Uji Antioksidan Daun Muda dan Daun Tua Gaharu (Aquilaria malaccensis Lamk) Berdasarkan Perbedaan Tempat Tumbuh Pohon

(1)

UJI ANTIOKSIDAN DAUN MUDA DAN DAUN TUA

GAHARU(

Aquilaria malaccensis

Lamk) BERDASARKAN

PERBEDAAN TEMPAT TUMBUH POHON

SKRIPSI

Oleh

Rizki Khadijah Harahap 111201016

Teknologi Hasil Hutan

PROGRAM STUDI KEHUTANAN

FAKULTAS KEHUTANAN

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

2015


(2)

LEMBAR PENGESAHAN

Judul Penelitian : Uji Antioksidan Daun Muda dan Daun Tua Gaharu (Aquilaria malaccensis Lamk) Berdasarkan Perbedaan Tempat Tumbuh Pohon

Nama : Rizki Khadijah Harahap

NIM : 111201016

Program Studi : Kehutanan

Disetujui Oleh Komisi Pembimbing

Ridwanti Batubara, S.Hut., M.P Drs. Surjanto, M.Si., Apt.

Ketua Anggota

Mengetahui,

Siti Latifah, S.Hut., M.Si., Ph.D Ketua Program Studi Kehutanan


(3)

ABSTRAK

RIZKI KHADIJAH HARAHAP : Uji Antioksidan Daun Muda dan Daun Tua Gaharu (Aquilaria malaccensis Lamk) Berdasarkan Perbedaan Tempat Tumbuh Pohon. Dibawah Bimbingan RIDWANTI BATUBARA dan SURJANTO.

Daun gaharu (Aquilaria malaccensis Lamk.) memiliki aktivitas antioksidan yang dapat meredam radikal bebas. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui golongan senyawa kimia serta mengetahui pengaruh tempat tumbuh pohon gaharu terhadap kandungan senyawa kimia daun muda dan daun tua serta aktivitas antioksidannya. Daun gaharu diekstrak etanol dengan metode maserasi, dipekatkan dengan alat rotary evaporator dan diuapkan dengan waterbath. Pengujian aktivitas antioksidan dengan metode 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazil

(DPPH) dengan parameter yang diamati adalah persen peredaman radikal bebas pada menit ke-30 dengan konsentrasi berbeda (40 ppm, 60 ppm, 80 ppm dan 100 ppm) dan nilai IC50 (Inhibitory Concentration) dianalisis menggunakan persamaan regresi. Hasil pemeriksaan EESDG menunjukkan persen peredaman daun muda dari Arboretum Universitas Sumatera Utara lebih tinggi seiring peningkatan konsentrasi sampel yaitu 92,10%; 92,91%; 73,97%; 93,80% dan persen peredaman yang terendah pada daun tua sebesar 22,26%; 25,31 %; 27,94%; 35,72%. Hasil pemeriksaan aktivitas antioksidan dengan menggunakan spektrofotometer sinar tampak pada panjang gelombang 516 nm diperoleh hasil EESDG daun muda dan daun tua dari Langkat memiliki IC50 sebesar 39,70 ppm dan 40,03 ppm, sedangkan daun muda dan daun tua dari Arboretum Universitas Sumatera Utara memiliki IC50 sebesar 30,65 ppm dan 43,20 ppm. Hasil pengujian ini diketahui ekstrak etanol daun gaharu simplisia memiliki aktivitas antioksidan yang sangat kuat.


(4)

ABSTRACT

RIZKI KHADIJAH HARAHAP : The test of Antioxidant Contained in fresh and Rotten Leaf of Gaharu ( Aquilaria malaccensis Lamk) Based on the Different Of Grown Ground. Supervised by RIDWANTI BATUBARA and SURJANTO

The leaf of aloe has an antiokxidant activity which can reduce free radicals. The research is done to know the class of chemical compounds and to know the effect of grown ground of Aloe toward chemical compund of fresh and rotten leaf, and its antioxidant activities. Ethanol extractr the leaf of Aloe by using maceration method, concentrated by rotary evaporator and evaporated by waterbath. The test of antioxidant activity use DPPH method 1,1 diphenil-2-picrylhydrazil (DPPH), and an observed pa rameter is the percentage of free- radical- reduction in 30th minute with different concentrations (40 ppm, 60 ppm, 80 ppm, 100 ppm ) and value of IC50 (Inhubitory concentrasions) is analyzed by using regression equation. The of EESDG show the percentage of muffled fresh-research leaf from arboretum of usu ( univercity of north sumatera ) is higher as the entianceluent of concentrated sample ; 92,10% ; 92,10%; 73,97%; 93,80% and the lowest percentage down to 22,26% ; 25,31%; 27,94%; 35,72%. and result of antioxidant activity by usig light of spectrophotometer is catched on the wave of 516 nm, and get the result that ( EESDG) fresh and rotten leaf from langkat has IC50 of 39,70 ppm and 40,03 ppm.while fresh and rotten leaf from arboretum of usu has IC50 of 30,65 and 43,20 ppm. The research result that the estracts of ethanol and simplisia aloe have a very strong antioxidant activity.


(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Sibuhuan, Kabupaten Padang Lawas pada tanggal 04 September 1992 dari ayah M. Soleh Harahap dan ibu Nur Hanum Siregar S.Pd. Penulis merupakan putri ke-satu dari tiga bersaudara.

Penulis menyelesaikan pendidikan Sekolah Dasar dari SDN 100850 Sibuhuan Kabupaten Padang Lawas pada tahun 2005, pendidikan tingkat Sekolah Menengah Pertama dari Madrasah Tsanawiyah Negeri Sibuhuan pada tahun 2008, pendidikan tingkat Sekolah Menengah Atas dari SMA N 1 Barumun Pada Tahun 2011 dan pada tahun 2011 penulis lulus seleksi masuk perguruan tinggi melalui jalur Undangan. Penulis memilih Program Studi Kehutanan, Fakultas Pertanian dan pada semester VII memilih minat studi Teknologi Hasil Hutan.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif dalam organisasi Himpunan Mahasiswa Sylva (HIMAS) USU sebagai anggota 2011-2014. Penulis mengikuti Praktik Pengenalan Ekosistem Hutan (P2EH) di Taman Hutan Raya Bukit Barisan, Gunung Barus dan Hutan Pendidikan USU Kabupaten Karo selama 10 hari. Penulis pernah menjadi asisten Sifat Kimia Kayu pada tahun 2014 dan 2015. Penulis melaksanakan Praktik Kerja Lapangan (PKL) di Perum Perhutani Divisi Regional Jawa Barat dan Banten Kesatuan Pemangkuan Hutan Ciamis dari tanggal 30 Januari - 02 Maret 2015.


(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kehadirat Allah SWT atas berkat dan rahmat serta karuniaNya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Skripsi ini berjudul

“Uji antioksidan terhadap daun muda dan daun tua gaharu (Aquilaria malaccensis

Lamk.) berdasarkan perbedaan tempat tumbuh pohon”.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui golongan senyawa kimia yang terkandung dalam daun tua dan muda gaharu ( Aquilaria malaccensis Lamk.) yang berfungsi sebagai antioksidan dan mengetahui pengaruh tempat tumbuh pohon gaharu (A. malaccensis Lamk.) terhadap kandungan senyawa kimia daun gaharu (daun muda dan daun tua ) serta aktivitas antioksidannya.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada Orang tua tercinta (M. Soleh Harahap dan Nur Hanum Siregar S.Pd) yang telah membesarkan dan mendidik penulis selama ini serta selalu memberi dukungan, doa, dana dan motivasi untuk tetap semangat dalam penyelesaian skripsi ini. Ibu Ridwanti Batubara, S.Hut., M.P dan Bapak Drs. Surjanto, M.Si., Apt. selaku ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah memberi masukan dan saran berharga dalam penyelesaian skripsi ini. adik terkasih M. Ikbal Harahap dan Evi Marlina Harahap atas cinta kasih dan doanya kepada penulis. Asisten laboratorium dan teman-teman penelitian di Laboratorium Farmakognosi, Fakultas Farmasi, Universitas Sumatera Utara yang bersedia membantu dan memberi masukan selama melakukan penelitian. Teman-teman Kehutanan angkatan 2011, THH 2011, rekan tim penelitian dan teman terdekat (Putri Andaria Nst, Jhonny Simatupang, Roy Brema Ginting, Sumarwan Syahputra, Sugiatno, Dea Kartika Br Pinem, Siti Masliyah Lubis, Ilma Wahda Daulay ) yang telah memberi


(7)

semangat, dukungan dan motivasi. Semua staf pengajar dan pegawai di Program Studi Kehutanan yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, oleh karenanya penulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan skripsi ini. Penulis berharap agar skripsi ini dapat berguna sebagai sumber informasi bagi segala pihak yang membutuhkan.

Medan, Oktober 2015 Penulis


(8)

DAFTAR ISI

Halaman

ABSTRAK ... i

ABSTRACT ... ii

DAFTAR RIWAYAT HIDUP ... iii

KATA PENGANTAR ... iv

DAFTAR ISI ... vi

DAFTAR TABEL ... viii

DAFTAR GAMBAR ... ix

DAFTAR LAMPIRAN ... x

PENDAHULUAN Latar Belakang ... 1

Tujuan Penelitian ... 2

Manfaat Penelitian ... 3

Hipotesis ... 3

TINJAUAN PUSTAKA Deskripsi Tanaman Gaharu (Aquilaria malaccensis Lamk) ... 4

Syarat Tumbuh dan Penyebaran Gaharu di Indonesia ... 5

Kondisi Iklim Di Arboretum USU Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang ... 7

Keadaan Iklim Di daerah Langkat Provinsi Sumatera Utara ... 8

Tanah (Sifat Fisik Tanah) ... 8

Ekstraksi ... 9

Skrining Fitokimia ... 11

Pelarut Etanol ... 14

Radikal Bebas ... 15

Antioksidan ... 16

Antioksidan Alami ... 18

Pengujian Aktivitas Antioksidan... 22

METODOLOGI PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian ... 24

Bahan dan Alat Penelitian ... 24

Prosedur Penelitian... 24

Pengambilan Sampel Tanaman ... 24

Persiapan Bahan Baku ... 25

Pembuatan Pereaksi ... 26

Penetapan Kadar Air ... 27

Skrining Fitokimia ... 28

Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Gaharu (A.malaccensis Lamk) ... 30


(9)

Pengujian Kemampuan Antioksidan dengan

Spektrofotometer UV-Visibel... 31

Penentuan Persen Perendaman ... 32

Penentuan Nilai IC50 ... 33

HASIL DAN PEMBAHASAN Persiapan Bahan Baku... 34

Penetapan Kadar Air Simplisia ... 34

Ekstraksi Daun Gaharu ... 35

Hasil Skrining Fitokimia ... 39

Hasil Penentuan Panjang Gelombang ... 48

Hasil Analisis Uji Aktivitas Antioksidan ... 49

Hasil Redaman Radikal Bebas DPPH Oleh Sampel Uji ... 51

Nilai IC50 (Inhibitory Concentration ) Sampel Uji ... 53

KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan ... 58

Saran ... 59 DAFTAR PUSTAKA


(10)

DAFTAR TABEL

No. Halaman

1. Hasil Skrining Simplisia dan Ekstrak Metanol Daun Gaharu ... 18

2. Hasil Pengukuran Rata- rata Kadar Air Simplisia Daun Gaharu (A. malaccensis Lamk) ... 35

3. Hasil Ekstrak Metanol Simplisia Daun Gaharu ... 37

4. Hasil Skrining Simplisia dan Ekstrak Metanol Gaharu ... 40

5. Hasil Rata-rata Pengukuran Kadar Tanin Daun Gaharu ... 48

6. Hasil Analisis Peredaman Radikal Bebas Ekstrak Etanol Daun Gaharu ... 52

7. Kategori Kekuatan Aktivitas Antioksidan ... 54

8. Hasil Persamaan Regresi Linier Ekstrak Etanol Daun Gaharu dan IC50 Berdasarkan Perbedaan Tempat Tumbuh Pohon ... 54


(11)

