Efikasi Insektisida Imidakloprid dan Implikasinya terhadap Peningkatan Populasi Wereng Coklat pada Tiga Varietas Padi

EFIKASI INSEKTISIDA IMIDAKLOPRID DAN
IMPLIKASINYA TERHADAP PENINGKATAN POPULASI
WERENG COKLAT PADA TIGA VARIETAS PADI

ANGGA SATRIA FIRMANSYAH

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

EFIKASI INSEKTISIDA IMIDAKLOPRID DAN
IMPLIKASINYA TERHADAP PENINGKATAN POPULASI
WERENG COKLAT PADA TIGA VARIETAS PADI

ANGGA SATRIA FIRMANSYAH

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA*
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Efikasi Insektisida
Imidakloprid dan Implikasinya terhadap Peningkatan Populasi Wereng Coklat pada
Tiga Varietas Padi adalah benar karya saya dengan arahan dari dosen pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan di dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, September 2014
Angga Satria Firmansyah
NIM A34100023

ABSTRAK
ANGGA SATRIA FIRMANSYAH. Efikasi Insektisida Imidakloprid dan

Implikasinya terhadap Peningkatan Populasi Wereng Coklat pada Tiga Varietas
Padi. Dibimbing oleh ENDANG SRI RATNA dan RAHMINI.
Insektisida imidakloprid dan varietas padi tahan pada umumnya digunakan
untuk mengendalikan wereng coklat di lapangan. Namun populasinya masih sering
ditemukan cukup tinggi sehingga menyebabkan puso. Insektisida berbahan aktif
imidakloprid telah banyak digunakan oleh masyarakat petani di Indonesia.
Penelitian ini bertujuan membandingkan pengaruh insektisida dan ketahanan
varietas padi terhadap perkembangan populasi wereng coklat. Penelitian
dilaksanakan di rumah kaca Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Sukamandi.
Sepasang imago wereng diinfestasikan pada tiga varietas padi Inpari 13, Ciherang,
dan Pelita, kemudian diberi lima dosis perlakuan insektisida imidakloprid.
Mortalitas wereng dicatat pada hari ke-3 setelah aplikasi. Nilai LD50 dan LD95
ditentukan dengan analis probit. Wereng yang berhasil lolos hidup tetap dipelihara
pada tanaman dan diamati perkembangan populasinya. Jumlah nimfa yang
berkembang dihitung dan dibandingkan dengan uji T-test. Wereng cokelat populasi
generasi II hasil perlakuan insektisida di atas diinfestasikan kembali pada setiap
varietas dan diberi perlakukan dosis LD50. Telur yang diletakkan oleh imago
dihitung dan diamati morfologinya. Tingkat ketahanan wereng uji nyata tinggi
berturut-turut pada varietas Pelita, Inpari 13 dan Ciherang sebesar 234, 61, dan 13
kali dosis anjuran. Rerata jumlah nimfa generasi I relatif paling tinggi pada tanaman

varietas Ciherang berkisar antara 64 sampai 137 ekor/betina dan terendah pada
tanaman varietas Inpari 13 berkisar antara 13 sampai 77.2 ekor/betina. Perlakuan
pestisida imidakloprid pada imago mampu menekan enam kali lipat jumlah telur
yang diproduksi oleh betina pada varietas rentan Pelita. Perlakuan insektisida
menimbulkan perubahan bentuk telur namun tidak mempengaruhi jumlah telur
abnormal yang diletakkan. Hal ini menunjukkan bahwa perlakuan insektisida
berpengaruh meningkatkan populasi wereng coklat pada varietas tahan.

Kata kunci: Imidakloprid, perkembangan populasi, telur, varietas resisten, wereng
coklat.

ABSTRACT
ANGGA SATRIA FIRMANSYAH. Imidacloprid Insecticide Effication and Its
Implication to Increase Brown Planthopper Population on Three Rice Varieties.
Supervised by ENDANG SRI RATNA and RAHMINI.
Imidacloprid insecticide and resistant rice varieties are both commonly used
to control brown planthoppers (BPH) on the rice field. In fact, highly population of
hoppers are still found which lead to crop failure. Imidacloprid is widely used by
Indonesian farmers. The aim of this research was to compare the effect of
insecticide and varietal resistance on population development of BPH. This

research was conducted in a greenhouse at Indonesian Central for Rice Research,
Sukamandi. A couple of adult BPH was infested on three rice varieties Inpari 13,
Ciherang, and Pelita, then sprayed with six dosages of imidacloprid insecticide. The
mortality of hoppers was recorded on day 3. LD50 and LD95 value were determined
by probit analysis. The BPH survivals after insecticide application were maintained
on each plant and their development were observed. The number of nymphs
produced was calculated and compared by T-test. The 2nd generation of BPH
resulted in insecticide treatment above were reinvested on each varieties and
sprayed at the LD50. The number of laid eggs by adult were recorded and observed
for its morphology. The level of BPH resistance are significally higher in Pelita,
Inpari 13 and Ciherang varieties respectively, are 234, 61, and 13 times than
recomendation dosage. The mean of the first nymph generation was relatively
highest in Ciherang ranged from 64 to 137 nymphs/female and lowest in Inpari 13
from 13 to 77.2 nymphs/female. Insecticide treatment on the adult supressed eggs
number six fold produced by adult female on a susceptible variety Pelita. Insecticide
treatment changed on eggs shape, but it does not effect on the number of abnormal
eggs. It was suggested that insecticide treatment could increase the population of
brown planthopper on resistant varieties.
Keywords: Brown planthopper, egg, imidacloprid, population development,
resistant varieties.


© Hak Cipta milik IPB, tahun 2014
Hak Cipta dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau
menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
yang wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB.

EFIKASI INSEKTISIDA IMIDAKLOPRID DAN
IMPLIKASINYA TERHADAP PENINGKATAN POPULASI
WERENG COKLAT PADA TIGA VARIETAS PADI

ANGGA SATRIA FIRMANSYAH

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian

pada
Departemen Proteksi Tanaman

DEPARTEMEN PROTEKSI TANAMAN
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Skripsi

: Efikasi Insektisida Imidakloprid dan Implikasinya terhadap
Peningkatan Populasi Wereng Coklat pada Tiga Varietas Padi
Nama Mahasiswa : Angga Satria Firmansyah
NIM
: A34100023

Disetujui oleh

Dra. Endang Sri Ratna, Ph.D.

Pembimbing 1

Dr. Rahmini, M.Si.
Pembimbing 2

Diketahui oleh

Dr. Ir. Abdjad Asih Nawangsih, M.Si.
Ketua Departemen Proteksi Tanaman

Tanggal lulus : ………………..

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan segala rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan skripsi yang berjudul “Efikasi Insektisida Imidakloprid dan
Implikasinya terhadap Peningkatan Populasi Wereng Coklat pada Tiga Varietas
Padi”. Penulisan tugas akhir ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan
gelar sarjana pada Departemen Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor.

Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada:
1. Dra. Endang Sri Ratna, Ph.D. yang senantiasa memberikan, pengetahuan, saran,
masukan, dan arahan kepada penulis.
2. Dr. Rahmini, M.Si. yang senantiasa memberikan bimbingan, saran dan masukan
kepada penulis.
3. Bapak Nono Sumaryono dan Bapak Agus Sudrajat yang selalu membantu dalam
kelancaran pelaksanaan percobaan di rumah kaca Balai Besar Penelitian Padi,
Sukamandi dan laboratorium Fisiologi dan Toksikologi Serangga, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
4. Ayah, ibu, adik, beserta keluarga lainnya yang selalu memberi dukungan dan
semangat dalam belajar.
5. Andi Dwi Mandasari, Yoga Susetyo Pauzi, teman-teman angkatan 47 di
Departemen Proteksi Tanaman, dan pihak lain yang tidak bisa disebutkan satu
persatu yang telah membantu dalam kelancaran penyusunan skripsi.
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan.
Semoga tulisan ini dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan bagi
pembaca pada umumnya.

