Persepsi Petani Sayuran dan Tanaman Pangan pada Penggunaan Pestisida untuk Produksi Produk Pertanian Sehat di Desa Lingkar Kampus IPB

PERSEPSI PETANI SAYURAN DAN TANAMAN PANGAN
PADA PENGGUNAAN PESTISIDA UNTUK PRODUKSI
PRODUK PERTANIAN SEHAT DI DESA
LINGKAR KAMPUS IPB

ADE AZIS KUSNAYA

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Persepsi Petani Sayuran
dan Tanaman Pangan pada Penggunaan Pestisida untuk Produksi Produk Pertanian
Sehat di Desa Lingkar Kampus IPB adalah benar karya saya dengan arahan dari
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan

dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya saya kepada Institut
Pertanian Bogor.

Bogor, 2014

Ade Azis Kusnaya
NIM A34100097

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar bagi IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB

ABSTRAK

ADE AZIS KUSNAYA. Persepsi Petani Sayuran dan Tanaman Pangan pada
Penggunaan Pestisida untuk Produksi Produk Pertanian Sehat di Desa Lingkar
Kampus IPB. Dibimbing oleh DADANG.
Penerapan praktik pertanian yang baik merupakan cara untuk memproduksi
komoditas pertanian yang sehat. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan
persepsi petani sayuran dan tanaman pangan dalam penggunaaan pestisida untuk
menghasilkan produk pertanian sehat di 14 desa lingkar kampus IPB. Penelitian
dilakukan dengan metode survei langsung ke lapangan menggunakan dua metode
pengambilan data, yaitu data primer yang diperoleh melalui wawancara langsung
menggunakan kuesioner terstruktur dan data sekunder yang diperoleh dari
pemerintahan desa dan LPPM IPB. Jumlah petani responden masing-masing 10
petani sayuran dan 10 petani tanaman pangan dari setiap desa. Hasil survei
menunjukkan bahwa sebagian besar petani tanaman pangan dan sayuran
menggunakan pestisida sintetik tanpa didasari pengetahuan dan keahlian aplikasi
pestisida dalam pengendalian hama dan penyakit tanaman. Hal ini dikarenakan
sebagian besar petani belum memahami konsep pertanian sehat. Persentase
pengetahuan petani terhadap produk tanaman sehat kurang dari 50% pada semua
kategori kegiatan produk pertanian sehat. Persepsi petani tanaman pangan dan
sayuran terhadap penggunaan pestisida dipengaruhi oleh beberapa faktor antara lain
tingkat pendidikan, pangsa pasar, jenis tanaman, dan sumber informasi pemilihan

jenis pestisida.
Kata kunci: pengendalian hama penyakit, pestisida nabati, pestisida sintetik.

ABSTRACT
ADE AZIS KUSNAYA. Perception of Vegetable and Food Crop Farmers on
Pesticide Use to Produce Healthy Agriculture Product at IPB Campus Surround
Villages. Supervised by DADANG.
Good agriculture practices are the way to produce healthy agriculture
products. The aim of this study was to describe perception of vegetable and food
crop farmers on pesticide use to produce healthy agriculture products at 14 villages
surrounding IPB Campus. This study was conducted by using two methods,
conducting direct survey to farmers using structured questionnaires to get a primary
data and collecting information from village governments and Institute of Research
and Community Service of IPB (LPPM) to obtain secondary data. The amount of
responden was 10 vegetable farmers and 10 food crop farmers for each village. The
results of this study showed that most farmers used synthetic pesticides in
controlling pests and diseases without enough knowledge and skill in pesticide
application. Farmer knowledge, both vegetable and food crop farmers of healthy
agricultural product is less than 50%. Farmer perception, in pesticide use was
influenced by level of education, target of market, civil of commodity planted, and

source of information.
Keywords: pest management, botanical pesticide, synthetic pesticide.

PERSEPSI PETANI SAYURAN DAN TANAMAN PANGAN
PADA PENGGUNAAN PESTISIDA UNTUK PRODUKSI
PRODUK PERTANIAN SEHAT DI DESA
LINGKAR KAMPUS IPB

ADE AZIS KUSNAYA

Skripsi
sebagai salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Proteksi Tanaman

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR

2014

Judul Skripsi

: Persepsi Petani Sayuran dan Tanaman Pangan pada
Penggunaan Pestisida untuk Produksi Produk Pertanian Sehat
di Desa Lingkar Kampus IPB
Nama Mahasiswa: Ade Azis Kusnaya
NIM
: A34100097

Disetujui oleh

Prof. Dr. Ir. Dadang, M.Sc.
Pembimbing

Diketahui oleh

Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, M.Si.
Ketua Departemen


Tanggal disetujui :

PRAKATA
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan penelitian tugas
akhir ini yang berjudul “Persepsi Petani Sayuran dan Tanaman Pangan pada
Penggunaan Pestisida untuk Produksi Produk Pertanian Sehat di Desa Lingkar
Kampus IPB” dengan baik. Penulisan skripsi ini merupakan syarat untuk
mendapatkan gelar sarjana pada Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Prof. Dr. Ir.
Dadang, M.Sc selaku dosen pembimbing skripsi dan dosen pembimbing akademik
atas segala kesabaran dan bimbingan selama kegiatan perkuliahan dan proses
penulisan skripsi ini. Terima kasih juga untuk sahabat seperjuangan di Institut
Pertanian Bogor (Andra Budhi Nugraha, Bunga Aprillia Ayuning, Yagus Munandar
Darajat, Iqbal Eka Winarsah, Muhammad Aldiansyah Zulfikar, Ivan Primajohan
Supriatna, Muhammad Fauzi Syahbani, Gumanti Subagja, dan Ofin Rofandi) atas
dukungannya selama ini. Ungkapan terima kasih juga disampaikan untuk Ibunda
Tati Sopiah dan Ayahanda Edo Syuhada, serta seluruh keluarga besar Andra Budhi

Nugraha atas doa dan bimbingannya selama ini.
Penulis berharap skripsi ini dapat bermanfaat dan memberikan pengetahuan
bagi yang membacanya.

Bogor, September 2014
Ade Azis Kusnaya

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Bahan dan Alat
Penentuan Responden

Jenis dan Sumber Data
Analisis Data
HASIL DAN PEMBAHASAN
Keadaan Umum Lokasi
Karakteristik Petani
Karakteristik Budidaya dan Pemasaran Produk Pertanian
Pola Penggunaan Pupuk
Pengetahuan Pertanian Sehat
Pengetahuan Produk Pertanian Sehat
Persepsi Bercocok Tanam yang Baik
Persepsi Cara Budidaya Produk Pertanian Sehat
Permasalahan Usaha Tani
Respon Petani terhadap Hama dan Penyakit Tanaman
Pola Penggunaan Pestisida
Dasar Pertimbangan Aplikasi Pestisida
Jenis dan Bahan Aktif yang Digunakan
Dasar Pemilihan Pestisida
Persepsi Penggunaan Pestisida Nabati
Pengetahuan Pestisida Nabati
Pengalaman Petani Menggunakan Pestisida Nabati