DAFTAR GAMBAR

No. Halaman

1. Ekstrak Kering Metanol Daun Gaharu ... 37

2. Pemeriksaan Alkaloid ... 41

3. Pemeriksaan Glikosida ... 42

4. Pemeriksaan Steroid / Triterpenoid ... 43

5. Pemeriksaan Flavonoid ... 43

6. Pemeriksaan Tanin ... 46

7. Pemeriksaan Saponin Setelah Penambahan HCL 2N ... 46

8. Pengukuran Kadar Tanin Daun Gaharu ... 47

9. Kurva Serapan Maksimum ... 49

10.Hasil Analisis Aktivitas Antioksidan Berdasarkan Perbedaan Tempat Tumbuh Pohon ... 50

11.Kurva Hubungan Peredaman dan Konsentrasi pada Daun Tua dari Langkat ... 55

12.Kurva Hubungan Peredaman dan Konsentrasi pada Daun Muda dari Langkat ... 56

13.Kurva Hubungan Peredaman dan Konsentrasi pada Daun Tua dari Arboretum USU ... 56

14.Kurva Hubungan Peredaman dan Konsentrasi pada Daun Muda dari Arboretum USU ... 56


(12)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Halaman 1. Tumbuhan Gaharu (A. malaccensis Lamk.) ... 62 2. Daun Gaharu (A. malaccensis Lamk.) ... 63 3. Proses Pembuatan Simplisia Daun Gaharu

(A. malaccensis Lamk.) ... 64 4. Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Gaharu

(A. malaccensis Lamk.) ... 66 5. Penetapan Kadar Air Simplisia Daun Gaharu

(A. malaccensis Lamk.) ... 67 6. Hasil Rendemen Ekstrak Etanol Daun Gaharu

(A. malaccensis Lamk.) ... 68 7. Pengujian Aktivitas Antioksidan Simplisia Daun Gaharu

(A. malaccensis Lamk.) ... 69 9. Hasil Uji Antioksidan Ekstrak Etanol Daun Gaharu... 70


(13)

ABSTRAK

RIZKI KHADIJAH HARAHAP : Uji Antioksidan Daun Muda dan Daun Tua Gaharu (Aquilaria malaccensis Lamk) Berdasarkan Perbedaan Tempat Tumbuh Pohon. Dibawah Bimbingan RIDWANTI BATUBARA dan SURJANTO.

Daun gaharu (Aquilaria malaccensis Lamk.) memiliki aktivitas antioksidan yang dapat meredam radikal bebas. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui golongan senyawa kimia serta mengetahui pengaruh tempat tumbuh pohon gaharu terhadap kandungan senyawa kimia daun muda dan daun tua serta aktivitas antioksidannya. Daun gaharu diekstrak etanol dengan metode maserasi, dipekatkan dengan alat rotary evaporator dan diuapkan dengan waterbath. Pengujian aktivitas antioksidan dengan metode 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazil

(DPPH) dengan parameter yang diamati adalah persen peredaman radikal bebas pada menit ke-30 dengan konsentrasi berbeda (40 ppm, 60 ppm, 80 ppm dan 100 ppm) dan nilai IC50 (Inhibitory Concentration) dianalisis menggunakan persamaan regresi. Hasil pemeriksaan EESDG menunjukkan persen peredaman daun muda dari Arboretum Universitas Sumatera Utara lebih tinggi seiring peningkatan konsentrasi sampel yaitu 92,10%; 92,91%; 73,97%; 93,80% dan persen peredaman yang terendah pada daun tua sebesar 22,26%; 25,31 %; 27,94%; 35,72%. Hasil pemeriksaan aktivitas antioksidan dengan menggunakan spektrofotometer sinar tampak pada panjang gelombang 516 nm diperoleh hasil EESDG daun muda dan daun tua dari Langkat memiliki IC50 sebesar 39,70 ppm dan 40,03 ppm, sedangkan daun muda dan daun tua dari Arboretum Universitas Sumatera Utara memiliki IC50 sebesar 30,65 ppm dan 43,20 ppm. Hasil pengujian ini diketahui ekstrak etanol daun gaharu simplisia memiliki aktivitas antioksidan yang sangat kuat.


(14)

ABSTRACT

RIZKI KHADIJAH HARAHAP : The test of Antioxidant Contained in fresh and Rotten Leaf of Gaharu ( Aquilaria malaccensis Lamk) Based on the Different Of Grown Ground. Supervised by RIDWANTI BATUBARA and SURJANTO

The leaf of aloe has an antiokxidant activity which can reduce free radicals. The research is done to know the class of chemical compounds and to know the effect of grown ground of Aloe toward chemical compund of fresh and rotten leaf, and its antioxidant activities. Ethanol extractr the leaf of Aloe by using maceration method, concentrated by rotary evaporator and evaporated by waterbath. The test of antioxidant activity use DPPH method 1,1 diphenil-2-picrylhydrazil (DPPH), and an observed pa rameter is the percentage of free- radical- reduction in 30th minute with different concentrations (40 ppm, 60 ppm, 80 ppm, 100 ppm ) and value of IC50 (Inhubitory concentrasions) is analyzed by using regression equation. The of EESDG show the percentage of muffled fresh-research leaf from arboretum of usu ( univercity of north sumatera ) is higher as the entianceluent of concentrated sample ; 92,10% ; 92,10%; 73,97%; 93,80% and the lowest percentage down to 22,26% ; 25,31%; 27,94%; 35,72%. and result of antioxidant activity by usig light of spectrophotometer is catched on the wave of 516 nm, and get the result that ( EESDG) fresh and rotten leaf from langkat has IC50 of 39,70 ppm and 40,03 ppm.while fresh and rotten leaf from arboretum of usu has IC50 of 30,65 and 43,20 ppm. The research result that the estracts of ethanol and simplisia aloe have a very strong antioxidant activity.


(15)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Gaharu termasuk hasil hutan non kayu yang merupakan potensi alami hutan Indonesia. Penyebaran pohon yang dapat menghasilkan gaharu di Indonesia adalah Sumatera, Jawa, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Papua dan Nusa Tenggara. Gaharu merupakan resin yang diperoleh dari hasil infeksi mikroba pada pohon dari famili Thymeleacea, Leguminoceae dan Euforbiaceae. Diantara beberapa jenis gaharu terdapat 3 (tiga) jenis yang berkualitas baik yaitu Aquilaria malaccensis, Aquilaria filarial dan Aetoxylon sympethallum (Sumarna, 2002).

Berubahnya pola hidup masyarakat serta pola makan yang tidak benar dan pertambahan usia mengakibatkan pembentukan radikal bebas dalam tubuh. Padatnya aktivitas kerja cenderung menyebabkan masyarakat mengkonsumsi makanan yang serba instan dan menerapkan pola makan yang tidak sehat. Makanan yang tidak sehat akan menyebabkan akumulasi jangka panjang terhadap radikal bebas di dalam tubuh. Lingkungan tercemar, kesalahan pola makan dan gaya hidup, mampu merangsang tumbuhnya radikal bebas (free radical) yang dapat merusak tubuh (Mega dan Swastini, 2010).

Upaya untuk mencegah atau mengurangi resiko yang ditimbulkan oleh aktivitas radikal bebas adalah dengan mengkonsumsi makanan atau suplemen yang mengandung antioksidan. Antioksidan dapat menetralkan radikal bebas dengan cara mendonorkan satu atom protonnya sehingga membuat radikal bebas menjadi stabil dan tidak reaktif (Lusiana, 2010).


(16)

Penelitian Mega dan Swastini (2010) menjelaskan bahwa senyawa metabolit sekunder flavonoid, terpenoid dan senyawa fenol diperkirakan mempunyai aktivitas sebagai antiradikal bebas (antioksidan). Antioksidan alami tersebar di beberapa bagian tanaman, seperti pada kayu, kulit kayu, akar, buah, bunga, biji, dan daun (Trilaksani, 2003).

Pemanfaatan daun gaharu (A. malaccensis Lamk.) diduga memiliki kandungan senyawa kimia dari golongan flavonoida yaitu flavon, flavonol dan isoflavon sehingga dimanfaatkan daunnya sebagai minuman seduh yang berperan sebagai antioksidan. A. malaccensis Lamk sesuai ditanam di antara kawasan dataran rendah hingga ke pegunungan pada ketinggian 0 – 750 meter di atas permukaan laut dengan curah hujan kurang dari 2000 mm/tahun. Suhu yang sesuai adalah antara 27°C hingga 32°C dengan kadar cahaya matahari sebanyak 70%. Kesesuaian tanah adalah jenis lembut dan liat berpasir dengan pH tanah antara 4.0 hingga 6.0. (Sumarna, 2009). Dalam pertumbuhan pohon terbentuk daun muda dan daun tua.berdasarkan pemanfaatannya,digunakan daun muda dan daun tua untuk mengetahui kandungan golongan senyawa kimia dan menguji aktivitas antioksidan ekstrak etanol daun gaharu (A. malaccensis Lamk.) berdasarkan pengambilan sampel daun muda dan daun tua pada tempat tumbuh pohon yang berbeda.


(17)

Tujuan Penelitian

1. Mengetahui golongan senyawa kimia yang terkandung dalam daun tua dan muda gaharu (A. malaccensis Lamk.) yang berfungsi sebagai antioksidan.

2. Mengetahui pengaruh tempat tumbuh pohon gaharu (A. malaccensis Lamk.) terhadap kandungan senyawa kimia daun gaharu (daun muda dan daun tua) serta aktivitas antioksidannya.

Manfaat Penelitian

1. Mendapatkan informasi mengenai golongan senyawa-senyawa kimia yang terkandung dalam daun muda dan daun tua gaharu (A. malaccensis Lamk.)

2. Dapat digunakan sebagai acuan mengenai aktivitas antioksidan dari ekstrak etanol daun gaharu (A. malaccensis Lamk.) dari daun muda dan daun tua dalam rangka memanfaatkan antioksidan alami yang berasal dari tumbuhan.

Hipotesis

1. Kandungan senyawa kimia daun muda dan daun tua gaharu (A.malaccensis Lamk) adalah sama tidak berpengaruh oleh tempat tumbuh.

2. Aktivitas antioksidan daun muda dan daun tua gaharu (A. malaccensis Lamk) adalah tidak berbeda.


(18)

TINJAUAN PUSTAKA

Gaharu (Aquilaria malaccensis Lamk.)

Pohon gaharu (Aquilaria malaccensis Lamk.) merupakan salah satu jenis tanaman kehutanan yang telah dikembangkan dengan teknik kultur jaringan. Jenis

A. malaccensis Lamk merupakan jenis pohon gaharu yang paling banyak ditemukan di Sumatera Utara (Yusnita, 2003).

Taksonomi tumbuhan gaharu (A. malaccensis Lamk) menurut Tarigan (2004) adalah sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisi : Spermatophyta Sub Divisi : Angiospermae Kelas : Dicotyledonae Sub Kelas : Dialypetalae Ordo : Myrtales Famili : Thymeleaceae Genus : Aquilaria

Species : A. malaccensis Lamk.

Gaharu (A. malaccensis Lamk) memiliki morfologi atau ciri-ciri morfologi, tinggi pohon ini dapat mencapai 40 meter dengan diameter batang mencapai 60 cm. Pohon ini memiliki permukaan batang licin, warna keputih-putihan, kadang beralur dan kayunya agak keras. Bentuk daun lonjong agak memanjang, panjang 6-8 cm, lebar 3-4 cm, bagian ujung meruncing. Daun yang kering berwarna abu-abu


(19)

kehijauan, agak bergelombang, melengkung, permukaan daun atas-bawah licin dan mengkilap 12-16 pasang, Bunga terdapat di ujung ranting, ketiak daun, kadang-kadang di bawah ketiak daun. Berbentuk lancip, panjang sampai 5 mm. Buahnya berbentuk bulat telur, tertutup rapat oleh rambut-rambut yang berwarna merah. Biasanya memiliki panjang hingga 4 cm lebar 2,5 cm. Buah gaharu (A. malaccensis

Lamk.) berbentuk kapsul, dengan panjang 3,5 cm hingga 5 cm, ovoid dan berwarna coklat. Kulitnya agak keras dan berbaldu. Mengandung 3 hingga 4 biji benih bagi setiap buah (Tarigan, 2004 )

Syarat Tumbuh dan Penyebaran Gaharu di Indonesia

Syarat untuk tumbuh dengan baik, gaharu tidak memilih lokasi khusus. Umumnya gaharu masih dapat tumbuh dengan baik pada kondisi tanah dengan struktur dan tekstur yang subur, sedang, maupun ekstrim. Gaharu pun dapat dijumpai pada kawasan hutan rawa, hutan gambut, hutan dataran rendah, ataupun hutan pegunungan dengan tekstur tanah berpasir. Gaharu (A. malaccensis Lamk.) sesuai ditanam di antara kawasan dataran rendah hingga ke pegunungan pada ketinggian 0 – 750 meter di atas permukaan laut dengan curah hujan kurang dari 2000 mm/tahun. Suhu yang sesuai adalah antara 27°C hingga 32°C dengan kadar cahaya matahari sebanyak 70%. Kesesuaian tanah adalah jenis lembut dan liat berpasir dengan pH tanah antara 4.0 hingga 6.0 (Sumarna, 2009).

