Pengaruh Pengapuran, P, dan K terhadap Pertumbuhan dan Produksi Kedelai Hitam pada Budi Daya Jenuh Air di Lahan Pasang Surut

PENGARUH PENGAPURAN, P, DAN K TERHADAP
PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KEDELAI HITAM PADA BUDI
DAYA JENUH AIR DI LAHAN PASANG SURUT

ABDUL JABAR

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Pengaruh Pengapuran,
P, dan K terhadap Pertumbuhan dan Produksi Kedelai Hitam pada Budi daya
Jenuh Air di Lahan Pasang Surut adalah benar karya saya dengan arahan dari
komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan
tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang
diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks
dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, Maret 2015
Abdul Jabar
NIM A24100071

ABSTRAK
ABDUL JABAR. Pengaruh Pengapuran, P, dan K terhadap Pertumbuhan dan
Produksi Kedelai Hitam pada Budi daya Jenuh Air di Lahan Pasang Surut.
Dibimbing oleh Prof Dr Ir MUNIF GHULAMAHDI, MS
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh pemberian ameliorant
kapur, pupuk P dan K terhadap pertumbuhan dan produktivitas kedelai hitam pada
budi daya jenuh air di lahan pasang surut, di Desa Banyu Urip, Kecamatan
Tanjung Lago, Kabupaten Banyuasin, Sumatera Selatan pada bulan Mei-Agustus
2014. Percobaan menggunakan Rancangan Acak Kelompok, tiga faktor yang
diulang sebanyak 3 kali. Faktor pertama yaitu pemberian amelioran kapur yang
terdiri atas 4 taraf, yaitu 0, 1 000, 2 000 dan 3 000 kg ha-1 dolomit, faktor kedua
yaitu pemberian pupuk P yang terdiri atas 2 taraf, yaitu, 36 dan 72 kg ha-1 P2O5
dan faktor ketiga yaitu pemberian pupuk K yang terdiri atas 2 taraf, yaitu, 30 dan
60 kg ha-1 K2O. Hasil penelitian menunjukkan bahwa interaksi pemupukan P dan

K mempengaruhi tinggi tanaman, jumlah daun , jumlah cabang, bobot kering
bintil akar, dan produktivitas. Interaksi pupuk P dan dolomit mempengaruhi
jumlah daun pada umur 8 MST, dan interaksi pupuk K dan dolomit
mempengaruhi jumah cabang. Produktivitas kedelai tertinggi dihasilkan pada
perlakuan dolomit dengan dosis 3 ton ha-1 sebesar 4.063 ton ha-1.
Kata kunci: amelioran dan pemupukan, budidaya jenuh air, lahan marginal

ABSTRACT
ABDUL JABAR. The Effect of Liming, P and K Fertilizer Dosage on the Growth and
Production of Black Soybean under-Saturated Water Soil on Tidal Swamp. Supervised
by Prof Dr Ir MUNIF GHULAMAHDI, MS.
This research was conducted to study the effect of lime ameliorant, P and
K fertilizer on the growth and productivity of black soybean under saturated soil
culture on tidal swamps, in Banyu Urip Village, Tanjung Lago Sub District,
Banyuasin District, South Sumatera Province on May-August 2014. This
experiment used Block Randomized Design, three factor with three replication.
First factor is ameliorant of lime, consisted of 4 levels, i.e: 0, 1 000, 2 000 dan 3
000 kg ha-1 dolomit. Second factor is P fertilizer, consisted of 2 levels, i.e: 36 and
72 kg ha-1 P2O5 . Third factor is K fertilizer, consisted of 2 levels, i.e: 30 and 60 kg
ha-1 K2O. This research result showed that the interaction P and K fertilizer

influenced on the plant height, leave number, branch number, nodule dry weight,
and productivity. The interaction P and lime influenced on the leave number on 8
Week After Planting. The interaction K and lime influenced on the branch number.
The highest productivity was obtained on 3000 kg ha-1 dolomit (4.063 ton ha-1 ).
Key word : ameliorant and fertilizer, saturated soil culture, marginal land

PENGARUH PENGAPURAN, P, DAN K TERHADAP
PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI KEDELAI HITAM PADA BUDI
DAYA JENUH AIR DI LAHAN PASANG SURUT

ABDUL JABAR

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Pertanian
pada
Departemen Agronomi dan Hortikultura

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah memberi
kekuatan dan kesempatan sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang
berjudul Pengaruh Pengapuran, P, dan K terhadap Pertumbuhan dan Produksi
Kedelai Hitam pada Budi Daya Jenuh Air di Lahan Pasang Surut
Skripsi ini dibuat dengan maksud untuk menguji pengaruh dosis pemupukan
fosfor dan kalium, serta berbagai tingkat dosis pengapuran terhadap pertumbuhan
dan produksi kedelai hitam dengan menggunakan teknik budidaya jenuh air.
Penulis menyampaikan terima kasih kepada Tim Dosen Teknik Penulisan
Ilmiah dan Prof Dr Ir Munif Ghulamahdi, MS selaku Dosen pembimbing skripsi
yang telah memberikan bimbingan dan pengarahan selama proses kegiatan
pembuatan proposal. Penulis juga tak lupa berterima kasih sebesar-besarnya
kepada orangtua yang telah memberikan dorongan yang tulus baik moril maupun
materiil. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada teman-teman Agronomi
dan Hortikultura angkatan 47 yang senantiasa memberi bantuan, saran dan
kritiknya terhadap penulisan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa masih banyak

kekurangan dalam penulisan skripsi ini, sehingga saran dan masukan yang
sifatnya membangun sangat diharapkan.
Semoga karya tulis ini bermanfaat

Bogor, Maret 2015
Abdul Jabar

DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR LAMPIRAN
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Perumusan Masalah
Tujuan Penelitian
Hipotesis
Manfaat Penelitian
Ruang Lingkup Penelitian
TINJAUAN PUSTAKA
Kedelai Hitam Varietas Cikuray

Lahan Pasang Surut
Amelioran Kapur
METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Bahan
Alat
Prosedur Analisis Data
Prosedur penelitian
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum
Pengaruh Pupuk P dan K terhadap Pertumbuhan dan Produksi
Pengaruh Dolomit terhadap Pertumbuhan dan Produksi
Interaksi antara P dan K
Interaksi antara P dan Dolomit
Interaksi antara K dan Dolomit
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

RIWAYAT HIDUP

vi
vi
vi
1
1
2
2
2
2
3
3
3
3
4
4
4
5
5

5
6
7
7
10
13
16
17
18
19
19
19
19
22
29

DAFTAR TABEL
1. Tabel rekapitulasi sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap beberapa
peubah pengamatan
2. Pengaruh pupuk P dan K terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, dan

jumlah cabang
3. Pengaruh pupuk P dan K terhadap bobot kering brangkasan kedelai
umur 8 MST
4. Pengaruh pupuk P dan K terhadap jumlah buku produktif dan non
produktif, jumlah polong isi dan polong hampa
5. Pengaruh pupuk P dan K terhadap peubah komponen hasil produksi
6. Pengaruh dolomit terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, dan jumlah
cabang
7. Pengaruh dolomit terhadap bobot kering brangkasan 8 MST
8. Pengaruh dolomit terhadap jumlah buku produktif dan non produktif,
jumlah polong isi dan polong hampa
9. Pengaruh dolomit terhadap peubah komponen hasil produksi
10. Interaksi antara pemupukan P dan K terhadap komponen
pertumbuhan dan produksi
11. Interaksi antara pemupukan P dan pemberian dolomit terhadap
jumlah daun
12. Interaksi antara pemupukan K dan pemberian dolomit terhadap
jumlah cabang