Penilaian Petani terhadap Penggunaan Pestisida Nabati
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

viii
viii
ix
1
2
2
2
2
3
3
3
3

4
4
5
5
5
7
11
12
12
13
15
16
18
20
20
22
24
25
25
26

28
30
30
30
31
33
36

viii

DAFTAR TABEL
1 Monografi desa lingkar kampus IPB
2 Karakteristik petani sayuran dan tanaman pangan di desa lingkar kampus IPB
3 Keadaan budidaya dan pemasaran hasil pertanian
4 Alasan pemilihan komoditas budidaya
5 Frekuensi pemupukan yang dilakukan petani di desa lingkar kampus IPB
6 Persepsi bercocok tanam yang baik
7 Persepsi cara budidaya produk pertanian sehat
8 Permasalahan usaha tani
9 Permasalahan hama dan penyakit pada tanaman pangan
10 Permasalahan hama dan penyakit pada sayuran
11 Respon petani terhadap adanya hama dan penyakit tanaman
12 Dasar pertimbangan aplikasi pestisida
13 Sumber informasi petani dalam pemilihan jenis pestisida
14 Pengetahuan pestisida nabati
15 Pengalaman petani menggunakan pestisida nabati
16 Jenis tanaman yang digunakan sebagai bahan pembuatan pestisida nabati
17 Perbandingan hasil dari penggunaan pestisida nabati dengan pestisida sintetik
18 Kendala yang dirasakan petani dalam pembuatan pestisida nabati

5
6
8
10
12
14
15
16
17
18
19
21
25
26
26
27
28
29

DAFTAR GAMBAR
1
2
3
4
5
6

Peta desa lingkar kampus IPB
Komoditas utama sayuran
Komoditas utama tanaman pangan
Jenis pupuk yang digunakan petani sayuran dan tanaman pangan
Pengetahuan petani terhadap kegiatan produk pertanian sehat
Persentase petani tanaman pangan dan sayuran dalam menggunakan bahan
aktif insektisida (A) dan fungisida (B)

3
9
10
11
13
23

ix

DAFTAR LAMPIRAN
1 Merek dagang dan bahan aktif insektisida yang digunakan petani di desa
lingkar kampus IPB
2 Merek dagang dan bahan aktif fungisida yang digunakan petani di desa lingkar
kampus IPB

34
35

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Komoditas sektor pertanian terdiri dari sektor tanaman pangan dan sektor
tanaman hortikultura. Tanaman pangan merupakan komoditas utama untuk
kehidupan manusia, yaitu sebagai bahan makanan pokok penyedia kebutuhan
karbohidrat. Produksi tanaman pangan pada tahun 2011-2013 berturut-turut sebesar
109 640 212 ton, 115 193 980 ton, dan 116 006 631 ton. Hal itu menunjukkan
produksi tanaman pangan mengalami peningkatan setiap tahunnya dengan
persentase peningkatan sebesar 1.92% (BPS 2013).
Menurut Rositasari (2006), tanaman hortikultura mencakup sayuran, buahbuahan, tanaman hias (florikutura), dan tanaman obat-obatan (biofarmaka).
Sayuran merupakan komoditas subsektor hortikultura yang sangat penting bagi
kehidupan manusia. Selain bahan makanan, kandungan gizi yang terdapat di
dalamnya sangat diperlukan dalam proses pertumbuhan dan perkembangan
manusia. Total produksi komoditas sayuran mengalami peningkatan dalam dua
tahun terakhir. Hal itu terlihat dari data total produksi sayuran tahun 2011 sebesar
10 871 224 ton menjadi 10 9039 752 ton pada tahun 2012 dengan persentase
peningkatan sebesar 0.63% (Ditjen Horti 2012).
Produksi sayuran dan tanaman pangan sangat dipengaruhi oleh adanya
serangan hama dan penyakit tanaman. Menurut Rambe (2012), hasil produksi
sayuran dipengaruhi oleh musim dan organisme pengganggu tanaman. Faktor
pembatas produksi sayuran yang paling penting adalah serangan hama dan penyakit
tanaman. Adanya faktor pembatas tersebut dapat menyebabkan perubahan hasil
produksi yang berdampak terhadap suplai sayuran. Hal yang sama terjadi juga pada
tanaman pangan, kehilangan hasil produksi selalu disebabkan oleh hama dan
penyakit tanaman, gulma, dan tekanan yang ekstrim faktor abiotik (Sinaga 2009).
Petani sebagai produsen utama komoditi pangan harus terus memiliki
motivasi dan sumber daya untuk terus menghasilkan komoditi pertanian, khususnya
tanaman pangan yang memenuhi skala kuantitas dan kualitas guna memenuhi
kebutuhan dalam negeri sehingga tercipta kemandirian pangan (Zulfikar 2013). Hal
itu didasarkan bahwa pangan merupakan segala sesuatu yang berasal dari sumber
hayati dan air, baik yang diolah maupun tidak diolah, yang diperuntukkan sebagai
makanan atau minuman bagi konsumsi manusia (UU No 7 1996). Oleh karena itu,
diperlukan upaya untuk meningkatkan kuantitas dan kualitas pangan dari
kemungkinan adanya residu yang membahayakan kesehatan manusia. Hal ini
dikarenakan petani di Indonesia umumnya masih mengandalkan pestisida sintetik
untuk mengatasi organisme pengganggu tanaman, seperti hama dan penyakit
tanaman (Taufiq 2004). Alasan petani cenderung memilih pestisida sintetik karena
hasilnya terlihat lebih cepat. Namun penggunaan pestisida sintetik secara terus
menerus dapat menyebabkan residu pada hasil pertanian, resistensi hama, resurjensi
hama, munculnya hama sekunder, dan pencemaran lingkungan (Tarigan 2002).
Oleh karena itu, penerapan praktik pertanian yang baik sangat dibutuhkan. Praktik
pertanian yang baik, salah satunya dengan penerapan pengendalian hama terpadu
(PHT) yang menggunakan pestisida secara rasional dalam proses produksi
pertanian. Oleh karena itu, diperlukan pengetahuan tentang persepsi petani dalam
penggunaan pestisida. Untuk itu tujuan penelitian ini adalah mendeskripsikan

2
persepsi petani sayuran dan tanaman pangan tentang penggunaan pestisida dalam
menghasilkan produk pertanian sehat di desa lingkar kampus IPB, serta faktor yang
mempengaruhinya.
Perumusan Masalah
Penggunaan pestisida merupakan salah satu teknik dalam pengendalian hama
dan penyakit tanaman. Akan tetapi, persepsi petani dalam penggunaan pestisida
untuk menghasilkan produk pertanian sehat masih belum dipahami sepenuhnya.
Perbedaan persepsi petani tanaman pangan dan sayuran akan mempengaruhi
produk pertanian yang dihasilkan. Oleh karena itu, pada penelitian ini akan
dievaluasi faktor-faktor yang mempengaruhi perbedaan persepsi tersebut dan
diharapkan dapat memberikan informasi kondisi di lapang secara objektif.
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan persepsi petani sayuran dan
tanaman pangan tentang penggunaan pestisida dalam menghasilkan produk
pertanian sehat di desa lingkar kampus IPB, serta faktor-faktor yang
mempengaruhinya.
Manfaat
Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan dorongan untuk terciptanya
sinergi antara masyarakat dan sivitas kampus IPB dalam pengembangan produk
pertanian sehat.

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu
Penelitian dilaksanakan sejak bulan Februari hingga April 2014 di 14 desa
lingkar kampus IPB. Desa lingkar kampus tersebut terletak di tiga kecamatan, yaitu
Dramaga, Ciampea, dan Bogor Barat. Kecamatan Dramaga meliputi Desa Babakan,
Desa Dramaga, Desa Cikarawang, Desa Ciherang, Desa Sinarsari, Desa Neglasari,
dan Desa Petir. Kecamatan Ciampea meliputi Desa Cihideung Ilir, Desa Cihideung
Udik, Desa Cibanteng, dan Desa Benteng. Kecamatan Bogor Barat meliputi
Kelurahan Situ Gede, Kelurahan Balumbang Jaya, dan Kelurahan Margajaya.