Beberapa hasil uji coba serta informasi dan pengalaman di lapangan menunjukkan bahwa gaharu tidak memerlukan persyaratan khusus untuk membatasi suatu upaya pengembangannya. Oleh karena itu, secara teknis pengembangan gaharu


(20)

dapat dilakukan pada berbagai lahan dengan variasi kondisi lingkungan dan iklim. Namun, pertumbuhan optimal akan diperoleh pada kondisi lahan yang struktur tanahnya lempung, dan liat berpasir, serta solum yang dalam (Sumarna, 2007).

Marga Aquilaria terdiri dari 15 spesies, tersebar di daerah tropis Asia mulai dari India, Pakistan, Myanmar, Laos, Thailand, Kamboja, China Selatan, Malaysia, Philipina dan Indonesia. Enam diantaranya ditemukan di Indonesia (A. malaccensis, A. microcarpa, A. hirta, A. beccariana, A. cumingiana dan A. filarial). Keenam jenis tersebut terdapat hampir di seluruh kepulauan Indonesia, kecuali Jawa, Bali dan Nusa Tenggara. Pohon gaharu di Indonesia dikenal dengan nama yang berbeda-beda seperti calabac, karas, kekaras, mengkaras (Dayak), galoop (Melayu), kareh (Minang), age (Sorong), bokuin (Morotai), lason (Seram), ketimunan (Lombok), ruhuwama (Sumba), seke (Flores), halim (Lampung) dan alim (Batak) (Sumarna, 2002).

Semakin tingginya tingkat permintaan akan gaharu menyebabkan terjadinya eksploitasi A. malaccensis Lamk secara besar-besaran di hutan alam. Saat ini tanaman gaharu berada diambang kepunahan, hal ini sesuai dengan hasil penelitian dari CITES (Convention On International Trade Endangered Species Of Wild Flora And Fauna) yang memasukkan tanaman A. malaccensis ke dalam jenis tanaman terancam punah (Apendix II) (Sumarna, 2009). Pohon gaharu dapat dimanfaatkan bukan hanya gubalnya saja akan tetapi bagian batang, kulit batang, akar dan daun juga sudah dimanfaatkan sebagai bahan untuk merawat wajah dan menghaluskan kulit (Tarigan, 2004).

Pemanfaatan daun gaharu akan menjadi sangat penting mengingat masa panen gaharu setelah terinfeksi jamur (tampak sakit) adalah 3–4 tahun. Selama daur panen


(21)

yang terbilang cukup lama, daun gaharu dapat dimanfaatkan sebagai obat. Kurangnya pengetahuan masyarakat akan manfaat daun gaharu menyebabkan pemanfaatan bagian-bagian gaharu seperti daun belum populer di kalangan masyarakat khususnya petani gaharu itu sendiri.

Kondisi Iklim di Arboretum Universitas Sumatera Utara Kuala Bekala Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang

Arboretum USU merupakan bagian dan terletak di areal kampus Universitas Sumatera Utara (USU) Kuala Bekala Kecamatan Pancur Batu Kabupaten Deli Serdang. Arboretum ini dapat dicapai melalui dua jalur yaitu Medan-Pancur batu-Kampus USU Kuala Bekala dengan waktu tempuh sekitar 30 menit, dan Medan-Simalingkar-Kampus USU Kuala Bekala dengan areal Kebun Binatang Medan. Luas arboretum USU yang diperoleh dari BPDAS Wampu sei Ular yaitu seluas 64,813 Ha. Secara geografis, arboretum USU berada pada wilayah yang dibatasi kordinat-kordinat (UTM) sebagai berikut 0518598 (X) dan 0369433 (Y) (titik ujung Utara- Timur ); 0494330 (X) dan 0390761 (Y) (titik ujung Utara- Barat); 0463655 (X) dan 0394483 (Y) ( titik ujung Selatan – Barat ); dan 0461526 (X) dan 0393193 (Y) (titik ujung Selatan- Timur ) atau 3028’4λ.5λ” Lintang Utara dan λ8038’03.17” Bujur Timur. Arboretum USU berbatasan dengan sungai Bekala di sebelah Selatan dan Timur serta area penggunaan lain untuk sarana kampus di sebelah Barat dan Utara. Keadaan topografi arboretum USU cenderung datar hingga agak curam dengan kemiringan 0-60% dan berada pada ketinggian 73 meter di atas permukaan laut. Jenis tanah didominasi ordo Ultisol (Podsolik Merah- Kuning ). Tipe iklim adalah tipe B


(22)

dengan curah hujan rata-rata 2000-2500 mm per tahun. Sedangkan untuk penggunaan lahan di arboretum USU untuk kehutanan adalah sebesar 42,21 Ha (Siregar, 2013).

Arboretum USU yang dibangun di atas tanah seluas 65 hektar di lahan Kampus USU Kuala Bekala, saat ini telah mengkoleksi sebanyak 57 jenis pohon yang terdiri dari 32 jenis pohon hutan, 9 jenis pohon/tanaman perkebunan dan industri, 12 jenis pohon/tanaman buah-buahan,dan 4 jenis pohon sayuran.dari 57 jenis pohon tersebut,11 jenis diantaranya merupakan tanaman/pohon eksisting ( yang telah ada sebelum arboretum dibangun ), dan sisanya 46 jenis merupakan tanaman/pohon yang diintroduksikan setelah pembangunan Arboretum USU tersebut dicanangkan ( Rauf, 2009 ).

Keadaan Iklim di Langkat, Provinsi Sumatera Utara

Nilai curah hujan bulanan terendah terjadi pada bulan Januari 68 mm/bulan dan nilai curah hujan terbesar terjadi pada bulan Oktober sebesar 300 mm/bulan. Menurut klasifikasi Iklim Oldeman yang penggolongannya menitik beratkan pada bulan basah, lokasi penelitian yang mewakili Langkat termasuk dalam Zona Agroklimat E2 yang berdasarkan kesesuaian untuk pertanian menunjukkan daerah ini umumnya terlalu kering, mungkin hanya dapat satu kali palawija, itupun tergantung adanya hujan (Handoko,1995).

A. Topografi

Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa keadaan topografi untuk semua daerah penelitian adalah berbeda-beda (bervariasi). Ini dapat dilihat pada lokasi Bahorok dan Batang Serangan didominasi oleh topografi dengan kemiringan >


(23)

40% (berbukit, curam), sedangkan untuk daerah Sei Bingei 8 -15% (agak miring atau bergelombang), Kuala 2 – 8% (landai atau berombak) dan selesai 0 – 2% (datar) (Handoko,1995).

B. Tanah (Sifat Fisik Tanah)

Hasil analisis laboratorium menunjukkan bahwa tekstur tanah di Langkat adalah lempung berliat, lempung liat berpasir dan liat. Kedalaman efektif tanah di Langkat didominasi oleh kedalaman > 90 cm (dalam) sedangkan pada lokasi Bahorok didominasi oleh kedalaman efektif 60-90 cm (sedang) dan pada lokasi Selesai, Kuala dan Sei Bingei didominasi oleh kedalaman 30 – 60 cm (dangkal). Nilai permeabilitas tanah sangat dipengaruhi oleh tekstur dan struktur tanah. Tanah di daerah tersebut memiliki permeabilitas cepat, sedang sampai cepat dan sedang (Handoko,1995).

Ekstraksi

Ekstraksi adalah proses penarikan kandungan kimia yang dapat larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan menggunakan pelarut cair. Diketahuinya senyawa aktif yang dikandung simplisia akan mempermudah pemilihan pelarut dan cara ekstraksi yang tepat. Senyawa aktif yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat digolongkan ke dalam golongan minyak atsiri, alkaloid, flavonoid dan lain-lain (Ditjen POM, 2000).

Beberapa metode ekstraksi yang sering digunakan dalam berbagai penelitian menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia (Ditjen POM, 2000) antara lain yaitu:


(24)

A. Cara dingin 1. Maserasi

Maserasi adalah proses penyarian simplisia dengan cara perendaman menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada suhu kamar. Maserasi kinetik dilakukan dengan pengadukan yang kontinu. Remaserasi dilakukan dengan pengulangan penambahan pelarut setelah dilakukan penyarian maserat pertama dan seterusnya. Prinsip metode ini adalah pencapaian konsentrasi pada keseimbangan, cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel yang mengandung zat aktif.

2. Perkolasi

Perkolasi adalah proses penyarian simplisia dengan pelarut yang selalu baru sampai terjadi penyarian sempurna yang umumnya dilakukan pada suhu kamar. Proses perkolasi terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan perkolat) yang terus-menerus sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali bahan. Hasil akhir perkolasi dapat dilakukan dengan pemeriksaan zat aktif secara kualitatif pada perkolat terakhir.

B. Cara panas 1. Sokletasi

Sokletasi adalah proses penyarian simplisia dengan menggunakan pelarut yang selalu baru, yang umumnya dilakukan dengan alat khusus (menggunakan alat Sokhlet) sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan adanya pendingin balik.


(25)

2. Refluks

Refluks adalah proses penyarian simplisia dengan menggunakan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik.

3. Digesti

Digesti adalah proses penyarian simplisia dengan pengadukan secara terus-menerus pada temperatur yang lebih tinggi dari suhu kamar, yaitu secara umum dilakukan pada temperatur 40-50°C.

4. Dekoktasi

Dekoktasi adalah proses penyarian simplisia dengan menggunakan pelarut air pada temperatur 90°C selama 30 menit.

5. Infundasi

Infundasi adalah proses penyarian simplisia dengan menggunakan pelarut air pada temperatur 90°C selama waktu 15 menit.

Skrining Fitokimia

Skrining fitokimia adalah pemeriksaan kimia secara kualitatif terhadap senyawa-senyawa aktif biologis yang terdapat dalam simplisia tumbuhan. Senyawa-senyawa tersebut adalah Senyawa-senyawa organik. Oleh karena itu skrining terutama ditujukan terhadap golongan senyawa organik seperti alkaloid, glikosida, flavonoid, terpenoid, tanin dan lain-lain. Pada penelitian tumbuhan, untuk aktivitas biologi atau senyawa yang bermanfaat dalam pengobatan perlu diisolasi. Oleh karena itu pemeriksaan fitokimia, teknik skrining dapat membantu langkah-langkah fitofarmakologi yaitu seleksi awal dari pemeriksaan tumbuhan tersebut untuk


(26)

membuktikan adanya senyawa kimia tertentu dalam tumbuhan tersebut dan dapat dikaitkan dengan aktivitas biologinya (Farnsworth, 1996).

Golongan senyawa-senyawa organik yang perlu diskrining pada penelitian ini adalah:

1. Alkaloida

Alkaloida sering diartikan dengan senyawa yang mengandung nitrogen bersifat basa dan mempunyai aktivitas farmakologis. Alkaloida merupakan senyawa yang mempunyai aktivitas fisiologi yang menonjol dan digunakan secara luas dalam bidang pengobatan (Harbone, 1987). Pada umumnya alkaloid merupakan senyawa padat berbentuk kristal atau amorf, tidak berwarna dan mempunyai rasa pahit. Dalam bentuk bebas alkaloid merupakan basa lemah yang sukar larut dalam air tetapi mudah larut dalam pelarut organik (Rusdi, 1998).

