Modelling National Area Harvested of Paddy Using GARCH Methods (Generalized Autoregressive Conditional Heteroscedastic) Model.

PEMODELAN LUAS PANEN PADI NASIONAL DENGAN
METODE GARCH
(Generalized Autoregressive Conditional Heteroscedastic)

TEUKU ACHMAD IQBAL

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis berjudul Pemodelan Luas Panen Padi
Nasional dengan Metode GARCH (Generalized Autoregressive Conditional
Heteroscedastic) adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing
dan belum diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi mana pun.
Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun
tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan
dalam Daftar Pustaka di bagian akhir disertasi ini.
Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut

Pertanian Bogor.
Bogor, Januari 2014
Teuku Achmad Iqbal
NIM G152100061

RINGKASAN
TEUKU ACHMAD IQBAL. Pemodelan Luas Panen Padi Nasional dengan
Metode GARCH (Generalized Autoregressive Conditional Heteroscedastic).
Dibimbing oleh KUSMAN SADIK dan I MADE SUMERTAJAYA.
Data deret waktu luas panen padi nasional memiliki volatilitas yang tinggi
dan ragam yang tidak homogen menurut waktu. Data deret waktu dengan ragam
yang tidak homogen di setiap waktunya dinamakan data deret waktu dengan
heteroskedastisitas bersyarat. Metode analisis deret waktu yang dapat digunakan
untuk mengatasi heteroskedastisitas diantaranya adalah model GARCH. Akan
tetapi pada data luas panen padi terdapat kemungkinan asimetris dalam
volatilitasnya. Untuk mengatasi pengaruh asimetri, beberapa model GARCH
sisaan asimetri dapat digunakan, antara lain: model GARCH sisaan eksponensial
asimetris (EGARCH), model GARCH sisaan kuadratik asimetri model
(QGARCH), model T-GARCH dan model GARCH sisaan non-linier asimetri
(NAGARCH).

Penelitian ini bertujuan untuk memodelkan luas panen padi nasional dengan
cara memasukkan unsur keheterogenan ragam dan pengaruh asimetri pada data
dengan menggunakan lima jenis model GARCH simetri, asimetri, dan non-linier,
kemudian mendapatkan model terbaik dari lima jenis model GARCH tersebut.
Model yang sesuai untuk luas panen padi nasional adalah model
ARIMA(2,0,0)(1,1,0)12 ‒ GARCH(1,2) dan model ARIMA(2,0,0)(1,1,0)12 ‒
QGARCH(1,2). Berdasarkan nilai mean absolute percentage error (MAPE)
hingga dua puluh dua periode ke depan, model ARIMA(2,0,0)(1,1,0)12 ‒
QGARCH(1,2) lebih baik dibandingkan dengan model ARIMA(2,0,0)(1,1,0)12 ‒
GARCH(1,2). Namun nilai MAPE untuk kedua model tersebut cukup tinggi
karena terdapat beberapa nilai prediksi yang menyimpang cukup jauh dari nilai
aktual. Akan tetapi, nilai MAPE hingga dua belas periode ke depan bernilai cukup
baik untuk model ARIMA(2,0,0)(1,1,0)12 ‒ QGARCH(1,2), yaitu 16.88%. Selain
itu, berdasarkan nilai MAD dan MSE terlihat juga bahwa model
ARIMA(2,0,0)(1,1,0)12 ‒ QGARCH(1,2) lebih baik daripada model
ARIMA(2,0,0)(1,1,0)12 ‒ GARCH(1,2). Dengan demikian, dapat disimpulkan
bahwa model ARIMA(2,0,0)(1,1,0)12 ‒ QGARCH(1,2) merupakan model prediksi
luas panen padi nasional yang sesuai dengan hasil prediksi yang cukup baik.
Kata kunci: data deret waktu, luas panen, GARCH, asimetri


SUMMARY
TEUKU ACHMAD IQBAL. Modelling National Area Harvested of Paddy Using
GARCH Methods (Generalized Autoregressive Conditional Heteroscedastic)
Model. Supervised by KUSMAN SADIK and I MADE SUMERTAJAYA.
Time series data of national area harvested of paddy has high volatility and
non homogeneous variance. A time series data with non homogeneous variance at
time is called time series data with conditional heteroscedasticity. Time series
analysis methods that can be used to overcome heteroskedasticity are GARCH
models. However, the data of area harvested of paddy contained in the possibility
of asymmetric volatility. To overcome the influence of asymmetry, some
asymmetry GARCH models can be used, such as: exponential asymmetric
GARCH model (EGARCH), quadratic asymmetric GARCH model (QGARCH), TGARCH model, and non-linear asymmetry GARCH model (NAGARCH).
This study aims to model the national area harvested of paddy by
incorporating elements of varians heterogeneity and the influence of asymmetry
on its data using five types of symmetry, asymmetry, and non-linear GARCH
models, and find the best models of those five types of GARCH models.
Model for national area harvested of paddy are ARIMA(2,0,0)(1,1,0)12 ‒
GARCH(1,2) and ARIMA(2,0,0)(1,1,0)12 ‒ QGARCH(1,2). Based on the mean
absolute percentage error (MAPE) value to twenty two periods ahead,
ARIMA(2,0,0)(1,1,0)12 ‒ QGARCH(1,2) better than ARIMA(2,0,0)(1,1,0)12 ‒

GARCH(1,2) but MAPE values for both models is quite high because there is
some predicted value deviates quite far from the actual value. However, the value
of MAPE to twelve periods ahead is low, 16.88% for ARIMA(2,0,0)(1,1,0)12 ‒
QGARCH(1,2). Furthermore, based on the value of mean absolute deviation
(MAD) and mean square error (MSE), ARIMA(2,0,0)(1,1,0)12 ‒ QGARCH(1,2)
also seems to be the better model than ARIMA(2,0,0)(1,1,0)12 ‒ GARCH(1,2).
Thus, it can be concluded that the quadratic GARCH model is a fit model of
national area harvested of paddy with a fairly good prediction results.
Keywords: time series data, area harvested, GARCH, asymmetric

© Hak Cipta Milik IPB, Tahun 2014
Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan,
penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau
tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan
IPB
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis ini
dalam bentuk apa pun tanpa izin IPB


PEMODELAN LUAS PANEN PADI NASIONAL DENGAN
METODE GARCH
(Generalized Autoregressive Conditional Heteroscedastic)