Gambar 1 Peta desa-desa di wilayah lingkar kampus IPB
Bahan dan Alat
Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian ini, yaitu formulir kuesioner,
alat tulis, kamera, dan handphone yang digunakan untuk merekam suara saat
wawancara.
Penentuan Responden
Responden dalam penelitian ini adalah petani dari 14 desa yang berada di
wilayah lingkar kampus IPB. Penentuan desa tempat pengambilan sampel
dilakukan secara purposive yang didasarkan bahwa desa tersebut mengembangkan
sektor pertanian dengan komoditas sayuran dan tanaman pangan. Setiap desa dipilih
20 petani dengan rincian 10 petani sayuran dan 10 petani tanaman pangan sehingga

4
total koresponden 280 petani. Survei terhadap petani responden dilakukan dengan
mengunjungi rumah petani responden atau mendatangi ke lahan pertanian yang
digarap.
Jenis dan Sumber Data
Penelitian ini dilakukan dengan dua metode pengambilan data yaitu data
primer dan data sekunder. Data primer didapatkan dengan cara wawancara
menggunakan kuesioner terstruktur kepada responden. Kuesioner dirancang untuk
mendeskripsikan persepsi petani terhadap penggunaan pestisida, memperoleh
informasi tentang pengetahuan petani terhadap produk pertanian sehat, dan
mengetahui teknik budidaya yang telah dilakukan oleh petani. Data sekunder
diperoleh dari pemerintahan desa di Wilayah Lingkar Kampus IPB dan Lembaga
Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM) IPB.
Analisis Data
Data dianalisis dengan menggunakan program Microsoft Excel 2013 dan
Minitab versi 15 yang disajikan dalam bentuk grafik dan tabulasi. Data dianalisis
secara deskriftif untuk mendeskripsikan persepsi masyarakat tentang penggunaan
pestisida dalam upaya menghasilkan produk pertanian sehat, serta faktor yang
mempengaruhinya. Untuk membandingkan persepsi penggunaan pestisida antara
petani sayuran dan petani tanaman pangan, dilakukan uji 2 proporsi dengan
menggunakan uji z menurut Walpole (1993) sebagai berikut:
�=

√ ̂ ̂[

̂ + ̂



+



]

̂ = Persentase petani tanaman pangan dengan karakteristik tertentu
̂ = Persentase petani sayuran dengan karakteristik tertentu
� + �
̂ =
� + �
̂ = − ̂
� = Jumlah petani tanaman pangan dengan karakteristik tertentu
� = Jumlah petani sayuran dengan karakteristik tertentu
� = Jumlah sampel petani tanaman pangan
� = Jumlah sampel petani sayuran

HASIL DAN PEMBAHASAN

Keadaan Umum Lokasi
Desa lingkar kampus adalah wilayah yang terletak dalam kawasan pembinaan
program kepedulian sosial IPB. Desa Lingkar Kampus tersebut terbagi dalam 3
kecamatan, yaitu Dramaga, Ciampea, dan Bogor Barat. Desa lingkar kampus yang
terdiri atas 14 desa/kelurahan yang terdiri atas Desa Babakan, Desa Dramaga, Desa
Cikarawang, Desa Ciherang, Desa Sinarsari, Desa Neglasari, Desa Petir, Desa
Cihideung Ilir, Desa Cihideung Udik, Desa Cibanteng, Desa Benteng, Kelurahan
Situ Gede, Kelurahan Balumbang Jaya, dan Kelurahan Margajaya (LPPM-IPB
2010).
Potensi sumber daya yang dimiliki setiap desa di lingkar kampus IPB
berbeda-beda. Data potensi desa yang digunakan dalam penelitian ini adalah luas
wilayah, populasi penduduk, dan mata pencaharian. Luas wilayah dan populasi
penduduk setiap desa di lingkar kampus sangat bervariasi. Luas wilayah terluas
adalah Desa Petir, sedangkan populasi penduduk terbanyak adalah Desa Cibanteng
(Tabel 1). Namun demikian, secara umum mata pencaharian di desa lingkar kampus
sebagai petani dan wirausaha.
Tabel 1 Monografi desa lingkar kampus IPB
Luas
Populasi
No Desa/kelurahan
Mata pencaharian dominan
wilayah (ha)
(jiwa)
karyawan swasta dan
1 Babakan
334.400
11 044
wirausaha
2 Dramaga
120.500
10 925 petani dan wirausaha
3 Cikarawang
226.500
7 050 petani dan wirausaha
4 Ciherang
251.570
12 783 buruh dan wiraswasta
5 Sinarsari
172.240
8 349 karyawan swasta
6 Neglasari
147.418
8 604 karyawan swasta
7 Petir
448.250
12 876 buruh dan petani
8 Cihideung Ilir
178.000
10 198 petani
9 Cihideung Udik
284.000
14 217 petani
karyawan swasta dan
10 Cibanteng
162.182
16 630
wirausaha
11 Benteng
248.500
12 086 petani dan wirausaha
12 Situ Gede
232.470
7 941 petani
13 Balumbang Jaya
124.595
9 803 buruh
14 Margajaya
116.176
5 343 wirausaha
Karakteristik Petani
Karakteristik petani yang menjadi koresponden dikategorikan berdasarkan
usia, tingkat pendidikan, pengalaman bertani, luas lahan, dan status petani. Usia
petani tanaman pangan dan sayuran didominasi kategori petani berusia 55-75 tahun
dengan persentase petani tanaman pangan sebesar 50.71% dan petani sayuran
sebesar 44.29% (Tabel 2). Selain itu, hasil survei menunjukan bahwa regenerasi
petani tanaman pangan berbeda nyata dengan petani sayuran. Regenerasi petani
dilihat dari petani kategori usia muda, yaitu 20-34 tahun. Regenerasi petani tanaman

6
pangan lebih rendah dibandingkan dengan petani sayuran. Hal ini terlihat dari
persentase petani tanaman pangan sebesar 4.29% dan petani sayuran sebesar
12.14%. Rendahnya tingkat regenerasi petani tanaman pangan dibandingkan petani
sayuran dikarenakan prospek keuntungan dan hasil produksi tanaman pangan
dipandang petani kurang menjanjikan dibandingkan dengan sayuran.
Tabel 2 Karakteristik petani sayuran dan tanaman pangan di desa lingkar kampus
IPB
Persentase petani (%)
Karakteristik petani
P-Valuea
Tanaman pangan
Sayuran
Usia (tahun)
20 – 34
4.29
12.14
0.016b
35 – 44
17.86
16.43
0.751
45 – 54
22.14
23.57
0.776
55 – 75
50.71
44.29
0.280
>76
5.00
3.57
0.555
Pendidikan
Tidak tamat SD
SD
SMP
SMA
D3/S1