2. Glikosida

Glikosida adalah komponen yang menghasilkan satu atau lebih gula jika dihidrolisis. Komponen gula disebut glikon dan bukan gula disebut aglikon. Berdasarkan atom penghubung bagian gula (glikon) dan bukan gula (aglikon), maka glikosida dapat dibedakan menjadi:

a. C-glikosida, jika atom C menghubungkan bagian glikon dan aglikon. b. N-glikosida, jika atom N menghubungkan bagian glikon dan aglikon. c. O-glikosida, jika atom O menghubungkan bagian glikon dan aglikon. d. S-glikosida, jika atom S menghubungkan bagian glikon dan aglikon.

Gula yang paling sering dijumpai dalam glikosida adalah glukosa (Tyler, et al., 1976; Robinson, 1995)


(27)

3. Flavonoid

Flavonoida merupakan salah satu golongan fenol alam terbesar, mengandung 15 atom karbon dalam inti dasarnya. Flavonoida mencakup banyak pigmen dan terdapat pada seluruh dunia tumbuhan mulai dari fungus hingga angiospermae. Flavonoida dalam tubuh bertindak menghambat enzim lipooksigenase yang berperan dalam biosintesis prostaglandin. Hal ini disebabkan karena flavonoida merupakan senyawa pereduksi yang baik sehingga akan menghambat reaksi oksidasi (Robinson, 1995).

4. Steroida/triterpenoida

Inti steroida sama dengan inti triterpenoida tetrasiklik. Steroida alkohol

biasanya dinamakan dengan “sterol”, tetapi karena praktis semua steroida tumbuhan berupa alkohol seringkali disebut “sterol”. Sterol adalah triterpen yang kerangka

dasarnya cincin siklopentana perhidrofenantrena. Dahulu sterol dianggap sebagai senyawa hormon kelamin, tetapi pada tahun-tahun terakhir ini makin banyak senyawa tersebut ditemukan dalam jaringan tumbuhan (Harbone, 1987; Robinson, 1995).

5. Saponin

Saponin berasal dari bahasa Latin yaitu “Sapo” yang berarti sabun dan sifatnya menyerupai sabun. Saponin merupakan senyawa aktif permukaan yang kuat dan menimbulkan busa, jika dikocok dengan air. Beberapa saponin bekerja sebagai antimikroba. Dikenal dua jenis saponin, yaitu glikosida triterpenoida dan glikosida struktur tertentu yang mempunyai rantai samping spiroketal. Kedua jenis saponin ini larut dalam air dan etanol tetapi tidak larut dalam eter (Robinson, 1995).


(28)

6. Tanin

Tanin merupakan senyawa yang terdapat dalam tumbuhan dan tersebar luas, memiliki gugus fenol, memiliki rasa sepat dan mempunyai kemampuan menyamak kulit. Tanin dikelompokkan menjadi dua secara kimia yaitu tanin kondensasi dan tanin terhidrolisis. Tanin terkondensasi atau flavolan secara biosintesis dapat dianggap terbentuk dengan cara kondensasi katekin tunggal. Tanin terhidrolisis mengandung ikatan ester yang dapat terhidrolisis jika di didihkan dalam asam klorida encer (Robinson, 1995).

Pelarut Etanol

Etanol adalah cairan tak berwarna yang mudah menguap dengan aroma yang khas. Ia terbakar tanpa asap dengan lidah api berwarna biru yang kadang-kadang tidak dapat terlihat pada cahaya biasa. Sifat-sifat fisika etanol utamanya dipengaruhi oleh keberadaan gugus hidroksil dan pendeknya rantai karbon etanol. Gugus hidroksil dapat berpartisipasi ke dalam ikatan hidrogen, sehingga membuatnya cair dan lebih sulit menguap dari pada senyawa organik lainnya dengan massa molekul yang sama. Etanol merupakan pelarut yang serbaguna, larut dalam air dan pelarut organik lainnya, meliputi asam asetat, aseton, benzena, karbon tetraklorida, kloroform, dietil eter, etilen glikol, gliserol, nitrometana, piridina, dan toluena. Ia juga larut dalam hidrokarbon alifatik yang ringan, seperti pentana dan heksana, dan juga larut dalam senyawa klorida alifatik seperti trikloroetana dan tetrakloroetilena. Pada ekstraksi bahan pangan tidak boleh ada residu etanol pada bahan pangan yang diekstraksi (Federal Food, Drug and Cosmetic Regulation). Dalam pemilihan jenis pelarut faktor yang perlu diperhatikan antara lain adalah daya melarutkan bahan (berdasarkan


(29)

kepolaritasan), titik didih, sifat racun, mudah tidaknya terbakar dan pengaruh terhadap peralatan ekstraksi (Gamse, 2002).

Secara umum pelarut yang sering digunakan adalah etanol karena etanol mempunyai polaritas yang tinggi sehingga dapat mengekstraksi bahan lebih banyak dibandingkan jenis pelarut organik yang lain. Pelarut yang mempunyai gugus karboksil (alkohol) dan karbonil (keton) termasuk dalam pelarut polar. Etanol mempunyai titik didih yang rendah dan cenderung aman. Etanol juga tidak beracun dan berbahaya. Kelemahan penggunaan pelarut etanol adalah etanol larut dalam air, dan juga melarutkan komponen lain seperti karbohidrat, resin dan gum. Larutnya komponen ini mengakibatkan berkurangnya tingkat kemurniannya. Keuntungan menggunakan pelarut etanol dibandingkan dengan aseton yaitu etanol mempunyai kepolaran lebih tinggi sehingga mudah untuk melarutkan senyawa resin, lemak, minyak, asam lemak, karbohidrat, dan senyawa organik lainnya. Penggolongan mutu etanol dibagi menjadi 4 golongan yaitu: (1) etanol industri, (2) spiritus, (3) etanol murni, dan (4) etanol absolut (Paturau, 1982).

Radikal Bebas

Radikal bebas adalah setiap molekul yang mengandung satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan. Radikal bebas sangat reaktif dan dengan mudah menjurus ke reaksi yang tidak terkontrol menghasilkan ikatan silang dengan DNA, protein, lipida, atau kerusakan oksidatif pada gugus fungsional yang penting pada biomolekul. Perubahan ini akan menyebabkan proses penuaan. Radikal bebas juga terlibat dan berperan dalam patologi dari berbagai penyakit degeneratif, yakni kanker,


(30)

aterosklerosis, jantung koroner, katarak dan penyakit degeneratif lainnya (Silalahi, 2006). Radikal bebas dapat terbentuk dalam tubuh atau masuk melalui pernafasan, kondisi lingkungan yang tidak sehat dan makanan berlemak (Kumalaningsih, 2006).

Secara teoritis radikal bebas dapat terbentuk bila terjadi pemisahan ikatan kovalen. Radikal bebas dianggap berbahaya karena menjadi sangat reaktif dalam upaya mendapatkan pasangan elektronnya, dapat pula terbentuk radikal bebas baru dari atom atau molekul yang elektronnya terambil untuk berpasangan dengan radikal bebas sebelumnya. Oleh karena sifatnya yang sangat reaktif dan gerakannya yang tidak beraturan, maka apabila terjadi di dalam tubuh makhluk hidup akan menimbulkan kerusakan di berbagai bagian sel (Muhilal, 1991; Aruoma, 1994).

Pembentukan radikal bebas dan reaksi oksidasi pada biomolekul akan berlangsung sepanjang hidup. Radikal bebas yang sangat berbahaya dalam makhluk hidup antara lain adalah golongan hidroksil (OH-), superoksida (O-2), nitrogen monooksida (NO), peroksidal (RO-2), peroksinitrit (ONOO-), asam hipoklorit (HOCl) dan hidrogen peroksida (H2O2) (Silalahi, 2006).

Antioksidan

Antioksidan adalah zat yang dalam kadar rendah mampu menghambat laju oksidasi molekul target atau senyawa yang mempunyai struktur molekul yang dapat memberikan elektronnya kepada molekul radikal bebas dan dapat memutuskan reaksi berantai dari radikal bebas (Kumalaningsih, 2006). Antioksidan juga dapat didefinisikan sebagai senyawa yang dapat mencegah terjadinya reaksi oksidasi makromolekul, seperti lipid, protein, karbohidrat atau menetralkan senyawa yang


(31)

telah teroksidasi dengan cara menyumbangkan hidrogen dan atau elektron (Silalahi, 2006). Antioksidan merupakan senyawa yang dapat menetralkan radikal bebas dengan cara mendonorkan satu atom protonnya sehingga membuat radikal bebas stabil dan tidak reaktif (Lusiana, 2010).

Berdasarkan sumbernya, secara umum antioksidan digolongkan dalam dua jenis, yaitu antioksidan sintetik dan antioksidan alami. Contoh antioksidan sintetik yang sering digunakan masyarakat antara lain butylated hydroxyanisole (BHA), butylated hydroxytoluene (BHT), tert-butylhydroquinone (TBHQ) dan α-tocopherol (Irianti, 2008). Keuntungan menggunakan antioksidan sintetik adalah aktivitas anti radikalnya yang sangat kuat, namun antioksidan sintetik BHA dan BHT berpotensi karsinogenik. Untuk itu pencarian sumber antioksidan alami sangat dibutuhkan untuk menggantikan peran antioksidan sintetik. Antioksidan alami adalah antioksidan yang merupakan hasil ekstraksi dari bahan alami. Sayur-sayuran dan buah-buahan kaya akan zat gizi (vitamin, mineral, serat pangan) serta berbagai kelompok zat bioaktif lain yang disebut zat fitokimia (Silalahi, 2006).

Irianti (2008) juga menyatakan bahwa antioksidan alami sebenarnya sudah sejak dahulu digunakan secara turun temurun, namun belum banyak diteliti aktivitas dan kandungan bioaktifnya. Misalnya saja daun gaharu (A. malaccensis Lamk.) yang sudah dimanfaatkan tetapi belum begitu populer karena kurangnya informasi tentang kandungan senyawa-senyawa kimia dan kandungan bioaktifnya.

Senyawa kimia yang bermanfaat dari tumbuhan adalah hasil dari metabolit sekunder yang berupa alkaloid, steroida/terpenoida, flavonoid atau fenolik. Senyawa ini diantaranya berfungsi sebagai pelindung terhadap serangan atau gangguan yang


(32)

ada di sekitar, sebagai antibiotik dan juga sebagai antioksidan (Atmoko dan Ma’ruf, 2009).

Tabel 1. Hasil Skrining Fitokimia Simplisia dan Ekstrak Metanol Daun Gaharu (A. malaccensis)

Jenis Pemeriksaan

Daun

Alkaloid Glikosida Steroid/

triterpenoid

Flavonoid Tanin Saponin

4 M - + + + + -

Simplisia 4 T - + + + + -

7 M - + + + + -

7 T - + + + + -

4 M - + + + + +

Ekstrak 4 T - + + + + +

Metanol 7 M - + + + + +

7 T - + + + + +

Keterangan : 4M : daun muda dari pohon yang berumur 4 tahun 4T : daun tua dari pohon yang berumur 4 tahun 7M : daun muda dari pohon yang berumur 7 tahun 7T : daun tua dari pohon yang berumur 7 tahun + : Terdeteksi mengandung senyawa

- : Tidak terdeteksi mengandung senyawa

Sumber : Skrining Fitokimia dan Aktivitas antiradikal bebas ekstrak metanol daun gaharu (Mega dan Swastini, 2010)

Dari Tabel 1 diperoleh bahwa simplisia dan ekstrak metanol positif memiliki senyawa glikosida, steroid/triterpenoid, flavonoid dan tanin. Perbedaan dapat dilihat pada saponin, dimana pada simplisia saponin tidak terdeteksi sedangkan pada ekstrak metanolnya positif mengandung saponin hal ini dikarenakan pelarut metanol bersifat semipolar yang dapat menarik analit yang bersifat polar dan nonpolar sehingga saponin akan cenderung tertarik oleh pelarut semi polar.

Antioksidan Alami

Antioksidan alami adalah antioksidan yang merupakan hasil ekstraksi dari bahan alami. Sayur-sayuran dan buah-buahan kaya akan zat gizi (vitamin, mineral,


(33)

serat pangan) serta berbagai kelompok zat bioaktif lain yang disebut zat fitokimia. Zat bioaktif ini bekerja secara sinergistik, meliputi mekanisme enzim detoksifikasi, peningkatan sistem kekebalan, pengurangan agregasi platelet, pengaturan sintesis kolesterol dan metabolisme hormon, penurunan tekanan darah, antioksidan, antibakteri serta efek antivirus (Silalahi, 2006).

