu keuntungan TS adalah kemungkinan informasi barang palsu
dapat diketahui dengan cepat dengan memfasilitasi kemudahan akses informasi
tersebut walaupun sebetulnya BPOM (Badan Pengawasan Obat dan Makanan)
telah membuat sistem legalitas produk tersebut namun belum terintegrasi dalam
TS. Kasus pemalsuan merk produk daging ayam broiler baru-baru ini adalah bukti
kurangnya perhatian dan kurangnya informasi dan penerapan traceability.
Traceability dapat diterapkan jika sistem yang dibangun memudahkan konsumen
untuk mengakses traceability tersebut dengan perangkat yang murah dan tersedia.
Sekarang ini Indonesia adalah pasar yang menarik bagi produk-produk asing
karena standar produk yang masuk ke Indonesia belum mewajibkan penerapan
sistem traceability dalam produk standar nasional Indonesia.
Penelitian tentang traceability rantai produksi makanan di Indonesia
sejauh ini sudah ada seperti sistem traceability untuk identifikasi dan registrasi
sapi menggunakan pendekatan CBIS (Seminar et al. 2010), assessment rantai
produksi loin tuna beku menggunakan traceability decision tree berbasis ISO
28000 (Kresna 2014) dan rantai produksi udang beku di sistem bisnis dijital
mengembangkan sistem traceability menggunakan metode cosine similarity dan
fuzzy asscociative memory (Djatna dan Ginantaka, 2015). Untuk penelitian
traceability pada rantai produksi ayam broiler yang dimulai dari farm sampai ke
retailer selama ini belum ada yang melakukan. Paper bukan penelitian di bidang
perunggasan sudah dilakukan diantaranya oleh Fallon (2001), McMillin (2012)
dan Maestri et al. (2009). Penelitian lain adalah penelitian traceability untuk
rantai daging unggas dengan studi kasus perusahaan menengah (Lavelli, 2013),
Sistem traceability pada perunggasan menggunakan teknologi identifikasi Radio
Frekuensi Identity (RFID) yang dipasangkan pada setiap ayam hidup (Chansud et
al. 2008), menganalisis aktifitas dan perilaku unggas yang terkena penyakit flu
burung dengan bantuan kamera pengintai (Fuji dan Yokoi 2009) dan menganalisis
traceability daging dari farm to slaughter (Tomes et al. 2009).
Latar belakang di atas menunjukan bahwa produksi ayam setiap tahunnya
meningkat menyebabkan ancaman keamanan suatu produk makanan dari daging

3

ayam pun terbuka. Banyaknya produk makanan dari daging ayam tersebut
membuat pengawasan terhadap produk ayam tersebut sulit dilakukan tanpa
adanya sistem yang dapat melakukan pengawasan tersebut dari hulu sampai ke
hilir. Penelitian traceability pada ayam broiler di Indonesia mulai dari farm
hingga ke retailer belum ada yang melakukan sehingga penelitian ini penting
dilakukan. Penelitian ini bertujuan untuk menguraikan rantai produksi ayam
broiler, membuktikan sistem traceability dari farm hingga ke retailer dan
membuat prototipe sistem informasi traceability terintegrasi ada produksi ayam
broiler dengan pendekatan computer-based information system (CBIS).
Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah disampaikan diatas, permasalahan
yang dapat dirumuskan adalah sebagai berikut :
1. Bagaimana rantai produksi ayam broiler dari farm hingga ke retailer?
2. Bagaimana merancang sistem traceability yang berjalan dari farm hingga ke
retailer ?
3. Bagaimana membuat prototipe sistem traceability pada rantai produksi ayam
broiler ?
Tujuan Penelitian
1. Studi sistem rantai produksi produksi ayam broiler dari farm hingga ke
retailer
2. Merancang sistem traceability dari farm hingga ke retailer
3. Pengembangan prototipe sistem traceability terintegrasi pada produksi ayam
broiler dengan pendekatan CBIS.
Manfaat Penelitian
Penelitian ini bermanfaat untuk stakeholder dalam meningkatkan safety
dan quality produk, mengontrol dan mendeteksi kesalahan produksi. Manfaat bagi
masyarakat adalah memudahkan akses untuk mendapatkan informasi detail dari
rantai produksi makanan yang dibelinya melalui sistem traceability berbasis web
yang dapat diakses dimana saja dan kapan saja menggunakan teknologi
indentifikasi barkode. Terakhir bermanfaat bagi policemaker untuk mengambil
keputusan misalnya penarikan produk (product recall) jika terjadi kesalahan
produk, cacat produksi atau produk yang terkontaminasi.
Ruang Lingkup Penelitian
Penelitian ini adalah studi rantai produksi ayam broiler komersial mulai
dari farm hingga ke retailer dan mengembangkan sistem informasi traceability
broiler pada rantai produksi tersebut yang berbasis web. Adapun lokasi penelitian
dilakukan pada perusahaan ayam integrator wilayah Jabodetabek pada PT Jafpa
Comfeed Indonesia Tbk, PT Sierad Produce Tbk dan PT Charoen Pophand
Indonesia Tbk, wholesaler dan ke retailer diantaranya Alfa mart, Indo mart dan
Alfa midi.