9

10
11
12
12
13
14
14
15
17
18
18

DAFTAR GAMBAR
1. Kondisi pasang pada lahan akibat hujan lebat dan luapan saluran
2. Kondisi tanaman pada saat aklimatisasi (kiri) dan mulai menghijau
kembali pada umur 6 MST (kanan)
3. Serangan hama pada tanaman kedelai di berbagai fase pertumbuhan
4. Kurva regresi produktivitas dengan berbagai dosis amelioran kapur

8

8
9
16

DAFTAR LAMPIRAN
1. Curah hujan (mm) dan hari hujan pada periode bulan Mei hingga
Agustus 2014
2. Data suhu (oC) di daerah penelitian
3. Data kelembaban nisbi (%) di daerah penelitian
4. Layout percobaan
5. Layout pengambilan panen ubinan
6. Hasil analisis tanah sebelum aplikasi perlakuan

23
24
25
26
27
28

1

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kedelai merupakan salah satu komoditas legum unggul nasional yang kaya
akan sumber protein nabati dan penting untuk diversifikasi pangan dalam
mendukung ketahanan pangan nasional. Jumlah kebutuhan kedelai di Indonesia
terus meningkat seiring dengan berkembangnya industri pangan berbahan baku
kedelai, seperti: tahu, tempe, dan kecap. Kementerian Perdagangan (2012)
mencatat bahwa pada tahun 2012, total kebutuhan kedelai nasional mencapai 2.2
juta ton per tahun, sementara produksi dalam negeri baru mampu memenuhi
kebutuhan 35-40 persen sehingga kekurangannya dipenuhi dari impor. Khusus
impor bungkil kedelai untuk pakan telah mencapai angka sebesar US$ 242 juta
atau hampir mencapai angka 30 persen pangan total impor biji-bijian pangan dan
diperkirakan impor bungkil kedelai akan terus meningkat setiap tahunnya (Beddu
Amang dan M. Husein Sawit 1996)
Kebutuhan kedelai hitam sebagai bahan baku kecap saat ini mencapai 2000
ton tiap tahun. Upaya pemenuhan kebutuhan bahan baku tersebut dapat dilakukan
melalui peningkatan produktivitas dan perluasan areal penanaman. Areal yang
dibutuhkan untuk pencapaian swasembada kedelai sekitar 1.8 juta hektar dan yang
tersedia sekarang baru mencapai sekitar 571 ribu hektar. Menurut Zaini (2005),
luas areal yang dapat ditanami adalah lahan sawah irigari, lahan sawah tadah
hujan, lahan kering, lahan pasang surut, rawa dan lahan kawasan
hutan/perkebunan. Persaingan dapat dihindari dengan mengembangkan kedelai
hitam secara ekstensif melalui perluasan areal tanam ke lahan-lahan marginal
yang bersifat masam, mengingat sempitnya lahan pertanian akibat konversi lahan
ke non-pertanian (Hasanuddin et al. 2005).
Budi daya kedelai hitam dengan teknik jenuh air merupakan salah satu
upaya dalam meningkatkan produksi kedelai hitam dalam negeri, dengan
memaksimalkan penggunaan lahan yang sub optimal. Teknik ini dilakukan
dengan cara memberikan irigasi secara teratur dan mempertahankan tinggi muka
air ± 5 cm di bawah permukaan tanah sehingga lapisan di bawah perakaran jenuh
air (Hunter et al. 1980).
Budi daya kedelai hitam secara intensif dapat dilakukan dengan berbagai
cara diantaranya dengan pengayaan fosfat tanah dengan pemupukan P dan K tepat
dosis serta pemberian kapur. Unsur hara kalium bagi tanaman kedelai sangat
berperan aktif dalam metabolisme tanaman dan mencegah serangan hama
penyakit yang dapat menurunkan produksi. Permasalahan yang sering ditemukan
ketika melakukan budi daya di lahan pasang surut yakni tingkat kesuburan yang
rendah.
Amelioran atau bahan penolong diberikan pada lahan yang memiliki tingkat
kesuburan yang rendah. Terdapat beberapa jenis amelioran yang sesuai untuk
digunakan pada budi daya kedelai pasang surut, antara lain: kapur, abu sekam, dan
kompos. Pemberian kapur merupakan salah satu cara untuk memperbaiki tingkat
kesuburan tanah, khususnya pada tanah-tanah yang bereaksi masam. Pengapuran
menetralkan kemasaman tanah tersebut sehingga pH tanah mendekati netral agar
dapat rnemperbaiki ketersediaan Ca dan P serta menetralisir keracunan Al, Fe, dan

2
Mn. Pada lahan masam dengan kandungan fosfat rendah (sekitar 4 ppm P) yang
disertai kapasitas fiksasi P yang tinggi, pengkayaan fosfat dalam tanah (build-up
soil P level) merupakan persyaratan mutlak untuk memperoleh produksi kedelai
yang tinggi (Atman 2006). Oleh karena itu penelitian mengenai pemupukan P dan
K serta pengapuran dalam budidaya kedelai hitam jenuh air ini perlu dilakukan.
Perumusan Masalah
Hal utama yang menjadi perhatian di dalam sektor pertanian dalam negeri
ialah semakin berkurangnya lahan pertanian yang beralih fungsi menjadi kawasan
industri. Tuntutan untuk memenuhi kebutuhan pangan kurang lebih sebanyak 300
juta jiwa, tentu tidak bisa dipungkiri lagi. Ekstensifikasi merupakan salah satu
solusi yang bisa diterapkan saat ini dengan cara memanfaatkaan lahan-lahan sub
optimal yang tersebar di wilayah Indonesia. Lahan pasang surut dapat digunakan
sebagai alternatif budi daya kedelai jenuh air. Ketersediaan air dan cahaya
matahari yang cukup merupakan faktor terpenting yang berpengaruh pada
pertumbuhan dan produksi kedelai. Kendala yang sering dijumpai di lahan pasang
surut yakni tanah yang bersifat masam dan kandungan pirit dalam tanah yang
dapat menjadi racun bagi tanaman. Diperlukan pengkayaan unsur hara P dan K
untuk menggantikan hara dalam tanah yang sebagian hilang karena terjerap.
Usaha menetralkan pH tanah juga perlu dilakukan dengan cara pemberian dolomit
agar tanaman mampu tumbuh dan berproduksi dengan baik.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk menentukan dosis pemupukan P, K, dan
pengapuran yang tepat terhadap pertumbuhan serta produksi kedelai hitam dengan
sistem budidaya jenuh air di lahan pasang surut.
Hipotesis
Hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini, antara lain:
1. Minimal ada satu kombinasi dosis pupuk P dan K yang memberikan hasil
panen terbaik
2. Terdapat dosis pengapuran yang tepat untuk pertumbuhan dan produksi
tanaman kedelai hitam di lahan pasang surut
3. Terdapat interaksi antara pemupukan dan pengapuran yang memberikan
pengaruh yang baik terhadap pertumbuhan dan produksi kedelai hitam pada
budi daya jenuh air.
Manfaat Penelitian
Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat menjadi acuan khususnya bagi
para petani kedelai untuk dapat meningkatkan produksi kedelai nasional, sehingga
ketahanan pangan dalam negeri dapat tercapai seutuhnya.

3
Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian ini adalah mempelajari respon kedelai hitam
Cikuray terhadap 4 taraf dosis dolomit yang dikombinasikan dengan 2 taraf dosis
pupuk K2O dan 2 taraf dosis pupuk P2O5 pada budidaya jenuh air di lahan pasang
surut tipe luapan C di Desa Banyu Urip, Kecamatan Tanjung lago, Kabupaten
Banyuasin, Sumatera Selatan pada bulan Mei sampai Agustus 2014.