Senyawa antioksidan alami tumbuhan umumnya adalah senyawa fenolik atau polifenolik yang dapat berupa golongan flavonoid, turunan asam sinamat, kumarin dan tokoferol. Golongan flavonoid yang memiliki aktivitas antioksidan meliputi flavon, flavonol, isoflavon, katekin, flavanon dan kalkon. Senyawa antioksidan alami polifenolik dapat bereaksi sebagai pereduksi, penangkap radikal bebas, pengkelat logam dan peredam terbentuknya singlet oksigen (Kumalaningsih, 2006). Antioksidan atau reduktor berfungsi untuk mencegah terjadinya oksidasi atau menetralkan senyawa yang telah teroksidasi dengan cara menyumbangkan hidrogen dan atau elektron (Silalahi, 2006).

Tanaman yang berkhasiat sebagai antioksidan menurut Hernani dan Rahardjo (2006), dikelompokkan atas 4 golongan yaitu:

1. Kelompok tanaman sayuran

Brokoli, kubis, lobak, wortel, tomat, bayam, cabai, buncis, pare dan mentimun. 2. Kelompok tanaman buah

Anggur, alpukat, jeruk, semangka, markisa, apel, belimbing, pepaya dan kelapa. 3. Kelompok tanaman rempah

Jahe, temulawak, kunyit, lengkuas, temu putih, kencur, kapulaga, temu ireng, lada, cengkeh, pala dan asam jawa.


(34)

4. Kelompok tanaman lain

Teh, ubi jalar, kedelai, kentang, labu kuning dan petai cina.

Dari segi kimia, komponen yang dikandung oleh sumber-sumber antibiotik tersebut di atas adalah:

a. Sejenis polifenol

Polifenol merupakan senyawa turunan fenol yang mempunyai aktivitas sebagai antioksidan. Antioksidan fenolik biasanya digunakan untuk mencegah kerusakan akibat reaksi oksidasi pada makanan, kosmetik, farmasi, dan plastik. Fungsi polifenol sebagai penangkap dan pengikat radikal bebas dari rusaknya ion-ion logam. Senyawa polifenol banyak ditemukan pada buah, sayuran, kacang-kacangan, teh dan anggur (Hernani dan Rahardjo, 2006).

b. Bioflavonoid (flavon, flavonol, flavanon, katekin, antosianida, isoflavon) Kelompok ini terdiri dari kumpulan senyawa polifenol dengan aktivitas antioksidan cukup tinggi. Senyawa flavonoid mempunyai ikatan gula yang disebut sebagai glikosida. Senyawa induk atau senyawa utamanya disebut aglikon yang berikatan dengan berbagai gula dan sangat mudah terhidrolisis atau mudah terlepas dari gugus gulanya. Di samping itu senyawa ini mempunyai sifat antibakteri dan antiviral (Hernani dan Rahardjo, 2006).

c. Vitamin C

Vitamin C mempunyai efek multifungsi, tergantung pada kondisinya. Vitamin C ini dapat berfungsi sebagai antioksidan, proantioksidan, pengikat logam, pereduksi dan penangkap oksigen. Vitamin C sangat efektif sebagai antioksidan pada konsentrasi tinggi. Tubuh sangat memerlukan vitamin C, karena kekurangan vitamin


(35)

C dalam darah dapat menyebabkan beberapa penyakit seperti: asma, kanker, diabetes, dan penyakit hati. Selain daripada itu vitamin C dapat memperkecil terbentuknya penyakit katarak dan penyakit mata (Hernani dan Rahardjo, 2006).

d. Vitamin E

Vitamin E merupakan antioksidan yang cukup kuat dan memproteksi sel-sel membran serta LDL (Low Density Lipoprotein) kolesterol dari kerusakan radikal bebas. Vitamin E dapat juga membantu memperlambat proses penuaan pada arteri dan melindungi tubuh dari kerusakan sel-sel yang akan menyebabkan penyakit kanker, penyakit hati dan katarak. Vitamin E dapat bekerja sama dengan antioksidan lain seperti vitamin C untuk mencegah penyakit-penyakit kronik lainnya, namun dalam mengkonsumsi vitamin ini dianjurkan jangan terlalu berlebihan karena akan menekan vitamin A yang masuk ke dalam tubuh (Hernani dan Rahardjo, 2006).

e. Karotenoid

Beta karotein adalah salah satu dari kelompok senyawa yang disebut karotenoid. Dalam tubuh senyawa ini akan dikonversi menjadi vitamin A. Kekurangan beta-karotein dapat menyebabkan tubuh terserang kanker servik. Kanker ini banyak menyerang kaum wanita yang mempunyai kadar beta-karotein, vitamin E dan vitamin C rendah dalam darah. Untuk kaum laki-laki vitamin E sangat efektif mencegah penyakit kanker prostat. Golongan senyawa karotenoid antara lain: alfa-karotein, lutin dan likopen (Hernani dan Rahardjo, 2006).

f. Katekin

Katekin termasuk dalam senyawa golongan polifenol dari gugusan flavonoid yang banyak terdapat pada teh hijau. Dalam ekstrak teh terkandung 30-40% katekin.


(36)

Epigallokatekin merupakan katekin yang sangat penting dari teh hijau karena mempunyai daya antioksidan yang cukup tinggi, serta berperan dalam pencegahan penyakit jantung dan kanker. Dalam daun kering, teh hijau terdapat sekitar 30-50 mg flavonoid (Hernani dan Rahardjo, 2006).

Menurut keterangan di atas maka dapat dinyatakan bahwa kelompok antioksidan dari bioflavonoid (flavon, flavonol, flavanon, katekin, antosianida, isoflavon) merupakan senyawa dengan aktivitas antioksidan yang cukup tinggi. Senyawa flavonoid diduga dimiliki daun gaharu (A. malaccensis Lamk.) sehingga dapat dimanfaatkan sebagai obat karena diduga memiliki antioksidan yang berperan dalam menekan radikal bebas dalam tubuh manusia.

Pengujian Aktivitas Antioksidan

Aktivitas antioksidan suatu senyawa dapat diukur dari kemampuannya dalam menangkap radikal bebas. Metode untuk menentukan aktivitas antioksidan ada beberapa cara, akan tetapi metode pengukuran antioksidan yang sederhana, cepat dan tidak membutuhkan uji lainnya (santin, oksidase, metode tiosianat, antioksidan total) adalah metode DPPH (1,1-diphenyl-2-picrylhydrazil). Goldschmidt dan Renn pada tahun 1922 menemukan senyawa berwarna ungu radikal bebas stabil DPPH, yang sekarang digunakan sebagai reagen kolorimetri untuk proses redoks. Metode DPPH merupakan suatu metode yang cepat, sederhana, dan murah yang dapat digunakan untuk mengukur kemampuan antioksidan yang terkandung dalam makanan. Metode DPPH dapat digunakan untuk sampel yang padat dan juga dalam bentuk larutan dan berlaku untuk keseluruhan kapasitas antioksidan sampel (Ionita, 2005).


(37)

DPPH merupakan singkatan untuk senyawa kimia 1,1- diphenyl-2-picrylhydrazil. DPPH berupa serbuk berwarna ungu gelap yang terdiri dari molekul radikal bebas yang stabil. DPPH mempunyai berat molekul 394,32 dengan rumus bangun C18H12N5O6. Penyimpanannya dalam wadah tertutup baik pada suhu -20°C (Molyneux, 2004). Prinsipnya adalah elektron ganjil pada molekul DPPH memberikan serapan maksimum pada panjang gelombang tertentu, berwarna ungu. Warna akan berubah dari ungu menjadi kuning lemah apabila elektron ganjil tersebut berpasangan dengan atom hidrogen yang disumbangkan senyawa antioksidan. Perubahan warna ini berdasarkan reaksi kesetimbangan kimia (Prakash, 2001).

DPPH merupakan radikal bebas yang stabil pada suhu kamar dan sering digunakan untuk mengevaluasi aktivitas antioksidan beberapa senyawa atau ekstrak bahan alam. Interaksi antioksidan dengan DPPH baik secara transfer elektron atau radikal hidrogen pada DPPH, akan menetralkan radikal bebas dari DPPH dan membentuk DPPH tereduksi. Jika semua elektron pada radikal bebas DPPH menjadi berpasangan, maka warna larutan berubah dari ungu tua menjadi kuning terang. Perubahan ini dapat diukur sesuai dengan jumlah elektron atau atom hidrogen yang ditangkap oleh molekul DPPH akibat adanya zat reduktor (Molyneux, 2004).

Parameter yang dipakai untuk menunjukan aktivitas antioksidan adalah harga

Inhibition Concentration (IC50) yaitu konsentrasi suatu zat antioksidan yang dapat menyebabkan 50% DPPH kehilangan karakter radikal atau konsentrasi suatu zat antioksidan yang memberikan % penghambatan sebesar 50%. Bila nilai IC50 yang diperoleh berkisar antara 200-1000 ppm, maka zat tersebut kurang aktif namun masih


(38)

berpotensi sebagai zat antioksidan. Dikatakan mempunyai aktivitas antioksidan tinggi, akan mempunyai harga IC50 yang rendah (Molyneux, 2004).


(39)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Pelaksanaan penelitian ini dilaksanakan mulai bulan Maret hingga Agustus 2015. Tempat pengambilan sampel dilakukan di Arboretum Universitas Sumatera utara, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi Sumatera Utara dan di Bohorok, Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara. Uji fitokimia ekstraksi dan pengamatan aktivitas antioksidan dilakukan di Laboratorium Farmakognosi dan Laboratorium Penelitian, Fakultas Farmasi Universitas Sumatera Utara.

Bahan dan Alat Penelitian

Bahan yang digunakan pada penelitian ini adalah daun gaharu (A. malaccensis

Lamk.) yang muda dan tua. Bahan kimia yang digunakan adalah bahan-bahan kimia lainnya yang berkualitas pro analisis adalah DPPH (Sigma), produksi E-Merck: metanol, toluen, kloroform, isopros panol, benzen, n-heksana, asam nitrat pekat, asam klorida pekat, asam sulfat pekat, raksa (II) klorida, bismut (III) nitrat, besi (III) klorida, timbal (II) asetat, kalium iodida, kloralhidrat, asam asetat anhidrida, natrium hidroksida, amil alkohol, natrium sulfat anhidrat, serbuk magnesium. Bahan kimia berkualitas teknis adalah etanol 96% dan air suling.

Alat-alat yang digunakan pada penelitian ini meliputi alat-alat gelas laboratorium (erlenmeyer, gelas beaker, gelas corong, gelas ukur, labu alas bulat, labu tentukur, tabung reaksi), aluminium foil, blender (National), lemari pengering, oven listrik, neraca kasar (O’haus), neraca digital (Vibra), desikator, stopwatch,


(40)

cawan porselin, lemari pengering, krus tang dan pisau, rotary evaporator (Heidolph VV-300), freeze dryer (Edwards), spektofotometer UV/Vis (Shimadzu UV-1800) dan kamera digital.

Prosedur Penelitian

Pengambilan Sampel Tanaman

Pengambilan sampel dilakukan secara purposif dengan tidak membandingkan tanaman yang sama dari daerah yang lain. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun gaharu (A. malaccensis Lamk.) yang diambil dari Arboretum Universitas Sumatera Utara, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang dan di Bahorok, Kabupaten Langkat Provinsi Sumatera Utara.

Persiapan Bahan Baku

Pada tahapan ini sampel daun gaharu (A. malaccensis Lamk.) yang muda maupun tua dibersihkan dari kotoran yang menempel dengan air mengalir, kemudian disebarkan di atas kertas perkamen hingga airnya terserap. Bahan dikeringkan di lemari pengering hingga kering dan rapuh. Berat dari bahan yang kering ditimbang, kemudian dihaluskan dengan cara diblender. Simplisia yang telah menjadi serbuk dimasukkan ke dalam wadah yang terlindung dari sinar matahari sebelum dilakukan proses ekstraksi (Ditjen POM, 1979).