4

2 TINJAUAN PUSTAKA
Rantai Produksi
Rantai produksi merupakan mata rantai penyediaan barang dari bahan
baku sampai barang jadi (Indrajit dan Djokopranoto 2002). Manajemen rantai
produksi produk peternakan mewakili proses produksi secara keseluruhan dari
proses produksi (pembibitan dan pembesaran), pemotongan, pengolahan,
distribusi dan pemasaran, hingga produk yang diinginkan sampai ke konsumen.
Sistem manajemen rantai produksi merupakan satu kesatuan sistem pemasaran
terpadu, yang mencakup keterpaduan produk dan pelaku, guna memberikan
kepuasan pelanggan (Marimin dan Magfiroh 2011).
Konsep rantai produksi melibatkan tiga tahapan dalam aliran material.
Bahan mentah didistribusikan ke manufaktur membentuk suatus sistem physical
supply, manufaktur mengolah bahan mentah, dan produk jadi didistribusikan
kepada konsumen akhir membentuk sistem physical distribution. Aliran material
tersebut dapat dilihat pada Gambar 1 Pola aliran material.
S
U
P
L
I
E
R
Physical
Supply

MANUFACTURE
Manufaturing
planning and control

DISTRIBUTION
SYSTEM
Physical
Distribution

Dominant flow of product and services

C
U
S
T
O
M
E
R

Dominant flow of demand and design information

Gambar 1 Pola aliran material (Arnold et al. 2004)
Pola aliran pada Gambar 1 menunjukan bahan mentah didistribusikan
kepada pemasok dan manufacture yang melakukan pengolahan menjadi barang
jadi yang siap didistribusikan kepada konsumen melalui distributor. Aliran produk
terjadi mulai dari supplier hingga ke konsumen, sedangkan arus balik aliran ini
adalah aliran permintaan dan informasi. Permintaan dari customer diterjemahkan
oleh distributor dan distributor menyampaikan pada manufacture, selanjutnya
manufature menyalurkan informasi tersebut pada supplier.
Supply Chain Management (SCM) merupakan serangkaian pendekatan
yang diterapkan untuk mengintegrasikan pemasok, pengusaha, gudang dan tempat
penyimpanan lainnya secara efisien. Produk dihasilkan dapat didistribusikan
dengan kuantitas, tempat dan waktu yang tepat untuk memperkecil biaya, serta
memuaskan pelanggan. SCM bertujuan untuk membuat seluruh sistem menjadi
efisien dan efektif, meminimalkan biaya dari transportasi, dan distribusi sampai
inventori bahan baku, bahan dalam proses, serta barang jadi. Ada beberapa
pemain utama yang memiliki kepentingan dalam SCM, yaitu pemasok (supplier),
pengolah (manufacture), penyalur (distributor), pengecer (retailer) dan pelanggan
(customer) (Indrajit dan Djokopronoto 2002).

5

Rantai Produksi Ayam Broiler

Gambar 2 Model rantai produksi di Bangladesh (Shamsuddoha, 2013)
1) Broiler
Broiler adalah ayam yang dibesarkan untuk produksi daging. Umumnya ayam
broiler di Indonesia berasal dari Strain Cobb, Ross dan Indian River. Ayam DOC
(day old chicken) dibudidayakan oleh peternak broiler dibesarkan sesuai referensi
berat pasar (sekitar 2 kg dengan berat karkas sekitar 67%). Waktu budidaya
sekitar 30 – 32 hari dengan konsumsi pakan sebanyak 2.4g per ekor.
2) Peternakan Parent Stock
Peternakan broiler breeder membudidayakan parent stock (PS) yang
menghasilkan telur yang dibuahi untuk memproduksi broiler DOC. Pejantan
dibesarkan untuk membuahi betina dan untuk menghasilkan telur tetas. Parent
stock dipelihara dan saat berumur 22-24 minggu mencapai matang secara seksual
dan bertelur. Pejantan dan betina dipelihara dengan rasio 1:10-12 untuk
menghasilkan telur tetas. Setiap betina menghasilkan 170 telur selama 42 minggu
dalam satu periode masa bertelur. Pejantan yang tidak dijadikan pembibit, diafkir
dan dijual sebagai ayam potong.
3) Kontraktor
Perusahaan di Indonesia yang bergerak dari hulu hingga hilir (integrator) meliputi
processing umumnya menggunakan kontrak untuk memasok broiler ke instalasi
prosessing atau ke pasar tradisional. Integrator menyiapkan produksian pakan
DOC, mengambil dan mengirim ayam hasil panen ke rumah potong ayam atau
langsung ke pasar.