TEUKU ACHMAD IQBAL

Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains
pada
Program Studi Statistika Terapan

SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2014

Judul Tesis
Nama
NIM


: Pemodelan Luas Panen Padi Nasional dengan Metode GARCH
(Generalized Autoregressive Conditional Heteroscedastic)
: Teuku Achmad Iqbal
: G152100061

Disetujui oleh
Komisi Pembimbing

Dr Ir Kusman Sadik, Msi
Ketua

Dr Ir I Made Sumertajaya, MSi
Anggota

Diketahui oleh

Ketua Program Studi
Statistika Terapan


Dekan Sekolah Pascasarjana

Dr Ir Anik Djuraidah, MS

Dr Ir Dahrul Syah, MScAgr

Tanggal Ujian: 9 Januari 2014

Tanggal Lulus:

PRAKATA
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah subhanahu wa ta’ala atas
segala karunia-Nya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema yang
dipilih dalam penelitian yang dilaksanakan sejak bulan Maret 2012 ini ialah luas
panen padi, dengan judul Pemodelan Luas Panen Padi Nasional dengan Metode
GARCH (Generalized Autoregressive Conditional Heteroscedastic).
Terima kasih penulis ucapkan kepada Bapak Dr Ir Kusman Sadik, MSi dan
Bapak Dr Ir I Made Sumertajaya, MSi selaku pembimbing. Terima kasih
diucapkan juga kepada Bapak Dr Farit Mochamad Afendi, MSi selaku penguji
dan Dr Ir Anik Djuraidah, MS selaku penguji dan ketua program studi Statistika

Terapan. Di samping itu, penghargaan penulis sampaikan kepada Sub Bagian
Data dan Informasi, Sekretariat Direktorat Jenderal Tanaman Pangan,
Kementerian Pertanian yang telah membantu selama pengumpulan data.
Ungkapan terima kasih juga disampaikan kepada istri, mama, ayah, serta seluruh
keluarga, atas segala doa dan kasih sayangnya.
Karya ilmiah ini akan diterbitkan di Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman
Pangan pada tahun 2014. Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.

Jakarta, Januari 2014
Teuku Achmad Iqbal

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

v

DAFTAR GAMBAR

v


DAFTAR LAMPIRAN

v

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Tujuan Penelitian
Manfaat Penelitian

1
1
2
2

METODOLOGI
Data
Metode Analisis

2

2
3

HASIL DAN PEMBAHASAN
Deskripsi Data
Pembangunan Model Rataan
Pembangunan Model Ragam
Pemeriksaan Model Ragam
Prediksi dan Validasi
Penerapan Model

12
12
12
15
20
21
22

SIMPULAN DAN SARAN

Simpulan
Saran

23
23
23

DAFTAR PUSTAKA

24

LAMPIRAN

25

RIWAYAT HIDUP

28

DAFTAR TABEL
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Uji ADF data luas panen padi
Ringkasan hasil pendugaan parameter model ARIMA
Hasil uji Ljung-Box model tentatif
Hasil uji langrange multiplier (LM) hingga lag 12
Pendugaan Parameter Model GARCH (1,2)
Pendugaan Parameter Model EGARCH (1,1)
Pendugaan Parameter Model QGARCH (1,2)
Pendugaan Parameter Model TGARCH (1,1)
Pendugaan Parameter Model NAGARCH (1,1)
Uji kehomogenan ragam galat baku pada
model GARCH, QGARCH, dan TGARCH
11 Ringkasan hasil validasi dua puluh dua periode kedepan

13
14
15
16
17
18
18
19
20
20
22

DAFTAR GAMBAR
1 Skema dari metode analisis
2 Plot data luas panen bulanan padi nasional periode
Januari 2000 sampai dengan Februari 2012
3 Plot ACF data luas panen padi nasional
setelah dilakukan pembedaan terhadap musiman
4 Plot PACF data luas panen padi nasional
setelah dilakukan pembedaan terhadap musiman
5 Plot sisaan data series luas panen padi nasional
6 Prediksi dan validasi model GARCH dan QGARCH
7 Penerapan model ARIMA(2,0,0)(1,1,0)12 – QGARCH(1,2)
untuk prediksi luas panen padi nasional periode Januari 2014
hingga Desember 2014

11
12
13
14
16
21
22

DAFTAR LAMPIRAN
1 Plot data bulanan luas panen padi nasional setelah
dilakukan pembedaan terhadap musiman
2 Plot residual untuk model tentatif ARIMA (2,0,0)(1,1,0)12
3 Hasil pendugaan parameter model-model ARIMA overfitting
4 Pemilihan model GARCH
5 Pemilihan model EGARCH
6 Pemilihan model QGARCH
7 Pemilihan model TGARCH
8 Pemilihan model NAGARCH

