Analisis Fitokimia Simplisia Daun Jinten (Coleus ambinicus) pada Tempat Tumbuh yang Berbeda

ANALISIS FITOKIMIA SIMPLISIA DAUN JINTEN (Coleus
amboinicus Lour.) PADA TEMPAT TUMBUH YANG
BERBEDA

NURAINI ANNISA MUSLIM

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN
SUMBER INFORMASI SERTA PELIMPAHAN HAK CIPTA
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul Analisis Fitokimia
Simplisia Daun Jinten (Coleus amboinicus Lour.) pada Tempat Tumbuh yang
Berbeda adalah benar karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan
belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak
diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam
Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Dengan ini saya melimpahkan hak cipta dari karya tulis saya kepada Institut
Pertanian Bogor.
Bogor, April 2015

Nuraini Annisa Muslim
NIM E34100016

ABSTRAK
NURAINI ANNISA MUSLIM. Analisis Fitokimia Simplisia Daun Jinten (Coleus
amboinicus Lour.) pada Tempat Tumbuh yang Berbeda. Dibimbing oleh SISWOYO dan
IRMANIDA BATUBARA.
Coleus amboinicus Lour, yang dikenal dengan nama daun jinten adalah tanaman
obat yang memiliki banyak kegunaan antara lain meningkatkan produksi air susu ibu
(ASI), antiseptik dan afrodisiak. Tanaman ini diduga memiliki kadar bahan aktif yang
berbeda sesuai kondisi habitat hidupnya. Tujuan dari penelitian ini adalah
mengidentifikasi golongan senyawa fitokimia dan mengukur perbandingan kadar total
fenolik dan flavonoid, serta menganalisis faktor yang membedakannya melalui parameter
tanah dan suhu dari tempat tumbuh daun jinten yaitu dari Tegal dan Bogor. Kadar unsur
hara rata-rata pada tanah yang berasal dari Tegal lebih tinggi. Berdasarkan uji fitokimia,
seluruh simplisia daun mengandung golongan alkaloid, flavonoid, saponin, steroid dan

tanin. Kadar total kandungan fenolik simplisia daun jinten ekstrak etanol 96% dan air dari
Tegal sebesar 1.698 mg GAE/g simplisia dan 2.009 mg GAE/g simplisia dan dari Bogor
(2.040 mg GAE/g simplisia dan 1.340 mg GAE/g simplisia). Kadar total kandungan
flavonoid simplisia daun jinten dari Tegal sebesar 1.922 mg QE/g simplisia dan 2.987 mg
QE/g simplisia lebih besar jika dibandingkan dari Bogor (1.285 mg QE/g simplisia dan
0.925 mg QE/g simplisia). Perbedaan kadar kandungan unsur hara tanah serta iklim di
tempat tumbuh mempengaruhi perbedaan kandungan bioaktif simplisia daun jinten
(Coleus amboinicus Lour).
Kata kunci: daun jinten, fitokimia, unsur hara tanah.
ABSTRACT
NURAINI ANNISA MUSLIM. Analysis Phytochemical in Simplicia of Daun Jinten
(Coleus amboinicus Lour.) at Different Growing Place. Supervised by SISWOYO and
IRMANIDA BATUBARA.
Coleus amboinicus Lour, known as daun jinten in Indonesia, is widely used as
herbal medicinal plant for increase of breast milk production, antiseptic and afrodiciac.
This plant is expected to have different component appropriate with their habitat
condition. The purpose of the research was to identify phytochemical component and to
compare the levels of total phenolic and flavonoid compound of daun jinten, and to
analyze the factors that distinguish both total component in phytochemical from soil
component and temperature of growing place from daun jinten such as Tegal and Bogor.

The average soil organic element from Tegal was higher. Based on phytochemical
analysis, simplicia of daun jinten contained alkaloid, flavonoid, saponin, steroids, and
tannin. The total content of phenolic from Tegal was 1.698 mg GAE/g simplisia and
2.009 mg GAE/g simplicia and the total content of phenolic from Bogor (2.040 mg
GAE/g simplicia and 1.340 mg GAE/g simplicia). The total content of flavonoid from
Tegal was 1.922 mg QE/g simplicia and 2.987 mg QE/g simplicia higher than the total
content of flavonoid from Bogor (1.285 mg QE /g simplicia and 0.925 mg QE/g
simplicia). Differentiation in component of soil nutrient element and climate habitat
condition influenced with differentiation of levels in total phenolic and flavonoid
compound daun jinten (Coleus amboinicus Lour).
Keywords: daun jinten, phytochemical, soil nutrient element .

ANALISIS FITOKIMIA SIMPLISIA DAUN JINTEN (Coleus
amboinicus Lour.) PADA TEMPAT TUMBUH YANG
BERBEDA

NURAINI ANNISA MUSLIM

Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Kehutanan
pada
Departemen Konservasi Sumberdaya Hutan dan Ekowisata

DEPARTEMEN KONSERVASI SUMBERDAYA HUTAN DAN EKOWISATA
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2015

PRAKATA
Puji dan syukur ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul Analisis
Fitokimia Simplisia Daun Jinten (Coleus amboinicus Lour.) pada Tempat Tumbuh
yang Berbeda. Penulis mengucapkan terima kasih kepada :
Ir Siswoyo, MSi dan Dr Irmanida Batubara, MSi, selaku dosen
pembimbing yang telah memberikan ilmu, bimbingan, dan motivasi bagi penulis
selama skripsi. Dr Lailan Syaufina, MSc selaku dosen penguji, Ir Edhi Sandra,
MS selaku ketua sidang, dan Resti Meilani, SHut MSi selaku moderator seminar
hasil.

Bapak (Ir Dedi Suharyadi, MM), Mama (Rati Ratnaningrat, SPd),
Triyanuari Puspa Dewi, Nabila Almira, Nurina Rahmani, Ulima Alifani, Adillah
Hanifira, Aulia Haqina, Adhaeri Fatahillah atas segala doa, nasehat, dukungan,
dan kasih sayangnya.
Segenap laboran di Laboratorium Konservasi Tumbuhan Obat Fahutan IPB,
Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka IPB, dan Laboratorium Pelayanan Uji
Tanah Ilmu Tanah IPB atas kesabarannya dalam membantu penelitian. Segenap
staf Tata Usaha DKSHE yang senantiasa membantu dalam proses pengurusan
administrasi.
Teman-teman Nephentes Rafflessiana 47, KPF 47, Fahutan 47, Risalah dan
Waktu, BIRENA, Padi Kapas, Lingkar Inspirasi, Pelangi Inspirasi 49, GKA 50,
Wisma Pelangi, atas doa dan semangatnya selama ini. Penulis menyadari bahwa
skripsi ini jauh dari sempurna, namun penulis berharap skripsi ini dapat
bermanfaat bagi berbagai pihak.