6

4) Feed Mills
Industri pakan (feed mills) memiliki bahan mentah dan produksi pakan ternak
dalam kapasitas besar. Industri pakan melakukan proses pembuatan pakan
meliputi penggiling bahan pakan, mencampur bahan pakan, melakukan
penguapan dan proses pressing pakan menjadi bentuk pellet atau crumble,
pendingin, pengepakan, penyimpanan produk akhir di gudang dan fasilitas
bongkar muat.
5) Hatchery
Penetasan telur dilakukan di hatcheries dalam 2 tahap yaitu tahap inkubasi selama
dan tahap penetasan. Suhu dan kelembaban dikontrol. Blower atau kipas angin
digunakan untuk menjamin keseragaman suhu dan kelembaban dalam hatcher.
Tahap inkubasi di setter di lakukan selama 18 hari kemudian telur di transfer ke
bagian hacther selama 3 hari. Telur menetas pada umur 21 hari. Anak ayam
(DOC) dikeluarkan, diperiksa dan divaksinasi sebelum dikirim ke peternak atau
poultry shop.
6) Integrator
Integrator melakukan semua tahapan produksi broiler. Integrator memiliki PS
(parent stock), penetasan (hatchery), industry pakan, instalasi prossesing dan
mungkin memiliki peternak broiler sendiri atau menggunakan sistem kontrak
dengan peternak. Integrasi mengurangi biaya koordinasi di setiap tahap produksi.
Perusahaan integrator di Indonesia yang besar diantaranya Charoen Pokphand,
Japfa Comfeed dan Sierad Produce.
7) Rumah Potong Ayam dan Processing Plant
Ayam yang telah memiliki bobot panen dikirim ke RPA (rumah potong ayam).
Pemotongan dilakukan menggunakan fasilitas modern dengan mengacu pada
aturan keamanan produk dan lingkungan. RPA di Indonesia memproses sekitar
10.000 ekor ayam/jam. Prosedur umum RPA meliputi rekondisi pasca kedatangan
ayam dari farm, proses seleksi bobot badan dan kesehatan, penggantungan ayam
secara individual, penyembelihan secara individual, scalding (perendaman dalam
air panas), pencabutan bulu, pengeluaran bagian dalam tubuh ayam (non karkas),
penyimpanan (pendinginan atau pembekuan). Karkas ayam dikirim ke industri
pengolahan untuk dijadikan produk olahan, dikemas, disimpan (di dinginkan atau
dibekukan) dan didistribusikan ke konsumen selanjutnya.

Definisi Traceability
Traceability didefinisikan sebagai kemampuan melacak komoditas
makanan, atau pakan atau substansi diimbuhkan kedalam makanan, meliputi
semua langkah dari produksi, prosessing, dan distribusi (Rijswijk dan Frewer
2008). Tiga element dasar yang diketahui informasinya yaitu: nama produk, asal
produk dan saat didistribusikan atau kemampuan untuk mengikuti atau
mempelajari secara detail (langkah demi langkah), riwayat dari aktifitas atau
proses tertentu (Webster‟s Dictionary 2011). International Organization for
Standardization mempertimbangkan kemampuan untuk melacak riwayat, aplikasi,

7

atau lokasi. Traceability adalah kemampuan untuk melacak produk dan
sejarahnya secara keseluruhan, atau sebagian, rantai produksi dari panen,
transportasi, penyimpanan, processing, distribusi dan penjualan atau satu step
internal rantai makanan (Moe 1998). Traceability adalah sebuah konsep yang
berhubungan dengan semua produk dan semua tipe rantai produksi (Regattieri, et
al. 2007).
Traceability makanan adalah bagian dari manajemen logistic yang
mengangkat, menyimpan dan mentransmit informasi yang layak terkait makanan,
pakan, hewan bahan makanan, dan semua substansi di semua stages rantai
produksi makanan sehingga produk tersebut dapat diperiksa untuk pengawasan
keamanan dan kualitas, traced upward dan tracked downward sewaktu-waktu
diperlukan (Bosana dan Gebresent 2013)

Gambar 3 Informasi flow of tracking & tracing rantai produksi (Schwägele 2005)

Gambar 4 Traceability across rantai produksi (GS1 2007)
1.
2.
3.
4.
5.