TINJAUAN PUSTAKA
Kedelai Hitam Varietas Cikuray
Tanaman kedelai sesuai jika diusahakan pada iklim agak kering, tetapi
memerlukan kelembaban tanah yang cukup selama pertumbuhan. Kebutuhan air
yang diperlukan oleh tanaman kedelai yang dipanen pada umur 8090 hari dapat
disuplai dari curah hujan 120135 mm/bulan. Suhu yang sesuai untuk
pertumbuhan kedelai berkisar antara 2227 oC. Kelembaban udara yang optimal
untuk tanaman kedelai berkisar 7590 % selama periode tanaman tumbuh hingga
stadia pengisian polong dan pada waktu pematangan berkisar 6075 %. Kisaran
pH tanah untuk kedelai tumbuh baik adalah 5.57.0 dengan pH optimal 6.06.5
(Sumarno dan Manshuri 2007).
Kedelai hitam varietas Cikuray merupakan salah satu varietas kedelai hitam
unggul nasional. Kedelai hitam tersebut memiliki potensi hasil 1.7 ton ha-1 dengan
bobot 100 bijinya adalah 1112 g. Pemulia dari varietas ini adalah Darman M.
Arsyad, dan Ono Sutrisno. Varietas ini dirilis sebagai varietas unggul nasional
pada tahun 1992. Tinggi tanaman dapat mencapai 6065 cm. Tanaman ini
mengeluarkan bunganya yang berwarna ungu pada 35 hari setelah tanam (HST).
Salah satu keunggulan dari varietas Cikuray adalah umur panennya yang kurang
dari tiga bulan yaitu 8285 HST (Suhartina 2005). Berdasarkan penelitian Welly
(2013), varietas ini direkomendasikan untuk dikembangkan di lahan masam
dengan menggunakan teknologi budi daya jenuh air. Hal ini ditunjukkan dengan
produktivitasnya yang mencapai 2.75 ton ha-1 pada budi daya jenuh air kedalaman
muka air 10 cm di bawah permukaan tanah.
Lahan Pasang Surut
Lahan marjinal dikenal oleh masyarakat sebagai lahan yang memiliki
tingkat kesuburan yang rendah. Salah satu lahan marjinal yang berpotensi menjadi
lahan pertanian adalah lahan pasang surut. Menurut Rachman et al. (2007), lahan
pasang surut sebagai lahan sub optimal, akan sesuai untuk pengembangan kedelai
bila diikuti dengan penerapan teknologi yang berkaitan dengan konservasi tanah,
pengelolaan air, ameliorasi, dan pengelolaan bahan organik serta pemupukan.
Tanaman kedelai di lahan pasang surut pada umumnya tidak toleran
terhadap tanah yang tergenang. Genangan air yang berkepanjangan akan
mengurangi ketersediaan oksigen di lapisan perakaran. Hal ini menyebabkan
respirasi akar akan terganggu sehingga dapat mematikan tanaman apabila terjadi
secara berkepanjangan. Oleh karena itu, dibutuhkan suatu teknik pengaturan air

4
yang tepat dalam budi daya kedelai jenuh air. Beberapa penelitian yang dilakukan
akhir-akhir ini menunjukkan bahwa tanaman kedelai dapat tumbuh dan
berproduksi lebih baik di lahan pasang surut dibandingkan dengan irigasi maupun
tadah hujan (Ghulamahdi 1991).
Kemasaman tanah di lahan pasang surut merupakan salah satu faktor yang
harus diperhatikan untuk usaha pertanian. Menurut Adisarwanto dan Sunarlim
(2000), salah satu kendala yang menekan pertumbuhan kedelai di lahan pasang
surut adalah karena sifat kimia tanahnya yang masam dengan pH 3.33.8. Status
hara lainnya yaitu C organik (sedang-tinggi), P tersedia (rendah-sangat rendah),
Kdd (rendah-sedang), Aldd (tinggi). Terhambatnya pertumbuhan dan
perkembangan tanaman disebabkan oleh ketidaktersediaan hara untuk tanaman
pada pH rendah dan terdapatnya senyawa beracun bagi tanaman, seperti pirit.
Ketersediaan P pada lahan masam sangat rendah. Fosfat merupakan unsur
hara esensial yang dibutuhkan dalam jumlah yang cukup banyak oleh tanaman. P
dalam tanaman diperlukan untuk pembentukan ATP yang merupakan sumber
energi dalam proses perkembangan dan pertumbuhan tanaman (Foth 1994).
Tanaman kedelai memerlukan P lebih besar dibandingkan dengan komoditas
lainnya seperti gandum dan jagung. Daun-daun tua pada kedelai yang kekurangan
P sering menampakkan warna ungu karena terjadinya akumulasi antosianin
(Hilman 2005).
Amelioran Kapur
Permasalahan yang sering ditemukan ketika melakukan budi daya di lahan
pasang surut yakni tingkat kesuburan yang rendah. Pemberian kapur merupakan
salah satu cara untuk memperbaiki tingkat kesuburan tanah, khususnya pada
tanah-tanah yang bereaksi masam. Kegiatan ini bertujuan untuk menetralkan
kemasaman tanah tersebut, sehingga pH tanah mendekati netral agar dapat
rnemperbaiki ketersediaan Ca dan P serta menetralisir keracunan Al, Fe, dan Mn.
Pengapuran juga dapat memperbaiki struktur tanah dan merangsang granulasi,
sehingga dapat memperbaiki aerasi tanah (Lyon et al. 1952).
Pemberian kapur dalam tanah bagi tanaman selain dapat menaikkan pH
tanah juga dapat menambah kadar Ca yang larut dalam tanah dalam jumlah yang
lebih tinggi. Hal ini diduga sangat berpengaruh pada pembentukan dan
perkembangan biji yang lebih lanjut menentukan berat biji kering per tanaman
(Hardjoloekito 2009).

METODE
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Desa Banyu Urip, Kecamatan Tanjung Lago,
Kabupaten Banyuasin, Propinsi Sumatera Selatan dari bulan Mei sampai bulan
Agustus 2014. Pengujian bobot kering brangkasan dilakukan di Laboratorium
Pasca Panen Departemen Agronomi dan Hortikultura, Institut Pertanian Bogor.

5
Bahan
Bahan yang akan digunakan untuk penanaman yaitu benih kedelai hitam
varietas Cikuray, kapur dolomit (CaMg(CO3)2), rodentisida dan berbagai macam
insektisida dengan bahan aktif: karbofuran, fipronil, klorantraniliprol 50 g/l,
sipermetrin, dan dimehipo 400 g/l. Herbisida yang digunakan pada penelitian ini
terdiri dari: herbisida sistemik (bahan aktif glyphosate) dan herbisida kontak
(bahan aktif paraquat). Pupuk yang digunakan adalah pupuk Urea, pupuk KCl,
dan pupuk SP-36.
Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini diantaranya peralatan tanam,
ajir bambu, pompa sawah irigasi model GX120T1, selang, sprayer knapscack 15 l,
alat ukur, oven dan timbangan digital.
Prosedur Analisis Data
Rancangan yang digunakan pada penelitian ini yaitu rancangan kelompok
lengkap teracak (RKLT) 3 faktor dengan 3 ulangan. Faktor pertama terdiri atas 2
taraf dosis pupuk phospat yaitu 100 kg dan 200 kg SP-36 ha-1 dan faktor kedua
yaitu pemberian pupuk kalium dengan dosis 50 kg dan 100 kg KCl ha-1,
sedangkan faktor terakhir terdiri dari 4 dosis kapur dolomit, yaitu: tanpa
pemberian kapur (kontrol), 1 000 kg ha-1, 2 000 kg ha-1, dan 3 000 kg ha-1.
Kombinasi dari ketiga faktor tersebut menghasilkan 16 perlakuan. Masing-masing
perlakuan diulang sebanyak 3 kali sehingga menghasilkan 48 satuan unit
percobaan (Lampiran 4).
Model rancangan yang digunakan adalah:
Yijkl  i+ j k +

l+

(α )jk + (αy)jl + ( y)kl + (α y)jkl + εijkl

Keterangan:
Yijkl
= Nilai pengamatan pada ulangan ke-i, perlakuan dosis pupuk fosfor
taraf ke-j, perlakuan dosis pupuk kalium taraf ke-k dan perlakuan
dosis dolomit taraf ke-l.