Bogor, April 2015

Nuraini Annisa Muslim

DAFTAR ISI

DAFTAR TABEL

vii

DAFTAR GAMBAR

vii

DAFTAR LAMPIRAN

vii

PENDAHULUAN

1

Latar Belakang

1


Tujuan

1

Manfaat

2

METODE

2

Lokasi dan Waktu

2

Alat dan Bahan

2


Metode Pengambilan Data

2

HASIL DAN PEMBAHASAN

5

Tanaman Daun Jinten (Coleus amboinicus Lour)

5

Kadar Air Simplisia Daun Jinten

6

Komponen Fitokimia Simplisia Daun Jinten

6


Iklim

12

Analisis Tanah

12

Hubungan Senyawa Bioaktif dengan Unsur Hara Tanah dan Iklim

15

SIMPULAN DAN SARAN

15

Simpulan

15


Saran

16

DAFTAR PUSTAKA

16

LAMPIRAN

19

DAFTAR TABEL
1. Komponen fitokimia simplisia daun jinten
2. Perbandingan iklim dari kedua tempat
3. Kandungan unsur hara tanah tempat tumbuh daun jinten

7
12
13


DAFTAR GAMBAR
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Daun jinten
Kadar air simplisia daun jinten
Rendemen ekstrak daun jinten
Kadar total fenolik ekstrak daun jinten
Kadar total fenolik simplisia daun jinten
Kadar total flavonoid ekstrak daun jinten
Kadar total flavonoid simplisia daun jinten

5
6
8
9
9
10
11

DAFTAR LAMPIRAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Dokumentasi penelitian
Kadar air simplisia daun jinten
Rendemen ekstrak daun jinten
Kadar total fenolik ekstrak dan simplisia daun jinten
Kadar total flavonoid ekstrak dan simplisia daun jinten
Data iklim Kota Tegal dan Kota Bogor tahun 2014
Standar penilaian analisis tanah

19
21
21
22
23
26
28

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Penggunaan ramuan tradisional telah lama dikenal oleh nenek moyang
Bangsa Indonesia. Penggunaan obat tradisional semakin berkembang seiring
dengan perkembangan zaman. Hal ini dapat dilihat dari banyaknya masyarakat
Indonesia yang menggunakan obat tradisional untuk berbagai tujuan, seperti
pemeliharaan kecantikan, kesehatan maupun pengobatan. Salah satu jenis herba
yang berkhasiat untuk kesehatan dan pengobatan adalah daun jinten (Coleus
amboinicus Lour.). Salah satu khasiatnya yaitu untuk meningkatkan produksi air
susu. Jika dibandingkan dengan katuk, kandungan gizi dari daun jinten juga lebih
tinggi sehingga dari hasil penelitian Santosa (2001), memperlihatkan adanya
peningkatan produksi air susu ibu (ASI) sampai 47.4% pada ibu menyusui dan
pertambahan bobot tubuh bayi lebih besar setelah mengkonsumsi daun jinten.
Selain itu, daun jinten juga memiliki khasiat lain seperti afrodisiak dan antiseptik.
Menurut Heyne (1987), daun jinten juga bermanfaat sebagai penyembuh luka,
bahan jamu penurun panas, dan obat sariawan. Khasiat tanaman dapat diketahui
dari kandungan senyawa fitokimia yang dikandung pada seluruh atau bagian
tanaman tersebut.
Fitokimia merupakan senyawa bioaktif alami yang terkandung di dalam
tanaman. Senyawa ini umumnya merupakan hasil metabolit sekunder yang
berperan penting dalam bidang kesehatan yang berfungsi sebagai nutrisi dan serat
alami yang dapat mencegah penyakit maupun mengobati penyakit, seperti kanker,
stroke, katarak, infeksi, gangguan hati, dan penyakit tekanan darah tinggi
(Hamburger dan Hostettmaun 1991, Juniarti et al. 2009). Menurut Kardono
(2003) yang diacu dalam Ichsan (2011), perbedaan kandungan metabolit sekunder
pada tanaman yang sama seringkali terjadi karena beberapa faktor, yaitu jenis
pelarut yang digunakan saat ekstraksi, variasi genetik, umur tanaman, serta
lingkungan atau kondisi geografis tempat tanaman tersebut tumbuh. Faktor-faktor
lingkungan yang mempengaruhi metabolik sekunder pada tanaman antara lain
nutrisi, kondisi fisik seperti cahaya matahari, edafis, dan klimatis.
Potensi daun jinten sebagai alternatif kesehatan dan pengobatan cukup besar
jika dilihat dari khasiat yang dimiliki tanaman tersebut, namun baru beberapa
kandungan kimiawi telah diketahui berdasarkan hasil penelitian yang telah
dilakukan. Daun jinten memiliki kandungan minyak atsiri yang mengandung
isoprofil-o-kresol (Heyne 1987). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
kandungan senyawa bioaktif lain yang dikandung oleh daun jinten, serta
membandingkan dengan faktor klimatis dan edafis tempat tumbuh daun jinten,
sehingga pendayagunaan tanaman ini dapat dioptimalkan.
Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah mengidentifikasi golongan senyawa
fitokimia dan mengukur perbandingan kadar total fenolik dan flavonoid, serta
menganalisis faktor yang membedakannya melalui parameter tanah dan suhu dari
daun jinten dari Tegal, Jawa Tengah dan Bogor, Jawa Barat.

2
Manfaat
Manfaat dari penelitian ini adalah sebagai bahan informasi untuk penelitian
lebih lanjut untuk mengembangkan potensi keanekaragaman tanaman berkhasiat
obat khususnya tanaman daun jinten (Coleus amboinicus Lour).

METODE
Lokasi dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan September 2014 hingga Januari 2015.
Sampel diperoleh dari beberapa tempat dengan karakteristik yang berbeda yakni
BALITRO (Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat) Bogor dan dari Kota
Tegal. Proses preparasi sampel dilakukan di Laboratorium Konservasi Tanaman
Obat Departemen KSHE, ekstraksi dan analisis senyawa fitokimia dilakukan di
Laboratorium Pusat Studi Biofarmaka, Kampus Taman Kencana IPB, dan proses
analisis tanah di Laboratorium Pelayanan, Departemen Ilmu Tanah IPB.
Alat dan Bahan
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain oven, blender,
desikator, timbangan analitik, alat vorteks, alat refluks, waterbath, alat-alat gelas,
cawan, corong pisah, rotary evaporator, sonicator, dan spektrofotometer UV-VIS.
Bahan yang digunakan antara lain daun jinten, air, akuades, akuabides,
etanol 96 %, NH4OH, asam sulfat (H2SO4) 2 M, reagen dragendrof, reagen mayer,
reagen wagner, HCl, etanol, amil alkohol, FeCl3, dietil eter, CH3COOH anhidrat,
NaOH 10 %, serbuk Mg, Na2CO3 5%, reagen Folin-Ciocalteau 50%, standar
asam galat, standar kuersetin, AlCl3, kalium asetat, metanol, dan kertas saring.
Metode Pengambilan Data
Metode yang dilakukan untuk memperoleh data adalah :
1. Studi pustaka, mengumpulkan data awal dari literatur yang representatif dan
berhubungan dengan kajian penelitian sebagai dasar untuk penelitian.
2. Uji laboratorium, yang terdiri atas:
a. Pengeringan bahan uji
Bahan dikumpulkan, dicuci dengan air mengalir, dan ditiriskan. Bahan
kemudian dirajang dan dikeringkan dalam oven pada suhu 65°C selama 2 hari.
Daun jinten yang sudah kering digiling untuk dijadikan serbuk.
b. Penentuan kadar air
Penentuan kadar air simplisia daun jinten menggunakan metode SNI 012891-1992 yang termodifikasi.
a. Cawan porselen dikeringkan dalam oven 105°C selama 3 jam, kemudian
ditempatkan dalam desikator selama 1 jam. Setelah itu ditimbang.
b. Ke dalam cawan tersebut ditambahkan 2 – 2.5 gram sampel lalu timbang.
c. Cawan ditempatkan ke dalam oven 105°C selama 3 jam, setelah itu
disimpan dalam desikator selama 1 jam. Kemudian bobot cawan dan
sampel ditimbang.

3
Pengeringan dilakukan beberapa kali hingga bobot sampel konstan.
Analisis dilakukan 3 kali ulangan untuk masing-masing sampel.
% Bobot kering (BK) =
% Kadar air = 100% - % BK
a.
b.
c.

c.