39.29
50.00
7.14
3.57
0.00

46.43
40.71
7.14
5.71
0.00

0.226
0.117
1.000
0.394
-

Pengalaman bertani
1-5 tahun
6-10 tahun
11-15 tahun
16-20 tahun
>20 tahun

16.43
11.43
12.14
17.14
42.86

18.57
13.57
19.29
12.14
36.43

0.637
0.588
0.099
0.236
0.270

Luas lahan (m2)
≤ 1000
1001-2500
2501-5000
5001-7500
7501-10 000
> 10 000

25.71
35.00
18.57
2.86
9.29
8.57

28.57
33.57
16.43
3.57
10.71
7.14

0.591
0.801
0.637
0.735
0.690
0.657

2.14
70.71

1.43
65.00

0.652
0.305

27.14

33.57

0.241

Status petani
pemilik
penggarap
pemilik dan
penggarap
a

Berdasarkan uji 2 proporsi
Tolak Hipotesis nol (H0): P1=P2 pada taraf 5%

b

7
Tingkat pendidikan petani tanaman pangan dengan petani sayuran tidak
berbeda nyata. Tingkat pendidikan petani tanaman pangan sebagian besar adalah
tidak tamat sekolah dasar (SD) dan sekolah dasar (SD). Begitu juga, tingkat
pendidikan petani sayuran sebagian besar adalah tidak tamat sekolah dasar (SD)
dan sekolah dasar (SD). Tingkat pendidikan petani sangat berpengaruh terhadap
kemudahan masuknya inovasi teknologi kedalam dunia pertanian. Menurut Heroe
(2005), tingkat adopsi inovasi teknologi pertanian dipengaruhi oleh tingkat
pendidikan formal. Petani dengan tingkat pendidikan yang rendah cenderung lebih
sulit untuk menerima inovasi dan teknologi pertanian yang baru dibandingkan
dengan petani dengan pendidikan yang tinggi.
Pengalaman bertani sebagian besar petani tanaman pangan dan sayuran lebih
dari 20 tahun. Hal ini ditunjukan dengan persentase yang tinggi sebesar 42.86%
untuk petani tanaman pangan dan sebesar 36.43% untuk petani sayuran (Tabel 2).
Tingginya persentase ini dikarenakan banyak petani tanaman pangan maupun
sayuran yang memulai bertani dari usia muda hingga usia tua.
Luas lahan pertanian yang dikelola petani tanaman pangan tidak berbeda
nyata dengan petani sayuran. Luas lahan yang dikelola petani relatif sama antara
petani tanaman pangan dan petani sayuran dalam semua kategori. Hal itu terlihat
pada persentase setiap kategori hasilnya relatif sama. Persentase luas lahan tertinggi
sama-sama terlihat pada kategori luas lahan 1 001 sampai 2 500 m2 sebesar 35%
untuk petani tanaman pangan dan sebesar 33.57% untuk petani sayuran (Tabel 2).
Selain itu luas lahan yang kurang dari 1 000 m2 menjadi kategori tertinggi kedua
pada kedua petani dengan persentase 25.71% untuk petani tanaman pangan dan
persentase 28.57% untuk petani sayuran. Hal ini menunjukan bahwa sempitnya
lahan yang dikelola oleh petani di wilayah lingkar kampus. Sempitnya lahan yang
dikelola diakibatkan keputusan petani yang menjual lahan garapannya untuk
kebutuhan ekonomi dan adanya alih fungsi lahan dari lahan pertanian ke lahan
pemukiman. Menurut Gusfi (2002), adanya alih fungsi lahan pertanian ke lahan
pemukiman akibat peningkatan jumlah penduduk.
Status petani tanaman pangan dan sayuran di desa lingkar kampus sama-sama
didominasi petani penggarap dengan persentase 70.14% untuk petani tanaman
pangan dan persentase 65% untuk petani sayuran (Tabel 2). Hal itu menunjukkan
bahwa hampir semua petani tanaman pangan dan sayuran hanya menggarap lahan
yang bukan miliknya sendiri.
Karakteristik Budidaya dan Pemasaran Produk Pertanian
Status kepemilikan lahan petani tanaman pangan dan sayuran sebagian besar
merupakan lahan milik orang lain. Hal itu terlihat dari tingginya persentase status
lahan pada kategori status lahan orang, dengan persentase petani tanaman pangan
sebesar 60% dan persentase petani sayuran sebesar 42.86% (Tabel 3). Tingginya
kepemilikan lahan orang pada petani tanaman pangan dan petani sayuran
dikarenakan banyaknya petani yang menjual lahan garapan miliknya untuk
kebutuhan ekonomi sehingga petani hanya menumpang menggarap lahan orang
yang menjadi pembeli lahan atau lahan orang yang tidak digarap. Sistem hasil
produksinya juga menggunakan sistem bagi hasil. Pembagian hasil oleh petani
dengan pemilik lahan tergantung modal yang digunakan dalam proses penggarapan
lahan. Pembagian hasil dengan perbandingan 1:1 diterapkan saat pemilik lahan
memberikan modal dalam proses penggarapan lahan, sedangkan perbandingan 1:3

8
diterapkan saat pemilik lahan tidak memberikan modal untuk proses penggarapan
lahan. Hal ini sangat memprihatinkan kehidupan petani karena sewaktu-waktu
pembeli lahan dapat mengambil lahan tersebut untuk kepentingannya.
Tabel 3 Keadaan budidaya dan pemasaran hasil pertanian
Persentate petani (%)
Karakteristik budidaya
Tanaman
Sayuran
pangan
Status lahan
Lahan sendiri
29.29
35.00
Lahan sewaan
10.71
22.14
Lahan orang
60.00
42.86

a

P-Valuea

0.305
0.009b
0.004b

Pola tanam
Monokultur secara terus menerus
Monokultur secara rotasi tiap musim
Tumpang sari

32.86
52.14
15.00

20.00
66.43
13.57

0.014b
0.014b
0.733

Hasil panen
Dijual
Dikonsumsi
Dijual dan dikonsumsi

64.29
10.71
25.00

95.00
0.00
5.00

0.000b
0.000b
0.000b

Pangsa Pasar
Pasar tradisional
Supermarket
Tengkulak
Warung
Penggilingan
Konsumen individu
Rumah makan
Pabrik
ICDF

23.57
0.00
55.00
2.14
16.43
0.71
0.00
2.14
0.00

55.71
0.71
39.29
0.00
0.00
1.43
1.43
0.00
1.43

0.000b
0.316
0.008b
0.247
0.000b
0.561
0.154
0.080
0.154

Berdasarkan uji 2 proporsi
Tolak Hipotesis nol (H0): P1=P2 pada taraf 5%

b

Pola tanam pertanaman yang dilakukan petani tanaman pangan dan petani
sayuran sebagian besar menerapkan pola tanam monokultur secara rotasi setiap
pergantian musim tanam. Penggunaan pola rotasi tanam ini dapat menurunkan
inokulum penyakit dan infestasi hama yang ada pada lahan sebelumnya. Hal ini
dikarenakan rotasi tanaman dapat memutus siklus hidup organisme pengganggu
tanaman (OPT), memperbaiki keseimbangan hara dalam tanah, dan mengurangi
resiko gagal panen (Sudaryanto 2004 dalam Yulianti 2009).
Secara umum hasil panen petani tanaman pangan dan petani sayuran memilih
untuk dijual dibandingkan untuk dikonsumsi. Hal itu menyebabkan petani mencari
pangsa pasar sendiri. Pangsa pasar produk pertanian berbeda nyata antara petani
tanaman pangan dan petani sayuran. Pangsa pasar petani tanaman pangan meliputi
konsumen individu, warung, penggilingan, pabrik, tengkulak, dan pasar tradisional,