Bogor, September 2014
Angga Satria Firmansyah


DAFTAR ISI
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Metode Penelitian
Persiapan Tanaman Padi
Perbanyakan Wereng Coklat
Efikasi Insektisida Imidakloprid
Pengamatan Perkembangan Populasi
Uji Keperidaian terhadap Telur Wereng Coklat
HASIL DAN PEMBAHASAN
Efikasi Insektisida Imdakloprid
Perkembangan Populasi Wereng Coklat Setelah Aplikasi Insektisida
Implikasi Perlakuan Insektisida Imidakloprid terhadap
Produksi dan Abnormalitas Telur
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP

1
1
3
3
4
4
4
4
4
4
5
5
6
6

8
11
13
13
13
14
18
21

DAFTAR TABEL
1 Toksisitas insektisida imidakloprid terhadap imago wereng coklat
pada 72 JSP
2 Keloloshidupan wereng satu minggu setelah perlakuan
3 Jumlah nimfa generasi 1 pada tiga varietas padi setelah dua
minggu aplikasi insektisida imidakloprid.
4 Pengaruh aplikasi insektisida terhadap jumlah peletakan telur
wereng coklat pada 48 JSP dan 72 JSP
5 Pengaruh perlakuan insektisida terhadap morfologi telur

DAFTAR GAMBAR
1 Struktur kimia imidakloprid
2 Perkembangan populasi wereng cokelat pada tiga varietas padi
yang diaplikasi imidakloprid dosis (a) 3200 g/ha, (b) 1600 g/ha,
(c) 800 g/ha, (d) 400 g/ha, (e) 200 g/ha, (f) kontrol
3 Morfologi telur wereng coklat (a) normal, (b) dan (c) abnormal

7
8
9
11
12

2

10
12

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Padi (Oryza sativa L.) adalah komoditas pertanian penting di Asia.
Masyarakat Indonesia sangat bergantung pada konsumsi beras sebagai pangan
utama nasional, dalam hal ini menempati posisi tertinggi di dunia, yakni mencapai
130 kg/kapita/tahun (Susakti 2013). Menurut BPS (2014), produksi padi nasional
sejak tahun 2010 hingga 2014 mengalami peningkatan mulai dari 66 juta ton
menjadi 71 juta ton, namun di antaranya terjadi penurunan hasil yang dicapai pada
nilai terendah sebesar 65 juta ton pada tahun 2011 dengan luas panen 13 juta ha.
Penurunan produksi ini disebabkan oleh kontribusi kerusakan tanaman karena
ledakan populasi hama wereng coklat Nilaparvata lugens (Stål) (Hemiptera:
Delphacidae) dan anomali cuaca ekstrim (Bulog 2011; Baehaki 2011a). Gejala
kerusakan yang terjadi biasanya tanaman menjadi puso karena hopperburn,
sebagai akibat langsung dari aktivitas makan wereng dan kerdil rumput serta
kerdil hampa, sebagai akibat tidak langsung oleh serangan virus yang
ditularkannya (Baehaki 2011b).
Wereng coklat kini telah menjadi hama endemis di Indonesia. Botrell dan
Schoenly (2011) menyatakan bahwa hama ini mulai menjadi masalah serius pada
budidaya padi sejak adanya gerakan revolusi hijau. Keadaan tersebut mampu
menggeser teknik budidaya padi secara konvensional menjadi sistem budidaya
unggul melalui penggunaan pupuk sintetik secara masif untuk memaksimalkan
potensi hasil panen. Penggunaan pupuk secara berlebihan, terutama pupuk N,
berdampak pada perubahan struktur jaringan tanaman yang menjadi sukulen.
Perkembangan populasi wereng coklat memiliki hubungan yang positif terhadap
peningkatan penggunaan pupuk N, yaitu melalui peningkatan makan, eksresi
embun madu, fekunditas dan kemampuan bertahan hidup.
Pola dinamika populasi wereng coklat di Indonesia cenderung mengalami
peningkatan setiap tahun. Menurut Catindig et al. (2009), tanaman padi di
Indonesia pernah mengalami serangan wereng dengan populasi yang cukup tinggi
pada tahun 1998 yang mengakibatkan kerusakan seluas 115 484 ha. Setelah tahun
1998, serangan wereng menurun hingga tahun 2004, namun meningkat kembali
pada tahun 2005 hingga menyebabkan kerusakan mencapai luasan 65 908 ha.
Baehaki (2011a) melaporkan bahwa peledakan populasi wereng coklat kembali
terjadi pada tahun 2010 menyebabkan peningkatan produksi dari tahun 2009 ke
tahun 2010 hanya sebesar 1.17%, jauh berbeda dari target program P2BN yakni
5% per tahun. Dinamika populasi wereng coklat sangat dipengaruhi oleh faktor
intrinsik, seperti keperidian yang tinggi, lama hidup singkat dan kekenyalan
genetis terhadap perubahan lingkungan termasuk faktor biotik dan abiotik,
sehingga memiliki ciri spesifik populasi berstrategi pertumbuhan r (Dyck et al.
1979). Oleh karena itu, pertumbuhan populasi wereng coklat perlu dikendalikan
dengan perlakuan khusus.
Berbagai teknik pengendalian hama pada pertanaman padi telah dilakukan
oleh para petani di Indonesia maupun di India, di antaranya adalah penanaman
varietas padi tahan wereng coklat dan penggunaan insektisida organik sintetik
(Baehaki et al. 2011b, Khrisnaiah 2014). Walaupun demikian, kedua
pengendalian tersebut tidak selalu menunjukkan keberhasilan, seperti dilaporkan

2
bahwa introduksi inang varietas padi tahan dapat menimbulkan respon perlawanan
pembentukan populasi wereng yang beradaptasi melalui perkembangan biotipe
(Baehaki dan Munawar 2007; Seo et al. 2009; Cruz et al. 2011), demikian pula
penggunaan pestisida dapat menyebabkan terjadinya resistensi dan resurjensi
populasi wereng (Gorman et al. 2008; Matsumura et al. 2008, 2009). Kedua hal
ini memberikan kontribusi timbulnya peledakan populasi wereng.
Di Indonesia, insektisida imidakloprid telah digunakan petani untuk
mengendalikan wereng pada tanaman padi sejak tahun 1994 (Cox 2001).
Penggunaan insektisida tersebut pada dosis tinggi selain dapat mengakibatkan
kematian imago, juga memiliki dampak ovisidal. Insektisida ini juga efektif
mengendalikan hama tipe alat mulut menusuk menghisap lainnya seperti: wereng,
thrips, kutu kebul dan sangat efektif terhadap kutu daun. (Hartwig et al. 1991).
Penggunaan insektisida imidakloprid terus menerus menimbulkan upaya wereng
bertahan hidup dengan terbentuknya populasi resisten, seperti dilaporkan di
beberapa daerah di Jepang, Taiwan, China dan Vietnam (Matsumura et al. 2008).
Azzam et al. (2011) melaporkan bahwa penggunaan insektisida berbahan aktif
imidakloprid dapat berpotensi meningkatkan populasi wereng coklat pada varietas
tahan.
Imidakloprid termasuk kelompok senyawa neonicotinoid. Menurut IUPAC,
senyawa ini memiliki nama 1-((6-chloro-3-pyridinyl) methyl)-N-nitro-2imidazolidinimine (Gambar 1). Imidakloprid adalah insektisida yang masuk ke
dalam tubuh serangga melalui peracunan sistemik dan kontak. Imidakloprid
memiliki nilai efikasi tinggi untuk membunuh serangga, namun relatif cukup
aman dengan memiliki toksisitas yang rendah terhadap mamalia (Mullins 1993).
Sasaran kinerja imidakloprid adalah sebagai inhibitor kompetitif pada reseptor
nikotinik asetilkolin yang berada pada sistem saraf pusat serangga (Wang et al.
2008; Cox 2001). Senyawa imidakloprid yang berada pada celah sinapsis di antara
dua sel syaraf akan berikatan dengan reseptor nikotinik asetilkolin yang
menghubungkan impuls (sinyal) pada sel syaraf penerima. Ikatan kedua molekul
tersebut bersifat mengikat (irreversible) dan berlangsung terus menerus. Dalam
hal ini enzim pengurai molekul transmitter syaraf asetilkolin, yaitu
asetilkolinesterase tidak mampu menguraikan senyawa imidakloprid. Kejadian ini
menyebabkan impuls yang normalnya disebarkan ke syaraf penerima menjadi
terblokir. Gejala yang timbul pada serangga ditunjukkan dengan hilangnya
impuls yang diterima oleh saraf secara spontan, karena kegagalan neuron
melanjutkan semua sinyal yang diterima oleh sel syaraf sebelumnya, sehingga
serangga menjadi paralisis, kemudian diakhiri dengan kematian.