Karakteristisk traceability adalah:
Menyediakan akses ke semua properti relasi traceability dari sebuah produk,
tidak hanya dapat diverifikasi oleh analisis
Menyediakan akses ke property suatu produk makanan atau bahan di semua
bentuknya, di semua link dari rantainya
Memfasilitasi traceability backword produk makanan ( darimana datang) dan
forwards (kemana pergi)
Didasarkan pada rekaman sistematis dan pertukaran property
Memiliki unit sistem identfikasi dan numbering dan link ke semua property

8

Teknologi sistem traceability berdasarkan Kraisintu and zhang (2011) meliputi:
1. Alfanumerical Codes
2. Barcode
3. RFID (Radio Frequency Identification Data)
4. GIS ( Geograpi Information System)
5. GPS (Geo Position Satelite).
Keuntungan traceability menurut Bosana dan Gebresent (2013) meliputi :
1. Meningkatkan kepuasan pelanggan
2. Memperbaiki manajemen krisis makanan
3. Perbaikan sistem rantai produksi makanan
4. Meningkatkan kompetensi perusahaan
5. Memperkaya kontribusi teknologi dan ilmu pengetahuan
6. Kontribusi terhadap keberlangsungan pertanian
Metode Identifikasi Ternak
Traceability ternak secara lengkap tergantung dari akurasi identifikasi ternak
secara individu atau kelompok dan keaslian serta rekam jejak setelah identifikasi
(Smith et al. 2005). Identifkasi dapat dilakukan secara visual dan non visual.
Metode visual meliputi: cap rahasia (salah satu panas atau beku) atau cap tanduk;
telinga, tanduk atau tato lidah; label atau ban leher (collar) di telinga, sekitar leher
atau ekor, di sayap, atau direkat atau disembunyikan; earnotching atau tanda; dan
pola warna foto atau ciri-ciri. Label telinga, leher atau sayap terbuat dari metal
atau plastik berupa dangle, tombol atau elektronik. Metode identifikasi elektronik
terdiri dari barcode, 2 dimensi simbol, RFID dan OCR. Dangel rantai leher, suntik
kulit (rumen boluses), sementara indentifikasi biometric perlu beberapa form
(Smith et al. 2005). Biometrik merupakan identifikasi individual seperti implant
kulit, ceramic boluses, DNA genetic dan identifikasi antibody (Yordanov dan
Angelova 2006).
Beberapa teknik indentifikasi memiliki banyak kelebihan dibanding
dengan konvensional tags tetapi mahal, lambat dan tidak cukup waktu test untuk
digunakan pada identifikasi atau traceability system (Stanford et al. 2001).
Kesulitan menelusuri jejak ternak, produk dan produksi melalui penggabungan
identifikasi langsung dapat diatasi dengan teknologi DNA. DNA sampling dapat
dilakukan pada ternak hidup dalam menyediakan bukti positif untuk identifikasi
validasi keturunan, keaslian atau kecurangan (Shackell 2008)
Centralized Traceability System
TS (Traceability System) harus dibuat secara menyeluruh dan terpusat karena
untuk menelusuri dari hulu ke hilir melibatkan stakeholder atau lembaga yang
berbeda. Setiap stakeholder memiliki peranan masing-masing dan akan
mengutamakan peranannya dengan tidak mengindahkan sistem yang dapat
melakukan penelusuran proses produksi. Untuk memudahkan proses bisnis dalam
suatu stakeholder, dibangun sistem informasi sesuai kebutuhan stakeholder
tersebut. Sistem informasi yang dibangun hanya sebagian kecil menerapkan