Keterangan :
Bobot cawan kosong
Bobot cawan + sampel
Bobot setelah dikeringkan

Pembuatan ekstrak etanol 96 % daun jinten
Ekstraksi daun jinten menggunakan metode Depkes (2000) yang
dimodifikasi. Serbuk kering daun jinten diekstraksi dengan metode refluks.
Serbuk kering daun jinten sebanyak 10 gram diekstraksi dengan 100 ml
etanol 96% selama 2 jam pada suhu 70°C menggunakan alat refluks. Ekstrak
yang diperoleh kemudian disaring dengan kertas saring. Ekstraksi diulang 3
kali.

d. Pembuatan ekstrak air daun jinten
Ekstraksi daun jinten menggunakan metode Depkes (2000) yang
dimodifikasi. Serbuk kering daun jinten diekstraksi dengan metode refluks.
Serbuk kering daun jinten sebanyak 10 gram diekstraksi dengan 100 ml air
selama 2 jam pada suhu 100°C menggunakan alat refluks. Ekstrak yang
diperoleh kemudian disaring dengan kertas saring. Ekstraksi diulang 3 kali.
e. Analisis fitokimia
Uji alkaloid
Sebanyak 3 gram sampel daun jinten dicampur dengan 3 tetes NH3
kemudian ditambah 5 ml CHCl3. Larutan kemudian disaring dan filtrat
ditambahkan H2SO4 2M sebanyak 5 tetes. Lapisan kemudian terpisah, lapisan
atas adalah lapisan asam. Lapisan kemudian dibagi menjadi 3 bagian masingmasing ditambahkan reagen berbeda, yakni dragendrof, mayer, dan wagner
sebanyak 1 tetes. Jika positif mengandung alkaloid, maka akan terdapat
perubahan warna pada sampel. Jingga untuk uji dragendrof, putih untuk uji
mayer, dan coklat untuk uji wagner.
Uji fenolik
Sampel sebanyak 5 gram ditambah akuades sebanyak 10 ml dipanaskan
dalam waktu 5 menit. Larutan disaring kemudian filtrat dibagi menjadi 3
bagian.
a. Uji flavonoid
Filtrat ditambahkan serbuk Mg, HCl dan etanol dengan perbandingan 1:1,
serta amil alkohol. Selanjutnya dikocok kuat. Sampel positif mengandung
flavonoid jika berubah menjadi warna jingga.

4
b. Uji tanin
Filtrat ditambahkan 3 tetes FeCl3 10 %, kemudian dikocok. Sampel positif
mengandung tanin jika berubah menjadi warna hitam kehijauan.
c. Uji saponin
Filtrat dikocok kuat, jika terdapat buih stabil maka sampel positif
mengandung saponin.
Uji steroid/ triterpenoid
Sampel sebanyak 1 gram ditambahkan etanol kemudian dipanaskan hingga
mendidih. Sampel disaring, kemudian filtrat dipanaskan hingga mengering.
Ditambahkan 1 ml dietil eter, dan homogenisasikan dengan ditambah 1 tetes
H2SO4 pekat dan 1 tetes CH3COOH anhidrat dalam campuran. Uji positif steroid
ditunjukkan dengan perubahan warna hijau atau biru pada sampel, namun jika
positif triterpenoid, terjadi perubahan warna merah atau ungu pada sampel.
Uji hidrokuinon
Sampel sebanyak 1 gram dicampur dengan metanol, kemudian dipanaskan
hingga mendidih. Setelah itu campuran disaring, kemudian filtrat ditambahkan 3
tetes NaOH 10%. Jika positif mengandung hidrokuinon, maka akan terjadi
perubahan warna merah pada sampel.
f.

Penentuan kadar total

Penentuan kadar total fenolik
Kadar total fenolik ditentukan dengan metode Javanmardi et al. (2003)
dengan Folin-Ciocalteau sebagai reagennya. Sebanyak 10 mg ekstrak daun jinten
dengan konsentrasi 5 mg/L, ditambah 5 ml akuabides, 0.5ml reagen FolinCiocalteau 50%, dan 1 ml Na2CO3 5% dicampurkan dan diinkubasi selama 60
menit di ruang gelap. Absorban larutan diukur menggunakan spektofotometer
pada panjang gelombang 725 nm. Total fenolik ekstrak daun jinten diekspreksikan
sebagai miligram (mg) asam galat ekuivalen per gram bobot ekstrak kering (mg
GAE/g ekstrak daun jinten). Sebagai standar digunakan asam galat pada berbagai
konsentrasi (0, 20 , 40, 60, 80, 100 mg/L)
Penentuan kadar total flavonoid
Metode Chang et al. (2002) digunakan untuk penentuan kadar flavonoid.
Sebanyak 10 mg ekstrak daun jinten dengan konsentrasi 5 mg/L, ditambahkan 1.5
ml metanol, setelah itu dimasukkan 0.1 AlCl3 10%, kemudian kalium asetat 1 M,
dan terakhir tambahkan akuades 2.8 ml. Selanjutnya dilakukan inkubasi selama 30
menit, campuran diukur pada panjang gelombang 415 nm. Total flavonoid ekstrak
daun jinten diekspresikan sebagai miligram kuersetin per gram bobot ekstrak
kering (mg QE/ g ekstrak daun jinten). Sebagai standar digunakan kuersetin pada
berbagai konsentrasi (0, 50, 100, 150, 200, 250, 300 mg/L).
g.

Analisis tanah
Parameter yang dianalisis adalah derajat keasaman (pH), N-total, fosforus,
kalsium, magnesium, kalium, ferrum, dan Kapasitas Tukar Kation (KTK).
Beberapa dokumentasi dari metode penelitian dapat dilihat pada Lampiran 1.

5

HASIL DAN PEMBAHASAN
Tanaman Daun Jinten (Coleus amboinicus Lour)
Sistematika tanaman
Divisi
: Spermatophyta
Sub divisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledonnae
Ordo
: Solanales
Famili
: Lamiaceae
Genus
: Coleus
Spesies
: Coleus amboinicus Lour.
Nama umum
: Daun jinten
Nama daerah
: Bangun-bangun (Batak), Sukan (Melayu)
Ajiran (Sunda), Daun Jinten (Jawa Tengah), Daun
Kambing (Madura), Iwak (Bali), Kunu ztu (Nusa
Tenggara)
Deskripsi tanaman
Coleus amboinicus Lour, merupakan tanaman berupa herba, tegak menyebar,
batangnya lunak, bercabang-cabang, kasar berambut, dan memiliki aroma yang
khas (Gambar 1). Daun jinten memiliki daun yang tebal berbentuk bulat telur,
berambut, tepi bergerigi (Curter 1985) diacu dalam (Simanjuntak 1992) dan
berwarna hijau. Daun jinten dibudidayakan dengan cara stek. Tanaman ini tumbuh
liar di daerah pegunungan, atau dengan ketinggian tempat 1100 m dpl (Curter
1985, Heyne 1987).

Gambar 1 Daun jinten

6
Kadar Air Simplisia Daun Jinten
Kadar air simplisia daun jinten diperoleh melalui cara pengeringan. Sebelum
digunakan, daun jinten dikeringkan menjadi simplisia. Pengeringan dilakukan
menggunakan oven pada suhu 65°C selama 2 hari. Hasil pengeringan harus
dipastikan dalam keadaan benar-benar kering. Kadar air yang diperoleh sebesar
5.22 ± 0.23% untuk sampel A yang merupakan simplisia daun jinten dari Kota
Tegal dan 6.29 ± 0.11% untuk sampel B yang merupakan simplisia daun jinten
dari Kota Bogor (Gambar 2). Perhitungan kadar air dapat dilihat pada Lampiran
2.
7,00%
6,00%
5,00%

6.29 ± 0.11
5.22 ± 0.23

4,00%
Persentase (%)

Kadar Air

3,00%
2,00%
1,00%
0,00%
Sampel A

Sampel B

Gambar 2 Kadar air simplisia daun jinten
Pengeringan simplisia bertujuan untuk menurunkan kadar air agar
diperoleh masa simpan yang lebih panjang, sehingga kerusakan sampel dapat
dihindari karena kecilnya kemungkinan serangan mikroba seperti kapang dan
bakteri. Pengeringan yang tepat akan memperoleh mutu simplisia yang tahan lama
dalam proses penyimpanan serta tidak mengubah kandungan bioaktif yang
terdapat di dalam simplisia (Manoi 2006), karena pada saat pengeringan aktivitas
enzim yang dapat menguraikan kandungan zat aktif juga terhenti (Gunawan dan
Mulyani 2010). Pengeringan dipengaruhi berbagai faktor seperti suhu dan waktu
pengeringan, kelembaban dan sirkulasi udara serta ketebalan bahan dan luas
permukaan bahan (Gunawan dan Mulyani 2010).
Kadar air yang diperoleh sesuai dengan standar yang diberikan oleh
Farmakope Herbal Indonesia yaitu lebih kecil dari 10% (Depkes 2008). Kadar air
dengan nilai kurang dari 10% menunjukkan bahwa serbuk daun jinten kering
dapat disimpan dalam jangka waktu yang lama serta terjaga dari serangan mikroba
maupun perubahan kandungan bioaktifnya.
Komponen Fitokimia Simplisia Daun Jinten
Senyawa fitokimia merupakan senyawa bioaktif alami yang terdapat pada
tanaman yang dapat berperan sebagai nutrisi dan serat alami yang dapat mencegah