Gambar 1 Struktur kimia imidakloprid (Sumber: Cox 2001).

3
Menurut Syakhfani (2013) tanaman padi (Oryza sativa L.) berasal dari
benua Asia dan Afrika Barat sejak tahun 3000 SM. Padi telah ditanam di
Indonesia sejak 1500 SM yang dibawa oleh nenek moyang ketika bermigrasi dari
daratan Asia. Pelita adalah padi sawah dataran rendah. Pelita pertama kali dilepas
pada tahun 1971. Pelita merupakan hasil persilangan antara varietas PB 5 dan
varietas Sintha. Pelita dilepas untuk mendapatkan padi yang tingkat produksinya
menyamai PB 5 dan rasa nasi seperti Shinta (Silitonga 2004). Varietas ini
memiliki bentuk tanaman tegak, gabah yang gemuk, dan berwarna kuning bersih.
Umur tanaman 145 hari dengan potensi hasil 5.5 ton/ha. Silitonga (2004)
melaporkan varietas ini sudah tidak ditanam sejak tahun 1973 sebab terjadi
serangan hama wereng coklat. Varietas ini peka terhadap wereng coklat dan
wereng hijau dan dilaporkan tidak memiliki gen ketahanan terhadap wereng
coklat. Saat ini Pelita sering digunakan untuk keterlaluan penelitian perbanyakan
hama wereng coklat di rumah kaca (Puslittan 2010).
Petani di kabupaten Subang lebih memilih berbudidaya tanaman padi
dengan benih varietas Ciherang (Suprihatno dan Daradjat 2010). Varietas padi
Ciherang adalah padi sawah yang mampu ditanam pada musim hujan dan
kemarau pada ketinggian dibawah 500 mdpl.dan dilepas pada tahun 2000.
Varietas ini memiliki bentuk seperti diatas. gabah relatuf panjang meramping, dan
berwarna kuning bersih. Umur tanaman 125 hari dengan potensi hasil 8.5 ton/ha.
Varietas ini merupakan turunan dari IR64 dan dianggap memiliki tingkat
ketahanan lebih baik dibandingkan Pelita, serta didefinisikan tahan terhadap
wereng coklat biotipe 2 dan agak tahan terhadap biotipe 3 (Suprihatno et al.
2009).
Balai Besar Penelitian Tanaman Padi telah melepas dan mensosialisasikan
berbagai varietas baru tahan wereng di antaranya adalah Inpari 13. Varietas yang
dilepas pada tahun 2009 ini, merupakan varietas padi sawah baru yang baik
ditanam pada sawah tadah hujan pada ketinggian sampai 600 mdpl (Balitbangtan
2012). Inpari 13 memiliki bentuk bentuk tanaman seperti varietas Ciherang, gabah
ramping dengan tingkat kerontokan sedang. Umur tanaman 103 hari dengan
potensi hasil 8.8 ton/ha. Inpari 13 dilaporkan tahan terhadap wereng coklat biotipe
1, 2 dan 3 (Rahmini et al. 2012).
Penggunaan insektisida yang sangat intensif dilakukan oleh petani yang
umumnya menanam varietas tersebut diatas diduga dapat mengubah respons
ketahanan terhadap serangan wereng yang berimplikasi pada peningkatan
populasi wereng di lapangan. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian tentang
pertumbuhan dan perkembangan wereng pada varietas tahan yang diberi
perlakuan pestisida.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan membandingkan pengaruh aplikasi insektisida
imidakloprid terhadap perkembangan populasi wereng coklat pada tiga varietas
padi rentan Pelita, agak tahan Ciherang dan tahan Inpari 13.
Manfaat Penelitian
Penelitian tentang insektisida ini akan memberikan informasi mengenai
pengaruh aplikasi insektisida dan penggunaan varietas tahan dalam pengendalian
wereng coklat di lapangan.

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di rumah kaca Balai Besar Penelitian Tanaman
Padi, Sukamandi, Kabupaten Subang. Penelitian dilaksanakan pada bulan
Februari 2014 sampai dengan Juni 2014.

Metode Penelitian
Persiapan Tanaman Padi
Tiga varietas padi yang digunakan untuk pengujian yaitu, Pelita dan Inpari
13 yang merupakan varietas rentan dan tahan terhadap wereng coklat biotipe 1,
biotipe 2 dan biotipe 3 (Rahmini et al. 2012), serta Ciherang yang tahan terhadap
biotipe 2 dan agak tahan terhadap biotipe 3 (Suprihatno et al. 2009). Benih padi
diperoleh dari Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Sukamandi. Setiap dua
batang benih ditanam di dalam ember plastik berdiameter 30 cm yang disungkup
kurungan plastik silinder bertutupkan kain kasa setinggi 100 cm. Tanaman padi
dipelihara sebaik-baiknya dengan dilakukan penyiraman setiap dua hari sekali dan
pemberian pupuk urea dan SP-36 dengan dosis sebesar 100 kg/ha dan 100 kg/ha
pada 2 MST dan 4 MST.
Perbanyakan Wereng Coklat
Nimfa instar 3 dan 4 wereng coklat dikoleksi dari populasi lapang
pertanaman sawah petani di daerah Sukamandi, Kabupaten Subang yang
kemudian dipelihara dan diperbanyak di rumah kaca pada tanaman padi varietas
IR64 di dalam sebuah ember berisi tanah sawah yang disungkup seperti di atas
hingga terbentuk imago. Imago yang baru berganti kulit digunakan sebagai
serangga uji.
Efikasi Insektisida Imidakloprid
Lima dosis Insektisida berbahan aktif imidakloprid (Confidor 5 WP)
dberturut-turut 3200 g/ha, 1600 g/ha, 800 g/ha, 400 g/ha, 200 g/ha dan 0 g/ha
(kontrol) diaplikasikan pada tanaman berumur 4 MST yang telah diinfestasi
sepasang imago wereng brakiptera. Dosis perlakuan tersebut ditentukan melalui
uji pendahuluan pada varietas Ciherang dengan mengacu pada dosis anjuran
insektisida formulasi Confidor 5 WP, yaitu 400 g/ha. Aplikasi insektisida
dilakukan dengan metode penyemprotan terhadap tanaman yang telah berisi
wereng pada ember yang diberi sungkup seperti diatas. Keenam dosis perlakuan
di atas masing-masing diaplikasikan pada tiga varietas padi dengan ulangan 10
kali. Aplikasi insektisida dilakukan 24 jam setelah infestasi agar wereng coklat
diberi kesempatan menyesuaikan diri pada tanaman uji. Kematian wereng coklat
diamati dan dicatat pada 24 jam, 48 jam dan 72 jam setelah perlakuan (JSP)
insektisida. Data mortalitas serangga yang diperoleh pada 72 JSP diolah melalui
analis probit (LeOra Software 1987). Tingkat mortalitas serangga ditentukan
dengan nilai LD50 dan LD95. Nilai LD50 digunakan sebagai acuan perlakuan