9
sedangkan pangsa pasar petani sayuran meliputi konsumen individu, rumah makan,
tengkulak, supermarket, pasar tradisional bahkan Taiwan ICDF (International
Cooperation and Fund). Petani tanaman pangan cenderung menjual hasil produksi
ke tengkulak karena kemudahan dalam proses penjualan, dan adanya pinjaman
modal untuk mengarap lahan. Hal yang berbeda, untuk petani sayuran cenderung
menjual hasil produksi ke pasar tradisional karena harga jualnya lebih tinggi
sehingga keuntungan yang diperoleh petani lebih tinggi. Selain itu, adanya petani
sayuran yang menjual hasil produksinya ke supermarket dan Taiwan ICDF
menunjukkan bahwa pangsa pasar petani sayuran lebih luas dibandingkan petani
pangan. Produk pertanian yang dijual ke supermarket dan Taiwan ICDF merupakan
produk pertanian organik atau produk pertanian yang memenuhi batas maksimum
residu tertentu. Menurut BSN (2008), batas maksimum residu (BMR) pestisida
adalah konsentrasi maksimum residu pestisida yang secara hukum diizinkan atau
diketahui sebagai konsentrasi yang dapat diterima pada hasil pertanian yang
dinyatakan dalam milligram residu pestisida perkilogram hasil pertanian.
Komoditas sayuran yang paling banyak dibudidayakan di desa lingkar
kampus adalah mentimun, kacang panjang, dan katuk (Gambar 2), sedangkan
komoditas tanaman pangan yang paling banyak dibudidayakan adalah padi, jagung,
dan ubi jalar (Gambar 3). Berdasarkan survei yang dilakukan, sebagian kecil petani
tanaman pangan dan petani sayuran di wilayah lingkar kampus sudah melakukan
budidaya secara organik. Komoditas sudah dibudidayakan secara pertanian organik
adalah tanaman padi, bayam, kangkung, selada, pakcoy, dan kailan.
50
45
40

Persentase (%)

35
30
25
20
15

10
5
0

Komoditas
Gambar 2 Komoditas utama sayuran

10
50
45

Persentase (%)

40
35
30
25
20
15

10
5
0
Padi

Jagung

Ubi Jalar

Singkong

Talas

Komoditas
Gambar 3 Komoditas utama tanaman pangan
Pemilihan komoditas budidaya tersebut didasari oleh kepentingan petani dan
keuntungan komoditas yang dibudidayakan. Hal itu terlihat dari alasan petani
membudidayakan komoditas tanaman pangan maupun sayuran. Secara umum,
alasan petani tanaman pangan dalam memilih komoditas yang dibudidayakan
adalah untuk konsumsi pribadi, perawatannya mudah, dan kemudahan akses
menjual hasil panen, sedangkan alasan petani sayuran dalam memilih komoditas
yang dibudidayakan adalah dapat panen berkali-kali, hasil panen cepat, dan harga
jual tinggi (Tabel 4).
Tabel 4 Alasan pemilihan komoditas budidaya
Alasan
Akses penjualan mudah
Untuk konsumsi
Pemeliharaan mudah
Modal rendah
Terbiasa menanam
Pengairan yang baik
Cepat panen
Harga jual tinggi
Dapat panen berkali - kali
Tanaman bertahan lama
Permintaan pasar
Kesesuaian cuaca
Menyuburkan tanah
a

Berdasarkan uji 2 proporsi
Tolak Hipotesis nol (H0): P1=P2 pada taraf 5%

b

Persentase petani (%)
Sayuran
Tanaman pangan
7.41
1.99
13.58
3.59
35.39
7.97
20.99
1.99
9.05
5.98
1.23
0.00
7.82
34.26
3.70
17.13
0.41
20.72
0.00
1.20
0.00
4.38
0.00
0.80
0.41
0.00

P-Valuea
0.004b
0.000b
0.000b
0.000b
0.195
0.081
0.000b
0.000b
0.000b
0.081
0.001b
0.156
0.316

11
Pola Penggunaan Pupuk
Penggunaan jenis pupuk sangat bervariasi antara petani tanaman pangan dan
petani sayuran. Secara umum jenis pupuk yang banyak digunakan petani tanaman
pangan adalah urea, NPK, TSP, dan pupuk kandang, sedangkan jenis yang banyak
digunakan petani sayuran adalah pupuk kandang, NPK, TSP, urea, dan ZA (Gambar
4). Jenis pupuk urea paling banyak digunakan oleh petani tanaman pangan dengan
persentase 89.29%. Hal ini memunculkan kekhawatiran terhadap kondisi tanaman
menjadi sukulen yang menyebabkan tanaman rentan terserang hama dan penyakit
akibat ketidakseimbangan dalam pemberian hara N, P, dan K (Heroe 2005). Jenis
pupuk NPK dan pupuk kandang paling banyak digunakan oleh petani sayuran
dengan persentase sama-sama 80%. Tingginya persentase penggunaan pupuk NPK
dikarenakan petani sayuran percaya bahwa komposisi kandungan unsur hara N, P,
dan K sudah seimbang sehingga tanaman dapat tumbuh dengan baik, sedangkan
tingginya persentase penggunaan pupuk kandang dikarenakan petani sayuran
merasa kondisi tanah lahan garapannya kurang baik akibat penanaman sebelumnya.
Pemberian pupuk kandang akan memperbaiki agregasi tanah, meningkatkan daya
serap tanah terhadap air, meningkatkan kondisi kehidupan mikroorganisme di
dalam tanah, dan mengandung unsur hara yang beragam (Estiaty et al 2005).
Petani tanaman pangan

Petani sayuran

100
90

Persentase (%)

80
70
60
50
40
30
20
10
0
Kandang

NPK

Urea

TSP

KCL

ZA

Organik

Jenis pupuk
Gambar 4 Jenis pupuk yang digunakan petani sayuran dan tanaman pangan
Menurut hasil survei, petani tanaman pangan secara umum melakukan
pemberian pupuk sebanyak 2 kali, sedangkan petani sayuran sebanyak 1 kali (Tabel
5). Hal ini dikarenakan petani tanaman pangan terbiasa melakukan pemupukan
secara bertahap sesuai jadwal, sedangkan petani sayuran beranggapan dengan
menggunaan mulsa plastik dapat melakukan sekali pemupukan secara langsung
pada awal pertanaman. Walaupun demikian, frekuensi penggunaan pupuk petani
tanaman sayuran lebih bervariasi dibandingkan petani tanaman pangan. Frekuensi
pemupukan petani sayuran dapat mencapai lebih dari 4 kali.

12
Tabel 5 Frekuensi pemupukan yang dilakukan petani di desa lingkar kampus IPB
Persentase petani (%)
Frekuensi pemupukan
P-Valuea
Tanaman pangan
Sayuran
40.71
0.266
1 kali
34.29
37.14
0.000b
2 kali
58.57
14.29
0.052
3 kali
7.14
7.86
0.001b
≥4 kali
0.00
a