9

proses penelusuran dan tidak menjangkau stakeholder yang sudah melewati satu
tahap stakeholder.
Sistem informasi digunakan untuk administrasi antar atau dalam maksimal
dua lembaga karena kebutuhan yang sama. Setelah melewati satu stakeholder atau
pihak ketiga, biasanya informasi yang disampaikan ke pihak kedua akan berubah
dan hilang, tidak sampai ke pihak ketiga. Semua stakeholder yang terlibat dari
awal produksi sampai akhir produksi dinamakan rantai produksi. Satu rantai
produksi melibatkan semua stakeholder adalah satu kesatuan terintegrasi. Satu
rantai produksi diterapkan dalam sebuah sistem. Untuk tujuan penelusuran
produk, maka dikembangkan sistem traceability.
Sistem traceability terintegrasi yang lengkap memerlukan kode identifikasi di
setiap stakeholder yang memiliki peranan kritikal traceability, identifikasi model
organisasi yang cocok, kreasi supply chain, identifikasi teknik instrumen,
identifikasi lot dan manajemen informasi (Bevilacqua et al.2009).
Kunci utama dalam sistem traceability adalah kode identifikasi dan jaringan.
Walaupun sebenarnya melibatkan 6 sumber yaitu hardware, software, infoware,
brainware dan netware (Seminar 2016). Perbedaaan teknologi kode identifikasi
tidak mempengaruhi sistem traceability. Teknologi identifikasi diperlukan untuk
disesuaikan dengan kebutuhan dan peranan masing-masing stakeholder.
Supaya sistem traceability dapaty digunakan oleh semua stakeholder dari hulu
ke hilir maka harus diterapkan model CBIS yang dapat menggabungkan sistem
traceabiality terintegrasi menjadi satu kesatuan yang saling berinteraksi dan
dibutuhkan oleh semua stakeholder yang terlibat.
Product Coding dan Data Interchange
Sistem sederhana yang ditunjukan label biasanya lot dan nomor identifikasi.
Informasi dapat dicetak di label luar bungkus paket untuk item retail. Kode batch
berasal dari processor dan berisi informasi produksi, shift, waktu produksi dan
data lain yang diperlukan seperti data series. Metode yang baik adalah yang biasa
menggunakan barcode dan RFID (Bevilacqua et al. 2009). Mayoritas perusahaan
makanan dan retail di dunia menggunakan label Universal Product Code (UPC),
yang diperkenalkan oleh GS1 US dan GS1 (dikenal sebagai US Uniform Code
Council dan European Article Numbering [EAN] authority, respectively
(Polkinghome dan Thompson 2009). Berbagai jenis barcode telah dikembangkan
seperti GS-128 barcodes, dan two-dimensial (2D) barcode yang berisi lebih
banyak informasi daripada barcode biasa. Identifikasi untuk semua paket, palet
atau kontainer biasanya menggunakan Serial Shipping Container Code (SSCC)
dan sebuah teknik barcode untuk mengurangi ukuran barcode berdasarkan
perbedaan UPC dan type EAN. Kekurangan barcode adalah sulit menscan jika
dibungkus dengan air droplets atau condensed water dari es yang meleleh.
Ada 3 type barcode yaitu linier barcodes, 2D barcodes dan QrCode berikut
adalah contoh jenis barcode.

10

Gambar 5. Contoh jenis barcode
UPC (Universal Product Code) diciptakan oleh Amerika Serikat yang
mewakili kode produk universal dan setara dengan European Article Number
(EAN). Kode-kode UPC mudah dilihat mata yang tak terlatih yang hampir tepat
sama dengan kode-kode EAN, tetapi hanya akan mengkodekan dua belas digit
(UPC-A) dan delapan digit (UPC-E). Barcode UPC yang terdiri dari 13 angka
yang tersusun dari tiga angka pertama merupakan kode negara, empat angka
berikutnya merupakan kode manufaktur produk tersebut diproduksi, lima angka
berikutnya merupakan kode produk yang akan dipublish, 1 angka terakhir
merupakan check digit. Check digit ini merupakan suatu “old-programmer’s
trick” untuk mengvalidasikan digit-digit lainnya (number system character,
manufacturer code, product code) yang dibaca secara teliti.
EAN barcode ditujukan untuk retail Point-of-Sale (POS) karena di desain
untuk lingkungan scanning dengan volume tinggi. Digunakan pada POS dan
logistik harus dicetak lebih besar dari ukuran yang dituju untuk mengakomodasi
scanning pada logistik.Terbatas untuk membawa GS1 Key dan special identifier
untuk aplikasi terbatas seperti variable measure trade items dan penomoran
internal.

Gambar 6. EAN 13 barcode (gs1.id.org)
Barcode 2 Demensi, lebih canggih dibanding Linear Code karena bisa memuat
ratusan digit karakter dan tampilannya pun berbeda dengan Linear Code. Pada
Barcode 2 Demensi, informasi/data yang besar dapat disimpan dalam ruang
(space) yang kecil. Contoh Barcode 2 Demensi yaitu PDF417 yang dapat
menyimpan lebih dari 2000 karakter dalam sebuah space 4″. Ada banyak manfaat
dari barcode ini antara lain:
1) Pengumpulan data yang cepat dan dapat diandalkan.
2) Pemasukan data lebih cepat terlaksana; 10,000 kali lebih akurat.
3) Mengurangi biaya tenaga kerja;