5
berikutnya, sedangkan nilai LD95 digunakan untuk menentukan tingkat ketahanan
wereng dengan membandingkannya terhadap dosis anjuran.
Pengamatan Perkembangan Populasi
Wereng yang berhasil lolos dari perlakuan insektisida di atas dipelihara
lebih lanjut hingga populasi berkembang pada masing-masing varietas tanaman.
Jumlah populasi wereng coklat yang berkembang diamati dan dihitung dengan
bantuan alat hand tally counter setiap minggu hingga akhir percobaan. Jumlah
nimfa instar pertama yang muncul dalam periode 2 minggu setelah perlakuan
(MSP) mencerminkan kemampuan peletakan telur harian oleh imago betina
dihitung dan dibandingkan antar varietas menggunakan program Minitab 16.
Uji Keperidian terhadap Telur Wereng Coklat
Setiap dosis insektisida yang ditentukan dari nilai LD50 hasil analisis probit
pada pengujian masing-masing tiga varietas padi di atas diaplikasikan pada koloni
wereng coklat generasi ke-2 hasil perlakuan sebelumnya. Setiap 10 induk betina
dinfestasikan pada tiga varietas padi perlakuan yang masing-masing disertakan
perlakuan kontrol. Peletakan wereng pada tanaman sama seperti pengujian diatas.
Pengujian ini diulang empat kali yang dibagi ke dalam dua kelompok
pengamatan, yakni 48 JSP dan 72 JSP. Telur yang diletakkan oleh betina yang
berhasil lolos hidup diamati dengan cara membedah jaringan tanaman padi dan
diamati di bawah mikroskop binokuler. Jumlah telur yang diletakkan oleh betina
dihitung menggunakan hand tally counter dan abnormalitas telur yang terbentuk
diamati pada kedua waktu pengamatan tersebut.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Efikasi Insektisida Imidakloprid
Tingkat toksisitas insektisida imidakloprid terhadap wereng yang
diinfestasikan pada tiga varietas padi rentan Pelita, agak tahan Ciherang dan tahan
Inpari 13 menunjukkan penurunan dibandingkan toksisitas dosis anjuran (Tabel
1). Hasil pengamatan menunjukkan bahwa mortalitas wereng mulai tampak pada
24 jam setelah perlakuan (JSP) dan meningkat hingga 72 JSP (Tabel Lampiran 1).
Insektisida imidakloprid dikatagorikan bekerja sebagai racun kontak dan racun
sistemik, sehingga kinerjanya dalam membunuh serangga optimum terjadi pada
72 JSP. Nilai LD50 berturut-turut paling tinggi dijumpai pada perlakuan
penyemprotan wereng uji pada kultivar tanaman Pelita, Ciherang, dan terendah
pada Ciherang yaitu sebesar 4441, 1289, dan 1033 g/ha.
Keefektifan insektisida dinyatakan dalam nilai LD95 yang masing masing
menunjukkan penurunan dibandingkan dosis anjuran, yakni 400 g/ha. Tabel 1
menunjukkan bahwa dosis insektisida imidakloprid yang diaplikasikan pada
wereng memberikan respon ketahanan yang agak berlainan saat dinfestasikan
pada varietas tanaman. Wereng yang diinfestasikan pada tanaman rentan Pelita
menunjukkan repon ketahanan paling tinggi 234 kali lipat dibandingkan pada
tanaman tahan Inpari 13 yang relatif lebih rendah 61 kali lipat, dan tanaman agak
tahan 13 kali lipat setelah diberi perlakuan insektisida. Resistensi wereng terhadap
insektisida telah dilaporkan oleh beberapa penulis. Wu et al. (2001) melaporkan
bahwa insektisida berbahan aktif metamidofos dan bisultap dapat menyebabkan
peningkatan populasi wereng. Menurut Wang et al. (2008), hasil uji laboratorium
menunjukkan bahwa populasi wereng batang coklat yang berasal dari lapang di
daerah Cina dilaporkan telah resisten 14 kali lipat terhadap imidakloprid
dibandingkan dengan wereng rentan. Resistensi wereng terhadap imidakloprid
terbentuk dengan cepat diduga akibat penggunaan insektisida tersebut yang sering
dilakukan di lapangan.
Tingkat ketahanan wereng terhadap insektisida dipengaruhi oleh tanaman
inangnya. Hasil percobaan ini menunjukkan bahwa imidakloprid mengakibatkan
penurunan tingkat ketahanan wereng saat diinfestasikan pada kultivar tanaman
tahan wereng. Menurut Buenaflor et al. (1982), insektisida dapat mempengaruhi
kandungan karbohidat dan protein tanaman yang merupakan faktor penting
sebagai feeding stimulant wereng coklat. Perlakuan dekametrin pada kultivar padi
rentan dapat meningkatkan kandungan asam amino atau menurunkan rasio C/N,
sehingga menstimulasi perilaku makan dan mengakibatkan peningkatan populasi
wereng. Pada dasarnya, kandungan asam amino tanaman varietas tahan wereng
lebih rendah dari varietas rentan (Lu et al. 1982). Namun, pada varietas yang
sangat tahan dilaporkan memiliki kandungan karbohidrat yang lebih rendah
dibandingkan varietas rentan. Perlakuan insektisida dapat memicu lebih lanjut
perubahan kualitas tanaman tahan yang berimplikasi pada peningkatan populasi
wereng. Sesuai dengan hasil percobaan ini menunjukkan bahwa penurunan
ketahanan wereng terhadap insektisida meningkat lebih jauh saat wereng
diinfestasikan pada tanaman varietas agak tahan Ciherang, yakni mencapai 13 kali
lipat dibandingkan dosis anjuran. Hal ini diduga karena wereng uji yang

7

Tabel 1 Toksisitas insektisida imidakloprid terhadap imago wereng coklat pada 72 JSP

a)

Varietas

a ± GBa

b ± GBa

LD50 (SK 95%)
(g/ha)

LD95 (SK 95%)
(g/ha)

Perbandingan dosis
anjuran dengan LD95

Inpari 13
Ciherang
Pelita

-4.00 ± 1.36
-5.26 ± 1.03
-3.52 ± 1.43

1.29 ± 0.45
1.74 ± 0.35
0.97 ± 0.46

1289 (766-2605)
1033 (612.23-1986.40)
4441 (2404.1-20306)

24486 (7347-0.17E)
5598 (-)
93857 (-)

1 : 61
1 : 13
1 : 234

a = intersep regresi probit, b = kemiringan regresi probit, GB = galat baku, SK = selang kepercayaan.

8
digunakan pada perlakuan telah beradaptasi 10 tahun dengan kondisi di lapangan
setelah pelepasan varietas yang pada saat tersebut dianggap tahan dibandingkan
Inpari 13 yang relatif paling baru. Varietas padi Ciherang dinyatakan memiliki
ketahanan terhadap wereng coklat biotipe 2 dan agak tahan terhadap biotipe 3
(Suprihatno et al. 2009). Hal ini mengindikasikan bahwa respon penurunan
ketahanan wereng terhadap insektsisida juga dinduksi oleh adaptasi tanaman tahan
di lapangan.