7
penyakit (Harborne 1987). Beberapa penelitian menunjukkan bahwa fitokimia
terdapat pada nutrisi yang terkandung dalam buah-buahan, sayuran dan kacangkacangan. Komponen bioaktif tersebut dapat menghambat proses penuaan dini
dan menurunkan resiko terhadap berbagai penyakit, seperti kanker, penyakit pada
hati, stroke, tekanan darah tinggi, katarak, osteoporosis dan infeksi saluran
pencernaan (Hamburger dan Hastettmaun 1991).
Senyawa-senyawa fitokimia yang umum terdapat pada tanaman, yaitu
golongan alkaloid, flavoniod, kuinon, tanin dan polifenol, saponin, steroid dan
triterpenoid (Harborne 1987). Senyawa fitokimia berperan dalam menjaga
kesehatan. Senyawa-senyawa tersebut saling melengkapi dalam mekanisme kerja
yang terjadi dalam tubuh, termasuk di dalamnya adalah antioksidan, detoksifikasi
oleh enzim, stimulasi dari sistem imun, metabolisme hormon dan anti bakteri serta
antivirus (Hamburger dan Hastettmaun 1991).
Analisis fitokimia pada simplisia daun jinten ditunjukkan dengan perubahan
reaksi pada sampel. Hasil uji fitokimia menunjukkan bahwa kedua simplisia daun
jinten mengandung senyawa fitokimia yakni alkaloid, flavonoid, tanin, saponin
dan steroid (Tabel 1).
Tabel 1 Komponen fitokimia simplisia daun jinten
Jenis
Senyawa
bioaktif
Alkaloid

Hasil
A
+

B
+

Flavonoid

+

+

Tanin

+

+

Saponin

+

+

Triterpenoid

-

-

Steroid

+

+

Hidrokuinon

-

Tida
Tidak terdapat perubahan pada hasil
pengujian

Keterangan

Keterangan

Terjadi perubahan warna menjadi jingga (uji
dragendrof)
Terjadi perubahan warna menjadi putih (uji
mayer)
Terjadi perubahan warna menjadi coklat (uji
wagner)
Terjadi perubahan warna menjadi jingga
Terjadi perubahan warna menjadi hitam
kehijauan
Terbentuk busa/buih
Tidak terdapat perubahan pada hasil
pengujian
Terjadi perubahan warna menjadi hijau

(+) : Terdeteksi adanya senyawa bioaktif
(-) : Tidak terdeteksi adanya senyawa bioaktif

Analisis fitokimia bertujuan untuk mengetahui senyawa metabolit sekunder
yang terkandung di dalam simplisia daun jinten. Analisis fitokimia yang dilakukan
tergolong kualitatif karena hanya dapat mengidentifikasi senyawa aktif yang terdapat
di dalam simplisia daun jinten tanpa mengetahui kadar senyawa aktif tersebut.
Analisis yang dilakukan meliputi uji alkaloid, flavonoid, tanin, saponin, steroid,

8
triterpenoid, dan hidrokuinon. Hasil pengujian menunjukkan bahwa ekstrak daun
jinten dari kedua tempat yang berbeda mengandung senyawa fitokimia yang sama
yakni alkaloid, flavonoid, tanin, saponin dan steroid.
Hasil yang didapatkan berdasarkan pembentukan warna yang terjadi akibat
pereaksi yang digunakan. Senyawa alkaloid diuji dengan menggunakan tiga pereaksi,
yaitu Dragendrof (positif endapan jingga), Mayer (positif endapan putih), dan
Wagner (positif endapan coklat). Senyawa flavonoid positif ditunjukkan dengan
warna jingga, warna hitam untuk tanin, warna hijau untuk steroid, dan ada buih stabil
untuk saponin.
Rendemen ekstrak daun jinten
Ekstraksi daun jinten dilakukan dengan metode refluks yang menggunakan
perbedaan suhu. Ekstrak etanol 96% dilakukan pada suhu 70°C dan 100°C untuk
ekstrak air. Hasilnya bahwa ekstrak etanol air memiliki rendemen lebih besar
daripada ekstrak etanol. Rendemen ekstrak dari Kota Bogor (sampel B) diketahui
sebesar 8.553% dan 8.805%, lebih besar dibanding rendemen ekstrak dari Kota
Tegal yang hanya sebesar 7.036% dan 7.539% (Gambar 3). Perhitungan rendemen
dapat dilihat pada Lampiran 3.
10
8

Rendemen (%)

8.5538.805
7.539
7.036

6

Ekstrak
etanol

4

Ekstrak air

2
0
Sampel A

Sampel B

Gambar 3 Rendemen ekstrak daun jinten
Prinsip metode refluks menggunakan panas, metode ini mempunyai kelebihan
yaitu komponen terekstraksi secara sempurna, hemat, dan waktu yang dibutuhkan
lebih cepat karena panas. Proses ekstrasi ini menghasilkan rendemen yang berbeda.
Perbedaan hasil rendemen ini kemungkinan karena penggunaan pelarut yang berbeda.
Kepolaran pelarut akan menentukan komponen bioaktif dan metabolit sekunder yang
terkandung dalam daun jinten. Sesuai prinsip like dissolves like, zat akan terlarut dan
terekstraksi secara sempurna sesuai dengan tingkat kepolaran yang sama (Fahrizal
2014)
Kadar total fenolik ekstrak dan simplisia daun jinten
Hasil pengukuran kandungan fenolik pada ekstrak daun jinten menunjukkan
perbedaan di antara kedua tempat. Kandungan fenolik daun jinten ekstrak etanol
96% yang berasal dari Kota Tegal (Sampel A) sebesar 24.144 mg GAE/g lebih tinggi
dibandingkan kandungan fenolik daun jinten ekstrak etanol 96% dari Kota Bogor

9
(Sampel B) yaitu sebesar 23.855 mg GAE/g. Selain itu, kandungan fenolik pada
ekstrak air dari Kota Tegal juga lebih tinggi dibandingkan kandungan fenolik ekstrak
air dari Kota Bogor yaitu sebesar 26.648 mg GAE/g dan 15.225 mg GAE/g (Gambar
4).
30

26.648
24.144

25

Ekstrak Etanol

23.855

Ekstrak Air

20

Total Fenolik
(mg GAE/g 15
ekstrak)
10

15.225

5
0
Sampel A

Sampel B

Gambar 4 Kadar total fenolik ekstrak daun jinten
Kandungan fenolik simplisia daun jinten yang diekstraksi etanol 96% yang
berasal dari Kota Tegal (Sampel A) sebesar 1.698 mg GAE/ g simplisia lebih rendah
dibandingkan kandungan fenolik simplisia daun jinten ekstrak etanol 96% dari Kota
Bogor (Sampel B) yaitu sebesar 2.040 mg GAE/ g simplisia (Gambar 5), namun
kandungan fenolik pada simplisia daun jinten dengan ekstrak air dari Kota Tegal
lebih tinggi dibandingkan kandungan fenolik simplisia daun jinten dengan ekstrak air
dari Kota Bogor yaitu sebesar 2.009 mg GAE/ g simplisia dan 1.340 mg GAE/ g
simplisia. Perhitungan kadar total fenolik dapat dilihat pada Lampiran 4