= Rataan umum
ρi
= Pengaruh ulangan pada taraf ke-i.
αj
= Pengaruh perlakuan dosis pupuk fosfor pada taraf ke-j.
= Pengaruh perlakuan dosis pupuk kalium taraf ke-k.
k
=
Pengaruh perlakuan dosis pupuk kalium pada taraf ke-l
l
(α )jk
= Pengaruh interaksi perlakuan dosis pupuk fosfor taraf ke-j dan
perlakuan dosis pupuk kalium ke-k
(α )jl
= Pengaruh interaksi perlakuan fosfor taraf ke-j dan perlakuan dosis
dolomit taraf ke-l.
( )kl
= Pengaruh interaksi perlakuan kalium taraf ke-k, dan perlakuan dosis
dolomit taraf ke-l
(α )jkl = Pengaruh interaksi perlakuan fosfor taraf ke-j, perlakuan dosis pupuk
kalium taraf ke-k dan perlakuan dosis dolomit taraf ke-l

6
εijkl

= Pengaruh galat pada ulangan ke-i, dosis pupuk fosfor taraf ke-j,

Data yang diperoleh dianalisis dengan uji F dan jika hasil pengujian
menunjukkan adanya pengaruh nyata, dilanjutkan dengan uji Duncan Multiple
Range Test (DMRT) pada taraf 5%.
Prosedur penelitian
Pemilihan lahan dilakukan dengan cara memilih lahan yang belum pernah
ditanami kedelai sebelumnya. Lahan tersebut kemudian diukur dengan
menggunakan meteran sesuai dengan kebutuhan dalam penelitian ini. Sisa
tanaman padi dan gulma yang tumbuh di lahan lalu dibersihkan dengan cara
mekanis yakni menggunakan mesin pemotong rumput. Selanjutnya pengolahan
lahan dilakukan yakni dengan membuat saluran, sehingga terbentuk bedenganbedengan. Air irigasi kemudian dialirkan dari saluran agar kondisi bendengan
selalu basah. Irigasi diberikan setiap 3 hari sekali apabila tidak hujan dengan
menggunakan mesin pompa air model GX120T1. Mesin tersebut mampu
memompa air sebanyak 600 l/menit sehingga waktu yang dibutuhkan untuk
mengisi saluran secara keseluruhan yaitu 2 jam. Adapun gulma yang tersisa
kemudian disemprot herbisida sistemik sebanyak 2 kali, dan dilanjutkan dengan
penyemprotan herbisida kontak satu minggu sebelum penanaman.
Setiap petak percobaan berukuran 2 m x 3.5 m dengan jarak antar petak
percobaan 30 cm, saluran memiliki kedalaman 25 cm dan lebar 30 cm. Pemberian
air irigasi tetap terus dilakukan sejak penanaman hingga tanaman memasuki fase
pengisian polong, dengan kedalaman muka air 20 cm di bawah permukaan tanah.
Sumber air berasal dari saluran sekunder maupun saluran tersier yang terpengaruh
oleh pasang yang dialiri melalui saluran drainase. Kelebihan air hujan dibuang
melalui saluran pembuangan agar kondisi tanah tidak terlalu jenuh.
Pemberian perlakuan dilakukan satu minggu sebelum penanaman yaitu pada
saat pengolahan tanah. Benih kedelai yang telah siap untuk ditanam, diinokulasi
dengan bakteri Rhizobium sp. sebanyak 5 g kg-1 benih kedelai agar memicu
pertumbuhan bintil akar. Insektisida berbahan aktif Karbosulfan 25.53 % juga
diberikan pada saat benih ditanam untuk mengatasi lalat bibit. Kedelai ditanam
dengan jarak tanam 40 cm x 12.5 cm dan setiap lubangnya ditanam 2 benih.
Kedelai diberikan pupuk daun N pada 3 dan 4 Minggu Setelah Tanam (MST)
melalui daun dengan konsentrasi 10 g Urea l-1 air
Pengendalian terhadap organisme pengganggu tanaman, baik itu gulma
maupun hama mulai dilakukan pada saat tanaman berumur 4, 6, dan 8 MST
karena dianggap telah menganggu kondisi tanaman. Jenis pengendalian yang
digunakan yaitu secara kimiawi dengan menggunakan obat-obatan, serta secara
teknik budidaya dengan cara mengatur waktu tanam yang tepat.
Kriteria tanaman yang telah siap dipanen adalah pada saat 90 % dari
populasi tanaman telah luruh daunnya, warna polong berubah dari yang
sebelumnya hijau menjadi kuning kecoklatan, polong dan biji sudah berkembang
penuh. Panen dilakukan pada tanaman kedelai di dalam ubinan dengan ukuran 1.2
m x 1 m sebanyak 2 kali ulangan, diluar petakan tanaman contoh dan tanaman
pinggir. (Lampiran 5)

7
Pengamatan dilakukan pada 5 tanaman contoh di 48 unit satuan percobaan.
Pengamatan tersebut meliputi pengamatan vegetatif dan pengamatan komponen
produksi, antara lain:
1. Jumlah daun dan tinggi tanaman pada umur 2,4,6,8, dan 10 minggu setelah
tanam (MST)
2. Bobot kering bintil akar, akar, batang, daun tanaman umur 8 MST (g)
3. Analisis hara tanah awal
4. Jumlah polong isi dan hampa per tanaman
5. Jumlah cabang per tanaman
6. Jumlah buku produktif dan non-produktif per tanaman
7. Bobot kering 100 biji (g)
8. Bobot biji per petak (g)
9. Produksi biji (ton ha-1)

HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum
Lokasi penelitian berada di daerah pasang surut desa Banyu urip, dengan
tipe luapan C. Pasang besar terjadi tepatnya saat diawal dan diakhir bulan, yang
ditandai dengan naiknya ketinggian muka air saluran sekunder dan tersier di dekat
lahan penelitian (Gambar 1). Data iklim yang diperoleh selama periode
penanaman, terdiri dari data curah hujan, suhu rata-rata harian, dan kelembaban
rata-rata harian. Curah hujan pada awal penanaman sebesar 90 mm dengan 23 hari
hujan/ bulan, kemudian pada bulan berikutnya meningkat sebesar 110 mm dengan
jumlah hari hujan sebanyak 11 hari/ bulan. Kemarau terjadi pada Bulan Juli yang
ditandai dengan air surut di saluran dan hampir tidak ada hujan selama periode
tersebut. Curah hujan menurun tepat saat tanaman memasuki umur panen, yakni
sebesar 63 mm. Suhu rata-rata harian dari bulan Mei hingga bulan Agustus
berturut-turut adalah 27.9oC, 28.1oC, 28oC, dan 27.5oC. Kelembaban di daerah
penelitian rata-rata berkisar 81% (Lampiran 1, 2, dan 3).
Komposit tanah yang dianalisis sebelum diberikan perlakuan menunjukkan
bahwa tanah memiliki nilai C-Organik sebesar 3.44 % dan pH 4.5, termasuk
dalam kategori tanah mineral masam. Unsur N-total ,P dan K yang tersedia
tergolong sedang, sedangkan KTK tanah tercatat sebesar 28.43 me/100 g yang
termasuk dalam kategori tinggi. Adapun tekstur tanah yang diperoleh dari hasil
analisis tanah bersifat liat dengan kandungan liat sebesar 52.10%, pasir sebesar
27.32% dan debu sebesar 20.58%. (Lampiran 6)

8

Gambar 1. Kondisi pasang pada lahan akibat hujan lebat dan luapan saluran
Pertumbuhan awal kedelai ditandai dengan munculnya kecambah pada umur
4 hari setelah tanam (HST) dan mulai tumbuh serempak pada umur 7 HST.
Kedelai varietas Cikuray yang ditanam memiliki daya berkecambah lebih dari
90 %, akan tetapi pada fase tersebut sangat rentan terserang oleh hama keong dan
fungi yang sebagian besar menyebabkan rebah kecambah. Kegiatan penyulaman
segera dilakukan terhadap benih yang tidak tumbuh atau mati dalam kurun waktu
7 hari, apabila melebihi jangka waktu tersebut pertumbuhan tanaman hasil
sulaman akan terhambat. Gejala aklimatisasi mulai muncul pada saat tanaman
berumur 4 minggu setelah tanam (MST) yang ditandai dengan menguningnya
daun tanaman pinggir dan berangsur-angsur merata ke bagian tengah. Tanaman
mulai menghijau kembali pada saat 5 MST setelah diberikan pupuk N lewat daun.
(Gambar 2)
.