Perkembangan Populasi Wereng Coklat setelah Aplikasi Insektisida
Persentase imago wereng yang bertahan hidup pada minggu pertama
pengamatan setelah perlakuan insektisida imidakloprid ditunjukkan pada Tabel 2.
Perlakuan dosis tertinggi imidakloprid (3200 g/ha) menghasilkan keloloshidupan
wereng terendah, yakni 20% pada varietas tahan dan 45% pada varietas rentan
yang relatif sangat berbeda dibandingkan kontrol yang mencapai kisaran 85-90%.
Keloloshidupan tertinggi wereng uji dijumpai pada varietas Inpari 13 dan
Ciherang yakni pada dosis 400 g/ha masing masing sebesar 70% hingga 90%,
sedangkan pada varietas Pelita pada dosis 800 g/ha. Walaupun terdapat
perkecualian bahwa keloloshidupan yang menurun pada dosis 200 g/h, diduga
karena variasi kebugaran tubuh individu wereng uji yang tidak seragam,
mengingat sumber wereng uji diambil langsung dari populasi lapang. Hal ini
menunjukkan bahwa semakin tinggi dosis perlakuan semakin rendah populasi
wereng yang bertahan hidup. Jumlah nimfa yang dihasilkan oleh masing-masing
imago wereng yang berhasil hidup ditunjukkan pada Tabel 3.
Tabel 2 Keloloshidupan wereng satu minggu setelah perlakuan
Dosis perlakuan insektisida
Persentase wereng hidup (%)
(g/ha)
Inpari 13
Ciherang
Pelita
Imidakloprid
3200
20
0
45
1600
40
40
60
800
60
45
80
400
70
90
75
200
60
85
75
Kontrol
0
85
90
90
Perlakuan imidakloprid pada imago wereng tidak nyata berpengaruh
terhadap jumlah nimfa yang diproduksi pada masing-masing ketiga varietas
tanaman uji dibandingkan perlakuan kontrol berdasarkan uji T-test pada nilai
P>0.05 (Tabel 3, Tabel Lampiran 2). Walaupun demikian, secara umum jumlah
nimfa hasil pengujian imidakloprid pada varietas tahan Impari 13 relatif lebih
rendah dibandingkan Pelita dan paling tinggi dijumpai pada varietas Ciherang.
Perlakuan pada setiap varietas tersebut menghasilkan jumlah nimfa yang relatif
rendah pada perlakuan dosis paling tinggi (3200 g/ha), jumlah nimfa meningkat
seiring dengan penurunan dosis yang diaplikasikan. Perlakuan dosis terendah
imidakloprid (200 g/ha) pada Inpari 13 maupun Pelita relatif menekan populasi
nimfa dibandingkan kontrol, namun sebaliknya pada varietas Ciherang perlakuan
dosis terendah meningkatkan populasi nimfa dan peningkatan populasi masih
tampak hingga perlakuan dosis tertinggi dibandingkan kontrol.

9
Tabel 3 Jumlah nimfa generasi 1 pada tiga varietas padi setelah dua minggu
aplikasi insektisida imidakloprid.
Dosis perlakuan
Rerata jumlah nimfa (ekor/betina)
insektisida (g/ha)
Inpari 13
Ciherang
Pelita
Imidakloprid
3200 15.7 ± 13.2
24.5 ± 7.8

1600 13.0 ± 5.7
64.0 ± 72.1
29.0 ± 36.8
800
48.3 ± 53.6
96.0 ± 110.0
53.3 ± 53.3
400
34.3 ± 36.2
94.6 ± 116.0
45.3 ± 67.3
200
77.2 ± 32.7
137.3 ± 102.7
85.0 ± 0.0
Kontrol
0
84.0 ± 62.7
53.4 ± 37.2
91.5 ± 106.7
Hasil tersebut sesuai dengan pengujian efikasi imidakloprid pada Tabel 1
yang menunjukkan bahwa penurunan ketahanan wereng terhadap insektisida
berpengaruh terhadap peningkatan populasi generasi keturunannya yang tampak
jelas pada varietas Ciherang. Hal ini berarti bahwa imago wereng yang telah
rentan terhadap imidakloprid memberikan kontribusi peningkatan jumlah nimfa
pada varietas tersebut. Wu et al. (2001) melaporkan bahwa aplikasi insektisida
bisultap pada tanaman padi dapat menurunkan kandungan sukrosa 5 hari setelah
aplikasi insektisida. Sama seperti pendapat Buenaflor et al. (1981), penurunan
perbandingan unsur C terhadap N dapat menstimulasi makan, sehingga
meningkatkan populasi wereng. Interaksi serangga dengan tanaman seringkali
dipengaruhi oleh asam amino spesifik. Asam amino berpengaruh terhadap
penurunan perilaku probing dan peningkatan perilaku mengisap cairan pakan,
namun ada pula yang berperan sebagai penghambat makan. Keberadaan
kandungan asam γ-aminobutrirat dilaporkan tinggi pada varietas padi tahan
Mudgo (Sogawa dan Pathak 1970), yang kemudian nyata menurun setelah
tanaman diberi perlakuan bisultap dibandingkan tanaman tanpa perlakuan.
Menurut Wu et al. (2004) perlakuan insektisida bisultap dapat menurunkan
kandungan asam oksalat dan laju fotosintesis. Asam oksalat diketahui sebagai
bahan antifidan yang berperan dalam mekanisme pertahanan tanaman (Nagata dan
Hayakawa 1998), sedangkan penurunan laju fotosintesis akan mengurangi
kebugaran tanaman, sehingga menjadi lebih rentan terhadap serangan wereng.
Menurut Rahmini et al. (2012) kandungan sukrosa lebih rendah pada varietas
tahan Inpari 13 dan PTB 33 dibandingkan varietas rentan TN1, sebaliknya
kandungan oksalat lebih tinggi pada varietas tahan Inpari 13 dan PTB 33
dibandingkan varietas rentan TN1.
Perkembangan fluktuasi populasi wereng uji selama periode satu musim
tanam padi disajikan pada Gambar 2. Secara umum, populasi wereng pada
tanaman tahan Impari 13 dan agak tahan Ciherang cenderung lebih tinggi
dibandingkan varietas rentan Pelita. Perlakuan imidakloprid dosis tertinggi 3200
g/ha menimbulkan kematian seluruh induk wereng pada tanaman Ciherang (Tabel
2a), namun masih mampu menekan pertumbuhan populasi generasi 1 pada
varietas Pelita dan Inpari 13 (Gambar 2a). Puncak populasi wereng tertinggi
dijumpai pada tujuh minggu dan delapan minggu setelah aplikasi imidakloprid
dosis 800 g/ha pada varietas Inpari 13 dan Ciherang berturut-turut 285 dan 347
ekor/rumpun (Gambar 2c). Puncak populasi wereng tampak lebih dini terjadi pada
varietas Pelita, yaitu 4 minggu setelah aplikasi dosis yang lebih rendah 400 g/ha
sebanyak 266 ekor/rumpun (Gambar 2d). Pada pengamatan lanjut populasinya

10

Gambar 2 Perkembangan populasi wereng coklat pada tiga varietas padi yang diaplikasi imidakloprid dosis (a) 3200 g/ha, (b) 1600 g/ha, (c) 800 g/ha, (d) 400 g/ha, (e)
200 g/ha, (f) kontrol.