Berdasarkan uji 2 proporsi
Tolak Hipotesis nol (H0): P1=P2 pada taraf 5%

b

Pengetahuan Pertanian Sehat
Pengetahuan Produk Pertanian Sehat
Pertanian sehat sering dikaitkan dengan GAP (Good Agricultural Practices)
yang merupakan jalan tengah dalam aplikasi input kimia sintetik yang tidak hanya
mempertimbangkan pencapaian tingkat produksi, tetapi juga daya dukung tanah
dan lingkungan sehingga sumberdaya tanah dan lingkungan dapat digunakan secara
berkelanjutan. Pemberian input harus seimbang antar komponen, seperti komponen
pupuk kimia sintetik, pupuk organik, pestisida nabati, dan perlakuan-perlakuan
fisik yang sebaiknya diberikan (Balittri 2012). Menurut Wahyudi (2010), pertanian
sehat memiliki enam prinsip yang saling mendukung pertanian berkelanjutan, yaitu
a) penggunaan benih unggul berdaya hasil tinggi; b) penerapan sistem tanam
optimal untuk mencapai hasil maksimal sesuai dengan daya dukung lingkungan; c)
penggunaan pupuk organik sebagai pupuk utama dan pupuk buatan sebagai
suplemen; d) penggunaan pestisida organik untuk mengendalikan hama dan
penyakit tanaman, sedangkan pestisida sintetik merupakan pilihan terakhir; e)
pengolahan produk untuk memperoleh nilai tertinggi; f) memanajemen penjualan
untuk memperoleh harga jual produk yang terbaik.
Secara umum petani tanaman pangan dan petani sayuran belum memahami
mengenai pertanian sehat. Hal ini terlihat dari persentase semua kategori
pengetahuan kegiatan produk tanaman sehat relatif rendah. Persentase pengetahuan
pengendalian hayati terpadu (PHT) dan pengetahuan pertanian organik sama-sama
berada dibawah 20%, dan persentase Pre Harvest Interval (PHI) berada dibawah
50% (Gambar 5).
Pertanian organik merupakan perkembangan pertanian dari kekhawatiran
adanya dampak pestisida sintetik. Secara umum pertanian organik tidak
menggunakan tanaman GMO (Genetically Modified Organism), pupuk sintetik,
dan pestisida sintetik, tetapi disubtitusi dengan menggunakan pupuk organik dan
pestisida hayati. Pertanian organik memiliki ciri karakter produk pertanian yang
rendah residu sehingga dapat menghasilkan produk pertanian yang berkualitas baik
sehingga memiliki nilai jual yang lebih tinggi dibandingkan dengan komoditas yang
dihasilkan secara konvensional (Balittri 2012). Pengetahuan pertanian organik
masih kurang dikenal oleh petani tanaman pangan dan petani sayuran. Hal ini
dilihat dari rendahnya persentase responden sebesar 9.29% untuk petani tanaman
pangan dan 18.57% untuk petani sayuran (Gambar 5). Persentase petani sayuran
lebih tinggi dibandingkan petani tanaman pangan dikarenakan petani sayuran lebih
aktif mencari informasi tentang pertanian.

13
Pengendalian hama terpadu (PHT) merupakan pendekatan dan teknologi
pengendalian organisme pengganggu tanaman (OPT) yang berwawasan ekonomi
dan ekologi yang menjadi kebijakan dasar perlindungan tanaman nasional
(Ningrum 2012). Persentase petani tentang PHT sebesar 14.29% untuk petani
tanaman pangan dan 15.71% untuk petani sayuran (Gambar 5). Rendahnya
persentase ini dikarenakan petani tanaman pangan dan petani sayuran merasa tidak
mendapatkan informasi dari penyuluh pertanian dan sudah terbiasa dengan sistem
pertanian konvensional.
Selain itu konsep Pre Harvest Interval (PHI) belum dipahami sepenuhnya
oleh petani tanaman pangan dan petani sayuran. Hal ini terlihat dari persentase
responden sebesar 48.36% untuk petani tanaman pangan dan 25.74% untuk petani
sayuran (Gambar 5). Tingginya persentase petani tanaman pangan dikarenakan
aplikasi pestisida yang dilakukan petani tanaman pangan cenderung berdasarkan
adanya organisme pengganggu tanaman dan penghematan biaya produksi. Berbeda
halnya dengan petani sayuran yang lebih intensif menggunakan pestisida. Hal ini
dikarenakan intensitas penggunaan pestisida oleh petani sayuran sebagian besar
dalam jangka waktu satu minggu sekali dan lebih 1 kali seminggu. Kurangnya
perhatian petani terhadap waktu aplikasi terakhir sebelum panen disebabkan
pengetahuan petani tentang konsep PHI yang rendah (Darajat 2014). Menurut
Walangadi (2000), sikap peduli petani terhadap bahaya pestisida bagi kesehatan
dan lingkungan hidup masih rendah, meskipun petani mengetahui bahwa pestisida
berbahaya jika terpapar ke manusia atau mencemari produk yang dikonsumsi. Hal
ini dikarenakan pengetahuan petani terhadap bahaya pestisida tidak diikuti dengan
sikap peduli terhadap bahaya residu melalui pengurangan atau pembatasan
penggunaan pestisida.
Petani tanaman pangan

Petani sayuran

60

Persentase (%)

50
40
30
20
10
0
Pengendalian
hama
Pengendalian
Hama
terpadu
(PHT)
Terpadu
(PHT)

Pengetahuan
Organik
Pertanian organik

Pre
havest
interval
Pre
Harvest
Interval
(PHI)
(PHI)

Pengetahuan
Gambar 5 Pengetahuan petani terhadap kegiatan produk pertanian sehat
Persepsi Bercocok Tanam yang Baik
Persepsi bercocok tanam yang baik relatif sama antara petani tanaman pangan dan
petani sayuran. Secara umum persepsi petani tanaman pangan mengenai bercocok

14
tanam yang baik adalah pengolahan tanah, pembersihan gulma, pemupukan yang
sesuai dosis, dan penggunaan pestisida sintetik, sedangkan persepsi petani sayuran
mengenai bercocok tanam yang baik adalah penggunaan pestisida, pengolahan
tanah, pemupukan sesuai dosis, pembersihan gulma, dan penggunaan pupuk
organik. Akan tetapi kecenderungan persepsi bercocok tanam yang baik antara
petani tanaman pangan dan petani sayuran berbeda. Petani tanaman pangan
cenderung lebih fokus terhadap pengolahan tanah, sedangkan petani sayuran pada
penggunaan pestisida sintetik (Tabel 6). Hal ini berdasarkan persentase tertinggi
pada petani tanaman pangan dan petani sayuran. Perbedaan kecenderungan ini
dikarenakan petani tanaman pangan beranggapan bahwa pengolahan tanah dapat
mengendalikan hama yang ada pada pertanaman sebelumnya dan mendukung
pertumbuhan tanaman menjadi sehat sehingga tanaman mampu menahan serangan
hama. Menurut Wudianto (2006), pengolahan tanah merupakan salah satu
pengendalian secara kultur teknik yang cara kerjanya dengan memodifikasi
lingkungan menjadi sangat buruk bagi perkembangan dan perbanyakan hama,
tetapi pertumbuhan tanaman tidak terganggu. Berbeda halnya petani sayuran yang
beranggapan bahwa penggunaan pestisida sintetik dapat menjaga kualitas dan
kuantitas hasil produksi sayuran. Hal ini dikarenakan petani sayuran tidak mau
mengambil resiko tanaman yang diusahakannya mengalami gagal panen akibat
serangan hama dan penyakit.
Tabel 6 Persepsi bercocok tanam yang baik
Persepsi petani
Pengolahan tanah
Pengaturan irigasi
Pemilihan varietas
Penggunaan pupuk sintetik
Penggunaan pupuk organik
Pemupukan sesuai dosis
Pembersihan gulma
Penggunaan pestisida sintetik
Penggunaan pestisida nabati
Monitoring hama penyakit
Pengaturan jarak tanam
Kesesuaian cuaca
Penyemprotan terjadwal
Pemupukan terjadwal
Perlakuan benih (direndam dan disemai)
Penggunaan mulsa
Pemupukan yang banyak
Melakukan rotasi tanam
Penyemprotan saat ada hama
Pengaturan waktu tanam
a

Berdasarkan uji 2 proporsi
Tolak Hipotesis nol (H0): P1=P2 pada taraf 5%

b

Persentase petani (%)
Tanaman
Sayuran
pangan
18.00
15.75
4.62
2.28
10.46
3.42
8.76
6.16
8.27
9.59
13.14
15.98
13.87
9.59
12.65
20.78
0.49
0.46
1.70
1.83
3.16
1.60
1.70
1.60
0.24
2.05
1.22
1.37
0.24
0.46
0.00
4.79
0.73
1.14
0.24
0.46
0.49
0.23
0.00
0.46