Gambar 2. Kondisi tanaman pada saat aklimatisasi (kiri) dan mulai menghijau
kembali pada umur 6 MST (kanan)
Pada umur 35-40 HST tanaman kedelai mulai berbunga. Bunga kedelai
hitam varietas Cikuray ini berwarna ungu. Rata-rata jumlah bunga per bukunya
yaitu 5-7, cenderung lebih banyak dibandingkan kedelai hitam yang ditanam di
lahan kering. Bunga akan gugur dan membentuk polong ketika tanaman mulai
memasuki umur 48-50 HST dan pengisian biji terjadi 1 minggu berikutnya. Pada
periode tersebut perlu diwaspadai serangan hama yang dapat mengakibatkan
kerusakan tanaman, sehingga terjadi penurunan hasil produksi (Gambar 3). Hamahama tersebut antara lain ulat grayak (Spodoptera litura), kepik hijau (Nezara
viridula), walang sangit (Leptocorixa acuta), penggerek polong (Etiella
zinckenella), penghisap polong (Riptortus linearis), dan tikus sawah (Rattus
argentiventer).

9

Gambar 3. Serangan hama pada tanaman kedelai di berbagai fase pertumbuhan
Hasil analisis sidik ragam perlakuan pupuk P, K, dan dolomit nyata pada
faktor tunggal dan terdapat interaksi diantara kedua faktornya. Ketiga faktor
tersebut tidak mengalami interaksi satu sama lain untuk seluruh parameter
pengamatan yang telah diuji menggunakan software statistik (Tabel 1).
Tabel 1. Tabel rekapitulasi sidik ragam pengaruh perlakuan terhadap beberapa
peubah pengamatan
Sumber keragaman
Peubah yang diamati
Tinggi tanaman
2 MST
4 MST
6 MST
8 MST
10 MST
Jumlah daun
2 MST
4 MST
6 MST
8 MST
10 MST
Jumlah cabang
4 MST
6 MST
8 MST
10 MST
12 MST
Bobot kering
Batang
Daun
Polong
Akar
Bintil akar
Buku produktif
Buku tidak produktif
Jumlah polong isi
Jumlah polong hampa
Bobot 100 biji
Bobot ubinan
Produktivitas

P

K

D

PxK

PxD

KxD

PxKxD

Koefisien
Keragaman

**
tn
tn
tn
tn

**
tn
tn
tn
tn

*
tn
tn
tn
tn

tn
tn
*
tn
tn

tn
tn
tn
tn
tn

tn
tn
tn
tn
tn

tn
tn
tn
tn
tn

4.30
8.47
5.46
6.83
6.20

tn
tn
*
tn
tn

tn
tn
tn
tn
tn

tn
tn
tn
tn
tn

tn
tn
tn
*
tn

tn
tn
tn
*
tn

tn
tn
tn
tn
tn

tn
tn
tn
tn
tn

6.94
7.49
10.35
11.34
15.66

tn
*
tn
tn
tn

tn
tn
tn
tn
tn

**
**
*
tn
tn

*
**
tn
tn
tn

tn
tn
tn
tn
tn

tn
tn
tn
tn
*

tn
tn
tn
tn
tn

23.30
13.29
18.56
20.15
15.12

tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
*
*

**
tn
**
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn

tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
*
*

tn
tn
tn
tn
*
tn
tn
tn
tn
tn
*
*

tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn

tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn

tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn

26.80
16.69a
15.72a
22.33b
15.69a
13.70
15.41
11.42
19.51a
3.71
14.77

Keterangan: ** = berbeda nyata pada taraf 1%; * = berbeda nyata pada taraf 5%; tn = tidak berbeda
nyata; KK = Koefisien keragaman; a = transformasi ((X+0.5)0.5); b = transformasi
(log(X+1)); sumber: Gomez dan Gomez (2005).

10
Pengaruh Pupuk P dan K terhadap Pertumbuhan dan Produksi
Pada parameter pengamatan tinggi tanaman, jumlah daun, dan jumlah
cabang diperoleh sebaran data yang menyebar normal. Berdasarkan hasil analisis
diketahui bahwa pupuk P berpengaruh nyata terhadap komponen pertumbuhan
tanaman kedelai. Rata-rata tinggi tanaman, jumlah daun, dan jumlah cabang
tertinggi diperoleh pada dosis 72 kg P2O5 ha-1, berturut-turut sebesar 12.45 cm,
13.99 trifoliate, dan 3.19 cabang. Pengaruh pupuk K terhadap komponen
pertumbuhan secara statistik berpengaruh nyata pada parameter tinggi tanaman,
sedangkan parameter jumlah daun dan jumlah cabang tidak menunjukkan hasil
yang berbeda nyata. Dosis 60 kg K2O ha-1 merupakan dosis pupuk K yang
menghasilkan rata-rata tinggi tanaman tertinggi, yakni sebesar 12.41 cm (Tabel 2).
Hal ini menunjukkan bahwa penanaman kedelai masih membutuhkan pemupukan.
Kemasaman diduga merupakan salah satu penyebab kahatnya unsur hara yang
tersedia dalam tanah.
Menurut Winangun (2014), Fosfor yang diserap dalam jumlah cukup
mempengaruhi perkembangan jaringan meristematik terutama di bagian apikal
dan akar, sehingga perkembangan tinggi tanaman meningkat. Pemberian pupuk
kalium dapat meningkatkan tinggi tanaman dan jumlah daun lebih tinggi daripada
tanpa pemupukan K (Akhmad 2014).
Tabel 2. Pengaruh pupuk P dan K terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, dan
jumlah cabang
Peubah
pengamatan

Umur
tanaman
(MST)

Tinggi tanaman
2
4
6
8
10
Jumlah daun

2
4
6
8
10

Jumlah cabang
4
6
8
10
13

Dosis pupuk P2O5 (kg
ha-1)

Dosis pupuk K2O
(kg ha-1)

36
72
30
60
------------------------(cm)--------------------------11.71 b
12.45 a
11.75 b
12.41 a
38.29
37.41
37.02
38.68
81.95
82.47
81.70
82.72
94.51
93.65
93.27
94.89
94.02
91.86
92.68
93.19
-----------------------(trifoliate)-----------------------1.99
2.00
1.94
2.05
8.72
8.73
8.76
8.68
13.06 b
13.99 a
13.58
13.47
21.53
21.22
21.53
21.22
16.08
15.22
15.53
15.77
--------------------------(cabang)----------------------1.46
1.57
1.51
1.52
2.89 b
3.19 a
3.03
3.06
4.33
4.45
4.52
4.27
4.08
3.79
3.97
3.91
4.13
4.12
4.18
4.08

Nilai tengah yang memiliki huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata
berdasarkan DMRT α=5%.