11
musnah karena kematian tanaman akibat hopperburn. Puncak populasi tersebut
bergeser menjadi lebih lebar yaitu pada minggu keenam setelah perlakuan dosis
paling rendah 200 g/ha dan kontrol berturut-turut 257 dan 400 ekor/rumpun. Hal
ini sesuai dengan hasil percobaan terdahulu bahwa perlakuan insektisida dapat
meningkatkan populasi wereng pada tanaman varietas tahan maupun agak tahan.
Azzam et al. (2011) menyatakan bahwa aplikasi insektisida berbahan aktif
imidakloprid mempengaruhi perubahan kandungan hara tanaman di antaranya Ca,
Cu, Fe, Mg, Mn, Na, K, dan Zn yang berimplikasi terhadap ketahanan tanaman
terhadap wereng dan pertumbuhan populasi wereng. Menurut Salim dan Saxena
1991) kandungan hara K yang tinggi pada tanaman dapat menghambat
pertumbuhan populasi, sebaliknya kandungan Fe yang tinggi dapat meningkatkan
populasi wereng punggung putih Sogatella furcifera (Horvath).
Implikasi Perlakuan Imidakloprid terhadap Produksi dan Abnormalitas
Telur.
Secara umum, perlakuan imidakloprid pada imago wereng meningkatkan
jumlah telur yang diletakkan baik pada 48 JSP maupun 72 JSP, kecuali pada
varietas Ciherang pada 72 JSP, jumlah telur lebih rendah dibandingkan kontrol
(Tabel 4). Jumlah telur tertinggi ditemukan pada varietas Pelita, berkisar antara
116-336 butir/betina, diikuti varietas Inpari 13 sebesar 57-93 butir/betina, dan
terendah pada varietas Ciherang 43-54 butir/betina. Saxena dan Pathak (1979)
menyatakan bahwa perilaku peletakan telur wereng coklat tidak dipengaruhi oleh
ketahanan tanaman, namun laju kematangan ovari pada wereng yang hidup pada
varietas tahan lebih rendah bila dibandingkan dengan varietas rentan, juga pada
beberapa varietas tahan dapat menyebabkan wereng gagal memproduksi telur.
Varietas tahan seperti Inpari 13 memiliki mekanisme antisenosis yang
menyebabkan penurunan aktivitas makan, sehingga dapat mengurangi jumlah
asupan nutrisi yang dihisap oleh imago yang selanjutnya berpengaruh pada
penurunan produksi telur (Rahmini et al. 2012). Hartwig et al. (1991)
melaporkan bahwa imidakloprid pada dosis tinggi selain berdampak pada
kematian imago, juga dianggap memiliki pengaruh ovisidal terhadap telur
serangga. Aghabaglou et al (2013) menyatakan bahwa perlakuan insektisida
imidakloprid dan diazinon pada serangga Cryptolaemus montrouzieri (Coleoptera:
Coccinelidae) menurunkan fekunditas betina, sedangkan Rezaei et al. (2006)
melaporkan bahwa imidakloprid tidak berpengaruh terhadap fekunditas.
Tabel 4 Pengaruh aplikasi insektisida terhadap jumlah peletakan telur wereng
coklat pada 48 JSP dan 72 JSP.
Jumlah telur (butir/betina)
Varietasa
48 JSPb
72 JSPb
Inpari 13
92.8 ± 11.3 ab
57.38 ± 47.8 bc
Inpari 13*
11.6 ± 1.5 c
10.9 ± 0.6 c
Ciherang
53.7 ± 24.5 abc
43.6 ± 16.6 bc
Ciherang*
24.6 ± 3.8 bc
86.4 ± 14.8 b
Pelita
116.5 ± 72.17 a
336.0 ± 25.4 a
Pelita*
34.8 ± 12.2 bc
35.8 ± 7.7 bc
a

Nama varietas yang diikuti tanda bintang (*) adalah perlakuan kontrol.
Rataan selajur yang diikuti oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata (uji Tukey, α = 0,05)

b

12
Tabel 5 Pengaruh perlakuan insektisida terhadap morfologi telur.
Persentase pembentukan telur abnormal (%)
Varietasa
48 JSP
72 JSP
Inpari 13
0.2
0
Inpari 13*
0.9
1.4
Ciherang
0.5
0
Ciherang*
0.7
0
Pelita
0
0.2
Pelita*
0
0.04
a

Nama varietas yang diikuti tanda bintang (*) adalah perlakuan kontrol.

Perlakuan imidakloprid pada imago dapat menyebabkan bentuk telur
mengerut dibandingkan dengan telur sehat (Gambar 3). Walaupun demikian,
jumlah telur abnormal tersebut tidak tampak nyata pada seluruh telur yang
diletakkan imago pada ketiga varietas padi di atas (Tabel 5). Persentase telur
abnormal relatif sedikit, yakni berkisar antara 0.04-1.4%. Kontsedalov et al.
(2008) menyatakan bahwa perlakuan insektisida spiromesifen dapat menyebabkan
kerusakan korion pada telur Bemisia tabaci (Hemiptera: Aleyrodidae), sehingga
struktur dalam telur menjadi bening, dan bentuk telur mengerut. Begitu pula de
Moura (2011) melaporkan bahwa perlakuan abamektin dapat menyebabkan
malformasi mikrofil dan kerusakan permukaan eksternal korion telur Chrysoperla
external (Neuroptera: Chrysomelidae). Hal ini sesuai dengan percobaan diatas
bahwa imidakloprid berimplikasi pada kerusakan permukaan korion telur.

Gambar 3 Morfologi telur wereng coklat (a) normal, (b) dan (c) abnormal

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Insektisida imidakloprid memicu resistensi wereng coklat 13-234 kali lipat
dari dosis anjuran. Resistensi wereng terhadap imidakloprid semakin menurun
pada perlakuan varietas tahan Inpari 13 dan varietas agak tahan Ciherang. Puncak
populasi wereng tertinggi dijumpai pada varietas agak tahan Ciherang setelah
diaplikasi imidakloprid pada 8 MSP dan terendah pada varietas rentan Pelita.
Imidakloprid berimplikasi pada peningkatan jumlah telur dan abnormalitas telur.
Saran
Penurunan tingkat resistensi wereng terhadap imidakloprid pada varietas
tahan menyebabkan peningkatan populasi wereng di lapangan. Hal ini dapat
memberikan kontribusi terbentuknya resurjensi wereng pada varietas-varietas padi
yang dibudidayakan sehingga perlu diteliti lebih lanjut di lapangan.