3
2.009
2

2.040

1.698
1.340

Total Fenolik 2
(mg GAE /g
simplisia) 1

Ekstrak Etanol
Ekstrak Air

1
0
Sampel A

Sampel B

Gambar 5 Kadar total fenolik simplisia daun jinten
Ditinjau dari jenis pelarut, terdapat perbedaan dari hasil penelitian (Suhermanto
2013), yang menyatakan bahwa kandungan total fenolik ekstrak etanol lebih tinggi
dibandingkan ekstrak air, sementara hasil penelitian ini menunjukkan total fenolik

10
ekstrak air pada daun jinten dari Kota Tegal lebih tinggi dibandingkan total fenolik
ekstrak etanol. Sebaliknya, kadar total fenolik ekstrak etanol dari Kota Bogor lebih
tinggi dibandingkan dengan ekstrak air. Fenolik pada sampel Kota Bogor lebih
banyak larut dan terekstraksi dalam etanol. Perbedaan kadar fenolik ini dipengaruhi
oleh faktor biotik dan abiotik yang akan menentukan proporsi kandungan senyawa
kimia dalam tanaman. Kandungan fenolik tertinggi dipengaruhi oleh tingkat
kepolaran dari jenis pelarut yang digunakan. Senyawa fenolik lebih larut dalam
pelarut yang bersifat polar dan semi polar. Menurut penelitian Murnah (2011), etanol
dan air merupakan pelarut yang memiliki gugus hidroksil, namun etanol memiliki
gugus hidroksil yang dapat berikatan dengan ikatan hidrogen intramolekuler pada
gugus hidroksil senyawa fenolik, sehingga kelarutan senyawa fenolik lebih tinggi
pada ekstrak etanol.
Kandungan senyawa metabolit sekunder dipengaruhi oleh kondisi lingkungan
tempat tanaman daun jinten tumbuh. Satu jenis tanaman yang sama bila ditanam di
tempat yang berlainan akan memiliki kandungan metabolit sekunder yang berbeda
(Yenni 2012 yang diacu dalam Dewi 2014). Kedua sampel daun jinten yang
didapatkan merupakan daun jinten yang ditanam. Sampel yang berasal dari Kota
Tegal, tidak mendapat perawatan sehingga kondisi juga memungkinkan terjadinya
perbedaan kadar fenolik dari keduanya. Selain itu, kemungkinan faktor ketinggian
tempat tumbuh juga mempengaruhi kadar kandungan senyawa fenolik ini.
Fenolik merupakan metabolit sekunder yang tersebar dalam tanaman. Senyawa
fenolik dalam tanaman dapat berupa fenol sederhana, antrakuinon, asam fenolat,
kumarin, flavonoid, lignin dan tanin (Harborne 1996). Senyawa fenolik telah
diketahui memiliki berbagai efek biologis seperti aktivitas antioksidan melalui
mekanisme sebagai pereduksi, penangkap radikal bebas, pengkhelat logam, peredam
terbentuknya oksigen singlet serta pendonor elektron (Karadeniz et al. 2005).
Kadar total flavonoid ekstrak dan simplisia daun jinten
Hasil pengukuran kandungan flavonoid pada ekstrak daun jinten menunjukkan
perbedaan di antara kedua tempat. Kandungan flavonoid daun jinten ekstrak etanol
96% yang berasal dari Kota Tegal (Sampel A) sebesar 27.319 mg QE/g lebih tinggi
dibandingkan kandungan flavonoid daun jinten ekstrak etanol 96% dari Kota Bogor
(Sampel B) yaitu sebesar 15.033 mg QE/g (Gambar 6).
45

39.631

40
35
Total
Flavonoid
(mg QE/g
ekstrak)

30

27.319

25

Ekstrak Etanol

20

15.033
10.514

15

Ekstrak Air

10
5
0
Sampel A

Sampel B

Gambar 6 Kadar total flavonoid ekstrak daun jinten

11
Selain itu, kandungan flavonoid pada ekstrak air dari Kota Tegal juga lebih tinggi
dibandingkan kandungan flavonoid ekstrak air dari Kota Bogor yaitu sebesar 39.631
mg QE/g dan 10.514 mg QE/g.
Kandungan flavonoid simplisia daun jinten dengan ekstrak etanol 96% yang
berasal dari Kota Tegal (Sampel A) sebesar 1.922 mg QE/g simplisia lebih tinggi
dibandingkan kandungan flavonoid simplisia daun jinten ekstrak etanol 96% dari
Kota Bogor (Sampel B) yaitu sebesar 1.285 mg QE/g simplisia (Gambar 7). Selain
itu, kandungan flavonoid pada simplisia daun jinten dengan ekstrak air dari Kota
Tegal juga lebih tinggi dibandingkan kandungan flavonoid simplisia daun jinten
dengan ekstrak air dari Kota Bogor yaitu sebesar 2.987 mg QE/g simplisia dan 0.925
mg QE/g simplisia. Perhitungan kadar total flavonoid dapat dilihat pada Lampiran 5.
3,5
2.987
3
2,5
Total
2
Flavonoid mg
QE/ g simplisia 1,5

1.922
Ekstrak Etanol
1.285
0.925

1

Ekstrak Air

0,5
0
Sampel A

Sampel B

Gambar 7 Kadar total flavonoid simplisia daun jinten
Sama halnya dengan kadar fenolik total, hasil penelitian ekstrak air lebih tinggi
kadar flavonoidnya dibanding ekstrak etanol dari Kota Tegal, sedangkan terjadi
sebaliknya pada ekstrak daun jinten dari Kota Bogor. Perbedaan kadar flavonoid ini
dipengaruhi oleh faktor biotik dan abiotik yang akan menentukan proporsi
kandungan senyawa kimia dalam tanaman. Kandungan senyawa metabolit sekunder
dipengaruhi oleh kondisi lingkungan tempat tanaman daun jinten tumbuh. Selain
faktor lingkungan, kadar ditentukan oleh jenis pelarut saat proses ekstraksi. Senyawa
flavonoid menyukai pelarut dengan kepolaran sedang seperti etanol, dibandingkan
dengan air yang memiliki kepolaran lebih tinggi sehingga menyebabkan kadar
flavonoid dalam ekstrak etanol lebih tinggi dibandingkan dengan kadar flavonoid
dalam ekstrak air.
Flavonoid merupakan bagian dari senyawa fenolik yang banyak ditemukan di
alam. Menurut Worotikan (2011), flavonoid adalah senyawa yang terdiri dari 15
atom karbon yang umumnya tersebar di dunia tanaman, dan memiliki beragam
fungsi. Flavonoid hampir terdapat pada semua bagian tanaman termasuk buah, akar,
daun, dan kulit batang. Flavonoid bermanfaat untuk melindungi struktur sel,
meningkatkan efektivitas vitamin C, antiinflamasi, antibiotik, dan mencegah keropos
tulang (Haris 2011).

12
Iklim
Faktor yang berpengaruh terhadap kandungan kimia suatu tanaman, antara lain
tempat tumbuh, iklim, pemupukan, waktu panen, pengolahan pasca panen dan
lain-lain. Sehingga bahan tanaman sebagai bahan baku simplisia yang berasal dari
daerah tertentu memiliki keunggulan tertentu pula (Sembiring 2007). Berdasarkan
teori kekerabatan sesama tanaman, Venkataraman (1976) mengemukakan bahwa
spesies tanaman yang termasuk dalam genus yang sama dari suatu famili tanaman
tertentu akan mengandung senyawa-senyawa kimia yang sama atau senyawa
kimia dengan kerangka struktur yang sama, hanya saja intensitasnya bisa berbeda
tergantung dari ekosistem dan tantangan alam yang dihadapi oleh spesies tersebut.