11
Bobot kering brangkasan tanaman kedelai umur 8 MST menunjukkan bobot
kering batang dan polong pada dosis pupuk K 60 kg K2O ha-1 berbeda nyata dan
lebih tinggi dibandingkan setengah dosisnya, yaitu sebesar 11.11 g dan 10.03 g.
Bobot kering daun, akar, dan bintil akar pada dosis pupuk K 60 kg K2O ha-1 tidak
berbeda nyata dan lebih tinggi dibandingkan setengah dosisnya. Hal ini diduga
tingginya respon tanaman kedelai terhadap unsur kalium, terutama pada saat
tanaman masih dalam fase vegetatif. Hardjowigeno (2007) mengungkapkan
kalium berperan dalam pembentukan pati, aktivator dari enzim, pembukaan
stomata, proses fisiologis dalam tanaman, proses metabolik dalam sel,
mempengaruhi penyerapan unsur-unsur lain, dan membentuk batang yang kuat.
Pupuk P sama sekali tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap bobot
kering batang, daun, polong, akar, dan bintil akar. Hal ini dapat dilihat dari data
yang bervariasi pada Tabel 3. Hal ini mungkin saja terjadi apabila kandungan P
yang tersedia di dalam tanah sudah mencukupi kebutuhan tanaman.
Tabel 3. Pengaruh pupuk P dan K terhadap bobot kering brangkasan kedelai umur
8 MST
Parameter

Dosis pupuk P2O5
(kg/ha)
36

Bobot kering
Batang
Daun
Polong
Akar
Bintil akar

72

Dosis pupuk K2O
(kg/ha)
30

60

----------------------------(gram)-------------------------10.12
9.68
8.69 b
11.11 a
10.56
11.16
10.08
11.65
8.97
8.72
7.65 b
10.03 a
1.64
1.66
1.50
1.80
0.86
0.79
0.77
0.88

Nilai tengah yang memiliki huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata
berdasarkan DMRT α=5%.

Bagian dari tanaman kedelai yang berperan dalam menentukan produksi
salah satunya adalah buku produktif. Kedelai varietas cikuray memiliki ruas antar
buku yang panjang dibandingkan varietas kedelai lainnya. Hal ini mengakibatkan
jumlah buku di setiap batang / cabangnya sedikit. Buku-buku tersebut tidak
semuanya akan menghasilkan polong sehingga terdapat istilah buku produktif dan
buku tidak produktif. Berdasarkan Tabel 4, jumlah buku produktif pada dosis
pupuk P 72 kg P2O5 ha-1 tidak berbeda nyata dan lebih tinggi dibandingkan
setengah dosisnya, sebesar 23.56 buku. Jumlah buku produktif tertinggi dihasilkan
pada taraf dosis pupuk K 30 kg K2O ha-1 yaitu 24.03 buku.
Jumlah polong yang dihasilkan tanaman kedelai bergantung pada faktor
genetik dan lingkungan. Salah satu keunggulan budi daya kedelai jenuh air yakni
bisa menghasilkan jumlah polong isi per tanaman yang lebih banyak
dibandingkan budi daya kedelai di lahan kering. Hal ini dikarenakan air selalu
tersedia pada saat fase awal pembentukan bunga sampai pengisian biji dan disertai
dengan terpenuhinya cahaya matahari yang cukup untuk proses fotosintesis. Data
jumlah polong isi dan hampa untuk pengaruh dosis pupuk P dan K tidak
menunjukkan adanya pengaruh nyata yang signifikan (Tabel 4). Rata-rata jumlah

12
polong isi tertinggi didapatkan pada dosis 72 kg P2O5 ha-1 dan 60 kg K2O ha-1
yaitu sebesar 97.76 dan 95.56 polong. Fosfor selain sangat penting dalam proses
pembelahan dan penggandaan sel dalam tanaman juga berperan dalam pemasakan
biji. Pengaruh kekurangan unsur P pada hasil produksi tanaman adalah polong
yang dihasilkan berukuran lebih kecil dan jumlahnya sedikit (Osman F. 1996).
Jumlah polong hampa tertinggi diperoleh pada perlakuan dosis 72 kg P2O5 ha-1
dan 30 kg K2O ha-1.
Tabel 4. Pengaruh pupuk P dan K terhadap jumlah buku produktif dan non
produktif, jumlah polong isi dan polong hampa
Dosis Pupuk P2O5
(kg ha-1)

Peubah Pengamatan
Jumlah Buku Produktif
Jumlah Buku Non-Produktif
Jumlah Polong Isi
Jumlah Polong Hampa

36
23.56
4.04
92.26
1.60

72
24.03
3.93
97.66
1.73

Dosis Pupuk K2O
(kg ha-1)
30
23.98
3.98
94.27
1.76

60
23.62
3.99
95.66
1.57

Kedelai hitam varietas Cikuray memiliki ukuran biji besar. Ukuran biji ini
berpengaruh terhadap pemanfaatan kedelai sebagai bahan baku industri atau
sebagai benih yang akan ditanam kembali. Menurut Lumbantobing (2013),
Perbedaan ukuran biji kedelai tiap varietas disebabkan oleh variasi genetik
walaupun ditanam pada kondisi lingkungan yang sama. Dari hasil pengamatan
bobot 100 biji per tanaman, diketahui nilai tengah tidak menunjukkan perbedaan
yang nyata untuk semua taraf dosis pupuk P dan K yaitu berkisar antara 13-14 g.
Sistem panen ubinan mempermudah dalam perhitungan potensi hasil
tanaman melalui data bobot ubinan. Nilai tengah dari bobot ubinan untuk
perlakuan pupuk P dengan dosis 72 kg P2O5 ha-1 berbeda nyata dan lebih tinggi
dibandingkan setengah dosisnya, sebesar 1109.58 g yang akan menghasilkan
produktivitas mencapai 4.62 ton ha-1 (Tabel 5). Pemberian pupuk fosfat pada
tanah yang jenuh P akan meningkatkan serapan P bagi tanaman sebesar 28.97 %
(Ernita 2004). Menurut Verde (2013), pemberian pupuk P dapat meningkatkan
hasil produksi kedelai sebesar 5.3 % dan 133.3 % jika dikombinasikan dengan
kapur.
Perlakuan pupuk K terhadap bobot ubinan dan produktivitas kedelai tidak
berbeda nyata secara statistik. Rata-rata tertinggi diperoleh dari dosis pupuk K 30
kg K2O ha-1, yaitu bobot ubinan (1 062.58 g) dan produktivitas (4.43 ton ha-1).
Tabel 5. Pengaruh pupuk P dan K terhadap peubah komponen hasil produksi
Peubah Pengamatan
Bobot 100 biji (g)
Bobot Ubinan (g)
Produktivitas (ton/ha)
Produktivitas (ton ha-1)o

Dosis Pupuk P2O5
(kg ha-1)
36
14.0
1 006.75 b
4.19 b
3.56 b

72
13.9
1 109.58 a
4.62 a
3.92 a

Dosis Pupuk K2O
(kg ha-1)
30
13.9
1 062.58
4.43
3.76

60
13.9
1 053.75
4.39
3.73

Nilai tengah yang memiliki huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata
berdasarkan DMRT α=5%.
o
Produktivitas setelah dikurangi saluran 15%

13
Pengaruh Dolomit terhadap Pertumbuhan dan Produksi
Berdasarkan hasil pengamatan terhadap tinggi tanaman, diperoleh nilai ratarata tinggi tanaman pada umur 2 MST dengan dosis dolomit 3 ton ha-1 berbeda
nyata dan lebih tinggi dibandingkan tanpa pemberian dolomit, 1 ton ha-1, dan 2
ton ha-1, yaitu sebesar 12.43 cm. Perlakuan dosis dolomit juga berpengaruh nyata
terhadap jumlah cabang tanaman yang berumur 4, 6, dan 8 MST. Jumlah cabang
tertinggi dihasilkan oleh tanaman yang diberikan dolomit dengan dosis 3 ton ha-1.
Kapur dolomit adalah jenis kapur yang sering digunakan untuk memperbaiki pH
tanah dan meningkatkan ketersediaan hara bagi tanaman. Dolomit terdiri dari
campuran unsur CaCO3 dan MgO3 merupakan sumber Ca dan Mg yang cukup
tinggi. Hal ini sangat berpengaruh untuk menunjang pertumbuhan tanaman
kedelai. Perlakuan pengapuran berpengaruh terhadap peningkatan pH tanah yaitu
antara 6 sampai 6,5 sehingga menyebabkan keberadaan unsur hara akan lebih
tersedia bagi tanaman (Hardjoloekito 2009). Menurut Hakim (1983),
Pertumbuhan kedelai pada takaran kapur 6 ton/ha (1.5 x Al-dd) terlihat sangat
baik. Pada kandungan Al-dd 50% dari awal, masih dapat menunjang pertumbuhan
tanaman kedelai yang cukup baik.
Pada pengamatan jumlah daun tidak ditemukan adanya pengaruh yang nyata
terhadap pemberian dosis dolomit di semua taraf (Tabel 6).
Tabel 6. Pengaruh dolomit terhadap tinggi tanaman, jumlah daun, dan jumlah
cabang
Peubah
pengamatan