11

4) Mengurangi kerugian pendapatan akibat kesalahan pengumpulan data
lapangan.
5) Memudahkan dalam mengatur level persediaan.
6) Meningkatkan kerja manajemen dan pengambilan keputusan lebih baik
7) Akses cepat kepada informasi yang dibutuhkan.
RFID adalah metode identifikasi yang menggunakan sarana yang disebut
label RFID yang mengambil dan menyimpan data jarak jauh. Label RFID ini di
pasang di produk atau barang lainnya bahkan mahluk hidup untuk
mengidentifikasi jarak jauh menggunakan gelombang radio. Label RFID ini di
menyimpan data secara elektronik yang di baca beberapa meter. Label RFID ini
seperti silicon atau antenna. Label RFID dapat dibaca oleh alat pembaca walaupun
pembaca tertutup oleh objek lain yang dapat membaca ratusan pada suatu waktu,
berbeda dengan barcode yang hanya dapat membaca satu persatu.
Awalnya RFID digunakan sebagai spionase pemerintah rusia oleh Leon
Theremin tahun 1945. Sekarang ini RFID modern dapat digunakan untuk berbagai
macam (Wikipedia 2016) seperti :







ManajemenAkses
Pelacakan barang
Pengumpulan dan pembayaran toll tanpa kontak langsung
Mesin pembaca dokumen berjalan
Pelacakan identitas untuk memverifikasi keaslian
Pelacakan bagasi di bandara

Gambar 7.Kartu RFID dan alat pembacanya
GS1 Data Matrix dan GS1 QR Code
Barcode 2D GS1 yaitu GS1 Data Matrix dan GS1 QR Code yang juga disebut
"2D Matrix" adalah simbol-simbol yang dapat membawa semua GS1 keys dan
atribut. Hal ini dapat diterapkan pada barang perdagangan untuk membawa
informasi seperti tanggal kadaluwarsa, nomor seri atau batch/lot nomor. Simbol
2D juga dapat digunakan untuk informasi tambahan pada kemasan (extended
information) yang berisi tautan halaman web (URL). Barcode 2D mendukung
pemindaian aplikasi ponsel. Untuk sektor kesehatan, GS1 Data Matrix adalah
satu-satunya simbologi barcode 2D yang diizinkan diterapkan pada barang
perdagangan.
GS1 Data Matrix
Karakteristik dari GS1 Data Matrix adalah :

12

Gambar 8 GS1 data matrix






Alpha Numerik (dapat memuat angka dan huruf).
Informasi yang terkandung sangat padat.
Pembacaan alat scanner menggunakan scanner 2D.
Kapasitas: 7089 digit angka atau 4296 gabungan angka dan huruf.
Mengukung penggunaan kunci identifikasi GS1.

QR Code (Quick Response)
QR Code (Quick Response) adalah barcode 2D, yang terdiri dari modul hitam
(persegi titik/piksel), diatur dalam pola persegi di latar belakang putih. Kode-kode
ini bisa diterjemahkan secara singkat dan cepat hanya menggunakan kamera
ponsel yang telah ditambahkan aplikasi pembaca QR Code. QR Code diciptakan
oleh perusahaan Jepang, Denso-Wave dari Denso Corp. pada tahun 1994, yang
digunakan dalam industri otomotif.

Gambar 9 Contoh QR code
Karakteristik dari QR Code :
 Alpha Numerik (dapat memuat angka dan huruf).
 Informasi yang terkandung sangat padat.
 Pembacaan alat scanner menggunakan scanner 2D.
 Kapasitas: 3116 digit angka atau 2335 gabungan angka dan huruf.
 Mengukung penggunaan kunci identifikasi GS1.

Computer-based Information System (CBIS)
Menurut Seminar (2016), Computer-Based Information System (CBIS) terdiri dari
6 sumber, yaitu hardware, software, dataware, netware, infoware dan brainware
yang harus terbangun untuk digunakan dalam transformasi data dari rantai
produksi makanan hasil pertanian dari setiap stage stakeholder untuk tujuan
pengawasan makanan dari produki ke konsumen (Gambar 10). Komponen
keenam sumber tersebut antara lain :