Lokasi
Bogor
Tegal

Tabel 2 Perbandingan iklim dari kedua tempat
Curah Hujan
Temperatur
Kelembaban Udara
Rata-rata(mm)
Rata-rata(°C)
Rata-rata(%)
348
25.9
82.8
134
27.8
78.0

Pada Tabel 2, memperlihatkan adanya perbedaan unsur iklim dari Kota Bogor
dan Kota Tegal. Kota Bogor mempunyai rata-rata ketinggian tempat 207 m dpl.
Kondisi iklim di Kota Bogor suhu rata-rata tiap bulan 25.9οC dengan suhu
terendah 24.6οC dengan suhu tertinggi 26.8οC. Kelembaban udara rata-rata 82.8%,
curah hujan rata-rata setiap bulan sekitar 348 mm dengan curah hujan terbesar
pada bulan Januari dan November (BMKG Darmaga 2014). Kota Tegal
mempunyai rata-rata ketinggian tempat minimum 3 m dari permukaan laut.
Kondisi iklim di Kota Tegal suhu rata-rata tiap bulan 27.8οC dengan suhu
terendah 26.6 οC dan tertinggi 28.7 οC. Kelembaban udara rata-rata 78%. Curah
hujan rata-rata setiap bulan sekitar 134 mm, dengan curah hujan tertinggi sebesar
439.8 mm pada bulan Januari. (BMKG Tegal 2014). Data secara lengkap dapat
dilihat pada Lampiran 6. Dilihat dari temperatur tempat tumbuh, Kota Bogor ratarata memiliki suhu lebih rendah dibandingkan dengan suhu rata-rata Kota Tegal.
Curah hujan dan kelembaban udara Kota Bogor juga lebih besar dibandingkan
dengan Kota Tegal. Hal ini juga diakibatkan karena adanya perbedaan elevasi atau
ketinggian tempat. Kota Bogor merupakan wilayah dataran rendah yang memiliki
ketinggian tempat lebih tinggi dibandingkan Kota Tegal yang merupakan wilayah
pantai.
Analisis Tanah

Kesuburan tanah dapat mempengaruhi kadar bioaktif yang dikandung oleh
suatu tanaman. Kesuburan dinilai berdasarkan tinggi rendahnya kadar mineral,
dan mudah sukarnya mineral diserap oleh tanaman. Berdasarkan analisis uji
kuantitatif kandungan unsur hara tanah di habitat lokasi daun jinten tumbuh,
kandungan unsur hara tanah yang berada di Kota Tegal dan Kota Bogor berbeda.
Secara keseluruhan kandungan unsur hara tanah yang berasal dari Kota Tegal
lebih tinggi dibandingkan dengan kandungan unsur hara yang berasal dari Kota

13
Bogor. Data kandungan unsur hara tanah dapat dilihat di Tabel 3. Penetapan
kriteria dapat dilihat pada Lampiran 7.
Tabel 3 Perbedaan kadar unsur hara tanah tempat tumbuh daun jinten
Sampel
Kadar Kimia Tanah
Kondisi
Parameter Satuan
A
kriteria
B
kriteria
agak
pH 1:1
H2O
6.00
4.90
masam
masam
sangat
KCl
5.00
masam
4.10
masam
NKjeldhal
(%)
0.24
sedang
0.22
sedang
Total
sangat
sangat
HCl 25%
P
(ppm)
894.07
369.64
tinggi
tinggi
N NH4OAc
sangat
Ca
(me/100g) 29.38
5.37
sedang
pH 7.0
tinggi
Mg
(me/100g) 2.84
tinggi
1.89
sedang
sangat
K
(me/100g) 2.40
0.67
sedang
tinggi
sangat
KTK (me/100g) 17.03
sedang
3.61
rendah
sangat
0.05 N HCl
Fe
(ppm)
0.88
5.01
sedang
rendah
Tersedianya unsur hara bagi tanaman, meningkatnya aktivitas
mikroorganisme dan reaksi kimia di dalam tanah sangat dipengaruhi oleh reaksi
tanah yang secara tidak langsung berpengaruh terhadap pertanaman tanaman.
Reaksi tanah adalah sifat keasaman dan kebasaan dari tanah atau yang dikenal
dengan pH. Hasil pengujian menunjukkan bahwa kadar pH antara sampel A dan
B berbeda. Kadar keasaman tanah daun jinten yang berasal dari Bogor jauh lebih
tinggi dibandingkan daun jinten dari kota Tegal yakni 4.9:6. Hal ini yang
memungkinkan terjadinya perbedaan kondisi fisik daun jinten maupun kandungan
bioaktif yang terkandung pada masing-masing sampel. pH mempunyai peranan
yang penting terhadap ketersediaan unsur-unsur hara baik hara makro maupun
mikro, peningkatan kelarutan ion Al dan Fe dan peningkatan aktivitas jasad renik
yang juga berpengaruh terhadap kesuburan tanah. Jika nilai pH meningkat, maka
akan terjadi penurunan pada nilai Kapasitas Tukar Kation (KTK), rendahnya
jumlah kandungan C-Organik, dan seiring dengan itu juga akan menyebabkan
penurunan terhadap jumlah nitrogen total, jumlah kalsium, kalium dan
magnesium, sedangkan untuk ketersediaan tanah terhadap jumlah fosforus (PBray) jika pH tanah meningkat maka ketersediaannya pun meningkat (Utami
2009).
Tinggi rendahnya nilai KTK sangat mempengaruhi kemampuan tanah
untuk menyerap unsur-unsur hara dan mineral tanah. Tanah dengan nilai KTK
tinggi mampu menjerap dan menyediakan unsur hara lebih baik daripada tanah
dengan KTK rendah. Tanah-tanah dengan kandungan bahan organik atau dengan
kadar liat tinggi mempunyai KTK lebih tinggi daripada tanah-tanah dengan
kandungan bahan organik rendah atau tanah-tanah berpasir (Hardjowigeno 2007).

14
Unsur kimia tanah yang dibutuhkan dalam jumlah besar adalah unsur hara
makro, sedangkan jika unsur kimia tanah yang dibutuhkan dalam jumlah sedikit
adalah unsur hara mikro. Adapun unsur kimia tanah yang menimbulkan gejala
defisiensi adalah nitrogen, fosforus, dan kalium (Aristyanti 2014). Kandungan
nitrogen pada tanah yang berasal dari Kota Tegal lebih tinggi dibandingkan
dengan tanah dari Kota Bogor. Nitrogen berperan penting dalam merangsang
pertanaman vegetatif dari suatu tanaman, membuat daun tanaman berwarna hijau
gelap, dan penyusun plasma sel yang berperan dalam pembentukan protein.
Defisiensi nitrogen menunjukkan gejala tanaman kerdil, pertanaman akar terbatas,
daun berwarna kuning pucat. Kelebihan nitrogen akan memperlambat kematangan
tanaman, mudah roboh dan rentan hama penyakit.
Kadar fosforus yang dikandung tanah berasal dari Kota Tegal juga lebih
tinggi dibandingkan kadar fosforus dari Kota Bogor. Defisiensi fosforus dapat
menimbulkan penimbunan gula dalam bentuk pigmentasi antosianin pada bagian
dasar batang dan daun, pertanaman terhambat karena pembelahan sel terganggu,
daun menjadi ungu atau coklat. Penyerapan fosforus oleh tanah juga dipermudah
pada derajat keasaman 6-7 (Hardjowigeno 2007).
Kalium yang terkandung dalam tanah dari Kota Tegal memiliki kadar
lebih tinggi dibanding Kota Bogor. Kalium berfungsi sebagai aktivator enzim
dalam proses fotosintesis dan respirasi, translokasi karbohidrat, sintesis protein
dan pati. Kalium juga berperan dalam proses buka tutup stomata karena fungsinya
dalam pengaturan potensi osmotik sel-sel, namun peran kalium sebagai penyusun
komponen tanaman cukup kecil sehingga umumnya kalium tetap dalam bentuk
ion. Defisisensi kalium dapat menyebabkan klorosis, dan jaringan daun terlihat
seperti hangus karena jaringan telah mati (Hanafiah 2005). Kalium dapat
mempercepat penebalan dinding sel dan ketegaran bunga, buah, dan cabang, hal
ini karena kalium sebagai aktivator enzim yang terlibat dalam translokasi
karbohidrat.
Kadar magnesium yang terkandung pada tanah kota Tegal juga lebih
tinggi dibanding tanah Kota Bogor. Magnesium berfungsi untuk menyehatkan
klorofil, membantu peredaran fosforus dan mengatur peredaran karbohidrat dalam
tubuh tanaman. Defisiensi magnesium dapat mengakibatkan klorosis, menguning,
penuaan dini dan nekrotik, hal ini jika dibandingkan pada kondisi fisik tanaman
dengan kadar kandungan magnesium berbanding lurus. Penampakan fisik daun
jinten dari Kota Tegal lebih hijau dibandingkan daun jinten dari Kota Bogor.
Kalsium bagi tanaman berperan dalam mengatur kemasaman tanah dan
tanaman, berperan dalam pertanaman akar dan daun, serta penetralisir akumulasi
racun pada tanaman. Kalsium juga dapat mengaktifkan enzim yang berfungsi
dalam proses mitosis, divisi, dan elongasi sel, serta berperan dalam pembentukan
kromosom. Defisiensi kalsium dapat mengakibatkan mati pada pucuk atau titik
tumbuh dan distorsi pada ujung pangkal daun muda yang ditandai dengan
melengkungnya daun dengan ujung yang mengering.
Kadar ferrum atau zat besi pada sampel tanah dari Kota Tegal sangat
rendah jauh dibandingkan dengan zat besi pada sampel tanah Kota Bogor. Kadar
ferrum yang tinggi pada pH di bawah 6 dapat mengakibatkan ferrum menjadi zat
toksik bagi tanaman. Ferrum diserap oleh tanaman dalam bentuk Fe2+ dan Fe3+
yang penting bagi pembentukan klorofil, zat karbohidrat, lemak, protein, dan
enzim.