Umur
tanaman
(MST)

Tinggi tanaman
2
4
6
8
10
Jumlah daun

2
4
6
8
10

Jumlah cabang
4
6
8
10
13

Dosis Kapur Dolomit (ton ha-1)
0
1
2
3
------------------------(cm)--------------------------11.77 b
11.99 ab
12.13 ab
12.43 a
36.53
38.49
37.79
38.59
81.16
82.98
82.53
82.15
94.25
94.43
93.78
93.85
94.88
93.12
92.80
92.95
-----------------------(trifoliate)-----------------------1.97
1.98
2.03
2.00
8.50
8.57
8.73
9.08
12.85
13.73
13.72
13.80
20.60
21.23
21.00
22.67
14.93
15.95
16.28
15.43
--------------------------(cabang)----------------------1.10 c
1.42 b
1.57 b
1.97 a
2.40 c
2.98 b
3.18 b
3.61 a
3.82 b
4.40 ab
4.42 ab
4.93 a
3.80
4.10
3.82
4.03
3.90
4.23
4.43
3.93

Nilai tengah yang memiliki huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata
berdasarkan DMRT α=5%.

14
Hasil perhitungan dari bobot kering brangkasan secara statistik tidak
menunjukkan hasil yang nyata. Adanya pengaruh tidak berbeda nyata ini diduga
disebabkan faktor lingkungan lokasi penelitian yang lebih dominan berpengaruh
dibandingkan dengan faktor perlakuan. Faktor naungan diduga mempengaruhi
bobot kering yang dihasilkan. Kedelai hitam varietas Cikuray memiliki morfologi
daun yang lebar, sehingga dengan jarak tanam yang terlalu rapat dapat
menghasilkan intensitas naungan yang tinggi. Menurut Wirnas (2005), tanaman
yang menerima intensitas cahaya rendah mengakibatkan batang tanaman
cenderung kecil, disebabkan oleh xilem kurang berkembang karena pembesaran
sel pada batang terhambat sehingga terjadi penurunan berat bobot.
Tabel 7. Pengaruh dolomit terhadap bobot kering brangkasan 8 MST
Dosis kapur dolomit (ton ha-1)

Parameter pengamatan
0
Bobot kering
Batang
Daun
Polong
Akar
Bintil akar

1

2

3

----------------------------(gram)-------------------------10.11
9.20
9.61
10.67
10.13
10.56
10.50
12.26
8.19
9.07
8.77
9.34
1.54
1.76
1.66
1.65
0.72
0.79
0.80
0.99

Jumlah buku dan jumlah polong pada seluruh tingkat dosis dolomit tidak
menunjukkan hasil yang berbeda nyata apabila diuji secara statistik. Jumlah buku
produktif terendah terdapat pada perlakuan tanpa dolomit yaitu 22.23 buku. Ratarata jumlah polong isi tertinggi diperoleh pada dosis dolomit 3 ton ha-1, sebesar
97.02 polong (Tabel 8). Pertumbuhan tanaman yang membaik akibat pemberian
kapur diikuti oleh peningkatan jumlah polong isi per rumpun. Semakin tinggi
dosis kapur yang diberikan, terbukti dapat meningkatkan jumlah polong isi secara
signifikan. Jumlah polong isi per tanaman juga dipengaruhi oleh proses pengisian
polong yang ditentukan oleh kekuatan dari polong itu sendiri sebagai daerah
penyimpanan dalam berkompetisi mengalihkan fotosintat sebagai daerah
penyimpanan (Hardjoloekito 2009), sehingga pengaruh pengapuran bukan satusatunya faktor yang berperan penting dalam pembentukan polong isi pada
tanaman kedelai.
Tabel 8. Pengaruh dolomit terhadap jumlah buku produktif dan non produktif,
jumlah polong isi dan polong hampa
Dosis kapur dolomit (ton ha-1)

Peubah pengamatan
Jumlah Buku Produktif
Jumlah Buku Non-Produktif
Jumlah Polong Isi
Jumlah Polong Hampa

0
22.23
4.00
91.26
1.72

1
25.45
3.98
95.58
1.72

2
24.65
4.10
96.00
1.50

3
22.85
3.85
97.02
1.72

15
Bobot 100 biji yang dihasilkan oleh perlakuan dosis dolomit tidak berbeda
nyata dan nilai rata-rata tertinggi diperoleh pada perlakuan tanpa pengapuran,
sebesar 14.07 g. Dari keempat taraf dosis dolomit menunjukkan rata-rata bobot
100 biji kedelai hitam cikuray adalah 14 g.
Bobot ubinan dan produktivitas kedelai pada dosis dolomit 3 ton ha-1
menghasilkan nilai tengah yang berbeda nyata dan lebih tinggi dibandingkan 3
taraf dosis dolomit lainnya, yaitu sebesar 1148.17 g (bobot ubinan) dan 4.78 ton
ha-1 (Tabel 9). Potensi hasil tersebut telah melampaui potensi hasil kedelai unggul
nasional, yakni 3.45 ton ha-1. Pengapuran pada BJA selain meningkatkan pH
tanah, juga berfungsi untuk meningkatkan jumlah unsur kalsium yang dapat
diserap dari tanah dan meningkatkan serapan hara daun pada kedelai hitam.
Produktivitas kedelai tidak hanya ditentukan oleh banyaknya jumlah polong isi
per tanaman, melainkan jumlah cabang dan bobot biji per tanaman juga
mempengaruhi hasil produksi. Menurut Sumaryo dan Suryono (2000), pemberian
dolomit dapat menambah ketersediaan Ca dan Mg dalam tanah, dengan
meningkatnya Ca dan Mg memacu turgol sel dan pembentukan khlorofil sehingga
proses fotosintesis meningkat. Produk yang dihasilkan dari fotosintesis juga
meningkat.
Tabel 9. Pengaruh dolomit terhadap peubah komponen hasil produksi
Dosis kapur dolomit (ton ha-1)

Peubah pengamatan
Bobot 100 biji (g)
Bobot Ubinan (g)
Produktivitas (ton ha-1)
Produktivitas (ton ha-1)o

0
14.1
970.00 b
4.04 b
3.43 b

1
14.0
1 024.50 ab
4.27 ab
3.63 ab

2
13.8
1 090.00 ab
4.54 ab
3.86 ab

3
13.9
1 148.17 a
4.78 a
4.06 a

Nilai tengah yang memiliki huruf yang sama pada baris yang sama tidak berbeda nyata
berdasarkan DMRT α=5%.
o
Produktivitas setelah dikurangi saluran 15%

Berikut adalah kurva regresi linier produktivitas terhadap berbagai dosis
dolomit. Hasil analisis menunjukkan bahwa dengan pengapuran sampai pada
dosis tertentu (3000 kg ha-1) akan terjadi peningkatan produktivitas tanaman
sebesar 4.63 ton ha-1. Produktivitas akan terus meningkat sampai ditemukannya
titik optimum pada kurva tersebut.