P-Valuea
0.382
0.063
0.000b
0.151
0.501
0.240
0.053
0.001b
1.000
0.891
0.136
0.905
0.012b
0.843
0.597
0.000b
0.532
0.597
0.531
0.156

15
Persepsi Cara Budidaya Produk Pertanian Sehat
Persepsi bercocok tanam yang baik menurut petani belum tentu cara baik
untuk menghasilkan pertanian sehat. Hal ini terlihat pada tabel 7 yang menunjukkan
bahwa secara umum persepsi petani tanaman mengenai cara budidaya produk
pertanian sehat adalah penggunaan pupuk organik, penggunaan pestisida nabati,
dan pertimbangan ambang ekonomi, sedangkan persepsi petani sayuran mengenai
produk pertanian sehat adalah tidak menggunakan pestisida sintetik, tidak
menggunakan pupuk sintetik, penggunaan pupuk organik, dan penggunaan
pestisida nabati. Persepsi petani tanaman pangan dan petani sayuran memiliki
persamaan persepsi dalam menghasilkan produk pertanian sehat yaitu pengolahan
tanah, pemilihan varietas, monitoring hama penyakit, pemumupukan sesuai dosis,
penggunaan pupuk organik, dan penggunaan pestisida nabati. Persepsi petani
tanaman pangan dan sayuran dalam menghasilkan produk pertanian sehat ini
merupakan tindakan nyata dari prinsip dalam PHT. Menurut Untung (1984) dalam
Jajili (2012), prinsip PHT di antaranya a) pengendalian hama harus merupakan
bagian atau komponen pengelolaan agroekosistem; b) pengendalian hama harus
berlandaskan prinsip-prinsip pembangunan pertanian berkelanjutan; c) strategi
pengelolaan agroekosistem berkelanjutan, antara lain pengurangan masukan
produksi yang membahayakan, manfaat potensi hayati, penyesuaian pola tanam,
dan penekanan pada pengelolaan usaha tani; dan d) tujuan PHT tidak hanya untuk
pengendalian hama saja tetapi mempunyai tujuan komprehensif, antara lain
peningkatan produksi pertanian, peningkatan kesejahteraan petani, perhatian pada
populasi hama dalam keseimbangan, perhatian pada keanekaragaman hayati,
pembatasan penggunaan pestisida, pengurangan resiko keracunan pada manusia
dan binatang, dan peningkatan daya saing serta nilai tambah produk pertanian. Oleh
karena itu, persepsi petani tanaman pangan dan sayuran cenderung menganggap
cara untuk menghasilkan produk pertanian sehat adalah dengan menggunakan
metode PHT.
Tabel 7 Persepsi cara budidaya produk pertanian sehat
Persentase petani (%)
Persepsi petani
Tanaman pangan Sayuran
Tidak menggunakan pestisida sintetik
0.00
27.12
Tidak menggunakan pupuk sintetik
0.00
25.42
Penggunaan pestisida sintetik yang
5.56
0.00
minimal
Penggunaan pestisida nabati
16.67
13.56
Penggunaan pupuk organik
27.78
20.34
Pertimbangan ambang ekonomi untuk
16.67
0.00
penyemprotan
Pengolahan tanah
5.56
3.39
Pemilihan varietas
11.11
1.69
Pemantauan hama penyakit
5.56
1.69
Pemupukan yang sesuai dosis
11.11
3.39
Penanganan pascapanen
0.00
1.69
Penanaman satu hamparan
0.00
1.69
a

Berdasarkan uji 2 proporsi
Tolak Hipotesis nol (H0): P1=P2 pada taraf 5%

b

PValuea
0.000b
0.000b
0.303
0.752
0.528
0.058
0.713
0.215
0.495
0.321
0.313
0.313

16
Permasalahan Usaha Tani
Permasalahan umum budidaya yang paling dominan dihadapi oleh petani
tanaman pangan dan petani sayuran adalah hama dan penyakit tanaman. Hal ini
terlihat dari persentase tertinggi pada tabel 8, persentase hama dan penyakit sebesar
54.84% untuk petani tanaman pangan dan persentase hama dan penyakit sebesar
68.21% untuk petani sayuran. Adanya serangan hama dan penyakit tanaman
menyebabkan petani tanaman pangan dan petani sayuran sering mengalami
kerugian akibat penurunan kuantitas dan kualitas hasil produksi. Selain itu,
permasalahan yang cukup mengganggu dirasakan petani adalah cuaca. Hal itu
dikarenakan petani merasa faktor cuaca selalu berubah-ubah dan tidak bisa
diprediksi.
Tabel 8 Permasalahan usaha tani
Masalah umum budidaya
Hama dan penyakit
Air
Cuaca
Modal
Gulma
Pemasaran
Kondisi lahan
a

Persentase petani (%)
Tanaman pangan
Sayuran
54.84
68.21
9.03
4.64
24.52
22.52
9.68
3.97
0.65
0.66
0.65
0.00
0.65
0.00

P-Valuea
0.015b
0.125
0.680
0.046b
0.985
0.316
0.316

Berdasarkan uji 2 proporsi
Tolak Hipotesis nol (H0): P1=P2 pada taraf 5%

b

Permasalahan hama dan penyakit pada petani tanaman pangan dan petani
sayuran sangat bervariasi. Permasalahan hama yang dominan menyerang tanaman
pangan adalah belalang (Oxya sp.), boleng (Cylas formicarius), walang sangit
(Leptocorisa oratorius), keong mas (Pomacea canaliculata), dan wereng batang
coklat (Nilaparvata lugens). Menurut Li et al (2010), hama belalang merupakan
salah satu hama penting tanaman pertanian yang bersifat polifag. Hal ini sesuai
dengan hasil survei, hama belalang menyerang beberapa komoditas pangan, yaitu
padi, jagung, ubi jalar, dan talas sehingga persentase hamanya paling tinggi,
sedangkan walang sangit, keong mas, dan wereng batang coklat hanya menyerang
tanaman padi dan hama boleng hanya menyerang komoditas ubi jalar.
Permasalahan penyakit yang dominan menyerang tanaman pangan adalah
blast dan bulai. Petani lokal sering menyebutkan “hama beureum” untuk penyakit
blast dan menyebutkan “hama bodas” untuk penyakit bulai. Penyakit blast
merupakan penyakit penting pada tanaman padi yang disebabkan oleh Pyricularia
oryzae, sedangkan penyakit bulai merupakan penyakit penting pada tanaman
jagung yang disebabkan oleh Peronosclerospora maydis. Tingginya persentase
penyakit blast yang terjadi pada pertanaman padi disebabkan oleh pola pemupukan
N yang berlebihan dan kondisi lingkungan pertanaman yang lembab. Menurut
Agrios (2005), pada tempat tropis konidia P. oryzae dapat tersebar melalui udara
“air borne” sehingga ketika daun atau batang padi dalam keadaan lembab maka
konidia akan berkecambah dan membentuk apresorium. Selain itu, kondisi
optimum munculnya penyakit blast adalah pemupukan N yang berlebihan, daun
lembab dalam waktu lama, dan temperatur pada malam hari sekitar 20 °C.