25
25
26
26
26
27
27
27

1 PENDAHULUAN
Latar Belakang
Padi merupakan salah satu komoditas hasil pertanian tanaman pangan yang
sangat strategis di Indonesia. Semua kebijakan pemerintah terkait komoditas ini
berdampak luas, tidak hanya secara sosial dan ekonomi, tetapi juga politik (BPSRI 2012). Karena itu, pengambilan kebijakan pada komoditas padi perlu didukung
dengan data yang lengkap, akurat, dan terkini agar kebijakan tersebut lebih fokus
dan tepat sasaran.
Salah satu informasi penting sebagai dasar pengambilan kebijakan terkait
komoditas padi adalah data luas panen. Dalam sepuluh tahun terakhir, Indonesia
mengalami peningkatan luas panen padi yang mencapai 1,96 juta ha. Peningkatan
luas panen tersebut berfluktuasi di beberapa periode dengan volatilitas yang
tinggi. Hal ini ditunjukkan oleh suatu fase di mana fluktuasinya relatif tinggi dan
kemudian diikuti fluktuasi yang relatif rendah dan kembali tinggi, seperti yang
terjadi pada periode tahun 2000 – 2011 (Ditjen Tanaman Pangan 2012).
Peramalan yang dapat mengakomodir pengaruh volatilitas pada data luas
panen padi tersebut dapat digunakan sebagai masukan dalam pengambilan
kebijakan. Model-model deret waktu telah banyak digunakan untuk tujuan
peramalan. Permasalahan volatilitas data deret waktu menyebabkan asumsi ragam
satu periode proyeksi konstan pada model deret waktu tradisional tidak terpenuhi
atau ragam sisaan menjadi tidak konstan (heteroskedastisitas). Oleh karena itu,
Engle (1982) memperkenalkan proses stokastik yang disebut autoregressive
conditional heteroscedastic (ARCH) model. Namun, seringkali pada saat sedang
menentukan model ARCH dibutuhkan orde yang besar agar didapatkan model
yang tepat. Karenanya, Bollerslev (1986) mengembangkan model ARCH ke
dalam model GARCH untuk menghindari orde ARCH yang besar. Kedua model
tersebut telah terbukti bermanfaat untuk pemodelan berbagai fenomena deret
waktu karena banyak peubah-peubah deret waktu menunjukkan adanya
autokorelasi dan heterokedastik yang dinamik. Akan tetapi, pada data luas panen
padi terdapat kemungkinan asimetris dalam volatilitasnya (Ditjen Tanaman
Pangan 2012).
Ramirez dan Shonkwiler (2001) mengemukakan bahwa model GARCH
sisaan simetri cenderung mengecilkan nilai sisaan dari model rataan ketika
distribusi sisaan yang sebenarnya adalah asimetri. Untuk itu beberapa model
GARCH sisaan asimetri telah dikembangkan untuk mengatasi permasalahan
tersebut, antara lain: model GARCH sisaan eksponensial asimetris (EGARCH)
yang dikembangkan oleh Nelson (1991), model GARCH sisaan kuadratik asimetri
model (QGARCH) oleh Sentana (1995), model threshold asimetri GARCH (TGARCH) oleh Zakoian (1994) dan model GARCH sisaan non-linier asimetri
(NAGARCH) oleh Engle dan Ng (1993). Model EGARCH menjamin ragam
bersyarat yang dihasilkan selalu positif dan bebas dari tanda parameter estimasi
dalam model. Model QGARCH memungkinkan gejolak positif dan negatif
memiliki dampak yang berbeda dengan periode sebelumnya. Model T-GARCH
memiliki kendala positif pada parameter-parameternya yang menjamin ragam

2
bersyarat selalu bernilai positif. Model NAGARCH mampu mengukur efek
pengungkit dan efek ukuran sampel.
Beberapa penelitian bidang terapan juga telah menggunakan model-model
GARCH dengan hipotesis asimetri tersebut, antara lain: Zheng et al. (2008) dalam
penelitian pasar makanan di AS dan Rezitis dan Stavropoulos (2007a, b) pada
penelitian industri ayam pedaging dan daging domba di Yunani GARCH dengan
hipotesis volatilitas yang asimetris.
Karena adanya kemungkinan asimetri pada data luas panen padi nasional,
perlu dilakukan penelitian dengan menggunakan model-model GARCH sisaan
simetris, sisaan asimetris, dan sisaan non-linear untuk mendapatkan prediksi luas
panen padi nasional yang tepat dan akurat. Model-model tersebut dibandingkan
dengan cara diuji dan dievaluasi, kemudian yang paling tepat akan dipilih untuk
menggambarkan volatilitas luas panen padi nasional dan untuk mendapatkan
persamaan yang dapat memprediksi luas panen padi nasional.

Tujuan Penelitian
1. Memodelkan luas panen padi nasional dengan cara memasukkan unsur
keheterogenan ragam dan pengaruh keasimetrikan pada data luas panen padi
nasional, dengan menggunakan lima jenis model GARCH sisaan simetri,
asimetri, dan non linier.
2. Menentukan model terbaik dari data luas panen padi nasional.

Manfaat Penelitian
Penelitian ini dapat digunakan untuk menghasilkan prediksi luas panen padi
nasional berdasarkan pemodelan data deret waktu.

2 METODOLOGI
Data
Penelitian ini menggunakan data sekunder luas panen padi nasional dengan
satuan hektar. Data yang digunakan merupakan data bulanan yang diambil dari
bulan Januari tahun 2000 sampai dengan bulan Desember tahun 2013. Data
diperoleh dari Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Kementerian Pertanian dan
BPS-RI.
Data primer luas panen padi dikumpulkan setiap bulan oleh mantri tani atau
petugas dari Dinas Pertanian Kabupaten/Kota yang ada di setiap kecamatan.
Kemudian data tersebut direkapitulasi secara berjejang, mulai dari level
kabupaten, level provinsi hingga akhirnya direkapitulasi secara Nasional di
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, Kementerian Pertanian. Pengumpulan data
Statistik Pertanian (SP) tanaman pangan, termasuk padi, dilakukan secara lengkap
melalui pendekatan area di seluruh kecamatan. Data luas panen padi diperoleh
dengan cara penaksiran menggunakan metode pandangan mata (Eye estimate).

3
Metode ini dilakukan dengan cara perkiraan berdasarkan pencatatan yang
dilakukan oleh pegawai/petugas desa, dengan syarat bahwa luas baku lahan telah
diketahui terlebih dahulu dan yang melakukan taksiran sudah berpengalaman.