DAFTAR PUSTAKA

Aghabaglou S, Alvandy S, Goldasteh S, Karahroudi ZR. 2013. Study on ovicidal
and side effect of diazinon and imidaclopride on Cryptolaemus montrouzieri
Mulsant (Coleoptera: Coccinelidae). J Entomol Zool Stud. 1(6):22-26.
Azzam S, Yang F, Wu JC, Geng J, Yang GQ. 2011. Imidacloprid-induced
transference effect on some elements in rice plants and the brown
planthopper Nilaparvata lugens (Hemiptera: Delphacidae). Insect Sci. 18(1):
289–297. doi: 10.1111/j.1744-7917.2010.01352.x.
[Balitbangtan] Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2012. Inpari 13
padi berumur sangat genjah dan tahan wereng coklat. Di dalam: Setiadi A,
editor. Inovasi Teknologi Membangun Ketahanan Pangan Dan
Kesejahteraan Petani. Jakarta (ID): PT Balai Pustaka. hlm 87-89.
[BPS] Badan Pusat Statistik. 2014. Tabel Produktivitas-Produksi Tanaman Padi
Provinsi Indonesia [Internet]. Jakarta (ID): BPS. hlm: 1; [diunduh 2014 Jun
30]. Tersedia pada: http://www.bps.go.id/proses_pgnxls.php? adodb_next
_page=&eng=0&pgn=1&prov=00&thn1=2010&thn2=2013&luas=0&produ
ktivitas=1&produksi=1&display=34&page=1&offset=0.
Baehaki SE, Munawar D. 2007. Identifikasi biotipe wereng coklat di Jawa,
Sumatera, dan Sulawesi dan reaksi ketahanan kultivar padi [internet]. Di
dalam: Apresiasi Hasil Penelitian Padi 2007. ; 2007 Agust 19; Subang.
Subang (ID): BB Padi; [diunduh: 2014 Jul 15]. Tersedia pada: Tersedia
pada:
http://www.litbang
.deptan.go.id
/special/padi/bbpadi_2008_
p2bn1_24.pdf.
Baehaki SE. 2011a. Inovasi pengendalian hama wereng. Di dalam: Agroinovasi
[internet]. Jakarta (ID): Badan Penelitan dan Pengembangan Pertanian. hlm
2-9; [diunduh: 2014 Jun 30]. Tersedia pada: http://www.litbang.deptan.go.id
/download/one/113/file/Pengendalian-Wereng.pdf .
Baehaki SE. 2011b. Strategi fundamental pengendalian hama wereng batang
coklat dalam pengamanan produksi padi nasional. Pengemb Inov Pertan.
4(1):63-75.
Buenaflor HG, Sexena RC, Heinrichs EA. 1981. Biochemical basis of
insecticide-induced brown planthopper resurgence. Int Rice Res Newsl. 6(1):
13–14.
Botrell DG, Schoenly KG. 2011. Resurrecting the ghost of green revolutions past:
the brown planthopper as a recurring threat to high-yielding rice production
in tropical Asia. J Asia-Pac Entomol. 15(1):122-140. doi: 10.1016/j.asp
en.2011.09.004.
[Bulog] Badan Usaha Logistik. 2011. Cuaca ekstrim dan serangan hama serang
beberapa sentra produksi padi jawa timur [internet]. Jakarta (ID): Bulog;
[diunduh 2014 Jun 30]. Tersedia pada: http://www.bulog.co.id/berita/37
/2514/10/6/2011/Cuaca-Ekstrim-dan-Serangan -Hama- Serang- BeberapaSentra-Produksi-Padi-Jawa-Timur.html.
Catindig JLA, Arida GS, Baehaki SE, Bentur JS, Cuong LQ, Norowi M,
Rattanakam W, Sriratanasak W, Xia J, Lu Z. 2009. Situation of planthopper
in Asia. Di dalam: Heong KL, Hardy B, editor. Planthoppers: New Threats

15
to The Sustainability of Intensive Rice Production Systems in Asia. Los
Banos (PH): IRRI. hlm 191-220.
Cox C. 2001. Imidacloprid. J Pestic Reform. [Internet]. [diunduh 2013 Des 20].
21(1):15-21. Tersedia pada: http://www.apiservice.com/intoxications/imi
dacloprid.pdf
Cruz AP, Arida A, Heong KL, Horgan FG. 2011. Aspects of brown planthopper
adaptation to resistan rice varieties with the Bph3 gene. Entomol Exp Appl.
141(3):245-257. doi: 10.1111/j.1570-7458.2011 .01193.x.
De Moura AP, Carvalho GA, Cosme LV, Alves E, Botton M, Silva PS. 2011.
Tokxicological and ultrastructural analysis of the impact of pesticides used
in temperas fruit crops on two population of Chrysoperla externa
(Neuroptera:Chrysopidae). Rev Bras Entomol. 66(3):411-418.
Dyck VA, Misra BC, Alam S, Chen CN, Hsieh CY, and Rejesus RS. 1979.
Ecology of the brown planthopper in the tropics. Di dalam: Brady NC,
editor. Brown Planthopper: Threat to Rice Production in Asia. Los Banos
(PH): IRRI. hlm 61-98.
Gorman K, Liu Z, Denholm I, Brüggen KU. Nauen R. 2008. Neonicotinoid
resistance in rice brown planthopper Nilaparvata lugens. Rice Sci.
20(5):271. doi: 10.1016/S1672-6308(13)60147-X.
Hartwig J, Becker B, Erdelen C, Elbert A. 1991. Imidacloprid - a new systemic
insecticide [abstrak] [internet]. Leverkusen (DE) : ZB MED Nutrition
Environment Agriculture. [diunduh: 2014 Jan 2]. Tersedia pada: http://
agris.fao.org/agris-search/search.do?f=1992/DE/DE92077.xml;DE92U0152.
Khrisnaiah NV. 2014. A global perspective of rice brown planthopper
management Ⅲ – strategies for BPH management. J Rice Genom Gen.
5(1):1-11. doi: 10.5376/rgg.2014.05.0001.
Kontsedalov S, Gottlieb Y, Ishaaya I, Nauen R, Horowitz R, Ghanim M. 2008.
Toxicity of spiromesifen to the developmental stages of Bemisia tabaci
biotype B. Pest Manag Sci. 65(1):5-13.
LeOra Software. 1987. POLO-PC User’s Guide. Petaluma (US): LeOra Software.
Lu ZM, Tang MY, Pang ZK. 1982. Resistant mechanism of hybrid rice to brown
planthopper. Hun Agr Sci. 1(1): 9-12.
Matsumura M, Takeuchi H, Satoh M, Sanada-Morimura S, Otuka A, Watanabe T,
and Thanh DV. 2008. Species-specific insecticide resistance to imidacloprid
and fipronil in the rice planthoppers Nilaparvata lugens and Sogatella
furcifera in East and South-east Asia. Pest Manag Sci. 64(11):1115-1121.
doi: 10.1002/ps.1641.
Matsumura M, Takeuchi H, Satoh M, Sanada-Morimura S, Otuka A, Watanabe T,
and Thanh DV. 2009. Current status of insecticide resistance in rice
planthoppers in Asia. Di dalam: Heong KL, Hardy B, editor. Planthoppers:
New Threats to the Sustainability of Intensive Rice Production Systems in
Asia. Los Banos (PH): IRRI. hlm 233-243.
Mullins JW. 1993. Imidacloprid. A new nitroguanidine insecticide [abstrak]
[Internet]. Kansas City (US): National Agricultural Library. [diunduh: 2014
Jan 2]. Tersedia pada: http://agris.fao.org/agris-search/search.do?f=
2012/OV/OV20120188900188 9.xml;US19940056309.