(41)

Pembuatan Pereaksi 1. Pereaksi Bouchardat

Sebanyak 4 g kalium iodida ditimbang, dilarutkan dalam air suling secukupnya, lalu ditambahkan 2 g iodium kemudian ditambahkan air suling hingga diperoleh larutan 100 ml (Ditjen POM, 1995).

2. Pereaksi Mayer

Sebanyak 1,4 g raksa (II) klorida dilarutkan dalam air suling hingga 60 ml, pada wadah lain ditimbang sebanyak 5 g kalium iodida lalu dilarutkan dalam 10 ml air suling, kedua larutan dicampurkan dan ditambahkan air suling hingga diperoleh larutan 100 ml (Ditjen POM, 1995).

3. Pereaksi Dragendorff

Sebanyak 0,8 g bismut (III) nitrat ditimbang, dilarutkan dalam 20 ml asam nitrat pekat, pada wadah lain ditimbang sebanyak 27,2 g kalium iodida, dilarutkan dalam 50 ml air suling, kemudian kedua larutan dicampurkan dan didiamkan sampai memisah sempurna. Larutan yang jernih diambil dan diencerkan dengan air suling hingga volume larutan 100 ml (Ditjen POM, 1995).

4. Pereaksi Molish

Sebanyak 3 g α-naftol ditimbang, dilarutkan dalam asam nitrat 0,5 N hingga diperoleh larutan 100 ml (Ditjen POM, 1979).

5. Pereaksi Asam Klorida 2 N

Sebanyak 17 ml larutan asam klorida pekat ditambahkan air suling hingga diperoleh larutan 100 ml (Ditjen POM, 1979).


(42)

Sebanyak 8 g kristal natrium hidroksida dilarutkan dengan air suling sebanyak 100 ml (Ditjen POM, 1979).

7. Pereaksi Asam Sulfat 2 N

Sebanyak 5,4 ml larutan asam sulfat pekat ditambahkan air suling sampai 100 ml (Ditjen POM, 1995).

8. Pereaksi Timbal (II) Asetat 0,4 M

Sebanyak 15,17 g timbal (II) asetat ditimbang, kemudian dilarutkan dalam air suling bebas karbon dioksida sebanyak 100 ml (Ditjen POM, 1995).

9. Pereaksi Besi (III) Klorida 1%

Sebanyak 1 g besi (III) klorida ditimbang, kemudian dilarutkan dalam air secukupnya hingga diperoleh larutan 100 ml (Ditjen POM, 1995).

10. Pereaksi Liebermann-Burchard

Sebanyak 20 bagian asam asetat anhidrida dicampur dengan 1 bagian asam sulfat pekat. Larutan pereaksi ini harus dibuat baru (Harborne, 1987).

11. Larutan DPPH 0,5 mM

Sebanyak 20 mg DPPH ditimbang kemudian dilarutkan dalam metanol hingga diperoleh volume larutan 100 ml (konsentrasi 200 ppm (Molyneux, 2004).

Penetapan Kadar Air

Penetapan kadar air dilakukan dengan metode Azeotropi (Destilasi Toluen). Alat-alat terdiri dari labu alas bulat 500 ml, alat penampung, pendingin, tabung penyambung, tabung penerima 5 ml.


(43)

Cara kerja : Ke dalam labu alas bulat dimasukkan 100 ml toluen dan 1 ml air suling, didestilasi selama 2 jam, toluen didinginkan selama 30 menit dan volume air di dalam tabung penerima dibaca, kemudian ke dalam labu dimasukkan 2,5 g sampel yang telah ditimbang seksama, lalu dipanaskan hati-hati selama 15 menit, setelah toluen mendidih, kecepatan tetesan diatur 2 tetes untuk tiap detik sampai sebagian air terdestilasi, kemudian kecepatan destilasi dinaikkan sampai 4 tetes tiap detik. Setelah semua air terdestilasi, bagian-bagian dalam pendingin dibilas dengan toluen, destilasi dilanjutkan selama 5 menit, kemudian tabung penerima dibiarkan mendingin pada suhu kamar. Setelah air dan toluen memisah sempurna, dibaca volume air dengan ketelitian 0,05 ml. Kadar air dihitung dalam persen (WHO, 1998).

Skrining Fitokimia

Skirining fitokimia meliputi pemeriksaan senyawa golongan alkaloida, glikosida, steroid/triterpenoid, flavonoid, tannin dan saponin.

1. Pemeriksaan Alkaloid

Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia ditimbang, ditambahkan 1 ml asam klorida 2 N dan 9 ml air suling, dipanaskan di atas penangas air selama 2 menit, didinginkan dan disaring, filtrat dipakai untuk uji alkaloida. Diambil 3 tabung reaksi, lalu ke dalam masing-masing tabung reaksi dimasukkan 0,5 ml filtrat.

a. Pada tabung I, ditambahkan 2 tetes pereaksi Mayer, akan terbentuk endapan menggumpal berwarna putih atau kuning.

b. Pada tabung II, ditambahkan 2 tetes pereaksi Dragendorff, akan terbentuk endapan berwarna coklat atau jingga kecoklatan.


(44)

c. Pada tabung III, ditambahkan 2 tetes pereaksi Bouchardat, akan terbentuk endapan berwarna coklat sampai kehitaman.

Alkaloid disebut positif jika terjadi endapan atau kekeruhan pada dua atau tiga dari percobaan di atas (Ditjen POM, 1995).

2. Pemeriksaan Glikosida

Sebanyak 3 g serbuk simplisia ditimbang, disari dengan 30 ml campuran dari tujuh bagian etanol 95% dengan tiga bagian air suling (7:3) dan 10 ml asam klorida 2N. Kemudiaan direfluks selama 10 menit, didinginkan, lalu disaring. Diambil 20 ml filtrat ditambahkan 25 ml air suling dan 25 ml timbal (II) asetat 0,4 M dikocok, didiamkan 5 menit lalu disaring. Filtrat disari dengan 20 ml campuran isopropanol dan kloroform (2:3), perlakuan ini diulangi sebanyak 3 kali. Sari air dikumpulkan kemudiaan diuapkan pada temperatur tidak lebih dari 500C, sisanya dilarutkan dalam 2 ml metanol. Larutan sisa digunakan untuk percobaan berikut, 0,1 ml larutan percobaan dimasukkan dalam tabung reaksi, kemudian diuapkan di atas penangas air. Pada sisa ditambahkan 2 ml air dan 5 tetes larutan pereaksi Molish, lalu ditambahkan dengan perlahan-lahan 2 ml asam sulfat pekat melalui dinding tabung, terbentuk cincin ungu pada batas kedua cairan, menunjukkan adanya ikatan gula (glikon) atau glikosida (Ditjen POM, 1995).

3. Pemeriksaan Steroid/Triterpenoid

Sebanyak 1 g sebuk simplisia ditimbang, dimaserasi dengan 20 ml n-heksan selama 2 jam, disaring, lalu filtrat diuapkan dalam cawan penguap. Pada sisa ditambahkan 20 tetes asam asetat anhidrida dan 1 tetes asam sulfat pekat (pereaksi Lieberman-Burchard), timbulnya warna biru atau biru hijau menunjukkan adanya


(45)

steroida, sedangkan warna merah, merah muda atau ungu menunjukkan adanya triterpenoid (Harborne, 1987).

4. Pemeriksaan Flavonoid

Sebanyak 10 g serbuk simplisia ditimbang, dilarutkan 100 ml air panas, dididihkan selama 5 menit dan disaring dalam keadaan panas, ke dalam 5 ml filtrat ditambahkan 0,1 g serbuk magnesium dan 1 ml asam klorida pekat dan 2 ml amil alkohol, dikocok dan dibiarkan memisah. Flavonoid positif jika terjadi warna merah atau kuning atau jingga pada lapisan amil alkohol (Farnsworth, 1996).

5. Pemeriksaaan Tanin

Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia ditimbang, disari dengan 10 ml air suling lalu disaring, filtratnya diencerkan dengan air sampai tidak berwarna. Larutan diambil sebanyak 2 ml dan ditambahkan 1-2 tetes pereaksi besi (III) klorida 1%. Jika terjadi warna biru atau hijau kehitaman menunjukkan adanya tanin (Ditjen POM, 1995). 6. Pemeriksaan Saponin

Sebanyak 0,5 g serbuk simplisia ditimbang, dimasukkan ke dalam tabung reaksi, ditambahkan 10 ml air suling panas, didinginkan, kemudian dikocok kuat-kuat selama 10 detik. Saponin positif jika terbentuk busa yang stabil tidak kurang dari 10 menit setinggi 1 sampai 10 cm dan dengan penambahan 1 tetes asam klorida 2 N buih tidak hilang (Ditjen POM, 1995).

Pembuatan Ekstrak Etanol Daun Gaharu (A. malaccensis Lamk)

Pembuatan ekstrak dilakukan secara maserasi dengan pelarut etanol 96%, sebanyak 200 g serbuk simplisia dimasukkan ke dalam wadah kaca, dituangi dengan


(46)

1500 ml etanol 96%, ditutup, dibiarkan selama 5 hari terlindung dari cahaya dan sesekali diaduk. Setelah 5 hari campuran tersebut diserkai (saring). Ampas dicuci dengan etanol 96% secukupnya hingga diperoleh 2000 ml, lalu dipindahkan dalam bejana tertutup dan dibiarkan di tempat sejuk terlindung dari cahaya selama 2 hari, kemudian dienaptuangkan lalu disaring. Maserat dipekatkan menggunakan alat rotary evaporator pada suhu 40°C sampai diperoleh maserat pekat kemudian dikeringkan menggunakan freeze dryer sehingga diperoleh ekstrak kering (Ditjen POM, 1979).

Pengujian Kemampuan Antioksidan dengan Spektrofotometer UV-Visibel 1. Prinsip metode pemerangkapan radikal bebas DPPH

Kemampuan sampel uji dalam meredam proses oksidasi radikal bebas DPPH dalam larutan metanol (sehingga terjadi perubahan warna DPPH dari ungu menjadi kuning) dengan nilai IC50 (konsentrasi sampel uji yang memerangkap radikal bebas 50%) sebagai parameter menentukan aktivitas antioksidan sampel uji tersebut.

2. Pembuatan Larutan Blanko

Larutan DPPH 0,5 mM (konsentrasi 200 ppm) dipipet sebanyak 5 ml, kemudian dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml, dicukupkan volumenya dengan metanol sampai garis tanda (konsentrasi 40 ppm).

3. Penentuan panjang gelombang serapan maksimum

Larutan DPPH konsentrasi 40 ppm dihomogenkan dan diukur serapannya pada panjang gelombang 400-800 nm.


(47)

4. Pembuatan Larutan Induk

Sebanyak 25 mg ekstrak daun gaharu (A. Malaccensis Lamk.) ditimbang kemudian dilarutkan dalam labu tentukur 25 ml dengan metanol lalu volumenya dicukupkan dengan metanol sampai garis tanda (konsentrasi 1000 ppm).

5. Pembuatan Larutan Uji

Larutan induk dipipet sebanyak 1 ml; 1,5 ml; 2 ml; 2,5 ml kemudian masing-masing dimasukkan ke dalam labu tentukur 25 ml (untuk mendapatkan konsentrasi 40 ppm, 60 ppm, 80 ppm, 100 ppm), kemudian dalam masing-masing labu tentukur ditambahkan 5 ml larutan DPPH 0,5 mM (konsentrasi 40 ppm) lalu volume dicukupkan dengan metanol sampai garis tanda, didiamkan di tempat gelap, lalu diukur serapannya dengan spektrofotometer sinar tampak pada panjang gelombang 516 nm, pada waktu selang 5 menit mulai dari 0 menit hingga 30 menit.