Metode Analisis
Tahapan analisis dalam penelitian ini adalah:
1 Melakukan analisis data secara deskriptif dengan cara membuat plot data untuk
mempelajari karakteristiknya.
2 Membangun model rataan yang berupa model Box-Jenkins. Model Box-Jenkins
merupakan salah satu teknik prediksi model deret waktu yang hanya
berdasarkan perilaku data peubah yang diamati. Model Box-Jenkins ini secara
teknis dikenal sebagai model autoregressive integrated moving average
(ARIMA). Model ini berbeda dengan model struktural baik model kausal
maupun simultan di mana persamaan model tersebut menunjukkan hubungan
antara beberapa peubah. Model Box-Jenkins ini terdiri dari beberapa model,
yaitu: autoregressive (AR), moving average (MA), autoregressive-moving
average (ARMA), dan autoregressive integrated moving average (ARIMA).
a Identifikasi model rataan
Sebelum menentukan model ARIMA tentatif, perlu dilakukan
pengujian kestasioneran terhadap rataan. Pemerikasaan kestasioneran
terhadap rataan secara deskriptif dilakukan dengan menggunakan plot
autocorrelation function (ACF) dan partial autocorrelation function
(PACF). Kemudian pemeriksaan dilanjutkan menggunakan uji Augmented
Dickey Fuller (ADF) yang merupakan uji formal yang digunakan untuk
melihat kestasioneran dari set data. Uji tersebut merupakan pengembangan
dari uji Dickey Fuller (Enders 2004).
Uji ADF menggunakan proses higher order autoregressive untuk
peubah terikat. Proses ini memungkinkan pengujian pada ordo tinggi. Misal
persamaan autoregressive ordo ke – p :
Y� = ∅1Y� – 1 + ∅2Y� – 2 + ⋯ + ∅ Y�− + u�
Pendekatan ADF mengontrol korelasi ordo lebih tinggi dengan
menambahkan lag periode pembedaan dari peubah terikat Y terhadap
terhadap sisi kanan persamaan sehingga diperoleh:
ΔY� = Y� – 1 + ∑
+ u�
dengan
∑ ∅ ) dan
∑ ∅
(
Hipotesis yang digunakan untuk uji ADF adalah :
H0 : = 0 (Data belum stasioner dalam rataan)
H1 :
0 (Data sudah stasioner dalam rataan)
dengan statistik uji :
di mana n adalah banyaknya amatan yang digunakan. Hipotesis nol ditolak
jika statistik uji ADF ( ) lebih kecil dari nilai kritis Dickey-Fuller pada taraf
nyata tertentu. Dengan demikian data dapat dikatakan sudah stasioner dalam

4
rataan (Hamilton 1994). Selanjutnya, berdasarkan ACF dan PACF
ditentukan model ARIMA tentatif.
b Pendugaan parameter model rataan
Setelah berhasil identifikasi model ARIMA tentatif selanjutnya
dilakukan pendugaan parameter model. Model rataan yang memiliki
penduga parameter yang nyata dipilih sebagai model tentatif.
c Pemeriksaan model rataan
i Mempelajari secara deskriptif nilai sisaan
Nilai sisaan dipelajari secara deskriptif untuk melihat apakah masih
terdapat beberapa pola yang belum diperhitungkan. Selanjutnya,
dilakukan pemeriksaan kebebasan pada sisaan (tidak autokorelasi)
menggunakan Uji Ljung-Box. Statistik uji Ljung-Box dinyatakan sebagai
berikut (Enders 2004):


dengan
adalah autokorelasi sisaan ke–j, n adalah banyaknya
pengamatan, dan k adalah lag maksimum yang diinginkan. Hipotesis
yang akan diuji adalah:
H0 : Tidak terdapat autokorelasi antar sisaan di semua lag k
H1 : Terdapat autokorelasi antar sisaan di semua lag k
Statistik uji Ljung-Box menyebar Khi-kuadrat dengan derajat bebas
k-p-q, di mana p dan q merupakan orde pada model. Jika nilai QLB >
maka hipotesis nol (H0) ditolak dan artinya model yang
dibangun tidak layak (Cryer 2008).
ii Mendeteksi adanya ketidakhomogenan ragam sisaan pada model rataan
Langkah sederhana untuk pemeriksaan ini adalah melalui plot
deret waktu data sisaan. Selanjutnya, dilakukan pengujian keheterogenan
ragam bersyarat untuk mendeteksi keberadaan proses ARCH/GARCH
dengan menggunakan uji langrange multiplier (LM). Sisaan yang
diperoleh dari model ARIMA dikuadratkan. Kemudian dilanjutkan
dengan meregresikan kuadrat sisaan dengan menggunakan konstanta
sampai lag ke q, sehingga membentuk persamaan regresi sebagai berikut:

Jika nilai dugaan
sampai dengan
bernilai nol, maka dapat
disimpulkan bahwa
tidak memiliki autokorelasi yang nyata atau
dengan kata lain tidak terdapat pengaruh ARCH. Sehingga hipotesis yang
digunakan dalam pengujian ini adalah:
H0 :

(Tidak ada pengaruh ARCH/GARCH)
H1 : minimal ada satu
, untuk i = 1,...,q
(Ada pengaruh ARCH/GARCH)
dengan statistik uji LM sebagai berikut :
LM = nR2
di mana n merupakan jumlah amatan dan R2 merupakan koefisien
determinasi dari model regresi kuadrat sisaan diatas. Statistik uji LM ini
mengikuti sebaran khi-kuadrat dengan derajat bebas q yang merupakan
ordo dari ARCH. Hipotesis nol (H0) akan ditolak jika statistik uji LM
lebih besar dari nilai tabel
dengan taraf nyata tertentu.

5
iii Pemeriksaan kemungkinan adanya asimetri dalam model ragam
Pemeriksaan kemungkinan adanya asimetri dalam model ragam
dilakukan dengan melakukan pendugaan parameter empat jenis model
GARCH asimetri dan Non-linier. Pendugaan parameter dilakukan
dengan menggunakan metode kemungkinan maksimum.
3 Pembangunan model ragam
Model ragam dapat dibangun apabila terdapat ketidakhomogenan ragam
sisaan atau heteroskedastisitas pada model rataan. Model analisis deret waktu
yang memperbolehkan adanya heteroskedastisitas adalah model ARCH yang
diperkenalkan pertama kali oleh Engle (1982). Model ARCH dipakai untuk
memodelkan ragam sisaan yang tergantung pada kuadrat sisaan pada periode
sebelumnya secara autoregresi (regresi diri sendiri), atau dengan kata lain
model ini digunakan untuk memodelkan ragam bersyarat.
Pada pemodelan ARCH, ada dua model yang disusun, yaitu model rataan
dan model ragam. Model rataan disusun berdasarkan identifikasi awal. Bentuk
model rataan dapat saja berupa model regresi, model ARIMA, konstanta, dan
sebagainya. Model ragam menyatakan hubungan antara ragam sisaan pada
waktu t dengan besarnya kuadrat sisaan pada waktu sebelumnya.
Misalkan model rataan adalah ARIMA (p,d,q) sebagai berikut:
∅p(�)(1-B)dYt = � (�)ut
di mana pada analisis deret waktu ut diasumsikan sebagai white noise, ut ~
N(0,σ2). Karena data deret waktu seringkali bersifat heteroskedastis maka
ragam bersyarat akan mengikuti model berikut:
ht = k + α1
+ vt
(1)
+ ... + αq
proses white noise (ut) yang mengikuti persamaan (1) didefinisikan sebagai
model ARCH dengan orde-q (ARCH(q)), dengan vt merupakan peubah acak
yang independen dan identik dengan rataan nol dan ragam 1, k > 0 dan αi ≥ 0
untuk i = 1,...,q atau vt ~ N(0,1).
Bentuk lain dari ARCH(q) adalah:
ut = vt√
di mana:
ht = k + α1
+ ... + αq
dengan q>0, k>0 dan αi≥0 untuk i = 1,...,q. Syarat k>0 dan αi≥0 dibutuhkan
agar ragam bersyarat ht > 0.
Seringkali pada saat sedang menentukan model ARCH, dibutuhkan orde
yang besar agar didapatkan model yang tepat untuk data deret waktu. Oleh
karena itu, Bollerslev (1986) mengembangkan model ARCH ke dalam model
GARCH untuk menghindari orde ARCH yang besar dan memberikan hasil
yang lebih praktis (parsimonious) daripada model ARCH.
Dalam model GARCH, perubahan ragam bersyaratnya selain dipengaruhi
oleh kuadrat sisaan, juga dipengaruhi oleh ragam bersyarat periode
sebelumnya. Secara umum ragam sisaan dalam model GARCH(p,q) mengikuti
model berikut:
+ 1ht-1 + ... + pht-p + vt
(2)
ht = k + α1
+ ... + αq
di mana vt ~ N(0,1).