17
Tabel 9 Permasalahan hama dan penyakit pada tanaman pangan
Persentase petani
Hama/penyakit
(%)
Hama
Walang sangit (Leptocorisa oratorius)
13.55
Keong mas (Pomacea canaliculata)
9.52
Wereng batang coklat (Nilaparvata lugens)
8.79
Belalang (Oxya sp.)
20.51
Hama boleng (Cylas formicarius)
13.55
Penggerek batang jagung (Ostrinia furnacalis)
4.03
Penggerek batang padi (Scirpophaga sp.)
4.76
Kepinding tanah (Scotinophara coarctata)
1.10
Tikus (Rattus argentiventer)
2.20
Ulat gerayak (Spodoptera litura)
4.40
Wereng hijau (Nephottetix virescens)
2.20
Burung pipit (Lonchura punctulata)
1.83
Lundi (Exopholis hypoleuca)
1.83
Orong - orong (Gryllotalpa sp.)
0.73
Ulat tongkol jagung (Heliothis armigera)
1.47
Bekicot (Achatina fulica)
1.10
Jangkrik (Gryllus sp.)
2.56
Tungau (Tetranychus kanzawai)
0.73
Ulat tanah (Agrotis ipsilon)
4.76
Kutu putih (Paracoccus marginatus)
0.37
Penyakit
Blast/daun merah (Pyricularia oryzae)
44.44
Hawar daun (Xanthomonas campestris pv. oryzae)
3.70
Busuk lunak ubi (Rhizopus stolonifer)
11.11
Bulai (Peronosclerospora maydis)
40.74
Berbeda halnya dengan permasalahan hama yang dominan menyerang
sayuran adalah ulat bunga (Maruca testulalis), oteng-oteng (Aulacophora similis),
kutu daun (Aphis spp., Myzus spp.), ulat grayak (Spodoptera litura) dan kumbang
“leuleueur” (Epilachna sp.). Semua hama tersebut memiliki persentase hama lebih
dari 10%, tetapi persentase hama yang paling tinggi adalah ulat bunga (Maruca
testulalis) (Tabel 10). Hal ini dikarenakan M. testulalis menyerang bunga, tunas,
dan polong dari kacang panjang (Kalshoven 1981). Serangan hama ini sangat
berpengaruh terhadap perkembangan polong kacang panjang yang secara langsung
akan berdampak terhadap kuantitas dan kualitas hasil panen.
Permasalahan penyakit yang dominan menyerang sayuran adalah hawar
daun, bercak kering dan penyakit layu. Permasalahan penyakit ini sering terjadi saat
musim hujan. Penyakit hawar daun pada tanaman mentimun disebabkan oleh
Phytophthora infestans, sedangkan bercak kering disebabkan oleh Alternaria spp.
(Agrios 2005). Selain itu, penyakit layu dapat disebabkan oleh cendawan atau
bakteri. Patogen cendawan yang menyebabkan penyakit layu adalah Fusarium sp,
sedangkan patogen bakteri yang menyebabkan penyakit layu adalah Ralstonia
solanacearum.

18

Tabel 10 Permasalahan hama dan penyakit pada sayuran
Hama/Penyakit
Hama
Oteng - oteng (Aulacophora similis)
Ulat grayak (Spodoptera litura)
Ulat jengkal (Chrysodeixis chalcites)
Belalang (Oxya sp.)
Kutu daun (Aphis spp., Myzus spp.)
Kumbang leuleur (Epilachna sp.)
Kepik hijau (Nezara viridula)
Ulat bunga (Maruca testulalis)
Thrips (Thrips sp.)
Kutu putih (Pseudococcus spp.)
Lundi (Exopholis hypoleuca)
Bekicot (Achatina fulica)
Lalat buah (Bractocera sp.)
Tungau (Tetranychus kanzawai)
Rayap (Macrotermes sp.)
Kepik polong (Riptortus linearis)
Penyakit
Hawar daun (Phytophthora infestans)
Layu (Fusarium sp. dan Ralstonia
solanacearum)
Virus kuning (Gemini virus)
Antraknosa (Colletotrichum capsici dan
Gloeosporium piperatum)
Bercak kering (Alternaria spp.)

Persentase petani (%)
17.10
4.06
8.12
11.88
13.33
9.28
4.35
18.84
2.32
2.32
1.45
3.19
1.16
0.58
1.45
0.58
34.38
34.38
9.38
9.38
12.50

Respon Petani terhadap Hama dan Penyakit Tanaman
Respon petani dilihat dari pencegahan dan pengendalian yang dilakukan
terhadap adanya hama dan penyakit tanaman. Secara umum respon pencegahan dan
pengendalian tidak berbeda nyata antara petani tanaman pangan dan petani sayuran.
Walaupun demikian, respon petani tanaman pangan lebih variatif dibandingkan
dengan petani sayuran. Respon pencegahan petani tanaman pangan yaitu
pengambilan telur, pengaturan air, pengaturan jarak tanam, penyemprotan pestisida
sintetik, pembersihan gulma, penundaan waktu tanam, penggunaan pestisida nabati,
pengolahan tanah, pengaturan pemupukan, penggunaan antraktan, dan pemilihan
varietas tanam, sedangkan respon petani sayuran yaitu pengaturan air, pengaturan
jarak tanam, penyemprotan pestisida sintetik, pembersihan gulma, penundaan
waktu tanam, pengambilan larva, penggunaan yellow trap, penggunaan pestisida
nabati, dan penggunaan net trap. Selain itu pada tabel 10 menunjukkan bahwa
sebagian besar petani tanaman pangan dan petani sayuran melakukan pencegahan
adanya hama dan penyakit dengan menggunakan pestisida sintetik.

19
Tabel 11 Respon petani terhadap adanya hama dan penyakit tanaman
Persentase petani (%)
Respon petani
P-Valuea
Tanaman
Sayuran
pangan
Pencegahan
Pengambilan telur
6.04
0.00
0.001b
Pengaturan air
9.89
4.12
0.032b
Pengaturan jarak tanam
0.55
0.59
0.961
Penyemprotan pestisida sintetik
68.68
82.35
0.000b
Pembersihan gulma
9.34
7.65
0.568
Penundaan waktu tanam
2.20
0.59
0.192
Pengambilan larva
0.00
0.59
0.316
Penggunaan yellow trap
0.00
0.59
0.316
Penggunaan pestisida nabati
1.10
2.35
0.369
Pengolahan tanah
2.20
0.00
0.043b
Pengaturan pemupukan
3.85
0.00
0.007b
Penggunaan tanaman pagar
0.55
0.00
0.316
Penggunaan antraktan
0.55
0.00
0.316
Pemilihan varietas
0.55
0.00
0.316
Penggunaan net trap
0.00
1.18
0.155
Pengendalian
Penggunaan pestisida sintetik
74.17
87.42
0.005b
Pencabutan tanaman
14.57
6.62
0.023b
Pengambilan hama
5.30
3.31
0.388
Pemotongan organ tanaman
0.00
0.66
0.316
Penggunaan pestisida nabati
1.99
1.99
0.993
Penggunaan air garam
0.66
0.00
0.316
Penggunaan boneka sawah
3.31
0.00
0.023b
a

Berdasarkan uji 2 proporsi
Tolak Hipotesis nol (H0): P1=P2 pada taraf 5%

b

Respon pengendalian yang dilakukan petani tanaman pangan diantaranya
penyemprotan pestisida sintetik, pencabutan tanaman, pengambilan hama,
penyemprotan pestisida nabati, penggunaan air garam, dan penggunaan boneka
sawah. Berbeda halnya respon pengendalian yang dilakukan petani sayuran
diantaranya penyemprotan pestisida sintetik, penyulaman tanaman, pencabutan
tanaman, pengambilan hama, pemotongan organ tanaman, dan penyemprotan
pestisida nabati. Respon pengendalian dengan penggunaan pestisida sintetik samasama menjadi respon tertinggi bagi petani tanaman pangan dan petani sayuran. Ha