16

Produktivitas (ton ha-1)

6.00
5.00
4.00

ulangan 1
y = 0.0002x + 4.034
R² = 0.9991

3.00

ulangan 2

2.00

ulangan 3

1.00

rata-rata
Linear (rata-rata)

0.00
0

1000

2000

3000

4000

Dosis dolomit (kg ha-1 CaMg(CO3)2)

Gambar 4. Kurva regresi produktivitas dengan berbagai dosis amelioran kapur
Interaksi antara P dan K
Berdasarkan hasil pengamatan dan perhitungan melalui software statistik,
didapatkan interaksi antara faktor pemupukan P dan K untuk parameter tinggi
tanaman, jumlah daun, jumlah cabang, bobot kering bintil akar, bobot ubinan dan
produktivitas. Pada pengamatan tinggi tanaman umur 6 MST dan bobot kering
bintil akar, didapatkan nilai rata-rata tertinggi untuk kombinasi perlakuan dosis
pupuk P 36 kg P2O5 ha-1 dan dosis pupuk K 60 kg K2O ha-1 yaitu sebesar 83.78
cm dan 1.07 g. Kombinasi pupuk P 72 kg P2O5 ha-1 dan pupuk K 30 kg K2O ha -1
menghasilkan suatu interaksi dengan nilai tengah tertinggi terhadap peubah
pengamatan jumlah daun, jumlah cabang, bobot ubinan dan produktivitas;
berturut-turut sebesar 22.13 trifoliate, 1.7 cabang (4 MST), 3.35 (6 MST), 1173.5
g, dan 4.89 ton ha-1 (Tabel 10).
Pupuk P dan K merupakan macro nutrient yang sama-sama dibutuhkan
tanaman dalam jumlah yang banyak. Kebutuhan akan hara tersebut berbeda di
setiap fase pertumbuhannya. Pada fase vegetatif, tanaman kedelai cenderung
responsif terhadap pemberian pupuk K yang ditunjukkan oleh nilai tinggi tanaman
pada umur 6 MST sebesar 83.78, jumlah daun pada umur 8 MST sebanyak 22.13
trifoliate, dan bobot kering bintil akar tertinggi pada dosis pupuk 60 kg K2O ha-1
senilai 1.07 g. Sebaliknya, pupuk P dalam jumlah yang banyak sangat diperlukan
untuk menunjang produktivitas kedelai pada saat fase generatif. Jumlah cabang
produktif pada umur 4 dan 6 MST rata-rata mengalami peningkatan ketika
diberikan dosis P 72 kg P2O5 ha-1. Nilai bobot ubinan dan produktivitas yang
dihasilkan juga menunjukkan hasil tertinggi yang berhasil didapatkan. Hal ini
sejalan dengan penelitian Silahooy (2008) yang menyatakan bahwa kebutuhan K
pada fase vegetatif jauh lebih besar daripada kebutuhan P, sebab K penting dalam
pembentukan daun sedangkan P penting dalam pembentukan biji.
Kombinasi pupuk P dan K penting untuk diketahui untuk menentukan dosis
yang tepat dalam memenuhi kebutuhan hara tanaman. Menurut Lakitan (2001),
fosfor merupakan bagian yang esensial dari berbagai gula fosfat yang berperan
dalam reaksi-reaksi pada fase gelap fotosintesis, respirasi, dan berbagai proses
metabolisme lainnya. Kalium berperan dalam proses membuka dan menutup

17
stomata, meningkatkan ketahanan tanaman terhadap serangan hama dan penyakit,
memperkuat daun, bunga, dan buah sehingga tidak mudah rontok (Novizan 2005).
Tabel 10. Interaksi antara pemupukan P dan K terhadap komponen pertumbuhan
dan produksi
Dosis pupuk K2O
Parameter
Umur
Peubah yang
(kg ha-1)
pengamatan (MST)
diamati
30
60
Dosis pupuk
P2O5
---------------------(cm)-----------------(kg ha-1)
Tinggi
tanaman
6
36
80.11
83.78
72
83.28
81.65
-----------------(trifoliate)--------------Jumlah daun
8
36
20.93 b
22.13 a
72
22.13 a
20.30 b
-----------------(cabang)----------------Jumlah
cabang
4
36
1.32 b
1.60 a
72
1.70 a
1.43 b
6
36
2.71 b
3.08 a
72
3.35 a
3.03 b
--------------------(g)--------------------Bobot kering
bintil akar
8
36
0.66 b
1.07 a
72
0.89 a
0.69 b
Bobot ubinan
36
951.67 b
1 061.83 a
72
1 173.50 a
1 045.67 b
-1
-----------------(ton ha )----------------Produktivitas
36
3.97 b
4.42 a
72
4.89 a
4.36 b
angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan baris yang sama menunjukkan tidak berbeda
nyata pada taraf 5%, angka yang dicetak tebal merupakan nilai tengah tertinggi.

Interaksi antara P dan Dolomit
Perlakuan dosis pupuk P berinteraksi dengan dosis dolomit dalam
meningkatkan jumlah daun pada tanaman umur 8 MST. Nilai tengah tertinggi
diperoleh pada kombinasi perlakuan pupuk P 36 kg P2O5 ha-1 dengan dosis
dolomit 3 000 kg ha-1, yaitu sebesar 24.43 trifoliate (Tabel 11). Daun tanaman
yang tidak dikapur cenderung gugur lebih cepat dibandingkan dengan tanaman
yang diberi perlakuan kapur. Menurut Sumaryo dan Suryono (2000), kation Ca
dan Mg dolomit dapat meningkatkan penyerapan ion phosphat dan sebaliknya ion
phosphat dari SP-36 dapat memacu penyerapan ion Ca dan Mg. Jumlah daun yang

18
banyak bermanfaat bagi kedelai dalam memproduksi polong dan
polong (Ghulamahdi et al. 2009)

pengisian

Tabel 11. Interaksi antara pemupukan P dan pemberian dolomit terhadap jumlah
daun
Parameter
pengamatan

Jumlah daun

Umur
(MST)

Peubah yang diamati
Dosis kapur dolomit
(kg ha-1)
0
1000
2000
3000

8

Dosis pupuk P2O5
(kg ha-1)
36
72
-----------------(trifoliate)--------------20.93 ab
20.27 ab
19.87 a
22.60 b
20.90 ab
21.10 ab
20.90 ab
24.43 c

angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom dan baris yang sama menunjukkan tidak
berbeda nyata pada taraf 5%, angka yang dicetak tebal merupakan nilai tengah tertinggi.

Interaksi antara K dan Dolomit
Berdasarkan Tabel 13 menunjukkan bahwa hasil pemberian pupuk K
dengan dosis 30 kg K2O ha-1 dan 2000 kg ha-1 dolomit menghasilkan jumlah
cabang tertinggi dan berbeda nyata sebesar 4.70. Hal ini diduga tanaman yang
diberikan perlakuan tersebut memiliki luas daun lebih rendah, sehingga naungan
yang dihasilkan lebih sedikit. Tanaman kedelai yang tidak ternaungi cenderung
membentuk cabang lebih banyak, karena cahaya matahari yang diterima oleh
tanaman lebih maksimal. Hal ini didukung oleh pernyataan Purwaningrahayu et al.
(2004) bahwa peningkatan luas daun tanaman kedelai menyebabkan menurunnya
laju asimilasi bersih karena daun saling menaungi.
Tabel 12. Interaksi antara pemupukan K dan pemberian dolomit terhadap jumlah
cabang
Parameter
pengamatan

Jumlah cabang

Umur
(MST)

12

Peubah yang diamati

Dosis pupuk K2O
(kg ha-1)
30
60

Dosis kapur dolomit
(kg ha-1)
0
1 000
2 000
3 000

-----------------(cabang)---------------3.50 a
4.30 bc
4.33 bc
4.13 bc
4.17 bc
4.70 c
4.17 bc
3.70 ab

angka yang diikuti oleh huruf yang s