6
Bentuk lain dari GARCH(p,q) adalah:
ut = vt√
di mana
+ 1ht-1 + ... + pht-p
ht = k + α1
+ ... + αq
dengan q>0, k>0, αi≥0, j≥0 untuk i = 1,...,q dan j = 1,...,p. Dan seperti pada
ARCH, syarat k>0, αi≥0, dan j≥0 dibutuhkan agar ragam bersyarat ht > 0.
Model GARCH dapat dinyatakan dalam bentuk fungsi antara nilai ragam
bersyarat dengan nilai kuadrat sisaan waktu-waktu sebelumnya. Dalam hal ini,
model GARCH menghasilkan model yang mendefinisikan bahwa ragam
bersyarat adalah fungsi dari kuadrat sisaan dari lag time yang sangat panjang
sedangkan model ARCH hanya melibatkan fungsi dari kuadrat sisaan pada laglag awal saja. Hal ini dapat dijelaskan melalui ilustrasi pada model GARCH
(1,1) berikut:
+ 1ht-1
ht = k + α1
namun
+ 1ht-2
ht-1 = k + α1
sehingga
+ 1ht-2)
+ 1(k + α1
ht = k + α1
dan
+ 1ht-3))
+ 1 (k + α1
+ 1(k + α1
ht = k + α1
dengan demikian
+ ... + αq*
+ α3*
+ α2*
ht = k* + α1*
Pada pemodelan GARCH klasik diatas, vt positif dan negatif masa lalu
memiliki efek yang sama pada volatilitas saat ini. Disamping itu, penduga
parameter model ragam (GARCH) mendekati independen terhadap model
rataan (ARIMA) pasangannya jika vt memiliki distribusi simetris (misalnya,
normal atau distribusi-t) namun jika vt memiliki distribusi miring maka
penduga GARCH dan penduga ARIMA berkorelasi. Distribusi miring tersebut
terjadi karena adanya kemungkinan asimetri, yaitu berbeda volatilitas dicatat
dalam hal penurunan dari kenaikan dengan jumlah yang sama. Dengan
demikian, apabila terdapat kemungkinan efek asimetri maka model GARCH
klasik tidak dapat menjelaskannya dengan baik. Oleh karena itu, beberapa
model GARCH sisaan asimetri lebih tepat untuk digunakan, antara lain: model
GARCH sisaan eksponensial asimetris (EGARCH), model GARCH sisaan
kuadratik asimetri (QGARCH), model T-GARCH, dan model GARCH sisaan
non-linier asimetri (NAGARCH).
Model GARCH klasik hanya dapat menjelaskan volatilitas tetapi model
GARCH klasik tidak dapat menjelaskan efek pengungkit karena ragam
bersyarat hanya merupakan fungsi magnitude dari nilai-nilai masa lalu dan
bukan tanda mereka (Nelson 1991). Model EGARCH mengakomodasi adanya
gejolak asimetri tersebut.
Misalkan model rataan adalah ARIMA (p,d,q) sebagai berikut:
∅p(�)(1-B)dyt = � (�)ut
Maka spesifikasi untuk ragam bersyarat model EGARCH adalah:
ut = vt√
di mana


(3)

7
dengan


| |

| | dan

| |

( ⁄ )

jika vt ~ N(0,1)

Berbeda dengan model GARCH, model EGARCH tidak memiliki
pembatasan parameter dalam model. Penggunaan ln menjamin model
EGARCH selalu menghasilkan ragam positif bersyarat yang bebas dari tanda
parameter estimasi dalam model dan tidak ada pembatasan diperlukan. Hal ini
lebih baik karena pembatasan-pembatasan dalam GARCH model kadangkadang membuat masalah ketika parameter estimasi melanggar ketidaksamaan
kendala.
Selanjutnya, untuk menduga dampak dari efek asimetris pada gejolak
volatilitas, Sentana (1995) memperkenalkan model kuadratik asimetris
GARCH (QGARCH). Adanya persamaan tambahan ut - 1 memungkinkan
gejolak positif dan negatif memiliki dampak yang berbeda dengan periode
sebelumnya.
Misalkan model rataan adalah ARIMA (p,d,q) sebagai berikut:
∅p(�)(1-B)dyt = � (�)ut
Maka secara umum ragam bersyarat dalam model QGARCH mengikuti
model berikut:
ut = vt√
dengan
(4)
Perbedaan proses QGARCH dengan GARCH yaitu pada persamaan ut-1 yang
memperkenalkan asimetri.
Model T-GARCH simetris yang diajukan oleh Zakoian (1994) juga
dapat menduga dampak dari efek asimetris pada gejolak volatilitas. Misalkan
model rataan adalah ARIMA (p,d,q) sebagai berikut:
∅p(�)(1-B)dyt = � (�)ut
maka ragam bersyarat pada model T-GARCH simetris yang diajukan oleh
(Zakoian 1994), dituliskan mengikuti persamaan berikut:
ut = vt√
dengan
(5)
Parameter-parameter (
dalam persamaan ragam bersyarat
tergantung pada peubah ambang batas yt sebagai berikut:
jika
jika
di mana St ditentukan oleh peubah ambang batas yt-1 yang dapat dianggap
sebagai peubah exogen maupun endogen, dan nilai ambang batas y0
menentukan peluang
. Dengan asumsi peubah
ambang batas adalah bebas terhadap .
Dan model non-linear asimetris GARCH (NAGARCH) yang diusulkan
oleh Engle dan Ng (1993) mampu mengukur efek pengungkit dan efek ukuran
sampel. Misalkan model rataan adalah ARIMA (p,d,q) sebagai berikut:
∅p(�)(1-B)dyt = � (�)ut
maka secara umum ragam bersyarat dalam model NAGARCH mengikuti
model berikut:

8
ut = vt√

dengan

ht = k + ht-1 + α(ut-1 + √
)2
(6)
di mana ht adalah ragam bersyarat pada saat t dan α, , , k adalah parameter
yang akan diduga.
Parameter model GARCH bisa diduga dengan metode kemungkinan
maksimum. Parameter GARCH dapat diduga dengan metode quasi maximum
likelihood yang memaksimalkan logaritma fungsi kemungkinan apabila asumsi
vt merupakan peubah acak yang independen dan identik dengan rataan nol dan
ragam 1 terpenuhi. Fungsi kemungkinannya adalah sebagai berikut:








dengan �


untuk t ≥ 1, maka ht didefinisikan sebagai berikut:






dan quasi maximum likelihood didefinisikan sebagai berikut:
�̂

yang setara dengan

�̂

di mana


sehingga:



dan




dan




∑{



dengan
wt =



}






.

Sedangkan, pendugaan parameter pada EGARCH dilakukan dengan
metode kemungkinan maksimum. Jika asumsi kenormalan vt terpenuhi,
logaritma fungsi kemungkinan dari model EGARCH adalah sebagai berikut :


Lt =
dengan
∑{

(|

Misalkan = (α0, α1, ..., αq, ψ1, ..., ψq,
parameter-parameter EGARCH adalah:

|

1,

...,

| |)}
p).



Turunan pertama terhadap

9

dengan




∑{

|

|}



di mana
|

|

| |

| |

|

|

Berdasarkan teori Bayes, �| dengan n observasi
dituliskan sebagai berikut:
�|
|� �
di mana
|� adalah fungsi kemungkinan. � adalah fungsi kepekatan
untuk θ. Dengan asumsi bahwa � adalah konstan, fungsi kemungkinannya
dituliskan sebagai berikut :
L(y|θ)



di mana θ = (k,α, , )’ merupakan parameter-parameter QGARCH. Dengan
menggunakan
� , parameter QGARCH diinferensiakan sebagai nilai
harapan yang dituliskan sebagai berikut:
∫�



�|



di mana Z = ∫ �|
� adalah normalisasi konstan yang irrelevant untuk
estimasi Markov Chain Monte Carlo (MCMC).
Teknik MCMC memberikan metode untuk estimasi persamaan di atas
secara numerik. Prosedur dasar dari metode MCMC adalah sebagai berikut:
ambil sambel θ dari distribusi peluang �| dengan menggunakan teknik
Markov Chain. Setelah mengambil sampel beberapa data, nilai ekpektasi
dievaluasi nilai rataan dari data sampel θ(i), di mana


∑�

dengan k adalah jumlah sampel. Sisaan dari k independen data adalah
proporsional terhadap . Akan tetapi, secara umum data yang dihasilkan oleh

metode MCMC saling berkorelasi. Dengan demikian, sisaan akan proporsional
terhadap √ , di mana

T

adalah autokorelasi waktu diantara data sampel.

Autokorelasi waktu tergantung pada metode MCMC yang digunakan.
Sehingga diharapkan untuk memilih metode MCMC yang dapat menghasilkan
data dengan T yang kecil.
Selanjutnya, parameter T-GARCH diduga dengan metode kemungkinan
maksimum. Logaritma fungsi kemungkinan dari model TGARCH adalah:

10










)


�̂
di mana θ = (k0, k1, α0, α1, 0, 1)’. Untuk menduga θ, diperlukan nilai ambang
batas y0 sehingga fungsi kemungkinan diatas dapat diformulasi.
Pendugaan parameter pada NAGARCH dilakukan dengan metode
kemungkinan maksimum dengan logaritma fungsi kemungkinan p(Y; )
didefinisikan sebagai berikut:


∑{

(

}

di mana  = (λ, ht)’ merupakan vektor dari parameter.
Logaritma fungsi kemungkinan tersebut dapat diperoleh apabila model
GARCH yang digunakan adalah model GARCH tipe Gaussian seperti dalam
persamaan berikut:
ht - 0.5ht + vt
Yt = ut +
apabila vt merupakan peubah acak yang independen dan identik dengan rataan nol
dan ragam 1 maka ragam bersyarat ht dapat dihitung sebagai berikut:





2

ht = k + a vt -1  c ht -1 + bht-1
4 Pemeriksaan model ragam
Setelah didapat model GARCH simetri, asimetri, atau non-linier dengan
penduga parameter yang nyata, selanjutnya pemeriksaan model dilakukan
dengan melakukan pemeriksaan pada galat baku. Pemeriksaan model yang
dilakukan adalah pemeriksaan kehomogenan galat baku dengan menggunakan
uji LM.
5 Dari model yang didapat dilakukan simulasi prediksi dengan langkah-langkah
sebagai berikut:
a Dilakukan prediksi sebanyak tiga belas periode (tiga belas bulan).
b Hitung nilai mean percentage absolute error (MAPE), mean absolute
deviation (MAD), dan mean square error (MSE) periode prediksi.
Perangkat lunak yang digunakan untuk menentukan model
ARCH/GARCH dan menguji kemungkinan adanya asimetri dalam perilaku
volatilitas luas panen padi nasional dalam penelitian ini adalah SAS 9.1.

11
Gambar 1 menunjukan proses dari metode analisis untuk mendapatkan
prediksi luas panen padi nasional.
Analisis data secara deskriptif
Pembangunan model rataan
Pemeriksaan model rataan

Model rataan
sudah sesuai ?

Ragam sudah
homogen ?

Pemeriksaan kesimetrikan
Pembangunan model ragam
Pemeriksaan model ragam

Model ragam
sudah sesuai ?