Penentuan Persen Peredaman

Penentuan persen pemerangkapan radikal bebas oleh sampel uji ekstrak etanol daun gaharu (A. Malaccensis Lamk.), menggunakan metode pemerangkapan radikal bebas 1,1-diphenyl-2-picrylhydrazil (DPPH), yaitu dihitung dengan menggunakan rumus:

% Inhibisi = x 100%

kontrol A

sampel A -kontrol A

Keterangan: Akontrol = Absorbansi tidak mengandung sampel Asampel = Absorbansi sampel


(48)

Penentuan Nilai IC50

Nilai IC50 merupakan bilangan yang menunjukkan konsentrasi sampel uji

( g/ml) yang memberikan peredaman DPPH sebesar 50% (mampu meredam proses

oksidasi DPPH sebesar 50%). Nilai 0% berarti tidak mempunyai aktivitas antioksidan, sedangkan nilai 100% berarti peredaman total dan pengujian perlu dilanjutkan dengan pengenceran larutan uji untuk melihat batas konsentrasi aktivitasnya. Hasil perhitungan dimasukkan ke dalam persamaan regresi (Y=AX+B) dengan konsentrasi ekstrak (ppm) sebagai absis (sumbu X) dan nilai % peredaman (antioksidan) sebagai ordinatnya (sumbu Y).

Secara spesifik, suatu senyawa dikatakan sebagai antioksidan sangat kuat jika nilai IC50 kurang dari 50 ppm, kuat untuk IC50 bernilai 50-100 ppm, sedang jika IC50 bernilai 100-150 ppm, dan lemah jika IC50 bernilai 151-200 ppm (Mardawati, et al., 2008).


(49)

HASIL DAN PEMBAHASAN

Persiapan Bahan Baku

Pengeringan bahan baku daun dilakukan dengan cara pengeringan secara buatan yaitu menggunakan lemari pengering dengan suhu 400C-500C. Tujuan pengeringan ini adalah untuk mendapatkan simplisia yang tidak mudah rusak, sehingga dapat disimpan dalam waktu yang lama. Pengeringan ini juga bertujuan untuk mengurangi kadar air bahan baku dan menghentikan reaksi enzimatik yang dapat menurunkan mutu atau merusak simplisia. Pengeringan dengan cara buatan dapat diperoleh simplisia dengan mutu yang lebih baik karena pengeringan akan lebih merata dan waktu yang diperlukan untuk pengeringan akan lebih cepat, tanpa dipengaruhi oleh cuaca (Ditjen POM, 1995). Daun yang telah kering dibuat menjadi serbuk dengan menggunakan blender. Penyerbukan daun sangat penting karena dapat meningkatkan kontak antara pelarut, atau pereaksi terhadap luas permukaan partikel serbuk sehingga pelarut atau pereaksi dapat masuk ke dalam serbuk dan akan mengeluarkan zat kimia yang akan bercampur dengan zat penyari sehingga proses penyarian dapat berlangsung secara efektif.

Penetapan Kadar Air Simplisia

Penetapan kadar air sangat berhubungan dengan mutu simplisia. Penetapan kadar air dilakukan untuk memberikan batasan minimal kandungan air yang masih dapat ditolerir di dalam simplisia maupun ekstrak. Penetapan kadar air di bawah ini lebih rendah di bandingkan dengan penetapan kadar air simplisia daun gaharu oleh


(50)

peneliti Silaban, 2013 (6,32%). Penentuan kadar air berguna untuk menduga keawetan atau ketahanan sampel dalam penyimpanan serta untuk mengoreksi rendemen yang dihasilkan. Kadar air simplisia bahan alam biasanya harus lebih rendah dari 10% agar bakteri atau jamur tidak tumbuh sehingga simplisia dapat disimpan dalam waktu yang lama (Winarno, 1992). Kadar air simplisia tersebut telah memenuhi syarat standarisasi kadar air simplisia yaitu tidak melebihi 10% (Ditjen POM, 1995).

Tabel 2. Hasil Pengukuran Rata-rata Kadar Air Simplisia Daun Gaharu

(A. malaccensis Lamk)

Tempat Daun ( % )

Muda Tua

Arboretum USU 4,99 3,99

Langkat 6,99 5,99

Dari Tabel 2 diperoleh bahwa hasil pengukuran kadar air simplisia daun muda gaharu memiliki kandungan air yang tinggi dibandingkan kadar air daun tua gaharu. Kadar air simplisia daun muda gaharu lebih tinggi disebabkan daun muda gaharu lebih mudah terserang bakteri dan jamur yang dapat menyebabkan kandungan air tinggi. Hasil pengukuran tabel 2 telah memenuhi syarat standarisasi kadar air simplisia yaitu tidak melebihi 10% (Ditjen POM, 1995).

Ekstraksi Daun Gaharu

Metode ekstraksi yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode ekstraksi cara dingin yang tepatnya dengan metode maserasi. Ekstraksi merupakan suatu proses penarikan komponen yang diinginkan dari suatu bahan. Cara ekstraksi yang paling sederhana yaitu maserasi, karena bahan yang akan diekstrak cukup dilarutkan di


(51)

dalam pelarut pada perbandingan tertentu dan menggunakan alat-alat sederhana. Daun Gaharu yang sudah halus dicampur dengan pelarut etanol, sedangkan lama maserasi adalah tiga hari dengan perendaman ulang terhadap residu selama dua hari. Pelarut etanol yang digunakan dalam proses maserasi sangat mempengaruhi hasil ekstrak. Etanol merupakan pelarut semi polar yang juga dapat mengekstrak komponen lainnya yang bersifat non polar ataupun polar. Hal ini sesuai dengan pernyataan Putri dkk. (2010) yang menyatakan bahwa pelarut etanol dapat melarutkan hampir semua senyawa organik dari sampel. Menurut Heath dan Reineccius (1986) bahwa etanol mampu mengekstrak senyawa organik, sebagian lemak serta tanin yang menyebabkan hasil ekstraksi metanol cukup kuat. Selain itu, pelarut etanol memiliki nilai kostanta dielektrik tinggi jika dibandingkan dengan pelarut yang lain sehingga pelarut etanol dapat membuka dinding sel yang mengakibatkan hampir semua senyawa dapat tertarik keluar dari dalam sel.

Serbuk daun gaharu yang digunakan dalam penelitian ini sebesar 200 gram untuk semua perlakuan dengan pelarut etanol. Senyawa-senyawa yang terdapat dalam ekstrak etanol merupakan senyawa-senyawa polar karena etanol merupakan pelarut organik yang bersifat polar dan semi polar. Hal ini sesuai dengan pernyataan Dharmawan, dkk. (1999) bahwa senyawa akan mudah larut dalam pelarut yang sama polaritasnya.


(52)

Ekstrak kering etanol daun gaharu yang muda dan yang tua dari tempat tumbuh pohon yang berada di Arboretum usu dan di Langkat terlihat pada gambar 1.

a.Ekstrak daun Tua Arboretum USU b.Ekstrak daun muda Arboretum USU

c. Ekstrak daun tua Langkat d. Ekstrak daun muda Langkat

Gambar 1. Ekstrak Kering Etanol Daun Gaharu

Pelarut yang digunakan juga tidak mempengaruhi hasil warna dari setiap jenis daun, cairan hasil penyarian berwarna hitam. Selanjutnya cairan di rotary untuk menarik kembali pelarut sehingga yang tersisa hanya ekstraknya, ekstrak hasil rotary

berwarna hitam dan berbentuk cair kental untuk semua jenis daun, hal ini menunjukkan bahwa pelarut yang digunakan menguap secara sempurna pada saat dilakukan rotary sehingga yang tersisa adalah ekstrak pekatnya, selanjutnya ekstrak


(53)

pekat dikeringkan dengan menggunakan freeze dryer untuk menghilangkan sisa etanol pada ekstrak pekat sehingga diperoleh ekstrak kering. Pengeringan juga tidak mempengaruhi warna dan bentuk dari ekstrak, hasil pengeringan menghasilkan ekstrak berwarna hitam dan pekat.

Tabel 3. Hasil Ekstrak Etanol Simplisia Daun Gaharu (A. malaccensis) menggunakan 200 gram daun

Jenis Daun Ekstrak Kering (gr)

Muda Arboretum USU 14,07

Tua Arboretum USU 1,26

Muda Langkat 5,69

Tua Langkat 8,015

Hasil yang diperoleh pada Tabel 3 menunjukkan bahwa ekstrak etanol dari daun muda dari Arboretum USU sebesar 14,07 dari 200 gr daun segar, daun tua dari Arboretum USU sebesar 1,26 dari 200 gr daun segar, daun muda dari Langkat sebesar 5,69 dari 200 gr daun segar dan daun tua dari Langkat sebesar 8,015 dari 200 gr daun segar. Ekstrak etanol daun muda Arboretum USU lebih tinggi karena pada saat pembuatan ekstrak alat yang digunakan (rotary) tidak mengalami kerusakan, sedangkan pada ekstrak yang lain tidak dengan menggunakan rotary melainkan dengan menggunakan waterbath. Dengan menggunakan alat rotary lebih mendapatkan banyak ekstrak dibandingkan dengan menggunakan waterbath karena

rotary menarik kembali pelarut sehingga yang tersisa hanya ekstraknya. Menurut Harborne (1987) hasil ekstrak yang diperoleh akan sangat tergantung pada beberapa faktor antara lain kondisi alamiah senyawa tersebut, metode ekstraksi yang


(54)

digunakan, ukuran partikel sampel, kondisi dan waktu penyimpanan, lama waktu ekstraksi, serta perbandingan jumlah pelarut terhadap jumlah sampel.

Hasil Skrining Fitokimia

Skrining fitokimia adalah pemeriksaan kimia secara kualitatif terhadap senyawa-senyawa aktif biologis yang terdapat dalam simplisia dan ekstrak tumbuhan. Senyawa-senyawa tersebut adalah senyawa organik, oleh karena itu skrining terutama ditujukan untuk golongan senyawa organik seperti alkaloida, glikosida, flavonoid, steroid/terpenoid, tanin dan saponin. Skrining merupakan langkah awal dari pemeriksaan tumbuhan tersebut untuk membuktikan ada tidaknya senyawa kimia tertentu dalam tumbuhan tersebut yang dapat dikaitkan dengan aktivitas biologinya (Farnsworth, 1996).

Senyawa kimia yang bermanfaat dari tumbuhan adalah hasil dari metabolit sekunder yang berupa alkaloid, steroida/ terpenoida, flavonoid atau fenolik. Senyawa ini diantaranya berfungsi sebagai pelindung terhadap serangan atau

gangguan yang ada di sekitar, sebagai antibiotik dan juga sebagai antioksidan ( Atmoko dan Ma’ruf, 200λ).

Pada Tabel 4 diperoleh bahwa simplisia dan ekstrak etanol positif memiliki senyawa glikosida, steroid/triterpenoid, flavonoid dan tanin. Perbedaan dapat dilihat pada saponin, dimana pada simplisia saponin tidak terdeteksi sedangkan pada ekstrak metanolnya positif mengandung saponin hal ini dikarenakan pelarut etanol bersifat semipolar yang dapat menarik analit yang bersifat polar dan nonpolar sehingga saponin akan cenderung tertarik oleh pelarut semi polar.


(55)

Tabel 4. Hasil Skrining Fitokimia Simplisia dan Ekstrak Etanol Daun Gaharu (A. malaccensis Lamk)

Jenis Pemeriksaan

Daun Alkaloid Glikosida Steroid/

Triterpenoid Flavanoid Tanin Saponin

DMA - + + + + -

Simplisia DTA - + + + + -

DML - + + + + -

DTL - + + + + -

DMA - + + + + +

Ekstrak DTA - + + + + +

Metanol DML - + + + + +

DTL - + + + + +

Keterangan : DMA : Daun Muda dari Arboretum USU

DTA : Daun Tua dari Arboretum USU

DML : Daun Muda dari Langkat

DTL : Daun Tua dari Langkat

+ : Terdeteksi mengandung senyawa

- : Tidak terdeteksi mengandung senyawa

Hasil skrining pada penelitian sebelumnya positif memiliki senyawa glikosida, steroid/triterpenoid, flavonoid, dan tanin. Hasil pemeriksaan senyawa – senyawa kimia tersebut dilihat berdasarkan perbedaan tempat tumbuh pohon gaharu (Aquilaria malaccensis Lamk.) dapat dibandingkan bahwa berdasarkan perbedaan tempat tumbuh pohon tetap memiliki persamaan dalam senyawa-senyawa kimia pada daun gaharu dan tidak memiliki perbedaan. Senyawa ini diantaranya berfungsi sebagai pelindung terhadap serangan atau gangguan yang ada di sekitar, sebagai antibiotik dan juga sebagai antioksidan.