15
Hubungan Senyawa Bioaktif dengan Unsur Hara Tanah dan Iklim
Kesuburan tanah akan berpengaruh terhadap kapasitas tanah dalam
memasok unsur-unsur esensial dalam jumlah yang mencukupi untuk pertumbuhan
tanaman. Penurunan kesuburan tanah dapat terjadi karena pemiskinan hara,
pengambilan hara, penurunan pH, kehilangan bahan organik, dan peningkatan
unsur beracun. Kecukupan unsur hara baik makro maupun mikro mempengaruhi
terhadap kebutuhan nutrisi dan proses metabolisme tanaman, dimana unsur hara
berperan sebagai pengaktif enzim yang berperan dalam proses terbentuknya
metabolit sekunder (Aristyanti 2014). Semakin tinggi unsur hara makro maka
semakin tinggi pula senyawa bioaktifnya.
Iklim berpengaruh juga terhadap kandungan bioaktif tanaman. Iklim
dipengaruhi oleh curah hujan dan iklim menjadi faktor pembatas terhadap
ketersediaan unsur hara tanah yang juga berakibat langsung terhadap kadar serta
kandungan bioaktif tanaman daun jinten. Menurut penelitian Raharjo dan Darwati
(2000), tanaman tempuyung yang ditanam pada kondisi kering dengan intensitas
cahaya penuh, kadar flavonoidnya lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman
yang ditanam pada daerah iklim basah dan di bawah naungan. Terlihat dari hasil
penelitian ini, curah hujan yang lebih rendah yang terjadi di Tegal menghasilkan
daun jinten dengan kandungan flavonoid lebih tinggi dibandingkan daun jinten
dari Bogor. Namun, iklim juga berpengaruh terhadap kesuburan tanah dengan
kondisi iklim Bogor yang lebih dingin akibat ketinggian tempat yang lebih tinggi
dibandingkan dengan Tegal mengakibatkan produktivitas daun jinten juga lebih
tinggi dari Kota Bogor, hal ini terlihat dari rendemen ekstrak yang ternyata lebih
besar rendemen dari Kota Bogor dibandingkan dengan Kota Tegal.

SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Berdasarkan uji kualitatif daun jinten memiliki kandungan alkaloid,
flavanoid, tanin, saponin, dan steroid. Kadar kandungan dari kedua asal tempat
tumbuh juga berbeda. Kadar total kandungan fenolik simplisia daun jinten dari
Tegal sebesar 1.698 mg GAE/g simplisia dan 2.009 mg GAE/g simplisia dan dari
Bogor (2.040 mg GAE/g simplisia dan 1.340 mg GAE/g simplisia). Kadar total
kandungan flavonoid simplisia daun jinten dari Tegal sebesar 1.922 mg QE/g
simplisia dan 2.987 mg QE/g simplisia lebih besar jika dibandingkan dari Bogor
(1.285 mg QE/g simplisia dan 0.925 mg QE/g simplisia).
Berdasarkan analisis deskriptif kandungan unsur hara tanah juga
memperlihatkan perbedaan yang cukup signifikan, kandungan unsur hara tanah
asal Kota Tegal lebih tinggi dibandingkan unsur hara tanah asal Kota Bogor.
Perbedaan kadar kandungan unsur hara tanah serta perbedaan iklim di tempat
tumbuh mempengaruhi perbedaan kandungan bioaktif daun jinten (Coleus
amboinicus Lour).

16
Saran
Penelitian selanjutnya perlu dilakukan penelitian lanjutan mengenai
pengaruh berbagai faktor terhadap kandungan bioaktif daun jinten, antara lain
faktor edafis, faktor klimatis, faktor cara tumbuh dan pola penanaman (budidaya
atau liar), bagian yang diekstraksi, waktu panen dan pengolahan pasca panen.
Penelitian juga perlu dilakukan dengan memakai sampel dari berbagai tempat
sehingga dapat terlihat lebih jelas perbandingannya, serta ditambah analisis
statistika untuk mengetahui hasil penelitian secara kuantitatif.

DAFTAR PUSTAKA
Aristyanti D. 2014. Pengaruh Kadar Kimia Tanah terhadap Kandungan Flavonoid
Daun Tabat Barito (Ficus deltoidea Jack.). [Skripsi]. Bogor (ID):Institut
Pertanian Bogor.
Chang C, Yang M, Wen H, Chern J. 2002. Estimation of Total Flavonoid Content
in Propolis by Two Complementary Colorimetric Methods. J Food Drug
Analysis. 10 : 178-182.
Curter NP, Saludez JD, Sia IC, Alegre OY, Solis GA, Bagnaes LB, Macaidgay
PU, dan Bajdo AG. 1985. Penggunaan Tanaman Obat. Jakarta (ID): Bulletin
Farmakon.
Darusman LK, Sajuthi D, Sutriah K, Pamungkas D. 1995. Naskah Seminar:
Ekstraksi Komponen Bioaktif sebagai Bahan Obat dari Karang-Karangan,
Bunga Karang dan Ganggang Laut di Perairan Pulau Pari Kepulauan Seribu.
Buletin Kimia. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
[Depkes] Departemen Kesehatan. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak
Tanaman Obat. Jakarta (ID) : Depkes RI.
[Depkes] .2008. Farmakope Herbal Indonesia Edisi 1. Jakarta (ID) : Depkes RI.
Dewi LK. 2014. Kadar Total Senyawa Fenolik, Flavonoid dan Aktivitas
Antioksidan Ekstrak Air dan Ekstrak Metanol Daun Singkong (Manihot
esculenta Crantz). [Skripsi]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.
Fahrizal MD. 2014. Total Fenolik dan Flavonoid serta Aktivitas Antioksidan
Ekstrak Kulit Kayu Sengon (Paraserianthes falcataria (L.)). [Skripsi]. Bogor
(ID) : Institut Pertanian Bogor.
Gunawan D dan Sri M. 2010. Ilmu Obat Alam (Farmakognosi) Jilid 1. Jakarta
(ID) : Penebar Swadaya.
Hamburger M, Hostettmaun K. 1991. Bioactivity in Plants: The Link Between
Phytochemistry and Medicine. Phytochemical. 30(12):3864-3874..
doi :10.1016/0031-9422(91)83425-K
Hanafiah KA. 2005. Dasar-dasar Ilmu Tanah. Jakarta (ID): PT. Raja Grafindo
Persada.
Harbone JB. 1996. Metode Fitokimia: Penentuan Cara Modern Menganalisa
Tanaman. Padmawinata K, Soediro I, Penerjemah Bandung (ID) : Institut
Teknologi Bandung. Terjemahan dari Phytochemical Methods.