Melakukan prediksi
Gambar 1. Skema dari metode analisis

12

3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Deskripsi Data
Data bulanan luas panen padi nasional sebanyak 146 pengamatan. Gambar 2
merupakan plot antara luas panen padi nasional dengan waktu.
3000000

Luas Panen (Ha)

2500000
2000000
1500000
1000000
500000
Jan-00
Mei-00
Sep-00
Jan-01
Mei-01
Sep-01
Jan-02
Mei-02
Sep-02
Jan-03
Mei-03
Sep-03
Jan-04
Mei-04
Sep-04
Jan-05
Mei-05
Sep-05
Jan-06
Mei-06
Sep-06
Jan-07
Mei-07
Sep-07
Jan-08
Mei-08
Sep-08
Jan-09
Mei-09
Sep-09
Jan-10
Mei-10
Sep-10
Jan-11
Mei-11
Sep-11
Jan-12

0

Gambar 2. Plot data bulanan luas panen padi nasional
periode Januari 2000 hingga Februari 2012
Perkembangan luas panen bulanan padi periode Januari 2000 sampai dengan
Februari 2012 menunjukkan pola musiman yang cenderung meningkat. Periode
puncak panen sebagian besar terjadi pada bulan Maret, sedangkan periode panen
terendah sebagian besar terjadi pada bulan Desember. Luas panen padi tertinggi
sebesar 2.41 juta ha terjadi pada periode ke-111, yaitu pada Maret 2009.
Sedangkan luas panen padi terendah sebesar 0.33 juta ha terjadi pada periode ke12, yaitu pada Desember 2000.
Pembangunan Model Rataan
Hal pertama yang perlu diperhatikan adalah bahwa kebanyakan deret waktu
bersifat non-stasioner dan bahwa aspek-aspek AR dan MA dari model ARIMA
hanya berkenaan dengan deret waktu yang stasioner. Oleh karena itu, sebelum
menentukan model tentatif, perlu dilakukan pengujian kestasioneran terhadap
ragam dan nilai tengah. Dari pemeriksaan secara deskriptif (Gambar 2) terlihat
bahwa fluktuasi luas panen padi nasional periode 1 sampai 146 tidak konstan pada
suatu nilai tertentu dan cenderung menunjukkan pola musiman. Selain itu,
simpangan lokal data menunjukkan adanya keheterogenan. Hal ini menunjukkan
bahwa data belum stasioner terhadap nilai tengah sehingga data series harus
dilakukan pembedaan.
Hasil uji Augmented Dickey Fuller (ADF) pada Tabel 1 menunjukkan nilai
statistik uji ADF ( ) untuk lag 1 nyata pada α = 5% dengan Pr < Rho sebesar
0.0002 untuk zero mean dan 0.0001 untuk single mean dan trend. Maka Hipotesis
nol ditolak, yang artinya data sudah stasioner rataan untuk lag 1. Sedangkan nilai

13
statistik uji ADF ( ) untuk lag 12 tidak nyata pada α = 5% dengan Pr < Rho
sebesar 0.6936 untuk zero mean, 0.0991 untuk single mean dan 0.9999 untuk
trend. Maka Hipotesis nol diterima, yang artinya data belum stasioner rataan
untuk lag 12. Dengan demikian pembedaan yang perlu dilakukan adalah
pembedaan musiman untuk lag 12.
Tabel 1. Uji ADF data luas panen padi
Tipe
Lag
Rho
Pr < Rho
Zero Mean
1
-25.47
0.0002
12
0.05
0.6936
Single Mean
1
-261.72
0.0001
12
-11.01
0.0991
Trend
1
-264.52
0.0001
12
285.13
0.9999
Setelah dilakukan pembedaan musiman lag 12, data sudah tidak
menunjukkan pola musiman (Lampiran 1). Selanjutnya, Pemerikasaan
kestasioneran terhadap nilai tengah dilakukan dengan menggunakan plot ACF dan
PACF. Gambar 3 dan Gambar 4 menunjukkan bahwa data produksi padi nasional
telah stasioner terhadap nilai tengah.

Gambar 3. Plot ACF data luas panen padi nasional setelah
dilakukan pembedaan terhadap musiman

14

Gambar 4. Plot PACF data luas panen padi nasional setelah
dilakukan pembedaan terhadap musiman
Selanjutnya, dapat ditentukan model tentatif sebagai berikut: apabila ACF
dianggap cut off maka didapat model ARIMA (2,0,0)(1,1,0)12, apabila PACF
dianggap cut off maka didapat model ARIMA (0,0,2)(0,1,1)12, serta model
ARIMA (2,0,2)(1,1,1)12. Setelah berhasil menetapkan identifikasi model ARIMA
tentatif selanjutnya dilakukan pengukuran kebaikan model dan pendugaan
parameter model. Tabel 2 menunjukkan model ARIMA (2,0,2)(1,1,1)12 memiliki
nilai AIC terkecil yaitu sebesar 26.63, artinya memiliki ukuran kebaikan model
terbaik. Akan tetapi, koefisien AR(1) dan SAR(12) model ARIMA (2,0,2)(1,1,1)12
tidak nyata sehingga model ini tidak dapat digunakan. Disamping itu, koefisien
MA(2) model ARIMA (0,0,2)(0,1,1)12 tidak nyata sehingga model ini juga tidak
dapat digunakan. Sedangkan model ARIMA (2,0,0)(1,1,0)12 semua koefisiennya
nyata, maka selanjutnya dapat dilakukan pemeriksaan model untuk model tentatif
ini.
Tabel 2. Ringkasan hasil pendugaan parameter model-model ARIMA tentatif
AIC
No
Model ARIMA
Tipe
Koefisien
Nilai-p
1

(0,0,2)(0,1,1)12

26.68

2

(2,0,0)(1,1,0)12

26.89

3

(2,0,2)(1,1,1)12

26.63

MA(1)
MA(2)
SMA(12)
AR(1)
AR(2)
SAR(12)
AR(1)
AR(2)
SAR(12)
MA(1)
MA(2)
SMA(12)

0.5426
-0.1111
-0.8972
0.3942
-0.4912
-0.5568
-0.1460
-0.5016
0.0011
0.7610
0.4009
-0.9066

0.0000
0.2029
0.0000
0.0000
0.0000
0.0000
0.3929
0.0000
0.9900
0.0001
0.0093
0.0000