13

1) Hardware
Terdiri dari sensing devices, data loggers, data scanner, communication
devices, data storages, information displays, actuators, processing units
(microprocessor), computers, smartphones, dan communication networks.
2) Software
Terdiri dari operating systems, software aplikasi terkait, Database
Management System (DBMS), GIS Software, data acuisition, software
analisis dan generator laporan, software aplikasi khusus (Knowledge
Management System (KMS), Enterprise Resource Planing (ERP),
Decission Support System (DSS), Customer Relation Management (CRM),
Sistem Intelegensi lainnya) dan search engine untuk information retrieval
3) Dataware
Semua data relevan (historical, real-time, statistical, spatial &
geographical) yang berhubungan dengan node/actor lainnya,
proses/activities, events, food products dan standar kualitas yang
melibatkan rantai makanan adalah merupakan sumber dataware
4) Netware
Terdiri dari network access and control, media komunikasi, direktori site,
communication processors, webservice, teknologi kluster network (intra,
extra,& inter-net)
5) Informasi
Berisi operasional, laporan manajerial, forecast and trend analysis report,
early warning signals, decision scenarios dan opsi di form digital atau
forms cetak merupakan sumber informasi.
6) Brainware
Berupa semua actor yang terlibat di rantai makanan dan CBIS seperti
administrator databases dan CIF (Chief Information Officers), Manajer
MIS, subject-related experts dan end users adalah merupakan brainware
Untuk tujuan transparansi rantai makanan, CBIS memiliki 4 peranan penting yaitu
:
1) Mendukung bermacam-macam algoritma, programmable computational
scenarios.
2) Mendukung real-time, akuisisi data yang objektif dan persis dari aliran
data actor /node lain di stage lain rantai makanan.
3) Mendukung storage data massive dalam jenis form dijital (text, video,
audio) dari graphical, spatial, temporal, statistical and serial data yang
berhubungan dengan prosess, objek dan aktor dalam rantai makanan.
4) Mendukung linking, tracing dan pentingnya keberagaman semua aktor di
stage berbeda, area geographical dan zone waktu dalam rantai makanan.
Peranan CBIS sangat penting dalam traceability system dikarenakan
banyaknya sumber yang beraneka ragam dalam rantai produksi makanan.

14

Gambar 10. CBIS untuk transparansi makanan (Seminar 2016)

Uji dan Evaluasi Sistem
SUS (System Usability Scale) adalah skala likert yang digunakan untuk
mengukur validitas kegunaan sistem (Brooke 1996). SUS ini terdiri dari 5 skala
yaitu Sangat Tidak setuju sampai Sangat Setuju. Responden diminta untuk
memilih skala persetujuan atau tidak setuju dengan 10 item pernyataan terhadap
sistem yang akan di evaluasi. Responden disini adalah semua aktor yang terlibat
dalam menggunakan sistem.
SUS terdiri dari 5 skala yaitu Sangat Setuju sampai dengan Sangat Tidak
Setuju. SUS teridir dari 10 pernyataan yang mana setiap pernyataan nomor ganjil
diberi nilai 4 untuk pilihan sangat setuju dan 0 untuk pilihan sangat tidak setuju
namun, pernyataan pada poin genap diberikan nilai 0 untuk pilihan sangat setuju
dan 4 untuk pilihan sangat tidak setuju. Nilai kesepuluh pernyataan dijumlahkan
dan dikali dengan 22.5 dan dibagi dengan jumlah responden sehingga
menghasilkan nilai akhir antara 0 - 100. Nilai akhir antara 0 – 100 tersebut
memiliki kriteria grade seperti tampak pada gambar 9 grade SUS.

Gambar 11 Grade Skala Sistem Usability

15

Metode Pengembangan Sistem
Menurut Satzingert (2010), metode pengembangan berbasis SDLC (Software
Development Life Cycle) yang meliputi beberapa tahapan seperti pada gambar 12
Tahapan SDLC
Project Planing
Analisis Sistem

Perancangan
Implementasi
Support

Gambar 12 Tahapan SDLC (Satzinger 2010)
Metode pengembangan sistem menurut Satzinger (2010) meliputi beberapa
langkah diantaranya :
1) Project Planning
Merencanakan kebutuhan dari keseluruhan sistem yang akan dibangun.
Kebutuhan akan hardware, software, brainware dan lainya. Untuk
kebutuhan data dan informasi dapat dilakukan melalui wawancara,
observasi dan analisis dokumen.
2) Analisis Sistem
Pada tahapan ini kebutuhan difokuskan pada perangkat lunaknya seperti
fungsi-fungsi yang dibutuhkan, rancangan antar muka, otentikasi,
keamanan sistem dan lain-lain. Kebutuhan sistem dan perangkat lunak ini
di dokumentasikan untuk di lakukan proses selanjutnya.
3) Perancangan Sistem
Pada tahap ini dijelaskan bagaimana membuat struktur data menggunakan
ER-Diagram, arsitektur perangkat lunak atau perancangan sistem dengan
context diagram, desain database dan perancangan antarmuka.
4) Implementasi
Untuk membangun perangkat lunak berbasis web, diperlukan kemampuan
pemrograman bahasa berbasis web. Pada tahapan ini, penulis
mengembangkan perangkat lunak menggunakan bahasa pemrogramman
PHP dengan framework CodeIgniter versi 3.0. Untuk database
penyimpanannya menggunakan Mysql.
5) Support
Menjaga keberlangsungan sistem agar dapat digunakan terus dengan
melakukan pengembangan-pengembangan dan perbaikan.