17
Harborne JB. 1987. Metode Fitokimia. Edisi Ke-2. Padmawinata K, Soediro I,
Penerjemah. Bandung (ID): Institut Teknologi Bandung. Terjemahan Dari:
Phytochemical Methods.
Hardjowigeno S dan Widiatmaka. 2007. Evaluasi Kesesuaian Lahan dan
Perencanaan Tataguna Lahan. Cetakan ke 1. Yogyakarta (ID) : Gadjah
Mada University Press.
Haris M. 2011. Penentuan Kadar Flavanoid Total dan Aktivitas Antioksidan dari
Daun Dewa (Gynura pseudochina [Lour] DC) dengan Spektrofotometer UVVisibel. [Skripsi]. Padang (ID) : Universitas Andalas.
Heyne K. 1987. Tanaman Berguna Indonesia III. Badan Penelitian dan
Pengembangan Kehutanan. Diterjemahkan oleh Badan Litbang Kehutanan
Jakarta (ID). Halm 87-88.
Ichsan SA. 2011. Aktivitas Ekstrak Kulit Kayu Suren (Toona sinensis Merr.)
sebagai Antioksidan dan Antidiabetes Secara In Vitro. [Skripsi]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Javanmardi J, Stushnoff C, Locke E, Vivanco JM. 2003. Antioxidant Activity and
Total Phenolic Content of Iranian Ocimum Accessions. J Food Chem. 83 :
547- 550. doi : 10.1016/S0308-8146(03)00151-1.
Juniarti, Osmeli D, Yuhernita. 2009. Kandungan Senyawa Kimia, Uji Toksisitas
(Brine Shrimp Lethality Test) dan Antioksidan (1,1-diphenyl-2-picrilhydrazyl)
dari Ekstrak Daun Saga (Abrus precatorius L.). Makara Sains. 13(1):50-54.
Karadeniz F et al. 2005. Antioxidant Activity of Selected Fruits and Vegetables
Grown in Turkey. Turkish Journal of Agricultural and Forest. 89: 297–303.
Manoi F. 2006. Pengaruh Pengeringan terhadap Mutu Simplisia Sambiloto. Bul.
Littro. 17(1) : 1-5.
Murnah. 2011. Pengaruh Ekstrak Etanol Mengkudu (Morinda citrifolia L)
terhadap Diabetik Nefropati pada Tikus Sprague dawley yang Diinduksi
Streptozotocin (STZ) dengan Kajian VEGF dan Mikroalbuminaria (MAU).
[Tesis]. Semarang (ID) : Universitas Diponegoro.
Rahardjo, M. dan I. Darwati. 2000. Pengaruh Cekaman Air terhadap Produksi dan
Mutu Simplisia Tempuyung (Sonchus arvensis L.). Jurnal Littri. 6 (3): 73-79.
Santosa Ch.M. 2001. Khasiat Konsumsi Daun Bangun-bangun (Coleus
amboinicus. L) sebagai Pelancar Sekresi Air Susu Ibu Menyusui dan Pemacu
Pertanaman Bayi. [Tesis]. Bogor (ID) : Institut Pertanian Bogor.
Sembiring B. 2007. Warta Puslitbangbun . 13 (2). Agustus 2007.
Simanjuntak E. 1992. Mempelajari Cara Pengolahan, Lama Penyimpanan,
Pemanasan Uang terhadap Kandungan Zat Besi Sayur Daun Jintan (Coleus
amboinicus Lour.).[Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Suhermanto. 2013. Profil Flavonoid, Tanin, dan Alkaloid dari Ekstrak Daun Sirih
Merah (Piper crocatum). [Skripsi]. Bogor (ID): Institut Pertanian Bogor.
Sulaeman, Suparto, Eviati. 2005. Petunjuk Teknis Analisis Kimia Tanah,
Tanaman, Air, dan Pupuk. Bogor (Id). Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian Departemen Pertanian
Utami NH. 2009. Kajian Sifat Fisik, Sifat Kimia dan Sifat Biologi Tanah Paska
Tambang Galian C Pada Tiga Penutupan Lahan (Studi Kasus Pertambangan
Pasir (Galian C) Di Desa Gumulung Tonggoh, Kecamatan Astanajapura,
Kabupaten Cirebon, Provinsi Jawa Barat). Bogor(ID):Institut Pertanian Bogor.

18
Venkataraman K. 1976. Review Article:Woods Phenolic in The Chemotaxonomy
of The Moraceae. Phytochemistry. 11 : 1571-1586. doi:10.1016/00319422(72)85002-7.
Worotikan DE. 2011. Efek Buah Lemon Cui (Citrus microcarpo) terhadap
Kerusakan Lipida Pada Ikan Mas (Cyprinus carpio L) dan Ikan Cakalang
(Katsuwonus pelamis) Mentah. [Skripsi]. Manado (ID) : UNSRAT

19
Lampiran 1 Dokumentasi penelitian

Sampel yang dikeringhaluskan

A

Sampel dimasukkan ke desikator
saat proses pengujian kadar air

B

Hasil uji alkaloid pada kedua sampel

Hasil uji fenolik pada sampel A

Hasil uji steroid

Hasil uji fenolik pada sampel B

20
Lampiran 1 Dokumentasi penelitian (lanjutan)

Proses dan hasil ekstraksi

Proses pengentalan

Proses pengujian kadar fenolik dan flavonoid

21
Lampiran 2 Kadar air simplisia daun jinten

Sampel

Ulangan

A

1
2

2.019
2.014

Bobot
cawan
kosong
(g)
5.009
4.509

3

2.015

4.981

1
2
3

2.007
2.011
2.001

5.014
4.453
4.826

B

Bobot
Simplisia
(g)

Bobot
cawan
dan isi
(g)
6.928
6.419

Bobot Kadar
kering
air
(%)
(%)
95.01
94.78

4.99
5.22

6.886

94.55

5.45

6.894
6.341
6.700

93.65
93.85
93.64

6.35
6.15
6.36

Kadar
air
total
(%)

SD

5.22

0.23

6.29

0.11

Contoh perhitungan kadar air
% bobot kering (BK) =
=

x 100%


x 100 %

= 95.01%
% Kadar Air (KA) = 100- % BK
= 100 – 95.01%
= 4.99 %
Lampiran 3 Rendemen ekstrak daun jinten
Etanol
Sampel
(g)
A
B

0.70
0.85

Air
(g)

Kadar
air

0.750
0.875

0.052
0.062

Bobot
simplisia
terkoreksi
9.947
9.937

%
Rendemen
etanol
7.036
8.553

%
Rendemen
air
7.539
8.805

Contoh perhitungan rendemen ekstrak
bobot simplisia terkoreksi
= bobot simplisia- kadar air
= 10 – 0.052
= 9.947
% rendemen ekstrak etanol

x 100 %

=
=

x 100 %

= 7.036 %

22
Lampiran 4 Kadar total fenolik ekstrak dan simplisia daun jinten
Kurva standar asam galat
Konsentrasi (ppm)
Ulangan 1
100
1.078
80
0.961
60
0.527
40
0.471
20
0.278

Ulangan 2
1.154
1.026
0.543
0.498
0.297

Rataan
1.116
0.993
0.535
0.484
0.287

Kurva Standar Asam Galat
1,2
1

y = 0.0111x + 0.016
R² = 0.9629

0,8
Absorbansi 0,6
0,4
0,2
0
0

20

40

60

80

100

120

Konsentrasi (ppm)

Kandungan total fenolik ekstrak dan simplisia daun jinten
sampel