15
Langkah pertama pemeriksaan adalah mempelajari nilai sisaan untuk
melihat apakah masih terdapat beberapa pola yang belum diperhitungkan. Secara
deskriptif, Lampiran 2 menampilkan pola sisaan dari model tentatif ARIMA
(2,0,0)(1,1,0)12. Dari Lampiran 2 terlihat bahwa tidak terdapat pola pada sisaan
model tentatif ARIMA (2,0,0)(1,1,0)12. Selanjutnya, dilakukan uji modifikasi BoxPierce (Ljung-Box) untuk membuktikan bahwa model tentatif tersebut sudah
sesuai. Hasil uji Ljung-Box pada model tentatif ARIMA (2,0,0)(1,1,0)12 diringkas
pada Tabel 3 berikut:
Tabel 3. Hasil uji Ljung-Box model tentatif
Nilai-p
Model tentatif
Lag 12 Lag 24 Lag 36
ARIMA (2,0,0)(1,1,0)12

0.172

0.079

0.534

Lag 48
0.325

Berdasarkan hasil uji Ljung-Box pada Tabel 2, model tentatif ARIMA
(2,0,0)(1,1,0)12 mempunyai p-value > 0.05 pada lag 12 sampai 48, yang artinya
memiliki residual yang saling bebas sehingga model tentatif ini merupakan model
yang memadai.
Setelah didapatkan model tentatif yang memadai, selanjutnya dilakukan
overfitting. Model tentatif yang memadai yang telah didapatkan adalah ARIMA
(2,0,0)(1,1,0)12 maka overfittingnya adalah ARIMA (3,0,0)(1,1,0)12, ARIMA
(2,0,1)(1,1,0)12, ARIMA (2,0,0)(2,1,0)12, ARIMA (2,0,0)(1,1,1)12. Dari ringkasan
hasil pendugaan parameter untuk model-model ARIMA tersebut diketahui bahwa
pada model-model ARIMA tersebut ada koefisien yang tidak nyata sehingga
model-model tersebut tidak dapat digunakan (Lampiran 3). Dengan demikian
model ARIMA (2,0,0)(1,1,0)12 dapat ditetapkan sebagai model rataan yang
memadai. Model rataan dapat dituliskan dalam persamaan berikut:
(1-∅1�-∅2�2)(1-Φ12�12)(1-B12)1Yt = ut
Pembangunan Model Ragam
Model ragam dapat dibangun apabila terdapat ketidakhomogenan ragam
sisaan pada model rataan. Langkah sederhana untuk pemeriksaan ini adalah
melalui plot deret waktu data sisaan. Plot sisaan pada Gambar 5 menunjukkan
bahwa ragam sisaan tidak homogen, di mana terdapat periode dengan fluktuasi
sisaan yang tinggi dan periode dengan fluktuasi sisaan yang rendah.

16

Gambar 5. Plot sisaan data series luas panen padi nasional
Selanjutnya, pemeriksaan apakah terdapat proses ARCH pada sisaan dapat
dilakukan melalui uji lagrange multiplier (LM). Hasil uji keberadaan pengaruh
ARCH menggunakan uji LM pada Tabel 4 menunjukkan bahwa nilai p signifikan
pada α = 0.05 untuk ordo 1-12. Maka hipotesis nol (H0) ditolak, artinya ada
pengaruh ARCH/GARCH pada galat model rataan. Banyaknya ordo yang
signifikan menunjukkan banyaknya ordo ARCH yang diperlukan untuk
memodelkan fungsi ragam.
Tabel 4. Hasil uji LM hingga lag 12
ARIMA (2,0,0)(1,1,0)12
Lag
LM
Nilai p
1
72.95

Dokumen yang terkait

PENGGUNAAN MODEL GARCH (Generalized Autoregressive Conditional Heteroskedasticity) UNTUK MENGUJI EFISIENSI PASAR MODAL SYARIAH DI INDONESIA

1 29 67

APLIKASI MODEL GENERALIZED AUTOREGRESSIVE CONDITIONAL HETEROSCHEDASTICITY (GARCH) UNTUK MENENTUKAN VALUE AT RISK PADA ANALISIS RESIKO INVESTASI

0 4 62

ANALISIS TEKNIKAL DENGAN METODE AUTOREGRESSIVE INTEGRATED MOVING AVERAGE (ARIMA) DAN GENERALIZED AUTOREGRESSIVE CONDITIONAL HETEROSCEDASTIC (GARCH) DALAM MEMPREDIKSI HARGA SAHAM PERUSAHAAN. (STUDI PADA INTILAND DEVELOPMENT TBK).

0 2 17

PENERAPAN MODEL GENERALIZED AUTOREGRESSIVE CONDITIONAL HETEROSCEDASTIC (GARCH) DALAM MENENTUKAN TINGKAT INFLASI.

0 2 17

Pemodelan volatilitas dapat dilakukan ketika terjadi heteroskedastisitas. Model Autoregressive Conditional Heteroscedastic (ARCH) dan model Generalized Autoregressive Conditional Heteroscedasticity (GARCH) digunakan dalam generalisasi asumsi heteroskedast

0 0 10

PERBANDINGAN RESIKO INVESTASI BANK CENTRAL ASIA DAN BANK MANDIRI MENGGUNAKAN MODEL GENERALIZED AUTOREGRESSIVE CONDITIONAL HETEROSCEDASTICITY (GARCH)

0 0 9

Generalized Autoregressive Conditional Heterocedasticity

0 0 14

DETEKSI OUTLIER PADA MODEL EXPONENTIAL GENERALIZED AUTOREGRESSIVE CONDITIONAL HETEROSCEDASTIC DENGAN UJI RASIO LIKELIHOOD Repository - UNAIR REPOSITORY

0 0 62

Model Generalized Autoregressive Conditional Heteroscedastic (GARCH) - USD Repository

0 0 232

PERAMALAN INDEKS NILAI RETURN HARGA TUTUP DOW JONES INDUSTRIAL AVERAGE (DJIA) BERDASARKAN MODEL AUTOREGRESSIVE CONDITIONAL HETEROSCEDASTIC (ARCH)/GENERALIZED AUTOREGRESSIVE CONDITIONAL HETEROSCEDASTIC (GARCH) - Repository UNRAM

0 1 12