16

Penelitian Dahulu yang Terkait
Di Indonesia saat ini belum ada yang melakukan penelitian terkait traceability
produksi ayam broiler, beberapa penelitian terkait traceability pernah dilakukan di
negara lain seperti pada table 1.
Tabel 1 Penelitian terkait broiler traceability
Peneliti
Tahun Judul
Scope
Viaene and
Verbeke

1998 Traceability as a
key instrument
towards supply
chain and quality
management in the
Belgian poultry
meat chain

Reproduksi,
Hatchery hingga
Slaughterhouse

Chansud et
al

2008 RFID for Poultry
Traceability
System at Animal
Checkpoint
2008 Web Services with
Poultry
Traceability
System

Checkpoint
Pengiriman Ayam
Hidup

2009 Poultry Tracking
System with
Camera
Using Particle
Filters

Mengidentifikasi
ayam yang
berpenyakit dan
sehat dengan sistem
track dengan kamera
dengan partikel
filtering

Laokok
dan
Keprom

Fujii dan
Yokoi

Mengembangkan
sistem traceability
dari farm hingga
Slaughterhouse
dengan webservice

Kesimpulan
Memulihkan
kepercayaan
consumer, dengan
SANITEL System
sebagai sistem
traceability dari
reproduksi hingga
ke Slaughterhouse
RFID mengurangi
waktu 20%
dibangding tanpa
dengan RFID
Webservice cocok
untuk model
pertukaran data dan
cocok untuk system
yang membutuhkan
informasi uptodate,
namun tidak cocok
untuk mengakuisi
data besar.
System efektif
namun tidak
memuaskan
sehingga perlu
diperbaiki

3 METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilakukan hanya pada perusahaan integrator ayam broiler mulai dari
broiler farm sampai ke retailer yaitu PT Japfa Comfeed Indonesia. Tbk, Sierad
Produce dan Charoen Pokphand Indonesia di wilayah Jabodetabek. Penelitian di
mulai tanggal 1 Pebruari hingga 30 Agustus 2016.

17

Bahan dan Alat Penelitian
Teknik pengumpulan data dilakukan peneliti melalui interview dan observasi ke
setiap aktor di setiap stakeholder. Target interview atau pemberi data adalah pakar
ayam, pelaku pasar retailer (Alfa mart, Alfa midi dan Indo mart), dan pelaku
usaha ayam broiler di Jabodetabek.
Tahapan Penelitian
Gambar 13 adalah metode penelitian dalam rangka pengembangan sistem
traceability. Sebelum melakukan penelitian, penulis melakukan beberapa tahap
sebagai berikut :
1) Pengumpulan Data
Proses pengumpulan data ini dilakukan melalui studi pustaka, proses
wawancara langsung ke pakar ayam broiler dan perusahaan integrator
yaitu PT Japfa Comfeed, PT Sierad Produce dan PT Charoen Pokhand dan
terakhir ke retailer (Indomart dan Alfamart) yang ada di wilayah
Jabodetabek.
2) Analisis Sistem
Proses ini mempelajari, mengidentifikasi, mencatat dan menganalisis
stakeholder, jaringan distribusi, transporter, dan aktor yang terlibat pada
setiap stakeholder rantai produksi broiler untuk memenuhi kebutuhan
data. Menganalisis sistem traceability yang berjalan saat ini, melakukan
analisis sistem baru yang cocok dan dapat diterapkan, melakukan
perancangan sistem traceability yang baru tersebut untuk selanjutnya
dilakukan proses implementasi sistem dan evaluasi sistem.
Mulai

Persiapan dan
pengumpulan
data
Analisis
Rantai Produksi

Studi pustaka, observasi, wawancara, analisis dokumen,
Komparasi dan membuat desain penelitian untuk
diverifikasi

Mempelajari semua actor (stakeholder) yang terlibat pada
rantai produksi broiler dari farm ke retailer untuk
kebutuhan data dan informasi

Desain Sistem

Mendesain sistem untuk food chain traceability broiler
hasil analisis dan identifikasi di lapangan

Prototyping

Penerapan model (CBIS) Computer-based Information
System untuk pengembangan Sistem Traceability

Uji dan Evaluasi

Menguji fungsi-fungsi sistem dan mengevaluasi apakah
tujuan penelitian sudah tercapai

Selesai

Gambar 13 Tahapan penelitian

18

Proses pemenuhan data dan informasi dilakukan melalui identifikasi,
pencatatan dan pengolahan data dan informasi yang masuk dan keluar
pada setiap stakeholder (aliran data), menganalisis praktek-praktek yang
merupakan bagian dari traceability, menganalisis dokumen-dokumen yang
digunakan, mencatat semua SOP (standard operational procedur),
menganalisis penerapan dokumentasi meliputi pelaksanaan pencatatan
perekaman, sistem pengkodean pada setiap flock atau batch broiler (Fal