16
Nagata T, Hayakawa T. 1998. Activity of aconitic acids and oxalic Acid on brown
planthopper, Nilaparvata lugens (Stal) and green rice leafhopper,
Nephotettix cincticeps (Uhler). Jpn J App Entomol Zool. 42(1):115-121.
[Puslittan] Pusat Penelitian dan Pengembangan Pertanian. 2010. Deskripsi
Varietas Pelita I-1 [internet]. Bogor (ID): Puslitbangtan. hlm 1; [diunduh
2014 Jun 30]. Tersedia pada: http://www.puslittan.bogor.net/index.php
?bawaan=varietas/varietas_detail&komoditas=05021&id=Pelita%20I-1&pg
=8&varietas=1.
Rahmini, Hidayat P, Ratna ES, Winasa IW, Manuwoto S. 2012. Respon biologi
wereng batang coklat terhadap biokimia tanaman padi. Penel Pertan Tan
Pangan. 31(2):117-123. doi:10.2135/cropsci1992.0011183X003200010044
x
Rezaei M, Talebi K, Naveh VH, Kavousi A. 2007. Impacts of the Pesticides
Imidacloprid, Propargite, and Pymetrozine on Chrysoperla carnea
(Stephens) (Neuroptera: Chrysopidae): IOBC and Life Table Assays. Bio
Cont. 523(3):385-398. doi: 10.1007/s10526-006-9036-2.
Salim M, Saxena RC. 1991. Nutritional Stresses and Varietal Resistance in Rice:
Effects on Whitebacked Planthopper. Crop Sci. 32(1):212-219.
Saxena RC, Pathak MD. 1979. Factors governing susceptibility and resistance of
certain Ice varietas to the brown planthopper. Di dalam: Brady NC, editor.
Brown Planthopper: Threat to Rice Production in Asia. Los Banos (PH):
IRRI. hlm 303-317.
Seo BY, Jung JK, Choi BR, Park HM, Lee BH. 2009. Resistance-breaking ability
and feeding behavior of the Brown planthopper, Nilaparvata lugens,
recently collected in Korea. Di dalam: Heong KL, Hardy B, editor.
Planthoppers: New Threats to The Sustainability of Intensive Rice
Production Systems in Asia. Los Banos (PH): IRRI. hlm 303-314.
Sogawa K, Pathak MD. 1970. Mechanisms of brown planthopper resistance in
Mudgo variety of rice (Hemiptera: Delphacidae). Appl. Entomol. Zool.
5(1):145-158.
Silitonga TS. 2004. Pengelolaan dan pemanfaatan plasma nutfah di Indonesia. Bul
Plas Nut. 10 (2):56-71.
Suprihatno B, Daradjat AA. 2010. Kemajuan dan ketersediaan varietas unggul
padi. Padi Inovasi Teknologi dan ketahanan Pangan. Jakarta (ID): PT Balai
Pustaka. hlm 331-352.
Suprihatno B, Daradjat AA, Satoto, Baehaki SE, Widiarta IN, Setyono A,
Indrasari SD, Lesmana OS, Sembiring H. 2009. Deskripsi Varietas Padi.
Subang (ID): Balai Besar Penelitian Tanaman Padi.
Susakti A. 2013. Tingginya Konsumsi Beras di Indonesia [internet]. Bogor (ID):
BBP2TP. hlm 1; [diunduh 2014 Jul 1]. Tersedia pada: http://bbp2tp.
litbang.deptan.go.id/index2.php?option=com_content&task=view&id=687
&pop=1&page=0.
Syakhfani. 2013. Padi (Oryza sativa L.) [Internet]. Malang (ID): UB. hlm 1;
[diunduh 2014 Sept 12]. Tersedia pada: syekhfanismd.lecture.ub.ac.id/files/
2013/03/PADI-PUSRI.pdf.
Wang Y, Chen J, Zhu CY, Ma C, Huang Y, Shen J. 2008. Susceptibility to
neonicotinoids and risk of resistance development in the brown planthopper,

17
Nilaparvata lugens (Stål) (Homoptera: Delphacidae). Pest Manag Sci.
64(1): 1278–1284. doi: 10.1002/ps.1629.
Wu JC, Qiu HM, Yang GQ, Liu JL, Liu GJ, Wilkins RM. 2004. Effective
duration of pestice-induced susceptibility of rice to brown planthopper
(Nilaparvata lugens Stål, Homoptera: Delphacidae) and physiological and
biochemical changes in rice plants following pesticide application. Internat
J Pest Manag. 50(1):55-62. doi: 10.1081/09670870310001630 397.
Wu JC, Xu JX, Yuan SZ, Liu YL, Jiang YH, Xu JF. 2001. Pesticide-induced
susceptibility of rice to brown planthopper Nilaparvata lugens. Entomol Exp
App. 100 (1):119-126. doi: 10.1046/j.1570-7458.2001.00854. x.

LAMPIRAN
Lampiran 1 Persentase mortalitas harian wereng coklat pada 24, 48, dan 72 JSP.
Dosis perlakuan
insektisida (g/ha)
Imidakloprid

Kontrol
a

Kematian dalam persen

3200
1600
800
400
200
0

24
JSPa
65
35
10
10
30
10

Inpari 13
48
JSPa
80
60
30
20
40
15

72
JSPa
80
60
40
30
40
15

24
JSPa
75
30
35
10
10
0

Ciherang
48
JSPa
80
55
50
10
10
0

72
JSPa
80
60
55
10
15
10

24
JSPa
45
40
15
15
20
5

Ciherang
48
JSPa
45
40
15
20
25
10

72
JSPa
55
40
15
20
25
15

19
Lampiran 2 Hasil uji T-test nimfa generasi 1
Two-Sample T-test for Inpari 13 vs Pelita
Dosis 3200 g/ha
Varietas
N Mean
StDev
SE Mean
T-Value
Inpari 13
2
17.0
18.4
13
0.5
Pelita
2
24.5
7.78
5.5

P-Value
0.7

Dosis 1600 g/ha
Varietas
Inpari 13
Pelita

N
2
2

Mean
13.0
29.5

StDev
5.7
36.8

SE Mean
4.0
26.0

T-Value
0.6

P-Value
0.7

Dosis 800 g/ha
Varietas
Inpari 13
Pelita

N
6
3

Mean
48.3
53.3

StDev
53.7
53.3

SE Mean
22
31

T-Value
0.13

P-Value
0.9

Dosis 400 g/ha
Varietas
Inpari 13
Pelita

N
3
3

Mean
34.3
45.3

StDev
36.2
67.3

SE Mean
21
39

T-Value
0.3

P-Value
0.8

Dosis 200 g/ha
Varietas
Inpari 13
Pelita

N
5
1

Mean

StDev

SE Mean

T-Value
Error
Error

P-Value
Error
Error

StDev
62.7
107.0

SE Mean
24.0
53.0

T-Value
0.13

P-Value
0.9

Two-Sample T-test for Ciherang vs Pelita
Dosis 1600 g/ha
Varietas
N Mean
StDev
Ciherang
2
64.0
72.1
Pelita
2
29.0
36.8

SE Mean
51.0
26.0

T-Value
0.6

P-Value
0.7

Dosis 800 g/ha
Varietas
Ciherang
Pelita

SE Mean
64.0
31.0

T-Value
0.6

P-Value
0.6

* ERROR * Not enough data in column.

Kontrol
Varietas
Inpari 13
Pelita

N
7
4

N
3
3

Mean
84.0
92.0

Mean
96.0
55.3

StDev
110.0
53.3

20
Dosis 400 g/ha
Varietas
Ciherang
Pelita

N
5
3

Mean
95.0
45.3

StDev
117.0
67.3

SE Mean
52.0
39.0

T-Value
0.76

P-Value
0.5

Dosis 200 g/ha
Varietas
Ciherang
Pelita

N
3
1

Mean

StDev

SE Mean

T-Value
Error
Error

P-Value
Error
Error

StDev
37.2
107.0

SE Mean
17.0
53.0

T-Value
0.7

P-Value
0.5

* ERROR * Not enough data in column.

Kontrol
Varietas
Ciherang
Pelita

N
5
4

Mean
53.4
92.0

RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di kabupaten Sumenep, Madura pada tanggal 6 Oktober
1992 dari ayah Ainur Farid, SE dan ibu Tri Endang Wahyuni, S.Pd.SD. Penulis
adalah putra pertama dari dua bersaudara. Penulis menyelesaikan pendidikan
sekolah dasar di SD Negeri 2 Sukamandi tahun 2004, kemudian melanjutkan ke
Sekolah Menengah Pertama Negeri (SMPN) 1 Ciasem dan lulus tahun 2007. Pada
tahun 2010 penulis lulus dari Sekolah Menengah Atas Negeri (SMAN) 1
Karawang, kemudian penulis melanjutkan pendidikan di Departemen Proteksi
Tanaman, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan
Seleksi Masuk IPB (USMI).
Selama menjadi mahasiswa penulis aktif di UKM Karate IPB tahun
2010/2011, wakil ketua Himpunan Mahasiswa Proteksi Tanaman (HIMASITA)
IPB tahun 2011/2012, wakil ketua