1. Alkaloid

Senyawa alkaloid tidak terdapat pada simplisia daun gaharu maupun ekstrak metanolnya. Hal ini ditandai dengan tidak adanya endapan berwarna putih atau kuning pada pereaksi Meyer, endapan berwarna coklat atau jingga kecoklatan pada


(56)

pereaksi Dragendrorff dan endapan berwarna coklat sampai kehitaman pada pereaksi Bouchardat.

(a)Simplisia (b) Ekstrak Etanol

Gambar 2. Pemeriksaan Alkaloid

Pengujian ini hanya menghasilkan larutan jernih pada penambahan pereaksi Mayer, warna kuning pada penambahan pereaksi Bouchardat dan warna coklat pada pereaksi Dragendorf. Hampir semua alkaloid yang ditemukan di alam mempunyai keaktifan biologis tertentu, ada yang sangat beracun tetapi ada pula yang sangat berguna dalam pengobatan. Jenis dan konsentrasi alkaloid dapat menjadi sangat beracun, salah satu jenis alkaloid yang beracun adalah nikotin. Alkaloid memiliki kegunaan dalam bidang medis, antara lain sebagai analgetika dan narkotika, mengubah kerja jantung, penurun tekanan darah, obat asma, sebagai antimalaria, stimulan uterus, dan anastesi lokal (Sirait 2007).

2. Glikosida

Hasil uji terhadap simplisia daun gaharu dan ekstrak etanol daun gaharu menunjukkan adanya senyawa glikosida. Penambahan pereaksi Molish dan asam

-

-

-

-


(57)

sulfat pekat membentuk cincin ungu yang menunjukkan kandungan glikosida. Kegunaan glikosida bagi tanaman yaitu sebagai cadangan gula untuk sementara, menjaga diri terhadap hama dan penyakit, mencegah saingan dari tanaman lain, pengatur turgor dan mencegah keracunan (Sirait, 2007).

(a) Simplisia (b) Ekstrak Etanol

Gambar 3. Pemeriksaan Glikosida

3. Steroid/Triterpenoid

Hasil uji fitokimia simplisia daun gaharu dan ekstrak etanol daun gaharu menunjukkan pada daun gaharu terdapat steroid/triterpenoid. Timbulnya warna merah setelah penambahan asam asetat anhidrida dan asam sulfat pekat menunjukkan adanya steroid/triterpenoid pada daun gaharu. Triterpenoid adalah senyawa alam yang terbentuk dengan proses biosintesis dan terdistribusi secara luas dalam dunia tumbuhan dan hewan (Sirait 2007). Senyawa-senyawa golongan triterpenoid diketahui memiliki aktivitas fisiologis tertentu, seperti antijamur, antibakteri, antivirus, kerusakan hati, gangguan menstruasi, dan dapat mengatasi penyakit diabetes (Asih, dkk. 2010).

+


(58)

(a) Simplisia (b) Ekstark Etanol Gambar 4. Pemeriksaan Steroid/Triterpenoid

4. Flavonoid

(a) Simplisia (b) Ekstrak Etanol

Gambar 5. Pemeriksaan Flavonoid

Senyawa flavanoid positif pada simplisia dan ekstrak etanol ditandai dengan terbentuknya warna kuning pada simplisia dan warna merah pada ekstrak etanol pada lapisan amil alkoholnya. Flavonoid mencakup banyak pigmen dan terdapat pada seluruh dunia tumbuhan. Senyawa flavonoid adalah suatu kelompok senyawa fenol yang terbesar yang ditemukan di alam. Senyawa-senyawa ini merupakan zat warna merah, ungu dan biru serta sebagai zat warna kuning yang ditemukan dalam

tumbuh-+

+


(1)

% Peredaman = x 100% 88972

, 0

10336 , 0 88972 , 0

= 88.382 % - Konsentrasi 100 ppm

% Peredaman = x 100%

kontrol A

sampel A -kontrol A

% Peredaman = x 100%

88972 , 0

09578 , 0 88972 , 0

= 89,23 %

Tabel IC50 ekstrak etanol simplisia Daun Tua Langkat

X Y XY X2

0 - 0 0

40 69,75 2790 1600

60 73,07 4384,2 3600

80 88,38 7070,4 6400

100 89,23 8923 10000

ΣX= 280 ΣY= 320,43 ΣXY= 23167,3 ΣX2= 21600

X = Konsentrasi (ppm) Y = % Peredaman

a =

n / ) X ( ) X (

n / Y) X)( ( -XY) (

2 2

= 0,8823

5920 5223,22 5

/ 2 ) 280 ( ) 21600 (

5 / ) 43 , 320 )( 280 ( ) 3 , 23167 (

b = y-ax = (64,086 ) – (0,8823) (56) = 14,6772

Jadi, persamaan garis regresi Y = 0,8823 X + 14,6772 Nilai IC50 = Y = 0,8823X + 14,6772

50 = 0,8823X + 14,6772 X =40,03 IC50 = 40,03 ppm


(2)

UJi aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Daun Tua Tuntungan Tabel data absorbansi DPPH, Absorbansi rata-rata dan % peredaman

Jenis Daun Konsentrasi (ppm)

Absorbansi

Blanko Absorbansi jumlah Rata-Rata

Daun tua tuntungan

40

1.03661

4.83487 0.80581

60 4.64536 0.77422

80 4.4817 0.74695

100 3.99753 0.66625

% Peredaman = x 100%

kontrol A

sampel A -kontrol A

Keterangan : Akontrol = Absorbansi tidak mengandung sampel Asampel = Absorbansi sampel

Perhitungan % peredaman ekstrak etanol simplisia daun gaharu (A. malaccensis L.) sebagai berikut:

- Konsentrasi 40 ppm

% Peredaman = x 100%

kontrol A

sampel A -kontrol A

% Peredaman = x 100%

03661 , 1

80581 , 0 03661 , 1

= 22,264 % - Konsentrasi 60 ppm

% Peredaman = x 100%

kontrol A

sampel A -kontrol A

% Peredaman = x 100%

03661 , 1

77422 , 0 03661 , 1

= 25,312 % - Konsentrasi 80 ppm

% Peredaman = x 100%

kontrol A

sampel A -kontrol A

% Peredaman = x 100%

03661 , 1

74695 , 0 03661 , 1

= 27,943 % - Konsentrasi 100 ppm

% Peredaman = x 100%

kontrol A

sampel A -kontrol A

% Peredaman = x 100%

03661 , 1

66625 , 0 03661 , 1


(3)

Tabel IC50 ekstrak etanol simplisia Daun Muda Langkat

X Y XY X2

0 0 0 0

40 22,264 890,56 1600

60 25,312 1518,72 3600

80 27,943 2235,44 6400

100 35,727 3572,7 10000

ΣX= 280 ΣY= 111,246 ΣXY= 8217,42 ΣX2= 21600

X = Konsentrasi (ppm) Y = % Peredaman

a =

n / ) X ( ) X (

n / Y) X)( ( -XY) (

2 2

= 0,33575

5920 1987,64 5

/ ) 280 ( ) 21600 (

5 / ) 246 , 111 )( 280 ( ) 42 , 8217 (

2

b = y-ax = 22,249 – (0,33575 ) (56) = 3,447

Jadi, persamaan garis regresi Y = 0,33575X + 3,447 Nilai IC50 = Y = 0,33575+ 3,447

50 =0,33575 X +3,447

X = 43,20 IC50 = 43,20 ppm

UJi aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Daun Muda Tuntungan Tabel data absorbansi DPPH, Absorbansi rata-rata dan % peredaman

Jenis Daun

Konsentrasi (ppm)

Absorbansi

Blanko Absorbansi jumlah Rata-Rata Daun

muda tuntungan

40

1.26459

0.59915 0.09985

60 0.53763 0.0896

80 0.48944 0.08157

100 0.46993 0.07832

% Peredaman = x 100%

kontrol A

sampel A -kontrol A

Keterangan : Akontrol = Absorbansi tidak mengandung sampel Asampel = Absorbansi sampel

Perhitungan % peredaman ekstrak etanol simplisia daun gaharu (A. malaccensis L.) sebagai berikut:


(4)

- Konsentrasi 40 ppm

% Peredaman = x 100%

kontrol A

sampel A -kontrol A

% Peredaman = x 100%

26459 , 1

09985 , 0 26459 , 1

= 92,104 % - Konsentrasi 60 ppm

% Peredaman = x 100%

kontrol A

sampel A -kontrol A

% Peredaman = x 100%

26459 , 1

0896 , 0 26459 , 1

= 92,914 % - Konsentrasi 80 ppm

% Peredaman = x 100%

kontrol A

sampel A -kontrol A

% Peredaman = x 100%

26459 , 1

08157 , 0 26459 , 1

= 73,976 % - Konsentrasi 100 ppm

% Peredaman = x 100%

kontrol A

sampel A -kontrol A

% Peredaman = x 100%

26459 , 1

07832 , 0 26459 , 1

= 93,806 %

Tabel IC50 ekstrak etanol simplisia Daun Muda Tuntungan

X Y XY X2

0 0 0 0

40 92,104 3684,16 1600

60 92,914 5574,84 3600

80 73,976 5918,08 6400

100 93,806 9380,6 10000

ΣX= 280 ΣY= 352,8 ΣXY= 24557,68 ΣX2= 21600

X = Konsentrasi (ppm) Y = % Peredaman

a =

n / ) X ( ) X (

n / Y) X)( ( -XY) (

2 2

= 0,81095

5920 4800,88 5

/ ) 280 ( ) 21600 (

5 / ) 8 , 352 )( 280 ( ) 68 , 24557 (


(5)

b = y-ax = 70,56 – (0,81095) (56) = 25,14

Jadi, persamaan garis regresi Y = 0,81095X + 25,14 Nilai IC50 = Y = 0,81095X + 25,14

50 =0,81095X + 25,14

X = 30,65 IC50 = 30,65 ppm

UJi aktivitas Antioksidan Ekstrak Etanol Daun Muda Langkat Tabel data absorbansi DPPH, Absorbansi rata-rata dan % peredaman

Jenis Daun Konsentrasi

(ppm)

Absorbansi Blanko

jumlah

Absorbansi Rata-Rata

Daun muda langkat

40

0.92712

1.90097 0.31682

60 1.02657 0.17109

80 0.73306 0.12217

100 0.11662 0.11662

% Peredaman = x 100%

kontrol A

sampel A -kontrol A

Keterangan : Akontrol = Absorbansi tidak mengandung sampel Asampel = Absorbansi sampel

Perhitungan % peredaman ekstrak etanol simplisia daun gaharu (A. malaccensis L.) sebagai berikut:

- Konsentrasi 40 ppm

% Peredaman = x 100%

kontrol A

sampel A -kontrol A

% Peredaman = x 100%

92712 , 0

31682 , 0 92712 , 0

= 65,827 % - Konsentrasi 60 ppm

% Peredaman = x 100%

kontrol A

sampel A -kontrol A

% Peredaman = x 100%

92712 , 0

17109 , 0 92712 , 0

= 81,546 % - Konsentrasi 80 ppm

% Peredaman = x 100%

kontrol A

sampel A -kontrol A


(6)

% Peredaman = x 100% 92712

, 0

12217 , 0 92712 , 0

= 86,822 % - Konsentrasi 100 ppm

% Peredaman = x 100%

kontrol A

sampel A -kontrol A

% Peredaman = x 100%

92712 , 0

11662 , 0 92712 , 0

= 87,421 %

Tabel IC50 ekstrak etanol simplisia Daun Muda Tuntungan

X Y XY X2

0 0 0 0

40 65,827 2633,08 1600

60 81,546 4892,76 3600

80 86,822 6945,76 6400

100 87,421 8742,1 10000

ΣX= 280 ΣY= 321,616 ΣXY= 23213,7 ΣX2= 21600

X = Konsentrasi (ppm) Y = % Peredaman

a =

n / ) X ( ) X (

n / Y) X)( ( -XY) (

2 2

= 0,87898

5920 5203,54 5

/ ) 280 ( ) 21600 (

5 / ) 616 , 321 )( 280 ( ) 23213 (

2

b = y-ax = 64,323 – (0,87898) (56) = 15,100

Jadi, persamaan garis regresi Y = 0,87898X + 15,100 Nilai IC50 = Y = 0,87898X + 15,100

50 =0,87898X + 15,100